Fitur Ambient Mode di Google Assistant Mulai Rambah Lebih Banyak Perangkat

September lalu, Google memperkenalkan sebuah fitur baru untuk Assistant bernama Ambient Mode. Fitur ini dirancang untuk menyulap tablet atau smartphone menjadi sebuah smart display ketika sedang tidak digunakan, lebih tepatnya ketika perangkat sedang di-charge atau ditancapkan di atas unit docking.

Dua perangkat pertama yang kebagian jatah fitur tersebut adalah Lenovo Smart Tab M8 dan Yoga Smart Tab, disusul oleh smartphone Nokia 7.2 dan 6.2. Selama Ambient Mode aktif, layar perangkat akan menampilkan sejumlah informasi esensial yang biasa smart display suguhkan, macam kondisi cuaca, notifikasi, reminder, dan akses cepat ke perangkat smart home.

Google Assistant Ambient Mode

Kabar baiknya, fitur ini juga sudah mulai merambah lebih banyak perangkat lain. Berdasarkan pantauan XDA Developers di Reddit, sejumlah pengguna mengaku ponselnya telah kedatangan fitur Ambient Mode tersebut. Mereka adalah pengguna Xiaomi Redmi K20 Pro, Pocophone F1, dan Nokia 6.1.

Ya, fitur ini rupanya bukan fitur eksklusif untuk perangkat yang menjalankan OS Android 10 saja. Di Nokia 6.1 misalnya, Ambient Mode dapat diaktifkan melalui pengaturan di dalam aplikasi Google. Untuk perangkat Android 10, aktivasinya bisa langsung melalui submenu Assistant di menu pengaturan.

Tampilan Google Assistant Ambient Mode di smartphone / XDA Developers
Tampilan Google Assistant Ambient Mode di smartphone / XDA Developers

Lalu apakah kehadiran fitur ini bisa diartikan konsumen sama sekali tidak membutuhkan perangkat smart display? Tentu tidak, smart display punya alasan tersendiri untuk eksis, dan salah satunya adalah keberadaan modul mikrofon yang umumnya jauh lebih superior ketimbang yang tertanam di smartphone, yang sanggup menangkap suara pengguna dari kejauhan sekaligus di tengah keramaian.

Sebaliknya, fitur ini justru berpotensi menumbuhkan minat konsumen terhadap perangkat smart display. Anggap saja Ambient Mode sebagai tahap free trial bagi mereka, lalu setelah beberapa waktu, mereka akhirnya bisa memutuskan apakah mereka membutuhkan perangkat terpisah untuk keperluan tersebut atau kehadirannya di ponsel saja sudah cukup.

Sumber: XDA Developers.

Facebook Luncurkan Smart Display Generasi Keduanya, Portal dan Portal Mini

Setahun yang lalu, Facebook secara mengejutkan merilis hardware pertamanya, yakni Portal dan Portal+, sejenis smart display speaker yang mengemban tugas utama sebagai medium video calling. Sekarang, Facebook sudah siap meluncurkan penerusnya.

Hilang sudah istilah “Portal+”, digantikan sepenuhnya oleh Portal dan Portal Mini. Bentuknya pun berubah drastis, kini lebih mirip bingkai foto digital ketimbang smart display pada umumnya. Tidak seperti Portal+, Portal versi anyar tidak dilengkapi layar swivel, akan tetapi orientasinya tetap dapat diubah dengan memutar perangkat secara keseluruhan.

Dimensinya juga menyusut signifikan: Portal mengusung layar HD 10 inci, sedangkan Portal Mini dengan layar HD 8 inci. Sensor ambient light memungkinkan layar kedua perangkat ini untuk menyesuaikan tingkat kecerahannya secara otomatis, tidak ketinggalan juga temperatur warnanya, bergantung pada kondisi pencahayaan di sekitarnya.

Facebook Portal

Fitur-fitur pendahulunya, macam kamera bertenaga AI yang dapat melakukan panning dan zooming secara otomatis, tetap menjadi unggulan Portal dan Portal Mini. Di samping itu, Facebook turut membekali keduanya dengan fitur Smart Sound, yang disebut dapat meminimalkan suara background selagi ada seseorang yang berbicara dalam sesi panggilan video.

Berhubung ini Facebook yang kita bicarakan, topik mengenai privasi tentu harus ikut dibahas, dan seperti sebelumnya, Facebook sadar betul akan kelemahan mereka di bidang ini. Untuk itu, mereka telah merancang agar konsumen dapat menonaktifkan kamera sekaligus mikrofon milik Portal dan Portal Mini dengan mudah. Kalau perlu, kameranya bahkan bisa ditutupi secara fisik berkat cover terintegrasi.

Fitur-fitur berbasis AI yang tersedia pun dipastikan berjalan secara lokal, bukan mengandalkan komunikasi dengan server Facebook. Sebagai bonus, Facebook turut menambahkan fitur WhatsApp Calling pada versi anyar Portal ini, dan lagi-lagi semuanya dipastikan berjalan dengan enkripsi yang menyeluruh.

Facebook Portal TV

Namun Facebook rupanya belum puas dengan dua perangkat saja, sebab mereka juga menyingkap Portal TV. Perangkat ini pada dasarnya mengemas semua fitur yang sama seperti Portal maupun Portal Mini, termasuk halnya integrasi Amazon Alexa. Yang membedakan, Portal TV tidak memiliki display; TV kitalah yang menjadi display-nya.

Itulah mengapa Facebook juga menyediakan akses ke layanan Amazon Prime Video, sehingga pengguna Portal TV bisa langsung menikmati tayangan favoritnya tanpa harus mengganti input TV terlebih dulu.

Rencananya, Facebook Portal dan Portal Mini akan dipasarkan mulai 15 Oktober mendatang, masing-masing seharga $179 dan $129. Portal TV baru akan menyusul di awal November dengan banderol $149. Selain di AS dan Kanada, Facebook juga bakal memperluas penjualannya ke negara-negara lain seperti Inggris, Perancis, Itali, Spanyol, Australia dan Selandia Baru.

Sumber: Facebook.

Lenovo Luncurkan Smart Display Baru dan Dua Tablet dengan Kapabilitas Ambient Mode

Bahkan sebelum Google Home Hub dirilis, Lenovo sudah lebih dulu memasarkan smart display-nya yang ditenagai OS Android Things. Lebih dari setahun berselang, Lenovo akhirnya menyingkap suksesor dari perangkat di kategori baru tersebut.

Dijuluki Lenovo Smart Display 7, desainnya berubah drastis dari sebelumnya. Bezel yang mengapit layarnya menipis, demikian pula ukuran layar sentuhnya yang menyusut menjadi 7 inci, dengan panel IPS beresolusi 1024 x 600 pixel. Satu komponen layar yang absen sebelumnya adalah sensor ambient light, yang berarti perangkat ini sekarang bisa mengatur tingkat kecerahan layarnya sendiri sesuai dengan kondisi pencahayaan di sekitar.

Lenovo Smart Display 7

Meski layarnya mengecil, ruang untuk speaker-nya justru membesar. Perangkat ini dibekali sepasang speaker 1,5 inci berdaya 5 W, lengkap beserta sebuah passive radiator. Menurut Lenovo, separasi stereo-nya jauh lebih bagus di sini ketimbang sebelumnya.

Perihal privasi, Lenovo tidak lupa menambahkan tombol mute untuk serta penutup kamera, yang keduanya dapat diakses kapan saja pengguna merasa perlu. Sama seperti sebelumnya, Lenovo Smart Display 7 yang dibekali integrasi Google Assistant ini siap menjadi hub atas beragam perangkat smart home di kediaman pengguna.

Perangkat ini rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang seharga $130.

Lenovo Smart Tab M8 dan Lenovo Yoga Smart Tab

Lenovo Smart Tab M8 / Lenovo
Lenovo Smart Tab M8 / Lenovo

Di samping Smart Display 7, Lenovo juga mengungkap dua tablet anyar di IFA 2019: Smart Tab M8 dan Yoga Smart Tab. Nilai jual utama keduanya sama, yakni tersedianya fitur Ambient Mode dan mikrofon berteknologi far-field sehingga mereka dapat beroperasi layaknya perangkat smart display, di samping menunaikan tugasnya sebagai tablet multimedia biasa.

Untuk Smart Tab M8, Ambient Mode bakal aktif ketika perangkat dipasangkan pada charging dock-nya. Wujud perangkat ini sepintas mirip iPad Pro generasi terbaru dengan bezel-nya yang cukup tipis, yang mengapit layar IPS 8 inci beresolusi 1280 x 800 pixel.

Spesifikasinya masuk di segmen menengah, dengan prosesor quad-core MediaTek A22, RAM 2 GB dan penyimpanan internal 16 atau 32 GB (plus slot microSD). Kameranya ada dua, 5 megapixel di belakang dan 2 megapixel di depan, sedangkan baterainya memiliki kapasitas 5.000 mAh.

Lenovo Yoga Smart Tab / Lenovo
Lenovo Yoga Smart Tab / Lenovo

Beralih ke Yoga Smart Tab, perangkat ini tak memerlukan aksesori tambahan untuk bisa disulap menjadi sebuah smart display. Pasalnya, ia telah dilengkapi kickstand terintegrasi yang bisa digunakan dalam berbagai mode. Berhubung ada lubang pada kickstand-nya, ia bahkan bisa digantungkan ke sebuah pengait jika perlu.

Layarnya merupakan panel IPS 10,1 inci beresolusi 1920 x 1200 pixel. Lenovo memercayakan chipset Qualcomm Snapdragon 439 untuk Yoga Smart Tab, tidak ketinggalan juga pilihan RAM 3 atau 4 GB, serta storage internal 32 atau 64 GB (plus slot microSD).

Lenovo Yoga Smart Tab

Kameranya lebih unggul ketimbang milik Smart Tab M8: 8 megapixel di belakang, dan 5 megapixel di depan dengan lensa wide-angle. Kapasitas baterainya juga lebih besar di angka 7.000 mAh. Juga menarik adalah kehadiran sepasang speaker racikan JBL yang disokong smart amplifier dan kompatibel dengan Dolby Atmos.

Untuk pemasarannya, Lenovo Smart Tab M8 bakal dijual seharga $120 mulai bulan Oktober mendatang, sedangkan Yoga Smart Tab bakal lebih dulu tersedia bulan ini juga seharga $250.

Sumber: Lenovo.

Google Luncurkan Smart Display yang Lebih Besar dan Lebih Canggih: Nest Hub Max

Google mengakuisisi produsen perangkat smart home Nest pada awal tahun 2014. Pasca akuisisi, Nest rupanya masih beroperasi sendiri, hingga akhirnya pada pertengahan tahun lalu, diumumkan bahwa tim Nest resmi dilebur dengan divisi hardware Google yang menangani produk-produk seperti smart speaker Google Home maupun Chromecast.

Namun itu bukan berarti nama Nest sudah tinggal sejarah. Sebaliknya, Google justru baru saja mengumumkan bahwa mereka bakal mulai memasarkan lini produk Google Home di bawah branding Nest. Salah satu contohnya adalah Google Home Hub yang kini telah berganti nama menjadi Nest Hub.

Bersamaan dengan itu, Google turut mengungkap smart display speaker yang lebih gres lagi, yaitu Nest Hub Max. Sesuai namanya, ia merupakan versi lebih bongsor dari Nest Hub. Kalau Nest Hub cuma mengemas layar sentuh 7 inci, Nest Hub Max mengusung layar sentuh 10 inci dengan resolusi 1280 x 800.

Tubuh yang lebih besar juga berarti Hub Max lebih mumpuni perihal performa audio, dan itu diwujudkan lewat sepasang tweeter 18 mm dengan output 10 W, didampingi oleh subwoofer 75 mm dengan output 30 W. Namun ternyata Google tidak menyia-nyiakan ruang ekstra yang dimiliki Hub Max untuk itu saja.

Google Nest Hub Max

Berbeda dari Nest Hub, Hub Max mengemas kamera depan 6,5 megapixel dengan sudut pandang seluas 127 derajat. Video call jelas merupakan salah satu kegunaannya, dan Google pun tak lupa menyertakan fitur auto-framing supaya penggunanya selalu diposisikan di tengah bingkai layar selama percakapan video berlangsung – mirip seperti fitur yang ditawarkan Facebook Portal.

Juga menarik adalah bagaimana kehadiran kamera dapat membuat Hub Max jadi bisa difungsikan sebagai kamera pengawas suatu ruangan ketika penggunanya sedang berada di luar rumah. Seperti halnya kamera pengawas keluaran Nest, semuanya bisa dimonitor secara remote via aplikasi pendamping di smartphone.

Akan tetapi yang paling menarik adalah fitur bernama Face Match. Sebelum ini, Nest Hub sudah lebih dulu menawarkan fitur Voice Match, di mana Google Assistant yang terintegrasi mampu mengenali suara individu yang berbeda dan merespon dengan lebih spesifik. Face Match punya fungsi yang serupa, tapi yang dikenali bukanlah suara, melainkan wajah.

Jadi usai melewati proses pengenalan wajah dan datanya disimpan secara aman di perangkat, pengguna dapat langsung menikmati fitur Face Match. Setiap kali pengguna bergerak menghampiri Hub Max, kameranya bakal mengenalinya, lalu perangkat akan menampilkan informasi yang spesifik buat individu tersebut; entah itu agenda harian, panduan navigasi maupun info lainnya.

Google Nest Hub Max

Di Amerika Serikat, Nest Hub Max bakal dipasarkan mulai musim panas mendatang seharga $229. Google juga berencana membawanya ke lebih banyak negara, sayang Indonesia masih belum termasuk salah satunya (yang paling dekat adalah Singapura).

Dalam kesempatan yang sama, Google juga memperbarui banderol harga tiap-tiap produk dari lini Home-nya. Nest Hub (Google Home Hub) kini dijual seharga $129 saja di Amerika Serikat, sedangkan Google Home dan Google Home Max sekarang dihargai masing-masing $99 dan $299.

Sumber: Google.

Ikuti Tren, Xiaomi Umumkan Smart Display Berukuran Mini

Merasa pernah melihat gambar di atas? Itu karena Anda pernah membaca artikel mengenai Lenovo Smart Clock, yang baru saja diungkap pada bulan Januari kemarin. Bukan, gambar di atas bukanlah perangkat besutan Lenovo tersebut, melainkan smart display terbaru garapan Xiaomi.

Namanya Xiao Ai Touchscreen Speaker Box, dan kemiripannya dengan Lenovo Smart Clock mungkin hanya sebatas kebetulan. Juga seperti Lenovo Smart Clock, ia dilengkapi layar berukuran empat inci. Kebetulan lagi? Mungkin saja, tapi yang pasti layar ini dapat dipakai untuk memutar video maupun konten lainnya, di samping sekadar menjadi penunjuk waktu.

Konten-konten yang dimaksud tentu adalah yang berasal dari layanan-layanan di dataran Tiongkok. Sejauh ini belum ada informasi terkait ketertarikan Xiaomi untuk merilis versi internasionalnya.

Xiao Ai Touchscreen Speaker Box

Juga masih belum jelas adalah software yang menenagainya; apakah Android Things, lalu apakah asisten virtual-nya menggunakan Google Assistant atau bikinan Xiaomi sendiri? Yang sudah dikonfirmasi, perangkat ini dapat digunakan untuk mengontrol beragam perangkat smart home bikinan Xiaomi, termasuk menampilkan apa yang ada di balik kamera sebuah video doorbell.

Detail yang masih minim sebenarnya merupakan hal yang wajar mengingat perangkat ini belum punya jadwal pemasaran. Yang ada baru rencana untuk memulai tahap open beta, yang dijadwalkan berlangsung pada 28 Februari mendatang.

Saya pribadi cukup tertarik dengan perangkat ini, apalagi mengingat harganya sudah pasti sangat terjangkau sebagai sebuah Xiaomi. Semoga saja Xiaomi tergerak untuk merilis versi internasionalnya, dan semoga versi tersebut datang mengusung OS Android Things beserta integrasi Google Assistant.

Sumber: Engadget.

Mengapa Smart Speaker di Indonesia Belum Sepopuler di Amerika Serikat?

“Alexa, I’m leaving.” Seketika itu pula lampu apartemen dipadamkan, tirai jendela diturunkan, dan penghangat ruangan dimatikan. Pulang kerja dan setibanya di rumah, Alexa kembali dipanggil; “Alexa, cooking time,” dan dalam sekejap lampu dapur langsung menyala, disusul oleh alunan musik upbeat yang di-stream via Spotify.

Kira-kira seperti itulah gambaran keseharian manusia modern. Namun kalau Anda jeli, Anda bisa melihat saya menyebut “penghangat ruangan” ketimbang “AC”. Alasannya, skenario ini jauh lebih mudah dicapai apabila kita tinggal di Amerika Serikat daripada di Indonesia.

Apakah negara kita sebegitu tertinggalnya perihal teknologi sampai-sampai tren smart home yang berpusat pada smart speaker dan integrasi voice assistant sulit diwujudkan? Jelas bukan itu masalahnya, tapi lalu mengapa smart speaker di Indonesia belum sepopuler di AS?

Saya melihat setidaknya ada empat poin penting yang menghambat perkembangan tren smart speaker di tanah air, dan saya akan coba membahasnya satu per satu lewat artikel ini.

Soal bahasa

Google Assistant dalam bahasa Indonesia / Google
Google Assistant dalam bahasa Indonesia / Google

Seperti yang kita tahu, voice assistant macam Alexa, Siri maupun Google Assistant diciptakan untuk berinteraksi secara lisan. Dukungan bahasa Indonesia mungkin sudah tersedia – terutama pada Google Assistant – tapi pada prakteknya komunikasi dengan voice assistant masih lebih mudah dijalani menggunakan bahasa Inggris.

Kalau tidak percaya, silakan cari video review Amazon Echo atau Google Home berbahasa Indonesia di YouTube. Videonya memang dalam bahasa Indonesia, akan tetapi bisa saya pastikan hampir semuanya berinteraksi dengan voice assistant menggunakan bahasa Inggris. Untuk yang sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia, kebanyakan adalah mereka yang iseng mencoba keahlian Google Assistant dalam melawak.

Masalah bahasa ini menurut saya hanyalah masalah waktu. Ketika pertama diluncurkan beberapa tahun lalu, Google Assistant juga tidak langsung bisa berbahasa Indonesia, namun sekarang ia sudah fasih dan pandai membuat lelucon dalam bahasa ibu kita. Seiring waktu, dukungan bahasa voice assistant akan semakin lengkap dan sempurna, dan semoga saja di titik itu kita sebagai konsumen juga jadi makin terbiasa berinteraksi menggunakan bahasa Indonesia.

Bagi yang sudah lancar berbahasa Inggris, saya kira Anda tak akan menemukan kesulitan dalam menggunakan smart speaker. Namun mayoritas tidak demikian, sehingga wajar apabila faktor bahasa ini menjadi penghambat perkembangan tren smart speaker di tanah air – setidaknya untuk saat ini.

Soal perbedaan budaya

Google Home Hub / Google
Google Home Hub / Google

Permasalahan bahasa dalam banyak kesempatan akan selalu dikaitkan dengan masalah perbedaan budaya. Yang membedakan di sini adalah, orang Indonesia cenderung tidak verbal ketika bersentuhan dengan teknologi.

Saya pribadi merasakannya. Saya fasih berbahasa Inggris, akan tetapi Siri di iPhone tidak pernah aktif. Pernah saya mencoba mengaktifkannya dengan maksud supaya lebih mudah memasang alarm (tinggal menginstruksikan Siri secara lisan), tapi ternyata saya jauh lebih terbiasa membuka aplikasi alarm secara manual, atau malah meminta tolong istri saya menyetel alarm di ponsel saya seumpama saya sedang disibukkan dengan hal lain dan tiba-tiba teringat harus bangun lebih awal di keesokan harinya.

Oke lah ini semua hanya masalah kebiasaan, tapi kita semua tahu tidak mudah mengubah suatu kebiasaan, apalagi yang sudah terbentuk sejak kecil. Bagi saya pribadi, kebiasaan ini bisa diubah apabila poin selanjutnya juga sudah bisa teratasi.

Soal ekosistem smart home yang belum besar

Ilustrasi aplikasi untuk mengontrol perangkat smart home. Mengontrol beberapa sekaligus dengan satu frasa jelas lebih mudah lagi / Pixabay
Ilustrasi aplikasi untuk mengontrol perangkat smart home. Mengontrol beberapa sekaligus dengan satu frasa jelas lebih mudah lagi / Pixabay

Pada skenario yang saya singgung di awal, perangkat smart home tentu memegang peranan penting dalam mewujudkannya. Lampu, tirai jendela, dan penghangat ruangan di situ semuanya dapat berkomunikasi via jaringan Wi-Fi, dan voice assistant memegang peran sebagai perantara.

Di Amerika Serikat, ekosistem smart home sudah tergolong sangat maju. Contoh yang paling gampang adalah pintu garasi. Di sana, cukup umum menjumpai rumah-rumah dengan pintu garasi yang dapat membuka sendiri ketika pemiliknya terdeteksi sudah dekat. Di Indonesia, saya yakin populasi penjualnya cukup langka, sebab memang pasarnya kurang cocok.

Ketika ekosistem smart home sudah meluas dan konsumen dapat dengan mudah melengkapi kediamannya dengan perabot-perabot pintar, di titik itulah smart speaker beserta voice assistant di dalamnya bisa berperan secara maksimal. Satu frasa singkat seperti di awal tadi sudah cukup untuk mengoperasikan beberapa perangkat sekaligus.

Google Assistant pada Google Home adalah salah satu yang paling bisa berinteraksi secara alami / Google
Google Assistant pada Google Home adalah salah satu yang paling bisa berinteraksi secara alami / Google

Pabrikan biasa menyebut fitur ini dengan istilah “routines“, dan menurut saya pribadi, routines adalah kunci dari sinergi antara smart speaker dan perangkat smart home. Tanpa routines, sebagian besar perangkat smart home akan terasa gimmicky. Namun dengan routines, kita bisa langsung merasakan bedanya beserta kepraktisan yang ditawarkannya.

Tahun lalu, saya mulai melihat banyak iklan-iklan properti yang mencantumkan “gratis perangkat smart home” sebagai salah satu nilai jual utamanya. Ini bisa menjadi pertanda bahwa ekosistem smart home di negara kita tidak stagnan, meski mungkin progress-nya masih tergolong lambat jika dibandingkan dengan di negara lain.

Kesimpulannya, masih ada harapan terkait perluasan ekosistem smart home di tanah air. Lalu ketika itu sudah terwujud, barulah kita bisa melihat peran esensial smart speaker, dan pada akhirnya kebiasaan kita yang kurang verbal perlahan juga bisa diubah saat sudah merasakan faedahnya.

Soal ketersediaan smart speaker yang terbatas

Apple HomePod / Apple
Apple HomePod / Apple

Poin yang terakhir ini adalah yang paling bisa dimaklumi, sebab perangkat elektronik dari kategori lain pun masih banyak yang serba terbatas ketersediaannya di tanah air. Sebagai produk baru dari kategori yang baru pula, wajar apabila pemasaran smart speaker di Indonesia belum gencar.

Sejauh ini yang saya tahu baru JBL yang sudah memasarkan lini speaker Link-nya di Indonesia. Google Home belum tersedia via jalur resmi, demikian pula Amazon Echo. Bahkan HomePod yang semestinya mudah diboyong ke tanah air – karena iBox yang berada di bawah Erajaya Group memegang hak distribusi eksklusif atas produk Apple – juga belum kunjung tersedia.

Tebakan saya, selain karena kategorinya masih baru, alasan lainnya menyambung poin sebelumnya mengenai ekosistem smart home. Karena ekosistemnya belum luas, peran smart speaker belum bisa maksimal, sehingga pada akhirnya pabrikan maupun distributor masih enggan membawa produk smart speaker-nya ke pasar Indonesia.

Kalau kita lihat, keempat masalah ini sebenarnya dapat teratasi dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Itulah mengapa saya mencantumkan kata “belum” pada judul ketimbang “tidak”, sebab memang saatnya masih belum tiba buat smart speaker untuk bersinar di pasar Indonesia.

Saya sama sekali tidak bermaksud mencegah Anda yang tertarik membeli, atau malah menjatuhkan yang sudah terlanjur membeli smart speaker. Beli sekarang atau nanti, smart speaker tetap sangatlah bermanfaat, hanya saja manfaatnya nanti (ketika tantangan-tantangan di atas sudah terlewati) akan lebih terasa lagi daripada sekarang.

Terbuat dari Kertas, Weather Poster Suguhkan Informasi Cuaca Layaknya Smart Display

Dewasa ini, mengecek ramalan cuaca bukan lagi hal yang sulit dengan begitu banyaknya aplikasi yang tersedia untuk smartphone. Namun semua itu sama saja bohong seandainya kita baru teringat untuk mengecek sesaat setelah meninggalkan kediaman.

Solusi yang lebih ideal bisa dengan menggunakan smart display macam Google Home Hub, terutama apabila perangkat tersebut ditempatkan di dekat pintu keluar rumah atau apartemen. Masih perlu alternatif lainnya? Coba lirik perangkat bernama Weather Poster berikut ini.

Weather Poster boleh Anda kategorikan sebagai smart display, akan tetapi ia sebenarnya tidak lebih dari secarik kertas yang dilengkapi dengan sebuah microprocessor. Istimewanya, kertas ini dicetak menggunakan “tinta pintar” yang dapat berganti warna ketika dipanaskan.

Berbekal data dari internet, iconicon yang terdapat pada poster ini akan berubah warna berdasarkan kondisi cuacanya. Ya, perangkat ini hanya bisa berfungsi untuk menampilkan ramalan cuaca, dan itu pun secara sangat terbatas. Namun kita juga harus ingat bahwa ia sama sekali tidak dilengkapi dengan layar digital.

Weather Poster

Maka dari itu, Weather Poster akan sangat ideal dijadikan dekorasi ruangan sekaligus pengingat untuk membawa payung jika digantungkan di dekat pintu keluar. Pengembangnya, startup asal Australia bernama Typified, sengaja mengawinkan elemen seni dan teknologi guna menciptakan produk yang berguna dalam kehidupan modern macam Weather Poster ini.

Yang saya sayangkan, harganya tergolong mahal. Di Kickstarter, Typified mematok harga early bird paling murah AU$189. Belum lagi ada biaya tahunan sebesar $7,5 untuk data ramalan cuacanya setelah dua tahun pemakaian.

Satu catatan terakhir, mengingat “tinta pintar” pada poster ini bereaksi terhadap panas, pengembangnya tidak menyarankan konsumen yang tinggal di area panas untuk membelinya, sebab kinerja Weather Poster akan kacau apabila suhu di kediaman kita selalu berada di angka 29° C atau lebih. Ya, sepertinya produk ini memang kurang cocok buat kita di Indonesia, namun tetap saja idenya meleburkan seni dan teknologi sangatlah menarik.

Sumber: The Verge.

Bukan Sembarang Penunjuk Waktu, Lenovo Smart Clock Dibekali Integrasi Google Assistant

Masih ingat dengan Lenovo Smart Display? Perangkat unik dengan sistem operasi Android Things itu baru saja kedatangan adik kecil bernama Lenovo Smart Clock. Sesuai namanya, ia bukan sekadar penunjuk waktu biasa, melainkan yang didukung oleh kecerdasan Google Assistant.

Integrasi Google Assistant memungkinkan Smart Clock untuk difungsikan sebagai pengendali perangkat smart home, dan ini pun dapat diautomasi berkat fitur Actions milik Assistant. Contoh yang paling gampang, Smart Clock dapat menginstruksikan smart coffee maker yang kompatibel untuk menyeduh kopi ketika alarm berbunyi sehingga Anda bisa langsung menikmatinya setelah beranjak dari kasur.

Lenovo Smart Clock

Perangkat dilengkapi layar sentuh IPS berukuran 4 inci, sehingga ia dapat menampilkan beragam informasi seperti agenda harian, reminder maupun penunjuk arah menuju tempat bekerja. Di samping itu, perangkat juga dapat digunakan sebagai pemutar musik, audiobook maupun podcast jika perlu.

Di balik tubuh mungil berbalut kainnya, tersimpan speaker 6 W dan sepasang passive radiator, cukup untuk mengisi satu kamar tidur berukuran besar sekalipun. Kemudian di bagian belakangnya, ada port USB yang bisa dipakai untuk mengisi ulang baterai smartphone.

Tidak seperti Lenovo Smart Display, Lenovo Smart Clock dibanderol cukup terjangkau: $80. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai musim semi mendatang di Amerika Serikat.

Sumber: Lenovo.

Update Facebook Portal Hadirkan Integrasi Instant Games dan Kontrol Kamera Manual

Diperkenalkan pada bulan Oktober lalu, Facebook Portal dan Portal+ mendapat update perdananya baru-baru ini. Sederet fitur anyar menanti para penggunanya, namun yang paling utama adalah integrasi Facebook Instant Games dan kontrol kamera manual.

Ya, kedua smart display speaker beda ukuran ini sekarang bisa dipakai untuk bermain. Total ada 7 game yang sudah siap dinikmati sejauh ini: Battleship, Disney Tsum Tsum, Draw Something, Shake It Up-Poker Dice, Sudoku, Super Baseball, dan Words With Friends. Seperti yang bisa Anda lihat, mayoritas adalah game yang asyik dimainkan beramai-ramai.

Lewat update ini, Facebook pada dasarnya menyiapkan Portal untuk menyambut musim liburan. Selain Instant Games, ada pula koleksi efek AR kamera tema liburan dan konten baru untuk fitur Storytime. Akses ke YouTube kini juga tersedia, meski harus melalui browser ketimbang aplikasi terpisah – jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Lebih lanjut, kontrol kamera manual juga merupakan pembaruan yang menarik untuk Portal. Pasalnya, sebelum ini pergerakan kamera hanya bisa berjalan secara otomatis. Jadi ketika yang berbicara di depan Portal hanya satu orang, kameranya akan otomatis zooming lebih dekat. Sebaliknya, kalau yang berbicara ada banyak, kamera pun akan zoom out supaya semuanya bisa ikut tampil.

Masalahnya, kita semua tahu tidak selamanya AI bisa diandalkan. Ada kalanya fitur tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan ketika itulah kontrol kamera manual akan sangat membantu.

Juga menarik meskipun sepele, pengguna sekarang bisa memulai video chat berdasarkan status relasinya di Facebook. Jadi semisal pengguna hendak menelepon ibunya, cukup ucapkan “call mom” dan Portal akan langsung paham siapa kontak yang dimaksud.

Sumber: VentureBeat.

Google Siapkan Sederet Fitur Baru Assistant untuk Menyambut Masa Liburan

Libur akhir tahun sudah hampir tiba. Buat Google, mereka ingin menyambutnya dengan memperbarui Assistant. Sederet kapabilitas baru telah Google siapkan untuk Assistant, dan semuanya dirancang agar penggunaan smart display seperti LG WK9 atau punya Google sendiri bisa lebih maksimal lagi.

Fitur yang pertama dinamai Pretty Please. Semasa liburan, asumsinya semua anggota keluarga bakal berkumpul bersama, dan Google ingin mengajak kita membentuk perilaku yang lebih ramah melalui fitur baru milik Assistant ini.

Jadi ketika kita menambahkan kata seperti “please” atau “thank you” selagi menginstruksikan Assistant, kita juga akan mendapat balasan yang tak kalah ramah. Sepele memang, tapi bisa kita bayangkan dampak positifnya apabila yang sering berbicara dengan Assistant adalah anak-anak kecil.

Yang kedua, Google Assistant kini bisa membantu membuatkan catatan atau holiday shopping list, dan pengguna hanya perlu mengucapkan apa yang hendak mereka beli kepada Assistant. Bagi yang menggunakan layanan pihak ketiga seperti Any.do atau Todoist, Google berjanji untuk segera menghadirkan dukungannya.

Ketiga, ada fitur komunikasi dua arah bagi pemilik perangkat smart display yang juga menggunakan video doorbell Nest Hello. Jadi ketika ada tamu yang datang, kita bisa lebih dulu menyambutnya sebelum membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk.

Keempat, smart display Google Assistant kini bisa difungsikan sebagai mesin karaoke, asalkan pengguna sudah berlangganan Google Play Music. Jadi ketika pengguna meminta Assistant memutar suatu lagu, liriknya akan otomatis muncul di layar smart display.

Google Home Hub story time

Kelima, Assistant pada smart display sekarang juga bisa membacakan cerita kepada anak-anak. Ceritanya bukan sembarangan, melainkan judul-judul populer seperti Frozen, Aladdin, Dora the Explorer, dan masih banyak lagi, hasil kerja sama Google dengan Disney dan Nickelodeon.

Terakhir, ada fitur bernama Broadcast Replies yang memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan ke smart display, lalu yang sedang berada di rumah juga bisa merespon balik. Fitur ini sangat bermanfaat selagi misalnya pengguna sedang berbelanja dan hendak memastikan tidak ada yang lupa dibeli dengan menanyakannya kembali ke orang-orang yang ada di rumah.

Sumber: Google via Digital Trends.