Google Berpotensi Mengembangkan Smartwatch dengan Fitur ECG ala Apple Watch

Google membuat kejutan belum lama ini dengan mengakuisisi divisi smartwatch Fossil senilai $40 juta. Kabar ini pun langsung dikaitkan dengan rumor bahwa Google sedang menyiapkan smartwatch bikinannya sendiri untuk menjadi model flagship di platform WearOS, sekaligus bersaing langsung dengan Apple Watch.

Untuk bisa menyaingi Apple Watch dengan baik, Google tentu perlu menyematkan fitur-fitur kesehatan yang tak kalah komprehensif, apalagi mengingat Apple Watch generasi terbaru datang membawa fitur ECG alias electrocardiogram. Kabar baiknya, masih ada harapan bagi Google untuk menyematkan fitur serupa seandainya mereka benar-benar merilis smartwatch bikinannya sendiri nanti.

Baru-baru ini, anak perusahaan Alphabet yang berfokus di bidang sains, Verily, berhasil mengantongi persetujuan FDA (Food and Drug Administration) di AS atas fitur ECG pada smartwatch buatannya, Study Watch. Sesuai namanya, Study Watch dirancang untuk menjadi alat bantu riset di ranah medis, dan salah satu fitur unggulannya adalah ECG.

Persetujuan dari FDA ini secara langsung menetapkan status Study Watch sebagai perangkat medis Class II, dan status yang sama rupanya juga dimiliki oleh Apple Watch Series 4 terkait fitur ECG-nya. Sejauh ini memang tidak ada tanda-tanda Study Watch bakal direalisasikan menjadi produk untuk konsumen secara luas, tapi setidaknya ada harapan bagi Google untuk menerapkannya di smartwacth bikinannya.

Akuisisi divisi smartwatch Fossil dikawinkan dengan pencapaian Verily, semestinya rival Apple Watch dari Google ini sudah semakin dekat dengan kenyataan.

Sumber: Wareable.

Louis Vuitton Tambour Horizon Edisi 2019 Usung Chipset Terbaru Qualcomm

Ketika Qualcomm mengumumkan chipset Snapdragon Wear 3100 bulan September lalu, mereka bilang bahwa ada tiga brand yang siap merilis smartwatch berbekal chipset itu: Montblanc, Fossil Group, dan Louis Vuitton. Montblanc dan Fossil Group sudah lebih dulu memenuhi klaim tersebut, dan kini giliran Louis Vuitton yang menyusul.

Menjelang pergantian tahun kemarin, brand fashion asal Perancis itu mengumumkan Louis Vuitton Tambour Horizon generasi baru. Wujudnya cukup mirip seperti versi pertamanya yang dirilis di tahun 2017, akan tetapi tentu saja yang menjadi sorotan adalah chipset anyar besutan Qualcomm itu tadi.

Secara teknis, Snapdragon Wear 3100 menjanjikan konsumsi daya yang jauh lebih efisien, sehingga Tambour Horizon generasi terbaru ini sekarang bisa beroperasi selama sehari penuh sebelum perlu diisi ulang baterainya. Kalau dipakai sebagai penunjuk waktu saja, baterainya malah bisa tahan sampai enam hari.

Lousi Vuitton Tambour Horizon 2019

Lebih lanjut, Snapdragon Wear 3100 juga memungkinkan perangkat untuk mengaktifkan mode ambient yang lebih kapabel ketimbang sebelumnya, dan ini diwujudkan oleh LV melalui bezel layar yang dilengkapi indikator 24 jam dan indikator siang/malam, yang semuanya dapat dilihat meski perangkat sedang dalam mode minim fitur tapi irit daya itu.

Dari segi kosmetik, LV tentunya sudah menyiapkan pilihan warna serta motif strap baru untuk Tambour Horizon edisi 2019. Mereka yang menginginkan kemewahan ekstra juga dapat memilih varian dengan bodi berbahan keramik. Selebihnya, pembaruan yang dibawa mencakup layar beresolusi lebih tinggi, meski seberapa tinggi tepatnya tidak dijabarkan.

Sayangnya sejauh ini belum ada informasi mengenai jadwal pemasaran maupun harganya. Sudah pasti mahal memang, apalagi mengingat versi pertamanya dulu dibanderol seharga $2.500.

Sumber: Engadget.

Update Terbaru Wear OS Diracik untuk Meningkatkan Daya Tahan Baterai Smartwatch

Agustus lalu, Google merombak tampilan Wear OS demi menyuguhkan mekanisme pengoperasian yang jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Sekarang, giliran faktor penunjang di balik layar yang dibenahi Google, spesifiknya yang berdampak langsung pada daya tahan baterai perangkat.

Melalui forum Wear OS, Google mengumumkan update Wear OS versi “H”, yang dijadwalkan meluncur dalam beberapa bulan ke depan. Pembaruan yang dibawa tidak terlalu banyak, akan tetapi seperti yang saya bilang, punya pengaruh besar terhadap jangka waktu penggunaan tiap-tiap perangkat.

Utamanya berkat mode Battery Saver baru yang akan menyulap smartwatch menjadi murni sebagai penunjuk waktu ketika sisa baterainya sudah mencapai batas 10%. Cara kerjanya sejatinya mirip seperti fitur Battery Saver bawaan chipset Qualcomm Snapdragon Wear 3100, yang sejauh ini baru tersedia di dua smartwatch, yaitu Montblanc Summit 2 dan Fossil Sport.

Ini berarti konsumen tak harus membeli dua smartwatch baru tersebut untuk bisa dimanjakan oleh fitur Battery Saver yang lebih efektif. Lebih lanjut, smartwatch yang menerima update ini juga dapat masuk ke mode Deep Sleep demi semakin meningkatkan efisiensi baterai ketika tidak terdeteksi ada aktivitas apa-apa selama 30 menit.

Selanjutnya, ada fitur Smart App Resume untuk semua aplikasi, dimaksudkan supaya proses pergantian aplikasi berjalan lebih seamless, sebab pengguna bisa langsung melanjutkan apa yang mereka lakukan sebelumnya di tiap-tiap aplikasi.

Pembaruan yang terakhir cukup sepele, namun tetap bisa memberikan keuntungan bagi pengguna. Usai menerima update versi H ini, pengguna bisa lebih mudah mematikan smartwatch-nya. Cukup dengan menekan dan menahan tombol power, lalu memilih opsi “power off” atau “restart”.

Sumber: Droid-Life dan Google.

Fossil Sport Jadi Smartwatch Wear OS Kedua yang Mengusung Chipset Terbaru Qualcomm

Montblanc Summit 2 yang dirilis pada bulan Oktober lalu mendapat perhatian ekstra karena ia merupakan satu-satunya smartwatch Wear OS yang mengusung chipset anyar Qualcomm Snapdragon Wear 3100 yang sudah dipasarkan. Sejumlah brand lain yang meluncurkan smartwatch setelahnya agak mengecewakan karena masih memakai chipset lawas Snapdragon Wear 2100.

Yang jadi masalah, banderol Summit 2 nyaris menyentuh angka $1.000. Beruntung Fossil bergerak cepat. Mereka baru saja menyingkap Fossil Sport, smartwatch kedua setelah Montblanc Summit 2 yang mengemas chipset buatan Qualcomm paling gres itu. Harganya? $255 saja, cukup masuk akal untuk mayoritas konsumen.

Sesuai namanya, desainnya mengarah ke sporty, dengan pilihan diameter 41 mm atau 43 mm. Casing-nya terbuat dari bahan aluminium dan nilon, sedangkan pilihan warnanya ada enam: abu-abu, silver, biru, merah, emas, dan rose gold. Untuk strap-nya, semuanya terbuat dari silikon, tapi ada 28 macam yang bisa dipilih, dengan variasi lebar 18 mm atau 22 mm.

Fossil Sport

Secara keseluruhan, penampilannya tergolong minimalis, dan aura sporty-nya turut ditunjang oleh ketahanan air yang mumpuni (bisa diajak berenang). Layar sentuhnya sendiri menggunakan panel AMOLED 1,2 inci dengan resolusi 390 x 390 pixel.

Fiturnya tergolong lengkap, tipikal smartwatch generasi terbaru keluaran Fossil Group. Heart-rate monitor menjadi fitur standar, demikian pula NFC dan GPS. Namun tetap saja yang menjadi bintang utamanya adalah chipset Snapdragon Wear 3100 itu tadi.

Fossil Sport

Dipadukan dengan baterai 350 mAh, chipset ini mampu menyuguhkan daya tahan yang lebih lama daripada chipset generasi sebelumnya. Fossil bilang Sport mampu beroperasi sehari penuh dengan fitur heart-rate monitoring dan location tracking aktif. Ambient Mode tetap tersedia supaya perangkat bisa bertahan sampai dua hari, meski dengan fitur yang terbatas.

Seperti yang saya bilang, $255 adalah banderol yang dipatok untuk Fossil Sport. Pemasarannya akan berlangsung mulai 12 November mendatang.

Sumber: Wareable.

Mobvoi Kembali Luncurkan Smartwatch Wear OS, Ticwatch C2

Mobvoi menggebrak pasar smartwatch di tahun 2016 lewat perangkat bernama Ticwatch 2. Dari situ mereka terus melebarkan portofolio produknya ke jalur yang lebih mainstream: Ticwatch E dan S untuk kategori budget di tahun 2017, dan Ticwatch Pro dengan teknologi layar ganda pada bulan Mei lalu, yang keduanya sama-sama bersaing di platform Wear OS.

2018 belum berakhir, namun Mobvoi rupanya masih belum puas. Mereka baru saja memperkenalkan Ticwatch C2 (Classic 2) sebagai penerus langsung dari Ticwatch 2. Perubahan terbesarnya, Ticwatch C2 menjalankan sistem operasi Wear OS, bukan lagi bikinan Mobvoi sendiri seperti sebelumnya.

Mobvoi Ticwatch C2

Secara estetika, Ticwatch C2 tampak lebih dewasa ketimbang pendahulunya. Tidak ada lagi varian dengan casing aluminium, semuanya stainless steel, dengan diameter 43 mm. Selain warna hitam dan silver, C2 juga tersedia dalam warna rose gold. Khusus varian ini, casing-nya sedikit lebih tipis, dan lebar strap kulit yang digunakan 18 mm, bukan 20 mm seperti pada varian hitam dan silver.

Layarnya menggunakan panel AMOLED 1,3 inci dengan resolusi 360 x 360 pixel. Sangat disayangkan, lagi-lagi chipset yang digunakan masih Qualcomm Snapdragon Wear 2100, bukan Snapdragon Wear 3100 yang paling baru, seperti yang terdapat pada Montblanc Summit 2.

Mobvoi Ticwatch C2

Beruntung kapabilitas fitness tracking-nya tidak dikurangi, yang mencakup heart-rate monitor dan GPS. Ticwatch C2 turut dilengkapi NFC sehingga dapat dipakai untuk membayar transaksi menggunakan layanan Google Pay.

Berbekal baterai 400 mAh, Ticwatch C2 diyakini bisa beroperasi hingga dua hari sebelum perlu diisi ulang. Secara keseluruhan, fisik perangkat tahan air dengan sertifikasi IP68.

Awal Desember adalah jadwal pemasaran yang ditetapkan Mobvoi untuk Ticwatch C2. Harganya dipatok $200, sama seperti pendahulunya.

Sumber: Engadget.

Montblanc Summit 2 Resmi Dirilis, Smartwatch Pertama dengan Chipset Snapdragon Wear 3100

Saat hendak membeli smartphone flagship baru tahun ini, Anda tentu mengincar yang dibekali chipset Snapdragon 845, bukan 835 keluaran tahun lalu. Prinsip serupa semestinya juga perlu diterapkan saat tengah mengincar smartwatch Wear OS baru; cari yang menggunakan chipset Snapdragon Wear 3100 yang masih sangat baru, bukan Wear 2100 yang sudah uzur.

Sayang pilihannya sejauh ini belum banyak, bahkan LG Watch W7 yang diluncurkan bulan ini saja masih menggunakan chipset berusia dua tahun. Pada kenyataannya, untuk sekarang baru ada satu smartwatch Wear OS yang memakai chipset terbaru Qualcomm, yaitu Montblanc Summit 2.

Tidak seperti pendahulunya, Summit 2 dirancang sebagai jam tangan unisex, meski diameter 42 mm mungkin masih terasa terlalu besar untuk sebagian konsumen wanita. Terlepas dari itu, penampilannya secara keseluruhan memang kelihatan lebih ringkas, terutama di bagian bezel yang mengitari layar.

Montblanc Summit 2

Sebagai sebuah Montblanc, kesan mewah tentu tidak luput darinya. Selain varian stainless steel, Summit 2 juga ditawarkan dalam varian titanium. Crown-nya yang berbentuk seperti matahari juga terbuat dari bahan stainless steel, dan ketika diapit oleh dua tombol tambahan, tampak mirip seperti desain jam tangan klasik Montblanc 1858 Chronograph.

Layar sentuhnya yang berlapis kristal safir menggunakan panel AMOLED 1,2 inci beresolusi 390 x 390 pixel (327 ppi). Tebal perangkat secara menyeluruh tidak lebih dari 14,3 mm, dan strap 22 mm yang terpasang tentu dapat dilepas dan diganti dengan yang lain yang berbahan kulit, nilon, silikon maupun yang bergaya Milanese.

Montblanc Summit 2

Kembali ke angle utama, yang menjadi sorotan utama di sini tentu saja adalah chipset Snapdragon Wear 3100, yang ditemani oleh RAM 1 GB dan penyimpanan internal 8 GB. Chipset baru ini berdampak langsung pada daya tahan baterainya, yang diklaim tahan sampai satu hari penuh, atau sampai satu minggu dalam posisi “Time Only Mode”.

Ambient Mode yang dimiliki Summit 2 juga berbeda, dengan tingkat kecerahan layar yang lebih tinggi, serta mampu menampilkan live complication beserta pergerakan jarum detik yang mulus. Terkait software, Summit 2 telah menggunakan versi terbaru Wear OS yang tampilannya sudah dirombak.

Secara keseluruhan, Montblanc Summit 2 mengemas fitur yang cukup lengkap, termasuk halnya NFC, GPS dan heart-rate monitor. Montblanc saat ini telah memasarkannya dengan harga mulai $995.

Sumber: 9to5Google.

LG Watch W7 Adalah Smartwatch Wear OS dengan Elemen Mekanis Jam Tangan Tradisional

Salah satu alasan klise yang dilontarkan konsumen yang enggan membeli smartwatch adalah, mereka menginginkan smartwatch yang tampak seperti jam tangan normal. Mereka memang punya banyak pilihan smartwatch analog, tapi tanpa adanya layar, tentu saja fitur dan informasi yang dapat disajikan sangatlah terbatas.

Solusinya, menurut LG, adalah mengadopsi sistem hybrid. Hybrid di sini maksudnya adalah perpaduan elemen mekanis jam tangan tradisional dengan layar sentuh. Dari situ lahirlah LG Watch W7, smartwatch pertama LG sejak LG Watch Sport dan Watch Style yang dirilis di awal tahun 2017, yang diungkap berbarengan dengan LG V40 ThinQ.

Elemen mekanis itu diwakilkan oleh sistem pergerakan buatan pemasok komponen horologi asal Swiss, Soprod SA, serta jarum jam dan menit fisik yang semuanya bergerak secara mandiri tanpa bergantung sistem elektronik milik W7. Persis di bawah jarum jam dan menit itu ada panel OLED 1,2 inci beresolusi 360 x 360 pixel.

LG Watch W7

Sebelum LG, sebenarnya sudah ada startup asal Swiss yang mengimplementasikan sistem hybrid serupa, yakni MyKronoz. Bedanya, LG Watch W7 merupakan smartwatch Wear OS, dan itu berarti fitur-fitur yang ditawarkan sama persis seperti smartwatch Wear OS lain, termasuk desain baru yang Google ungkap belum lama ini.

Adanya jarum penunjuk waktu fisik berarti W7 bakal kelihatan sangat mirip seperti jam tangan tradisional. Namun di saat yang sama, jarum tersebut bisa mengganggu visibilitas, terutama ketika perangkat sedang menampilkan notifikasi.

LG sudah menyiapkan solusinya, meski kesannya kurang elegan: saat tombol atasnya ditekan, jarum jam dan menitnya akan bergeser ke posisi angka 3 dan 9, diikuti oleh tampilan display yang bergerak naik sedikit. Harapannya, teks yang tengah ditampilkan bisa terbaca lebih jelas.

LG Watch W7

Namun hal yang paling menyebalkan dari W7 adalah spesifikasinya. LG masih menggunakan chipset Snapdragon Wear 2100, bukan Snapdragon Wear 3100 yang baru saja dirilis dan menjanjikan peningkatan efisiensi baterai yang cukup signifikan.

Alhasil, W7 hanya bisa digunakan selama 2 hari sebelum perlu diisi ulang baterainya. Kehadiran elemen mekanis itu tidak banyak membantu kecuali pengguna menonaktifkan mode smartwatch (layarnya mati total), di mana baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 100 hari dalam mode jam tangan biasa ini.

LG Watch W7

Yang lebih mengejutkan lagi, fitur fitness tracking yang ditawarkan W7 jauh dari kata komplet. Tidak ada heart-rate sensor di sini, demikian pula GPS. LG juga tidak menyematkan NFC maupun konektivitas LTE pada W7.

Dengan begitu, bisa disimpulkan bahwa nilai jual utama LG Watch W7 adalah aspek estetikanya. Itu juga yang menjadi alasan mengapa harganya tergolong mahal: $450, ketika dipasarkan mulai 14 Oktober nanti.

Sumber: CNET dan SlashGear.

Armani Exchange Luncurkan Smartwatch Wear OS Pertamanya

Nyaris semua smartwatch dari brand fashion ternama digarap oleh Fossil Group, sehingga sebenarnya kita bisa menebak fitur-fitur yang diunggulkan dari smartwatch yang mengusung merek Fossil sendiri. Untuk tahun ini, smartwatch yang saya maksud adalah Fossil Q Venture dan Q Explorist, yang mengandalkan tiga fitur: GPS, NFC dan heart-rate monitor.

Dari situ fitur-fiturnya pun diwariskan ke berbagai brand, mulai dari Michael Kors sampai Skagen. Sekarang, giliran Armani Exchange yang menyusul dengan smartwatch Wear OS perdananya, setelah sebelumnya mengawali debutnya dengan smartwatch analog – jangan bingungkan dengan Emporio Armani Connected, sebab Emporio Armani dan Armani Exchange memang merupakan divisi yang berbeda meski masih di bawah satu perusahaan induk.

Seperti yang saya bilang, GPS, NFC dan sensor laju jantung menjadi suguhan utama dari Armani Exchange Connected. Kehadiran GPS berarti ia bisa dipakai untuk memonitor aktivitas seperti jogging atau bersepeda tanpa mengharuskan penggunanya membawa ponsel, sedangkan NFC disiapkan untuk keperluan pembayaran elektronik.

Armani Exchange Connected

Semua informasinya ditampilkan pada layar sentuh AMOLED 1,19 inci. Satu hal yang sangat disayangkan, chipset yang digunakan masih Snapdragon Wear 2100 yang sudah berumur, bukan Snapdragon Wear 3100 yang diluncurkan baru-baru ini. Ini semakin terasa mengecewakan setelah mengetahui bahwa Fossil Group adalah salah satu yang pertama kebagian jatah pasokan chipset anyar besutan Qualcomm tersebut.

Terlepas dari itu, penggemar brand Armani Exchange sekarang setidaknya punya pilihan smartwatch Wear OS dengan fitur yang cukup lengkap. Perangkat bakal ditawarkan dalam empat pilihan warna; emas, silver, hitam dan abu-abu, tapi hanya satu ukuran saja (42 mm). Harganya dibanderol mulai $295.

Sumber: SlashGear.

Skagen Falster 2 Masih Minimalis Seperti Pendahulunya, Tapi Jauh Lebih Cekatan

Berbekal desain yang minimalis sekaligus elegan, Skagen Falster boleh dibilang merupakan smartwatch Wear OS yang paling menawan saat ini. Namun cantik belum tentu berfitur lengkap, dan itu yang mendorong Skagen untuk meluncurkan suksesornya meski hanya terpaut beberapa bulan saja.

Diperkenalkan di ajang IFA 2018, Skagen Falster 2 nyaris tidak membawa perubahan desain apapun. Saya bilang nyaris karena sejatinya ada sedikit yang berubah, yakni tombol sampingnya kini bertambah dua (bisa diprogram sesuai kebutuhan), lalu strap stainless steel bermotif jaring-jaringnya kini menggunakan pengait magnetik. Sisanya masih sama simpel dan kelihatan mewah seperti sebelumnya.

Skagen Falster 2

Yang berubah banyak justru tersembunyi di dalamnya. Chipset yang digunakan masih sama Snapdragon Wear 2100, akan tetapi Skagen telah menambahkan sensor laju jantung, GPS dan NFC. Penambahan ini jelas meningkatkan kapabilitas fitness tracking-nya secara drastis. Falster 2 bahkan juga memiliki bodi yang tahan air, sehinga memonitor aktivitas berenang pun juga dapat ia sanggupi.

Pembaruan yang diterapkan ke Falster 2 ini sejalan dengan smartwatch terbaru Fossil, Q Venture dan Q Explorist, sebab Skagen memang masih di bawah satu payung Fossil Group. Berhubung masih gres, Falster 2 semestinya juga akan kebagian update tampilan Wear OS yang baru.

Skagen Falster 2

Rencananya, Skagen Falster 2 akan dipasarkan mulai 12 September, dengan harga mulai $275. Harganya ini sama persis seperti pendahulunya, sehingga konsumen yang tertarik dengan Falster generasi pertama sebaiknya menahan diri dulu sambil menunggu Falster 2 tersedia di pasaran.

Sumber: Business Wire.

Google Sempurnakan Desain Tampilan Wear OS Demi Mudahkan Pengoperasian

Ketika Google mengganti nama Android Wear menjadi Wear OS pada bulan Maret lalu, saya mengira keputusan itu hanya sebatas rebranding. Namun ternyata saya salah, sebab Google rupanya juga telah menyempurnakan desain tampilan Wear OS.

Revisi desain ini bertujuan untuk memudahkan pengoperasian. Dari tampilan utamanya (watch face), pengguna sekarang bisa mengakses berbagai fitur yang berbeda dengan satu usapan (swipe) pada layar. Google percaya cara seperti ini dapat membantu pengguna memaksimalkan waktunya di jam-jam sibuk. Seperti apa memangnya?

Wear OS redesign

Yang pertama, swipe dari atas ke bawah akan menampilkan deretan shortcut ke berbagai fungsi macam airplane mode, Google Pay, find my phone, dan lain sebagainya. Selanjutnya, swipe dari bawah ke atas akan menampilkan deretan notifikasi. Untuk notifikasi pesan masuk, pengguna dapat merespon menggunakan fitur smart reply dengan satu tap saja.

Yang ketiga, swipe dari kiri ke kanan akan menampilkan Google Assistant. Di sini pengguna dapat melihat ringkasan informasi yang disuguhkan secara proaktif oleh Assistant. Seiring waktu, Google memastikan bahwa bantuan dari Assistant akan terasa makin esensial.

Terakhir, swipe dari kanan ke kiri bakal menampilkan widget Google Fit. Google Fit sendiri baru-baru ini telah dirombak ulang, dan versi barunya juga akan tersedia pada update Wear OS ini, yang dijadwalkan meluncur mulai bulan depan. Sayang sejauh ini belum ada info smartwatch apa saja yang bakal kebagian jatah update.

Sumber: Google.