Imajin Terima Pendanaan Awal Dipimpin oleh East Ventures [UPDATED]

*Update 25/1 14:00: Kami melakukan pembaruan artikel dengan menambahkan beberapa informasi resmi terkait pendanaan Imajin yang diterima DailySocial.id hari ini dari East Ventures

Startup manufactur hub Imajin resmi mengumumkan pendanaan awal dengan nominal yang dirahasiakan, dipimpin oleh East Ventures serta partisipasi dari 500 Southeast Asia, Init 6, dan sejumlah investor dan angel investor lainnya.

Menurut data yang dilaporkan ke regulator, pendanaan ini turut disuntik oleh Kao Kele Pte. Ltd., Jessica Hendrawidjaja (CMO Shipper), dan Tsuda Yumi. Sebelumnya, Init 6 yang merupakan venture capital bentukan Achmad Zaky ini menjadi investor tunggal pada putaran pendanaan pra-awal Imajin.

“Kami percaya pendanaan ini akan memperkuat kami dalam memaksimalkan potensi pengusaha manufaktur kecil dan menengah. Kami akan terus meningkatkan kualitas platform dan layanan untuk setiap vendor yang bermitra dengan Imajin,” tutur Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya dalam keterangan resminya.

Sementara, Partner East Ventures Melisa Irene menambahkan, “kami harap Imajin menjadi solusi yang tepat untuk industri manufaktur, dan mengambil peran aktif dalam mendukung perkembangan industri dan ekosistem digital secara keseluruhan,” ujarnya.

Imajin didirikan oleh Chendy Jaya, Stefanus Hadir (Chief Marketing Officer), dan Joseline Olivia (Chief Product Officer) dengan misi menjadi ekosistem manufaktur kreatif digital.

Melalui platform ini, Imajin mempertemukan manufaktur lokal dengan pelanggan. Imajin juga memfasilitasi pembiayaan proyek (project financing) bagi pemilik usaha yang memiliki keterbatasan dana, dan menawarkan marketplace untuk memasok raw material.

Hingga saat ini, Imajin telah memiliki lebih dari 500 mitra pabrikan lokal, mulai dari mold maker, dies maker, injection, hingga fabrication, serta 100 pelanggan termasuk perusahaan Jepang di Indonesia.

Pada 2020, Imajin ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai manufacturing hub Indonesia. Setahun berselang, Imajin terpilih sebagai salah satu peserta program akselerator Startup Studio Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Ekspansi

Pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengembangkan produk, rekrutmen, dan memperluas cakupan pasar di dalam maupun luar negeri. Salah satunya adalah sektor otomotif yang sejalan dengan peningkatan pertumbuhan produksi dalam negeri. Menurut Chendy, industri manufaktur semakin pulih setelah terkena dampak pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia di 2022, industri pengolahan non-migas tumbuh 4,88% (YoY) dengan kontribusi sebesar 16,10% terhadap PDB. Kemudian pertumbuhan sektor otomotif melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi produksi, utilisasi industri kendaraan bermotor per Oktober 2022 mencapai 69,20% atau naik sebesar 40% dibandingkan selama pandemi.

Pihaknya berkomitmen untuk mendorong pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) dengan menawarkan pendampingan bagi produsen yang mengembangkan produk baru dari tahap prototipe hingga siap produksi secara massa. Imajin memastikan hasil produksi berkualitas melalui Quality Assurance yang telah terstandarisasi dan pengalaman manajemen proyek dengan solusi Software-as-a-Service (SaaS).

Pada pemberitaan sebelumnya, Imajin berencana ekspansi ke Pulau Jawa dan Batam. Pihaknya juga mempertimbangkan kuat untuk masuk ke Jepang dalam rangka mendorong pelaku industri lokal, terutama pada industri otomotif. Selain itu, pihaknya berupaya mengakselerasi digitalisasi di industri manufaktur melalui pengembangan produk baru.

Diketahui, ekspansi pasar ini dilakukan untuk mendorong penyerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Sebagaimana diatur pemerintah, TKDN di Tanah Air ditetapkan minimal 35% dan diproyeksi bertambah secara bertahap menjadi 80% di 2026, utamanya pada kendaraan listrik.

Selain Imajin, startup lain di sektor manufaktur adalah Manuva yang baru berganti nama dari sebelumnya Tjetak. Manuva berfokus pada digitalisasi manufaktur dari hulu ke hilir, terutama pada industri kemasan, elektrikal, dan garmen di Indonesia.

Tjetak Ganti Nama Jadi “Manuva”, Perluas Cakupan Bisnis

Hampir dua tahun pasca-perolehan pendanaan seri A, startup Tjetak mengumumkan telah berganti nama menjadi Manuva. Langkah ini diambil untuk menandai ekspansi solusi yang tak hanya berfokus pada industri kemasan, tetapi juga elektrikal dan garmen di Indonesia.

Co-founder Manuva Anggara Pranaspati mengatakan, nama ‘Manuva’ menggambarkan manuver perusahaan untuk mengembangkan ekosistem manufaktur digital dari hulu ke hilir. Sejalan dengan perjalanan bisnisnya, Manuva meyakini pelaku manufaktur kecil dan menengah punya potensi untuk tumbuh. Apalagi, Indonesia masuk sepuluh besar negara manufaktur terbesar di dunia.

“Manuva fokus untuk berkolaborasi dengan perusahaan manufaktur skala kecil dan menengah yang belum mencapai utilisasi kapasitas maksimal atau rerata baru 60%. Kami bantu mengoptimalkan kapasitas mereka dengan memproduksi barang jadi untuk pasar retail atau menerima pesanan produksi dari brand lain,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Tawarkan tiga layanan utama

Sebagai informasi, Tjetak atau Manuva didirikan oleh Anggara Pranaspati, Raffisal Damanhuri, dan Hasandi Patriawan pada 2018. Manuva menawarkan solusi untuk membantu proses jual-beli barang jadi, kustom, dan bahan baku melalui tiga layanan utama, yakni Manuva Retail, Manuva Procure, dan Manuva Supply.

Manuva Retail membuka jaringan distribusi agar pelanggan toko ritel Manuva bisa menjual produk jadi dari para mitra manufaktur di toko masing-masing. Jaringan distribusi Manuva telah mencapai ribuan gerai ritel di lima provinsi dan 48 kota/kabupaten.

Kemudian, Manuva Procure adalah sistem e-procurement yang mempertemukan pelaku bisnis dengan manufaktur untuk pengadaan barang kustom. Manuva berupaya menjangkau pelanggan B2B di seluruh Indonesia dengan menawarkan kredibilitas lebih pada proses penawaran harga, produksi, dan kontrol kualitas akhir.

Sementara, Manuva Supply melayani pelaku manufaktur untuk menerima pesanan, mengatur produksi, dan melakukan pembelian bahan baku. Saat ini, Manuva telah bermitra dengan lebih dari 250 pabrik manufaktur skala kecil dan menengah yang tersebar di lima hub di Pulau Jawa.

Ekspansi bisnis

Pada tahun ini, Manuva membidik strategi ekspansi distribusi ke pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan sejumlah kota besar lainnya. Ekspansi ini juga sejalan dengan upaya masuk ke segmen industri baru, yakni manufaktur produk elektrikal dan garmen.

Untuk mendigitalkan ekosistem manufaktur serta rantai pasok di Indonesia, Manuva juga fokus untuk meningkatkan utilisasi kapasitas produksi melalui dua kanal penjualan mitra manufaktur, yakni toko ritel dan B2B. Menurutnya, mereka memberikan dukungan tak hanya pada peningkatan penjualan, tetapi juga efisiensi proses pembelian bahan baku mentah hingga akses kepada modal kerja dari mitra LJK (Lembaga Jasa Keuangan).

Menurut catatannya, mitra manufaktur Manuva dapat meningkatkan utilisasi mesin produksi hingga 25% lebih tinggi. Angka ini dinilai secara tidak langsung membuat harga jual produk mitra menjadi lebih kompetitif. Adapun, Manuva menyebut telah membukukan pertumbuhan bisnis dengan margin kontribusi positif di paruh 2022.

“Melihat potensi pertumbuhan bisnis manufaktur skala kecil dan menengah di Indonesia, kami optimistis dapat menghadirkan inovasi untuk meningkatkan produktivitas ekosistem manufaktur secara digital.” Tutup Anggara.

Manuva terakhir kali menerima pendanaan seri A dari Vertex Ventures dengan nominal yang dirahasiakan. Adapun, Vertex Ventures berinvestasi utamanya di Asia Tenggara dan India. Sejumlah portofolionya di Indonesia, termasuk Dailybox, HappyFresh, dan Payfazz.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Startup “Manufactur Hub” Imajin dan Upayanya Mendorong Maker Indonesia

Industri startup di Indonesia kini tak lagi melulu soal vertikal e-commerceride hailing, dan fintech. Pelaku startup semakin eksploratif untuk menggarap inovasi di vertikal-vertikal lain yang selama ini luput dari perhatian masyarakat. Padahal, ada masalah yang sebetulnya dapat diatasi dengan teknologi.

Salah satunya adalah manufaktur, sebuah industri yang lekat dengan karakteristik biaya produksi dan penggunaan mesin berskala besar. Di Indonesia, tampaknya belum banyak startup yang berkecimpung di industri manufaktur. Namun, startup Imajin memiliki visi menjadi manufactur hub lewat inovasinya sehingga dapat mendorong maker dalam negeri. Terutama menyambut agenda besar pemerintah menuju Making Indonesia 4.0.

Sebagai informasi, Imajin merupakan startup penyedia platform yang mempertemukan demand dan supply di industri manufaktur. Imajin sempat ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai manufacturing hub Indonesia di 2020. Imajin juga merupakan salah satu peserta terpilih pada program akselerator Startup Studio Indonesia oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di 2021.

DailySocial.id berkesempatan berbincang virtual dengan Co-founder & CEO Imajin Chendy Jaya untuk mengenal layanannya lebih dalam bagi industri manufaktur.

Ide awal

Chendy bercerita tentang ketertarikannya terhadap dunia mekanikal. Ia bekerja pada perusahaan solusi manufaktur asal Singapura, tetapi bertempat di Malaysia. Menurutnya, ada banyak hal yang ia pelajari dari negara tetangga karena industri manufaktur di sana jauh lebih maju dibandingkan Indonesia, terlebih pada aspek efisiensi dan produktivitas.

Pengalaman tersebut mendorong Chendy untuk mengembangkan sebuah inovasi di industri manufaktur. Di sini, ia bertemu dengan dua co-founder Imajin lainnya.

Saat itu, Imajin baru berdiri sebagai perusahaan swasta yang menawarkan jasa konsultan engineering di bidang analisis, efisiensi, dan produktivitas di 2015. Selain itu, Imajin juga mengembangkan solusi terkait, seperti desain dan analisis. Fokusnya adalah perusahaan menengah ke atas di Indonesia yang dinilai memiliki awareness terhadap efisiensi dan produktivitas.

Pada periode 2018-2019, Chendy cs mulai mengembangkan platform yang dapat mempertemukan para pelaku usaha terkait di industri manufaktur. Dengan pivot ke model bisnis baru, ia dan timnya mulai mengadopsi growth culture sebagai startup.

“Rupanya klien kami butuh vendor manufaktur lokal yang dapat mengerjakan sebuah produk. Mereka sudah punya standar, tapi sulit untuk merealisasikan produknya. Dari sini, kami pikir harus menciptakan sesuatu karena kami sering mendapat permintaan semacam ini” ujarnya dalam sesi virtual.

Manufactur hub

Secara keseluruhan, Imajin punya tiga model bisnis, yakni (1) platform untuk mempertemukan pelaku usaha di industri manufaktur, (2) pembiayaan proyek (project financing), dan (3) marketplace untuk menyuplai raw material. Ketiga layanan tersebut diluncurkan secara bertahap.

Pada model pertama, Imajin baru fokus menghubungkan produsen fabricated metal, otomotif, peralatan rumah tangga, dan packaging. Imajin juga telah bermitra dengan 250 vendor terverikasi yang berasal dari pabrikan kecil menengah. Sebagai contoh proses kerjanya, apabila ada permintaan pesanan botol parfum, pengguna tinggal upload desain ke situs web Imajin. Lalu akan muncul mitra yang sesuai dengan kriteria dan kebutuhan yang dicari.

“Kami sadar bahwa pain point-nya tidak hanya menghubungkan klien dengan pabrik manufaktur, tetapi juga dengan pemilik usaha kecil-kecilan, seperti bengkel las atau bengkel bubut. Mereka tidak mungkin dapat pekerjaan dari online, apalagi dari platform. Kami ingin bantu mereka dapat pekerjaan juga,” tuturnya.

Di samping itu, ia melihat kebutuhan produksi manufaktur di Indonesia terkadang memakan waktu lama. Maka itu, Imajin memiliki dashboard secara real-time untuk memantau progress pekerjaan. “Biasanya yang terjadi, approval lama sehingga proyek tidak juga berjalan. Di sana tidak begitu, mesin tidak boleh menganggur,” tambahnya.

Marketplace untuk raw material / Sumber: Imajin

Usai meluncurkan platform, Imajin menambah layanan baru di tahun lalu untuk mengakomodasi kebutuhan pembiayaan dari mitra rekanannya. Layanan ini adalah project financing yang membantu mitra manufaktur untuk memproses pesanan produk.

Imajin bermitra dengan empat lembaga keuangan untuk memberikan pembiayaan lewat skema project financing. Dalam kurun waktu tiga bulan, Imajin telah menyalurkan project financing sebesar Rp500 juta. Chendy mengungkap bahwa Imajin menerima permintaan project financing hingga Rp10 miliar dari para mitra.

Kemudian, untuk memperkuat posisi Imajin sebagai manufactur hub, Chendy meluncurkan layanan marketplace untuk menyuplai raw material berdasarkan kebutuhan dari para penggunanya. Imajin menghubungkan produsen raw material yang pengirimannya dilakukan oleh pihak ketiga.

Strategi

Untuk menggerakkan bisnisnya, Imajin masih mengandalkan sumber permodalan dari bootstrapping dan pendanaan beberapa angel investor. Chendy menyebut Imajin tidak menggunakan model bakar uang untuk mendapatkan traction, melainkan menggunakan strategi word of mouth.

Sejauh ini, ungkapnya, penerimaan pasar terhadap layanan Imajin terbilang bagus. Bahkan ia mengungkap bahwa Imajin mengantongi pertumbuhan bisnis sebesar 250% dibanding tahun sebelumnya, dan pertumbuhan ini dicapai secara organik.

“Tidak seperti model B2C yang bakar uang dengan promosi dan changing behavior, kami di B2B menerapkan aspek kualitas, cost, dan delivery. Selama ketiga aspek tersebut dapat terpenuhi, kami rasa tidak perlu bakar uang. Saat ini, kami tinggal melakukan edukasi untuk dorong awareness layanan dan improve produk,” ujarnya.

Ia berencana untuk mengalokasikan budget marketing dan promotion apabila mengantongi pendanaan seri A. Rencana ini sejalan dengan target penambahan pengguna dan cakupan daerah. Dielaborasi lebih lanjut, Chendy masih enggan berkomentar terkait rencana penggalangan dana ini.

Selain itu, Chendy menyebut akan meningkatkan skala bisnis dengan bekerja sama pada perusahaan manufaktur berskala besar sebagai salah satu mitranya. Apabila terealisasi, perusahaan ini dapat terhubung ke seluruh ekosistem Imajin. Strategi ini untuk memperkuat basis mitra Imajin yang terverifikasi dan terpercaya.