Antler Indonesia and Its Mission to Foster Local Startup Communities

After officially announcing the Indonesia’s first cohort, a startup builder program Antler has plans to launch quality startups from local founders.

Antler Indonesia’s Partner & Country Head, Subir Lohani revealed to DailySocial, if the previous program provided opportunities for startup founders globally, this program is specifically made for Indonesian startup founders with aim to provide the best solutions in Indonesia.

Similar to the program in Singapore, all programs provided to the participans of Indonesian cohort programs are still the same. In order to adapt to market trends and conditions, the program is localized to suit the ecosystem and startup community in Indonesia.

Nevertheless, Subir emphasized, diversity remains Antler’s vision. Although the program will be held in Jakarta, it is possible for startups from other regions to join and participate in the program intensively. Likewise, the startup category is quite agnostic.

“Since the beginning, we have tried to always be hands-on to those who take part in the program. Whether it’s an existing team to startup founders who don’t have a team and co-founders. We are trying to find the right team and of course the relevant business model,” Subir said.

In the previous program held in Singapore, most of the chosen ones were startup founders with working background in unicorn to decacorn startups, for Indonesia’s special programs, all startup founders with different backgrounds have the same opportunities as startup founders with experience.

Base and Sampingan are the two startups that have participated in the Antler’s previous programs from Indonesia. Both founders are Gojek graduates.

“It is undeniable that those who have previously worked in well-known technology companies in Indonesia, mostly have experience and insight to quite sharp skills, when they finally decide to establish a startup,” Subir said.

The company plans to invest in at least 100 companies in Indonesia within the next 4 years, with the first investment in Indonesia to be made in early 2022.

Global expansion

Antler is currently available across 17 locations globally. Most recently, the program launched in Toronto and Ho Chi Minh City. There is a specific reason why Antler is expanding their presence in different countries. Especially in a country with warm and great potential for a startup community.

In terms of program, Antler considers this activity as enriching their knowledge about market conditions and startup communities in various countries. However, from an investment perspective, Antler also sees greater opportunities to invest in various countries.

“We can also help startups participating in the program to expand their business globally, if they have plans to expand in the future,” he said.

After obtaining $300 million funding last October, Antler plans to use the fresh funds to invest in advanced startups. In Southeast Asia, Antler has the South East Asia Fund, most of which is used for Antler’s operations in Southeast Asia.

“We see that there are many venture capital focused on advanced stage investments today. We have helped startup growth since the beginning, we want to continue to support startups to grow until they exit,” Subir said.

In terms of advanced funding, Antler creates opportunities for investors to partner with them, providing fresh capital to help startups grow their companies. Currently, Antler has partnered with various global venture capitalists. In Indonesia alone, Antler with its startup graduates, are attracting investors.

In this case, Subir emphasized that it is not surprising for investors to have an eye for Antler’s startup graduates. As it happens with Y Combinator graduates. He said, apart from quality startups, with global experience, the Antler team can see what trends and business models are relevant and certainly have the potential to grow. There are some of Antler’s startup graduates who then continued their program at Y Combinator.

“With my experience as a professional and in the tech industry, as well as the support of the team, I hope to be able to help Indonesian startup founders provide relevant insights and tips for their startup growth,” Subir said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Antler Indonesia dan Misinya Dukung Pertumbuhan Komunitas Startup Lokal

Setelah resmi mengumukan peluncuran cohort pertama Indonesia, program startup builder Antler memiliki rencana untuk meluncurkan startup berkualitas dari founder lokal.

Kepada DailySocial.id, Partner & Country Head Antler Indonesia Subir Lohani mengungkapkan, jika program sebelumnya memberikan kesempatan kepada pendiri startup secara global, di program ini khusus untuk pendiri startup Indonesia yang ingin memberikan solusi terbaik d Indonesia.

Tidak berbeda dengan program di Singapura, di cohort Indonesia semua program yang diberikan kepada peserta masih sama. Untuk menyesuaikan tren dan kondisi pasar, program tersebut dilokalisasi menyesuaikan dengan ekosistem dan komunitas startup di Indonesia.

Meskipun demikian, Subir menegaskan, keragaman tetap menjadi visi dari Antler. Meskipun nantinya program akan berlangsung di Jakarta, namun tidak menutup kemungkinan bagi startup asal daerah lain untuk bisa bergabung dan mengikuti program secara intensif. Demikian juga dengan kategori startup yang diusung yaitu agnostik.

“Sejak awal kami berupaya untuk selalu hands on kepada mereka yang mengikuti program. Apakah itu tim yang sudah ada hingga pendiri startup yang belum memiliki tim dan co-founder. Kami berupaya untuk menemukan tim yang tepat dan tentunya bisnis model yang relevan,” kata Subir.

Jika pada program sebelumnya yang masih digelar di Singapura kebanyakan yang dipilih adalah pendiri startup yang pernah bekerja di startup unicorn hingga decacorn, untuk program khusus di Indonesia semua pendiri startup dengan latar belakang berbeda memiliki kesempatan yang sama dengan pendiri startup yang telah memiliki pengalaman.

Startup yang pernah mengikuti program Antler sebelumnya asal Indonesia adalah Base dan Sampingan. Kedua pendiri startup tersebut merupakan lulusan Gojek.

“Tidak dimungkiri mereka yang sebelumnya sudah pernah bekerja di perusahaan teknologi yang sudah ternama di Indonesia, kebanyakan memiliki pengalaman dan wawasan hingga skill yang cukup tajam, ketika akhirnya memutuskan untuk mendirikan startup,” kata Subir.

Perusahaan berencana untuk berinvestasi di setidaknya 100 perusahaan di Indonesia selama 4 tahun ke depan, dengan investasi pertama di Indonesia akan dilakukan pada awal 2022.

Perluas lokasi secara global

Saat ini Antler telah tersebar di 17 lokasi secara global. Yang terbaru adalah diluncurkannya program di Toronto and Ho Chi Minh City. Ada alasan khusus mengapa Antler memperluas kehadiran mereka di berbagai negara. Terutama di negara yang memiliki komunitas startup yang sedang hangat dan memiliki potensi.

Dari sisi program Antler melihat kegiatan ini bisa memperkaya pengetahuan mereka tentang kondisi pasar dan komunitas startup di berbagai negara. Namun dari sisi investasi Antler juga melihat peluang lebih besar untuk berinvestasi di berbagai negara.

“Kami juga bisa membantu startup yang mengikuti program untuk memperluas bisnis secara global, jika mereka memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke depannya,” kata Subir.

Setelah mengantongi pendanaan senilai $300 juta bulan Oktober lalu, Antler berencana untuk memanfaatkan dana segar tersebut untuk memberikan investasi kepada startup tahapan lanjutan. Di Asia Tenggara sendiri, Antler memiliki South East Asia Fund, yang sebagian besar dana tersebut digunakan untuk operasional Antler di Asia Tenggara.

“Kita melihat saat ini sudah banyak venture capital yang fokus kepada investasi tahapan lanjutan. Kami telah membantu pertumbuhan startup sejak awal, kami ingin terus mendukung startup untuk berkembang hingga exit,” kata Subir.

Untuk pendanaan tahapan lanjutan, Antler membuka kesempatan bagi investor untuk bermitra dengan mereka, memberikan modal segar untuk membantu startup mengembangkan perusahaan. Saat ini Antler sudah banyak bermitra dengan berbagai venture capital secara global. Di Indonesia sendiri kehadiran Antler dengan startup lulusannya, banyak yang kemudian dilirik oleh investor untuk berinvestasi.

Melihat hal tersebut Subir menegaskan tidak heran ketika startup lulusan program Antler menjadi pilihan investor. Demikian juga dengan startup lulusan Y Combinator. Menurutnya selain startup berkualitas, dengan pengalaman yang dimiliki secara global, tim Antler bisa melihat tren dan model bisnis apa yang relevan dan tentunya memiliki potensi untuk berkembang. Sudah banyak startup lulusan program Antler yang kemudian melanjutkan program di Y Combinator.

“Dengan pengalaman yang saya miliki sebagai profesional dan di dunia teknologi, serta dukungan tim, saya berharap bisa membantu pendiri startup Indonesia memberikan insight dan tips yang relevan untuk pertumbuhan startup mereka,” kata Subir.

Sempat Tertunda, Antler Segera Buka Cohort Pertama di Indonesia

Antler, program startup builder dan inkubator global asal Singapura, menunjuk mantan CEO Carmudi Subir Lohani sebagai country head untuk Antler Indonesia. Di bawah pimpinan Lohani, Antler akan tancap gas dengan meluncurkan cohort pertama pada Januari 2022 mendatang.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Lohani menjelaskan sebenarnya rencana Antler masuk ke Indonesia sudah diumumkan pada akhir 2019. Namun eksekusinya sempat tertunda karena pandemi, hingga akhirnya resmi menunjuk dirinya sebagai country head untuk Indonesia.

“Tidak ada yang berbeda dengan rencana sebelumnya. Kami ingin membuat program lokal di Jakarta. Antler ingin membuka akses kepada lebih banyak entrepreneur Indonesia untuk merintis startup melalui platform kami, mendapat funding, dan ekosistem,” terangnya.

Di bawah pimpinannya, Antler akan membangun tim kecil untuk memulai cohort pertama di Jakarta pada Januari 2022 dan mulai berinvestasi ke startup melalui fund Southeast Asia. Ditargetkan dalam debut perdananya, Antler dapat berinvestasi tahap awal untuk 10-15 startup, dengan target jangka panjang pada empat sampai lima tahun mendatang dapat menjaring 100 startup lokal.

“Antler akan menjadi salah satu dari sedikit pemain pre-seed terstruktur di Indonesia, dengan kemampuan untuk mendukung para founder startup dalam perjalanan mereka sejak awal. Kami bermitra dan membina para founder membangun tim yang kuat untuk mewujudkan visi mereka menjadi usaha yang scalable di pasar lokal dan global.”

Menurutnya, talent pool di Indonesia sangat banyak dan beragam. Antler mencari founder yang berfokus pada eksekusi, fleksibel, dan memiliki visi yang jelas tentang masalah yang ingin mereka pecahkan. “Para founder harus cukup tangguh untuk dapat membangun untuk jangka panjang,” sambungnya.

Program inkubator Antler berjalan selama enam bulan dalam dua fase. Pada fase pertama berjalan selama sepuluh minggu, tim Antler membantu para founder untuk memvalidasi ide bisnis mereka, membuktikan kesesuaian pasar produk, dan membangun tim yang kuat.

Kemudian pada fase kedua, Antler berinvestasi dalam tim terkuat, yang akan terus membangun dan meningkatkan skala startup mereka untuk persiapan Demo Day. Sejumlah startup lokal telah menjadi alumni di Antler melalui cohort Singapura. Base, Sampingan, Robin, dan Bubays adalah beberapa nama di antaranya.

Hingga kini, Antler telah mendukung 90 startup di Asia Tenggara sejak cohort pertama di Singapura pada Juli 2018. Di 2020 saja, Antler telah mengumpulkan 27 startup berpotensi. Secara keseluruhan, dari tujuh cohort yang telah diselenggarakan, secara total berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $70 juta.

Di kancah global, Antler telah berinvestasi ke 58 startup baru hingga paruh pertama 2021. Selain Indonesia, Antler pada tahun ini juga meresmikan kehadirannya di Vietnam, Korea Selatan, dan Kanada.

Tren vertikal startup berikutnya

Menurut Lohani, ekosistem teknologi Indonesia masih dalam tahap awal, meskipun generasi startup pertama telah mencapai status unicorn, decacorn, dan exit IPO seperti Bukalapak. Generasi berikutnya bakal ramai dari vertikal yang semakin terdiversifikasi, seperti agritech, digitalitasi UMKM, fintech, dan B2B.

Di vertikal fintech misalnya, dengan kelas menengah yang semakin berkembang, ia percaya bahwa layanan e-wallet, manajemen kekayaan, investasi milenium dan platform tabungan makin banyak muncul di kelas aset tradisional dan non-tradisional. Kemudian, untuk digitalisasi UMKM, semakin banyak startup yang menyediakan solusi seputar ini. Baik itu dari rantai pasokan dan sektor terkait lainnya untuk lebih memungkinkan pertumbuhan UMKM di tanah air.

“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin regional dalam agritech, dengan pemain yang berfokus di Indonesia yang ingin berkembang untuk memecahkan masalah serupa di skala regional.”

Selain Antler, sebelumnya sudah ada sejumlah program akselerator global juga kini semakin aktif mengincar startup lokal untuk berpartisipasi dalam setiap cohort yang digelar. Mereka adalah Plug and Play, Accelerating Asia, Surge, Y Combinator, Endeavor, Google, dan masih banyak lagi.

Sejumlah Rencana Bisnis Carmudi Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Menginjak di usia yang ketiga, platform jual beli kendaraan Carmudi Indonesia memiliki sejumlah rencana agresif untuk merebut pangsa pasar online otomotif di Indonesia. Tujuan akhirnya, Carmudi Indonesia ingin menciptakan ekosistem pasar otomotif dengan menyediakan berbagai layanan secara online.

Dengan letak geografis yang luas dan populasi yang besar, Indonesia menjadi pangsa pasar utama dan market terbesar Carmudi, dengan total porsi sekitar 50% dibandingkan dengan enam negara lainnya di kawasan Asia di mana Carmudi telah beroperasi.

Berbicara mengenai pencapaian bisnis Carmudi Indonesia, saat ini Carmudi telah beroperasi di 10 kota, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang. Sedangkan listing kendaraan sudah mencapai lebih dari 60 ribu data, dengan rekanan diler terdaftar sudah ada lebih dari 4 ribu. Sedangkan jumlah pengunjung situs rata-rata mencapai 2 juta orang per bulannya.

CEO Carmudi Indonesia Subir Lohani mengklaim pencapaian ini membuat Carmudi jadi platform jual beli kendaraan dengan pertumbuhan yang paling signifikan di Indonesia. Untuk kembali meneruskan pencapaian tersebut, Subir mengatakan pihaknya akan melakukan beberapa inisiatif baru seiring dengan pengalihan fokus dari awalnya menambah listing kendaraan menjadi peningkatan transaksi bisnis.

“Tahun lalu itu jadi pencapaian terbesar kami dari berbagai sisi bisnis sebab strategi pemasaran yang kami pakai tidak hanya online tapi juga offline. Strategi offline itu penting karena pasar Indonesia masih terlalu dini bila langsung diterapkan full online,” terang Subir kepada DailySocial.

Masuki segmen bisnis C2C

Adapun yang dimaksud dengan peningkatan transaksi bisnis, Carmudi berencana untuk membuat administrasi jadi lebih ringkas antara penjual kendaraan dengan pembeli, terutama antara penjual dan pembeli individu. Dalam kaitannya dengan hal ini, Carmudi berencana akan mulai menyeriusi segmen C2C (Customer to Customer), namun dengan sentuhan yang berbeda.

Subir menjelaskan sebenarnya di dalam Carmudi sudah menampung penjual dari kalangan individu, jumlahnya tumbuh hampir 3x lipat sejak akhir tahun lalu hingga kini. Peningkatan ini menunjukkan bahwa ada potensi besar bila segmen C2C digarap dengan serius. Pihaknya memproyeksi jumlah penjual individu akan bertambah hingga 10x lipat sampai akhir tahun ini.

Dia menerangkan penjual individu yang memilih untuk menjual kendaraan secara sendiri, biasanya menginginkan harga jual lebih tinggi daripada yang ditawarkan diler. Sayangnya, mereka juga memiliki kecenderungan untuk meminta pembayaran di muka secara tunai tunai kepada pembeli.

Kondisi tersebut membuat transaksi secara C2C jadi permasalahan, sebab tidak semua pembeli bisa mendapat kucuran kredit dari perbankan dalam waktu cepat.

“Kalau menjual kendaraan lewat diler, penjual akan mendapat uang tunai secara cepat tapi harga jualnya jadi lebih murah. Sedangkan kalau jual sendiri, bagi pembeli agak susah mendapatkan uang tunai untuk pembayaran DP. Permasalahan ini akan kami coba berikan solusinya, kami akan buat transaksi jadi lebih mudah.”

Lagipula, dengan mulai menyeriusinya segmen C2C ini membuat penjual individu akan semakin dilirik tidak hanya oleh pembeli dari kalangan individu saja, tapi juga dengan diler itu sendiri. Carmudi berharap layanan ini akan semakin membuka peluang-peluang yang dapat menciptakan transaksi ke depannya.

Menambah lokasi Carsentro

Salah satu Carsentro di Surabaya / Carmudi Indonesia
Salah satu Carsentro di Surabaya / Carmudi Indonesia

Beberapa langkah inisiatif yang akan dilanjutkan Carmudi Indonesia, di antaranya pendirian Carmudi Sentra Otomotif (Carsentro) sebuah bursa mobil bekas yang diselenggarakan di banyak kota di Indonesia, seperti di Semarang, Solo, Malang, Surabaya, Yogyakarta, dan BSD. Luasnya berkisar antara 2 ribu hingga 6 ribu meter persegi.

Carsentro menjadi lahan investasi jangka panjang Carmudi untuk meningkatkan penjualan unit mobil bekasnya, sebab ada konsep marketing yang terpadu antara online dan offline. Tak hanya itu, Carsentro bermitra dengan BCA Finance untuk memberikan solusi pembiayaan kendaraan para konsumer dalam menemukan mobil impiannya.

Rencananya, Carmudi akan menambah tiga hingga lima lokasi baru untuk Carsentro lainnya, lokasinya yang akan dipilih diantaranya Palembang, Medan, dan Makassar. Sayangnya, Subir enggan mengungkapkan biaya yang disiapkan perusahaan untuk pendirian Carsentro. Dia hanya bilang bahwa Carmudi menyewa lahan untuk jangka panjang, bukan membeli.

“Meski Carsentro itu offline, tapi kami akan menggiring transaksi tetap ke online. Kami rela berinvestasi demi menjembatani transaksi dari offline ke online sebab di Indonesia itu belum siap untuk full online. Carmudi berkomitmen untuk membangun infrastruktur untuk membantu semua proses transisi ke online jadi lebih mudah.”

Carmudi juga akan mulai memasuki kota-kota tingkat dua dan tiga untuk menambah jumlah diler. Rencananya Carmudi akan merambah ke Kalimantan sebagai salah satu daerah ekspansinya.

Tantangan Carmudi

Masih ada sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan oleh Carmudi, misalnya edukasi diler itu sendiri. Pasalnya pemilik diler yang berusia di kisaran 50 tahun, umumnya masih memercayai cara konvensional, kurang mawas dengan perkembangan teknologi dan pentingnya pemasaran secara online. Beda dengan pemilik diler yang berusia di kisaran 30 tahun.

“Kami masih melihat adanya generation gap, maka dari itu kami perlu edukasi lebih gencar kepada pemilik diler mengenai pentingnya pemasaran secara online dan value-nya platform kami bagi bisnis mereka.”

Subir mengatakan impian akhir dari Carmudi mengikuti jejak Astra sebagai pemenang di segmen otomotif. Astra memiliki ekosistem dengan mendirikan otomotif bekas, baru, keuangan, inspeksi, hingga bengkel.

“Kita semua tahu bagaimana Astra bangun ekosistemnya untuk memenangkan pasar otomotif, sekarang kami ingin seperti mereka namun untuk segmen onlinenya. Makanya kami bangun berbagai macam layanan untuk dukung ekosistem Carmudi,” pungkas dia.