Catatan Pertumbuhan Industri Healthtech Global di Tahun 2022

Industri healthtech bertumbuh pesat di masa pandemi Covid-19 oleh karena pembatasan interaksi sementara konsumen dan penyedia mencari cara untuk mengakses serta memberikan layanan kesehatan secara aman. Namun, seiring pandemi yang sudah mulai surut, industri ini dikabarkan tengah kehilangan taringnya.

CBInsight melalui laporan bertajuk “State of Digital health” menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, pendanaan global untuk industri healthtech cukup dinamis. Sempat mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2020-2021, namun kembali menurun di tahun 2022. Titik terendah pendanaan global di industri healthtech ada di Q4 tahun 2022.

Pendanaan startup kesehatan digital turun menjadi $25,9 miliar pada tahun 2022, turun 57% dari tahun lalu rekor tertinggi $59,7 miliar. Pendanaan turun setiap kuartal, dengan Q4’22 mewakili pendanaan triwulanan terendah dalam 5 tahun terakhir. Ruang kesehatan digital melihat 2.122 kesepakatan pada tahun 2022, turun 33% dari tahun 2021.

Sumber CBInsights
Sumber: CB Insights

Penurunan aktivitas juga terjadi pada jumlah kesepakatan M&A sebesar 50% YoY pada tahun 2022. Aktivitas M&A di ruang kesehatan digital menurun selama 3 kuartal berturut-turut. Pada Q4’22 hanya terdapat sekitar 21 kesepakatan M&A. Ini merupakan angka triwulan terendah dalam 5 tahun terakhir.

Untuk healthtech global sendiri, Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara dengan pertumbuhan industri healthtech yang paling pesat. Dari sisi investasi, 74% dari pendanaan global di Q4’22 senilai $2,5 miliar disalurkan ke perusahaan healthtech yang berbasis di AS. Sementara itu, pendanaan untuk perusahaan kesehatan digital yang berbasis di Asia hanya mencapai $0,4 miliar di Q4’22.

Dari sisi valuasi, Q4’22 menandai kuartal pertama tanpa kelahiran unicorn baru sejak 2018. Tahun 2022 terlihat 107 startup mencapai status unicorn secara total, menjadikannya tahun tertinggi kedua untuk kelahiran unicorn setelah 2021. AS memimpin, terhitung 81% dari semua yang baru. unicorn pada tahun 2022.

Daftar top unicorn global didominasi oleh pemain dari AS, dipimpin oleh Devoted Health dengan valuasi saat ini sebesar $12,6 miliar, diikuti oleh Talkdesk dengan valuasi senilai $10 miliar. Negara Eropa yang masuk dalam daftar ini adalah Perancis dengan startup Doctolib. Perwakilan Asia dalam daftar ini adalah We Doctor dari China.

Solusi yang mendominasi

Teknologi mengubah industri perangkat medis. Perusahaan teknologi memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), perangkat canggih, sensor, dan teknologi lainnya untuk mempercepat diagnosis, meningkatkan kualitas perawatan pasien yang berkelanjutan, serta meningkatkan keakuratan hasil diagnosa pasien secara keseluruhan.

CBInsights membagi healthtech ke dalam lima kategori utama, yaitu Clinical Trials Tech, Digital Therapeuthics, Mental Health Tech, Telehealth, dan Health IT. Dua nama terakhir menjadi solusi healthtech yang paling banyak mencetak kesepakatan dan pendanaan di tahun 2022.

Pendanaan dan kesepakatan yang terjadi di industri healthtech selama 2022. Sumber: CBInsights

 

 

 

 

 

 

Health IT sendiri mencakup area di mana teknologi informasi (IT) terlibat dalam perancangan, pengembangan, penciptaan, pemanfaatan serta pemeliharaan sistem informasi di industri kesehatan. Sistem informasi yang otomatis dan dapat dioperasikan akan terus meningkatkan perawatan medis dan kesehatan masyarakat, menurunkan biaya, meningkatkan efisiensi, mengurangi kesalahan dan meningkatkan kepuasan pasien, sekaligus mengoptimalkan penggantian untuk penyedia layanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap.

Terkait pemain yang menyediakan solusi health IT sendiri masih banyak berfokus di AS, seperti Dispatch Health, Komodo Health dan Maven. Dari Asia, India menjadi pionir dengan menghadirkan BeatO, pengembang aplikasi pemantauan kesehatan yang membantu pasien diabetes melacak kadar glukosa mereka.

Sementara telehealth atau telemedis adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi digital untuk mengakses layanan perawatan kesehatan dari jarak jauh dan mengelola perawatan kesehatan pasien. Dari Asia Tenggara, aplikasi seperti Doctor Anywhere dan Speedoc yang berbasis di Singapura berhasil masuk ke dalam daftar top equity deals in Q4’22 oleh CBInsights.

Lanskap healthtech di Indonesia

Pandemi Covid-19 menjadi katalisator penting bagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mentransformasi industri kesehatan Indonesia. Bak kereta super cepat, Kemenkes merealisasikan sejumlah langkah yang sangat progresif di sepanjang satu tahun terakhir ini untuk mengawali transformasinya. Kondisi ini pula yang mendorong peningkatan penggunaan telemedis.

Sejak akhir 2021 hingga sekarang, agenda besar Kemenkes tercermin dari realisasi peluncuran (1) peta jalan transformasi digital, (2) regulatory sandbox, (3) platform Indonesia Healthcare System bernama “Satu Sehat”, dan—salah satu yang signifikan—(4) peraturan baru tentang penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik (RME).

Sebetulnya, layanan kesehatan berbasis teknologi atau healthtech di Indonesia ini sudah ada sebelum pandemi. Kita mengenal Alodokter, Halodoc, Klikdokter, dan Klinik Pintar. Layanan yang ditawarkan mulai dari telekonsultasi, marketplace produk kesehatan, hingga digitalisasi ekosistem kesehatan.

Telekonsultasi menjadi salah satu layanan healthtech yang popularitasnya meroket salah satunya untuk mengakses layanan kesehatan mental. Hal ini dipaparkan dalam laporan “Indonesia’s Mental Health State and Access to Medical Assistance” yang diterbitkan oleh startup platform riset pasar Populix.

Terlepas dari itu, masih banyak inovasi di bidang healthtech yang dapat dieksplorasi sehingga tak terbatas pada layanan telekonsultasi saja. Survei Statista memproyeksi nilai pasar digital health di Indonesia mencapai $1,98 miliar di 2022. Segmen terbesar diproyeksi berasal dari digital fitness dan well-being dengan total proyeksi pendapatan sebesar $1,14 miliar di 2022.

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Medigo, Startup Telehealth Vietnam

East Ventures memimpin pendanaan seri A ke Medigo, startup telehealth asal Vietnam, dengan total nilai sebesar $2 juta (sekitar 30,7 miliar Rupiah). Pavilion Capital dan Touchstone Partners turut berpartisipasi pada putaran pendanaan ini.

Managing Partner East Ventures Koh Wai Kit mengatakan, “teknologi digital dapat meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan layanan kesehatan berkualitas. Kami senang dengan misi Medigo untuk merevolusi apotek dan layanan kesehatan di Vietnam. Kami menyambut Medigo ke dalam ekosistem East Ventures dan berharap bisa terus berkolaborasi untuk mendorong inovasi layanan kesehatan.”

Co-Founder & CEO Medigo Ha Le menyebutkan akan memperkuat dan mengembangkan ekosistem layanan kesehatan di Vietnam dengan pendanaan ini. Ini mencakup layanan konsultasi dokter jarak jauh, pengiriman obat secara instan, dan layanan pengujian di rumah (home testing).

“East Ventures merupakan perusahaan modal ventura terkemuka di Asia Tenggara dan dunia dengan total 250 portofolio. Investasi ini menjadi bukti kepercayaan kuat terhadap visi, model bisnis, dan arah tujuan Medigo. Kami bersemangat untuk dapat terus bekerja sama dengan mereka dalam meningkatkan bisnis kami.” tuturnya dalam keterangan resmi.

Didirikan di 2019, Medigo menawarkan layanan pembuatan resep dan pengiriman obat secara on-demand ke apotek berlisensi terdekat. Medigo menawarkan layanan kesehatan yang cepat dan hemat biaya bagi masyarakat. Saat ini, layanan tersebut sudah memiliki 500 ribu pengguna aktif dan 1.000 mitra farmasi di seluruh Vietnam.

Platform Medigo mengklaim dapat mengirimkan obat dalam waktu 20 menit. Sementara, layanan home testing kesehatan yang ditawarkan antara lain tes darah, tes urine (urinalisis), dan tes kehamilan.

Medigo memiliki visi untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan yang kuat di Vietnam dengan meningkatkan operasional, mengoptimalkan pengalaman pengguna, dan menjembatani akses ke masyarakat dengan aman, cepat, dan efisien.

Selain Medigo, East Ventures sebelumnya juga berpartisipasi ke pendanaan seri A startup healthtech Vietnam, Med247. Platform ini menawarkan layanan kesehatan dari poliklinik hingga telemedis berbasis aplikasi.

Lanskap kesehatan Vietnam

Mengutip paparan American Chamber of Commerce (AmCham) Vietnam, industri kesehatan di sana dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai. Saat ini, fasilitas kesehatan Vietnam didominasi 86% oleh rumah sakit umum yang di mana kurang didukung peralatan medis yang memadai dan sudah terlalu padat pasien.

Rumah sakit (RS) di Hanoi dan Ho Chi Minh mengakomodasi 60% dari total pasien di negara ini. Namun, peralatan medis di sebagian besar RS umum sudah usang sehingga kurang memungkinkan untuk melakukan operasi dan perawatan intensif.

Selain itu, RS umum di Vietnam bergantung pada anggaran negara untuk memperbarui fasilitas dan peralatan medis. Meski anggaran di bidang kesehatan sudah ditingkatan, nilainya dinilai masih terlalu kecil. Saat ini, biaya pengeluaran kesehatan per kapita di Vietnam tercatat tumbuh 9,2% per tahun dan diprediksi mencapai $262 di 2025.

Di Indonesia, terdapat startup healthtech dengan nama serupa “Medigo” yang awalnya memiliki misi mendigitalisasi ekosistem kesehatan di Indonesia dari pasien, petugas medis, klinik, RS, hingga laboratorium. Namun, dalam perjalanannya, pihaknya menilai digitalisasi rumah sakit sulit diakselerasi.

Medigo akhirnya pivot menjadi penyedia rantai suplai klinik (clinic chain) dan berganti nama menjadi Klinik Pintar. Pivot ini dilakukan karena dianggap lebih banyak menyentuh segmen grassroots. Hal ini karena jumlah klinik lebih banyak dibandingkan RS. Berdasarkan data Statistik Indonesia, terdapat 8.905 klinik dan 2.617 rumah sakit per 2021.

Good Doctor to Strengthen Its Position as a Holistic Health Ecosystem in Southeast Asia

This year marks Good Doctor’s third year operation in Indonesia. Since its debut in 2019, Good Doctor is said to record various significant achievements, including 14.2 million users with up to 40 times growth in the country.

In addition, Good Doctor has partnered with more than 45 insurance companies, 500 corporate partners and a major network of third-party administrators (TPA), more than 1,000 hospitals and laboratories, and 2,500 pharmacies throughout Indonesia. The rapid growth of Good Doctor’s network in Indonesia is said to have driven annual business growth up to 864%.

According to the Managing Director of Good Doctor Technology Indonesia, Danu Wicaksana, his team is exploring a Health-as-a-Service partnership, one of the focuses in the pipeline. “We don’t want to offer just a solution, but to create an ecosystem of various stakeholders including the government, laboratories, and clinics,” he told DailySocial.

Good Doctor Technology (GDT) is a joint venture of Ping An Healthcare and Technology (formerly Ping An Good Doctor), Grab, and SoftBank. Initially, Good Doctor was present in Indonesia as a feature called GrabHealth which was embedded into the Grab application in 2019. Then, this service officially became a separate platform in March 2021. Currently, Good Doctor is present in Indonesia and Thailand with regional operations based in Singapore.

In an exclusive interview with DailySocial, Regional CEO of Good Doctor Technology, Melvin Vu said that the platform is currently preparing to become a telehealth provider with a holistic ecosystem in Southeast Asia. The momentum of digital acceleration is fully utilized to develop various health services, therefore, they can accommodate a wider network.

What are Good Doctor’s next steps and strategies?

B2B and Health as a Service

Based on Dukcapil data as of the end of 2021, the number of health workers (nakes) in Indonesia was recorded at 567,910 people, or 0.21% of the total population of 273.87 million people. Meanwhile, health spending through digital platforms in Indonesia is predicted to be $973 million (around Rp. 14.4 trillion) in 2023.

With the uneven distribution of doctors, Melvin believes that telehealth can overcome challenges for a market like Indonesia with large population and geographical condition. He also believes that telehealth can balance the health ecosystem in Indonesia.

In order to stay at the forefront of the telehealth sector, Good Doctor has two main strategies. First, to reach more people by expanding services to the B2B segment. Second, offering Health-as-a-Service (HaaS) solutions by leveraging the strong support for technology, ecosystem, and partners of Good Doctor.

Technology leverage and localization

In the healthcare industry, including virtual health, technology allows wider exploration. Melvin said that Good Doctor has a strong position to execute it due to the technology and experience built by the parent company over the last seven years. For example, the implementation of AI to help doctors in Indonesia understand symptoms, provide diagnoses, and issue drug prescriptions for their patients.

In addition, Melvin said Good Doctor has another added value as it has an in-house doctor whose expertise can be used to carry out quality control services. One of them is developing clinical pathways. For your information, a clinical pathway is a guideline used to carry out evidence-based clinical actions in health care facilities. Every disease has different guidelines.

In general, health service demand is almost the same in all countries in the Southeast Asian region. In this case, Good Doctor developed a solution from Thailand, then customized it for the Indonesian market.

“We are fortunate that Ping An has been in this field for a long time, therefore, we can leverage its proven technology in China. Being a regional player allows us to understand healthcare issues in different markets, learning from each other. With our technology, everything is conceived on how we deliver healthcare virtually,” he said.

However, Melvin also highlighted the essence of being integrated with various stakeholders. Collaborations will enable Good Doctor to deliver a variety of services and create a holistic health ecosystem in the future, whether through hospitals, clinics, companies, or digital platforms.

“Leveraging technology is one thing, it is also important that we customize to localize. We can have different points of view with service integration. Furthermore, this allows us to minimize fault for every integration, every platform is different. Therefore, we can integrate fast. We can deliver a better customer journey to our clients,” he said.

Transition to endemic

Responding to Good Doctor’s move in welcoming endemic, Melvin said that telemedicine or other virtual health services will continue to play a significant role. He said, services for sick care will always be available, but preventive care is no less important.

“We want [Good Doctor] to transcend sick care services to preventive care in order to keep people healthy. We also want to help control and treat chronic diseases. Related products and services that will be developed, also allow them to be connected to IoT devices. Good Doctor has We are in a strong position to do this because we have the technology and understand how to deliver products,” he said.

Furthermore, Melvin ensures that his team will explore new expansions while focusing on working on existing markets in Singapore, Thailand, and Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Good Doctor Perkuat Posisi Sebagai Penyedia Ekosistem Kesehatan Holistik di Asia Tenggara

Tahun ini menandai tiga tahun Good Doctor melayani masyarakat Indonesia. Sejak beroperasi di 2019, Good Doctor menyebut telah mencatatkan berbagai pencapaian signifikan, yakni 14,2 juta pengguna dengan pertumbuhan hingga 40 kali lipat di Indonesia.

Selain itu, Good Doctor telah bermitra dengan lebih dari 45 perusahaan asuransi, 500 mitra korporasi dan jaringan administrator pihak ketiga (TPA) utama, lebih dari 1.000 rumah sakit dan laboratorium, serta 2.500 apotek di seluruh Indonesia. Pesatnya jaringan kemitraan Good Doctor di Indonesia disebut telah mendorong pertumbuhan bisnis secara tahunan hingga 864%.

Menurut Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana, pihaknya juga sedang menjajaki kemitraan Health-as-a-Service, yakni salah satu agenda yang tengah mereka siapkan. “Kami tidak hanya ingin menawarkan solusi saja, tapi menciptakan ekosistem dari berbagai stakeholder, baik itu pemerintah, laboratorium, dan klinik,” ujarnya kepada DailySocial.

Good Doctor Technology (GDT) merupakan perusahaan patungan antara Ping An Healthcare and Technology (sebelumnya bernama Ping An Good Doctor), Grab, dan SoftBank. Awalnya, Good Doctor hadir di Indonesia sebagai fitur bernama GrabHealth yang di-embed ke dalam aplikasi Grab pada 2019. Kemudian, layanan ini resmi menjadi aplikasi terpisah pada Maret 2021. Saat ini, Good Doctor telah hadir di Indonesia dan Thailand dengan operasi regional berbasis di Singapura.

Dalam sesi wawancara eksklusif dengan DailySocial, Regional CEO Good Doctor Technology Melvin Vu menyebutkan tengah mempersiapkan diri untuk menjadi penyedia telehealth dengan ekosistem holistik di Asia Tenggara. Momentum akselerasi digital dimanfaatkan penuh untuk mengembangkan berbagai layanan kesehatan sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan lebih luas.

Bagaimana langkah dan strategi Good Doctor selanjutnya?

B2B dan Health-as-a-Service

Berdasarkan data Dukcapil per akhir 2021, jumlah tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia tercatat sebanyak 567.910 orang atau 0,21% dari total penduduk yang mencapai 273,87 juta jiwa. Sementara, pengeluaran kesehatan melalui platform digital di Indonesia diprediksi sebesar $973 juta (sekitar Rp14,4 triliun) di 2023.

Dengan sebaran dokter yang tidak merata, Melvin menilai telehealth dapat mengatasi tantangan bagi pasar seperti Indonesia yang memiliki populasi dan kondisi geografis luas. Ia juga meyakini telehealth dapat menyeimbangkan ekosistem kesehatan di Indonesia.

Agar tetap terdepan di sektor telehealth, Good Doctor memiliki dua strategi utama. Pertama, menjangkau lebih banyak orang dengan memperluas layanan ke segmen B2B. Kedua, menawarkan solusi Health-as-a-Service (HaaS) dengan memanfaatkan dukungan kuat pada teknologi, ekosistem, hingga mitra yang dimiliki Good Doctor.

Leverage teknologi dan lokalisasi

Di industri kesehatan, termasuk virtual health, ada banyak yang dapat dieskplorasi dengan teknologi. Melvin menilai Good Doctor punya posisi kuat untuk mengeksekusinya berkat teknologi dan pengalaman yang dibangun oleh induk usaha selama tujuh tahun terakhir. Misalnya, implementasi AI untuk membantu para dokter di Indonesia memahami gejala, memberi diagnosis, dan membuat resep obat bagi pasiennya.

Selain itu, ungkap Melvin, Good Doctor juga memiliki nilai tambah lain karena memiliki dokter in-house yang ekspertisnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan quality control layanan. Salah satunya adalah mengembangkan clinical pathway. Sekadar informasi, clinical pathway merupakan sebuah pedoman yang digunakan untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan kesehatan. Setiap penyakit punya pedoman berbeda.

Umumnya, kebutuhan layanan kesehatan hampir sama di semua negara di kawasan Asia Tenggara. Dalam kasus ini, Good Doctor membawa solusi yang ada di Thailand, kemudian dikustomisasi untuk pasar Indonesia.

“Kami beruntung Ping An telah lama di bidang ini sehingga kami dapat leverage teknologinya yang sudah terbukti di Tiongkok. Menjadi pemain regional juga membuat kami dapat memahami isu healthcare di pasar berbeda, learning each other. Dengan teknologi kami, everything is conceived on how we deliver healthcare virtually,” tuturnya.

Kendati demikian, Melvin juga menyoroti pentingnya untuk terintegrasi dengan berbagai stakeholder. Kolaborasi akan memampukan Good Doctor untuk menghadirkan berbagai layanan dan menciptakan ekosistem kesehatan holistik di masa depan, baik melalui rumah sakit, klinik, perusahaan, maupun platform digital.

Leveraging technology is one thing, but it is important that we customize to localize. Kami dapat memiliki berbagai sudut pandang ketika melakukan integrasi layanan. Dan ini memungkinkan kami untuk membuat kesalahan minim karena setiap integrasi, setiap platform itu berbeda. Jadi kami bisa integrasi dengan cepat. We can deliver a better customer journey to our clients,” jelasnya.

Transisi ke endemi

Menjawab langkah Good Doctor menyambut endemi, Melvin menilai telemedicine atau layanan kesehatan virtual lainnya akan tetap memainkan peran signifikan. Menurutnya, layanan bagi perawatan sakit (sick care) akan selalu ada, tetapi layanan pencegahan (preventive care) juga tak kalah penting.

“Kami ingin [Good Doctor] transcend layanan sick care ke preventive care agar menjaga orang tetap sehat. Kami juga ingin membantu mengontrol dan menangani penyakit kronis. Produk dan layanan terkait yang akan dikembangkan, juga memungkinkan agar dapat terhubung ke perangkat IoT. Good Doctor punya posisi kuat untuk melakukannya karena kami punya teknologi dan memahami cara deliver produk,” ujarnya.

Langkah selanjutnya, Melvin memastikan bahwa pihaknya akan menjajaki ekspansi baru sambil fokus menggarap pasar existing di Singapura, Thailand, dan Indonesia.