Terima Dana Segar 15 Miliar Rupiah, Waku Gencar Ekspansi Solusi Kuliner ke Segmen B2B dan B2G

Ekspansi layanan kuliner jadi agenda utama startup penyedia solusi F&B Waku setelah terima pendanaan tahap awal sebesar $1 juta (sekitar 15,3 miliar Rupiah) dari modal ventura asal Australia “Nasa Ventures” diikuti 11th Space. Selain itu, perusahaan akan perluas area layanan ke seluruh Indonesia, penetrasi pasar baru, R&D produk baru, dan infrastruktur teknologi.

Perusahaan memperoleh pendanaan ini pasca menyelesaikan program akselerator “11th Space Indonesia” yang berakhir pada Juli 2022. Nasa Ventures dan 11th Space Indonesia merupakan entitas yang terafiliasi dengan Navanti Holdings dan Sapien Ventures. Satu bulan sebelumnya, Nasa Ventures berinvestasi pada startup kuliner lokal lainnya, yakni Wani Boemboe.

“Dengan pendanaan ini dan strategic investors yang baru, kami akan mempercepat perkembangan dan perluasan Waku di Indonesia. Masih banyak sekali yang perlu kami lakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui makanan,” kata Founder & CEO Waku Group Anthony Gunawan.

Waku, yang sebelumnya dikenal dengan Wakuliner, memosisikan diri sebagai penyedia solusi F&B dengan fokus utama pasar B2B dan B2G. Layanan utamanya adalah katering karyawan dan acara, kantin & food facility management, pantry supplies, dan belasan kategori lainnya yang diusung oleh delapan merek di bawah manajemen Waku Group.

Sejak akhir 2019, Waku bertumbuh lebih dari 14x lipat, ekspansi ke 20 kota, melayani 573 klien perusahaan dan pemerintahan. Kemudian, menyajikan lebih dari 4 juta porsi makanan, memberdayakan lebih dari 60 dapur, dan satu-satunya penyedia F&B yang sanggup melayani pesanan serentak sebanyak 70.000 pax di 58 kota dalam satu hari.

“Ini menjadikan Waku sebagai salah satu leading F&B solution providers di Indonesia hanya dalam tiga tahun.”

Pencapaian Waku

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Anthony menuturkan rasa syukurnya karena Waku dapat bertahan selama pandemi. Menurutnya, pandemi benar-benar menjadi pembuktian bahwa startup harus agile, cepat beradaptasi dan bergerak cepat.

“Covid-19 memaksa kami untuk mereformasi semua departemen dan hampir seluruh KPI di Waku. Kami dipaksa bekerja lebih cepat, lebih efisien, dan efektif, dengan budget yang lebih ketat,” ujarnya.

Chief Creative Officer Waku Group Verawaty Effendy turut menambahkan, manajemen pun pada akhirnya mengubah banyak titel pekerjaan dan job desc baru yang tercipta karena kondisi. Meski berat, tim akhirnya jadi lebih inovatif dan kreatif terhadap layanan dan produk. Hasilnya meluncurkan brand dan label privat baru, di antaranya happYCheeks (frozen food, ready to eat meals), Kriz Kraz (makanan ringan), dan Kiseka (ready to heat meals & snack).

“Waku sama sekali tidak melakukan layoff karyawan karena pandemi. Di tengah pandemi di mana banyak perusahaan yang berhenti beroperasi atau layoff karyawan, Waku tetap bisa berkembang. Ekspansi ke 20 kota dan bertumbuh omzetnya.”

Tidak hanya melayani konsumen B2B dan B2G, kini Waku mulai masuk ke pasar B2C, melalui label privat yang sudah disebutkan di atas. Strategi pemasarannya pun berbeda, menggunakan platform marketplace dan media sosial menyesuaikan dengan kebiasaan belanja online bagi konsumen ritel di Indonesia. Tak hanya itu, dari distribusinya pun dilakukan oleh tim terdedikasi khusus B2C.

Ekspansi ke pasar baru ini akan mendukung bisnis utama Waku yang diestimasi punya pangsa pasar di Indonesia senilai $32 miliar, menurut sumber yang dilansir oleh Anthony. “Angka tersebut terus berkembang selama pandemi karena semakin meningkatnya awareness terhadap kebersihan dan kesehatan makanan, dan kepedulian terhadap wellness & performa karyawan perusahaan,” tutupnya.

Sebagai catatan, Waku juga menjadi afiliasi dari Boga Group dan Telkom Indonesia. Anthony menjelaskan Waku merupakan alumni dari program inkubator dan akselerator dari Telkom, Indigo Creative Nation pada 2018.

“Telkom memiliki convertible note di Waku, yang akan di-exercise oleh MDI. Sementara, owner dan founder Boga Group juga menjadi angel investor dan advisor di Waku. Boga Group juga menjadi strategic partner Waku dari sisi dapur dan suplai,” tutup Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Mendorong Terus Kehadiran Startup di Luar Jabodetabek

Makin sengitnya persaingan bisnis di kota tier 1 Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya, membuat startup-startup baru mencoba mengalihkan fokusnya ke kota-kota tier 2 dan 3. Mereka menawarkan solusi unik yang dianggap relevan untuk menyelesaikan permasalahan di kota tersebut. Diklaim startup seperti ini bisa tumbuh positif meski tidak menawarkan layanan ke kota-kota top tier.

Yogyakarta, misalnya, tidak hanya disebut sebagai surganya para developer, tetapi juga telah melahirkan beberapa startup yang hingga saat ini masih eksis dan bertahan.

Salah satu startup Yogyakarta adalah Titipku. Startup yang didirikan Henri Suhardja ini mengubah strategi yang tadinya berupa marketplace nasional, menjadi marketplace dengan konsep hyperlocal, yaitu fokus mendigitalkan area demi area, dimulai dari pasar sebagai jantung perdagangan setiap area.

“Setiap area Titipku ini luasnya hanya sebesar kecamatan. Kami promosikan kepada masyarakat setempat untuk belanja online dari UKM dan pasar yang mereka sudah kenal melalui Titipku. Kami memperoleh hasil yang sama-sama tinggi, baik di kota besar maupun di daerah. Tidak menyangka bahwa aplikasi Titipku bertumbuh pesat dengan konsep hyperlocal.”

Didirikan sejak tahun 2017, Titipku mengklaim telah merangkul puluhan ribu UKM dan ratusan ribu pengguna. Hingga akhir bulan Desember 2020, perusahaan mencatat pertumbuhan omzet lebih dari 700%. Sepanjang 2020 Titipku juga menambah 31 ribu pedagang baru. Hal ini tercapai berkat kinerja dari sekitar 7 ribu “penjelajah” (istilah untuk pengguna aplikasi yang mengunggah informasi UKM yang ditemui).

Sementara layanan cloud kitchen seperti Waku, meski berbasis di Jakarta, mulai melakukan ekspansi ke kota-kota lain di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal. Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Anthony menambahkan, saat melakukan kurasi wilayah yang ideal untuk ekspansi, mereka mengacu ke peluang pasar dan permintaan ekspansi dari klien. Perusahaan juga melihat kota-kota lain yang memiliki potensi, meskipun belum memiliki klien di lokasi tersebut. Untuk kota-kota tier 2 dan tier 3, Anthony melihat potensinya masih besar.

“Tentunya wilayah-wilayah yang padat dengan perusahaan-perusahaan dan badan-badan pemerintahan. Kami juga mulai fokus pada wilayah padat pendidikan dan organisasi yang akan menjadi target pasar baru kami,” kata Anthony.

Menurut data Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) di bulan Mei 2019, 52,7 persen startup di tanah air berada di Jabodetabek. MIKTI mencatat ada 168 startup yang tersebar di Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Dibutuhkan sebuah kampanye atau program yang lebih intensif untuk meningkatkan pemerataan semangat kewirausahaan ke seluruh Indonesia.

Sebagai organisasi yang mencari potensi terbaik dari startup Indonesia, Endeavor Indonesia melihat startup di Jabodetabek dan di luar Jabodetabek memiliki potensi dan peluang yang sama besarnya. Endeavor Indonesia berupaya tidak hanya fokus pada daerah tertentu ketika melakukan scouting untuk mencari calon Endeavor Entrepreneur.

“Kami ingin mencari lebih banyak startup yang berasal dari daerah, memiliki latarbelakang unik namun memiliki impact yang besar. Bisa jadi mereka yang berasal dari kalangan menengah kebawah dan memiliki perhatian dengan lingkungan akan menjadi prioritas kami ke depannya,” kata Chairman Endeavor Indonesia Arif P. Rachmat.

Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hingga Q2 2020, pengguna internet terbanyak berasal dari provinsi Jawa Barat, yakni 35,1 juta orang. Posisi ini disusul Jawa Tengah dengan 26,5 juta orang dan Jawa Timur dengan 23,4 juta orang.

Waku Terus Perluas Area Bisnis di Tengah Momentum Pertumbuhan Aplikasi Kuliner

Setelah melakukan rebranding akhir tahun 2020 lalu, platform yang memungkinkan penggunanya mudah mendapatkan makanan atau kuliner, Waku, melakukan ekspansi di beberapa wilayah di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah, adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota metropolitan yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Ekspansi bisnis pada umumnya bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Banyak sekali faktor dan sumber daya yang perlu dipersiapkan sebelumnya. Tetapi dengan model bisnis dan tim operasional yang dimiliki, Waku membuktikan bahwa ekspansi bisnis tidak sulit dilakukan. Perusahaan juga terus berinovasi dan membuat menu-menu baru dan layanan-layanan baru dengan cepat.

“Dengan memiliki dapur-dapur yang sangat profesional dan berpengalaman, digabung dengan sistem dan tim Waku yang sudah kokoh dan berpengalaman juga, kami dapat memastikan Waku dapat diterapkan di seluruh kota di Indonesia dan akan beroperasional dengan baik sekali, untuk memenuhi kebutuhan makanan karyawan baik di perusahaan maupun pemerintahan,” kata Head of Operations Waku Farid Syuhada.

Di Indonesia sendiri, bisnis teknologi terkait kuliner memang sedang banyak digencarkan. Salah satunya Kulina, startup berbasis di Jakarta yang juga sediakan paket katering untuk personal maupun perusahaan. Selama pandemi sendiri, kami memantau peningkatan traksi di bisnis pengantaran makanan, lantaran adanya pembatasan sosial dan adopsi layanan teknologi yang makin masif.

Rencana Waku tahun 2021

Walaupun pandemi telah memberikan banyak sekali tantangan baru bagi bisnis Waku, namun secara keseluruhan telah memberikan dampak yang sangat positif terhadap pertumbuhan bisnis Waku. Tahun 2020, Waku mengklaim telah berhasil meningkatkan penjualan dan melebarkan coverage area layanan ke beberapa kota besar, serta turut menambah jumlah cloud kitchen Waku dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan Waku telah memiliki lebih dari 40 dapur katering dan cloud kitchen, dan lebih dari 300 klien perusahaan dan pemerintahan.

“Banyak sekali perbedaan dan unique selling propositions yang dimiliki oleh Waku. Salah satu yang paling utama yaitu Waku adalah satu-satunya F&B assistant yang memberikan solusi terlengkap bagi klien perusahaan dan pemerintahan, baik untuk makanan harian, keperluan meeting, training, acara-acara, kebutuhan mendadak, dan lain-lain. Dengan lebih dari 16 kategori dan 15 ribu pilihan menu, Waku merupakan one-stop all-in-one solutions bagi pelanggan,” kata Anthony.

Tahun ini Waku memiliki beberapa target dan rencana yang ingin dilancarkan, di antaranya adalah berencana hadir di semua kota metropolitan di Indonesia, meluncurkan beberapa brand dan layanan baru juga. Saat ini Waku juga tengah melakukan penggalangan dana untuk tahapan Seed.

“Potensi catering dan cloud kitchen sangatlah besar, dengan adanya COVID-19 maupun tidak. Kami selalu bersemangat dan optimis untuk terus bertumbuh dan melayani pasar yang lebih luas di seluruh Indonesia.” ujar Anthony.

Application Information Will Show Up Here