Rishabh Singhi Ungkap Alasan Kegagalan Mempertahankan DishServe

Dalam perjalanan kariernya, Rishabh Singhi sempat merasakan bekerja dan membangun startup sampai level yang cukup besar. Namun demikian sebagai pengusaha, ia memastikan tidak pernah kapok untuk mulai kembali membangun startup, meskipun pernah gagal.

Dalam diskusinya bersama Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra, Singhi mengungkapkan alasan startup yang ia bangun “DishServe” gagal untuk bertahan; serta bagaimana profitabilitas memainkan peranan kunci agar startup bisa bertahan.

Terlambat melakukan perubahan

Sebelum membangun DishServe, diketahui Singhi menjabat sebagai COO RedDoorz selama hampir 5 tahun. DishServe sendiri sebenarnya sudah mengantongi pendanaan sampai tahapan pra-seri A dari sejumlah investor. Beberapa penyuntik dananya termasuk Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor.

Meskipun sempat melakukan pivot dan fokus kepada penyediaan solusi automasi operasional restoran, kafe, dan cloud kitchen, namun perusahaan gagal untuk bisa menjalankan bisnis karena mulai kehabisan “runway”. Miminmya cadangan dana operasional yang dimiliki, menyulitkan perusahaan untuk terus beroperasi, sementara perusahaan tidak mampu meyakini para investor bahwa bisnis ini dapat tumbuh positif dalam jangka panjang.

“Kondisi sudah mulai berubah, menyulitkan kami untuk melakukan penggalangan dana. Menjadi sulit bagi kami untuk scale-up tanpa adanya modal, padahal kami sudah mulai mendekati profitabilitas. Namun kami tidak bisa melakukan scale-up sebelum mencapai profitabilitas. Dilihat dari kondisi tersebut, kami kemudian memutuskan untuk menutup perusahaan di bulan Maret 2023,” kata Singhi.

Ditambahkan olehnya, terlambatnya keputusan perusahaan untuk melakukan pivot hingga meluncurkan private label brand juga menjadi salah satu penyebab perusahaan gagal untuk bertahan. Singhi menegaskan menjadi penting bagi bisnis untuk fokus kepada fundamental perusahaan dan segera melakukan perubahan, ketika perusahaan terkendala. Mereka yang tidak segera melakukan perubahan, bakal mengalami kesulitan yang bisa berakhir dengan kegagalan.

“Ekonomi makro juga menjadi salah satu penyebab mengapa penggalangan dana sulit dilakukan. Kondisi ini juga menyulitkan perusahaan untuk kembali pulih, kondisi yang terjadi saat ini mempengaruhi semua. Yang saya pelajari dari kegagalan ini adalah, perusahaan yang ingin bisa sukses 5-10 tahun lagi harus bisa mencapai profitabilitas,” kata Singhi.

Dalam dunia startup yang dinamis dan sangat kompetitif, mencapai profitabilitas merupakan tonggak fundamental untuk kesuksesan jangka panjang dan kelangsungan hidup. Meskipun startup seringkali fokus pada pertumbuhan, menarik investor, dan membangun customer base, profitabilitas harus tetap menjadi tujuan utama.

Dengan mencapai profitabilitas, startup dapat memposisikan diri mereka menjadi lebih kuat, berkembang, dan memiliki masa depan yang berkelanjutan dalam lanskap bisnis yang kompetitif.

Ingin membangun startup kembali

Setelah membangun DishServe, ke depannya Singhi masih ingin membangun kembali startup barunya. Namun demikian dirinya masih belum memiliki ide atau inspirasi, startup apa yang kemudian ingin ia bangun.

Salah satu alasan mengapa Singhi ingin kembali terjuan ke dunia startup adalah, dirinya melihat saat ini tidak ada pekerjaan yang ideal untuk dirinya. Ia juga tidak melihat ke depannya akan bekerja sebagai pegawai di perusahaan.

“Sampai saat ini belum ada rencana startup apa yang akan dibangun, saya masih melakukan evaluasi dan tidak memiliki ide yang tepat saat ini. Tidak menutup kemungkinan ide baru akan muncul beberapa minggu ke depan,” kata Singhi.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

UENA Raih Pendanaan Baru Dipimpin oleh East Ventures dan Trihill Capital

Startup F&B online hiperlokal UENA kembali meraih pendanaan baru, dipimpin oleh East Ventures dan Trihill Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Putaran ini diklaim semakin memperkuat balance sheet UENA setelah memperoleh pendanaan tahap awal pada September lalu.

Disampaikan dalam keterangan resminya, UENA akan memanfaatkan pendanaan ini untuk mengembangkan lokasi guna meningkatkan jumlah pengguna dan pelanggan. UENA didirikan oleh Alvin Arief (CEO) dan Roy Yohanes (COO) dan meluncur pada Agustus 2022.

Co-Founder dan CEO Alvin Arief mengaku telah mendapat validasi dari pasar. Hal ini ditunjukkan dari mayoritas transaksi berasal dari pesanan berulang, dan pelanggan loyalnya meningkat setiap bulan. “Meski baru beroperasi kurang dari satu tahun, beberapa toko awal telah mencapai tahap break-even dan memiliki tingkat payback yang sehat,” tuturnya.

UENA telah membuka tujuh lokasi dapur di Jakarta dan telah melayani lebih dari 300 ribu porsi. Setiap lokasi dapur melayani radius hiperlokal 1-1,5km dan menangani pengantaran secara internal untuk meminimalisasi biaya dan waktu. Perusahaan mengaku tidak bergantung pada layanan pesan-antar ojek online karena lebih dari 80% pesanan datang secara langsung.

Nilai pasar makanan sehari-hari di Indonesia ditaksir sebesar US$90 miliar per tahun. Dalam segmen ini, hampir seluruhnya dilayani oleh pedagang kaki lima yang masih sangat terfregmentasi. Hal ini kerap menimbulkan kerugian bagi konsumen terutama dari sisi kualitas, konsistensi, dan harga.

UENA menawarkan layanan makanan berkualitas dengan harga yang terjangkau menggunakan format cloud kitchen. Konsep ini dinilai efisien serta memanfaatkan teknologi dan skala ekonomi untuk meningkatkan kualitas dan menekan harga pada saat yang bersamaan.

VP of Investments Trihill Capital V. Ian Sulaiman mengungkapkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia merupakan kalangan menengah yang diperkirakan merepresentasikan 45% dari total populasi. Pada umumnya mereka menghadapi kesulitan dalam mendapatkan makanan yang berkualitas baik dengan harga terjangkau, terutama ketika dihadapkan dengan kondisi di lapangan dengan pilihan makanan yang kurang aman dan higienis.

“Kami mendukung upaya UENA untuk meningkatkan pilihan makanan sehari-hari dari sisi harga akses, dan kualitas untuk kalangan kelas menengah penduduk Indonesia,” ungkapnya.

Pendanaan food tech

Kemajuan teknologi saat ini telah menghadirkan banyak inovasi dalam dunia bisnis, termasuk di bidang F&B atau kuliner. Cloud kitchen merupakan salah satu tren yang marak digeluti oleh pelaku usaha kuliner. Konsepnya adalah mengoperasikan dapur yang berfokus ke layanan pengiriman makanan saja.

Selain menawarkan inovasi baru, layanan ini juga disebut dapat membantu pelaku UMKM dalam mengembangkan usaha kulinernya. Banyak investor yang juga sudah melirik startup yang bergerak di bidang F&B atau kuliner yang dapat juga dikategorikan sebagai foodtech.

Di tahun 2022, setidaknya terdapat lima startup foodtech yang menerima pendanaan dari investor ternama. Salah satunya adalah startup multi–brand Hangry yang mendapatkan pendanaan sebesar Rp316 miliar untuk menjalankan rencana ekspansi. Selain itu ada Mangkokku, bisnis F&B yang dikelola oleh anak Presiden Jokowi ini berhasil meraih pendanaan seri A Rp101 miliar.

Memasuki tahun 2023, startup F&B Haus juga berhasil merampungkan pendanaan seri B2 mereka seltelah mengantongi putaran seri B1 pada Juni 2022. Diluncurkan tahun 2018 lalu sebagai startup F&B di segmen produk new tea & boba, Haus! saat ini telah memiliki sekitar 229 toko dan akan menambah sekitar 1.300 toko baru

Startup Cloud Kitchen DishServe Tutup

Startup cloud kitchen DishServe mengumumkan gulung tikar. Salah satu penyebabnya dikarenakan tidak memiliki runway yang cukup untuk terus beroperasi, sementara perusahaan tidak mampu meyakini para investor bahwa bisnis ini dapat tumbuh positif dalam jangka panjang.

Informasi ini pertama kali diumumkan oleh CEO DishServe Rishabh Singhi melalui tulisan yang diunggah di LinkedIn kemarin (01/5). Ia menyampaikan, “Sebuah perjalanan yang luar biasa berakhir. Dengan sangat sedih saya ingin mengumumkan bahwa kami telah menutup DishServe,” tulisnya.

Dipaparkan pula sejumlah pencapaian dan pelajaran yang dipetik sepanjang ia merintis DishServe pada 2020. Di antaranya adalah:

  1. Pabrik produksi makanan yang sepenuhnya otomatis. Tidak memiliki pengalaman manufaktur sebelumnya dan membuat fasilitas produksi yang berfungsi penuh dalam waktu tiga bulan.
  2. Memiliki jaringan lebih dari 200 mitra dapur, murni dengan model kemitraan, sehingga asset-light dan mungkin termasuk cara termurah untuk mengoperasikan cloud kitchen.
  3. Meluncurkan dan meningkatkan berbagai merek makanan sehat yang menghadirkan keterjangkauan, aksesibilitas, dan rasa kepada pelanggan di 10 kota di Indonesia, melayani lebih dari 100 ribu pelanggan.

Pencapaian positif tersebut ternyata tidak sebanding realita yang ada di lapangan. Ia merinci tiga isu yang diharapkan dapat diselesaikan:

  1. Awalnya margin DishServe rendah, sementara fokusnya mengejar pertumbuhan. Alhasil, perusahaan menghabiskan sebagian besar runway-nya untuk itu. Pada saat mulai mengejar peningkatan margin, sisa runway sudah terlalu sedikit.
  2. Narasi tentang F&B dinilai sudah membosankan, tidak begitu seksi lagi di mata VC sekarang. Akhirnya, perusahaan tidak dapat meyakinkan cukup banyak orang bahwa bisnis DishServe dapat ditingkatkan menjadi bisnis ARR senilai $100 juta dalam 5-6 tahun ke depan.

“Terakhir, kami mencoba menyelesaikan terlalu banyak masalah, mulai dari pembuatan merek hingga rantai pasokan dan distribusi hingga produksi makanan. Kami seharusnya dapat berfokus pada salah satunya dan mulai memonetisasinya lebih awal,” tutup Singhi.

Saat dihubungi lebih lanjut oleh DailySocial.id, Singhi masih enggan memberikan pernyataannya lebih lanjut, terkait efektif tutup operasional, karyawan terdampak, dan rencana ia selanjutnya. Ia hanya menyampaikan bahwa dirinya masih membutuhkan waktu untuk mencerna seluruh keputusan yang telah diambil.

Sebelum membangun DishServe, Singhi menjabat sebagai COO RedDoorz selama hampir lima tahun.

Kini akun media sosial DishServe sudah dihapus, pun situsnya sudah tidak bisa diakses lagi.

Perusahaan telah mengantongi pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, di antaranya Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor. Pada 2020 mereka juga telah menerima pendanaan tahap awal dari Insignia.

Sempat umumkan pivot

Sebelum mengambil keputusan tutup ini, DishServe mengumumkan pivot berfokus pada penyediaan solusi otomatisasi operasional restoran, kafe, dan dapur khusus layanan pengiriman (delivery online). Sebelum mantap dengan keputusan tersebut, uji coba telah dilakukan sejak Juli 2022, kemudian rampung pada tiga bulan kemudian tepatnya September 2022.

Target penggunanya pun luas, tidak terbatas pada bisnis kuliner rumahan saja, tapi juga bisnis yang berada di skala lebih tinggi. Tak terlepas juga bisnis yang sudah punya kehadiran toko offline juga tak liput dari incaran, sehingga DishServe tidak sepenuhnya bergantung pada bisnis pesan antar makanan saja (delivery only).

Untuk melayani segmen delivery only, perusahaan telah membangun sederet merek F&B yang fokus untuk memproduksi makanan berkualitas tinggi dengan meningkatkan akses, harga terjangkau, dan cita rasa enak. Merek DishServe diklaim mampu meningkatkan daya jangkau konsumen dengan skema manufaktur massal di pabrik, sehingga menurunkan biaya produksi sekaligus mempertahankan kualitas secara konsisten.

Merek DishServe seluruhnya adalah menu makanan sehat. Nama-namanya adalah KitFit, LIT, Uncle Tam, Bing Bing, dan Chickass.

Adapun bisnis awal DishServe adalah menyediakan fasilitas dapur rumah atau aset dapur yang kurang dimanfaatkan sebagai bagian dari jaringan untuk bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh untuk brand F&B. Sebagai marketplace, DishServe memudahkan pemilik brand untuk berkembang tanpa biaya tetap melalui infrastruktur yang dimiliki DishServe.

Selain itu, dapur rumahan juga bisa memperoleh penghasilan tambahan dengan bertindak sebagai titik distribusi jarak jauh. Dengan demikian, konsumen yang menyukai brand yang tergabung dalam DishServe dapat terbantu karena mereka dapat dengan mudah membeli makanan dalam kurang dari 10 menit dikirim dari titik terdekat mereka.

Legit Group Konfirmasi Pendanaan Seri A dari MDI Ventures, SMDV, dan East Ventures

Legit Group merampungkan pendanaan seri A sebesar $13,7 juta (sekitar 205,3 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures, serta partisipasi dari SMDV, East Ventures, dan Winter Capital. Pengumuman ini sekaligus mengonfirmasi pemberitaan sebelumnya terkait pendanaan baru yang diperoleh operator cloud kitchen ini.

Dalam keterangan resminya, dana segar ini akan digunakan Legit Group untuk menghadirkan lebih banyak makanan di berbagai tempat, sambil terus berinovasi dan meningkatkan teknologi untuk mencapai sistem operasi yang lebih efisien. Pada 2021, Legit Group telah mengantongi pendanaan tahap awal (seed) senilai $3 juta dari East Ventures dan AC Ventures.

“Kami antusias memiliki kelompok investor yang kuat untuk mendukung kami dalam menciptakan merek yang mengusung visi ‘food for everyone’ atau ‘makanan untuk semua’,” kata Chairman Legit Group Bram Hendrata.

Didirikan pada 2021, saat ini Legit Group telah mengoperasikan empat merek, mulai dari Pastaria, Sei’ Tan, Sek Fan, dan Ryujin yang berlokasi di lebih dari 30 titik di Jabodetabek. Keempat merek ini tidak memiliki gerai offline, melainkan hanya dapat dipesan secara online.

“Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi positif dan kesuksesan
lebih besar bagi kedua belah pihak. Investasi ini juga merupakan upaya MDI Ventures untuk memberikan dampak sosial yang positif terhadap pertumbuhan sektor agrikultur di Indonesia,” kata CEO MDI Ventures Donald Wihardja.

Ia menambahkan, pengalaman pendiri Legit Group di dunia F&B selama 15 tahun, serta kemampuan mereka dalam mengembangkan produk dan strategi pemasaran yang inovatif dan efektif, diyakini dapat memperkuat posisi Legit Group di industri F&B dan mengakselerasi pertumbuhan bisnis mereka.

Rencana ekspansi

Sejak diluncurkan, Legit Group mencatat pertumbuhan bisnis yang positif. Pihaknya mengklaim telah mengantongi transaksi penjualan hingga tiga kali lipat dalam waktu satu bulan, dan meluncurkan merek baru.

Dengan fokus pada pemanfaatan teknologi untuk memaksimalkan keuntungan, Legit Group meyakini pengembangan merek F&B ini akan memberikan keunggulan kompetitif di pasar cloud kitchen. Saat ini, kebanyakan pemain serupa lebih fokus ekspansi ke wilayah baru.

Tahun ini, Legit Group berencana ekspansi dengan mengambil target di wilayah Jabodetabek dan kota-kota lainnya yang memiliki potensi pasar pengiriman yang besar, setelah sebelumnya 95% gerai Legit Group tersebar di beberapa titik di area Jakarta.

“Melalui dukungan dari berbagai pihak, pendekatan yang strategis serta komitmen kami terhadap keunggulan kualitas produk, kami yakin bisa terus menghasilkan produk yang relevan dengan kualitas terbaik di lebih banyak daerah di Indonesia,” tutup Bram.

Dalam beberapa tahun terakhir, cloud kitchen muncul sebagai layanan potensial dalam industri layanan makanan. Dapur virtual ini memungkinkan beberapa merek restoran beroperasi di bawah satu atap, tanpa memerlukan ruang makan fisik. Konsep inovatif ini telah mendapatkan popularitas karena sifatnya yang hemat biaya dan fleksibel, memungkinkan restoran memenuhi permintaan yang meningkat untuk pesan-antar dan bawa makanan online.

Platform yang menawarkan layanan serupa di Indonesia turut dioperasikan oleh tujuh pemain di Jakarta antara lain adalah Yummy Kitchen, Hangry, Eden Kitchen, GrabKitchen, dan Dapur Bersama GoFood.

Wahyoo Dikabarkan Akuisisi Startup Cloud Kitchen Foodstory

Startup digitalisasi UMKM kuliner Wahyoo dikabarkan telah mengakuisisi startup cloud kitchen Foodstory. Tidak disebutkan nominal transaksi dalam kesepakatan tersebut. Langkah strategis ini dipilih dalam rangka mendukung ambisi Wahyoo yang ingin menyeriusi jaringan cloud kitchen “Wahyoo Kitchen Partner”.

“Semua tim Foodstory sekarang sudah bantu Wahyoo dan brand Foodstory sudah jadi brand-nya Wahyoo,” jelas sumber terpercaya DailySocial.id saat dimintai konfirmasi lebih lanjut, Selasa (28/2).

Konsep Foodstory beririsan dengan Wahyoo. Startup yang didirikan oleh Dennish Tjandra dan Charles Kwok ini mengusung konsep multi-brand F&B group yang membuat, membangun, dan mengoperasikan beberapa brand in-house dalam satu dapur. Mirip dengan yang dilakukan oleh Hangry.

Sejak beroperasi di 2021, terhitung ada tujuh brand di bawah Foodstory, yakni Gaaram, Lahab Chicken, Chicken Pao, Bowlgogi, Aidon, Soto Legenda, dan Gaembull. Lokasinya diklaim tersebar di lebih dari 50 titik di sekitar Jakarta, Tangerang, Bogor, dan lainnya.

Dalam mengembangkan brand baru dan mendukung industri kuliner yang potensial, pada tahun lalu perusahaan mengumumkan pemberian dana investasi, dukungan ekosistem dan tim berpengalaman untuk membantu mereka tetap bertumbuh. Brand Gaaram adalah salah satu realisasinya.

Wahyoo Kitchen Partner

Adapun Wahyoo sendiri sejak November 2022 sudah menyampaikan ambisinya dalam membangun jaringan cloud kitchen sebagai mesin pertumbuhan baru bagi perusahaan. Perusahaan memanfaatkan jaringan kuliner (mitra UMKM kuliner) yang sudah ada ditambah dengan infrastruktur teknologi perusahaan yang sudah mumpuni.

Konsep cloud kitchen yang diadopsi Wahyoo sedikit berbeda dengan kebanyakan dan menjadi nilai lebih. Perusahaan sudah membangun kemitraan dengan UMKM kuliner yang selama ini telah menjadi bagian dari perusahaan. Mitra UMKM kuliner di Wahyoo bisa memaksimalkan potensi dari dapurnya dan karyawan yang sudah ada, selama tetap memenuhi standar dalam hal kebersihan dan kualitas memasak. Tercatat ada 250 restoran kecil dari 27 ribu mitra Wahyoo yang telah bergabung dengan Wahyoo Kitchen Partners ini.

“Khusus kami, ingin bantu UMKM kuliner yang sudah ada di jaringan kami sehingga enggak ada lagi modal tambahan yang harus mereka keluarkan karena dapur dan karyawan sudah ada. Sebab kami ini sharing economy, jadi prinsipnya kami sangat ingin memajukan UMKM,” terang Co-founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer.

Sejauh ini Wahyoo, lewat unit Tajir Group, telah mengoperasikan empat merek makanan label privat, yakni Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, Bakso Bikin Tajir, dan Senang Hatea. Seluruh suplai produk ini sudah berupa pre-cook agar tidak lama diolah oleh mitra. Alhasil, proses masak jadi lebih ringkas, maksimal lima menit agar lebih cepat sampai ke rumah konsumen.

Dalam ekspansinya ke bisnis baru ini, Wahyoo telah mendapat tambahan dana segar dalam putaran Seri B sebesar $6,5 juta yang dipimpin oleh Eugene Asia Food Tech Fund-1, kendaraan investasi milik Eugene Investement & Securities dan NH Absolute Return Partners dari Korea Selatan. Investor lainnya yang berpartisipasi, di antaranya Global Brains dan Trinity Optima Plus (TOP+).

Application Information Will Show Up Here

Klaim Profitable, Mangkokku Rencanakan Galang Dana Seri B

Setelah menjalankan bisnis selama lebih dari tiga tahun, startup F&B Mangkokku mengklaim telah mencapai titik profitabilitas. Pandemi yang sempat mengganggu jalannya bisnis, membuat tim bergerak cepat melakukan adaptasi, berdampak pada akselerasi bisnis perusahaan sampai saat ini.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Mangkokku Randy Kartadinata mengungkapkan, tahun ini selain memperluas area layanan di pulau Jawa mereka juga ingin melihat potensi di daerah lainnya. Menurutnya perusahaan telah memiliki framework yang akurat ketika memutuskan untuk menambah toko offline atau layanan di lokasi baru.

“Saat ini kita telah memiliki 64 outlet di 19 kota. Di kuartal 4 tahun lalu Mangkokku juga telah hadir di pulau Sumatera, tepatnya di wilayah Lampung, Medan, dan Palembang,” kata Randy.

Diklaim olehnya, usai menerima pendanaan seri A tahun 2022 lalu, secara pipeline perusahaan sudah berada pada jalur yang tepat. Pengembangan produk, menjadi fokus perusahaan saat ini dan ke depannya. Mangkokku juga telah memiliki dua brand baru yang dikembangkan sendiri, yaitu Numinum dan Puedes.

Fokus kepada core-business

Puedes salah satu extra brand / Mangkokku

Meskipun saat ini industri F&B di Indonesia sudah sangat tersaturasi, karena kemudahan bagi semua kalangan untuk memiliki bisnis kuliner, ternyata kondisi ini tidak menjadi kendala bagi Mangkokku untuk mengembangkan bisnis mereka. Dilihat dari masih besarnya potensi industri F&B untuk terus berkembang di Indonesia.

“Di Indonesia paling gampang bikin restoran atau bisnis makanan, berbeda dengan negara lain. Mungkin hal tersebut yang membuat kondisinya saturated banyak pemain baru dengan motif yang tidak jelas membangun bisnis kuliner tapi ujung-ujungnya banyak di antara mereka yang tidak bertahan,” kata Randy.

Saat pandemi perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan positif untuk pesanan online. Memanfaatkan marketplace dan food aggregator untuk pemesanan dan pengiriman makanan kepada pembeli, perusahaan belum memiliki rencana untuk merilis aplikasi sendiri.

Sebagai platform F&B, selama ini Mangkokku cukup konsisten dengan menu khas nusantara. Memanfaatkan central kitchen yang digunakan perusahaan untuk mengelola permintaan online dan offline, perusahaan saat ini sudah memiliki dua central kitchen yang terletak di Jakarta dan Surabaya.

Untuk memberikan menu yang relevan dan bervariasi, perusahaan juga telah memiliki 100 bank menu yang mereka kelola memanfaatkan R&D. Dengan demikian dalam waktu satu tahun ke depan sudah bisa diprediksi menu apa yang akan mereka luncurkan.

Agar bisnis bisa terus bertahan dan tentunya tetap relevan, diperlukan inovasi dan langkah strategis yang kemudian wajib untuk dilakukan oleh bisnis. Salah satu cara yang kemudian diterapkan oleh Mangkokku adalah menciptakan resep yang unik namun menyesuaikan selera saat ini. Kehadiran selebriti atau tokoh yang sudah dikenal oleh kalangan masyarakat untuk mempromosikan brand juga memiliki peranan penting saat awal membangun bisnis.

Namun pada akhirnya produk yang memiliki cita rasa yang lezat dan terbaik, menjadi pilihan bagi pelanggan. Mangkokku sendiri saat ini didukung oleh chef selebriti seperti Arnold Poernomo serta dua putra presiden Joko Widodo yaitu Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk melancarkan brand aggregator, menurut Randy untuk saat ini Mangkokku masih fokus mengembangkan produk milik sendiri. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan, brand aggregator akan juga mereka terapkan dalam perusahaan.

“Kita memiliki opsi untuk itu, namun saat ini belum menjadi fokus. Kita lebih memiliki kredibilitas untuk meluncurkan extra brand milik sendiri untuk saat ini,” kata Randy.

Rencana penggalangan dana seri B

Sebagai platform yang didukung oleh perusahaan modal ventura, Mangkokku masih memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan seri B. Masih dalam penjajakan dengan investor strategis, jika dana segar tersebut bisa mereka peroleh tahun ini, rencananya akan digunakan perusahaan untuk melakukan ekspansi di kota lainnya di Indonesia. Mangkokku berharap bisa mengantongi sekitar $10-20 juta dari investor.

“Kita melihat VC sebagai mitra strategis bukan hanya memberikan modal saja tapi juga networking,” kata Randy.

Sebelumnya Mangkokku telah mendapatkan pendanaan seri A sebesar $7 juta atau sekitar 101 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan EMTEK, serta partisipasi dari Cakra Ventures. Melalui pendanaan ini, Mangkokku akan menambah jumlah outlet fisik dan membangun ekosistem brand kuliner untuk menjadi grup perusahaan F&B terbesar di Indonesia.

Sebagai informasi, sebelumnya Mangkokku telah mengantongi investasi tahap awal dari Alpha JWC Ventures sebesar $2 juta atau sekitar 29 miliar Rupiah di 2020.

Selain penggalangan dana dan ekspansi, tahun ini perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan evaluasi kepada produk mereka. Telah memiliki sekitar 18 menu, tahun ini perusahaan berencana untuk merampingkan beberapa menu, sambil mendorong pemasaran menu favorit mereka. Mangkokku juga memiliki rencana untuk mengembangkan dua brand F&B mereka yaitu Numinum dan Puedes lebih besar lagi.

Alasan di Balik DishServe Pivot dari Bisnis Cloud Kitchen

Perubahan model bisnis (pivot) adalah langkah terlogis bagi startup yang ingin berkelanjutan ketika mereka gagal memonetisasi secara maksimal. Malah menjadi langkah yang baik apabila dilakukan oleh startup tahap awal, karena pada akhirnya dapat menguntungkan semua pihak. DishServe adalah salah satunya yang baru-baru ini mengumumkan pivot-nya secara resmi kepada publik.

Kini DishServe fokus menyediakan solusi otomatisasi operasional restoran, kafe, dan dapur khusus layanan pengiriman (delivery only). Sejak berdiri pada Desember 2020, startup ini membantu pebisnis F&B skala UMKM untuk berkembang dengan memanfaatkan jaringan cloud kitchen yang berasal dari rumahan.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-founder &  CEO DishServe Rishabh Singhi menuturkan ada tiga temuan yang ditemukan di lapangan dan mendorong perusahaan untuk mengeksplorasi pendekatan strategis baru, yakni:

  • Margin kecil karena keuntungan diserap oleh aplikasi pengiriman makanan;
  • Pebisnis kuliner skala kecil tidak punya kapasitas untuk scale up produk (R&D) karena minim sumber daya;
  • Tidak konsisten dalam menjaga kualitas makanan karena proses memasak yang manual, alhasil sering kelabakan ketika menerima pesanan dalam jumlah besar.

Singhi menegaskan, ketiga alasan di atas menjadi alasan terkuat untuk pivot, bukan dari inti bisnis cloud kitchen itu sendiri yang dianggap tidak bakal mencetak keuntungan. Menurutnya, implementasi bisnis pada dasarnya tidak berpengaruh oleh perbedaan budaya atau lainnya bila diterapkan di Indonesia atau bukan.

“Kami tidak melihat ada penurunan pesanan di dalam DishServe [alasan lain di balik pivot]. Justru melihat dari perspektif pebisnis F&B bahwa mereka tidak bisa scale up karena limit produksi, tidak punya produk yang konsumen sukai, dan terlalu banyak middleman,” terangnya.

CEO & Co-Founder DishServe Rishabh Singhi / DishServe

Transformasi bisnis baru ini pertama kali terjadi pada Juli 2022, kemudian rampung pada tiga bulan kemudian tepatnya September 2022. Dengan model bisnis baru, kini struktur perusahaan jauh lebih ringan. Jalur menuju profitabilitas pun jadi jauh lebih cepat, bukan kejar titik impas lagi. Laba yang dicetak ini nantinya dapat digunakan perusahaan untuk diputar kembali untuk kebutuhan ekspansi, sehingga tidak terlalu bergantung pada pendanaan eksternal dari investor.

Perusahaan menargetkan dapat cetak untung pada kuartal III 2023 ini. Target ini jauh lebih cepat bila sepenuhnya mengandalkan model bisnis lama yang diprediksi baru akan terjadi pada 2026 alias butuh enam tahun sejak DishServe berdiri.

“Jadi rencana pertama kita adalah cetak untung, sehingga kami tidak bergantung pada pendanaan eksternal untuk mempertahankan bisnis kami. Namun kami akan secara oportunistik melihat penggalangan dana tergantung pada situasi pasar dan rencana ekspansi ke depannya.”

Perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan yang diperoleh dari pra-seri A pada November 2021. Beberapa investor yang terlibat di antaranya, Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor.

Model bisnis baru

Kini DishServe mengembangkan serangkaian inovasi untuk membantu mitra dapur mengoptimalkan penjualan dengan menyediakan solusi satu atap. Mulai dari:

  • Merek F&B berkualitas tinggi, pelatihan, sistem operasional/SOP, peralatan, dan dukungan untuk mitra dapur;
  • Aplikasi terintegrasi yang menyediakan akses bagi mitra dapur untuk mengelola menu, harga, promosi, inventaris, dukungan pelanggan, dan integrasi semua aplikasi pengiriman makanan;
  • Solusi pembayaran komprehensif, meliputi solusi makan di tempat berbasis kode QR yang meningkatkan pengalaman pelanggan, titik penjualan (POS), dan sistem rekonsiliasi keuangan otomatis dan memudahkan rekonsiliasi dari berbagai kanal.

Target penggunanya pun luas, tidak terbatas pada bisnis kuliner rumahan saja, tapi juga bisnis yang berada di skala lebih tinggi. Tak terlepas juga bisnis yang sudah punya kehadiran toko offline juga tak liput dari incaran, sehingga DishServe tidak sepenuhnya bergantung pada bisnis pesan antar makanan saja.

Untuk melayani segmen delivery only, perusahaan telah membangun sederet merek F&B yang fokus untuk memproduksi makanan berkualitas tinggi dengan meningkatkan akses, harga terjangkau, dan cita rasa enak. Merek DishServe diklaim mampu meningkatkan daya jangkau konsumen dengan skema manufaktur massal di dapur terpusat (central kitchen), sehingga menurunkan biaya produksi sekaligus mempertahankan kualitas secara konsisten.

Central Kitchen DishServe / DishServe

Seluruh proses makanan dibuat dan dikemas di dapur terpusat DishServe yang berlokasi di Gambir, Jakarta Pusat. Kemudian didistribusikan ke lebih dari 200 jaringan cloud kitchen yang bergabung tersebar di 10 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Medan. Radius mitra dapur ini rata-rata sekitar 2 km dari pemukiman konsumen.

Merek DishServe seluruhnya adalah menu makanan sehat. Nama-namanya adalah KitFit, LIT, Uncle Tam, Bing Bing, dan Chickass. Khusus merek yang terakhir ini bakal dirilis resmi ke publik dalam waktu dekat. KitFit adalah merek pertama yang dirilis perusahaan dan diklaim menjadi kontributor pendapatan terbesar sejauh ini.

Singhi menjelaskan alasan pihaknya tertarik masuk ke menu sehat karena masih sulitnya akses masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat dengan harga terjangkau. Terlebih itu jumlah pemainnya juga belum banyak.

Maka dari itu, perlu upaya untuk mendemokratisasi makanan sehat yang mudah dicari dengan harga terjangkau, sama seperti kondisi saat ini yang sangat mudah menemukan makanan cepat saji. Sebab, mengonsumsi makanan sehat harus dilakukan secara rutin bukan sesekali saat berkunjung ke mal saja, tapi di mana saja konsumen berada.

Menurut data FAO, rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi 122 gram sayur dan 92 gram buah setiap hari. Tingkat konsumsi tersebut lebih rendah dari tingkat asupan harian yang direkomendasikan, yaitu 300-400 gram sayur dan 100-150 gram buah.

“Dari perspektif kita mau menyelesaikan masalah di atas dengan menciptakan menu makanan sehat yang enak, harga terjangkau, dan mudah diakses dari rumah mereka. Anggap kami sebagai McD [McDonald’s], rasanya seperti McD, dan mudah ditemukan seperti McD.”

Perusahaan pun juga akan menambah satu merek sehat yang sedang dipersiapkan untuk tahun ini. Nantinya DishServe akan mengoperasikan enam merek yang siap dipilih konsumen.

Salah satu menu di KitFit / DishServe

Industri pesan-antar makanan

Menurut dia, potensi bisnis dapur delivery only sangat besar dengan lebih dari 300.000 kafe dan restoran UKM di Indonesia. Data internal menunjukkan, mitra dapur DishServe mampu menghasilkan pendapatan tambahan sebesar $2 ribu per bulan. Perusahaan berencana menambah 4 ribu jaringan mitra dapur hingga 2026 untuk mencapai pendapatan tahunan sebesar $100 juta.

Kendati industri pesan antar dihantui dengan tren perlambatan karena aktivitas luar rumah yang kembali tinggi pasca-pandemi menunjukkan penurunan kasus. Seperti yang dipaparkan oleh Momentum Works, industri pesan antar makanan di Asia Tenggara (secara GMV) tumbuh single digit sebesar 5% (year-on-year) atau mencapai $16,3 miliar pada 2022.

Pada dua tahun sebelumnya, industri ini mencetak pertumbuhan double digit, berturut-turut sebesar 11,9% (2020) dan 15,5% (2021). Faktornya tak lain pembatasan aktivitas di luar rumah yang mendorong orang-orang untuk memesan makanan dari rumah.

“Pertumbuhan pengiriman makanan menjadi normal ke tingkat pra-pandemi setelah dua tahun mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pembukaan kembali pasca-covid (kembalinya makan di luar rumah, pengurangan subsidi untuk ongkos pengiriman), dan lanjutan dari rasionalisasi pasar, mengakibatkan pertumbuhan rendah,” tulis laporan tersebut.

Di samping itu, bisnis kuliner memang pada dasarnya memerlukan kehadiran fisik agar lebih mudah dikenali masyarakat. Hipotesis tersebut melandasi sejumlah pemain startup cloud kitchen yang awalnya online kini masuk ke segmen tersebut apalagi bila mereka ingin masuk ke kota lapis dua dan tiga yang masyarakatnya masih digandrungi dengan budaya nongkrong sembari kulineran. Beberapa yang sudah menerapkan adalah Hangry dan DailyBox. Bahkan banyak dari mereka yang meluncurkan berbagai merek makanan di dalam dapurnya.

Terkait dengan kondisi tersebut, Singhi menyampaikan, “Seperti yang disebutkan, kami membantu semua jenis dapur, seperti restoran kafe dan dapur delivery only. Sekitar 10% mitra dapur kami adalah bisnis kafe. Fokus kami adalah membantu semua jenis dapur.”

Salah satu keuntungan paling signifikan dari cloud kitchen multi-merek adalah memungkinkan perusahaan menawarkan beberapa masakan berbeda dari tempat yang sama. Karena tidak ada front-of-house sama sekali, cloud kitchen multi-merek telah berevolusi untuk memenuhi selera pelanggan yang berbeda, masing-masing berfungsi di bawah merek terpisah.

Misalnya, satu perusahaan cloud kitchen dapat mengoperasikan tiga merek, masing-masing berspesialisasi dalam masakan India, Italia, dan Cina, dari satu unit. Namun bagi pelanggan, tampaknya ini adalah merek independen dengan operasi independen yang menyajikan masakan berbeda. Karena ini adalah format pengiriman saja, biaya awal dan pemasaran yang rendah sering disebut sebagai pengubah permainan terbesar.

Dengan hambatan masuk minimum dan biaya modal rendah, cloud kitchen multi-merek lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan restoran tradisional atau bahkan cloud kitchen mandiri. Cloud kitchen multi-merek melayani basis pelanggan yang lebih luas dan memiliki kapasitas untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dari satu unit dapur. Pemanfaatan sumber daya yang efisien, tingkat persediaan yang memadai, dan biaya makanan yang terkendali memberikan prediktabilitas yang lebih baik dalam bisnis.

Konsep DishServe ini kurang lebih mirip juga sudah diterapkan oleh Wahyoo, melalui unitnya Wahyoo Kitchen Partner. Wahyoo memanfaatkan kemitraan dengan UMKM kuliner yang selama ini telah menjadi bagian dari perusahaan, dan menggaet mereka yang ingin mengutilisasi dapurnya yang “senggang”. Dalam arti mereka tidak sibuk dan masih bisa melayani konsumer melewati platform lain. Wahyoo jadi tidak perlu berinvestasi di sisi properti karena sudah punya jaringan UKM.

Wahyoo memasarkan produk-produknya melalui GrabFood, GoFood, dan ShopeeFood. Tak hanya itu, perusahaan juga mempersilakan mitranya untuk menjual secara offline untuk dine-in dan take away. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengandalkan sepenuhnya platform online untuk penjualannya.

Application Information Will Show Up Here

MDI, SMDV, dan East Ventures Dikabarkan Beri Pendanaan Lanjutan ke Legit Group

Perusahaan F&B lokal Legit Group dikabarkan mengantongi pendanaan yang melibatkan MDI Ventures, SMDV, dan East Ventures. Berdasarkan informasi terkini yang dilaporkan ke regulator, penggalangan dana lanjutan ini tersebut telah terkumpul $10,35 juta atau sekitar 155 miliar Rupiah.

Sebelumnya pada akhir 2021, Legit Group telah mendapatkan pendanaan tahap awal sebesar $3 juta (senilai Rp43 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures.

Kami sudah mencoba meminta konfirmasi pihak terkait mengenai pendanaan ini, namun tidak bersedia berkomentar.

Legit Group merupakan konseptor dan operator cloud kitchen multi-brand yang didirikan oleh Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, dan Asrul Abraham Hendrata. Perusahaan juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Ismaya Group, Yummy Corp, dan GK Hebat.

Saat ini, Legit Group mengoperasikan tiga brand, yakni Pastaria, Sei’Tan, dan Juju Chikin yang telah tersebar di 45 titik distribusi. Mereka mendesain bisnisnya dengan memanfaatkan solusi pesan-antar yang tengah mendapatkan kesempatan besar sepanjang pandemi ini.

Memanfaatkan momen tersebut Legit Group percaya tren adopsi layanan pesan-antar makanan akan tetap ada hingga pandemi usai. Penjualan Legit Group telah tumbuh 9,5x sejak awal berdiri, dan mengalami peningkatan pendapatan hingga 61% dari Juni hingga Juli 2022 saja.

Bisnis cloud kitchen

Tercatat dalam laporan yang dirangkum oleh e-Conomy 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Secara khusus konsep cloud kitchen adalah menggunakan dapur komersial untuk tujuan menyiapkan makanan hanya untuk diantar atau dibawa pulang, tanpa pelanggan makan di tempat. Cloud kitchen memungkinkan pemilik restoran untuk memperluas jumlah restoran yang sudah ada atau memulai brand virtual dengan biaya minimal.

Dengan konsep cloud kitchen, biaya operasional bisnis menjadi rendah. Karena tidak diperlukan pengaturan makan di tempat, sehingga dapat menghemat uang untuk ruang duduk, pemeliharaan/desain interior tempat dan lainnya. Konsep ini menjadi menarik untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa pemain cloud kitchen yang masih terus eksis hingga saat ini di antaranya adalah Yummy Corp, Hangry, GrabKitchen, DishServe, Dailybox, dan lainnya.

Dailybox Racik Strategi Multi-Platform untuk Bisnis Berkelanjutan

Memasuki tahun 2023, startup F&B Dailybox memiliki rencana untuk bisa mencapai profitabilitas. Mengklaim telah mendapatkan pertumbuhan bisnis yang positif di tahun 2022 lalu, perusahaan terus mengoptimalkan channel penjualan online dan offline yang ditunjang dengan central kitchen, jaringan distribusi cold-chain yang kuat, dan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pertengahan tahun 2022 lalu, Dailybox juga telah mengantongi pendanaan seri B senilai $24 juta (atau setara dengan Rp355 miliar). Kepada DailySocial.id, Co-Founder & President Director Dailybox Group Kelvin Subowo mengungkapkan rencana perusahaan untuk melakukan kolaborasi dan menjaga stabilitas bisnis perusahaan dengan menjaga agar tidak terjadinya layoff pegawai mereka.

Saat ini Dailybox juga telah hadir di Singapura, outlet pertamanya di kawasan dining Supply Chain City, Jurong. Dailybox juga bisa didapatkan via layanan pesan antar GrabFood Singapura. Mereka menawarkan lebih dari 20 menu makanan dan kudapan khas dari berbagai daerah Nusantara, seperti Tong Seng Kambing khas Jawa Tengah, Ayam Woku dan Rica-rica khas Manado, Gulai Ikan khas Sumatera, dan lainnya.

Salah satu menu Dailybox, yakni Tong Seng Kambing khas Jawa Tengah / Dailybox
Salah satu menu Dailybox, yakni Tong Seng Kambing khas Jawa Tengah / Dailybox

Menjadi startup F&B multiplatform

Berawal dari cloud kitchen, kini Dailybox sudah mulai melakukan transisi menjadi bisnis F&B multi-platform sejak melakukan akuisisi brand Breadlife di akhir tahun 2021.

Sekarang mereka tidak lagi bergantung pada penyedia jasa cloud kitchen pihak ketiga. Untuk memaksimalkan pengguna, strategi utilisasi area diberlakukan. Misalnya yang mereka lakukan di area Greenlake. Di ruko 3 lantai yang dimiliki, mereka mengoptimalkan untuk Breadlife di lantai 1, karena pelanggannya kebanyakan ibu-ibu yang menyukai datang langsung ke toko. Sementara lantai atasnya untuk Shirato dan Dailybox, karena pembelian kedua brand ini masih lebih banyak online.

“Strategi sinergi lokasi seperti ini meningkatkan efisiensi operasional cost kami karena harga sewa ruko sudah fixed — atau sekitar 2% dari total pendapatan brand yang ada di ruko. Sebagai perbandingan, tarif penggunaan jasa sewa cloud kitchen dulu mencapai 10% dari total pendapatan dan sifatnya variable,” kata Kelvin.

Dailybox terus berusaha memaksimalkan kanal penjualan offline dan online. Hal tersebut sengaja dilakukan perusahaan untuk mendapatkan unit economics
yang bagus dan untuk menyeimbangkan tingginya biaya food delivery.

Brand dib awah naungan Dailybox Group saat ini diantaranya adalah Dailybox, Shirato, Breadlife, Antarasa dan Lu’miere. Semua telah tersebar di shophouses (ruko), mall, dan online.

“Setelah mendapatkan pendanaan, kami berhasil membukukan peningkatan pendapatan hingga 2x lipat pada penghujung tahun 2022. Central kitchen kami menyajikan sekitar tujuh juta porsi makanan bagi pelanggan. Brand Dailybox Group telah hadir di lebih dari 300 titik di seluruh Indonesia – dari Sumatera hingga Papua. Lebih dari 60% outlet hadir menyapa masyarakat di kota tier dua dan tiga,” kata Kelvin.

Memang, industri F&B yang dibalut dengan strategi bisnis modern tengah mendapatkan perhatian khusus. Sepanjang tahun 2022 tercatat sejumlah startup di bidang F&B mendapatkan kucuran dana investor. Mereka adalah Haus!, Ismaya, Mangokku, Flash Coffee, Green Label, dan Hangry.

Perluas kolaborasi

Salah satu outlet Dailybox di Pontianak / Dailybox
Salah satu outlet Dailybox di Pontianak / Dailybox

Memasuki tahun 2023, isu resesi pun kian santer. Kelvin menyampaikan bahwa prioritas perusahaan adalah untuk terus berinovasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh pelanggannya lewat program kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk dengan pelaku UMKM di industri makanan dan minuman.

Sejauh ini ada beberapa UMKM yang telah bekerja sama dengan Dailybox, seperti Ibu Ray dari Bali dengan menu ayam betutu dan juga Ibu Yanti dengan sambalnya.

“Dengan kolaborasi, Dailybox Group juga membantu UMKM dalam pengembangan bisnis mereka dengan distribusi produk lebih luas. Hal ini adalah upaya Dailybox Group dalam mendukung upaya pemerintah untuk memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui UMKM,” kata Kelvin.

Penerapan omnichannel yang sudah mereka lancarkan sebelumnya, di tahun ini juga akan semakin agresif mereka gencarkan. Menjadi esensial bagi Dailybox untuk terus fokus kepada omnichannel saat pandemi mulai melandai dan kegiatan offline sudah mulai banyak dilakukan kembali oleh sebagian besar masyarakat.

Cara Dailybox Group adalah dengan menyeimbangkan online dan offline presence menggunakan strategi multi-platform untuk meminimalisir cost dan meningkatkan profitability. Dengan menerapkan strategi tersebut membuat perusahaan tetap stabil sehingga layoff pegawai tidak mereka lakukan sepanjang tahun 2022.

Tahun ini tujuan dan fokus Dailybox Group adalah memiliki model bisnis yang sustainable, yakni menyeimbangkan upaya growth yang agresif dan tetap bisa menjadi bisnis yang profitable. Hal ini juga diperkuat dengan komitmen perusahaan dalam menghadirkan inovasi dalam menciptakan produk yang berkualitas.

Perusahaan juga masih memiliki rencana untuk melakukan kegiatan M&A, khususnya kepada brand yang memiliki storefront – offline, seperti Breadlife dan Lu’miere.

Application Information Will Show Up Here

Usung Strategi Multi-Merek, Rute Efisien Operator “Cloud Kitchen”

Tahun lalu DailySocial.id mengulas bisnis cloud kitchen yang makin digandrungi semenjak pandemi. Ekspansi lokasi jor-joran dilakukan supaya lebih dekat dengan  konsumen yang menggantungkan urusan perutnya pada aplikasi pesan-antar. Dalam pantauan saat itu, setidaknya ada 15 operator yang beroperasi di Indonesia.

Potensi bisnis ini jumbo. Mengutip dari laporan e-Conomy 2022, layanan transportasi dan pengantaran makanan online diprediksi tumbuh dengan CAGR 22% dan nilai GMV $15 miliar pada 2025 mendatang. Adapun pada tahun ini, CAGR diprediksi tumbuh 19% dengan GMV $8 miliar year-on-year. Meski tidak dirinci seperti seberapa besar kontribusi dari pengantaran makan, setidaknya angka di atas menggambarkan betapa sedapnya bisnis ini, juga keduanya punya ketergantungan yang tinggi satu sama lain.

Dalam laporan yang baru-baru ini dirilis Grab menyatakan bahwa secara regional pengeluaran bulanan untuk layanan pesan-antar makanan dan belanja harian meningkat sebesar 30% lebih tinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan November 2021. Di Indonesia, rata-rata jumlah uang yang dibelanjakan per pesanan di layanan GrabFood meningkat sebesar 54% dari 2019-2022. Adapun untuk jumlah pembelanjaan terbesar tahun ini mencapai Rp9 juta.

Di industri cloud kitchen, Grab juga yang menjadi pionir di Indonesia dengan GrabKitchen-nya sejak September 2018. Sayangnya, selang empat tahun kemudian pada 24 Oktober 2022 mengumumkan akan tutup pada 19 Desember 2022. Perusahaan berdalih, pertumbuhan bisnisnya tidak konsisten, serta adanya peralihan menjadi model bisnis aset-ringan. Akibat dari keputusan tersebut, perusahaan harus merumahkan belasan karyawannya.

“Situasi ini memaksa kami untuk mengambil keputusan sulit, untuk tidak melanjutkan operasi GrabKitchen di Indonesia, efektif mulai 19 Desember 2022,” ucap Chief Communications Officer Grab Indonesia Mayang Schreiber dalam keterangan tertulis.

Perusahaan sempat bekerja sama dengan Yummykitchen untuk perluas kehadiran dari sekitar 40 lokasi menjadi 80 lokasi, menurut data yang dipublikasi Grab Indonesia per Februari 2021.

GrabKitchen / Grab

Keputusan Grab menimbulkan pertanyaan, apakah bisnis ini pada hakikatnya sulit untuk mencapai titik profitabilitas?

Pada awalnya bisnis cloud kitchen ini seperti pengelolaan aset properti. Pemilik properti yang punya aset membagi-bagi lahannya jadi petak-petak seluas dapur untuk disewakan ke tenant yang tak lain para pengusaha kuliner. Di sini ada pemain yang mengambil posisi demikian, ada yang menambah unsur teknologi dengan integrasi otomatis ke aplikasi pesan-antar dan pemasaran satu pintu. Grab dan Gojek masuk ke segmentasi ini.

Hanya saja, konsep yang diambil GrabKitchen terlalu eksklusif. Dalam artian merchant hanya bisa berjualan di GrabFood saja, tidak bisa ke aplikasi lain. Padahal bisnis pesan-antar ini masih mengandalkan strategi bakar duit sehingga tidak ada jaminan bahwa permintaan bisa stabil atau lebih tinggi. Belum lagi untuk ekspansi lokasi baru, Grab harus investasi di awal dengan sewa properti. Dari sisi merchant juga timbul biaya sewa yang senantiasa dikeluarkan.

“Mereka tutup karena terlalu banyak capital expenses di depan, sedangkan demand-nya hanya bergantung di online. Ketika online turun, pengeluarannya tetap sama dari bulan ke bulan, seperti sewa gedung, bayar karyawan,” jelas Co-founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial.id.

Rebel Foods, operator cloud kitchen yang sudah mencapai status unicorn di India, bisa dikatakan sebagai salah satu pionir yang beralih dari jaringan restoran cepat saji menjadi model cloud kitchen multi-merek yang didukung oleh sistem operasi yang efisien.

Di Indonesia dengan badan hukum PT Rebel GoFood Indonesia, mereka ikut memboyong merek privat dari negara asalnya, seperti Faasos dan Oven Story. Juga meluncurkan merek khusus untuk pasar Indonesia, yakni Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, dan Ayam Ambyar. Setiap merek ini diposisikan sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan pelanggan yang berbeda.

Salah satu keuntungan paling signifikan dari cloud kitchen multi-merek adalah memungkinkan perusahaan menawarkan beberapa masakan berbeda dari tempat yang sama. Karena tidak ada front-of-house sama sekali, cloud kitchen multi-merek telah berevolusi untuk memenuhi selera pelanggan yang berbeda, masing-masing berfungsi di bawah merek terpisah.

Misalnya, satu perusahaan cloud kitchen dapat mengoperasikan tiga merek, masing-masing berspesialisasi dalam masakan India, Italia, dan Cina, dari satu unit. Namun bagi pelanggan, tampaknya ini adalah merek independen dengan operasi independen yang menyajikan masakan berbeda. Karena ini adalah format pengiriman saja, biaya awal dan pemasaran yang rendah sering disebut sebagai pengubah permainan terbesar.

Dengan hambatan masuk minimum dan biaya modal rendah, cloud kitchen multi-merek lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan restoran tradisional atau bahkan cloud kitchen mandiri. Cloud kitchen multi-merek melayani basis pelanggan yang lebih luas dan memiliki kapasitas untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dari satu unit dapur. Pemanfaatan sumber daya yang efisien, tingkat persediaan yang memadai, dan biaya makanan yang terkendali memberikan prediktabilitas yang lebih baik dalam bisnis.

Dalam pantauan DailySocial.id, strategi multi-merek ini sudah banyak diterapkan oleh pemain cloud kitchen, juga pemain kuliner itu sendiri. Berikut daftarnya:

Model bisnis Multi-merek Keterangan
Kenangan Brands F&B Kopi Kenangan, Chigo, Flip Milik sendiri dan akuisisi
Jiwa Group F&B Janji Jiwa, Jiwa Toast, Jiwa Tea Milik sendiri
Haus! F&B Haus, Ganjel Roti, Pedes Cyiin Milik sendiri
Dailybox F&B Shirato, Breadlife, Dailybox, Lumiere Milik sendiri dan akuisisi
Kulo Group F&B Kedai Kopi Kulo, Pochajjang, Kitamura, Mazeru, Oseng Mie Jontor, Xiboba, Xiji, Bu Eva Spesial Sambal, Mo Tahu Aja Milik sendiri
Hangry Cloud kitchen Moon Chicken, Sangyu, Ayam Koplo, Dari Pada, Pizza Gang, Accha, Wai Thai Food Milik sendiri dan akuisisi
Rebel GoFood Cloud kitchen Faasos, Oven Story, Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, Ayam Ambyar Milik sendiri
Wahyoo Kitchen Partner Cloud kitchen Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, Bakso Bikin Tajir Milik sendiri
Food Story Cloud kitchen Chicken Pao, Lahab Chicken, Bowlgogi, Gaaram, Aidon, Soto Legenda, Rames Kita, Gaem Bull Akuisisi
Dish Serve Cloud kitchen KitFit, Uncle Tam, Baba Burger, Chickass, Love in Tokyo
Lakuliner Cloud kitchen Let’s Toast, Se’I Sapi Lamalera, Yukirisu Bento, Don To Go, Nalor, Yellow Chicken, Geprek Gian, Ayam Bebek Tiarap, Woo Ai Mie, Se’I Indonesia, Bakso Benhil, Lahab Chicken, Aigemi Mitra kuliner
Legit Group Cloud kitchen Sek Fan, Pastaria, Sei’tan, Ryujin, Juju Chikin Milik sendiri

Wahyoo

Seperti diketahui, Wahyoo turut meramaikan pasar cloud kitchen di Indonesia dengan meresmikan Wahyoo Kitchen Partner yang sudah diinisiasi sejak setahun belakangan. Dengan melihat dinamika di pasar, Wahyoo Kitchen Partner mengambil proposisi yang sedikit berbeda.

Perusahaan memanfaatkan kemitraan dengan UKM kuliner yang selama ini telah menjadi bagian dari perusahaan, dan menggaet mereka yang ingin mengutilisasi dapurnya yang “senggang”. Dalam arti mereka tidak sibuk dan masih bisa melayani konsumer melewati platform lain. Wahyoo jadi tidak perlu berinvestasi di sisi properti karena sudah punya jaringan UKM.

Mitra Wahyoo pun bisa memaksimalkan potensi dari dapurnya dan karyawan yang sudah ada, selama tetap memenuhi standar dalam hal kebersihan dan kualitas memasak yang diharuskan oleh Wahyoo. Tercatat ada 250 restoran kecil dari 27 ribu mitra Wahyoo yang telah bergabung dengan Wahyoo Kitchen Partners ini.

Sumber: Wahyoo

“Khusus kami, ingin bantu UKM kuliner yang sudah ada di jaringan kami sehingga enggak ada lagi modal tambahan yang harus mereka keluarkan karena dapur dan karyawan sudah ada. Sebab kami ini sharing economy, jadi prinsipnya kami sangat ingin memajukan UKM,” kata Peter secara terpisah saat media gathering beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, Wahyoo telah mengoperasikan tiga merek makanan label privat, yakni Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, dan Bakso Bikin Tajir. Adapun Bebek Goreng Bikin Tajir kini sudah hadir di 134 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Solo, Semarang, dan Bali. Selanjutnya, Ayam Paduka sudah ada di 42 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Solo, dan Bakso Bikin Tajir sudah hadir di 18 outlet di Jabodetabek untuk sementara ini.

Wahyoo memasarkan produk-produknya melalui GrabFood, GoFood, dan ShopeeFood. Tak hanya itu, perusahaan juga mempersilakan mitranya untuk menjual secara offline untuk dine-in dan take away. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengandalkan sepenuhnya platform online untuk penjualannya.

“Buat kita yang penting mereka bisa berjualan, dan beli stok di kita lagi. Lagipula dari segi offline itu ada sisi awareness yang bisa kita dapatkan untuk memasarkan brand kita.”

Bagi Peter, perusahaan akan terus perbanyak merek makanan yang dapat dijual oleh para mitra UKM, setidaknya bakal ada tambahan delapan sampai 10 merek baru. Variasi kulinernya berkisar dari martabak, nasi briyani, teh susu, soto, mie ayam, dan nasi goreng.

Seluruh suplai produk tersebut nantinya sudah berbentuk pre-cook agar tidak lama diolah oleh mitra. Alhasil proses masak jadi lebih ringkas, maksimal lima menit sampai di rumah konsumen. Seluruh suplai disiapkan di pusat gudang Wahyoo yang berlokasi di Daan Mogot, Jakarta Barat berdekatan dengan kantor Wahyoo. Dari situ, proses pengiriman makanan akan dimulai sampai ke outlet.

“Karena kita juga memanfaatkan online [food delivery] kita juga perlu memastikan algoritma dari mitra dapur jangan sampai outlet-nya dapat rating jelek karena proses masaknya kelamaan. Jadi memang standardisasi itu penting, makanya juga ada kunjungan rutin oleh tim lapangan.”

Menurutnya, strategi multi-merek ini dipakai agar setiap outlet dapat mencapai potensi maksimum dari utilisasi kapasitas dapur yang kosong. Hasilnya, rata-rata revenue per outlet dapat meningkat dan pada akhirnya mendukung kesejahteraan dari setiap dapur karena satu dapur bisa menawarkan berbagai macam makanan.

“Namun kami juga memastikan bahwa dapur-dapur ini memang mempunyai kemampuan/kapasitas yang cukup untuk menjual banyak brand (supaya standardisasi dan kualitas tetap terjaga.”

Adapun monetisasi dari bisnis cloud kitchen di Wahyoo berbeda-beda bagi tiap merek. Namun Peter memastikan bahwa pada intinya dari setiap penjualan makanan akan ada bagi hasil penjualan kepada mitra-mitra dapur. Konsep ini dianggap menarik karena tidak perlu tambahan modal dan hanya menmanfaatkan sumber yang ada untuk berjualan merek lain yang sudah disediakan oleh Wahyoo Kitchen Partners.

Unit economics yang dilihat oleh Wahyoo terdiri atas berbagai metriks, mulai dari revenue, outlet aktif per bulan, rata-rata revenue per outlet (penjualan di platform online), dan basket size (pembelian bahan baku/suplai di platform Wahyoo). “Tentunya kami juga melihat margin dari pernjualan setiap brand dan juga pendapatan (revenue sharing) kepada Wahyoo Kitchen Partners.”

Dalam menghadapi perekonomian ke depannya yang menantang, Peter menyadari bahwa kondisi tersebut bakal berdampak secara langsung pada industri kuliner dan pangan. Untuk itu, pihaknya berupaya untuk selalu menyediakan bahan-bahan baku dengan harga yang kompetitif dan mengikuti harga pasar.

“Kami berupaya untuk tetap mendapatkan harga terbaik dari partner-partner dan supplier kami, sehingga walau di masa-masa kurang stabil ini kami tetap dapat menawarkan barang-barang yang dibutuhkan konsumer secara affordable dan bersaing.”

Dailybox

Co-founder dan CEO DailyBox Kelvin Subowo menjelaskan pihaknya lebih pas ditempatkan sebagai startup F&B multi-platform, bukan cloud kitchen dengan multi-merek. Dalam operasionalnya, perusahaan mengandalkan kehadiran para pemain cloud kitchen dan menghadirkan merek privatnya ke dalam tiap dapur.

“Dailybox Group mungkin salah satu F&B startup yang konvensional, sehingga konsep multi-brand yang dimaksud bukan lagi banyak brand dalam satu kitchen, melainkan berbagai brand yang mampu menaungi appetite pelanggan kami.”

Terhitung saat ini, Dailybox mengoperasikan empat merek, Shirato, Breadlife, Dailybox, dan Lumiere. Lumiere adalah merek keik yang baru diakusisi perusahaan. Sebagai multi-platform, perusahaan akan menyeimbangkan jumlah persebaran cloud kitchen dan toko offline. Saat ini ada 20 titik toko Breadlife, yang ikut diisi oleh Dailybox dan Shirato di atas toko Breadlife tersebut. Bahkan, perusahaan telah melebarkan sayap bisnisnya ke Singapura pada Oktober 2022.

Central Kitchen Dailybox Group / Dailybox Group

Dalam mengukur unit economics di Dailybox, ia menggunakan COGS (cost of good sold) atau harga barang yang dijual. Perusahaan tidak melakukan cost down, melainkan menjaga harga agar tetap stabil melalui efisiensi produksi. Efisiensi tersebut dilaksanakan dengan cara memproduksi makanan sendiri melalui dapur pusat Dailybox Group.

Metriks berikutnya adalah EBITDA outlet (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization). “Seperti yang kita ketahui bahwa industri cloud kitchen memiliki beban yang besar pada food delivery. Maka, beban operation kami sehari-hari tidak terlalu besar dan kami berhasil mempertahankan positive EBITDA dari sejak kami berdiri hingga hari ini. Kedua metriks tersebut sangat memengaruhi kualitas makanan.”

Menurut data perusahaan, kontribusi dari bisnis pesan-antar online masih mendominasi daripada makan di toko. Di tahun lalu kontribusinya mencapai 90%, akan tetapi pada tahun ini turun menjadi 60%. Perusahaan sendiri kini tidak mengandalkan platform online saja.

Dia beralasan, jika ingin berekspansi lebih masif, kehadiran di platform layanan online harus dikolaborasikan dengan presence di pasar offline. Sebab, walaupun penetrasi layanan online sudah meningkat, layanan ini masih belum menjangkau seluruh kota lapis dua dan tiga. Masyarakat di area tersebut masih menggandrungi budaya nongkrong sembari kulineran.

“Survei menyatakan sekitar 79% masyarakat Indonesia sudah tak ragu untuk dine-in di restoran. Karenanya kembali membuka layanan dine-in adalah strategi perusahaan untuk hadir lebih dekat dan relevan dengan pelanggan kami.”

Sementara itu, dari sisi Dailybox dalam menghadapi tantangan ke depannya bakal melakukan penyesuaian harga dengan batas yang wajar. Dengan volume yang cukup besar, sehingga perusahaan dapat mengunci harga dari banyak bahan untuk beberapa waktu.

“Dengan in-house central kitchen dan teknologi ERP & SOP digital memungkinkan kami untuk bekerja dengan lebih efisien sehingga bisa mengkompensasikan fluktuasi harga di pasar,” tutupnya.