NetEase Buka Sakura Studio di Jepang, Fokus ke Game Konsol Next-Gen

NetEase baru saja mengumumkan bahwa mereka akan membuka studio baru di Tokyo, Jepang. Studio yang dinamai Sakura Studio tersebut akan fokus untuk membuat game-game dari konsol generasi berikutnya, seperti Sony PlayStation 5 dan Xbox Series X.

“NetEase Games berharap, kami dapat mengintegrasikan teknologi dan keahlian manufaktur kami untuk memberikan pengalaman bermain game yang sama sekali baru bagi gamer,” kata NetEase, seperti dikutip dari Games Industry.

NetEase adalah perusahaan game terbesar kedua di Tiongkok setelah Tencent. Selama ini, perusahaan game Tiongkok biasanya tidak terlalu memerhatikan game konsol karena pemerintah melarang penjualan konsol. Selain itu, kontribusi game konsol ke total pemasukan industri game tidak mencapai dari 1 persen. Namun, belakangan, Tencent mulai tertarik untuk membawa game mereka ke konsol. Tencent juga menjadi distributor Nintendo Switch di negara asalnya. Jadi, tidak aneh jika NetEase juga tidak mau kalah.

Game PC dan mobile buatan NetEase terkenal dengan kualitasnya. Belum lama ini, mereka mencoba untuk masuk ke pasar game konsol dengan melakukan porting game battle royale mereka ke konsol,” kata Daniel Ahmad, analis senior di Niko Partners, perusahaan analisa game yang fokus ke pasar Asia, menurut laporan Pocket Gamer. “Sekarang, mereka mulai mempertimbangkan untuk menggunakan strategi multiplatform dengan membuat game yang bisa dimainkan di berbagai platform.”

Pada akhir Mei 2020, NetEase memberikan laporan keuangan terbarunya. Ketika itu, mereka mengatakan bahwa pemasukan mereka sepanjang Q1 2020 mencapai 17,1 miliar yuan (sekitar Rp33,8 triliun), naik 18,3 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Memang, di tengah pandemi virus corona, industri game di Tiongkok justru mengalami pertumbuhan. Begitu juga di Amerika Serikat.

Saat mengumumkan laporan keuangan mereka, NetEase juga membanggakan fakta bahwa beberapa game mereka mendapat pengakuan internasional, khususnya di Jepang. Dua game NetEase, Knives Out dan Identity V, memang terbukti populer di Negeri Sakura tersebut.

Sumber header: Facebook

Xbox Series X Mampu Jalankan Game Lawas dengan Performa dan Visual yang Lebih Baik

Backwards compatibility, istilah ini selalu Microsoft pakai ketika menjelaskan tentang berbagai keunggulan yang ditawarkan gaming console barunya, dimulai dari Xbox One di tahun 2015. Premisnya sederhana saja: konsumen tak perlu cemas koleksi game yang sudah mereka kumpulkan dengan susah payah bakal jadi tidak relevan begitu saja saat hijrah ke console baru.

Xbox Series X pun juga demikian. Microsoft memastikan bakal ada ribuan judul lawas yang bisa langsung dimainkan di Xbox Series X pada hari peluncurannya nanti. Bukan hanya itu, koleksi game lama itu diyakini bisa berjalan lebih baik di Series X.

Fitur-fitur anyar seperti Quick Resume maupun waktu loading yang jauh lebih cepat juga berlaku untuk gamegame generasi sebelumnya yang dimainkan di Series X. Istimewanya, developer masing-masing game tidak perlu melakukan apa-apa, sebab tim Xbox sudah melakukan optimasi langsung di tingkat platform.

Selain performa yang lebih baik, backwards compatibility di Series X juga menjanjikan kualitas visual yang lebih menawan. Hal itu diwujudkan melalui penerapan HDR secara otomatis pada judul-judul game lama yang dimainkan di Series X. Bahkan game Xbox 360 pun juga akan tampil dalam format HDR di Series X, lagi-lagi tanpa perlu melibatkan partisipasi masing-masing developer.

Terakhir dan yang menurut saya paling menarik, sejumlah judul lawas yang dimainkan di Series X juga akan meningkat drastis frame rate-nya. Yang tadinya cuma berjalan di 30 fps akan menjadi 60 fps, dan yang tadinya 60 fps jadi 120 fps. Namun ini semestinya memerlukan campur tangan langsung dari developer game yang bersangkutan.

Tentu saja Xbox Series X bukan satu-satunya console baru yang menawarkan backwards compatibility. PlayStation 5 pun juga menjanjikan fasilitas yang serupa. Versi mereka bahkan memungkinkan pengguna PS5 untuk bermain bersama pengguna PS4.

Sumber: Xbox.

Unreal Engine 5 Disingkap, Bukan Sebatas Menawarkan Grafik yang Lebih Realistis Begitu Saja

Luar biasa! Kesan itulah yang langsung saya dapatkan saat menonton video demonstrasi Unreal Engine 5. Kalau Anda sudah terpukau melihat kualitas grafik game yang dibuat menggunakan Unreal Engine 4, tunggu sampai Anda melihat demonstrasi Unreal Engine 5 yang dijalankan di PlayStation 5 berikut ini.

Dibanding sebelumnya, Unreal Engine 5 membawa dua komponen yang sangat esensial: Lumen dan Nanite. Sesuai namanya, Lumen didedikasikan untuk menghasilkan efek pencahayaan yang sangat dinamis. Sorotan cahaya matahari misalnya, bisa berubah sudutnya sesuai dengan perubahan waktu dalam game.

Selain lighting yang lebih realistis, Lumen diharapkan juga bisa memicu lahirnya ide-ide gameplay yang kreatif, yang mungkin selama ini tidak bisa terwujud karena terbentur masalah teknis seputar pencahayaan. Saya sudah bisa membayangkan bagaimana Unreal Engine 5 dapat dipakai untuk menciptakan game horor yang amat immersive.

Unreal Engine 5

Komponen yang kedua, Nanite, pada dasarnya dibuat untuk membantu meningkatkan efisiensi dalam proses pengembangan game. Ketimbang harus mengurangi tingkat detail suatu aset 3D agar performa game tetap optimal, developer bisa langsung menambatkan aset 3D berkualitas tinggi seperti yang terdapat pada Quixel Megascans, yang lebih umum dipakai untuk produksi film ketimbang game.

Unreal Engine 4 sendiri sebelumnya sudah beberapa kali dipakai dalam proses produksi film, dan saya tidak akan terkejut apabila ke depannya lebih banyak lagi sineas yang tertarik melibatkan Unreal Engine 5 pada karyanya.

Hasilnya tentu adalah tekstur yang sangat mendetail, dengan satu frame yang terbentuk dari miliaran poligon sekaligus. Andai game yang dikerjakan merupakan game multi-platform, Unreal Engine 5 juga bisa membuatkan secara otomatis beberapa aset 3D dengan tingkat detail yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan kapabilitas hardware tiap-tiap platform, console atau mobile misalnya.

Bicara soal hardware, GPU bukan satu-satunya komponen yang krusial buat Unreal Engine 5, melainkan juga SSD tipe NVMe berkecepatan tinggi. Seperti yang kita tahu, salah satu keunggulan PS5 dan Xbox Series X adalah storage yang sangat ngebut yang dapat meminimalkan atau bahkan mengeliminasi waktu loading, dan ini rupanya juga berperan besar dalam kemampuan perangkat me-render grafik.

Unreal Engine 5

Kalau boleh saya simpulkan, Unreal Engine 5 bukan sekadar menawarkan kualitas grafik yang lebih realistis ketimbang versi sebelumnya begitu saja. Epic Games pada dasarnya ingin memudahkan beberapa aspek game development dengan tujuan supaya developer bisa lebih berfokus pada aspek kreatif ketimbang teknis.

Kalau sebelumnya developer enggan menciptakan suatu level yang mendetail karena takut prosesnya sulit dan memakan waktu, kendala semacam itu tak perlu terjadi lagi nanti saat Unreal Engine 5 sudah tersedia, yang kabarnya baru akan dirilis di tahun 2021. Cukup buat aset level-nya sedetail mungkin, lalu sematkan langsung ke Unreal Engine 5 tanpa perlu menguliknya lebih lanjut supaya optimal.

“Kami mencoba membantu developer untuk menciptakan pengalaman next-gen yang luar biasa realistis, tapi juga ekonomis dan praktis untuk dikerjakan tanpa melibatkan tim beranggotakan 1.000 orang,” demikian penjelasan CEO Epic Games, Tim Sweeney, di wawancara Summer Game Fest, mengenai visinya terhadap Unreal Engine 5.

Mereka tampaknya tidak main-main soal visi ini, sebab mereka juga baru mengubah sistem royalti Unreal Engine. Berkat sistem barunya, developer baru akan dikenakan biaya royalti apabila game-nya telah menghasilkan pemasukan sebesar $1 juta. Semoga saja perubahan kebijakan ini bisa berujung pada lebih banyak developer indie yang mengerjakan game menggunakan Unreal Engine 5.

Sumber: Epic Games dan Ars Technica.

Inilah 13 Game Xbox Series X Beserta Trailer-nya

Tahun ini memang tidak ada E3, namun itu bukan berarti industri gaming jadi kurang menarik. Pandemi boleh melanda, tapi 2020 tetap diprediksi bakal mengawali era baru pertempuran console next-gen.

Di antara PlayStation 5 dan Xbox Series X, kubu Microsoft terkesan jauh lebih siap. Mereka tak segan menyingkap detail mengenai console baru mereka jauh sebelum peluncuran resminya, dan itu pada akhirnya memaksa Sony untuk mengambil langkah yang serupa.

Info mengenai hardware-nya sudah, kini giliran info terkait konten Xbox Series X yang Microsoft beberkan. Tidak tanggung-tanggung, mereka memamerkan trailer dari 13 judul game yang akan hadir di Xbox Series X, yang semuanya dioptimalkan untuk berjalan di resolusi maksimum 4K 120 fps.

9 di antaranya juga telah menerapkan fitur Smart Delivery seperti Cyberpunk 2077, yang berarti konsumen hanya perlu membayar satu kali untuk memainkannya di Xbox One terlebih dulu, sebelum lanjut memainkannya di Xbox Series X saat perangkatnya sudah bisa dibeli.

Assassin’s Creed Valhalla

Hanya selang beberapa hari setelah Ubisoft mengungkap trailer sinematiknya, Microsoft langsung menyusul dengan trailer gameplay-nya. Ada banyak yang bisa kita pelajari dari video singkat di atas, terutama terkait kemampuan-kemampuan yang dimiliki sang lakon, Eivor.

Yang paling menarik menurut saya adalah bagaimana ia mampu melemparkan kapaknya ke musuh, dan ini merupakan aspek baru dalam sistem combat seri Assassin’s Creed. Valhalla juga masih akan mengandalkan navigasi berbasis seekor burung; kali ini seekor gagak yang terinspirasi oleh Huginn dan Muninn, sepasang gagak peliharaan dewa Odin dari mitologi Norse.

Bright Memory: Infinite

Impresif dan penuh adrenalin, trailer game berjudul Bright Memory: Infinite ini menunjukkan permainan first-person shooter (FPS) dengan penyajian yang kreatif. Tidak cuma mengandalkan senjata api saja, lakonnya juga jago soal pertarungan jarak dekat, dan ia turut dibekali semacam grapple hook yang langsung mengingatkan saya pada seri Just Cause.

Bright Memory: Infinite terdengar semakin mengesankan setelah mengetahui bahwa developer-nya, FYQD-Studio, sebenarnya cuma beranggotakan satu orang. Demo game ini sempat muncul di Steam tahun lalu, dan siapa yang menyangka versi penuhnya bakal menjadi salah satu game unggulan Xbox Series X?

Call of the Sea

Firewatch merupakan salah satu game favorit saya, dan karakter kesukaan saya dalam game petulangan tersebut adalah Delilah. Lucunya, Delilah sama sekali tidak muncul dari awal sampai akhir permainan. Ia cuma menyumbangkan suaranya dengan berperan sebagai pemandu karakter utamanya via walkie-talkie.

Voice actress-nya, Cissy Jones, telah dipilih memerankan karakter utama dalam game berjudul Call of the Sea ini. Game ini juga banyak mengingatkan saya pada Firewatch berkat elemen petualangan dan puzzle yang disajikan melalui sudut pandang orang pertama, dan setting lokasinya juga kelihatan luar biasa indah.

Chorus

Tidak selamanya pertempuran pesawat luar angkasa harus berasal dari franchise Star Wars atau Star Trek. Dalam Chorus, pesawat tempur yang ditunggangi juga unik karena ia sebenarnya merupakan makhluk sentient dengan berbagai macam manuver akrobatiknya.

Di samping aksi tembak-menembak pesawat yang menegangkan, Chorus juga menjanjikan eksplorasi antariksa berskala besar. Lokasi-lokasi yang bakal ditemui amat beragam, mulai dari planet yang sudah mati, sabuk asteroid, sampai sisa ledakan sebuah bintang. Saya yakin grafiknya bakal sangat memukau berkat ray tracing.

Dirt 5

Reputasi game balapan ini sebenarnya sudah tidak perlu dijelaskan lagi. Setiap serinya selalu membawa pemain ke sirkuit off-road yang amat memacu adrenalin, dan Dirt 5 bermaksud membawanya ke level yang lebih tinggi lagi, salah satunya lewat Career Mode dengan aspek narasi yang berbobot dan banyak bergantung pada keputusan-keputusan pemain.

Grafiknya tidak perlu ditanya, trailer-nya menunjukkan grafik yang sangat realistis. Spesifikasi gahar Xbox Series X sejatinya memungkinkan developer untuk meningkatkan kualitas grafiknya jauh di atas versi sebelumnya.

Madden NFL 21

Tidak banyak yang bisa dipelajari dari trailer super-singkat di atas, namun yang pasti inkarnasi terbaru Madden NFL ini bakal jadi simulasi permainan football profesional yang paling realistis, apalagi didukung oleh kapabilitas grafik Xbox Series X. Seperti memainkan cutscene demi cutscene, kira-kira seperti itu kesan yang saya dapatkan.

Scarlet Nexus

RPG baru dari tim pengembang seri Tales? Penggemar berat JRPG pastinya tidak sabar menanti karya terbaru Bandai Namco ini, terutama mereka yang juga menyukai tema sci-fi yang futuristis. Setting yang diangkat Scarlet Nexus cukup unik: di masa depan, manusia berhasil menemukan hormon psionic di dalam otak yang memungkinkan manusia untuk memiliki kekuatan psycho-kinesis.

Sayangnya penemuan itu juga mengundang berbagai makhluk asing untuk berburu otak manusia. Makhluk-makhluk ini juga tak bisa dibasmi menggunakan senjata konvensional, hingga pada akhirnya Bumi membentuk pasukan Other Suppresion Force yang berisikan para psychic itu tadi, salah satunya Yuito Sumeragi yang akan dijalankan oleh pemain.

Scorn

Horor dan penuh intrik, itulah kesan yang didapat setelah menonton trailer di atas. Scorn mungkin tidak cocok buat semua orang, dan saya yakin sebagian akan langsung merasa jijik meski trailer-nya belum habis. Namun buat para penggemar genre horor, Scorn adalah game FPS yang layak ditunggu.

Developer menjanjikan penyajian cerita yang non-linear, dengan cerita dan puzzle yang harus dipecahkan di setiap lokasi. Gaya visual biomekanik di Scorn terinspirasi langsung oleh karya-karya pelukis H.R. Giger, dan buat saya ini memberikan atmosfer yang misterius sekaligus mencekam.

Second Extinction

Co-op shooter dengan misi membasmi ratusan zombie sudah terkesan biasa. Bagaimana jadinya kalau zombie itu kita ganti dengan dinosaurus mutan? Itulah tema yang bakal kita jumpai di game ini, di mana Bumi telah dikuasai oleh koloni dinosaurus dengan tingkat kecerdasan di atas normal, dan pemain ditugaskan untuk merebutnya kembali selagi menguak misteri yang terkait.

Second Extinction digarap oleh Systemic Reaction, tim developer kecil di bawah naungan Avalanche Studios. Avalanche sendiri merupakan pengembang Rage 2, dan saya tidak akan terkejut apabila Second Extinction menawarkan feel menembak yang sama memuaskannya seperti di Rage 2.

The Ascent

Apa jadinya kalau developer memadukan formula action RPG ala Diablo dengan setting cyberpunk yang futuristis? The Ascent ini jawabannya. The Ascent sendiri merupakan nama dari korporasi yang memegang kontrol penuh atas kota metropolitan yang menjadi lokasi permainan. Sayangnya kontrol tersebut sirna saat The Ascent kolaps secara misterius, dan kekacauan pun langsung terjadi di mana-mana.

Satu elemen visual yang sangat menarik dari The Ascent adalah lingkungan yang destruktif, yang berarti setiap pertempuran akan meninggalkan bekas di medannya. Game ini dikerjakan oleh developer indie bernama Neon Giant, yang portofolio sejumlah anggotanya mencakup judul-judul AAA macam Wolfenstein maupun Gears of War.

The Medium

Sulit mengabaikan popularitas seri Silent Hill dari genre horor, dan nuansa mencekam yang selalu kita dapatkan dari game itu akan kembali kita jumpai di The Medium. Karakter utamanya, Marianne, harus menjalani kisahnya dari dua perspektif secara konstan; satu dari perspektif dunia nyata, dan satu lagi dari perspektif supranatural.

Duality, demikian tema yang hendak diangkat developer-nya, Bloober Team. Guna semakin mematangkan tema tersebut, Bloober Team menandemkan komposer musiknya dengan Akira Yamaoka, sang jenius di balik musik mencekam seri Silent Hill, dengan tujuan menyuguhkan atmosfer yang berbeda setiap kali Marianne mengunjungi masing-masing dunia.

Vampire: The Masquerade – Bloodlines 2

Penantian panjang fans salah satu RPG terbaik ciptaan Troika Games akhirnya terbayarkan, dan di sekuelnya ini, pemain akan berhadapan dengan tema yang lebih kelam dari game sebelumnya. Sekuelnya ini juga akan kembali mengangkat konflik antar beberapa clan vampir yang ada, dan lagi-lagi keputusan pemain memegang peran yang sangat penting terhadap jalan cerita permainan.

Vampire: The Masquerade – Bloodlines dipuji karena begitu bervariasinya pilihan yang diberikan kepada pemain, dan hal itu semestinya juga akan kembali tersaji di sekuelnya ini meski developer yang mengerjakannya berbeda.

Yakuza: Like a Dragon

Dikenal juga sebagai Yakuza 7, game ini adalah yang paling berbeda dari franchise Yakuza secara keseluruhan. Bukan cuma karena karakter yang menjadi tokoh utamanya berbeda, tapi juga karena mekanisme gameplay-nya yang berubah drastis menjadi turn-based.

Juga unik adalah bagaimana elemen class diperlakukan di Yakuza. Total ada 19 class yang dapat dipilih, dan pilihannya jauh berbeda dari RPG tradisional. Bukan Warrior atau Mage, melainkan Bodyguard, Musician, atau bahkan Chef, masing-masing dengan kelebihan dan skill uniknya tersendiri.

Sumber: Xbox.

Microsoft Yakin Xbox Series X Mampu Mengungguli PS5 dari Aspek Harga

Harga merupakan salah satu faktor krusial yang bisa menentukan sukses tidaknya peluncuran console game. Di era current-gen, Sony sukses mengungguli Microsoft karena saat diperkenalkan, PlayStation 4-nya dibanderol US$ 100 lebih murah dibanding Xbox One. Sementara itu, sang rival bersikeras untuk membundel perangkatnya bersama Microsoft Kinect (yang kini tak lagi dipasarkan buat konsumen).

Namun kondisi saat ini cukup berbeda dari tujuh tahun silam. Anda mungkin sudah mendengar soal bagaimana Sony kesulitan menekan harga PlayStation 5 akibat kelangkaan sejumlah komponen pendukung penting. Dan melihat dari kemiripan teknologi antara console next-gen Sony dengan Xbox Series X, kita boleh berasumsi Microsoft juga menemui kendala serupa. Apalagi menakar spesifikasinya, Series X punya performa lebih tinggi dari PS5.

Meski begitu, bos Xbox Phil Spencer terlihat cukup percaya diri terhadap harga yang akan Microsoft tetapkan untuk Xbox Series X. Bahkan ia yakin produk mereka mampu menggungguli milik sang kompetitor, dan timnya sudah menyiapkan ‘rencana kemenangan’. Spencer menilai, hardware gaming baru Microsoft menyimpan performa serta kapabilitas yang superior, dan perangkat ini siap menawarkan sebuah paket lengkap.

Sejauh ini, baik Microsoft maupun Sony belum mengungkap harga console anyar mereka. Dari gelagatnya (dan melihat pengalaman sebelumnya), Sony sengaja menunggu hingga Microsoft melakukan pengumuman, barulah harga PS5 disingkap. Microsoft sendiri akan terus ‘membuka mata’ dan menetapkan harga Xbox Series X secara fleksibel karena sangat penting bagi produsen buat memenuhi – atau melampaui – ekspektasi konsumen.

Spencer kembali mengingatkan bahwa nilai sebuah console tak hanya dihitung dari hardware semata. Ada sejumlah faktor krusial lain yang jadi penentu daya tariknya di mata konsumen, misalnya seperti fitur backward compatibility dan layanan Xbox Game Pass. Phil Spencer juga menyampaikan, kapabilitas semisal Smart Delivery dirancang untuk membuat gamer merasa nyaman dalam membeli konten di platform Xbox. Teknologi ini memastikan kita hanya perlu bertransaksi sekali saja buat mengakses satu judul permainan di sistem berbeda.

Sebagai perbandingan, Microsoft awalnya menjajakan Xbox One di harga US$ 500. Seiring berjalannya waktu (dan setelah dipangkasnya bundel Kinect), angkanya turun ke US$ 300. Sementara itu, label US$ 500 kini diusung oleh varian Xbox One X. Spekulasi sementara ini adalah, Xbox Series X akan ditawarkan lebih mahal lagi dan Microsoft kemungkinan tak mengambil banyak keuntungan dari sana – mengharapkan balik modal dari penjualan software dan layanan premium.

Microsoft memang belum mengonfirmasinya, tapi sejumlah pakar dan analis menduga Xbox Series X hanyalah satu dari beberapa model console baru yang tengah produsen kembangkan. Boleh jadi nanti akan ada varian yang lebih terjangkau. Itulah alasannya Microsoft bilang bahwa kita hanya perlu memanggil hardware next-gen itu dengan sebutan ‘Xbox’.

Via Gamespot.

Alasan Mengapa Desain Xbox Series X Seperti Menara

Dalam menggarap console game, masing-masing brand memang punya kiblat desain sendiri. Tapi sejak Magnavox Odyssey diperkenalkan (sebagai console pertama), hampir semua perangkat memiliki satu kesamaan: mereka disiapkan untuk dimainkan dari ruang keluarga dan dirancang  agar setidaknya serasi dengan furnitur rumah. Mayoritas home console berpenampilan melebar.

Namun Microsoft tampaknya mencoba merombak tradisi lewat Xbox Series X. Console next-gen mereka punya wujud seperti menara, dan banyak orang segera membandingkan desainnya dengan PC small form seperti Corsair One. Ditambah lagi kian terintegrasinya API serta ekosistem Xbox dan Windows 10, pada dasarnya Xbox Series X adalah PC high-end yang menyamar jadi console. Lalu apa alasannya Xbox Series X dibuat seperti tower?

IMG_17032020_174150_(1000_x_650_pixel)

Kepada Eurogamer, teknisi Microsoft mengungkap latar belakangnya. Desain ala menara ternyata berkaitan dengan upaya produsen menyediakan sistem sirkulasi udara yang optimal sembari memastikan tak ada polusi suara. Rancangan tersebut esensial karena Xbox Series X menyimpan deretan hardware berperforma tinggi, namun semuanya dimampatkan dalam tubuh yang relatif mungil – berdimensi 15,1×15,1×30,1cm.

Microsoft menjelaskan, komponen-komponen seperti GPU, CPU, penyimpanan SSD NVMe serta memori GDDR6 akan menghasilkan panas yang signifikan saat bekerja, dan jika temperatur terlalu tinggi, kinerja mereka akan merosot. Dari sana, tim teknisi memikirkan berbagai macam ‘strategi termal’ hingga akhirnya mereka menemukan solusi inovatif. Sasarannya ialah menciptakan console dengan kemampuan grafis dua kali lipat Xbox One X.

IMG_17032020_174126_(1000_x_650_pixel)

Sedikit mendalami sisi teknis, ternyata komponen terbesar dari Xbox Series X ialah heat sink, dimaksudkan supaya mampu memuat SOC serta regulator. Bagian ini terdiri dari vapour chamber tembaga dan struktur aluminium. Microsoft juga mencurahkan perhatian pada kipas. Beragam kustomisasi – misalnya terhadap geometri serta jumlah bilah – dilakukan agar satu unit fan bisa menjinakkan panas. Selanjutnya, kipas diposisikan di bagian atas, dekat lubang-lubang ventilasi berukuran besar.

Kombinasi dari semuanya menghasilkan aliran udara yang lebih besar jika dibandingkan console generasi sebelumnya: 70 persen lewat kipas dan 20 persen melalui heat sink (secara pasif). Menakar secara keseluruhan, konstruksi dan sistem termal Xbox Series X mengingatkan saya pada PC desktop MSI Vortex G65 yang diperkenalkan empat tahun silam.

IMG_17032020_174012_(1000_x_650_pixel)

Meski desain Xbox Series X merepresentasikan sebuah lompatan besar, Microsoft malah tidak banyak mengubah rancangan controller versi anyar. Penampilannya tak jauh berbeda dari model yang ada sekarang, baik dari lekukan tubuh maupun penempatan tombol dan stik analog-nya yang asimetris. Produsen hanya menambah satu tombol share dan mengganti D-pad, membuatnya menyerupai varian Elite.

IMG_30032020_125748_(1000_x_650_pixel)

Sementara itu, kita tahu bagaimana Sony berupaya membuat gebrakan lewat DualShock ‘5’. Lewat unit kendali ini, sang rival mencoba menghadirkan teknologi haptic dan adaptive trigger demi menyajikan sensasi bermain yang lebih realistis.

Berkat DirectX 12 Ultimate, Xbox Series X Makin Mirip dengan Gaming PC

Kalau melihat spesifikasi mendetailnya, Xbox Series X boleh kita anggap sebagai gaming PC kelas high-end yang menyamar sebagai game console. Performanya di atas kertas sungguh menjanjikan, dan Microsoft juga telah merancang perangkat ini supaya mendukung teknologi grafis ray tracing.

Dukungan ray tracing pada dasarnya membuat Xbox Series X semakin mirip dengan gaming PC modern. Sejalan dengan anggapan tersebut, Microsoft juga merilis API grafis baru untuk PC sekaligus Xbox Series X, yakni DirectX 12 Ultimate. Dibanding DirectX 12 biasa, versi Ultimate-nya ini bermaksud untuk menambahkan dukungan ray tracing yang lebih seamless.

Teknik ray tracing yang diterapkan pun lebih efisien dari sebelumnya, sebab pemrosesannya kini tak lagi memerlukan partisipasi CPU. Di samping itu, DX12 Ultimate turut menghadirkan sejumlah fitur lain untuk meningkatkan kualitas visual sekaligus performa, seperti misalnya fitur variable rate shading yang pada dasarnya memungkinkan game untuk membagi porsi kinerja GPU secara dinamis.

Aspek lain yang tidak kalah penting adalah soal kompatibilitas. Microsoft memastikan game yang dibuat menggunakan DX12 Ultimate tetap bisa dimainkan di hardware lawas, hanya saja tidak semua peningkatan visualnya dapat dinikmati.

DX12 Ultimate juga bakal memudahkan tugas para developer game. Mereka bisa memanfaatkan satu API yang sama untuk mengerjakan game Xbox sekaligus PC, jadi jangan heran kalau ke depannya semua game Xbox Series X juga bakal tersedia di PC, sebab platform yang digunakan sejatinya sama persis.

PC-nya juga tidak harus yang memakai GPU bikinan Nvidia, sebab AMD sudah bilang bahwa Radeon generasi selanjutnya (yang memakai arsitektur RDNA2) bakal mendukung teknologi tersebut, dan dipastikan kompatibel dengan DX12 Ultimate.

Sumber: VentureBeat dan Microsoft.

Microsoft Ungkap Detail Teknis Xbox Series X Lebih Jauh

Saat Sony terlihat menahan diri untuk menyingkap info mengenai PlayStation 5 (kita bahkan belum tahu seperti apa rupanya), Microsoft kian gencar mengungkap detail terkait Xbox Series X sejak console next-gen itu diumumkan di The Game Awards 2019. Setelah memamerkan desain dan mengumumkan spesifikasi singkatnya di bulan Februari lalu, produsen akhirnya menguak sisi teknis lebih dalam melalui blog Xbox Wire.

Diklaim sebagai console game tercepat dan paling bertenaga (titel serupa sempat dianugerahkan Microsoft pada Xbox One X), ada tiga aspek yang jadi fokus utama penggarapan Xbox Series X: performa, immersion dan kompatibilitas. Penjelasan Microsoft di sana panjang serta komprehensif, dan mereka tak lupa menjabarkan daftar sistem secara lengkap. Menakar dari data-data tersebut, bagi saya Xbox Series X ialah PC high-end yang menyamar jadi console.

IMG_17032020_174012_(1000_x_650_pixel)

Berikut ini detail teknis home console anyar Microsoft:

  • CPU Custom Zen 2 octa-core 3,8GHz (3,6GHz dengan SMT)
  • GPU Custom RDNA 2 12-teraflop 52-compute unit
  • Die size 360,45 mm2
  • Proses 7nm Enhanced
  • Memori 16GB GDDR6 dengan 320b bus
  • Bandwidth memori 10GB @560GB/detik, 6GB @336GB/detik
  • Penyimpanan internal SSD NVMe 1TB custom
  • I/O Throughput 2.4 GB/detik (Raw), 4.8 GB/detik (terkompresi, dengan decompresson block hardware custom)
  • Penyimpanan tambahan via expansion card 1TB (kapasitasnya sebesar memori internal)
  • Dukungan penyimpanan eksternal HDD USB 3.2
  • Optical drive Blu-ray Drive 4K UHD
  • Target performa 4K @60FPS, maksimal 120FPS

IMG_17032020_174150_(1000_x_650_pixel)

Banyak hal dibahas oleh Microsoft, dan salah satu bagian paling menarik ialah tentang ray tracing. Xbox Series X ditopang oleh DirectX Daytracing berbasis hardware. Dipopulerkan oleh Nvidia lewat GeForce RTX, pada dasarnya fitur ini berfungsi untuk mensimulasikan pencahayaan secara lebih realistis, bahkan sanggup membuat visual game-game lawas (misalnya Quake II atau Minecraft) terlihat cantik.

Satu contoh kemampuan menakjubkan dari ray tracing adalah ia memungkinkan cahaya menembus objek-objek transparan dan menampilkan efek visual unik. Misalnya, sinar matahari yang melewati kaca patri menghasilkan bayangan warna-warni di lantai.

IMG_17032020_174219_(1000_x_650_pixel)

Fitur unik lain dari Xbox Series X ialah Xbox Velocity Architecture. Jika GPU merupakan jantung dari console, maka XVA adalah ‘jiwanya’. Intinya, ia berfungsi buat mempererat integrasi antara unit penyimpanan dan software sehingga sistem bisa menyalurkan aset-aset permainan lebih cepat. Teknologi ini kabarnya sangat membantu penyajian konten game-game berskala besar seperti Red Dead Redemption 2, Final Fantasy XV dan Assassin’s Creed Odyssey.

Buat sekarang, agak sulit mengomparasi kinerja Xbox Series X dengan gaming PC modern karena sejauh ini belum ada PC ber-GPU AMD RDNA 2 yang dipasarkan. Mungkin buat perbandingan kasarnya, Radeon RX 5700 XT berbasis RDNA 1 dijajakan di kisaran harga Rp 6,5 juta di situs eCommerce lokal – uang sebanyak itu hanya untuk kartu grafis saja. Lalu seberapa mahal Xbox Series X akan dibanderol?

IMG_17032020_174053_(1000_x_650_pixel)

Gamer Tak Perlu Membayar Dua Kali untuk Memainkan Cyberpunk 2077 di Xbox One dan Xbox Series X

Tidak bisa dipungkiri, highlight utama dari spesifikasi Xbox Series X adalah GPU bertenaga 12 teraflop. Di atas kertas, ini berarti kinerja GPU-nya bahkan lebih cepat ketimbang GeForce RTX 2080 Super, salah satu GPU high-end besutan Nvidia.

Namun yang tidak kalah menarik sebenarnya adalah fitur Smart Delivery. Fitur ini pada dasarnya memungkinkan konsumen untuk menghemat pengeluaran; seandainya suatu game yang sudah mereka beli nantinya juga akan dirilis untuk Xbox Series X, mereka tidak perlu membelinya lagi di platform next-gen tersebut.

Mengapa Smart Delivery ini penting? Merujuk kembali ke kinerja GPU Xbox Series X tadi, kualitas grafis yang ditawarkannya sudah pasti jauh lebih memukau ketimbang Xbox One, dan itu berarti mayoritas game yang sudah dirilis atau bakal hadir dalam waktu dekat ini harus dibuatkan dua versi; versi Xbox One dan versi Series X.

Publisher bisa saja menjual dua versi tersebut secara terpisah jika mereka ingin meraup untung lebih banyak. Opsi lainnya adalah memanfaatkan fitur Smart Delivery ini, yang pastinya bakal jauh lebih dihargai oleh konsumen, sebab mereka tidak perlu menunda membeli game Xbox Series X yang sudah lebih dulu tersedia di Xbox One.

Cyberpunk 2077

Dari pihak Microsoft sendiri, Smart Delivery akan diterapkan pada semua judul yang digarap atau dipublikasikan oleh Xbox Game Studios. Di luar lingkup Microsoft, ada CD Projekt Red yang mengumumkan bahwa mereka juga akan mengadopsi teknologi Smart Delivery untuk game terbarunya nanti, Cyberpunk 2077.

Gamer tidak seharusnya dipaksa membeli game yang sama sebanyak dua kali atau membayar untuk sejumlah pembaruan. Pemilik Cyberpunk 2077 versi Xbox One bakal menerima versi Xbox Series X-nya secara cuma-cuma ketika tersedia.” Demikian pengumuman menohok yang disampaikan CD Projekt Red melalui akun Twitter Cyberpunk 2077.

Jadi seandainya Anda langsung membeli Cyberpunk 2077 pada tanggal 17 September mendatang dan langsung memainkannya di Xbox One, ke depannya Anda tidak perlu keluar uang lagi jika hendak memainkannya di Xbox Series X. Smart Delivery bakal memastikan Anda memainkan versi yang tepat untuk tiap hardware.

Semoga saja ada banyak developer dan publisher yang mengikuti jejak CD Projekt Red, memanfaatkan fitur Smart Delivery demi meningkatkan kepuasan konsumen ketimbang memprioritaskan laba di atas segalanya. Developer asal Polandia itu belum lama ini juga membuktikan bahwa game yang digarap dengan sungguh-sungguh pada akhirnya bisa berbuah pada kesuksesan finansial tanpa harus mengandalkan DRM untuk mencegah pembajakan, dan tanpa mencari untung ekstra lewat konten DLC.

Sumber: Polygon.

Microsoft Umumkan Spesifikasi Resmi Xbox Series X

Walaupun Microsoft sempat bilang bahwa penjualan Xbox One cukup memuaskan, perusahaan tetap mengakui keunggulan sang rival di era current-gen. Sony berhasil mengapalkan lebih dari 102 juta unit PlayStation 4, memaksa Microsoft untuk mengambil strategi baru dalam menyuguhkan konten. Kita tahu, mereka tak pernah lagi menghidangkan permainan eksklusif. Hampir seluruh game Xbox One kini tersedia di Windows 10 dan Microsoft terus mempromosikan cross-platform play.

Meski demikian, tidak berarti produsen tak menyiapkan produk baru buat berkompetisi dengan Sony. Xbox Series X diumumkan tiba-tiba di ajang The Game Awards 2019. Di sana, Microsoft memamerkan wujud console dan tak lama turut diketahui pula Series X merupakan satu dari beberapa model Xbox anyar yang perusahaan sedang siapkan. Dan melalui Xbox Wire minggu ini, head of Xbox Phil Spencer akhirnya mengungkap informasi lebih rinci terkait hardware dan teknologi pendukung Xbox Series X.

Microsoft menjelaskan bahwa dibandingkan console mereka sebelumnya, Xbox Series X menawarkan keseimbangan antara kecepatan dan tenaga yang lebih baik. Ada lima faktor yang jadi andalan sang produsen: performa grafis 12-teraflop, variable rate shading, teknologi ray tracing DirectX berbasis hardware, kemampuan ‘me-resume‘ beberapa game sekaligus dalam waktu singkat, dan fitur Smart Delivery. Selain itu, Microsoft tentu saja menjabarkan aspek teknis Series X secara lengkap.

IMG_25022020_140347_(1000_x_650_pixel)

Diklaim sebagai console paling bertenaga yang pernah Microsoft ciptakan, Xbox Series X dipersenjatai prosesor semi-custom berbasis AMD Zen 2 dan arsitektur RDNA 2. Komponen ini kabarnya menyimpan kemampuan olah data empat kali lipat dari Xbox One, serta memberikan kesempatan bagi developer game untuk memanfaatkan performa GPU berkekuatan 12-teraflop. Jumlah ini dua kali lebih besar dibanding Xbox One X dan delapan kali Xbox One standar. Console turut ditunjang oleh penyimpanan berbasis SSD sehingga waktu load app jadi lebih singkat.

Variable rate shading merupakan salah satu fitur unik Xbox Series X, memungkinkan distribusi kinerja grafis yang lebih efisien. Dengan VRS, GPU tak lagi perlu mencurahkan tenaganya terus-menerus untuk menangani seluruh pixel di layar. Ia kini dapat memprioritaskan efek visual secara individual, misalnya di karakter tertentu atau objek-objek penting. Alhasil, sistem bisa menampilkan resolusi lebih tinggi dan memastikan frame rate tersaji lebih stabil tanpa mengurangi kualitas grafis. Series X sendiri siap menghidangkan 120fps.

Melengkapi aspek kinerja, Microsoft juga membekali Xbox Series X dengan konektivitas yang lebih canggih. Console ditunjang HDMI 2.1 yang lebih rendah latency serta kemampuan dynamic latency input sehingga sistem bisa membaca perintah dari unit controller wireless lebih cepat, presisi dan responsif.

Sempat dibahas sebelumnya, backward compatibility akan kembali hadir di Xbox Series X. Kapabilitas ini memperkenankan console menjalankan permainan-permainan lawas, termasuk judul yang dirilis di era Xbox generasi pertama. Backward compatibility berhubungan dengan fitur Smart Delivery.  Teknologi ini mampu mengenal game, berfungsi untuk menghidangkan konten secara optimal berdasarkan sistem yang kita miliki – baik Xbox Series X maupun Xbox One. Berkatnya, kita hanya perlu membeli permainan satu kali buat dinikmati di hardware berbeda.

Xbox Series X rencananya akan mulai dipasarkan di kuartal keempat tahun ini. Saya menduga Microsoft akan memamerkan kecanggihannya di E3 2020 serta mendemonstrasikan sejumlah game yang dapat memaksimalkan kinerja console. Hal yang paling membuat saya penasaran adalah harganya. Seberapa jauh kira-kira perusahaan mampu menekan harga Series X?