Esports Wild Rift di Mata Pelaku Esports Tanah Air: Pandangan, Tantangan, dan Harapan

League of Legends: Wild Rift yang hadir dalam fase beta pada September 2020 lalu tidak hanya dinanti oleh para pemain saja. Reputasi Riot Games sebagai “perusahaan esports” segera menciptakan gejolak bagi ekosistem esports lokal. Pemain yang belum dapat kesempatan di MOBA lain jadi segera push rank demi mendapat perhatian tim-tim besar. Para penggemar pun tak sabar, mulai bertanya-tanya soal rencana esports Wild Rift. Organisasi esports pun tak mau kalah, beberapa sudah memulai perekrutan; bahkan ada juga yang sudah memiliki roster.

Setelah rilis versi beta dan menjalankan gelaran Wild Rift SEA Pentaboom, lalu apa langkah Riot Games selanjutnya untuk Wild Rift? Pertanyaan tersebut mungkin bukan cuma saya saja yang menanyakan. Pemain, fans, dan organisasi esports bisa jadi punya pertanyaan serupa, tak sabar menunggu langkah selanjutnya dari Riot Games.

Untuk itu mari coba kita lihat dulu sudah sampai mana perkembangan esports Wild Rift di kancah lokal sejauh ini. Apa yang sedang dilakukan dan diharapkan oleh organisasi esports lokal terhadap Wild Rift? Apa yang seharusnya Riot Games lakukan terhadap esports Wild Rift nantinya? Mari coba kita bedah satu per satu.

 

Regional Beta, dan Wild Rift Pentaboom (Perkembangan dari sisi game)

Perkembangan game Wild Rift sudah cukup pesat selama kurang lebih 3 bulan perjalanannya. Jumlah Champion terus bertambah secara konsisten. Patch terus menerus digelontorkan guna memperbaiki dan melakukan balancing permainan.

Riot Games juga perlahan merilis Wild Rift di berbagai negara lain pasca regional beta pertama di 7 negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia) Oktober 2020 lalu. Namun selama 3 bulan perkembangannya, sempat ada satu fitur kunci yang diidam-idamkan namun tak kunjung hadir di dalam game. Fitur tersebut adalah Spectator Mode.

Tanpa fitur tersebut, geliat esports Wild Rift di beberapa bulan awal perilisannya jadi sedikit tersendat. Walau sudah bisa membuat custom room, namun komunitas jadi tidak bisa menayangkan pertandingan Wild Rift ke muka publik karena tidak ada Spectator Mode.

Beberapa penyelenggara tetap nekat menyelenggarakan dan menayangkan turnamen Wild Rift. Salah satunya adalah sosok kreator konten bernama Assassin Dave contohnya. Ia tetap menyelenggarakan Wild Rift Asia Brawl walau harus menerima kenyataan bahwa Wild Rift masih belum memiliki Spectator Mode beberapa pekan lalu. Hal tersebut tentu menjadi tantangan teknis tersendiri.

Selain turnamen yang digagas komunitas, turnamen yang digagas oleh Riot Games juga mengalami kesulitan serupa. Wild Rift Pentaboom adalah turnamen tersebut. Wild Rift Pentaboom juga menggunakan metode penayangan serupa, dengan cara cara mewajibkan peserta untuk melakukan stream dari layar smartphone ke internet agar dapat dilihat oleh khalayak ramai. Walaupun tetap bisa menayangkan pertandingan dan menghadirkan sosok-sosok streamer ternama di kancah MOBA, namun turnamen tersebut rasanya tetap kurang lengkap karena jadi kurang sedap ditonton.

Untungnya Riot Games cukup tanggap dengan situasi walaupun prosesnya terbilang cukup lama. Riot Games mengumumkan patch 2.1 pada tanggal 1 Februari 2021 kemarin. Patch tersebut akhirnya menyertakan fitur yang sudah didamba-damba, terutama ekosistem esports lokal secara keseluruhan. Fitur tersebut adalah Spectator Mode. Selain itu, patch tentu juga menyertakan konten-konten yang rutin hadir seperti Champion baru, balancing, juga skin baru.

 

Kondisi Ekosistem Esports Wild Rift di Indonesia Sejauh Ini

Setelah membahas perkembangan game Wild Rift, perkembangan minat tim esports lokal jadi pembahasan berikutnya. Pembahasan tersebut penting karena kehadiran tim ternama juga meningkatkan minat fans untuk menyaksikan pertandingan esports.

Dalam membahas Wild Rift pada konteks lokal, saya merasa ada empat tim yang perlu ditanyakan pendapatnya. Empat tim tersebut adalah EVOS Esports, Bigetron Esports, BOOM Esports, dan Alter Ego. Kenapa tim tersebut saya pilih? Akan saya jelaskan sembari membeberkan jawaban mereka seputar Wild Rift. Sebagai tambahan, saya juga mewawancara perwakilan dari Yamisok sebagai salah satu penyelenggara turnamen pihak ketiga yang sudah mengadakan turnamen Wild Rift pada 2 bulan ke belakang.

Pertama EVOS Esports. Sang macan biru sebenarnya belum terlihat melakukan pergerakan apapun terhadap esports Wild Rift. Belum ada open recruitment apalagi pengumuman roster. Namun para penggemar terlihat sangat mengharapkan EVOS Esports turut terjun ke Wild Rift nantinya. Apalagi setelah roster AOV (Wirraw, Pokka, Carraway, dan kawan-kawan) beberapa kali terlihat main bareng Wild Rift.

Aldean Tegar Gemilang selaku Head of Esports EVOS menjadi narasumber saya untuk menjawab pertanyaan terkait minat tim terhadap Wild Rift. Secara umum, Aldean mengatakan bahwa EVOS Esports masih dalam posisi “wait and see”. Posisi tersebut cukup wajar mengingat ekosistem Wild Rift yang belum terbentuk sempurna. Bahkan game-nya saja masih dalam tahap beta.

Sumber Gambar - YouTube Channel
Aldean Tegar, Head of Esports dari EVOS Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel Jonathan Liandi.

“Jujur kami belum punya rencana untuk masuk skena Wild Rift. Kami cenderung memilih untuk mengamati lebih dulu bagaimana Wild Rift berdampak terhadap perkembangan scene esports di Indonesia. Kalau memang dampaknya besar dan punya ekosistem yang menjanjikan, maka kami akan terjun ke dalamnya.” Aldean mengatakan.

Berhubung penasaran, saya juga bertanya soal kemungkinan roster AOV menjadi ujung tombak Wild Rift EVOS Esports. Apabila spekulasi tersebut benar, maka esports Wild Rift tentu akan jadi lebih seru. Jadi lebih seru karena mengingat prestasi roster AOV milik EVOS yang luar biasa. Aldean pun mengatakan, “kami masih no comment terkait hal tersebut. Jawabannya bisa jadi iya, bisa juga tidak.”

Selanjutnya ada Bigetron Esports. Sang robot merah putih adalah organisasi esports terdepan di skena Wild Rift sejauh ini. Mereka adalah tim pertama yang punya divisi Wild Rift di Indonesia. Roster mereka juga cukup menjanjikan karena menghadirkan sosok mantan pemain profesional League of Legends PC seperti Rully “Nuts” Sutanto sebagai salah satu contohnya.

Thomas Vetra selaku Head of Esports Bigetron adalah narasumber saya untuk menjawab bagaimana perjalanan tim tersebut di skena Wild Rift sejauh ini. “Kami sempat mengikuti turnamen level Asia yang bernama Wild Rift Asia Brawl. Kami mengakui hasilnya memang tergolong kurang maksimal sejauh ini.” Sejauh ini Bigetron Infinity (nama divisi Wild Rift Bigetron Esports) sudah berhasil lolos dari fase grup Wild Rift Asia Brawl dan sedang bertanding di babak Playoff.

Thomas Vetra, Head of Esports Bigetron. Sumber Gambar - Bigetron Esports.
Thomas Vetra, Head of Esports dari Bigetron Esports. Sumber Gambar – Bigetron Esports.

Karena Bigetron Esports cepat sekali mengumumkan divisi Wild Rift, saya jadi bertanya-tanya soal apa yang menjadi kegiatan tim dan juga bagaimana pandangan manajemen terkait keputusan yang dilakukan.

“Kalau soal kegiatan, saat ini para pemain kami wajibkan untuk berlatih di gaming house karena kebanyakan pemain memang merupakan pensiunan generasi terakhir dari esports League of Legends. Kalau soal turnamen, memang cukup sulit mencari ladang tanding tim Wild Rift dari apa yang saya perhatikan sejauh ini. Lalu kalau soal membuat tim saat ekosistemnya belum siap, saya merasa hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kerugian tapi ke arah sebuah investasi. Apalagi saya pribadi juga merasa Wild Rift punya peluang menjadi besar di pasar Asia dan kawasaln lainnya.” Tutur Thomas.

Berikutnya ada BOOM Esports. Tim dengan jargon #HungryBeast ini baru mengmumkan roster Wild Rift. Tidak sekadar mengumumkan roster saja, BOOM Esports cukup niat untuk menyajikan dokumentasi proses seleksi yang dilakukan. Bermodalkan insting Leonard “OMO” yang sudah malang melintang sebagai pelatih League of Legends di Asia, BOOM Esports menyaring 3000 lebih pendaftar sampai menyisakan 5 pemain muda berbakat yang diumumkan tanggal 1 Februari 2021 kemarin.

Untuk mengetahui lebih lanjut soal alasan BOOM Esports melakukan perekrutan divisi Wild Rift secara lebih dini, saya pun bertanya kepada Gary Ongko selaku Founder dan CEO BOOM Esports.

Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar - YouTube Channel HybridIDN.
Gary Ongko Putera, Owner dan CEO dari BOOM Esports. Sumber Gambar – YouTube Channel HybridIDN.

“Alasannya karena kami merasa League of Legends adalah franchise yang punya reputasi baik di kancah esports. Ditambah lagi kami juga melihat bagaimana MOBA di mobile laku keras di Indonesia. Karena hal tersebut kami jadi merasa bahwa Wild Rift punya potensi mencapai kesuksesan serupa bahkan mungkin dengan lingkup negara yang lebih luas.” Ucap Gary Ongko kepada saya.

Gary Ongko lalu juga bercerita soal proses seleksi yang dilakukan oleh BOOM Esports yang prosesnya berlangsung selama kurang lebih sekitar dua bulan.

“Bicara soal perekrutan, untungnya kami dibantu oleh coach OMO yang punya pengetahuan mendalam terhadap League of Legends. Berkat sang pelatih, kami bisa mendapatkan talenta berbakat. Pemain-pemain kami tergolong masih hijau, tapi saya merasa mereka punya potensi. Hasil scrim mereka juga cukup memuaskan dan sang pemain terlihat punya niat belajar tinggi; yang memang penting bagi seorang pemain profesional.” Gary menceritakan soal pemain-pemain terpilih dari 3000 lebih kontestan.

“Lalu kalau bicara soal challenge, salah satu yang sulit adalah mencari orang yang berkualitas di skena LoL. Menurut saya alasannya adalah karena game tersebut tidak sempat berkembang sangat besar di Indonesia. Karenanya jadi sulit mencari orang yang benar-benar expert sampai akhirnya kami memutuskan untuk merekrut OMO (pelatih LoL asal Singapura). Tantangan lain adalah situasi pandemi saat ini. Pada awalnya kami berencana melakukan bootcamp saat seleksi. Tapi karena pandemi, formatnya pun terpaksa kami ubah menjadi online saja.” Gary melanjutkan ceritanya membahas tantangan selama seleksi.

Terakhir ada Alter Ego. Tim ini juga tak kalah penting untuk disorot dibanding dengan tim lainnya. Pasalnya, Alter Ego bersama ONIC Esports baru saja menerima undangan langsung untuk bertanding di turnamen Wild Rift resmi Riot Games yang perdana yaitu Wild Rift SEA Icon Series: Preseason. Undangan tersebut cukup mengejutkan karena Alter Ego belum terlihat memiliki divisi Wild Rift sejauh ini.

Indra Hadiyanto selaku COO dan Co-Founder Alter Ego pun angkat bicara soal roster Wild Rift dan cerita Alter Ego diundang ke dalam turnamen Wild Rift Icon Series saat saya wawancara beberapa hari lalu (04/02).

“Soal kenapa Alter Ego diundang, mungkin organisasi kami ter-notice karena punya prestasi di skena VALORANT yang juga game dari Riot Games. Kalau ditanya kenapa Alter Ego diundang, pihak developer sebenarnya sudah punya kriteria tersendiri, mulai dari segi pemain, rank, dan mereka bahkan juga memberi pertanyaan-pertanyaan kepada manajemen sebelum akhhirnya diudang. Pada saat mengundang, Riot Games juga menjelaskan kepada kami (para pemilik tim) soal roadmap dari game-game mereka.” Tutur Indra.

Indra Hadiyanto, COO
Indra Hadiyanto, COO dan Co-Founder Alter Ego.

Terkait roster, Indra pun menjelaskan. “Alter Ego memang belum melakukan announcement, tetapi kami memiliki roster Wild Rift yang sudah dikontrak sejak Desember 2020. Alasan kenapa belum diumumkan adalah karena kombinasi situasi pandemi COVID-19, gaming house Alter Ego yang sedang direnovasi, dan kondisi pemain Wild Rift kami yang berdomisili di luar Jakarta. Soal siapa roster-nya, kelima pemain kami berasal dari Indonesia yang beberapa merupakan mantan pemain League of Legends (PC). Divisi Wild Rift kami juga bisa dibilang cukup mendominasi skena kompetitif lokal yang ada sejauh ini. Salah satunya adalah turnamen komunitas bertajuk IEC yang berhasil kami menangkan pada beberapa kesempatan.”

Terakhir untuk melengkapi pandangan terhadap kondisi ekosistem Wild Rift Indonesia sejauh ini, saya juga mewawancara perwakilan dari penyelenggara turnamen pihak ketiga. Ada Putri Fauziah selaku Project Manager dari Yamisok, sebuah platform turnamen esports berbasis teknologi. Yamisok sudah rutin mengadakan turnamen walaupun Wild Rift belum bisa ditayangkan pada dua bulan lalu karena belum ada mode spectator.

“Ketidakhadiran mode spectator memang berpengaruh banget bagi komunitas. Karena enggak bisa live, kami jadi enggak bisa ajak para pemain berinteraksi. Padahal sejauh pengalaman saya, game-game baru biasanya ramai penonton apabila di-livestream. Apalagi kalau dilengkapi dengan giveaway sambil memberi unjuk bentuk tayangan pertandingan game baru tersebut kepada komunitas.” Tutur Putri menceritakan pengalamannya.

Putri Fauziah, Project Manager dari Yamisok.
Putri Fauziah, Project Manager dari Yamisok.

“Lalu kalau ditanya soal antusiasme komunitas, saya melihat sejauh ini penerimaannya sangat baik. Banyak pemain tertarik untuk mengikuti turnamen. Ketika kami buka slot turnamen, pemain dan tim langsung mengerubungi dan mengisi slot tersebut. Bahkan apablia selang satu bulan saja tidak ada turnamen, maka beberapa pemain akan langsung bertanya-tanya. Soal siapa pesertanya, saya lihat ada beberapa pemain adalah eks-pemain LoL PC yang sekarang main Wild Rift. Mungkin karena turnamen LoL PC yang sudah semakin sedikit sekarang. Jadi sejauh pengamatan saya, Wild Rift memang memberi dampak yang baik kepada ekosistem karena antusiasme pemain dan juga karena menambah variasi game MOBA yang ada untuk dipertandingkan.” Putri melanjutkan ceritanya membahas antusiasme komunitas.

 

Segala Harapan Untuk Wild Rift di Tahun 2021.

Menutup obrolan, lima narasumber saya juga menyatakan beberapa harapan mereka terhadap scene Wild Rift ke depannya di tahun 2021.

“Kalau bicara dalam konteks lokal, saya berharap Riot Games punya strategi yang mantap agar komunitas bisa berkembang dan semoga bisa bersaing dengan MOBA Mobile yang sudah besar di Indonesia. Karena kalau dalam konteks SEA saya sebenarnya cukup yakin bahwa Wild Rift akan menjanjikan.” Aldean Tegar dari EVOS mengatakan.

“Menurut saya Riot Games mungkin bisa memanfaatkan pasar League of Legends dan memberikan turnamen berhadiah besar untuk level Asia terlebih dulu. Tapi di luar itu, saya merasa bahwa Riot Games seharusnya sudah sangat paham mengenai ekosistem esports.” Thomas dari Bigetron Esports mengatakan.

“Gue berharap Riot Games terus konsisten mempromosikan Wild Rift dalam jangka pendek. Untuk jangka panjang gue berharap Riot Games bisa memberi support dan serius menggarap ekosistem esports Wild Rift. Tetapi berdasarkan apa yang gue lihat dari LoL dan VALORANT, gue cukup yakin Wild Rift juga akan digarap serius. Terakhir harapan gue mungkin adalah semoga Wild Rift tidak dibuat jadi semakin mudah. Kenapa? Supaya bisa membedakan antara pemain profesional dengan pemain casual.” Tutur Gary Ongko.

Worlds 2019
Kehadiran Worlds di skena League of Legends sudah menjadi fenomena tersendiri. Ketika Riot Games menyajikan Wild Rift, tidak heran kalau banyak orang berharap game tersebut juga bisa memiliki turnamen serupa. Sumber Gambar – Riot Games Official.

“Harapan gue mungkin lebih ke arah ekosistem lokal Indonesia. Berharap Indonesia bisa mendominasi kancah internasional Wild Rift nantinya. Apalagi saya juga memperhatikan bahwa Riot Games memberi kesempatan yang sangat besar kepada pemain dari SEA untuk game Wild Rift.” Indra dari Alter Ego menambahkan.

“Kalau dari saya sih, cuma berharap semoga ekosistem Wild Rift bisa berkembang dengan baik, bertahan lama, dan semoga game-nya tetap enteng dimainkan agar tetap bersahabat bagi gamers Indonesia.” Putri juga menambahkan.

League of Legends: Wild Rift sendiri masih berada dalam status beta sampai pada saat artikel ini ditulis. Ketika saya berbincang dengan tim pengembang Wild Rift bulan Oktober 2020 lalu, Brian Feeney selaku Design Director Riot Games juga menceritakan bagaimana membuat mobile games adalah proses yang menantang bagi mereka dan bagaimana pola kerja Riot Games juga cenderung mengutamakan pengembangan game lebih dulu baru menuju ke esports kemudian.

Berhubung game-nya belum bisa dibilang selesai, perkembangan ekosistem Wild Rift malah mungkin tergolong cepat jika berdasarkan dari apa yang kita lihat dari cerita-cerita di atas. Walaupun memang, kebanyakan inisiatifnya justru diumulai oleh pihak-pihak ketiga. Contohnya seperti tim-tim lokal yang sudah berani membuat tim walau Riot Games belum membeberkan rencana esports Wild Rift secara gamblang ataupun para penyelenggara pihak ketiga yang nekat melaksanakan turnamen untuk komunitas walau dengan segala keterbatasan.

Sumber: YouTube Channel League of Legends: Wild Rift
Dari sekitar 3 bulan Wild Rift beredar di pasaran, proses perkembangannya relatif cepat bagi developer dengan pengalaman pengembangan game mobile yang minim seperti Riot Games. Sumber Gambar –  YouTube Channel League of Legends: Wild Rift

Ke depannya, saya selaku pengamat merangkap penggemar sebenarnya punya harapan serupa seperti Gary Ongko; yaitu berharap Wild Rift punya turnamen dunia layaknya LoL dan berharap tim dari Indonesia turut berlaga di sana. Namun dari sudut pandang ekosistem, saya berharap Riot Games bisa belajar dari Tencent dalam mengelola PUBG Mobile.

Pendekatan dengan alur dari komunitas yang bermuara ke arah profesional bisa jadi alasan kenapa PUBG Mobile berhasil mengakar di Indonesia. Sepanjang perkembangannya, kita bisa melihat sendiri bagaimana ekosistem PUBG Mobile tidak hanya memperhatikan sisi kompetisi profesional saja. PUBG Mobile juga memperhatikan ekosistem esports lain yang ada di berbagai level.

Contoh nyatanya adalah kehadiran turnamen seperti PMCO (tingkat komunitas) sampai PMCC (tingkat Universitas) yang disertai dengan aktivitas seperti Caster Hunt dan Campus Ambassador. Karena bagaimanapun, ekosistem esports bukan cuma soal para profesional saja. Komunitas dan berbagai macam elemen di dalamnya juga memiliki fungsi penting sebagai akar yang menjaga agar ekosistem esports di tingkat teratas bisa tetap kokoh dan bertahan lama.

Sumber gambar utama – Official Riot Games

Ecommerce di Esports, Mau Apa?

Jika ditanya apa kesamaan antara ecommerce dan esports, saya akan menjawab, keduanya sama-sama menambahkan unsur “e” — electronic — pada sebuah kegiatan. Di kasus ecommerce, kegiatan tersebut adalah dagang (commerce) dan di esports, olahraga (sports). Keduanya memanfaatkan internet untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada sebelumnya. Namun, selain itu, saya rasa, tidak ada kesamaan lain di antara keduanya.

Meskipun begitu, banyak perusahaan ecommerce yang menjajaki industri competitive gaming. Tak percaya? Buktinya, pada 2014, Amazon mengakuisisi platform streaming game Twitch. Pada 2016, raksasa ecommerce Tiongkok, Alibaba, menanamkan investasi sebesar US$150 juta di esports. Perusahaan ecommerce asal Tiongkok lainnya, JD juga punya tim esports sendiri. Dan jangan salah, di Indonesia, perusahaan-perusahaan ecommerce juga mulai menjajaki esports, mulai dari yang hijau, biru, oranye, sampai merah.

 

Bukti Keterlibatan Ecommerce Lokal di Esports

Berikut daftar turnamen yang disponsori atau didukung oleh perusahaan ecommerce, serta kerta kerja sama antara perusahaan ecommerce dengan tim esports Indonesia:

2017
– Tokopedia mengadakan Revival E-sports Festival

2018
– Tokopedia mengadakan Battle of Fridays (TBOF)
– JD.id jadi sponsor dari High School League (HSL) Season 1

2019
– Blibli mendukung Piala Presiden 2019
– Blibli mengadakan Blibli Esports Championship (BEC)
– JD.id jadi sponsor dari High School League Season 2
– Shopee kerja sama dengan Louvre
– Shopee mengadakan Shopee Fire Cup
– Tokopedia mengadakan Indonesia Esports National Championship (IENC)

2020
– Blibli mendukung Piala Presiden 2020
– Lazada menggandeng EVOS Esports

Battle of Fridays jadi salah satu turnamen esports dengan hadiah terbesar pada 2018. | Sumber: Bolalob
Battle of Fridays jadi salah satu turnamen esports dengan hadiah terbesar pada 2018. | Sumber: Bolalob

Dari semua turnamen di atas, Tokopedia Battle of Fridays menawarkan total hadiah paling besar, yaitu Rp1,9 miliar. Memang, turnamen itu menjadi salah satu kompetisi esports dengan hadiah terbesar pada 2018. Menggunakan format tertutup, TBOF mengadu beberapa game sekaligus, yaitu Dota 2, Counter-Strike: Global Offensive, Mobile Legends, dan Point Blank. Mereka mengundang 12 tim esports profesional untuk ikut serta, termasuk Bigetron Esports, BOOM Esports, dan EVOS Esports.

Bukan hanya TBOF, Indonesia Esports National Championship juga menawarkan hadiah yang cukup besar, mencapai Rp750 juta. Walau IENC memiliki total hadiah yang jauh lebih kecil dari TBOF, turnamen ini juga tak kalah pamor, karena dijadikan sebagai ajang kualifikasi untuk memilih atlet esports yang akan maju di SEA Games 2019. Turnamen esports yang melibatkan ecommerce lain juga menawarkan hadiah yang cukup fantastis. Misalnya, total hadiah Blibli Esports Championship mencapai Rp500 juta, sementara JD.id High School League bahkan mencapai Rp1,2 miliar.

Oke, mari beralih untuk membahas kerja sama antara perusahaan ecommerce dan tim esports. Salah satu ecommerce yang pernah mendukung organisasi esports profesional adalah Shopee. Pada tahun lalu, mereka memutuskan untuk menjadi sponsor dari Louvre karena mereka menganggap, tim tersebut memiliki potensi untuk menang. Selain sponsorship, kerja sama keduanya juga meliputi pengadaan official store dari Louvre di Shopee.

EVOS punya official store di Lazada. | Sumber: Lazada
EVOS punya official store di Lazada. | Sumber: Lazada

Sementara itu, pada April 2020, Lazada mengumumkan kolaborasinya dengan EVOS Esports. Sama seperti Shopee, salah satu bentuk kerja sama antara Lazada dan EVOS adalah pembukaan official store EVOS di Lazada. Hanya saja, Lazada dan EVOS juga punya kerja sama lain, yaitu EVOS harus mengisi program live streaming Lazada Cyber Combat.

 

Ecommerce Adakan Turnamen Esports, Memang Bisa?

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Pepatah ini tampaknya cocok digunakan untuk menggambarkan Blibli, yang memutuskan untuk menangani penyelenggaraan Blibli Esports Championship sendiri. “Pelaksanaan turnamen BEC tersebut disiapkan dan dilakukan oleh tim khusus yang dimiliki oleh Blibli,” ujar Lani Rahayu, Associate Vice President Social Media and Community Blibli dan Project Lead Blibli Esports Championship. “Kami juga berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk gaming provider para mitra brand yang menyediakan produk-produk terkait dengan esports, komunitas, juga akademisi (HIMA di universitas Jadetabek).”

Tentu saja, pendekatan masing-masing ecommerce tak harus sama. Berbeda dengan Blibli, Tokopedia memilih untuk bekerja sama dengan pelaku industri esports. Pada 2018, untuk mengadakan Battle of Fridays, Tokopedia bekerja sama dengan IESPL. Sementara untuk menyelenggarakan Indonesia Esports National Championship, mereka menggandeng IESPA.

“Lewat berbagai kolaborasi dengan para tournament organizer ini, Tokopedia dilibatkan dalam pemilihan game yang akan dipertandingkan. Penentuan game dilakukan berdasarkan popularitas, skena kompetitif dan komunitas game tersebut,” ujar Jonathan Gilbert Tricahyo, Top-up Digital Singular Senior Lead Tokopedia.

Sementara itu, JD.id tak mau repot dan lebih memilih untuk menjadi title sponsor dari High School League. Untuk membahas tentang pengadaan HSL lebih lanjut, saya menghubungi Chief Marketing Officer dan Founder Yamisok, Diana Tjong.

“JD.id merupakan title sponsor kita, tapi event-nya, High School League, memang punya kita,” ujar Diana ketika dihubungi melalui pesan singkat. Dia menjelaskan, JD.id tertarik untuk mensponsori HSL karena perusahaan ecommerce tersebut memang tertarik dengan konsep HSL. Namun, JD.id tidak ikut campur tangan dalam memilih game yang akan ditandingkan dalam HSL. “Segala sesuatunya jadi tanggung jawab Yamisok dan MoobaTV,” katanya.

High School League pada 2018. | Sumber: Kastara
High School League pada 2018. | Sumber: Kastara

Jika dibandingkan dengan turnamen esports lainnya, salah satu keunikan HSL adalah karena liga ini menyasar pemain amatir di tingkat SMA dan setara. Hanya saja, kepuutsan ini juga menimbulkan masalah tersendiri, seperti keengganan pihak sekolah atau orangtua mengizinkan anak mereka berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Untuk mengatasi masalah itu, Yamisok lalu mengundang psikolog dan mengadakan roadshow ke berbagai sekolah.

“Tujuan kami melakukan roadshow adalah sebagai pendekatan dan edukasi pada orangtua dan pihak sekolah, agar bisa menjadi jembatan antara dunia pendidikan dengan esports,” jelas Diana. “Sekarang pun, kita buat program-program lanjutan. Di Yamisok, ada student representative. Sekarang, kita lagi buat trial class untuk akademi esports buat ekskul esports di sekolah.”

 

Media dan Dokumentasi Kompetisi Esports

Yamisok bukan satu-satunya pihak yang memiliki andil dalam penyelenggaraan HSL. EsportsID juga punya campur tangan sebagai media partner. Salah satu tugas mereka adalah melakukan dokumentasi dari kegiatan HSL, termasuk saat grand final dan wawancara pemenang setelah turnamen berakhir.

“Sebagai media partner, tugas kami pastinya untuk mempromosikan event-nya,” kata Michael Samuel, Editor-in-Chief, EsportsID, saat dihubungi melalui pesan singkat. “Dalam dokumentasi, kita juga bantu membuat video perjalanan tim-tim finalis saat mereka di Jakarta, sampai mereka bertanding di grand final. Kami juga buat video after event ke sekolah yang juara, mengenai dampak dan pandangan positif tentang esports dari pihak sekolah. Jadi, kita wawancara guru dan timnya.” Dia menjelaskan, mereka dapat melakukan hal ini karena sekolah yang keluar sebagai juara HSL akhirnya memutuskan untuk mengadakan program ekstrakurikuler esports.

Jumlah penonton menjadi salah satu daya tarik turnamen esports. Semakin banyak orang yang menonton turnamen esports, semakin menarik pula turnamen itu di mata sponsor. Untuk turnamen esports profesional, seperti Mobile Legends Professional League, kemampuan bermain para pemain profesional jadi salah satu daya jualnya. Sayangnya, hal ini tidak berlaku untuk turnamen amatir seperti HSL. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada hal yang pantas untuk diangkat dari pertandingan amatir.

Michael berkata, “Untuk turnamen pro dan amatir, topik yang diangkat juga berbeda. Kalau pro kan yang diangkat pasti tim atau player-nya. Sedangkan pertandingan amatir, kita bisa tampilkan perjuangan mereka, background tim atau sisi lainnya.”

Terkait HSL, Michael menjelaskan bahwa salah satu hal yang mereka coba highlight adalah usaha para tim untuk mendapatkan izin sekolah. Mereka juga menampilkan bagaimana para tim berjuang keras untuk bisa lolos babak kualifikasi hingga juara. Selain itu, EsportsID juga mengangkat topik tentang esports itu sendiri. Pasalnya, dia mengaku, masih banyak stigma buruk terkait esports yang beredar di masyarakat.

 

Tujuan Ecommerce Masuk ke Dunia Esports

Ketika ditanya tentang alasan Tokopedia terjun ke dunia esports, Jon menjawab, mereka masuk ke industri esports untuk membangun ekosistem competitive gaming sehingga orang-orang yang memiliki impian untuk berkarir di dunia esports akan bisa mencapai mimpinya.

“Mengingat potensi industri gaming di Indonesia masih sangat besar, baik dari sisi pemain maupun tim Indonesia yang sudah banyak berprestasi di level internasional. Esports bahkan saat ini menjadi industri baru yang banyak membuka kesempatan kerja kepada para peminatnya,” ujar Jon. “Kami berharap, dengan adanya dukungan Tokopedia terhadap industri esports di Indonesia, akan lebih banyak lagi talenta-talenta terbaik negeri yang nantinya bisa mendunia.”

Babak akhir Blibli Esports Championship. | Sumber: Blibli
Babak akhir Blibli Esports Championship. | Sumber: Blibli

Sejalan dengan Tokopedia, Blibli mengungkap bahwa salah satu alasan mereka tertarik mengadakan BEC adalah karena mereka melihat betapa tingginya minat akan esports di Indonesia. Hal ini mendorong mereka untuk ikut serta dalam membangun ekosistem esports.

“Kami mendukung esports karena sejalan dengan semangat serta komitmen Blibli sebagai ecommerce lokal yang ingin terus mendorong pemberdayaan kepada masyarakat,” kata Lani. “Melalui esports, Blibli berharap anak-anak muda dapat menggunakan konten teknologi atau games untuk pengembangan diri, seperti membentuk sportivitas, teamwork, kemampuan strategic thinking, dan membuka lapangan pekerjaan baru serta membangun karir untuk para gamers muda Indonesia, termasuk salah satunya menjadi atlet esports.”

Singkatnya, baik Blibli maupun Tokopedia mendukung esports dengan harapan industri ini bisa berkembang lebih besar lagi. Dengan begitu, semakin banyak gamer Indonesia yang bisa unjuk gigi. Tak hanya itu, semakin besar industri esports, semakin banyak pula lowongan pekerjaan baru yang muncul.

Tak ada yang salah dengan semua tujuan altruistik ini. Hanya saja, Blibli, Tokopedia, atau ecommerce lainnya tetaplah perusahaan yang dibangun untuk mendapatkan untung. Mustahil rasanya mereka rela mengeluarkan uang hingga beratus-ratus juta atau bahkan bermiliar rupiah jika tak ada untung yang bisa didapat perusahaan.

Jadi, pertanyaannya adalah keuntungan apa yang bisa didapatkan oleh perusahaan ecommerce jika mereka masuk ke dunia esports? Jawabannya sederhana: perhatian penonton. Pada 2018, jumlah penonton esports di dunia mencapai 395 juta orang, menurut data dari Newzoo. Angka ini terus naik, menjadi 443 juta pada 2019, dan diperkirakan menjadi 495 juta pada 2020. Jadi, tidak heran jika perusahaan non-endemik, seperti ecommerce, tertarik untuk aktif di industri esports.

Pertumbuhan jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo
Pertumbuhan jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Jika tujuan ecommerce masuk esports untuk menarik perhatian fans esports, hal ini sesuai dengan penjelasan Diana. Dia berkata, salah satu KPI (Key Performance Indicator) yang mereka harus capai saat menyelenggarakan HSL adalah impresi. “Impression itu mencakup semua, dari viewer, Instagram, influencer, dan media juga,” ujar Diana. “Tapi, target offline-nya berbeda.”

Memang, dalam konferensi pers High School League Season 2, pihak JD.id mengungkap, menjadi sponsor dari turnamen esports ini merupakan bagian dari strategi marketing mereka. Pasalnya, dengan menjadi title sponsor, nama JD.id akan selalu disandingkan dengan HSL. Tak hanya itu, logo mereka juga akan ditampilkan di semua atribut HSL. Jadi, melalui HSL, JD.id akan dapat meningkatkan brand awareness masyarakat, khususnya di kalangan siswa SMA atau setara, orangtua, dan pihak sekolah.

Setelah mengadakan turnamen esports sendiri, Blibli berhasil menjangkau penonton esports. Ketika ditanya tentang dampak yang telah Blibli rasakan setelah mereka masuk ke dunia esports, Lani menjawab, “Dampak dari penyelenggaraan esports bagi kami tentunya bisa menjangkau audience millenials yang lebih muda menjadi pelanggan Blibli. Selain itu, kami juga melihat penjualan khususnya voucher game terus meningkat, partner-partner yang menyediakan perlengkapan gaming semakin bertambah.”

Memanfaatkan hype esports sebagai alat marketing, apakah ini salah? Tentu tidak. Tak bisa dipungkiri, esports tengah populer, apalagi di tengah pandemi. Jika perusahaan ecommerce — atau perusahaan non-endemik lain — tertarik untuk mendukung pelaku esports agar mereka bisa memperkenalkan brand mereka para penonton esports, tak ada yang salah dengan itu. Toh, semakin banyak perusahaan yang tertarik mendukung pelaku esports, semakin baik.

Namun, tidak semua turnamen esports mendewakan view. Setidaknya, hal inilah yang dipercaya oleh Michael. Dia berkata, “Kalau dari saya pribadi, sebenarnya setiap event esports pasti punya tujuan masing-masing. Memang benar, tujuan itu bisa jadi view, awareness, dan lain-lain. Tapi, nggak sedikit juga event yang memang tujuan utamanya untuk mencari bibit baru dan tidak sekadar viewers sih.”

 

Penutup

Bayangkan jika Anda sedang jatuh cinta pada seseorang yang punya ketertarikan yang berbeda dengan Anda. Bukankah Anda juga akan berusaha untuk memahami hal yang disukai oleh gebetan Anda? Tujuannya, agar Anda dan si dia punya bahan obrolan. Dan mungkin, dari sana, kalian bisa jadi lebih dekat dan berakhir menjadi sepasang kekasih.

Perusahaan non-endemik, dalam hal ini ecommerce, juga begitu. Mereka tahu bahwa target konsumen mereka di masa depan — generasi Milenial dan Gen Z — kini tengah sangat suka dengan konten game dan esports. Tentu saja, mereka tak akan melewatkan kesempatan ini. Mereka ikut masuk ke dunia esports sebagai bentuk pedekate dengan fans esports. Dari sana, mungkin saja ada yang berakhir dengan checkout keranjang belanja.

Sumber header: Blibli

Buat Platform Turnamen Esports, Padiplay Dukung Komunitas Gamer Amatir

Jumlah pemain aktif bulanan Mobile Legends di Indonesia mencapai 31 juta orang, mengutip data dari IndoTelko. Sementara itu, dalam Mobile Legends Pro League, turnamen Mobile Legends paling bergengsi di Indonesia, hanya ada 8 tim yang bertanding. Jika masing-masing tim memiliki 6 pemain (dengan 1 cadangan), maka total pemain profesional di MPL hanyalah 48 orang.

Dari sini, terlihat bahwa meskipun ada banyak gamer di Indonesia, tapi gamer yang bisa menjadi atlet esports profesional dan berlaga di turnamen bergengsi, jumlahnya hanya segelintir saja. Untungnya, Moonton mulai menyelenggarakan Mobile Legends Developmental League, sehingga ada lebih banyak pemain Mobile Legends yang bisa berlaga di turnamen profesional. Hanya saja, pada akhirnya, tetap ada jutaan pemain Mobile Legends yang harus puas hanya menjadi penonton.

Padahal, turnamen untuk pemain amatir dan semi-pro juga sama pentingnya dengan turnamen profesional dalam mengembangkan ekosistem esports. Keberadaan komunitas gamer yang aktif mengadakan turnamen di tingkat grassroot juga bisa menguntungkan developer game, karena turnamen amatir dapat meningkatkan engagement para pemain.

Piramida ekosistem esports.
Piramida ekosistem esports.

Lalu, bagaimana jika para pemain amatir ingin ikut merasakan serunya berlaga di turnamen esports? Kabar baiknya, saat ini, telah muncul sejumlah platform turnamen esports yang memudahkan komunitas atau bahkan individu untuk membuat turnamen esports. Salah satunya adalah Padiplay.

 

Sekilas tentang Padiplay

Padiplay merupakan platform turnamen esports yang didirikan oleh Budi Santoso Asmadi, yang kini juga menjabat sebagai CEO Padiplay. Platform tersebut mulai dibangun pada Mei 2019 dan diluncurkan pada Agustus 2019. Budi menjelaskan, dia tertarik untuk membuat Padiplay setelah melihat banyaknya gamer di Indonesia.

“Menurut data dari Decision Lab, jumlah pemain game di Indonesia mencapai 100 juta orang, hampir separuh dari total penduduk di Indonesia,” ujar Budi dalam wawancara bersama Hybrid. Para gamer ini dibagi ke dalam 3 kategori: gamer PC, konsol, dan mobile. Di antara ketiga jenis gamer tersebut, mobile gamer memiliki jumlah paling banyak dan pertumbuhan paling pesat. TIdak heran, mengingat Indonesia memang merupakan mobile-first.

Budi juga percaya, industri game dan esports di Indonesia masih akan terus tumbuh dalam 10 tahun ke depan. Buktinya, jumlah view dari sejumlah turnamen esports besar di Indonesia menembus angka jutaan. “Kami lalu tertarik untuk mengembangkan platform yang bisa menjadi wadah esports, sehingga para event organizer dan pemain atau tim bisa join,” ujarnya.

Ketika ditanya tujuannya untuk membuat Padiplay, Budi menjelaskan, scene esports layaknya piramida. Para pemain esports profesional ada di puncak piramida dan pemain biasa di dasar piramida. Jumlah pemain esports profesional memang sedikit, tapi ekosistem esports profesional sudah terbentuk dengan baik. Pemain esports pro bisa bertanding di turnamen besar yang diadakan secara rutin. Sebaliknya, meskipun jumlah pemain amatir jauh lebih banyak, tidak banyak turnamen yang tersedia untuk mereka.

Turnamen esports kini bisa menarik banyak penonton.
Turnamen esports kini bisa menarik banyak penonton.

“Kami survei di beberapa daerah, banyak pemain game yang juga mau ikut turnamen tapi tidak punya wadahnya,” ungkap Budi. “Bagaimana kalau kita jadi wadah untuk banyak turnamen, yang tersebar sampai pelosok? Kami lalu membuat platform yang bisa diakses secara online. Alasannya, event organizer kan biasanya hanya bergerak secara lokal. Misalnya, mereka ada di Cikarang, ya pemain yang bisa ikut hanya pemain yang ada di Cikarang saja.” Sementara jika turnamen diadakan online, maka semua gamer — asalkan mereka punya koneksi internet yang memadai — akan bisa ikut dalam kompetisi itu.

 

Mekanisme Padiplay

Padiplay layaknya situs agregasi turnamen esports. Di Padiplay, Anda bisa menemukan banyak turnamen esports dari berbagai game, mulai dari mobile game seperti Mobile Legends, game PC seperti Counter-Strike: Global Offensive, sampai game konsol seperti FIFA. Jika tertarik untuk ikut dalam sebuah turnamen, Anda juga bisa langsung mendaftarkan diri melalui situs Padiplay.

Tak hanya itu, Anda juga bisa menggunakan platform Padiplay untuk membuat turnamen esports sendiri. Membuat kompetisi esports di Padiplay cukup mudah. Anda hanya perlu mendaftarkan diri di situsnya dan melakukan verifikasi email. Setelah itu, Anda bisa masuk ke bagian “Organize” untuk membuat turnamen sendiri. Anda lalu akan diminta untuk memasukkan nama turnamen, menentukan game yang akan dimainkan, jumlah peserta, total hadiah, serta format pertandingan, misalnya single-elimination.

Padiplay juga bisa menampilkan informasi caster jika Anda ingin menggunakan jasa caster dalam turnamen yang Anda buat. Setelah menentukan segala sesuatu tentang turnamen yang Anda inginkan, Anda bisa mempublikasikan kompetisi tersebut. Turnamen yang Anda buat lalu akan muncul di situs Padiplay, memungkinkan para pemain untuk melihat informasi terkait kompetisi tersebut dan mendaftarkan diri jika mereka tertarik.

Tampilan halaman ketika hendak membuat turnamen esports di PadiPlay.
Tampilan halaman ketika hendak membuat turnamen esports di Padiplay.

Budi mengaku, selain menjadi platform turnamen esports, Padiplay juga ingin mengembangkan komunitas gamer. “Sejauh ini, ada sekitar 100 komunitas yang telah menggunakan Padiplay. Dan jumlah komunitas yang pernah menggunakan platform Padiplay untuk turnamen online atau offline, ada sekitar 58 komunitas,” ujarnya. Sementara jumlah tim yang terdaftar di Padiplay mencapai sekitar 5 ribu tim.

Menurut Budi, paling banyak, komunitas di Padiplay berasal dari Kalimantan, walau juga ada banyak yang berasal dari Jawa. Sementara game yang memiliki komunitas paling banyak adalah Mobile Legends, diikuti oleh PUBG. “Kita juga merupakan community hero dari Moonton. Karena kita memang punya turnamen mingguan untuk Mobile Legends. Kita juga menjadi rekan Tencent untuk PUBG Mobile,” aku Budi.

Padiplay bukan satu-satunya platform yang ingin mengembangkan komunitas gaming dan esports di Indonesia. Yamisok merupakan platform lain yang juga tertarik mengembangkan komunitas gaming dan esports. Sama seperti di Padiplay, Yamisok juga merupakan situs agregasi turnamen esports. Kabar baiknya, Yamisok dapat membantu Anda untuk menemukan komunitas atau tim esports. Hanya saja, Anda tidak bisa membuat turnamen sendiri di sini.

Daftar turnamen yang tampil di Yamisok.
Daftar turnamen yang tampil di Yamisok.

Apa yang bisa Anda buat di Yamisok adalah komunitas game. Untuk itu, Anda cukup masuk ke bagian “Komunitas” dan menekan tombol “Buat Komunitas”. Kemudian, Anda akan diminta untuk menentukan nama komunitas, memberikan deskripsi, dan memilih jenis komunitas game yang hendak dibuat. Selain itu, Anda juga akan diminta untuk memberikan nomor telepon, nomor identitas beserta foto identitas. Tampaknya, hal ini ditujukan agar orang-orang tidak sembarangan membuat komunitas dan membiarkannya terbengkalai begitu saja.

 

Monetisasi dan Rencana Padiplay ke Depan

Anda bisa menggunakan platform Padiplay untuk mencari turnamen dan membuat kompetisi secara gratis. Lalu, darimana sumber penghasilan Padiplay? Pada dasarnya, ada 2 sumber pemasukan Padiplay. Pertama adalah sponsor. Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk menjadi sponsor dari turnamen di Padiplay, maka mereka harus menyiapkan total hadiah dan menyediakan dana untuk penyelenggaraan turnamen, termasuk bayaran untuk Padiplay.

Bukopin merupakan salah satu sponsor Padiplay. Dari sektor perbankan, Padiplay juga pernah didukung oleh BRI. Sponsor Padiplay tak melulu datang dari sektor perbankan, tapi juga industri lain, seperti asuransi, startup, dan bahkan universitas. “Kita juga pernah mengadakan turnamen untuk MRT,” ujar Budi. Mengingat semakin banyak perusahaan non-endemik yang masuk ke dunia esports, tidak heran jika sponsor Padiplay berasal dari berbagai industri.

Selain sponsor, sumber pemasukan Padiplay yang lain adalah pengadaan turnamen premium. Yang dimaksud dengan turnamen premium adalah kompetisi yang memiliki biaya pendaftaran. “Jika komunitas membuat turnamen premium, mereka akan membagi hasilnya dengan kami,” kata Budi. “Karena mereka menggunakan payment gateway Padiplay. Dan kita juga akan bantu adakan siaran live turnamen mereka.”

Budi berkata, Padiplay berharap bahwa komunitas yang ada di bawah Padiplay juga akan bisa berkembang. “Kami tidak membangun komunitas sekedar untuk menambah database. Kami ingin mengembangkan esports bersama komunitas,” ujarnya. Dia berharap, komunitas game juga bisa tumbuh secara komersil. Karena itu, sebuah sponsor bisa memutuskan untuk mensponsori Padiplay atau komunitas game terentu. Tak berhenti sampai di situ, di masa depan, Padiplay juga berencana untuk menambahkan fitur commerce alias belanja di situsnya. Melalui fitur ini, komunitas gaming akan bisa menjual berbagai merchandise mereka, sama seperti yang dilakukan oleh tim-tim profesional.

Sebagai platform turnamen esports, fokus Padiplay saat ini adalah untuk mengadakan turnamen esporst secara online. Namun, Budi bercerita, dalam 2 tahun ke depan, dia ingin agar Padiplay punya 100 “kantor” yang bisa berfungsi sebagai gaming house atau keperluan siaran turnamen. “Karena itu kita sekarang sedang giat-giatnya mencari investasi,” ujarnya. Setelah hal ini tercapai, Padiplay akan fokus pada penyelenggaraan turnamen online dan offline. “Kita juga akan grab local brand untuk jadi sponsor kita. Karena sejauh ini, mereka tidak ada eksposur ke kegiatan seperti ini,” ungkapnya.

 

Penutup

Sama seperti fans sepak bola yang bermimpi untuk menjadi Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi, tidak aneh jika para pemain Mobile Legends berharap bisa menjadi superstar seperti Muhammad “Lemon” Ikhsan atau Muhammad “Udil” Juliansyah. Turnamen komunitas bisa menjadi tempat bagi para pemain amatir atau bahkan semi-pro untuk mengasah kemampuan mereka. Selain memberi panggung pada para pemain amatir, keberadaan turnamen di tingkat komunitas ini juga penting untuk mendorong regenerasi pemain profesional. Dan keberadaan platform turnamen esports seperti Padiplay akan memudahkan komunitas untuk menggelar turnamen esports.

Sumber header: Digital Trends

Kualifikasi First Warrior Penuh Antusiasme Dari Arek-Arek Suroboyo

Ajang pencarian bakat esports, First Warrior, kini berlanjut ke kota lainnya. Sebelumnya, kualifikasi atau di sini disebut sebagai audisi, dilakukan di Medan. Setelah seleksi panjang yang dilakukan, akhirnya terpilih 8 pemain yang akan diterbangkan ke Jakarta untuk dilatih dan diberikan pembekalan.

Konsep ajang First Warrior memang sedikit beda. Alih-alih hanya sekadar menjadi kompetisi saja, ajang ini mencoba mengkombinasikan kompetisi dengan dunia hiburan lewat sajian reality show. Ini jadi alasan kenapa kualifikasi yang dilakukan juga disebut dengan istilah audisi.

Akhir pekan lalu, kota yang disambangi oleh First Warrior adalah kota Surabaya. Diselenggarakan pada 22 Oktober 2019 lalu, audisi kali ini dilakukan di Galaxy Mall 3, Surabaya. Seperti saat audisi final di Medan tempo hari, audisi final di Surabaya juga tak kalah heboh. Ratusan pemain turut berkompetisi, bersaing dengan sangat antusias demi mendapatkan kesempatan berangkat ke Jakarta dan dilatih menjadi seorang pemain esports profesional.

Sumber: Official Release First Warrior
Sumber: Official Release First Warrior

Format yang digunakan pada final audisi Surabaya juga kurang lebih mirip. Ada tiga wave pertandingan, yang masing-masing terdiri dari dua ronde. Setiap wave memperebutkan 16 slot untuk bertanding di babak akhir audisi. Selanjutnya, 48 peserta terkumpul dipertandingkan kembali dalam babak fnial yang terdiri dari tiga ronde. Dari 48 pemain yang tersisa hanya 8 peserta saja yang berhak mendapat Golden Ticket untuk diberangkatkan ke Jakarta.

Pada audisi final Surabaya, tercatat ada 2000 peserta yang mengikuti penyisihan secara online yang diselenggarakan pada 16-20 September 2019. Final audisi menyisakan 142 peserta saja, yang bertanding memperebutkan 8 Golden Ticket menuju ke Grand Final di Jakarta.

Antusiasme para pemain terhadap gelaran ini ternyata sangat tinggi. Hal ini terlihat salah satunya dari finalis dan penonton yang tidak hanya datang dari kota Surabaya saja. Ada juga pemain atau penonton yang datang dari Madura, Sidoarjo, dan beberapa daerah di Jawa Timur.

Pertandingan berlangsung dengan sangat sengit. Kebanyakan peserta memilih bermain secara agresif demi bisa mendapatkan posisi delapan besar. Alasan pemilihan gaya permainan agresif salah satunya adalah karena poin dari killyang memberi kontribusi cukup besar.

Tiga ronde berjalan dengan sangat kompetitif. Para peserta saling bergantian mendapatkan Booyah! membuat kandidat pemain untuk lolos ke Jakarta jadi semakin sulit ditebak. Setelah pertarungan selesai, akhirnya terpilih 8 pemain yang akan diberangkatkan ke Jakarta untuk dipersiapkan dalam pertandingan Grand Final.

Sumber: Official Release First Warrior
Sumber: Official Release First Warrior
  1. Abim “Mampus” Kani Adzaariyaat
  2. Bagus “Rendez07” Mahadhika
  3. M.Rizqi “M_pache” Maulana
  4. George “Manggar13” Michael Purwanto
  5. Rizal “Ijalbaba” Ferdiansyah
  6. Aulia “Syahrul27” Syahrul Ramadhan
  7. Septian “Tiangokill” Sukma Dewantara
  8. M.Ircham “Ircham” Maulidin Firmansyah

Setelah final audisi di Surabaya selesai, audisi First Warrior mencari bakat esports menyisakan kota Bandung dan Jakarta. Untuk kualifikasi atau final audisi Bandung sudah diselenggarakan pada 29 September 2019 lalu. Untuk Jakarta, final audisi akan dilakukan di Lippo Mall Puri, pada 6 Oktober 2019 mendatang.

Smartfren Gandeng Yamisok Buat Turnamen Mobile Legends untuk Kelas Amatir

Esports memang nampaknya kian menggiurkan buat para pelaku industri telekomunikasi. Kali ini, Smartfren yang mencoba memberikan ruang kompetitif untuk semua pemain Mobile Legends: Bang Bang (MLBB).

Kamis, 29 November 2018, Smartfren menggelar konferensi pers untuk turnamen mereka yang bertajuk Smartfren National Mobile Legends Daily Tournamen 2018. Uniknya, turnamen ini sedikit berbeda dengan kebanyakan turnamen besar berskala nasional lainnya karena turnamen ini ditujukan untuk para gamer amatir.

Menurut Chief Brand Officer Smartfren, Roberto Saputra hal ini dilakukan agar para gamers yang masih dalam kategori pemula dan menengah dapat bersaing satu sama lain yang masih setara kemampuannya.

“Kami juga memiliki pandangan bahwa yang paling dibutuhkan gamer untuk mengembangkan dirinya, selain berkompetisi dengan kemampuan seimbang, mereka perlu merasakan kehandalan dan stabilnya jaringan Smartfren.” Ungkap Roberto.

Turnamen ini akan menggunakan mekanisme poin dan leaderboard. Setiap harinya, tim yang bertanding akan mendapatkan poin. 64 tim dengan poin tertinggi di leaderboard akan bertanding lagi di final bulanan. 60 tim yang memiliki poin tertinggi di leaderboard setelah 3 bulan waktu pelaksanaan, akan bertanding kembali di Grand Final.

Menggelar turnamen untuk tingkat amatir mungkin memang terdengar menarik namun ada satu hal yang bisa jadi harus dikorbankan, yaitu viewership alias jumlah penonton. Faktanya, scene esports MLBB di Indonesia itu sudah punya selebriti macam JessNoLimit dari EVOS Esports ataupun Lemon dari RRQ.O2. Tim-tim MLBB Indonesia juga sudah punya fans fanatiknya masing-masing.

Hal tersebut dapat menjamin jumlah penonton yang tinggi. Ibarat di sepak bola, jumlah penonton antara Real Madrid vs. Barcelona sudah pasti lebih banyak dari pada pertandingan tim-tim gurem.

Bagaimana Smartfren menanggapi hal tersebut? Apakah mereka rela harus kehilangan jumlah penonton yang mungkin tak tertarik menonton pertandingan tingkat amatir?

Roberto . Sumber: Hybrid
Roberto Saputra. Sumber: Hybrid

Roberto, dalam konferensi persnya, pun menjawab bahwa pemilihan liga amatir ini juga sebenarnya sesuai dengan filosofi Smartfren sebagai brand. Mereka memang punya misi untuk memberikan ruang bagi semua anak-anak muda yang mau berpartisipasi, layaknya jaringan Smartfren yang ingin meng-enable semua orang dengan menyediakan akses internet untuk semuanya.

Lalu bagaimana soal definisi ‘amatir’ ini? Siapa saja kah yang dilarang ikut berkompetisi? Diana Tjong, CMO dari Yamisok, mengatakan bahwa tim-tim MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) yang dilarang ikut serta. Namun demikian, definisi tersebut mungkin perlu dilebarkan karena MPL sendiri memang puncaknya tingkat kompetitif MLBB di satu negara. Ada juga tim-tim lain yang tidak masuk MPL namun tidak bisa dianggap sebagai tim amatir juga, seperti Alter Ego, XCN, BOOM ID, ataupun yang lainnya. Tim-tim ini jelas tidak satu kelas dengan para pemain amatir sehingga mungkin kurang cocok juga dengan tujuan awal turnamen ini.

Oleh karena itu, menarik saja melihat perjalanan turnamen ini nantinya. Apakah akhirnya tim-tim profesional non-MPL yang akan berkuasa di sini? Atau mereka juga akan melarang tim-tim tersebut? Terlepas dari itu tadi, menarik juga melihat apakah ada bibit-bibit baru yang muncul dari sini yang akan mewarnai dunia persilatan MLBB di masa yang akan datang.

Terakhir, buat yang tertarik untuk turut bertanding, Anda bisa mendaftarkan diri di situs resmi Yamisok ini.