Channel TV Game dan Esports yang Datang dan Pergi

Pandemi virus corona layaknya pedang bermata dua bagi para pelaku industri esports. Di satu sisi, jumlah penonton konten esports meningkat drastis. Sepanjang 2020, ada setidaknya dua channel TV khusus game dan esports baru, yaitu VENN di Amerika Serikat dan Loading di Brasil. Di sisi lain, pandemi juga menyebabkan beberapa pelaku bidang esports gulung tikar. Salah satu contohnya adalah OGN, channel game dan esports di Korea Selatan.

OGN di Korea Selatan

OGN — yang dulunya dikenal dengan nama Ongamenet — merupakan channel game dan esports pertama di dunia. Pada awalnya, OGN merupakan bagian dari perusahaan broadcasting On-Media. Namun, setelah merger pada 2010, OGN menjadi bagian dari CJ ENM E&M Division, perusahaan media di Korea Selatan.

Diluncurkan pada 2020, OGN pada awalnya juga mengadakan turnamen esports profesional, seperti Ongamenet Starleague (OSL) dan Proleague. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah penonton OGN memang terus turun. Pasalnya, para publisher game mulai menyiarkan pertandingan esports dari game yang mereka buat sendiri. Pada September 2020, rating penonton OGN berdasarkan Nielsen hanyalah 0,005, menjadikannya sebagai channel dengan rating terendah dari semua channel CJ ENM.

OGN merupakan channel yang khusus membahas game dan esports. | Sumber: CNBC
OGN merupakan channel yang khusus membahas game dan esports. | Sumber: CNBC

Minggu lalu, beredar kabar bahwa channel OGN akan berhenti beroperasi. Alasannya adalah karena pemasukan mereka dari iklan menuru drastis akibat pandemi. Namun, belum diketahui apakah OGN akan dihapuskan sama sekali atau akan digabungkan dengan channel lain, menurut laporan The Esports Observer.

Loading di Brasil

Berkebalikan dengan keadaan di Korea Selatan, di Brasil, justru muncul channel baru yang mengkhususkan diri untuk menampilkan konten game, esports, dan pop-culture. Channel yang dinamai Loading itu dimiliki oleh  oleh Grupo Kalunga, pemilik dari salah satu jaringan retail elektronik terbesar di Brasil. Grup tersebut juga merupakan sponsor utama dari Red Canids Kalunga, organisasi esports yang berlaga di Liga League of Legends Brasil.

CEO Loading, Thiago Garcia menjelaskan, ada tiga hal yang menjadi pondasi dari pembuatan channel Loading. Pertama, Grupo Kalunga memiliki infrastruktur dan frekuensi yang diperlukan untuk membuat channel TV baru setelah membeli channel MTV Brasil, yang tutup pada 2013.

Kedua, Garcia sadar bahwa saat ini, belum ada konten TV Brasil yang menarik bagi generasi muda. Dia menyadari hal ini ketika dia menjabat sebagai Consumer Insights Leader di Globo, perusahaan komunikasi terbesar di Brasil. Terakhir, orang-orang yang bekerja di Loading sangat mencintai game, esports, dan pop-culture. Garcia yakin, rasa cinta itu akan membantu mereka dalam memilih konten yang akan menarik untuk banyak orang.

CEO Loading. Thiago Garcia. | Sumber: The Esports Observer
CEO Loading. Thiago Garcia. | Sumber: The Esports Observer

“Kami sangat suka dunia game dan esports. Kami pasti akan menampilkan banyak konten terkait dua topik itu, termasuk program harian soal game dan esports, serta siaran kompetisi esports,” ujar Garcia, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Namun, kami belum bisa memberikan informasi lebih lanjut tentang hak siar turnamen esports yang telah kami dapatkan.”

Nantinya, konten yang disiarkan di Loading tidak hanya dapat ditonton di TV , tapi juga di TV kabel, layanan video on-demand, live streaming, dan bahkan media sosial. “Loading bukan sekedar channel TV, tapi sebuah platform omnichannel,” kata Garcia. “Kami akan menyesuaikan konten di setiap platform sehingga sesuai dengan fungsi dari masing-masing platform. Semua konten ini akan bisa diakses oleh masyarakat luas secara gratis.”

VENN di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, juga ada channel game dan esports baru. Channel yang dinamai VENN (Video Games Entertainment & News Network) ini mengudara pada Agustus 2020. Selama pandemi, VENN terkena dampak baik dan buruk.

Kabar buruknya, VENN hanya bisa membuka satu studio, yaitu di Los Angeles. Padahal, pada awalnya, mereka berencana untuk membuat dua studio sekaligus: satu di Los Angeles dan satu lagi di New York. Kabar baiknya, selama pandemi, konsumsi konten game dan esports meningkat pesat. Menurut data dari Stream Hatchet, pada Q2 2020, total watched hours di berbagai platform streaming game menembus 7,6 miliar jam, naik 97,9% dari periode yang sama pada tahun lalu.

“TV tengah mengalami masa krisis karena mereka masih menggunakan model bisnis lama,” kata Ben Kusin, salah satu pendiri VENN, menurut laporan CNBC. “Dengan VENN, kami mengubah model bisnis TV.”

Sementara itu, pendiri VENN yang lain, Ariel Horn mengatakan, dia dan Kusin telah belajar banyak tentang industri game, yang bernilai lebih dari US$150 miliar. Melalui VENN, dia ingin menyajikan konten yang sesuai selera generasi muda. Namun, dia mengungkap, VENN juga akan menawarkan konten hiburan lain selain gaming.

channel tv game esports
Ariel Horn, Co-founder dan Co-CEO dari VENN. | Sumber: CNBC

Menurut para analis, sekarang adalah waktu yang tepat untuk meluncurkan channel khusus game dan esports seperti VENN. “Konsumsi game tengah naik. jadi, sekarang bukan waktu yang buruk untuk meluncurkan VENN,” kata Piers Harding-Rolls, Research Director of Games, Ampere Analysis. “Sejak awal, VENN memang ingin membangun komunitas dari para penonton. Tanpa itu, mereka tidak akan bisa mendapatkan pemasukan dari iklan.”

Namun, Rod Breslau, konsultan gaming dan esports, juga memberikan peringatan, pada awalnya, VENN mungkin akan kesulitan untuk mendapatkan traksi.

Program Game dan Esports Di Indonesia

Di Indonesia, First Warrior Channel merupakan contoh channel yang secara khusus menampilkan konten game dan esports. Channel yang mulai bisa ditonton pada Oktober 2019 tersebut adalah salah satu channel orisinal First Media. Sebelum peluncuran channel itu, Conten & eSports Director, PT Link Net Tbk, Ferliana Suminto mengungkap, First Warrior Channel akan memiliki lebih dari seribu jam konten terkait game dan esports, mulai dari turnamen esports, ulasan game, sampai reality show, menurut laporan Esports ID.

Sementara itu, stasiun televisi seperti Kompas TV dan NET TV juga mulai membuat program game atau menayangkan turnamen esports. Misalnya, Kompas TV punya program Good Gamer yang tayang setiap Minggu, jam 14.30 dan NET TV pernah menyiarkan pertandingan Serumpun Cup, turnamen PES yang mengadu pemain-pemain terbaik di Indonesia dan Malaysia. Tak hanya itu, RCTI juga menyiarkan pertandingan Mobile Legends Professional League Season 5, walau hanya di layanan video on-demand mereka, yaitu RCTI+.

Sumber header: The Verge

Alasan Spotify Gandeng Riot Games dan Masuki Industri Esports

Spotify sedang sibuk melakukan ekspansi global. Mereka ingin agar platform streaming musik mereka dikenal oleh semua orang, termasuk gamer dan fans esports. Untuk mendekatkan diri dengan para gamer, Spotify bekerja sama dengan PlayStation, Xbox, dan Discord. Sementara untuk terjun ke dunia esports, Spotify memutuskan untuk menggandeng menggandeng Riot Games. Melalui kerja sama ini, Spotify akan menjadi sponsor dari beberapa turnamen global League of Legends, termasuk League of Legends World Championship, Mid-Season Invitational (MSI), dan All-Star Events.

Kenapa Spotify Memilih Riot Games?

League of Legends bukan satu-satunya game esports di dunia. Di Indonesia, game MOBA buatan Riot Games tersebut masih kalah pamor dari Dota 2. Namun, tak bisa dipungkiri, di dunia, League of Legends masih menjadi game esports terpopuler saat ini. Tak hanya itu, jika dibandingkan dengan game esports lainnya, skena esports League of Legends punya jangkauan global paling luas. Hal ini akan memudahkan Spotify yang ingin memperkenalkan platform mereka ke fans esports di dunia.

“Berdasarkan riset kami, Riot Games adalah salah satu perusahaan terbaik untuk kami ajak kerja sama. Kompetisi esports yang mereka adakan punya jangkauan global paling luas. Mereka juga menyiarkan kompetisi mereka menggunakan belasan bahasa dan kompetisi mereka memiliki viewership yang konsisten,” ujar Global Head of Marketing Strategy, Spotify, Neal Gorevic, seperti dikutip dari Esports Insider.

Alasan lain mengapa Spotify memutuskan untuk menjadi sponsor dari kompetisi esports League of Legends adalah karena kebanyakan pemain game MOBA itu juga menonton pertandingan esports. Jadi, dengan mendukung skena esports League of Legends, Spotify bisa menargetkan baik para pemain League of Legends maupun para fans esports.

alasan spotify masuk esports
League of Legends World Championship jadi salah satu turnamen yang disponsori oleh Spotify. | Sumber: LOL Esports

Menurut data dari Statista, pada 2019, sekitar 68% dari total pemain League of Legends juga menonton pertandingan esports dari game tersebut. Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan game esports lainnya. Misalnya, pada Counter-Strike: Global Offensive, yang dianggap sebagai game esports terpopuler kedua di dunia, hanya 51% pemain yang juga menonton kompetisi esports dari game FPS tersebut. Selain itu, kompetisi League of Legends juga ditonton oleh orang-orang yang tidak memainkan game buatan Riot itu. Sekitar 26% orang yang menonton kompetisi esports League of Legends mengaku tidak pernah memainkan game itu.

Keputusan Spotify untuk masuk ke dunia esports merupakan bagian dari strategi mereka untuk menjadikan Spotify sebagai platform streaming musik yang kaya konten dan dikenal semua orang, termasuk gamer dan fans esports. Karena itulah, podcast jadi salah satu fokus Spotify di tahun ini.

Pada Mei 2020, Spotify menandatangani kontrak dengan komedian Joe Rogan. Melalui kontrak yang bernilai lebih dari US$100 juta itu, Spotify akan menampilkan acara Rogan, The Joe Rogan Experience, secara eksklusif di platform mereka. Podcast juga menjadi salah satu produk hasil kolaborasi Spotify dengan Riot Games.

Hasil Kolaborasi Spotify dengan Riot Games

Salah satu hasil kerja sama Spotify dengan Riot Games adalah Untold Stories, seri podcast yang bercerita tentang momen-moment penting dalam sejarah turnamen League of Legends World Championship. Tak hanya itu, di Spotify, Anda juga akan menemukan beberapa playlist League of Legends yang sudah dipilih secara khusus, seperti “This is League of Legends” dan “Road to Worlds 2020”. Gorevic mengungkap, di masa depan, mereka akan menambahkan playlist League of Legends baru.

Dengan menyediakan podcast dan playlist lagu League of Legends, Spotify ingin memastikan mereka menyediakan semua konten audio yang menarik bagi para gamer. Mereka berharap, para gamer akan terus mendengarkan Spotify, tak peduli dimana mereka berada dan apa yang sedang mereka lakukan.

alasan spotify masuk esports
Spotify membuat seri podcast tentang League of Legends, berjudul Untold Stories.

Spotify juga menjadi sponsor dari beberapa turnamen esports League of Legends. Dengan begitu, mereka bisa memperkenalkan merek mereka pada audiens. Salah satu metode yang mereka gunakan adalah memasang banner dalam game. Memang, dalam pertandingan esports, perhatian penonton akan lebih sering tertuju pada segala sesuatu yang terjadi dalam game daripada ke para pemain profesional. Jadi, in-game banner menjadi salah satu cara marketing yang efektif bagi sponsor.

Riot Games dan Musik

Keputusan Spotify untuk berkolaborasi dengan Riot Games memang sudah sangat tepat. Pasalnya, Riot memang serius dalam membuat konten musik. Buktinya, pada 2018, mereka membuat girl band virtual yang dinamai K/DA. Sampai sekarang, girl band itu masih aktif. Malahan, pada Oktober 2020 kemarin, K/DA baru merilis mini-album yang diberi judul All Out.

Tak hanya itu, pada akhir November 2020, Riot Games bekerja sama dengan grup musik elektronik asal Indonesia, Weird Genius, dan Tabitha Nauser, penyanyi dan penulis lagu dari Singapura, untuk meluncurkan lagu berjudul “All In”. Riot mengungkap, tujuan mereka merilis lagu itu adalah untuk merayakan peluncuran mobile game MOBA mereka, League of Legends: Wild Rift.

alasan spotify masuk esports
Riot Games baru saja bekerja sama dengan Weird Genius.

“Melalui All In, kami melihat peluang untuk menciptakan sesuatu yang istimewa bagi para pemain kami di Indonesia,” kata Marc Johns, Head of Marketing Asia Tenggara, Riot Games dalam pernyataan resmi Riot.

Salah satu anggota Weird Genius, Reza Oktovian menganggap, kerja sama dengan Riot Games ini adalah kesempatan yang menarik. Sementara Eka Gustiwana, anggota Weird Genius lainnya, mengungkap bahwa dia berharap, lagu All In akan bisa mendorong para gamer Indonesia untuk mencoba Wild Rift.

Tencent Siapkan US$14 Juta untuk Total Hadiah Esports PUBG Mobile, Audiens Free Fire di Brasil Tumbuh Pesat

Minggu lalu, ada beberapa berita menarik seputar industri esports. Tencent mengumumkan bahwa mereka akan menyiapkan US$14 juta sebagai total hadiah dari semua turnamen PUBG Mobile pada 2021. Selain itu, TSM juga merekrut pemain League of Legends asal Taiwan, SwordArt, dengan nilai kontrak US$6 juta.

Tencent Siapkan US$14 Juta untuk Total Hadiah Turnamen PUBG Mobile

Dalam PUBG Mobile Global Championship Season Zero (PMGC 2020), Tencent mengungkapkan sejumlah hal, termasuk beberapa pencapaian PUBG Mobile sepanjang 2020. Director of PUBG Mobile Global Esports, James Yang mengatakan, PUBG Mobile World League Season Zero (PMWL) berhasil mendapatkan concurrent viewers sebanyak 1,1 juta orang. Selain itu, jumlah tim yang mendaftar di PUBG Mobile Professional League (PMPL) dan PUBG Mobile Club Open (PMCO) mencapai 120 ribu tim.

Pada tahun ini, Tencent menyiapkan US$5 juta sebagai total hadiah dari semua turnamen esports PUBG Mobile. Tahun depan, konglomerasi Tiongkok itu menaikkan total hadiah yang mereka siapkan menjadi US14 juta. Selain itu, menurut laporan Egg Network, turnamen esports PUBG Mobile juga akan diselenggarakan di lebih banyak kawasan, termasuk Commonwealth of Independent States (CIS), Turki, Eropa barat, Amerika Utara, Amerika Latin, Brasil, dan Arabia.

Jadwal turnamen esports PUBG Mobile pada tahun 2021.
Jadwal turnamen esports PUBG Mobile pada tahun 2021.

Salah satu perubahan yang akan Tencent tetapkan pada skena esports PUBG Mobile tahun depan adalah mereka akan mengadakan kompetisi invitational setelah Spring Split dari PMPL dan PMCO. Hal ini berarti, turnamen PUBG Mobile akan selalu bisa ditonton sepanjang tahun. Kabar baiknya, fans PUBG Mobile tidak akan kehabisan pertandingan untuk ditonton. Hanya saja, tim profesional harus mempersiapkan diri untuk menghadapi jadwal yang ketat. Perubahan lainnya adalah, PMGC hanya akan diadakan pada akhir tahun.

SwordArt Tanda Tangani Kontrak dengan TSM, Senilai US$6 Juta

Team SoloMid menandatangani kontrak dengan pemain asal Taiwan, Hu Shuo-Chieh, yang lebih dikenal dengan nama “SwordArt”. Dengan kontrak bernilai US$6 juta ini, SwordArt akan bermain untuk TSM selama 2 tahum, yaitu pada 2021 dan 2022. Dengan ini, Sword Art jgua menjadi pemain League of Legends dengan gaji terbesar di kawasan Amerika Utara.

SwordArt memegang peran Support. Dia menarik perhatian pendiri TSM, Andy Dinh, setelah membantu timnya, Suning, maju ke babak final dari League of Legends World Championship. Dinh merasa, sekarang adalah waktu yang tepat bagi TSM untuk mencari pemain berbakat baru, terutama setelah dua pemain bintang mereka — Søren “Bjergsen” Bjerg dan Yiliang “Doublelift” Peng — memutuskan untuk mengundurkan diri. Bjergsen akan tetap bergabung dengan TSM sebagai pelatih, sementara Doublelift memutuskan untuk mengundurkan diri.

Dinh merasa, US$6 juta yang TSM keluarkan untuk mendapatkan SwordArt bukanlah harga mahal yang harus mereka bayar. Dia percaya, dengan keberadaan SwordArt, tim League of Legends akan banyak memenangkan turnamen di masa depan, sehingga mereka akan mendapatkan banyak fans. “Masuk akal bagi TSM untuk merekrut pemain baru,” kata Dinh, seperti dikutip dari The Washington Post.

Audiens Liga Free Fire Brasil Naik Dua Kali Lipat

Jumlah penonton Liga Free Fire Brasil (LBFF) pada 2020 naik 107% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Secara total, pertandingan-pertandingan dalam LBFF mendapatkan lebih dari 60 juta views di YouTube, channel TV kabel SporTV, dan platform streaming Garena, BOOYAH! Sementara itu, jumlah concurrent viewers di pertandingan LBFF mencapai 349 ribu orang. Sebagai perbandingan, jumlah concurrent viewers pada 2019 hanya mencapai 169 ribu orang.

Selain di Indonesia, Free Fire juga sangat populer di Brasil. Salah satu alasannya adalah karena game battle royale buatan Garena itu tidak membutuhkan smartphone berspesifikasi tinggi. Memang, sejak awal, Garena menargetkan pasar negara berkembang dengan Free Fire.

Di Brasil, organisasi esports lokal, LOUD, fokus pada skena esports Free Fire. Dan mereka berhasil menjadi tim esports pertama yang mendapatkan 1 miliar views di YouTube, lapor The Esports Observer. Sementara streamer dan pemain profesional Brasil, Bruno “Nobru” Goes berhasil menjadi streamer terpopuler di dunia pada Agustus 2020. Melihat tren ini, Twitch lalu menandatangani kontrak eksklusif dengan LOUD dan Goes.

ePremier League Season 3 Digelar Pada Januari 2021

Premier League dan Electronic arts mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan ePremier League musim ketiga di Januari 2021. Pendaftaran untuk EA Sports FIFA 21 Global Series akan dibuka pada 3 Desember 2020. Sementara babak kualifikasi akan mulai diadakan pada Januari 2021. Penyelenggara turnamen asal Inggris, Gfinity, dipercaya untuk mengadakan kompetisi ePremier League, menurut laporan The Esports Observer.

ePremier League musim ketiga akan kembali diadakan pada awal 2021.
ePremier League musim ketiga akan kembali diadakan pada awal 2021.

Perwakilan dari 20 klub sepak bola akan bertanding untuk memperebutkan tempat di babak playoff, yang akan diadakan secara online. Sementara babak final akan diselenggarakan pada Maret atau April 2021. Babak final itu akan disiarkan secara live di Sky Sports, channel Premier League, dan channel Twitch EA SPORTS FIFA.

Kompetisi ini terbuka untuk warga Inggris yang berumur setidaknya 16 tahun. Total hadiah yang ditawarkan dalam ePremier League musim ketiga ini mencapai GBP40 ribu. Para peserta akan bertanding menggunakan PlayStation 4 dan Xbox One. Peserta yang menang akan mendapatkan trofi dan dapat masuk dalam EA SPORTS FIFA 21 Global Series (FGS) European Playoff.

Klub Sepak Bola Prancis, Olympique de Marseille Terjun ke Esports

Klub sepak bola Prancis, Olympique de Marseille terjun ke dunia esports dengan berkolaborasi bersama Grizi Esports. Organisasi esports asal Prancis itu didirikan oleh pesepak bola Antoine Griezmann dan saudaranya, Théo Griezmann.

Untuk musim pertandingan 2020/2021 dari FIFA Global Series, akan ada dua pemain profesional yang akan mewakili Marseille. Selain kompetisi internasional, Marseille juga akan ikut serta dalam liga esports lokal, eLigue1, yang diselenggarakan oleh EA Sports bersama Liga Sepak Bola Prancis. Melalui kerja sama dengan Grizi Esports, Marseille berharap bisa mengadakan acara jumpa fans secara offline atau kegiatan online.

“Kami bangga dengan keputusan kami untuk masuk ke dunia esports melalui kerja sama dengan Grizi Esports,” kata Chief Marketing & Media, Olympique de Marseille, Hervé Philippe, seperti dikutip dari Esports Insider. “Hal ini akan memberikan kesempatan pada kami untuk memahami esports dengan lebih baik dan mendekatkan diri dengan para penonton yang masih muda.”

Nintendo Produksi Switch di Malaysia, PS5 Jadi Konsol Paling Laku Saat Peluncuran

Dalam satu minggu terakhir, ada beberapa berita menarik seputar industri game. Salah satunya, PlayStation mengumumkan, penjualan PS5 pada dua minggu sejak peluncuran telah melampaui angka penjualan PS4 pada periode yang sama. Selain itu, Nintendo juga akan mulai memproduksi Switch di Malaysia.

PS5 Jadi Konsol Paling Laku Pada Awal Peluncuran

Dalam waktu dua minggu sejak peluncuran, total penjualan PlayStation 5 telah melampaui total penjualan PlayStation 4 saat ia pertama kali diluncurkan. Dengan begitu, konsol terbaru dari Sony itu menjadi konsol paling laku pada paluncuran.

“Kami berterima kasih pada semua gamer di dunia karena menjadikan peluncuran PS5 sebagai peluncuran konsol terbesar sepanjang sejarah,” kata PlayStation seperti dikutip dari GamesIndustry. “Permintaan akan PS5 sangat tinggi, jadi, kami hendak mengonfirmasi bahwa PS5 sudah akan tersedia di penjual retail sebelum akhir tahun 2020.”

Pada 2013, ketika PS4 diluncurkan, Andrew House — yang ketika itu menjabat sebagai CEO PlayStation — mengungkap bahwa dalam dua minggu, PS4 telah terjual sebanyak 2,1 juta. Dia menyebutkan, hal itu merupakan rekor tersendiri, baik untuk PlayStation maupun industri gaming konsol.

Nintendo Juga Produksi Switch di Malaysia

Selama ini, Nintendo memproduksi Switch di Tiongkok. Sekarang, mereka juga akan mulai memproduksi konsol itu di Malaysia. Untuk membuat Switch di Malaysia, Nintendo menggandeng Sharp Corp. Tujuan Nintendo adalah untuk memastikan permintaan Switch akan terpenuhi di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, lapor Egg Network.

Nintendo Switch kini juga akan diproduksi di Malaysia.
Nintendo Switch kini juga akan diproduksi di Malaysia. | Sumber: Wikipedia

Alasan mengapa Nintendo menunjuk Sharp untuk produksi Switch di Malaysia adalah karena Foxconn Technology, yang merupakan rekan utama Nintendo dalam produksi Switch, memiliki saham di Sharp. Tak hanya itu, Foxconn juga membantu untuk menghubungkan Nintendo dengan Sharp.

Pandemi virus corona sempat mengganggu proses produksi Switch. Namun, Presiden Nintendo, Shuntaro Furukawa mengatakan, sekarang, proses produksi Switch telah kembali normal. Keputusan Nintendo untuk memproduksi Switch di Malaysia tidak aneh. Bahkan sebelum pandemi sekalipun, Nintendo memang berencana untuk tidak memusatkan produksi konsol mereka.

Pangeran Arab Saudi Beli Saham SNK

Mohammad bin Salman Charity Foundation baru saja membeli 33,3% saham dari perusahaan game Jepang, SNK, seharga 813 juta riyals (sekitar Rp3 triliun). Investasi tersebut dilakukan melalui cabang perusahaan Electronic Games Development Company. Memang, sebelum ini, perusahaan tersebut telah bekerja sama dengan SNK dalam pengembangan game dan program pelatihan.

Ke depan, badan amal milik Pangeran Arab Saudi Mohammad bin Salman itu akan membeli 17,7% saham SNK. Dengan begitu, mereka akan menguasai 51% saham dari perusahaan game tersebut.

Pada awalnya, kabar pembelian saham ini membuat nilai saham SNK naik. Namun, seperti yang disebutkan oleh GamesIndustry, di masa depan, keputusan SNK untuk menjual sahamnya ke pangeran Arab Saudi bisa menjadi senjata makan tuan dan menyebabkan kontroversi. Pasalnya, Arab Saudi dan para pemimpinnya terlibat dalam berbagai skandal terkait hak asasi manusia.

Roblox Lakukan IPO

Roblox, platform game yang kontennya dibuat oleh para penggunanya, baru saja melakukan penawaran saham perdana (IPO) di pasar saham Amerika Serikat. Sayangnya, mereka tidak menyebutkan berapa target modal yang mereka ingin dapatkan. Pada Februari 2020, Roblox mendapatkan investasi sebesar US$150 juta dari Andreessen Horowitz. Ketika itu, valuasi Roblox mencapai US$4 miliar.

Sekarang, platform Roblox memiliki lebih dari 31,1 juta pengguna aktif harian. Sebagai perbandingan, pada 2019, jumlah pengguna aktif harian mereka hanya 17,6 juta dan pada 2018, 12 juta orang. Per September 2020, ada 7 juta developer yang telah membuat lebih dari 18 juta game di Roblox. Hingga 30 September 2020, total jam game dimainkan di Roblox mencapai 22,2 miliar jam, naik dari 10 miliar jam pada periode yang sama pada 2019, lapor VentureBeat.

Game dalam Roblox dibuat oleh para penggunanya. | Sumber: VentureBeat
Game dalam Roblox dibuat oleh para penggunanya. | Sumber: VentureBeat

Menurut Sensor Tower, sejak 2014, Roblox telah diunduh sebanyak 447,8 juta kali dan mendapatkan US$2 miliar dari para pemainnya. Sementara itu, sejak awal 2020 sampai 30 September 2020, pemasukan Roblox mencapai US$588,7 juta, naik dari US$349,9 juta pada tahun 2019. Meskipun begitu, mereka masih mengalami kerugian sebesar US$203,2 juta. Roblox menyebutkan, salah satu alasan mengapa mereka bisa tumbuh pesat adalah pandemi yang membuat banyak orang harus tetap diam di rumah.

Memang, game merupakan salah satu industri yang diuntungkan oleh pandemi. Pada September 2020, perusahaan pembuat game engine, Unity melakukan IPO. Nilai perusahaan itu mencapai US$13,6 miliar, walau mereka masih mengalami kerugian.

Supercell Investasi di Developer Selandia Baru, 2UP Games

Developer Clash of Clans, Supercell, menanamkan investasi sebesar US$2,8 juta di studio game baru, 2UP Games. Developer tersebut punya markas di Selandia Baru. Namun, mereka kini menetapkan sistem remote-first, sehingga mereka punya staf dari berbagai negara. Investasi ini menjadi investasi pertama Supercell di kawasan Selandia Baru.

2UP Games akan fokus untuk mengembangkan co-op game di platform mobile. Harapannya, game buatan mereka akan bisa meraih kesuksesan layaknya Clash of Clans. 2UP Games didirikan oleh Joe Raeburn dan Tim Knauf. Raeburn adalah game lead dalam pengembangan game Samurai Siege dan Rival Kingdoms. Sementara Knauf pernah bekerja di Weta Workshop dan Magic Leap sebelum mendirikan 2UP.

“Kami bangga karena dapat mendukung 2UP Games merealisasikan misi mereka, yaitu menyatukan gamer di seluruh dunia melalui co-op game,” kata Developer Relations Lead, Supercell, Jaakko Harlas, menurut laporan GamesIndustry. “Berdasarkan apa yang kami lakukan selama ini, kami sadar bahwa membuat fitur co-op dalam game mendorong interaksi para gamer. Co-op juga menjadi salah satu fitur paling penting untuk membuat gamer terus memainkan sebuah game.”

Sumber header: Pocket-Lint

Strategi Garena Di Balik Kesuksesan Free Fire

Bahkan setelah esports menjadi populer, mobile esports sempat dianaktirikan, dipandang sebelah mata. Namun, perlahan tapi pasti, anggapan itu mulai berubah. Ekosistem mobile esports kini juga mulai tumbuh. Dan hal ini terjadi berkat kemunculan sejumlah mobile game kompetitif, baik game dengan genre MOBA seperti Mobile Legends maupun game battle royale, seperti PUBG Mobile dan Free Fire.

Faktanya, Free Fire dari Garena berhasil menyabet penghargaan mobile esports terbaik tahun ini. Lalu, bagaimana strategi Garena sehingga mereka bisa membuat Free Fire sukses di dunia?

 

Bisnis Lisensi Game Garena

Sebelum membahas tentang Free Fire, mari kita membahas sejarah Garena secara sekilas. Garena didirikan di Singapura pada 2009. Ketika itu, mereka merupakan developer game. Pada 2017, mereka mengganti nama mereka menjadi Sea Limited. Meskipun begitu, Garena masih digunakan sebagai nama divisi hiburan/game dari perusahaan itu.

Selain bisnis game, Sea juga punya dua divisi lain, yaitu layanan e-money dan e-commerce, yaitu Shopee. Dari ketiga divisi Sea, Shopee merupakan divisi dengan pertumbuhan paling pesat. Namun, hal itu bukan berarti Shopee telah mendapatkan untung. Garena, yang pendapatannya naik 61,6% pada Q2 2020, masih menjadi tulang punggung untuk Sea.

Garena sendiri punya beberapa sumber pemasukan. Salah satunya adalah licensing game. Dengan model bisnis ini, Garena akan membeli lisensi sebuah game dan merilisnya di Asia Tenggara. Beberapa game yang lisensinya Garena miliki antara lain League of Legends, FIFA Online 3 dan 4, Point Blank, Blade & Soul, Arena of Valor, dan Call of Duty: Mobile. Garena menampilkan game-game tersebut di platform distribusi digital mereka, seperti Uplay milik Ubisoft atau Origin dari EA.

Platform distribusi game milik Garena.
Platform distribusi game milik Garena.

Jika Anda memerhatikan game-game yang lisensinya Garena beli, Anda akan menyadari bahwa semua game itu punya model bisnis yang sama, yaitu free-to-play. Dengan game gratis, Garena dapat menjangkau lebih banyak gamer dengan lebih mudah. Pasalnya, di kawasan negara berkembang seperti Asia Tenggara, Amerika Latin, dan India, para gamer cenderung untuk tidak membeli game. Mereka lebih suka untuk memainkan game gratis, walau game itu menawarkan in-game purchase.

Pada 2010, Garena mendapatkan lisensi dari Riot Games untuk meluncurkan League of Legends di Asia Tenggara. Memang, League of Legends terbilang kurang sukses di Indonesia dan negara-negara tetangga. Meskipun begitu, keberhasilan Garena untuk menjalin kerja sama dengan Riot membuat mereka dikenal oleh perusahaan-perusahaan game global, termasuk Tencent.

Pada November 2018, Tencent dan Garena itu menandatangani letter of intent yang menyebutkan bahwa Garena akan menjadi opsi pertama Tencent jika mereka ingin merilis game di Indonesia, Taipei, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Berkat kerja sama ini, Tencent dapat merilis sejumlah game-game ternama, seperti Arena of Valor, Contra: Return, dan Call of Duty: Mobile.

Call of Duty: Mobile adalah game milik Activision. Namun, Garena bisa merilisnya di ASEAN berkat kerja sama dengan Tencent.
Call of Duty: Mobile adalah game milik Activision. Namun, Garena bisa merilisnya di ASEAN berkat kerja sama dengan Tencent.

Kerja sama dengan Tencent tentu menguntungkan Garena. Berkat kolaborasi itu, Garena tidak hanya dapat merilis game-game populer, tapi juga dapat belajar tentang cara mengembangkan game dan operasinal perusahaan dari Tencent. Nantinya, ilmu yang Garena pelajari ini akan sangat membantu mereka ketika mereka memutuskan untuk membuat game sendiri.

Tentu saja, Tencent juga mendapatkan untung. Kerja sama bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak saling menguntungkan. Tencent melihat Garena sebagai perusahaan berpengalaman. Jadi, Tencent tak ragu untuk memercayakan peluncuran sejumlah game di Asia Tenggara pada Garena. Nilai kerja sama dengan Garena menjadi semakin tinggi bagi Tencent ketika pemerintah Tiongkok memperketat peraturan terkait game-game yang bisa diluncurkan di Tiongkok. Karena Tencent harus menunda peluncuran game-game di negara asal mereka, mereka akhirnya memutuskan untuk mencoba dan merilis game di Asia Tenggara dengan bantuan Garena.

Bisnis licensing game memang berhasil membuat Garena sukses. Hanya saja, seiring dengan berjalannya waktu, distribusi game di Asia Tenggara menjadi semakin mudah berkat keberadaan platform seperti Steam untuk game PC dan Play Store serta App Store untuk mobile. Para developer game merasa, mereka bisa merilis game mereka sendiri tanpa bantuan perusahaan perantara seperti Garena.

Karena bisnis licensing game mulai menjadi tak populer, Garena lalu memutuskan untuk membuat dan meluncurkan game sendiri. Hal inilah yang akan menjadi awal dari Free Fire.

 

Strategi Garena di Free Fire

Garena membuat studio game pertama mereka pada 2014. Ketika itu, mereka mencari developer berbakat dari Asia Tenggara dan Tiongkok. Bersama 111dots — developer asal Vietnam — Garena mengembangkan Free Fire. Game battle royale itu lalu diluncurkan pada September 2017. Mengingat game itu dibuat sendiri oleh Garena, mereka tidak lagi perlu untuk membayar biaya lisensi pada pihak developer, yang berarti mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari Free Fire.

Dengan cepat, Free Fire menjadi populer di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Memang, pada awal 2017, game dengan genre battle royale tengah populer. Banyak game-game battle royale yang bermunculan. Namun, Garena dapat menggunakan strategi yang tepat sehingga mereka bisa sukses dengan Free Fire, khususnya di kawasan negara berkembang.

Salah alasan mengapa Free Fire bisa sukses adalah karena game tersebut merupakan mobile game. Pada 2017, game battle royale memang menjamur. Namun, kebanyakan developer memilih untuk membuat game untuk PC. Sementara game battle royale untuk mobile masih belum banyak. Dengan menjadikan Free Fire sebagai mobile game, Garena tak perlu bersaing dengan banyak pihak.

Selain itu, Garena juga fokus mengoptimalkan Free Fire sehingga game itu bisa dimainkan di perangkat ‘kentang’ sekalipun. Dengan ini, semakin banyak mobile gamer yang bisa dijangkau. Pendekatan Garena berbeda dengan Epic Games, yang juga merilis Fortnite untuk mobile. Versi mobile Fortnite memerlukan smartphone dengan spesifikasi yang cukup tinggi. Hal ini justru membuat game buatan Epic itu menjadi kurang populer.

Free Fire tidak menuntunt spesifikasi tinggi.
Free Fire tidak menuntunt spesifikasi tinggi.

Tak berhenti sampai di situ, Garena juga memastikan, ukuran file Free Fire tidak terlalu besar. Dengan begitu, orang-orang yang koneksi internetnya tidak terlalu bagus tetap bisa mengunduh dan memainkan game tersebut. Meskipun begitu, Garena tetap mencoba untuk membuat Free Fire tampil unik dengan menambahkan skill pada karakter. Sementara untuk masalah monetisasi, Garena menggunakan model in-game purchase. Selain itu, mereka juga menjual battle pass yang dinamai Elite Pass.

Semua faktor di atas berhasil membuat Free Fire sukses. Namun, Free Fire tidak akan bertahan sampai sekarang jika Garena tidak bisa membuat game itu tetap menarik di mata para gamer. Untuk memastikan para gamer tetap memainkan Free Fire, Garena terus memberikan update berupa campaign dan event. Selain update berkala, strategi lain dari Garena adalah fokus pada pelokalan. Memang, perusahaan asal Singapura itu tidak hanya punya kantor di negara asalnya, tapi juga enam negara lain, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Taipei.

Tugas tim lokal adalah untuk memastikan kegiatan marketing dan promosi yang Garena lakukan bisa diterima dengan baik. Misalnya, di Indonesia, Garena menjadikan Joe Taslim sebagai brand ambassador dari Free Fire. Mereka bahkan membuat karakter bernama Jota yang didasarkan pada artis tersebut. Dengan begitu, tim utama Garena akan bisa fokus pada pengembangan Free Fire.

Setiap negara punya budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. Misalnya, soal makanan, masyarakat Indonesia cenderung makan nasi. Meskipun sudah memakan makanan kaya karbohidrat seperti pizza sekalipun, orang Indonesia tetap merasa belum makan kalau belum menyantap nasi. Begitu juga dengan game. Di Asia Tenggara, negara-negaranya adalah mobile first. Jadi, jangan heran jika mobile game sangat populer di Indonesia dan negara-negara sekitar.

Salah satu hal yang membuat Garena sukses dengan Free Fire adalah karena sejak awal, mereka memang menyasar pasar Asia Tenggara. Padahal, biasanya, perusahaan game besar justru fokus ke pasar-pasar game besar, seperti Amerika Utara, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Memang, pasar game di kawasan itu besar. Namun, pasarnya sudah jenuh. Jika Garena ingin menembus pasar tersebut, mereka harus siap bersaing dengan perusahaan-perusahaan game ternama lainnya.

Namun, karena Garena fokus pada Asia Tenggara, persaingan yang mereka hadapi tidak terlalu ketat. Selain Asia Tenggara, Garena juga fokus pada pasar kawasan negara berkembang, seperti Amerika Latin dan India. Sama seperti Indonesia, India dan Amerika Latin juga merupakan kawasan mobile first. Dan keputusan Garena untuk fokus pada kawasan negara berkembang berbuah manis.

Menurut data dari Sensor Tower soal penghasilan Garena pada Q1-Q3 2020, Asia Tenggara masih menjadi kawasan yang memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan Garena. Negara-negara ASEAN menyumbangkan 34,6% dari total pemasukan Garena pada 3 kuartal di 2020. Amerika Latin menjadi kawasan dengan kontribusi terbesar kedua. Mereka menyumbangkan sebesar 24,5%. Posisi ketiga diduduki oleh Amerika Utara, dengan kontribusi 20,4%. Terakhir, Asia Selatan dan Asia Timur memberikan kontribusi sebesar 13%.

Pemasukan Garena selama Q1-Q3 2020.

Pemasukan Garena selama Q1-Q3 2020.

Sejak diluncurkan pada 2017, total pemasukan Garena dari Free Fire mencapai US$1,5 miliar. Sementara dari segi download, game battle royale tersebut telah diunduh sebanyak lebih dari 500 juta kali. Pada 2020, Free Fire juga diuntungkan oleh pandemi covid-19. Game itu mencetak dua rekor baru. Pada Q2 2020, jumlah pemain harian Free Fire mencapai 100 juta orang. Dan pada Juli 2020, jumlah pemain berbayar Free Fire juga mencapai rekor baru. Jumlah pemain berbayar Free Fire ketika itu mencapai lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu.

Keuntungan yang didapatkan oleh Garena dari Free Fire tak melulu berbentuk uang. Dengan Free Fire, Garena sukses untuk menciptakan reputasi sebagai perusahaan game yang mumpuni. Karena itu, jangan heran jika mereka juga mencoba untuk masuk ke pasar game kasual. Salah satu game buatan mereka adalah Garena Fantasy Town, sebuah game simulasi bercocok tanam.

 

Bagaimana Esports Membantu Garena Sukses

Di Asia Tenggara, para gamer tidak hanya senang untuk bermain game, tapi juga menonton kompetisi esports. Menurut Niko Partners, pada 2019, 60% dari total gamer di Asia Tenggara menonton konten esports. Selain itu, Asia Tenggara juga menjadi kawasan yang industri esports-nya tumbuh paling pesat. Jadi, tidak heran jika Garena lalu memutuskan untuk mengadakan kompetisi esports dari Free Fire.

Penonton esports di Asia Tenggara.
Penonton esports di Asia Tenggara.

Turnamen esports Free Fire ternyata diminati banyak orang. Buktinya, Garena World 2018 berhasil menarik 240 ribu pengunjung offline. Pada 2019, jumlah pengunjung Garena World naik menjadi 300 ribu orang. Sementara itu, Free Fire World Series 2019, yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, berhasil mendapatkan 2 juta concurrent viewers pada puncaknya. Menurut laporan Esports Charts, viewership itu menjadi rekor concurrent viewership untuk mobile game esports.

Secara keseluruhan, kompetisi Free Fire yang diadakan sepanjang Q1 2020 berhasil mendapatkan total view sebanyak 90 juta views. Pada kuartal berikutnya, angka itu naik menjadi 120 juta views. Turnamen Free Fire Asia All-Stars 2020 saja berhasil mendapatkan 20 juta views.

Keberhasilan turnamen Free Fire untuk mendapatkan banyak penonton merupakan bukti bahwa banyak orang tertarik untuk menonton kompetisi Free Fire. Dan hal ini akan memudahkan Garena untuk mencari sponsor. Tak hanya itu, esports juga dapat meningkatkan tingkat engagement dari para pemain, yang berujung pada naiknya jumlah uang yang dihabiskan oleh para gamer. Garena mengaku, usaha mereka untuk mengembangkan esports dan komunitas berbuah manis. Pada Q3 2019, penghasilan mereka naik berkat ekosistem esports dan komunitas yang solid.

 

Penutup

Garena dapat membuat Free Fire sukses di dunia karena mereka bisa melihat tren pasar dan mengambil kesempatan yang ada. Daripada membuat game battle royale untuk PC, mereka lebih memilhi membuat game untuk mobile. Dan daripada berusaha masuk ke pasar-pasar besar yang sudah jenuh, mereka lebih memilih untuk fokus ke negara-negara berkembang. Setelah itu, mereka foksu pada pelokalan, memastikan bahwa game mereka bisa diterima dengan baik.

Free Fire mungkin sering dianggap remeh karena spesifikasinya yang memang enteng, grafik yang B saja dan gameplay yang cenderung sederhana. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa Garena berhasil membuat game itu sukses. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia game, “sukses” itu tak melulu berupa game AAA eksklusif untuk konsol terbaru.

Sumber: Niko Partners

Babak Utama First Strike Indonesia akan Digelar Pada 3-6 Desember 2020

Setelah mengadakan babak kualifikasi pada Oktober dan November 2020, One Up akan mengadakan babak utama dari First Strike Indonesia pada 3-6 Desember 2020.

One Up merupakan rekan eksklusif Riot Games dalam menyelenggarakan turnamen esports VALORANT di Indonesia. Sementara First Strike adalah turnamen VALORANT resmi pertama dari Riot Games. Pada babak utama turnamen First Strike, akan ada 16 tim profesional yang bertanding untuk memperebutkan gelar juara dan total hadiah sebesar Rp100 juta.

Berikut 16 tim yang akan berlaga di First Strike.

Pemenang babak kualifikasi 1: Nerd Banana, AING MAUNG Esports, RRQ Endeavour, NXL Ligagame
Pemenang babak kualifikasi 2: Zenith, XcN Gaming, Occamy Omega, ArcXana Esports
Pemenang babak kualifikasi 3: Forstwolf, Reckless Lads, Konoha, ONIC Esports
Tim jalur undangan: BOOM Esports, Alter Ego, Somnium Esports dan Morph Team

Sebagai negara mobile first, mobile game dan esports memang lebih populer di Indonesia. Namun, Edwin, VP Business Development One Up mengungkap, hal itu bukan berarti PC gaming di Tanah Air sudah mati. Selain itu, dia juga percaya, pemain PC biasanya cenderung lebih setia daripada mobile gamer.

babak utama First Strike
Para pembicara dalam konferensi pers First Strike Indonesia.

“PC gamer biasanya lebih loyal karena mereka harus mendedikasikan waktu untuk bermain di PC. Sementara mobile game bisa dimainkan hanya dalam waktu 10 menit saja,” ujar Edwin dalam konferensi pers online yang diadakan oleh One Up pada Rabu, 25 November 2020.

Sementara itu, Chris Tran, Head of Esports Riot Games, Southeast Asia, Hong Kong, and Taiwan mengungkap, industri game cukup besar sehingga masih ada ruang untuk berkembang, baik untuk mobile game maupun game PC, seperti VALORANT. Dia juga menambahkan, VALORANT, yang baru saja diluncurkan pada Juni 2020, berkembang dengan sangat cepat.

“Apa yang kami khawatirkan adalah VALORANT berkembang terlalu cepat. Semua orang ingin ikut serta, yang membuat kami kesulitan untuk menentukan langkah yang harus kami ambil,” ujar Chris. “Ketika Anda menggabungkan anak muda dengan passion, hasilnya adalah energi yang besar. Tugas kami adalah menyalurkan energi itu menjadi sesuatu yang produktif.”

Memang, Riot telah berencana untuk mengadakan VALORANT Champions Tour pada 2021. Champions Tour merupakan rangkaian turnamen VALORANT yang mencakup tiga level turnamen, yaitu Challengers, Masters, dan Champions. Turnamen Challegers akan fokus untuk mengadu tim lokal di kompetisi regional.

Sementara turnamen Masters akan mempertemukan 16 tim dari berbagai negara di dunia. Pemenang di turnamen ini akan mendapatkan hadiah dan juga poin. Poin itu akan menjadi syarat untuk msauk ke turnamen Champions. Terakhir, turnamen Champions, sesuai namanya, akan mengadu 16 tim VALORANT terbaik dunia. Turnamen yang bakal digelar pada akhir 2021 ini akan berlangsung selama dua minggu. Tim yang keluar sebagai pemenang akan mendapatkan gelar juara VALORANT global pertama.

Bagaimana Riot Games Mengembangkan Dunia League of Legends ke Media Lain

Riot Games dikenal sebagai kreator League of Legends. Selama bertahun-tahun, mereka hanya fokus pada game MOBA tersebut. Namun, pada tahun lalu, tepat pada perayaan ulang tahun League of Legends ke-10, Riot mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan beberapa game baru. Menariknya, sebagian dari game itu akan mengambil dunia dan menampilkan karakter yang sama dengan League of Legends.

Memang, tidak mudah untuk menyelipkan cerita ke dalam game MOBA. Selama ini, Riot mencoba untuk memperkenalkan lore dari League of Legends melalui media lain, seperti komik. Mereka juga membuat situs khusus yang membahas tentang kota dan karakter yang tampil di League of Legends. Namun, tampaknya, Riot tak puas dengan itu. Dan mereka ingin mencoba untuk mengemas cerita League of Legends dalam game dengan genre yang sama sekali berbeda dari MOBA.

 

Game-Game Turunan League of Legends

Teamfight Tactics menjadi “game” kedua Riot setelah League of Legends. Pada awalnya, Teamfight Tactics merupakan mode di dalam League of Legends yang didasarkan pada game Dota Auto Chess. Melihat popularitas Teamfight Tactics, Riot lalu memutuskan untuk menjadikannya sebagai game terpisah. Tak hanya itu, pada Maret 2020, mereka juga meluncurkan Teamfight Tactics ke platform Android dan iOS.

Sepanjang 2020, Riot Games juga merilis beberapa game lain, seperti Valorant, League of Legends: Wild Rift, dan Legends of Runeterra. Dari ketiga game tersebut, hanya Valorant yang tidak didasarkan pada dunia dari League of Legends. Tak hanya itu, Riot juga akan merilis dua game spinoff lain dari League of Legends, yaitu Ruined King dan Conv/rgence. Hanya saja, Riot tidak membuat kedua game itu sendiri. Sebagai gantinya, mereka mencari developer sebagai rekan. Nantinya, baik Ruined King dan Conv/rgence akan dirilis di bawah label Riot Forge.

Riot Forge didirikan pada pertengahan 2018. Alasan Riot Forge dibuat adalah karena ada orang-orang yang ingin menjelajah dan melakukan eksplorasi di Runeterra — hal yang sulit untuk direalisasikan dengan game MOBA. Mereka lalu memutuskan untuk mencari rekan developer yang bisa menyajikan League of Legends dalam genre lain.

“Kami tahu bahwa ada fans League of Legends yang ingin mendapatkan pengalaman bermain yang lain dari MOBA dan kami ingin memberikan game dengan genre lain pada mereka,” kata Head of Riot Forge, Leanne Loombe, seperti dikutip dari ESPN. “Hal itu berarti, kami harus mengembangkan banyak game dengan genre yang berbeda-beda jika kami ingin memenangkan hati para fans tersebut.

“Hanya saja, membentuk tim developer yang bisa membangun game dengan genre yang berbeda-beda, seperti RPG dan action platformer, hal itu membutuhkan waktu lama. Dan kami tidak ingin membiarkan para fans kami menunggu terlalu lama,” jelas Loombe. “Akan lebih baik jika kami fokus untuk mengerjakan apa yang memang menjadi keahlian kami dan mencari rekan untuk membuat game dengan genre lain.”

Riot lalu memilih Airship Syndicate untuk membuat game turn-based RPG dari League of Legends, yang dinamai Ruined King. Selain itu, mereka juga menunjuk Double Stallion Games untuk membuat Conv/rgence, sebuah game action platformer yang menggunakan aset League of Legends. Loombe mengungkap, salah satu karakteristik yang Riot cari ketika memilih developer yang akan menjadi rekan mereka adalah kecintaan akan lore League of Legends dan keinginan untuk mengembangkan dunia Runeterra.

“Bagi kami, salah satu hal yang paling kami cari adalah passion untuk membuat game yang keren,” ujar Loombe. “Kami tidak akan meminta para developer untuk membuat game sesuai permintaan kami. Kami ingin agar kolaborasi kami dengan rekan kami akan berjalan dua arah.”

Loombe mengungkap, Riot memberikan kebebasan pada para developer untuk mengekspansi dunia League of Legends. Dengan begitu, para developer akan dapat membuat game yang memang sesuai dengan keahlian dan minat mereka. Untuk Aiship, mereka ingin membuat game RPG yang mengambil tempat di Bilge Water dan Shadows Isles — dua kota di League of Legends. Dan berdasarkan game-game yang sudah Airship pernah buat, mereka memang memiliki kemampuan untuk merealisasikan visi tersebut.

“Dengan game single-player RPG, kami bisa membuat cerita yang dalam,” ujar Loombe. “Salah satu elemen dari game RPG adalah naratif yang kompleks.” Dia menjelaskan, game RPG memungkinkan developer untuk tidak hanya menunjukkan cerita dari para champions tapi juga gaya hidup masyarakat di Bilge Water dan Shadow Isles.

Ekko, salah satu champion di League of Legends.
Ekko, salah satu champion di League of Legends.

Sementara itu, melalui Conv/rgence, Double Stallion Games akan menjadikan Ekko — anak jalanan dari Zaun yang bisa membelokkan waktu — sebagai tokoh utama. “Dari game-game Double Stallion sebelum ini, Anda bisa melihat bahwa mereka cenderung membuat game platformer yang fokus pada mekanisme pertarungan,” ujar Loombe. “Anda akan menemukan elemen-elemen itu di Conv/rgence. Ekko adalah champion yang hebat dan dia punya skill yang juga menarik, khususnya terkait manipulasi waktu.”

 

Komik, Musik dan Animasi

Tak berhenti di game, Riot juga membawa cerita dan tokoh dari League of Legends ke media lain, mulai dari komik, musik, sampai animasi. Anda bisa menemukan komik League of Legends di situs resminya. Di sana, Anda akan menemukan komik seri maupun one-shot. Salah satu seri komik yang Riot buat berjudul Harmonies, yang bercerita tentang para anggota K/DA.

Di game MOBA, KDA merupakan singkatan dari Kill, Death, Assist. Namun, jika kita berbicara tentang Riot Games dan League of Legends, K/DA juga merupakan girl band virtual yang beranggotakan empat champions dari League of Legends: Akali, Ahri, Evelynn, dan Kai’Sa. K/DA dibentuk pada 2018 karena Riot ingin serius menggarap konten musik. Salah satu keuntungan yang Riot dapatkan dengan membuat K/DA adalah menggaet penggemar baru. Pasalnya, lagu-lagu K/DA bernuansa K-Pop. Jadi, Anda tidak harus memainkan atau mengerti League of Legends untuk menikmati lagu-lagu K/DA.

Selain lagu, Riot juga menyiapkan cerita tentang bagaimana Akali, Ahri, Evelynn, dan Kai’Sa bisa membentuk sebuah girl band dan menjadi pop stars. Keempat anggota K/DA bahkan memiliki peran yang berbeda-beda, menurut laporan Insider. Misalnya, dalam game League of Legends, Akali dikenal sebagai The Rogue Assassin karena dia memutuskan untuk meninggalkan Kenkou Order. Namun, di K/DA, dia mengambil peran sebagai seorang rapper. Sementara Ahri — seorang mage yang juga merupakan nine-tailed fox di League of Legends — merupakan main vocalist dari K/DA. Dia juga merupakan pemimpin dan co-founder dari girl band tersebut.

Evelynn — yang memiliki gelar The Widowmaker di League of Legends — merupakan co-founder lain dari K/DA. Di girl band itu, dia menjadi lead vocalist. Terakhir, Kai’Sa yang punya role “Marksman” di League of Legends, mendapatkan tugas sebagai dancer dan choreograhper di K/DA. Untuk menggali cerita K/DA lebih dalam, Riot bahkan membuat seri komik dari keempat anggota K/DA. Dalam komik tersebut, diceritakan bagaimana Ahri bisa mengumpulkan anggota K/DA dan membentuk girl band tersebut serta keputusan Evelynn menolak untuk mengerjakan proyek lain demi K/DA.

Keseriusan Riot dalam menggarap K/DA tidak sia-sia. K/DA terbukti populer. Buktinya, video POP/STARS — lagu K/DA yang dirilis pada 2018 — telah mendapatkan 398 juta view. Dari kolom komentar, Anda akan bisa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang yang tidak memainkan League of Legends sekalipun senang mendengarkan POP/STARS. Hal itu berarti Riot sukses untuk memperkenalkan intellectual property mereka ke kalangan non-gamer sekalipun. Tak hanya itu, pembuatan K/DA juga secara langsung menguntungkan Riot. Pasalnya, ketika K/DA pertama kali diperkenalkan, Riot juga menjual skin dari empat anggota K/DA.

Tak berhenti sampai di situ, belum lama ini, K/DA juga merilis mini-album baru, berjudul All Out, yang berisi lima lagu. Riot juga menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan champion baru di League of Legends, yaitu Seraphine. Riot membuat Seraphine — yang memang memiliki kekuatan bertema musik di League of Legends — berkolaborasi dengan K/DA.

Riot bahkan membuat akun media sosial dari Seraphine. Melalui akun media sosial tersebut, Riot menunjukkan “keseharian” dari Seraphine, termasuk fakta bahwa dia adalah seorang fan dari K/DA. Di Twitter, “Seraphine” juga membicarakan tentang rasa tidak percaya dirinya untuk berkolaborasi dengan K/DA. Hal ini menuai kontroversi.

Sebagian netizen menerima apa yang Riot lakukan dengan positif dan menyatakan dukungan mereka pada “Seraphine”. Sementara sebagian netizen merasa bahwa Riot manipulatif. Mereka melihat kicauan Seraphine sebagai usaha Riot untuk membangun hubungan parasosial antara Seraphine dan netizen, membuat mereka menjadi merasa memiliki ikatan sosial dengan karakter tersebut.

Menurut laporan Polygon, kicauan yang diunggah ke akun Twitter Seraphine ditulis oleh Bethany Higa, seorang penulis di Riot. Higa mengungkap, topik yang diceritakan melalui Twitter Seraphine didasarkan pada pengalamannya ketika dia bekerja di Riot.

“Saya sendiri merasa tidak percaya diri. Saya pernah merasakan imposter syndrome,” kata Higa pada Polygon. “Saya ingin menyampaikan pentingnya usaha keras dan harapan melalui cerita Seraphine. Dan saya ingin menunjukkan bagaimana Seraphine mengatasi rasa takut yang dia hadapi sehingga dia bisa menjadi lebih percaya diri.”

Meskipun begitu, saat ini, Seraphine dianggap sebagai champion League of Legends yang paling tidak disuaki. Pasalnya, jumlah dislike pada video perkenalan dari karakter tersebut jauh melebihi jumlah dislike dari video perkenalan karakter-karakter lain. Tak hanya itu, jumlah dislike pada video perkenalan Seraphine juga melebihi jumlah like yang ada, lapor ClutchPoints.

Selain musik, Riot juga ingin menjajaki dunia film dan animasi. Pada 2019, mereka telah membuat film League of Legends Origins yang menceritakan tentang asal mula League of Legends serta bagaimana ekosistem esports dari game itu bisa tumbuh dan berkembang. Pada tahun lalu, Riot juga mengumumkan rencana mereka untuk membuat animasi yang mengambil setting dunia di Runeterra. Seri animasi itu bernama Arcane.

Untuk membuat Arcane, Riot bekerja sama dengan Fortiche Production, studio animasi asal Prancis yang juga pernah menggarap video POP/STARS untuk K/DA. Pada awalnya, Arcane direncanakan untuk diluncurkan pada 2020. Namun, karena pandemi Covid-19, Riot memutuskan untuk menunda peluncuran seri animasi itu ke tahun depan, menurut laporan Engadget.

Sayangnya, tidak banyak informasi yang ada tentang plot dari Arcane. Di trailer Arcane, ada dua champions League of Legends yang tampil, yaitu Jinx dan Vi. Hanya saja, Riot tidak memberikan penjelasan tentang cerita yang akan mereka angkat melalui Arcane atau bahkan jumlah episode dari seri animasi tersebut.

Jangan heran melihat Riot Games, yang merupakan perusahaan game, mencoba untuk membawa intellectual property mereka ke media lain, seperti komik dan animasi. Seperti yang disebutkan oleh The Motley Fool, Riot bukan satu-satunya perusahaan game yang melakukan itu. Contoh perusahaan game lain yang membawa franchise mereka ke media lain adalah Activision Blizzard, yang mengadaptasi World of Warcraft ke film layar lebar. Faktanya, ada cukup banyak franchise game yang dibuat menjadi film atau seri TV, seperti Assassin’s Creed dan Tomb Raider, hingga DreadOut.

 

Penutup

Ada empat sistem monetisasi yang bisa digunakan oleh developer, yaitu subscription atau berlangganan, in-app purchase, iklan, dan sekali bayar. Namun, tak peduli model bisnis apa yang digunakan oleh sebuah developer, semakin banyak orang yang memainkan game mereka, semakin bagus.

Dalam kasus League of Legends, Riot Games bisa mendapatkan pemasukan dengan menjual champion atau skin dari para karakter. Tentunya, Riot ingin agar para gamer terus memainkan League of Legends. Dalam 11 tahun terakhir, mereka sukses mempertahankan pemain-pemain League of Legends. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membangun ekosistem esports League of Legends.

Namun, bagi sebagian pemain League of Legends, hal itu masih belum cukup. Ada fans League of Legends yang ingin bisa mengeksplorasi Runeterra lebih dalan dan mengenal para champions dengan lebih baik. Hanya saja, tidak mudah untuk menyampaikan cerita dalam game ber-genre MOBA. Jadi, Riot memutuskan untuk menyampaikan lore dari League of Legends melalui media lain, mulai dari situs, komik, animasi, sampai game spinoff dari game MOBA buatan mereka.

Selain memuaskan rasa penasaran para gamer akan lore League of Legends, membuat berbagai spinoff dari game itu juga memberikan keuntungan lain bagi Riot. Menampilkan cerita dari para champions bisa membuat para pemain menjadi semakin suka dengan karakter-karakter tersebut. Dan hal ini bisa mendorong mereka untuk membeli skin atau merchandise yang Riot tawarkan.

Mineski Global Kerja Sama dengan VPGAME, Activision Blizzard Pecat Puluhan Karyawannya

Selama satu minggu terakhir, ada beberapa berita menarik di industri game dan esports. Sebagian merupakan kabar baik, sementara sebagian lainnya adalah kabar buruk. Di Asia Tenggara, Mineski Global mengumumkan kerja samanya dengan VPGAME dari Tiongkok. Sementara di tingkat Asia Pasifik, Activision Blizzard mengungkap, mereka akan merumahkan lebih dari 30 orang.

Bersama VPGAME, Mineski Global Ingin Kembangkan Skena Esports di Asia Tenggara

Minggu ini, Mineski Global mengumumkan kerja sama dengan platform esports Tiongkok, VPGAME. Melalui kolaborasi itu, keduanya akan menggabungkan sumber daya mereka untuk mengembangkan skena esports di Asia Tenggara. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kerja sama ini.

VPGAME akan menyediakan platform dan data marketing esports yang bisa digunakan oleh Mineski Global untuk mengiklankan turnamen esports tingkat regional mereka. Dengan kerja sama ini, Mineski Global dan VPGAME juga akan mengadakan turnamen esports bersama. Mineski Global akan fokus pada pengadaan turnamen lokal dan marketing, sementara VPGAME akan bertanggung jawab atas komunitas dan pembagian hadiah.

Melalui pengadaan turnamen-turnamen itu, VPGAME juga akan mengumpulkan kritik dan saran melalui aplikasi mereka. Dengan begitu, mereka akan bisa meningkatkan kualitas dari layanan, menurut laporan The Esports Observer.

Jalur 14, Seri Dokumenter tentang Industri Esports Malaysia Selama 14 Tahun

Pada akhir Agustus 2020 lalu, Netflix merilis seri TV dokumenter industri game, High Score. Sekarang, mungul seri TV dokumenter lain. Hanya saja, kali ini, dokumenter tersebut akan fokus untuk membahas industri esports di Malaysia selama 14 tahun belakangan.

Seri TV yang dinamai Jalur 14 ini akan menampilkan 14 orang yang tidak hanya berhasil membangun karir di industri esports, tapi juga membuat ekosistem esports Malaysia dikenal di dunia. Salah satu tokoh yang akan dibahas adalah Ng “YamateH” Wei Poong. Setelah sukses sebagai pemain Dota 2 profesional, dia mengunjungi Tun Abdullah Badawi, yang ketika itu menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia.

Jalur 14 akan menampilkan tokoh-tokoh penting di ekosistem esports Malaysia. | Sumber: IGN
Jalur 14 akan menampilkan tokoh-tokoh penting di ekosistem esports Malaysia. | Sumber: IGN

Tokoh lain yang akan tampil dalam Jalur 14 adalah Chai “Mushi” Yee Fung, yang berhasil membawa timnya menjadi juara 3 di The International 3 pada 2013 dan Dr. Yew Weng Kean, yang memenangkan medali emas dalam cabang olahraga esports Hearthstone di SEA Games 2019.

Jalur 14 juga akan menampilkan tokoh esports muda, seperti Mohd Fariz “Soloz” Zakaria, kreator konten yang berhasil mendapatkan dua juta follower di Facebook, Ahmad Fuad “Fredo” bin Razali, Andriyana “Chuchu Gaming” binti Mohamed Ghazali, dan lain sebagainya, lapor IGN.

Studi Oxford: Bermain Game Punya Dampak Positif ke Kesehatan Mental

Sebuah studi dari University of Oxford membuktikan, durasi yang orang-orang habiskan untuk bermain game memiliki dampak positif pada kesehatan mental mereka, walau dampak tersebut tak terlalu besar. Studi itu didasarkan pada survei pada lebih dari 6.500 pemain. Sebanyak 3.000 orang setuju untuk memberikan data telemetri mereka ketika mereka sedang bermain.

Survei tersebut fokus pada pengalaman para gamer ketika mereka memainkan game Plants vs Zombies: Battle for Neighborville dari Electronic Arts dan Animal Crossing: New Horizons dari Nintendo. Survei itu berlangsung selama dua minggu di bulan Agustus dan September 2020. Untuk mendukung studi ini, Nintendo dan EA memberikan data berupa berapa lama pemain bermain game. EA juga memberikan data ekstra seperti total damage ketika pemain bermain.

Plants vs Zombies: Battle for Neighborville.
Plants vs Zombies: Battle for Neighborville.

Setelah selesai bermain, para gamer akan diminta untuk mengisi survei. Dalam survei itu, pemain akan diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju pada berbagai pernyataan seperti “Saya merasa kompeten saat memainkan PvZ” atau “Saya merasa menjadi lebih bebas saat memainkan Animal Crossing”, lapor GamesIndustry.

Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa para pemain yang bermain lebih lama memiliki kemungkinan lebih besar untuk merasakan emosi positif. Dalam studi itu tertulis, “Banyak orang takut bahwa bermain terlalu lama akan menyebabkan kecanduan dan merusak kesehatan mental seseorang. Namun, kami justru menemukan bahwa bermain game memberikan dampak positif pada kesehatan mental seseorang.”

Fnatic Kumpulkan Modal Lewat Crowdfunding

Fnatic dan perusahaan induk mereka, Sannpa Ltd. baru saja mengadakan crowdfunding di Crowdcubte untuk mengumpulkan modal. Mereka akan menjual 0,99% saham perusahaan demi mendapatkan modal sebesar setidaknya GBP 1 juta (sekitar Rp18,8 miliar), lapor The Esports Observer.

Masyarakat umum bisa mulai membeli saham Fnatic pada 19 November 2020. Namun, para investor yang telah mendaftarkan diri terlebih dulu bisa membeli sahan organisasi esports itu 24 jam sebelum waktu penjualan dimulai. Ketika kampanye pengumpulan dana ini dibuka untuk umum, Fnatic telah mengumpulkan GBP945 ribu (sekitar Rp17,8 miliar). Hanya dalam waktu 70 menit setelah penjualan saham dibuka untuk umum, Fnatic berhasil mencapai target minimal mereka.

Belum lama ini, Sannpa mengungkap strategi mereka dalam lima tahun ke depan. Mereka akan menggunaan dana dari crowdfunding ini untuk merealisasikan beberapa rencana jangka pendek mereka. Tujuan utama Fnatic saat ini adalah untuk mengembangkan merek dan fanbase mereka.

Queens Collective Gaming Resmi Diluncurkan

Queens Gaming Collective (QGC) resmi diluncurkan setelah mendapatkan kucuran dana sebesar US$1,5 juta (sekitar Rp21,3 miliiar). Ronde pendanaan itu dipimpin oleh BITKRAFT Ventures. QGC bertujuan untuk mendukung perempuan di industri esports, yang dianggap sebagai industri yang didominasi oleh pria. Mereka akan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan oleh para pemain, kreator konten, dan streamer perempuan untuk membangun karir di dunia game dan esports.

Queens Collective Gaming ingin menyediakan kesempatan untuk pelaku industri game dan esports perempuan.
QGC ingin menyediakan kesempatan untuk pelaku industri game dan esports perempuan.

Sebagai perusahaan, QGC juga memiliki dewan penasehat yang terdiri dari para perempuan pemegang jabatan di Amazon, TikTok, Twitch, dan perusahaan besar lainnya. Atlet NBA Baron Davis akan menjadi salah satu ambassador dari QGC. Selain itu, mereka juga merekrut Karen Civil, seorang digital media marketing strategist.

“Queens akan mengubah industri game,” kata Alisa Jacobs, Co-founder dan CEO Queens Gaming Collective, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider. “Gaming adalah gaya hidup. Dan Queens adalah gerakan global yang dibangun untuk dan dipimpin oleh para perempuan yang mengutamakan kerja sama serta ingin menampilkan representasi perempuan dan mencapai inklusi ekonomi.”

Activision Blizzard Bakal Pecat Puluhan Karyawan di Asia Pasifik

Activision Blizzard mengonfirmasi bahwa mereka akan kembali melakukan Pemutusah Hubungan Kerja (PHK) pada sebagian pekerja mereka. Kali ini, mereka akan memecat karyawannya yang ada di kawasan Asia Pasifik.

Kepada MCV, Activision Blizzard mengungkap, mereka akan merumahkan sekitar 30 pekerja. Mereka juga memastikan, orang-orang yang terkena PHK bukan berasal dari tim customer support dan pelokalan, seperti dikutip dari GamesIndustry. Di kawasan Asia Pasifik, Activision Blizzard memiliki kantor di Sydney, Shanghai, Seoul, Taiwan, dan Singapura.

Sebelum ini, Activision Blizzard juga telah menutup kantor di Versailles dan The Hague. Tak hanya itu, pada awal 2019, mereka memecat 800 orang, atau sekitar 8% dari total pekerja mereka ketika itu. Padahal, saat itu mereka mencetak rekor keuntungan terbesar.

Antara Cinta dan Benci Para Fans Esports

Industri esports tengah berkembang pesat beberapa tahun belakangan. Ke depan, esports juga diperkirakan masih akan tumbuh. Salah satu alasan mengapa esports diduga akan menjadi industri besar — dengan nilai hampir US$1 miliar — adalah karena competitive gaming dipercaya akan menjadi bentuk hiburan baru di masa depan. Sama seperti bagian dari dunia hiburan lain, fans juga punya peran penting di dunia esports.

Bagi organisasi esports, sekadar memenangkan turnamen tak lagi cukup. Mereka juga harus mampu memenangkan hati fans dan mempertahankan agar fans tetap loyal dengan mereka. Jadi, jangan heran jika ada organisasi esports yang punya divisi khusus hiburan, seperti EVOS Esports dan FaZe Clan.

 

Apa yang Membuat Seseorang Menjadi Fan Organisasi Esports?

Esports kini memang sering disandingkan dengan olahraga tradisional, seperti sepak bola. Namun, alasan seseorang memilih tim esports favorit biasanya berbeda dengan alasan mereka mendukung tim sepak bola kesayangan mereka. Fans sepak bola biasanya akan memilih tim lokal untuk didukung.

Saat saya tinggal di Jakarta, The Jakmania-lah yang sering saya lihat berarak ke Gelora Bung Karno ketika Persija akan bertanding. Sementara ketika saya masih tinggal di Yogyakarta, saya kerap melihat Slemania. Memang, PSS Sleman bukanlah tim papan atas di Liga Indonesia, tapi hal itu tidak menghentikan warga Sleman dan sekitarnya untuk mendukung tim tersebut.

Ekosistem esports berbeda dengan dunia olahraga tradisional, seperti sepak bola. Di esports, hampir semua tim profesional bermarkas dari Jakarta. Namun, hal ini tidak menghentikan orang-orang di luar Jakarta atau bahkan di luar Pulau Jawa untuk menjadi fans dari RRQ atau EVOS Esports.

Fans RRQ berasal dari berbagai kota. | Sumber: Indosport
Fans RRQ berasal dari berbagai kota. | Sumber: Indosport

Namun, berdasarkan penelitian pada fans sepak bola yang dilakukan oleh John Williams, Associate Professor of Sociology di University of Leicester, diketahui bahwa para fans sepak bola sekarang tidak selalu mendukung tim lokal. Alasannya, keberadaan televisi dan internet memudahkan orang-orang untuk melihat dan mencari tahu tentang tim sepak bola manapun. Williams mengatakan, sekarang, masyarakat punya kecenderungan untuk memilih klub sepak bola yang kuat.

Di esports, ketangguhan tim jelas jadi salah satu faktor yang diperhitungkan sebelum seseorang memutuskan untuk mendukung tim itu. Tim yang sering menang biasanya akan punya fans yang lebih banyak. Selain kekuatan tim, hal lain yang mendorong seseorang untuk menjadi fan dari tim esports adalah identitas atau image yang ditampilkan oleh tim itu.

Alex Aune, fan Cloud9 yang juga menjadi moderator dari subreddit Cloud9, mengatakan bahwa dia menyukai organisasi esports tersebut karena kerendahan sikap mereka. Alasan lainnya adalah karena dia juga menyukai bagaimana Jack Etienne, pemilik Cloud 9, memperlakukan para atlet esports di bawah naungannya.

Tim League of Legends Cloud9 pada 2018. | Sumber: The Esports Observer
Tim League of Legends Cloud9 pada 2018. | Sumber: The Esports Observer

Sementara itu, menurut pemilik OpTic Gaming, Hector “H3CZ” Rodriguez, cara paling efektif untuk mendapatkan fans adalah dengan membuat audiens merasa dekat dengan roster dan bahkan staf organisasi esports. Untuk itu, dia mengunggah video setiap hari, sehingga para penonton mengetahui kehidupannya, mulai dari anak dan istrinya hingga binatang peliharaannya. Menurutnya, hal ini akan membuat para penonton merasa familier dengannya dan akhirnya, bersedia untuk mendukung dia dan timnya.

Selain itu, Rodriguez menyebutkan, organisasi esports juga bisa mendapatkan fans dengan merekrut sosok ternama dan membuat konten tentang sosok tersebut, mulai dari wawancara sampai kegiatan live streaming. Setelah sebuah tim sukses membangun fanbase, mereka lalu akan bisa fokus untuk memperkuat roster mereka.

Memang, dalam penelitiannya, Williams menemukan bahwa seseorang punya kecenderungan untuk mendukung tim yang menaungi idolanya. Misalnya, seseorang bisa setia dengan FC Barcelona karena dia menyukai Lionel Messi. Di dunia esports, seseorang bisa saja menjadi fan dari RRQ karena mengagumi Muhammad “Lemon” Ikhsan. Apalagi, di esports, seseorang fan bisa dengan mudah berkomunikasi dengan idolanya melalui media sosial.

Sayangnya, kemudahan berkomunikasi yang ditawarkan oleh media sosial dan internet ini layaknya pedang bermata dua bagi organisasi esports. Di satu sisi, tim esports profesional bisa membangun fanbase dengan lebih mudah. Di sisi lain, para fans juga bisa menggunakan media sosial untuk mencecar tim yang kalah.

 

Karakteristik Fans Esports di Indonesia

Di Indonesia, RRQ merupakan salah satu organisasi esports yang mengutamakan kemenangan. Sesuai dengan namanya, RRQ ingin menjadi “raja” di dunia esports Indonesia. Strategi ini berhasil membuat RRQ mendapatkan banyak fans. Tak hanya itu, CEO RRQ, Andraline Pauline alias AP mengatakan, fans RRQ di Indonesia cukup setia. Namun, ada harga yang harus RRQ bayar. Mereka harus bisa memenuhi ekspektasi para fans mereka.

“Risiko tim besar dengan fanbase yang juga besar ya itu, pressure-nya tinggi,” ujar AP melalui pesan singkat. “Jika kita tidak bagus, mereka juga tidak segan-segan untuk kritik. Tapi semua fans pasti ingin tim favoritnya menang.”

CEO BOOM Esports, Gary Ongko mengatakan hal yang sama: fans esports di Indonesia cukup setia. “Fans Mobile Legends pasti fans mati RRQ, fans Dota 2, juga pasti fans mati BOOM,” ujarnya pada Hybrid.co.id. “Aura di Free Fire, mau menang atau kalah, fansnya juga banyak.

Lebih lanjut, Gary mengungkap, “Ada juga fans yang loyal ke player, seperti olahraga tradisional. Paling gampang kelihatan, ya seperti InYourDream, kan fans-nya banyak. Atau fans Khezcute. Di mana Khezcute bermain, pasti organisasinya didukung. Misalnya, kalau besok Khezcute pindah ke EVOS, ya mereka ikut pindah.”

Alfi Syahrin Nelphyana alias Khezcute. | Sumber: Liquipedia
Alfi Syahrin Nelphyana alias Khezcute. | Sumber: Liquipedia

Namun, Gary tidak memungkiri, juga ada fans “karbitan” di esports, yaitu orang-orang yang hanya mendukung sebuah tim ketika tim tersebut sedang di atas angin. “Sama seperti di olahraga tradisional, ketika Anda menang, orang-orang akan mendukung atau pura-pura mendukung tim Anda,” kata Gary sambil tertawa.

Meskipun setia, fans esports Indonesia cukup menuntut, aku Gary. Jika sebuah tim kalah, tidak jarang para fans mendadak merasa lebih tahu apa yang harus dilakukan. Namun, Gary merasa, hal itu bukanlah hal yang aneh, mengingat hal serupa juga terjadi di dunia olahraga tradisional. “Ketika tim kalah, pada sok jadi manager. Padahal, ya semua give their best. Dan di kompetisi profesional, semua memang jago. Perbedaan antara menang dan kalah sangat tipis,” ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ, jika tim unggulannya kalah, para fans juga bisa berbalik menyerang mereka. Gary bercerita, BOOM cukup sering mendapatkan ancaman, terutama ketika sedang kalah.

Gary menjelaskan, para pemain diminta untuk mengacuhkan makian dari para netizen. Selain itu, para pemain BOOM juga akan diingatkan akan “siapa yang penting dan filter outside noises,” ujar Gary. “Kalau sukses, haters banyak itu normal. Kalau lo nggak ada haters, lo nggak sukses.”

Dia menambahkan, biasanya, BOOM juga akan mengingatkan para pemainnya bahwa mereka bangga dengan pencapaian mereka. “Kita yang manajemen, keluarga lo, teman-teman lo, 100% pasti bangga sama lo. Jadi nggak usah dengarkan para hater.” Pada akhirnya, dia mengungkap, para pemain akan diingatkan, “Netizen is just netizen.”

Gary mengaku, dia tidak terlalu memedulikan ancaman itu. Memang, sayangnya, ancaman atau makian pada tim yang kalah adalah hal yang lumrah di dunia esports atau di dunia olahraga.

 

Contoh Kasus: T1

T1, organisasi esports asal Korea Selatan, belum lama ini mengalami masalah berupa harassment dari para fans. Pasalnya, mereka gagal masuk ke League of Legends World Championship. Padahal, T1 mereka baru menjuarai League of Legends Champions Korea (LCK) Spring 2020. Tak hanya itu, mereka juga memiliki Lee “Faker” Sang-hyeok, yang dianggap sebagai salah satu pemain League of Legends terbaik sepanjang masa. T1 juga menjadi organisasi esports dengan trofi Worlds terbanyak setelah memenangkan Worlds tiga kali.

Tim League of Legends dari T1. | Sumber: InvenGlobal
Tim League of Legends dari T1. | Sumber: InvenGlobal

Namun, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya akan jatuh juga. T1 kalah dari Afreeca Freecs di LCK Summer Playoff pada awal September 2020. Hal itu berarti, mereka harus memenangkan Regional Qualifiers untuk bisa mendapatkan tiket ke Worlds 2020. Sayangnya, mereka harus bertekuk lutut di hadapan Gen.G. Dengan begitu, T1 tak bisa ikut serta Worlds 2020.

Menurut laporan Dexerto, para fans sudah mulai meradang pada Agustus 2020 karena T1 tidak memainkan Faker. Kekalahan T1 di Regional Qualifiers membuat fans semakin marah. Sebagian fans melampiaskan kemarahan mereka dengan mengirimkan ancaman pada pemain, staf, dan bahkan pemain T1. Pihak T1 lalu membahas tentang masalah ini di Twitter.

“T1 tidak bisa membiarkan segala bentuk harassment pada pemain, pelatih, staf, dan fans. Kami menghargai keberadaan fandom di komunitas kami dan menyadari bahwa kritik adalah hal yang wajar di dunia gaming profesional,” ujar CEO T1, Joe Marsh di Twitter. “Namun, kejadian belum lama ini sudah masuk ke ranah ujaran kebencian dan merupakan ancaman bagi kesehatan dan keselamatan anggota tim kami.”

Lebih lanjut, Marsh mengungkap, jika para fans terus menyerang tim dan staf T1, mereka akan membawa masalah ini ke ranah hukum. “Kesehatan dan keselamatan para pemain kami tetap menjadi prioritas utama kami,” kata Marsh. “Tidak ada ruang untuk kebencian di esports.”

 

Kenapa Fans Bisa Sangat Setia Pada Tim Favorit Mereka?

Sadar atau tidak, jati diri kita biasanya terikat dengan beberapa faktor eksternal, seperti kewarganegaraan, etnis, dan juga gender. Menariknya, menurut berbagai riset, ketika seseorang mengaku sebagai fan dari sebuah tim olahraga, maka status itu juga akan menjadi bagian dari jati dirinya. Daniel Wann, Professor of Psychology, Murray State University menjelaskan, fans sebuah tim olahraga biasanya merasa bahwa mereka punya keterikatan psikologis dengan tim kesayangan mereka. Tak hanya itu, mereka percaya, performa tim merupakan cerminan dari diri mereka.

“Jati diri seseorang terikat dengan statusnya sebagai fan dari tim X,” ujar Edward Hirt, Associate Professor of Psychological and Brain Sciences, Indiana University- Bloomington, seperti dikutip dary Psychological Science. “Dan mereka akan merasakan dampak positif dan negatif, tergantung pada bagaimana performa tim favorit mereka.” Karena itu, tidak heran jika orang-orang punya kecenderungan untuk mendukung tim yang kuat.

Hanya saja, sekuat apapun sebuah tim, pada akhirnya mereka akan kalah juga. Baik di dunia olahraga maupun di dunia esports, saya pernah melihat tim yang dielu-elukan akan juara justru tumbang di babak final atau semifinal. Pertanyaannya, kenapa para fans bisa tetap setia walau timnya kalah?

Berdasarkan riset yang Wann lakukan pada fans olahraga, salah satu alasan mengapa seseorang menjadi fan dari sebuah tim adalah karena mereka ingin mendapatkan terafiliasi dengan tim tersebut. Ketika seseorang mendukung tim olahraga lokal, mereka akan bisa dengan mudah bertemu dan bersosialisasi dengan orang lain yang juga fans dari tim tersebut. Dan hal ini memberikan dampak positif pada kesehatan psikologis seseorang.

Para fans sepak bola di Indonesia. | Sumber: Kompas
Para fans sepak bola di Indonesia. | Sumber: Kompas

Wann juga melakukan berbagai studi untuk mengetahui korelasi antara kebanggaan seseorang sebagai fan dengan kesehatan mental mereka. Dia menemukan, semakin bangga seseorang sebagai fan dari tim tertentu, semakin kecil kemungkinan dia akan merasa kesepian.

Tak hanya itu, ketika seseorang merasa bangga sebagai fan, hal ini juga memengaruhi kepercayaan dirinya. Ada penjelasan di balik fenomena ini. Berdasarkan studi yang dirilis di Journal of Personality and Social Psychology pada awal tahun 1990-an, diketahui bahwa jika jati diri seseorang terikat erat dengan statusnya sebagai fan, maka dia akan melihat kesuksesan tim favoritnya layaknya kesuksesan pribadi.

Sementara itu, Robert J. Fisher, Professor of Marketing, University of Western Ontario menjelaskan, jati diri memiliki kaitan erat dengan persepsi kita akan diri sendiri. Mengingat status sebagai fan juga berpengaruh pada jati diri seseorang, maka itu berarti, kebanggaan sebagai fan akan memengaruhi bagaimana seseorang memandang diri mereka sendiri. Tak berhenti sampai di situ, mendukung sebuah tim olahraga juga bisa menjadi cara bagi seseorang untuk menunjukkan jati diri mereka pada orang lain.

“Kita selalu berusaha untuk mencari orang atau organisasi yang menunjukkan jati diri kita pada orang lain,” kata Fisher. “kita ingin agar kita terlihat sebagai orang yang bisa membuat pilihan cerdas dan bangga akan keputusan itu.”

Jadi, jangan heran jika Anda melihat fans sepak bola membanggakan pencapaian timnya ketika mereka baru menang. Pasalnya, hal ini dapat meningkatkan rasa bangga dari para fans. Lalu, bagaimana ketika tim kesayangan mereka kalah?

Menariknya, fans tim olahraga juga punya cara tersendiri untuk tetap setia ketika performa timnya memburuk. Salah satu hal yang biasa terjadi adalah fans menyalahkan pihak ketiga, seperti wasit. Hal lain yang biasa terjadi adalah fans akan membanggakan prestasi lama dari tim kesayangan mereka. Namun, juga ada fans yang beralih mendukung tim lain ketika tim favorit mereka kalah.

 

Kesimpulan

Anda pasti pernah dengar ungkapan ini: cinta dan benci itu beda tipis. Memang, secara ilmiah, baik cinta dan benci memicu bagian yang sama pada otak manusia, yaitu insula dan pitamen. Dan hal inilah yang menjadi alasan mengapa rasa cinta seseorang bisa berubah menjadi benci atau sebaliknya.

Kecintaan seseorang sebagai fan tentu berbeda dengan cinta romantis. Namun, tidak bisa dipungkiri, rasa cinta fans pada tim kesayangannya juga merupakan perasaan yang kuat. Dan, sama seperti cinta romantis yang bisa berubah menjadi kebencian, begitu juga dengan rasa cinta fans pada tim kesayangannya.

Sumber: theScore esportsPsychological Science

Adroit Tutup Karena Pandemi, WePlay Adakan Turnamen Mortal Kombat

Dalam satu minggu terakhir, muncul beberapa berita menarik di dunia esports. Salah satunya adalah tutupnya organisasi esports asal Filipina, Adroit Esports. Selain itu, Moonton juga mengadakan turnamen Mobile Legends di kawasan Timur Tengah.

Turnamen Mobile Legends, The Gulf Cup, Diselenggarakan

Moonton akan mengadakan turnamen Mobile Legends: Bang Bang baru. Turnamen yang dinamai The Gulf Cup 2020 ini akan mengadu tim-tim dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman, dan Bahrain. Dengan total hadiah US$15 ribu (sekitar Rp213 juta) dan 132 ribu diamonds, The Gulf Cup akan dimulai pada 27 November 2020 sampai 25 Desember 2020, lapor VP Esports.

Berikut pendistribusian total hadiah yang ditawarkan dalam The Gulf Cup 2020:

Juara pertama: US$8 ribu (sekitar Rp113,7 juta) dan 48 ribu diamonds
Juara kedua: US$5 ribu (sekitar Rp71 juta) dan 30 ribu diamonds
Juara ketiga: US$1 ribu (sekitar Rp14,2 juta) dan 18 ribu diamonds
Juara keempat: US$1 ribu (sekitar Rp14,2 juta) dan 12 ribu diamonds
Juara kelima sampai kedelapan: 6 ribu diamonds.

Adroid Esports Bubar karena Pandemi

Organisasi esports asal Filipina, Adroit Esports, baru saja mengumumkan bahwa mereka akan berhenti beroperasi. Dengan ini, semua pemain profesional dan staf Adroit akan diberhentikan, menurut pengumuman yang dibuat di Facebook pada 14 November 2020 lalu.

Adroit Esporst harus tutup karena pandemi.
Adroit Esporst harus tutup karena pandemi.

Menurut laporan VP Esports, Adroit Esports dibentuk pada Mei 2019. Namun, mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk unjuk gigi di Asia Tenggara. Ketika The International 9 telah selesai, Adroit berhasil masuk ke ML Chengdu Major dan ESL One Los Angeles Major. Sayangnya, mereka tidak pernah bertanding di LA Major karena pandemi virus corona.

Adroit menjadi salah satu tim Dota 2 yang bubar akibat pandemi COVID-19. Memang, dalam beberapa bulan belakangan, sejumlah tim Dota 2 mati karena tidak diketahui kapan Dota Pro Circuit akan kembali diadakan. Geek Fam dan Reality Rift dari Asia Tenggara juga harus berhenti beroperasi pada September 2020. Sementara untuk kawasan Amerika Utara, Chaos Esports memutuskan untuk melepaskan semua roster Dota 2 mereka.

Tencent Siapkan Rp429 Miliar untuk Kembangkan Ekosistem Peacekeeper Elite

Tencent mengadakan Peacekeeper Elite Championship (PEC) pada 14-15 November 2020. Turnamen yang menawarkan hadiah sebesar 12 juta yuan (sekitar Rp25,8 miliar) ini dimenangkan oleh Nova X-Quest F. Tim yang juga menjuarai PEC tahun lalu itu dapat membawa pulang hadiah sebesar 5 juta yuan (sekitar Rp10.7 miliiar) setelah memenangkan PEC 2020. Peacekeeper Elite adalah versi Tiongkok dari PUBG Mobile. Dan PEC adalah kompetisi level tertinggi dari game tersebut.

Di PEC, Leo Liao, Marketing Director of Tencent Interactive Entertainment Group dan Presiden dari Peace Elite League Union (PEL) mengungkap bahwa Tencent akan menyiapkan 200 juta yuan (sekitar Rp429 miliar) untuk mengembangkan ekosistem esports Peacekeeper Elite pada 2021. Dia juga menyebutkan, Tencent akan mengadakan kompetisi global dari Peacekeeper Elite — yang dinamai G-League — pada 2021. Turnamen itu akan menawarkan total hadiah sebesar US$2 juta (sekitar Rp28,4 miliar).

Saat X-Quest F menjadi juara dari PEC 2019. | Sumber: ONE Esports
Saat X-Quest F menjadi juara dari PEC 2019. | Sumber: ONE Esports

Pada Juli 2020, PEL bekerja sama dengan Ultimate Fighting Championship (UFC) dari Amerika Serikat. Selain itu, juga diumumkan bahwaw total hadiah untuk musim ketiga dari PEL akan dinaikkan menjadi US$3 juta (sekitar Rp42,6 miliar). Dengan ini, PEL Season 3 akan menjadi kompetisi esports dengan total hadiah terbesar di sejarah esports Tiongkok, lapor Pandaily.

WePlay Adakan Turnamen Mortal Kombat, Dragon Temple

WePlay, penyelenggara turnamen Dota 2, kini mencoba untuk masuk scene esports dari fighting game. Mereka baru saja mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan turnamen Mortal Kombat, menurut laporan The Esports Observer. Turnamen yang dinamai WePlay Dragon Temple itu akan diselenggarakan pada 10-13 Desember 2020.

Dragon Temple menawarkan total hadiah sebesar US$60 ribu (sekitar Rp852 juta). Kompetisi itu menjadi turnamen pertama yang diselenggarakan di WePlay Esports Arena Kyiv, Ukraina. Untuk menyelenggarakan turnamen Mortal Kombat ini, WePlay bekerja sama dengan DashFight, yang akan menjadi rekan media mereka.

WePlay akan mengadakan turnamen Mortal Kombat. | Sumber: The Esports Observer
WePlay akan mengadakan turnamen Mortal Kombat. | Sumber: The Esports Observer

Scene esports untuk fighting game memang tidak sebesar game MOBA atau FPS seperti League of Legends dan Counter-Strike: Global Offensive. Selama ini, fighting game biasanya menjadi ajang kompetisi antara pemain profesional dari Amerika Serikat dan Jepang. Namun, belakangan, ekosistem esports dari fighting game mulai muncul di negara-negara lain, seperti Korea Selatan dan Prancis. Sementara di Pakistan, muncul banyak pemain Tekken profesional yang sangat mumpuni.