Ubisoft Berencana Mengganti Strateginya ke Game “High-end Free-to-play”

Mengganti strategi bisnis merupakan hal yang lumrah bagi perusahaan, begitu juga bagi perusahaan-perusahaan game yang sudah besar sekalipun. Ubisoft tentunya merupakan salah satu perusahaan game yang awalnya berfokus pada game-game AAA, namun ke depannya hal tersebut kelihatannya akan berubah.

“Sejalan dengan perkembangan lini game berkualitas tinggi kami yang semakin beragam, kami beralih dari pernyataaan awal kami tentang merilis 3-4 judul premium setiap tahunnya” Ungkap Chief Financial Officer Ubisoft, Frederick Dugeut.

Lebih lanjut Duguet menjelaskan bahwa game AAA tidak lagi menunjukkan dinamika dari nilai-nilai yang mereka ciptakan. Sehingga ke depannya mereka akan lebih berfokus untuk membangun game free-to-play yang berkualitas tinggi agar menjadi tren ketimbang ambisi terhadap game AAA.

Game free-to-play milik Ubisoft – Hyper Scape (Image Credit: Ubisoft)

Keputusan ini dikatakan murni diambil karena adanya perubahan kebijakan finansial dan hal tersebut tidak akan mengubah tujuan mereka untuk tetap membuat konten-konten yang berkualitas untuk game premium maupun free-to-play mereka.

Dilansir dari videogameschronicle, Ubisoft mengatakan bahwa hal ini bukan berarti arah konten game-nya akan berubah, tapi lebih ke variasi kontennya yang akan berkembang.

Salah satu analis senior Ubisoft juga mengklaim lewat akun Twitter-nya bahwa komentar perusahaannya tersebut mengacu pada game free-to-play yang kini menjadi persentase pendapatan yang lebih besar, namun hal tersebut bukanlah indikasi bahwa ke depannya game-game berbayar penuh seperti Assassin’s Creed akan menjadi lebih sedikit.

The Division Heartland
Image credit: Ubisoft

Ubisoft sendiri memang baru saja memperkenalkan Tom Clancy’s The Division : Heartland, yang merupakan spin-off dari The Division yang dikembangkan oleh Red Storm Entertainment yang dapat dimainkan di PlayStation, Xbox, dan PC secara gratis.

Duguet menjelaskan bahwa game free-to-play mereka ini memiliki peluang besar untuk memperluas audiens dari judul-judul game terbesar mereka. Ubisoft memang telah belajar banyak dari game-game free-to-play mereka yang lain seperti Hyper Scape dan juga Brawlhalla.

Sehingga, Ubisoft merasa bahwa sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk menghadirkan game free-to-play dengan kualitas tinggi untuk semua franchise game terbesar mereka di semua platform. Namun Ubisoft juga akan semakin hati-hati dalam peluncuran game free-to-play mereka terutama untuk tahun pertama peluncurannya.

Game Strategi Populer Frostpunk Akan Segera Masuk ke Platform Mobile

Game strategi bertema dunia salju Frostpunk memang mendulang kesuksesan besar di PC. Bagaimana tidak, game ini sudah terjual sebanyak 3 juta kopi sejak dirilis 3 tahun lalu. Keberhasilan itulah yang kelihatannya meyakinkan pengembang 11 Bit Studios membawa game strateginya ini menuju platform mobile.

Diumumkan langsung lewat akun Twitter-nya, Frostpunk Mobile ini akhirnya diumumkan. Nantinya, versi porting mobile dari game ini akan ditangani oleh NetEase Games yang akan membantu menghadirkan semua elemen yang sama dengan versi aslinya yang ada di PC dan konsol.

Tidak hanya sekedar porting, NetEase Games juga mengatakan akan menambahkan beberapa fitur unik dan menarik untuk Frostpunk Mobile. Antara lain Roguelike Adventure, Law and Guild, Rare Animal Rescue Station, dan Character Development.

“11 Bit Studios kini dalam misi untuk menciptakan hiburan bermakna yang berkualitas tinggi. Game kami membuat orang-orang berpikir. Itulah yang dilakukan Frostpunk. Sekarang, tujuan utama kami adalah membawa pengalaman yang bermakna tersebut di mobile,” ungkap Przemysław Marszał, CEO dari 11 Bit Studios.

Lebih lanjut sang CEO juga menjelaskan bahwa mereka menemukan partner yang tepat untuk membawa game ini menuju iOS dan Android. NetEase sendiri tentunya sudah cukup dikenal di pasar gaming mobile. Bahkan, NetEase juga telah menjalin kerja sama dengan Blizzard untuk membuat Diablo Immortal.

Gameplay Frostpunk (image credit: Frostpunk on Steam)

“Kami sangat bersemangat  dapat berkolaborasi dengan 11 Bit Studios dan menghadirkan Frostpunk yang telah terkenal di dunia ke dalam versi mobile.” Ujar Ethan Wang, Wakil Presiden NetEase, Inc.

NetEase sendiri yakin bahwa mereka dengan 11 Bit Studios dapat berkolaborasi untuk menciptakan pengalaman bermain game mobile yang bermakna bagi para pemain di seluruh dunia.

Untuk detail lebih mendalam sekaligus tanggal rilis dari Frostpunk Mobile ini akan diumumkan pada NetEase Games’ Annual Product Launch Event yang akan dilaksanakan pada 20 Mei 2021 mendatang.

Sony Memperkirakan Kelangkaan PS5 Berlanjut Hingga 2022

Meluncurkan sebuah konsol generasi baru di tengah-tengah pandemi memang bukanlah hal yang mudah. Terlebih distribusi konsol baru ini terkendala dengan banyaknya penimbun yang membuat stok yang terbatas tersebut menjadi semakin langka. 

Sony sebelumnya mengabarkan bahwa mereka telah berhasil menjual 8,7 juta unit PlayStation 5 hingga akhir Maret 2021 lalu. Namun, berita buruknya Sony juga memperkirakan bahwa kelangkaan PlayStation 5 ini akan berlanjut hingga tahun 2022 mendatang.

Dilansir dari Bloomberg, Sony kini dilaporkan telah berbicara dengan kelompok analis tentang masalah kekurangan stok PlayStation 5 hingga mereka merasa kesulitan untuk memenuhi permintaan yang masih tinggi dikarenakan kekurangan pasokan komponennya seperti semikonduktor.

PlayStation 5 (Image credit: PlayStation)

“Saya tidak berpikir bahwa permintaan (terhadap PS5) akan mereda tahun ini dan bahkan jika kami mengamankan lebih banyak perangkat dan memproduksi lebih banyak unit PlayStation 5 tahun depan, pasokan kami tidak akan mampu mengejar permintaan,” ungkap Kepala Keuangan Sony Group – Hiroki Totoki kepada para analis.

Sony memang sudah kesulitan untuk memenuhi pasokan komponennya sejak dirilis pada November tahun lalu. Namun Totoki memberitahu para analis bahwa Sony akan berusaha untuk meningkatkan produksi secepat mungkin dan memastikan bahwa PlayStation 5 dapat segera didistribusikan ke toko-toko.

“Kami telah menjual lebih dari 100 juta unit PlayStation 4 dan mengingat pasar dan reputasi kami, saya tidak dapat membayangkan permintaan turun dengan mudah,” kata Totoki.

Playstation 4 Pro. Image Credit: Hybrid.co.id

Menurut laporan, PlayStation 4 memang sudah terjual sebanyak 115,9 juta unit hingga sekarang. Yang berarti dalam 8 tahun setelah rilis Sony berhasil menjual 14,5 juta unit PlayStation setiap tahunnya dari 2013 hingga 2021 ini.

Sedangkan PlayStation 5 sendiri sudah berhasil terjual 7,8 juta unit dalam waktu 5-6 bulan setelah rilis, dan Sony memiliki target untuk dapat mengirimkan setidaknya 14,8 juta unit lagi hingga 31 Maret 2022.

Berarti, Sony harus menaikkan produksinya hingga dua kali lipat dari sebelumnya dan mendistribusikannya ke seluruh dunia dalam kurun waktu kurang dari satu tahun ini.

Para fans kelihatannya juga harus ekstra sabar bila berkeinginan untuk membeli konsol PlayStation 5, apalagi dengan harga normal yang seharusnya. Karena tentunya stok yang ada akan sangat terbatas dan harganya pun mayoritas sudah dinaikkan oleh para penjual.

Featured image credit: Pocket Lint

Epic Tawarkan US$200 Juta Kepada Sony untuk Game Eksklusif PlayStation

Game ekslusif tentunya merupakan senjata utama bagi PlayStation sejak bertahun-tahun lalu. Namun semua itu berubah ketika, perlahan tapi pasti, beberapa game eksklusif PlayStation 4 mulai masuk ke platform PC melalui Steam.

Namun rival dari Steam, yaitu Epic Games ternyata punya minat yang sama terhadap game-game eksklusif PlayStation tersebut. Bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka siap menggelontorkan dana hingga $200 juta kepada Sony untuk memasukkan game-game eksklusif PlayStation khusus ke Epic Game Store (EGS).

Dokumen Epic yang diunggah di persidangan (image credit: Raigor Resetera)

Hal tersebut terungkap dari dokumen yang tengah ditampilkan di persidangan Epic v Apple. Dokumen tersebut diunggah ke folder persidangan yang kemudian langsung dihapus. Untungnya salah satu pengguna forum Resetera – Raigor berhasil menyelamatkannya.

Detailnya, Epic menawarkan $200 juta kepada Sony untuk membawa 4-6 judul ekslusifnya ke dalam Epic Game Store. Epic juga membuat penawaran tersebut bersifat MG atau “minimum guarantee”. Artinya, nominal tersebut adalah pendapatan minimal yang digaransikan oleh Epic kepada para publisher, terlepas dari game-nya benar-benar terjual senilai perjanjian tersebut atau tidak saat dipasarkan di EGS.

game eksklusif PlayStation yang kini sudah berada di Epic Game Store

Sampai artikel ini ditulis, sudah ada 2 judul eksklusif dari Sony yang sudah berada di dalam Epic Game Store yaitu ReadySet Heroes dan Predator: Hunting Grounds. Meskipun begitu, tidak ada tanda-tanda bahwa game flagship Sony seperti God of War ataupun Uncharted akan masuk ke dalam perjanjian ini.

Lebih lanjut, Epic ternyata juga mencoba melakukan pendekatan kepada Microsoft dan juga Nintendo. Sayangnya, percakapan mereka dengan Microsoft tidak berjalan lancar dikarenakan Microsoft memandang Epic sebagai perusahaan saingan dan Xbox Game Pass milik Microsoft dianggap bertentangan dengan apa yang mereka kerjakan. Ditulis juga bahwa bos Xbox – Phil Spencer dan bos Valve – Gabe Newel terkadang melakukan pertemuan.

Sedangkan untuk Nintendo sendiri tertulis bahwa mereka belum memulai perbincangan. Meskipun tertulis catatan “Moonshot” yang artinya Nintendo menargetkan hasil yang tinggi dan muluk-muluk.

Epic memang terus berusaha untuk menaikkan posisinya sebagai launcher game PC terpopuler yang kini ditempati oleh Steam. Epic sudah mencoba berbagai cara, mulai dari memberikan game gratis setiap minggunya sejak awal peluncurannya dan juga membawa beberapa game eksklusif untuk masuk ke dalam platform-nya tersebut. Namun kelihatannya perjuangan Epic masih panjang untuk dapat menyaingi Steam.

Tencent Berjuang untuk Mempertahankan Kendalinya atas Riot dan Epic Games

Dunia industri video game kelihatannya memang tengah menghadapi berbagai masalah. Mulai dari Epic vs Apple yang tengah berseteru, hingga Valve yang akhirnya ikut terseret ke pengadilan karena tuduhan monopoli. Bahkan perusahaan game asal Tiongkok, Tencent juga terkena masalah saat ini.

Dilansir dari Inven Global, Tencent Holdings Limited dilaporkan tengah bernegosiasi dengan Komite Penanaman Modal Asing di Amerika Serikat (CFIUS) tentang kepemilikan terhadap dua perusahanan game yang ada di Amerika Serikat, Riot Games dan Epic Games.

Pemerintah Amerika Serikat sendiri tengah mengawasi kepemilikan Tencent terhadap dua publisher game tersebut karena khawatir akan kebocoran data pengguna yang dibagikan kepada pemerintah Tiongkok.

Markas besar Tencent di China (Image credit: Tencent)

Sebenarnya, Tencent sendiri sudah diawasi masalah penggunaan data penggunanya ini sejak 2020 lalu. Namun laporan terbaru bahkan menunjukkan bahwa mantan pejabat CIA menuduh Kementrian Keamanan Tiongkok telah menyediakan dana untuk Tencent di tahun-tahun awal perkembangannya.

Tencent sendiri kini memiliki 40% saham di Epic Games, yang sukses besar lewat Fortnite. Tencent juga membeli mayoritas saham dari Riot Games yang merupakan developer sekaligus publisher dari game MOBA League of Legends pada 2011 dan dilanjutkan dengan akusisi penuh perusahaannya pada 2015 lalu.

Negosiasi pun terus dilakukan oleh pihak Tencent agar dapat mempertahankan investasinya terhadap dua perusahaan tersebut meskipun tidak diungkapkan apa saja usaha yang telah dilakukan oleh Tencent.

Epic Games Launcher

Salah satu sumber yang dilansir oleh Reuters menyebutkan bahwa Epic Games belum membagikan data pengguna apapun pada Tencent. Begitu juga Riot Games yang mengatakan bahwa mereka beroperasi secara independen dari Tencent. Selain itu mereka sendiri menerapkan praktik industri terdepan untuk melindungi data para pemainnya.

Yang mengkhawatirkan adalah ada kemungkinan bahwa Tencent akan tidak akan mencapai kesepakatan untuk mempertahankan investasinya di Amerika Serikat. Apalagi beberapa tahun terakhir CFIUS telah menindak beberapa perusahaan Tiongkok yang memiliki aset di AS seperti Huawei dan Alibaba.

Di lain sisi, pemerintah Tiongkok sendiri juga terus mengincar bisnis dari Tencent. Karena raksasa teknologi ini punya berbagai usaha mulai dari video game, streaming konten, media sosial, iklan, dan bahkan layanan berbasis cloud.

EA Patenkan Teknologi Baru yang Mampu Menganalisa Tingkat Kesulitan Game

Tingkat kesulitan dalam video game memang terus menjadi diskusi panjang di dalam industri maupun komunitasnya. Beberapa gamer tentunya menyukai tingkat kesulitan di atas rata-rata untuk memberikan tantangan lebih, namun beberapa gamer lain lebih menghendaki kesulitan yang lebih bersahabat.

Hal inilah yang dilihat sebagai potensi oleh Electronic Arts atau yang lebih dikenal dengan EA lewat paten terbarunya. EA sendiri mematenkan sebuah teknologi baru yang memungkinkan untuk mengukur tingkat kesulitan video game selama pengembangan.

Dilansir dari Gamerant, dalam praktiknya EA akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau A.I. untuk menyimulasikan pengalaman bermain video game yang tengah dikembangkan. Kemudian akan menentukan tingkat kesulitan game tersebut berdasarkan sejumlah metrik.

EA sendiri tidak hanya membuat teknologi ini untuk mencari tahu mana level game yang terlampau sulit atau mana yang kurang sulit. Namun juga untuk mencari tahu di mana lonjakan ataupun penurunan terbesar terjadi di dalam game-nya.

Pengembangan game Star Wars Jedi Fallen Order (Image Credit: ScereBro PSNU)

Teknologi ini sendiri bertujuan untuk mencari tantangan yang tidak konsisten di antara berbagai aspek di dalam sebuah video game, yang dapat membuat para pemainnya kehilangan minat. Karena bila sebuah game memiliki satu level yang terlalu susah, ada kemungkinan mayoritas pemain akan kehilangan minat untuk melanjutkan game-nya.

Kondisi yang sama ternyata juga terjadi pada level yang terlalu mudah. Karena, bila sebuah game terlalu banyak memuat level yang kurang menantang bagi para pemain, ada kemungkinan juga para pemain merasa bosan dan kehilangan minatnya.

Ke depannya, teknologi ini dianggap akan mampu mengubah cara para pengembang dalam menentukan tingkat kesulitan game yang tengah mereka buat. Namun juga dapat mempercepat dan mengotomatiskan proses pengujian game-nya nanti.

Valve Kini Dituntut ke Pengadilan Atas Tuduhan Monopoli Steam

Buntut dari gugatan Epic Games vs Apple ternyata memberi dampak yang dramatis bagi industri video games secara keseluruhan. Kasus ini sendiri sebenarnya berputar pada perlindungan konsumen terhadap perusahaan yang memonopoli pasarnya, dalam hal ini tentunya Apple dengan Apple Store-nya.

Namun belum selesai dengan Apple, pengadilan kelihatannya mulai melihat ke komunitas game secara keseluruhan. Hal ini berujung pada gugatan terhadap Valve yang juga dianggap memonopoli pemasaran video game lewat platform toko game digital-nya, Steam.

Dilaporkan oleh  Ars Technica, gugatan terhadap Steam tersebut sendiri dilayangkan oleh salah satu kreator dari situs Humble Bundle, Wolfire Games yang menyebutkan bahwa Steam memonopoli pasar game PC dengan mengambil potongan tinggi dari hampir semua penjualan yang melewati toko mereka, yaitu sebesar 30%.

penjualan game steam naik
image credit: Steam

Steam sendiri kini dianggap memiliki kekuatan “gatekeeper role” terhadap para publisher game karena mereka membutuhkan Steam sebagai gerbang untuk menghubungkan game-game yang akan mereka publikasikan dengan para pemain yang sudah nyaman menggunakan Steam.

Gugatan tersebut juga menyebutkan para kompetitor dari platform Steam mulai dari Microsoft, EA, Amazon, CD Projekt Red, dan tentunya Epic. Ditambah dengan para distributor game murni seperti GameStop, Green Man Gaming, Impulse, dan Direct2Drive. Namun keberadaan para kompetitor ini seakan tidak mengusik praktik monopoli Steam.

“Kegagalan perusahaan-perusahaan ini untuk bersaing secara berarti dengan platform gaming Steam menunjukkan bahwa hampir tidak mungkin untuk bersaing dengan Steam. Steam memiliki dominasi yang kokoh di pasar platform gaming PC, dan mengingat efek jaringannya yang unik dan kuat, hal itu tidak mungkin berubah.” Ungkap Wolfire dalam gugatannya.

Lebih lanjut Valve dituduh mengontrol 75% dari pasar game PC, yang membuat para saingannya seperti Epic Games Store dan Xbox harus mengurangi potongan mereka menjadi 12% agar Steam mau mengikuti jejak mereka. Hal ini sendiri bertujuan agar potongan yang diberikan tidak terlalu membebani para pengembang, terutama pengembang indie yang masih baru.

Valve sendiri diminta untuk melepas pemblokiran persaingan harga agar para publisher dan juga para gamer bisa menikmati keuntungan dari kompetisi harga di pasar distribusi game-nya serta tidak terkekang untuk harus berada di satu platform saja.

 

Rocket League Mobile yang Lebih Canggih Terungkap dari Dokumen Epic vs Apple

Persidangan antara Epic melawan Apple masih terus berlangsung. Seiring berjalannya persidangan, beberapa dokumen internal yang awalnya bersifat rahasia, kini bisa diakses oleh siapa saja. Salah satu temuan yang menarik dari dokumen-dokumen tersebut adalah keberadaan Rocket League Mobile.

Rocket League Mobile yang dimaksud di dokumen tersebut bukanlah versi 2D yang disebut Rocket League Sideswipe. Namun memang portingan dari game penuhnya ke format mobile.

Dokumen Rocket League Mobile (Image credit: The Verge)

Hal ini terungkap dari dokumen presentasi Epic mengenai rencana 2021 yang diunggah oleh The Verge. Nampaknya Epic tengah mengembangkan Rocket League Next, game baru yang akan memberikan pengalaman penuh di semua platform termasuk mobile.

Dituliskan juga bahwa game-nya akan mendukung cross-play dan juga cross-progress antara PC, konsol, dan bahkan mobile. Hal menarik lainnya adalah Epic juga menyebutkan bahwa fase beta untuk Rocket League Mobile ini akan dilakukan pada kuartal kedua 2021, meskipun hal tersebut masih estimasi.

Rocket League (Image Credit: Rocket League)

Dokumen di atas sebenarnya merupakan bagian dari presentasi internal di Epic pada Juni 2020 lalu. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Rocket League Mobile ini memang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari.

Bila melihat bahwa Epic sebelumnya sudah berhasil membawa game andalan mereka – Fortnite ke mobile. Bukan tidak mungkin Epic akan membawa Rocket League juga ke dalam mobile nantinya.

Mobile game masih memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan industri game

Mobile sendiri memang menjadi salah satu platform baru yang banyak diincar oleh para pengembang game, termasuk game-game yang awalnya berada di PC ataupun konsol.

Beberapa game seperti Fortnite, Among Us, Hearthstone, dan bahkan Genshin Impact sudah membuktikan bahwa mereka bisa meraup lebih banyak keuntungan dengan menambahkan platform mobile.

10 Film Adaptasi Video Game Terbaik yang Bisa Anda Tonton Sekarang

Keinginan Hollywood untuk dapat membawa franchise-franchise terbaik dari industri game seakan memang tidak pernah padam. Berbagai sutradara juga telah mencoba berbagai macam pendekatan untuk mengolah materi yang ada di dalam video game menjadi sebuah tontonan yang bisa dinikmati oleh para pecinta film.

Memang tidak semua usaha untuk mengadaptasi video game ke dalam film tersebut berhasil. Bahkan, bisa dibilang mayoritas berakhir dengan kegagalan. Pasalnya, memang tidak mudah untuk mengubah sebuah media interaktif seperti video game menjadi sebuah media satu arah seperti film. Belum lagi beberapa sutradara yang diberi tanggung jawab untuk mengerjakan filmnya tidak paham dengan konsep-konsep fundamental dari game-nya yang membuat filmnya berakhir dengan “terinspirasi” ketimbang benar-benar diadaptasi dari video game-nya.

Tetapi, bukan berarti semua film adaptasi video game tersebut buruk. Beberapa film adaptasi juga bisa terbilang bagus dan dapat dinikmati baik untuk para penikmat film dan bahkan untuk para fans dari game-nya. Dan di sini kami sudah merangkum 10 film adaptasi video game terbaik yang bisa Anda nikmati sekarang.

10. Prince of Persia

Muncul terlalu dini, mungkin adalah ungkapan yang tepat untuk film adaptasi game yang satu ini. Dirilis pada tahun 2010, Prince of Persia sebenarnya muncul di puncak seri game-nya (sebelum Ubisoft akhirnya beralih ke Assassinś Creed). Namun di sisi lain film ini muncul di masa ketika mayoritas orang tidak terlalu peduli dengan video game, apalagi dengan film adaptasinya.

Ditambah dengan cara adaptasi filmnya yang masih terpengaruh dengan sistem “terinspirasi” ketimbang adaptasi yang membuat beberapa aspek dalam filmnya dipertanyakan oleh para fans game-nya karena tidak sesuai. Meskipun begitu, film Prince of Persia masih menyuguhkan film adaptasi yang mumpuni, dengan aksi yang berlimpah, dan tentunya masih seru untuk dinikmati.

9. Resident Evil Series

Adaptasi Resident Evil ke dalam film memang memecah fansnya menjadi dua kubu. Kubu yang pertama tentu adalah yang membenci film adaptasinya karena melenceng jauh dari cerita di dalam game-nya, serta adanya tambahan karakter Alice (Milla Jovovich) yang tidak ada di dalam game-nya namun menjadi sentral dari film-nya.

Kubu kedua tentu adalah para fans yang mampu menerima arah yang diambil oleh sutradara Paul W. S. Anderson dan menikmati film Resident Evil ini selayaknya film aksi – horor dengan sentuhan tipis dari dunia Resident Evil. Formula ini sendiri terbilang berhasil untuk Resident Evil yang membuat film-nya dibuat kelanjutannya hingga 6 sekuel.

8. Angry Birds 1-2

Siapa yang menyangka bahwa sebuah game puzzle bisa diadaptasikan ke dalam sebuah film layar lebar. Itulah yang dibuktikan oleh game buatan Rovio Entertainment – Angry Birds. Game yang meledak di awal era smartphone ini sendiri ternyata dengan cerdik menerjemahkan karakter-karakter yang hanya memiliki kekuatan unik dalam game-nya menjadi memiliki kepribadian untuk membawakan narasi film-nya.

Harus diakui, bahwa film adaptasi ini terasa sangat datar atau bahkan cheesy bagi para penikmat film. Ia tidak menawarkan sebuah film animasi dengan cerita sedalam Pixar, namun setidaknya mereka menawarkan sebuah film animasi ringan yang memberikan karakter-karakter Angry Birds sebuah wadah sinematik untuk memperluas dunianya.

7. Tomb Raider

Film adaptasi Tomb Raider memang pernah dikerjakan sebelumnya pada 2001, dengan daya tarik utamanya adalah Angelina Jolie yang memerankan Lara Croft. Namun filmnya sendiri kurang terasa relevan dengan video game-nya. Hal itulah yang akhirnya membuat film Tomb Raider ini di-reboot pada 2018 lalu dengan pendekatan yang lebih kuat terhadap game-nya.

Hasilnya, adalah sebuah film liveaction yang seakan diambil langsung dari video game-nya. Berbagai adegan ikonik dalam game-nya direalisasikan ke dalam filmnya. Sayangnya, sang sutradara lebih mengedepankan untuk mengambil aspek aksi ketimbang kedalaman cerita dari game-nya yang akhirnya membuat beberapa penonton merasa filmnya menjadi terlalu biasa.

6. Assassin’s Creed

Setelah gagal dengan Prince of Persia, Ubisoft kembali berusaha membawa franchise game-nya ke layar lebar. Kali ini dengan seri original terpopulernya yaitu Assassin’s Creed. Kini mereka mengambil langkah yang lebih percaya diri untuk benar-benar mengadaptasi game-nya ke dalam film. Apalagi Ubisoft memberikan sebuah cerita yang segar dan sudut pandang baru terhadap pertarungan antara assassin dan templar ini.

Namun, dengan semua formula terbaik yang coba ditawarkan oleh Ubisoft lewat Assassin’s Creed, mulai dari cerita yang original, karakter yang diperankan oleh aktor dan aktris ternama, serta bujet besar agar filmnya tampil maksimal ternyata masih belum mampu memuaskan para penikmat film terhadap film adaptasi ini. Namun setidaknya sebagai gamer, Anda masih bisa menikmati film adaptasi ini.

5. Warcraft

World of Warcraft atau yang dikenal dengan WoW memang harus menanti cukup lama hingga akhirnya film adaptasinya berani dibuat oleh Blizzard. Namun semua penantian yang harus dialami oleh para fans Warcraft akhirnya terbayar ketika akhirnya film adaptasinya ini dibuat pada 2016. Film ini sendiri dipersiapkan untuk menjadi trilogi. Sehingga, di film pertamanya ini tidak banyak plot yang dibahas, hanya berfokus pada bangsa orc yang harus kabur menggunakan portal dan menyerbu ke dunia manusia yang berarti manusia juga harus bertahan dari serbuan para orcs.

Sayangnya, beberapa hal yang membuat game-nya sangat dicintai oleh para fansnya tidak dibawa ke dalam filmnya. Film Warcraft ini menjadi terlalu serius dan terasa tidak fun seperti game-nya. Visualisasi beberapa karakter yang berbeda mungkin juga akan mengganggu. Sebagai sebuah film yang didedikasikan untuk para fans, film adaptasi ini mungkin menjadi terasa kurang ramah bagi yang tidak mengetahui game-nya sebelumnya. Banyak easter egg, ataupun reference yang hanya diketahui oleh para pemainnya saja.

4. Final Fantasy VII: Advent Children

Jauh sebelum judul-judul di atas dibuat, Square Enix sudah berani mempertaruhkan uangnya untuk membawa seri game RPG terlaris mereka – Final Fantasy ke layar lebar. Setelah kesuksesan Final Fantasy 7, Square Enix akhirnya membuat sekuel kelanjutan cerita dalam gamenya dalam bentuk film layar lebar. Keputusan untuk menggunakan animasi 3D seperti pada cutscenes game-nya membuat film ini terasa sangat mendekati game-nya.

Meskipun bisa dibilang Square Enix telah mengombinasikan beragam formula yang harusnya tidak bisa gagal untuk sebuah film adaptasi dari video game yang mereka buat, namun nyatanya ada beberapa hal yang kurang dari film ini. Pertama, banyak hal yang tidak akan dipahami bagi mereka yang tidak memainkan game-nya terlebih dahulu. Serta karakter-karakter selain Cloud dan Sephiroth sayangnya menjadi terasa tidak penting di film ini.

3. Sonic the Hedgehog

Masih menjadi misteri apakah kontroversi yang muncul ketika desain awal dari Sonic ini diperkenalkan merupakan strategi marketing atau memang ketidaksengajaan. Namun, keputusan untuk segera merombak desain dari sang karakter utama sebelum filmnya keluar adalah keputusan terbaik yang diambil oleh Paramount Pictures dan SEGA. Karena, ketika mereka akhirnya mengembalikan desain Sonic mendekati karakter originalnya di game, film ini jadi lebih bisa dinikmati.

Film ini cukup pintar memberikan sedikit porsi perkenalan di awal film tentang alien biru super cepat ini yang membuat kita dapat memahami mengapa ia harus berada di bumi. Hal ini membuat kelanjutan ceritanya bersama para karakter manusia, termasuk sang musuh bebuyutan Dr. Robotnik, menjadi lebih masuk akal. Sonic sendiri menjadi salah satu film yang berhasil keluar dari zona film adaptasi buruk, meskipun terbilang menggunakan cerita yang sedikit melenceng dari game-nya.

2. Mortal Kombat 2021

Menjadi yang paling baru di antara yang lain, Mortal Kombat memang dibuat dari pembelajaran dari sekian banyak film adaptasi video game yang telah gagal. Jarak 24 tahun dari film live-action terakhirnya, serta berbagai seri game yang sukses menjadikan film ini lebih matang hampir di semua aspek. Hasilnya, sebuah film adaptasi yang mayoritas mampu membawa segala yang dicintai para fans dari game-nya.

Namun, bukan berarti Mortal Kombat 2021 merupakan film adaptasi game yang sempurna. Keputusan untuk memperkenalkan karakter baru, Cole Young, dan membuat cerita berjalan di sekitarnya dianggap menyebalkan bagi para fans. Karena karakter-karakter ikonik dari game-nya seakan malah menjadi karakter pendukung saja. Ditambah dengan dialog yang mungkin masih terasa canggung dan aneh di beberapa adegan. Namun tentunya secara keseluruhan, Mortal Kombat 2021 masih tetap menjadi salah satu film adaptasi game terbaik untuk sekarang.

1. Detective Pikachu

Di posisi pertama ditempati oleh petualangan detektif kuning beraliran listrik ini. Film ini sendiri bisa dibilang berhasil menyeimbangkan antara apa saja yang dicintai oleh para fans Pokemon dan juga apa saja yang harus dimasukkan untuk dapat menyenangkan para pecinta film. Hasilnya, sebuah film adaptasi game dengan dunia, karakter, dan juga beragam adegan yang dicintai para fans terhadap game-nya.

Sedangkan para penikmat film sendiri dibuat bersemangat dengan kehadiran aktor terkenal Ryan Reynolds yang akan menjadi pengisi suara dari sang Pokemon ikonik – Pikachu. Di samping alur cerita, dialog, serta nilai yang diangkat oleh film ini sendiri membuatnya menjadi tidak hanya sekedar film popcorn adaptasi video game, namun sebuah film yang mendefinisikan makna film adaptasi video game sekaligus sebagai pembuka bagi film-film Pokemon lainnya di masa depan.

Penutup

Dan itulah tadi 10 film adaptasi video game terbaik yang bisa Anda tonton sekarang. Film adaptasi video game memang telah melalui proses panjang untuk sampai ke titik ini. Di luar daftar ini, memang ada puluhan film-film adaptasi game yang berakhir buruk karena berbagai hal. Masalah utamanya ada pada bagaimana menerjemahkan materi game menjadi film tetap utuh meski dengan segala keterbatasannya — yang pernah kami bahas panjang lebar sebelumnya.

Mencari formula terbaik untuk membawa franchise video game ke layar lebar mungkin memang satu PR besar buat Hollywood — selama mereka memang peduli dengan kualitas filmnya, tak hanya sekadar mengeruk keuntungan dari popularitas game-nya. Namun setidaknya, 10 film di atas sudah berhasil menyajikan pengalaman baru untuk menikmati judul-judul video game yang para fans cintai dalam format yang berbeda. Dan saya optimis, film-film adaptasi video game akan terus membaik seiring berjalannya waktu.

Riot Games Berkomitmen Adakan Turnamen LoL Wild Rift Global Tahun Ini

Keputusan Riot Games untuk merilis game MOBA andalan mereka League of Legends di platform mobile pada 2020 memang mengejutkan banyak fans. Namun kelihatannya visi masa depan tersebut berbuah manis karena Riot Games sendiri kelihatannya melihat potensi besar pada League of Legends: Wild Rift.

Dilansir dari The Esports Observer, dikabarkan bahwa Riot Games akan memberikan komitmen besar pada perkembangan LoL: Wild Rift termasuk mengadakan turnamen esport global pertamanya pada akhir tahun ini.

“Kami sangat percaya bahwa game mobile akan membantu mengubah masa depan esport,” ungkap John Needham, Global Head of Esport dari Riot Games.

Lebih lanjut Needham menjelaskan bahwa mereka memang belum memastikan secara pasti, namun mereka berkomitmen akan mengadakan event esport global Wild Rift pada kuartal keempat tahun 2021 ini.

Image credit: Riot Games

“Bagi kami, (komitmen) ini adalah tentang belajar dari 10 tahun pengalaman kami di esport LoL sekaligus juga memelajari apa yang membuat komunitas mobile spesial, menciptakan olahraga yang unik dan menarik untuk ditonton oleh para pemain Wild Rift.” Lanjut Needham.

Komitmen Riot Games terhadap LoL: Wild Rift memang patut diapresiasi, mengingat game mobile ini terhitung masih muda dan bahkan baru dirilis untuk region Amerika Utara pada Maret 2021 lalu. Namun Riot Games sendiri ingin segera membuat gebrakan untuk pasar esport mobile.

Sumber Gambar – Wild Rift Vietnam Official Channel.

LoL: Wild Rift sendiri sebenarnya telah melakukan penjajakan jauh sebelum inisiasi turnamen global-nya ini diadakan. Salah satunya adalah penetrasi terhadap Asia Tenggara yang merupakan pasar utama esport mobile. Termasuk salah satunya adalah menjadikan Wild Rift sebagai salah satu cabang olahraga esport pada SEA Games mendatang.

Fakta mengejutkan lain adalah LoL: Wild Rift dan judul-judul game mobile lainnya memiliki tingkat pemain wantia paling tinggi ketimbang game-game serupa di PC. Hal ini sendiri dibuktikan dengan lebih banyaknya organisasi esport di Asia Tenggara yang mendaftarkan squad wanitanya ke dalam Wild Rift meskipun umurnya masih muda.

Meskipun pasar Asia Tenggara merupakan region dengan perkembangan Wild Rift paling cepat sekarang, Riot Games sendiri tetap berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem esport LoL:Wild Rift ini merata di seluruh dunia.