Melihat Email Marketing sebagai Channel Marketing Paling Efektif untuk Bisnis

Penggunaan email marketing terkadang menjadi pertanyaan bagi seorang pebisnis saat memulai usahanya. Terutama karena sumber daya yang terbatas dan keraguan akan efektivitas penggunaannya. Melalui artikel ini, kami akan menunjukkan kepada Anda bahwa pemasaran melalui email adalah salah satu strategi paling efektif dan patut dicoba untuk dapat meningkatkan penjualan bisnis Anda.

Apakah Orang Masih Menggunakan Email?

Dewasa ini, email telah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari kita, mulai dari urusan pekerjaan hingga promo diskon karena telah berlangganan. Dalam sebuah studi, 58% orang dewasa mengaku setiap pagi membuka kotak masuk email mereka. Membuka email juga masih menjadi kegiatan inti dari aktivitas penggunaan ponsel. Menurut data Eleventy Marketing Group, sebanyak 62% orang mengatakan bahwa mereka membuka email melalui ponsel mereka. Hal ini memperlihatkan bahwa masih banyak orang yang terus menggunakan email secara aktif terlepas dari apapun tujuan membuka email tersebut.

Media Sosial vs Email

Bila disandingkan dengan penggunaan media sosial, mungkin Anda akan berpikir bahwa berpikir bahwa media sosial adalah channel yang lebih baik untuk memasarkan produk kepada audiens dibandingkan melalui email.  Padahal menurut Marketing Sherpa, 72% orang mengaku bahwa konten promosi yang didapatkan melalui email lebih baik daripada media sosial. Selain itu, menurut data dari The American Genius, sebanyak 4,24% audiens yang dikirimi email akan melakukan pembelian. Hal ini juga didukung oleh data dari Campaign Monitor yang mengatakan email 40 kali lebih efektif dibandingkan Twitter dan Facebook dalam mengubah khalayak biasa menjadi seorang pelanggan untuk bisnis Anda.

Bila melihat tingkat engagement, penggunaan email marketing juga dapat memperlihatkan angka yang cukup tinggi. Email memiliki rata-rata CTR sebanyak 3,71% dan juga Open rate rata-rata sebanyak 22,86% untuk semua industri. Hal ini dapat memperlihatkan bahwa penggunaan email marketing juga bisa membantu melengkapi kampanye marketing Anda dalam meningkatkan penjualan.

Menyusun Strategi Email Marketing Anda

Setelah yakin dan mengetahui pentingya menggunakan email marketing sebagai bagian dari kegiatan pemasaran Anda, kini saatnya Anda mengetahui elemen-elemen yang perlu digunakan agar kegiatan marketing tersebut berjalan lebih efektif. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan email marketing untuk bisnis Anda.

1. Segmentasi Target Audiens

Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan segmentasi pada target pasar Anda. Hal ini dilakukan agar Anda memiliki kampanye pemasaran yang lebih terarah dan berkualitas. Salah satu kesalahan yang umum dilakukan oleh seorang pebisnis adalah yakin bahwa bisnis mereka bisa menjangkau semua orang. Padahal dengan memiliki segmentasi yang lebih spesifik, Anda dapat menciptakan pesan yang lebih spesifik melalui email sehingga audiens akan merasa lebih terikat dengan pesan tersebut. Selain itu, dengan memiliki segmentasi yang jelas juga dapat membantu Anda untuk mengetahui konten-konten yang menarik untuk audiens Anda.

2. Lakukan A/B Testing Email

Melakukan A/B testing pada email marketing berguna untuk menemukan strategi promosi terbaik untuk bisnis Anda. A/B testing ini digunakan untuk membantu Anda membandingkan reaksi pelanggan dari dua sampel yang berbeda. Dari hasil perbandingan tersebut, Anda dapat mengetahui strategi apa yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan Anda. Performa masing-masing sampel diukur dari masing-masing angka conversion rate.

Dalam melakukan A/B testing, Anda bisa melakukan uji coba pada tiga komponen yaitu content, subject, dan send time. Pada content, Anda bisa membuat dua sampel dengan dua konten yang berbeda sehingga Anda mengetahui konten mana yang lebih diminati oleh para audiens. Melalui tes pada subject, Anda bisa melakukan perbandingan tipe subject email seperti apa yang lebih menarik perhatian sehingga email tersebut akan dibuka oleh audiens. Pada send time, Anda bisa membuat variasi waktu pengiriman email, sehingga Anda bisa menemukan waktu pengiriman yang tepat agar audiens memiliki kecenderungan membuka dan membaca email lebih besar.

3. Kirimkan Konten yang Sesuai dengan Pelanggan

Setelah Anda mengetahui konten apa yang lebih disukai oleh audiens melalui A/B testing, kini waktunya untuk terus mengirimkan email dengan topik yang relevan. Anda bisa mengambil referensi dari blog Anda atau membahas hal yang sedang diikuti oleh audiens Anda, jangan terlalu fokus untuk langsung memasarkan produk. Jangan lupa untuk menambahkan call to action (CTA) pada email tersebut sehingga setelah membaca konten tersebut audiens memiliki ketertarikan untuk mendatangi web Anda.

4. Pantau Report Campaign Email Marketing

Setelah melakukan pengiriman email, hal yang selanjutnya perlu dilakukan adalah memantau report campaign dari email marketing Anda. Berikut adalah beberapa hal dari report email yang harus Anda perhatikan.

Email Delivery Rate

Email delivery rate adalah persentase yang menunjukan tingkat email yang terkirim. Ada beberapa hal yang membuat email Anda mungkin tidak 100% terkirim salah satunya adalah email yang berakhir di folder spam karena sistem atau penggunaan kata-kata yang terdeteksi sebagai spam.

Open Rate

Open rate merupakan persentase yang menunjukan seberapa banyak email yang dibuka oleh pelanggan. Angka open rate yang tinggi dapat menunjukkan bahwa email marketing yang Anda kirimkan menarik bagi pelanggan dan begitu pula sebaliknya.

Click-Through Rate (CTR)

Click-Through-Rate (CTR) pada email marketing memperlihatkan persentase pelanggan yang melakukan klik pada tautan di email Anda. Tujuan dari pengukuran metrik ini adalah untuk melihat bagaimana statistik pelanggan dalam mengunjungi web dari konten yang Anda kirimkan melalui email tersebut.

Unsubscribes

Tingkat unsubscribe adalah salah satu metrik yang tidak boleh dihiraukan. Bila angka unsubscribe terus meningkat, Anda perlu melakukan evaluasi pada cara Anda mengirimkan email marketing. Angka unsubscribe yang tinggi juga memperlihatkan bahwa konten yang Anda kirimkan tidak menarik atau tidak dibutuhkan oleh pelanggan.

Bounce Rate

Angka bounce rate ini dapat menunjukan persentase email yang tidak terkirim atau gagal diterima oleh pelanggan. Angka bounce rate ini dapat membantu Anda melakukan evaluasi terhadap pengiriman email dengan lebih cermat. Saat terjadi suatu bounce back, pengirim email akan mendapatkan notifikasi otomatis terkait gagalnya pengiriman email karena adanya kesalahan saat pengiriman.

Dengan melakukan penyusunan strategi yang tepat, email marketing dapat menjadi channel pemasaran yang paling efektif untuk bisnis Anda. Salah satu penyedia layanan email marketing yang dapat membantu memaksimalkan kegiatan pemasaran tersebut adalah MTARGET. Bila tertarik untuk mencoba fitur-fitur yang disediakan oleh MTARGET, silahkan daftarkan diri Anda melalui link berikut ini.

9 Tips Memulai Email Marketing untuk Bisnis

Sebagai seorang pelaku usaha, memiliki return on investment (ROI) yang tinggi pada berbagai channel marketing tentu dapat membantu dalam meningkatkan pendapatan untuk bisnis Anda. Namun, bila Anda baru ingin memulai perencanaan marketing pada bisnis Anda, hal yang harus dilakukan adalah memilih channel marketing yang tepat di awal, salah satunya dengan mulai menggunakan email marketing untuk bisnis Anda.

Menurut data dari Marketing Sherpa, 72% orang merasa bahwa konten promosi yang didapatkan melalui email lebih baik daripada sosial media. Selain itu, dikutip dari Campaign Monitor, email 40 kali lebih efektif dibandingkan Twitter dan Facebook untuk mengubah audiens biasa menjadi pelanggan. Untuk itu, memanfaatkan email marketing akan dapat membantu Anda mendapatkan pelanggan dengan cepat di awal bisnis Anda. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, berikut kami hadirkan tips dalam memulai email marketing untuk bisnis Anda.

1. Pilih Penyedia Layanan Email Marketing

Untuk memulai campaign dengan menggunakan email marketing, Anda harus memiliki penyedia layanan email marketing yang dapat dipercaya dan memiliki track record bagus. Salah satu penyedia layanan email marketing automation tools yang memiliki berbagai fitur untuk membantu Anda memulai campaign email marketing Anda adalah MTARGET. Dengan menggunakan MTARGET, Anda bisa memanfaatkan berbagai tools seperti landing page, transactional email, social media management, customer insight, A/B Testing, dan fitur-fitur lainnya untuk membantu kegiatan marketing bisnis Anda berjalan dengan lebih efektif.

2. Kumpulkan kontak list email Anda

Setelah memiliki email marketing tools, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menghimpun kontak yang akan dikirimi email.  Banyak cara yang bisa Anda lakukan untuk mengumpulkan kontak ini, salah satunya dengan memanfaatkan lead magnet. Lead magnet merupakan suatu hal yang bisa diberikan kepada calon pelanggan untuk mendapatkan data yang diinginkan.

Sebagai contoh, kita bisa memberikan ebook berupa tips, tutorial, atau insight yang sesuai dengan karakteristik bisnis dan calon pelanggan kita. Dengan begitu, pelanggan dapat lebih tertarik untuk mengisi data yang dibutuhkan demi mendapatkan lead magnet yang kita tawarkan sebelumya. Dalam melakukan pengumpulan data kontak ini, kami sangat menyarankan untuk jangan pernah membeli daftar kontak email, karena mungkin para penerimanya bisa merasa terganggu dan justru melakukan report as spam terhadap email Anda.

3. Tambahkan Daftar Kontak ke Akun Email Marketing Anda

Setelah melakukan pengumpulan daftar kontak email, kini waktunya Anda menambahkan daftar tersebut ke akun email marketing Anda. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, Anda bisa melakukan pengelompokkan daftar email tersebut jika memungkinkan. Anda bisa mengelompokkannya berdasarkan demografi, minat, atau dari mana Anda mendapatkan kontaknya. Hal ini akan membuat Anda bisa mengirimkan email sesuai dengan segmentasi yang telah dibuat.

4. Siapkan Welcome Email

Welcome email merupakan interaksi pertama yang akan diterima pelanggan email Anda. Keberadaan welcome email ini sangat penting karena dapat berfungsi sebagai kesan pertama bagi bisnis Anda di mata pelanggan email tersebut. Anda bisa membukanya dengan ucapan salam hangat, memberikan gambaran tentang apa yang akan mereka dapatkan dari mengikuti email ini, dan tawarkan mereka sesuatu yang bermanfaat. Setelah dibuat, welcome email dapat dikirim ke seluruh kontak baru secara otomatis dengan menggunakan layanan email marketing yang telah dipilih sebelumnya.

5. Buat Template Email

Dengan membuat sebuah template email, Anda bisa terus menggunakan kembali email yang telah dibuat dan dikirim sebelumnya tanpa perlu repot-repot membuat ulang dari awal. Buatlah template yang menarik dengan desain dan isi yang disesuaikan dengan kebutuhan campaign Anda. Pada tools email marketing MTARGET, ada berbagai template yang telah disediakan dan bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan.

6. Personalisasi Email Anda

Salah satu cara untuk membuat email marketing lebih menarik adalah dengan melakukan personalisasi pada email Anda. Personalisasi ini dapat membuat para penerima email merasa lebih dekat dengan bisnis Anda. Sebagai contoh, Anda bisa menambahkan nama, company, atau data lainnya yang sudah Anda miliki sebelumnya.

Dalam sebuah studi, ditemukan bahwa email yang dipersonalisasikan memiliki 29% angka open rates yang lebih tinggi serta angka CTR sebesar 41% lebih tinggi. Selain itu, dalam studi yang sama juga ditemukan bahwa 35% pelaku bisnis juga mengatakan bahwa komunikasi yang lebih personal dengan para pelanggan memiliki dampak pendapatan yang signifikan.

7. Kirim Tes Email Sebelum Anda Mengirimnya Kepada Pelanggan

Melakukan tes email diperlukan untuk membantu Anda melihat setiap detail yang ada. Hal ini juga membantu Anda untuk melihat hal yang kurang atau lupa ditambahkan pada email yang telah dibuat. Selain itu, Anda juga memiliki kesempatan untuk melakukan pengecekan kesalahan ejaan atau penyebutan hal penting lainnya. Dalam email marketing, Anda tidak memiliki kesempatan untuk membatalkan email yang telah dikirim sebelumnya. Untuk itu, penting bagi Anda untuk mengirimkan tes terlebih dahulu. Anda dapat mengirimnya ke internal kantor atau rekan terdekat yang bisa membantu.

8. Kirim Email Anda (Pada Waktu Terbaik)

Salah satu hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengiriman email adalah waktu pengirimannya. Setiap audiens memiliki kebiasaan yang berbeda dalam membuka email, untuk itu Anda perlu mengetahui waktu terbaik untuk mengirimkan email marketing Anda. Salah satu cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan melakukan A/B Testing. Selain itu, Anda juga perlu memiliki konsistensi dalam mengirim email, tidak terlalu sering, dan juga setiap email tidak terlalu jauh jarak pengirimannya. Hal ini perlu dilakukan agar audiens lebih cepat mengenali dan terbiasa dengan email yang dikirimkan.

9. Pantau Report Email Marketing Anda

Kegiatan pengiriman email marketing sebenarnya tidak terhenti saat Anda telah selesai mengirimkan email kepada audiens. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan pemantauan report dari email yang dikirimkan. Anda bisa mengecek statistik sent rate, open rate, CTR, unopened rate, unsubscribe, bounce rate, dan sebagainya. Setelah itu, analisis report yang Anda miliki untuk melakukan evaluasi terhadap campaign email Anda.

Perencanaan email marketing yang baik, dapat membantu Anda untuk mendapatkan pelanggan baru serta menjaga pelanggan lama agar terus memanfaatkan produk dan layanan yang disediakan oleh bisnis Anda. Salah satu penyedia layanan email marketing yang dapat membantu Anda untuk memaksimalkan kegiatan marketing Anda adalah MTARGET. Bila tertarik untuk mencoba fitur-fitur yang disediakan oleh MTARGET, silahkan daftarkan diri Anda melalui link berikut ini.

Mempelajari Strategi Inovasi Perusahaan Lewat Sistem Kekebalan Tubuh

Anda mungkin sudah mendengar tentang novel populer Aldous Huxley yang berjudul “Brave New World“, beserta inspirasi dari “Brave molecular world” di dalam diri Anda. Di masa pandemi, sistem kekebalan tubuh sedang menghadapi tantangan. Banyak bisnis juga harus melewati masa-masa penuh tekanan. Kita percaya akan dunia molekuler yang berani, saat sistem kekebalan tubuh bertahan terhadap kuman, kemudian memberi inspirasi mengenai inovasi selama masa-masa sulit sebagai berikut.

Dalam kehidupan sehari-hari, para ilmuwan memperkirakan bahwa jumlah kuman telah melebihi jumlah sel sistem kekebalan tubuh kita. Perhitungan kasarnya, 1 sel pertahanan mungkin harus menghadapi 10-100 bibit kuman. Namun, selama ini kita merasa sehat, tanpa merasa terganggu oleh pertempuran molekular yang terjadi di dalam tubuh kita. Sementara kuman selalu berusaha menyelinap masuk, sistem kekebalan tubuh kita waspada, mengantisipasi makhluk dan aktivitas yang mencurigakan.

Ada dua macam sistem kekebalan tubuh pada manusia: bawaan dan adaptif. Tentara sistem bawaan berkolaborasi dan mendukung pembelajaran tentara adaptif. Ketika kuman menyusup, tentara sistem bawaan kita, salah satunya disebut fagosit, akan mengejar kuman itu. (Jangan khawatir, ia tidak memiliki bola mata). Kemudian, “pertarungan tangan kosong” dimulai. Menggunakan lengan pseudo-nya, fagosit kita akan mengambil dan menembak berbagai bahan kimia beracun untuk membunuh kuman tersebut. Sepanjang perjalanannya, perusahaan Anda akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak terduga, termasuk persaingan yang mengancam. Jika Anda menyukai modus operandi fagosit ini dalam menangani kuman jahat, perusahaan harus bisa menyiapkan strategi responsif untuk mempertahankan wilayahnya.

Selanjutnya, prajurit pertahanan kita dengan cermat mengikis kuman. Kemudian mengangkut sisanya dan meneruskan temuan ini ke anggota sistem kekebalan adaptif – sel B dan sel T, untuk dipelajari lebih lanjut. Namun, jika tentara fagosit diliputi oleh koloni yang lebih tangguh, prajurit lain akan segera datang untuk membantu. Pernah mengalami peradangan? Ini merupakan satu waktu dimana tentara kecil Anda merekrut pasukan cadangan, mengulur waktu bagi tentara sistem adaptif untuk mempelajari koloni lalu menyusun respon optimal. Jadi, sembari dalam menghadapi tantangan yang sedang berlangsung, perusahaan membutuhkan cara untuk secara sistematis dan terus-menerus belajar dari kegagalan dan keberhasilan. Perusahaan juga perlu menemukan cara untuk “membeli waktu” ketika perlu mundur, menilai situasi, dan menyusun strategi.

Sistem pertahanan kita selalu mempelajari hal-hal baru. “Pembelajaran” ini terjadi di kelenjar getah bening kita. Anda dapat menganggap mereka sebagai “ruang perang”, tempat tentara sistem kekebalan adaptif — seperti sel B dan sel T belajar, berinovasi, dan menyusun strategi bersama untuk meningkatkan serangan respons terbaik. Misalnya, sel T, mereka belajar membedakan penjajah dari sel dan protein kita sehingga mereka tidak membuat kesalahan di medan perang, sedangkan sel B selalu bermain-main dengan berbagai bentuk antibodi. Karena satu-satunya hal yang pasti adalah ketidakpastian, perusahaan perlu mengotak-atik produk dan layanan yang mereka tawarkan dari waktu ke waktu. Dengan cara ini, ketika situasi yang tidak terduga terjadi, mereka mampu meningkatkan respons awal dan menjadi adaptif. Jadi, dengan tidak adanya ancaman, mereka belajar dan berlatih. Dan di hadapan serangan, mereka terus belajar dari apa yang dilaporkan tentara lain dari medan perang. Dengan kata lain, mereka selalu waspada selama keadaan normal dan masa perang.

Sel-B memiliki banyak kombinasi melalui mutasi saat bekerja maupum tidak, siap di lengan mereka. Mereka ada di sana untuk waspada akan kuman seliicik apapun, yang mungkin tiba-tiba menyerang. Jika Anda melihat proses pembelajarannya, mungkin terlihat berlebihan dan mahal. Tentunya, sebagian antibodi bekerja sementara sebagiannya tidak. Namun jika dipikir lagi, semua adalah bagian dari sistem inovasi yang sukses. Setiap kali ada penyerang baru, sistem pertahanan dapat secara responsif bertahan dengan versi awal dari antibodi adaptif. Di “ruang perang”, sel T terus belajar dan menyesuaikan diri berdasarkan keberhasilan dan kegagalan pelepasan antibodi awal untuk menghasilkan serangan yang lebih spesifik dan kuat terhadap penyerang.

Tidak hanya pelajar yang rendah hati, tetapi sel T juga ahli dalam komunikasi dan perencana. Setelah belajar dari medan perang, sel T mengirim sitokin ke sebagian besar sel-B. Anda dapat menganggap sinyal ini sebagai instruksi WhatsApp yang menentukan dengan tepat jenis sel-B antibodi apa yang diperlukan untuk memulai proses penciptaan. Selanjutnya, antibodi spesifik dan optimal ini akan dihafal oleh sel T memori, sehingga tanggapan di masa depan terhadap patogen yang sama akan lebih cepat.

Sel-T adalah jenis tentara elit yang juga melakukan inspeksi di medan perang. Kadang kuman licik bersembunyi di dalam sel. Kadang kuman ini berdandan dan menipu fagosit kita untuk berpikir bahwa mereka adalah teman. Dengan demikian, fagosit tidak akan mengejar dan memotongnya. Tetapi sel-T dapat melihat skema kuman jahat. Katakanlah, virus menyamar dan mendirikan toko virus di dalam sel inang. Karena tersembunyi, antibodi jangka panjang tidak dapat mencapai penyerang ini. Sel T dapat mengetahuinya. Lalu akan datang ke sel yang terinfeksi dan memiliki “pertempuran jarak pendek” untuk menjatuhkan penjajah ini.

Pada akhirnya, sel T, adalah tentara yang mampu membuat keputusan sulit di saat genting. Selama pertempuran jarak pendek, jika salah satu sel terinfeksi, sel T akan membunuhnya dengan harapan menghancurkan semua musuh di dalam sel yang dibajak dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Jika Anda pernah menderita influenza, fakta bahwa Anda pulih, berarti sel T Anda telah melakukan pertempuran jarak pendek ini dan membuat keputusan sulit untuk Anda.

Kami berharap operasi ini tidak hanya memaparkan Anda pada kompetisi tentara molekuler yang luar biasa, tetapi juga untuk menginspirasi Anda belajar, berinovasi, dan bekerja sama seperti mereka. Sama seperti banyaknya kuman yang melebihi jumlah tentara yang memiliki sistem kekebalan tubuh, tantangan akan selalu tampak besar. Namun, sel-sel kekebalan itu tidak pernah lari. Jadi, jangan gentar. Sifat tak kenal takut, kooperatif, dan inovatif, mereka terjalin dalam DNA kita.


Artikel ini adalah artikel tamu yang ditulis oleh Grace Dewi. Ia adalah Ahli Biologi Kimia & sarjana Fulbright Presidential Ph.D. dalam Strategi Bisnis.

What Our Immune System Can Teach about Corporate Innovation Strategy

You have heard about Aldous Huxley’s famous novel “Brave New World”, yet there is also an inspiring “Brave molecular world” within you. In the time of the pandemic, the immune system faces challenges. A lot of businesses too, have to cope with stressful times. We believe our brave molecular world, our immune system while defending us against germs, can also inspire us about innovation during challenging times as follows.

In our day-to-day life, scientists estimated that germs outnumber our immune system cells. There is a rough estimate that 1 defense cell may have to face 10-100 invaders. Yet, most of the days, we feel healthy, unperturbed by the molecular-level battles inside our body. While germs are always trying to sneak-in, our immune system is on guard, looking for suspicious beings and activities.

Human has two immune systems: innate and adaptive. The innate system’s soldiers collaborate and support the learning of the adaptive’s soldiers. When a germ sneaks in, our innate system’s soldier, one of them called phagocyte, will chase that germ. (Fear not, it does not have an eyeball). Then, the “hand-to-hand combat” begins. Using its pseudo arms, our phagocyte grabs and shoots various toxic chemicals to kill the germ. Throughout its life, your firm will face various unexpected challenges, including threatening competition. If you like our phagocyte modus operandi in tackling evil germs, your firm should prepare a spectrum of quick responses to defend your turf.

Next, our defense soldier meticulously chops-up the germs. It transports these chopped-up remains and communicates the findings to the adaptive immune system’s members—the B cells and T cells, for further studies. If, however, our phagocyte soldiers are overwhelmed by more formidable invaders, others immediately come to help. Ever have an inflammation? This is one of the times when your little soldiers are recruiting back-up forces, buying time for the adaptive system’s soldiers to learn about the invader and craft optimal responses. So, even in the face of an ongoing challenge, a firm needs a way to systematically and continually learn from both failures and successes. A firm also needs to devise a way for “buying time” when it needs to step back, assess the situation, and strategizing.

Our defense system is always learning new things. This “learning” happens in our lymph nodes. You can think of them as a kind of “war room,” where adaptive immune system soldiers—such as B cells and T cells learn, innovate, and strategize together to mount the best response attack. For example, the T cells, they learn to differentiate invaders from our cells and proteins so that they make no mistake in the battlefields, while the B cells always tinkering with various antibody shapes. Since the only certain thing is uncertainty, a firm needs to tinker with products and services they offer from time to time. This way, when an unexpected situation occurs, they are capable of mounting early responses and being adaptive. So, in the absence of threats, they are learning and training. And in the presence of an attack, they continue to learn from what the other soldiers report from the battlefield. In other words, they are always vigilant during both peace and wartime.

The B-cells have a lot of combinations through mutations used or not used, ready on their sleeves. They are there to prepare for whatever sneaky, cunning, germs that may unexpectedly invade. If you look at the learning process, it might look as redundant and costly. Indeed, some antibodies are used and some remain unused. But if you think about it, it is part of a successful innovation system. Whenever a novel invader attacks, the defense system can mount a rapid early version of the adaptive antibody. At the “war room” T cells continue to learn and adjust based on the success and failure of the early antibody release to craft a more specific and powerful attack against the invader.

Not only humble learners, but T cells are also experts in communication and planner. After learning from the battlefield, T cells send cytokines to most B-cells. You can think of this signal as a WhatsApp instruction that specifies exactly what kind of antibody B-cells need to start manufacturing. Next, this specific and optimal antibody will be memorized by memory T cells, so that future responses against the same pathogen will be faster.

Now, T-cells are the kind of elite soldiers who also check the battlefield. Sometime deceitful germs hide inside a cell. Sometimes these germs dress-up and trick our phagocyte into thinking that they are friends. Thus, the phagocyte will not chase and chop them. But T-cells can see the malicious germs’ scheme. Say, a virus is camouflaging and setting up a viral shop inside a host’s cell. Being hidden, the long-range antibodies can not reach these invaders. T cells can figure that out. It will come to the infected cells and have a “short-range combat” to quell these invaders.

Finally, T cells are also soldiers who are capable of making decisive difficult decisions. During short-range combat, if a cell is badly infected, the assassin T-cell will kill it with the hope of destroying all foes inside the hijacked cell and preventing further harm. If you ever had influenza, the fact that you recovered, mean your T cells have done this short-range combat and made hard decisions for you.

We hope that this op-ed not only exposes you to the extraordinary league of molecular soldiers, but also to inspire you to learn, innovate, and cooperate like them. Just as the sheer number of germs that outnumber immune system soldiers, challenges will always look huge. Yet, those immune cells never run away. So, be courageous. Fearlessness, cooperativeness, and innovativeness, they are encoded in our DNA.


This guest post is written by Grace Dewi. She’s a Chemical Biologist & Fulbright Presidential Ph.D. scholar in Business Strategy.

Cerita Bisnis HijUp: Pelajaran Berharga bagi Komunitas Startup

Saya memulai HijUp pada 2011. Pada bulan pertama HiJup diluncurkan, bisnis ini sangat menguntungkan. Perusahaan ini saya kelola bersama dua asisten. Berbekal kamar 4×4, kami mencoba menjalankan perusahaan. Saat itu, kami berhasil menghasilkan keuntungan senilai $20.000 dari pendapatan di bulan pertama hasil jerih payah bertiga. Tak pelak, ini adalah bisnis yang sangat menguntungkan.

Pada pertengahan 2019, setelah 8 tahun berdiri, kami berhasil mengumpulkan dana senilai $5 juta. Bisnis tumbuh lebih dari 20x lipat sejak saat itu. Namun, masih belum mencapai profit. Tak terhitung berapa banyak dana yang sudah “dibakar”, dan terkadang kami panik ketika ada pertanyaan tentang berapa lama ini akan berlangsung. Saya sendiri tidak bisa tidur nyenyak. Saya menyadari pada waktu itu bahwa memiliki banyak uang tidak berarti semua baik-baik saja. Kami kaya, kami punya banyak uang dari pendanaan (sebagai sebuah bisnis yang sangat menguntungkan). Kami berpikir akan mendapatkan dana yang lebih besar lagi tahun depan. Lalu, kami menggunakan strategi “bakar uang” untuk mencapai pertumbuhan. Beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa jika kita tumbuh lebih cepat, investor akan terus datang. Mereka meyakinkan untuk “tidak usah khawatir masalah uang”. Sayang sekali, kenyataannya tidak seperti itu. Investor tidak datang. Saya mulai tidak percaya pada aturan main ini lagi. Kita harus punya cara sendiri untuk bertahan hidup. Kita harus bisa mengendalikan takdir.

Kami memiliki waktu selama 6 bulan. Saya membuat analisis tentang bagaimana bisa kita kehabisan uang. Mengapa begitu berbeda dari masa-masa awal yang bisa meraup banyak untung. Jadi, berikut adalah beberapa temuan yang kemudian menjadi dasar dari keputusan-keputusan saya.

Jumlah Pegawai

Banyak founder yang merasa bangga dengan jumlah tim yang mereka miliki di perusahaan. Saya adalah salah satu dari mereka. Namun, ini menjadi pola pikir yang salah. Hal ini lebih kepada sisi emosional dan ego seorang founder. Saya menyadari hal ini ketika menganalisis tim yang ada. Saat itu ada sekitar 160 pegawai. Pendapatan per orang berkurang setiap kali saya menambah jumlah pegawai. Tentu saja, jumlah pegawai yang banyak membuat saya merasa lebih baik, tetapi dari jumlah itu, perusahaan tidak terlihat lebih baik. Lebih buruk lagi, banyaknya pegawai menjadi salah satu pendorong utama dari biaya besar lainnya seperti gedung, listrik, administrasi, dll. Setiap satu orang yang saya tambahkan akan menghabiskan setengah atas gaji mereka. Sesuatu yang tidak saya sadari.

Saya berbicara dengan tim SDM serta mengusulkan untuk merumahkan sebanyak mungkin orang, dengan memastikan operasi HijUp tetap berjalan dengan baik. Mereka mengusulkan untuk mengurangi 100 pegawai. Mereka mengatakan HijUp akan tetap berjalan dengan baik walaupun dengan pengurangan 70% stafnya. Saya terkejut, setelah bertahun-tahun, kami baru menyadari hal ini. Kami dibutakan oleh uang yang kami miliki. Ini adalah pelajaran yang sangat mahal bagi saya sebagai pendiri dan CEO.

Diajeng Lestari, HijUp's Founder and CEO
HijUp’s Founder and CEO, Diajeng Lestari

Bagi saya, memecat orang bukanlah hal yang mudah. Itu adalah keputusan yang sangat sulit dan sangat pribadi. Saya menaruh rasa percaya pada tim yang sudah ada. Mereka adalah orang-orang hebat. Jauh di lubuk hati saya, rasa bersalah menyelimuti. Saya terus menuding diri sendiri sebagai seorang CEO yang tidak kredibel. Kesadaran saya dipertanyakan, saya terlalu emosional. Ada perasaan campur aduk dalam diri saya dan saya pun kehilangan kepercayaan diri. Pada akhirnya, saya mengumumkan kepada semua tim bahwa keputusan besar telah diambil, untuk mengurangi 70% jumlah staf.

Dengan perampingan ini, kami berhasil memotong 80% tingkat pembakaran uang. Waktu kami semakin lama. Namun, itu saja tidak cukup. Saya ingin kembali ke masa-masa keemasan awal HijUp, masa kebebasan di mana kami jadi bisnis yang sangat menguntungkan.

Menyederhanakan teknologi dan operasional

Biaya teknologi menjadi salah satu perhatian. Memang benar, saya bukan pendiri dengan latar belakang teknologi. Hal ini benar-benar menjadi tantangan besar, sebuah titik buta bagi saya. Lalu, saya kemudian bertanya kepada suami, Achmad Zaky, yang merupakan pendiri dengan bakat teknologi yang lebih besar. Dia mengatakan bahwa kami seharusnya bisa memotong 80% teknologi yang tidak perlu. Menurutnya, teknologi yang kami bangun terlalu rumit, terlalu canggih untuk startup kecil seperti HijUp. “Ya Tuhan,” kataku.

Saya menelepon tim teknologi saya dan meminta mereka untuk memotong 80% dari biaya teknologi yang tidak perlu. Kami akhirnya berhasil memotong biaya yang cukup berarti. Proyek ini memotong setengah dari laju pembakaran yang ada. Menambah waktu kami lebih lama.

Kami juga menemukan banyak proses yang sebenarnya tidak perlu. Beberapa proses juga ikut disederhanakan. Ini hanya sebagian kecil dari laju pembakaran kami. Tetapi dampak pada produktivitas dan kebahagiaan bagi staf banyak, mereka dapat membuat dampak yang sama dengan sedikit usaha.

Fokus pada pelanggan dan partner yang membawa profit

Temuan saya berikutnya terletak pada mitra atau penyewa. Kami memiliki banyak penyewa dan kami menemukan bahwa setiap penyewa tidak sama dalam hal keuntungan. Seseorang dapat menghasilkan banyak keuntungan, sedangkan yang lain “membakar uang” menggunakan sumber daya yang sama. Jadi, kami mengusulkan untuk memangkas para penyewa yang tidak menghasilkan profit.

Kami menggandakan usaha dan investasi kami hanya kepada penyewa yang menguntungkan. Hasilnya luar biasa. Para penyewa juga menaruh lebih banyak sumber daya di dalam bisnis kami. Jadi, profit kian menanjak.

Kami mulai menuai profit 6 bulan setelah semua proyek ini dimulai. Di era Covid-19 ini, saya merasa bersyukur bahwa kami membuat keputusan ini. Kami merasa siap sekarang. Kami sangat gesit dan siap menghadapi lingkungan Covid-19 ini.

Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa penting bagi pendiri dan CEO untuk menjadi sadar dan selalu rasional. Apakah kita benar-benar membutuhkan satu dan lain hal. Kita juga harus berpikir bahwa pendanaan adalah uang kita sendiri, bukan uang investor. Dengan memiliki pola pikir seperti itu, kita akan membelanjakan dengan bijak, karena uang tidak akan datang dua kali.

Saya juga menyadari bahwa tidak semua startup sama. Mungkin sebuah unicorn bisa mengikuti alur pertumbuhan. Namun, startup seperti HijUp tidak bisa memberlakukan hal itu. Model bisnis dan faktor skala berbeda. Semuanya harus mengarah pada profit serta pertumbuhan yang stabil.

Semoga pengalaman yang saya bagikan bisa berguna bagi banyak founder di manapun berada.


Artikel ini adalah artikel tamu yang ditulis oleh Diajeng Lestari. Ia adalah Founder dan CEO HijUp.

A Story of HijUp Turnaround: Lesson Learned for Startup Community

I started HijUp in 2011. The first month I launched HijUp, it was a very profitable business. I managed the company with two of my assistants. We occupied a 4×4 room to run the company. We generated $20,000 of revenue in the first month of our launch with only 3 of us. And yes, it was a very profitable business.

In mid of 2019, 8 years after it was founded, we have been raising $5 million so far. The business grew more than 20x since then. But, it was not profitable. We burned a lot of money, and sometimes we panicked when asking questions about how long our runaway was. I myself could not sleep well enough. I realized at that time that having too much money was not necessarily good. We were rich, we had a lot of money from funding (because we were a very profitable business). We thought we would get bigger funding again next coming year. So, we burned money to grow. Some people told me that if we grow faster, the investor will keep coming. They said “don’t worry about money”. But, the reality is not like that. They were not coming. I started to not believe in this rule of game anymore. We have to survive in our own way. We should define our own destiny.

We had a 6 months runaway. I made an analysis why we still lose money. What made it different from the early days that were very profitable. So, here are some of my findings and I made a decision based on these findings.

Number of People

Many founders are really proud about the number of teams that they have in the company. I was one of them. But, this is the wrong mindset. This is more emotional and the ego of a founder. I realized when I analyzed my team. I had 160 people back then. The revenue per people was decreasing every time I added more people. Of course, I felt better with many people, but from the number, the company did not look better. Even worse, people were actually the key driver of the other big costs like building, electricity, administration, etc. Every one person I added, cost half of their salary on top of their salary. Something that I was not aware of.

I talked to my HR team and proposed to cut as many as people but still make sure HijUp operations still went well. They came up to me and proposed to cut 100 people. They said HijUp would be still running well even if it cuts 70% of its staff. I was surprised, after many years, we didn’t realize this. We were blinded by the money that we had. This is a very expensive lesson for me as a founder and a CEO.

Diajeng Lestari, HijUp's Founder and CEO
Diajeng Lestari, Founder and CEO of HijUp

For me, cutting people is not my thing. It was a very hard and personal decision to me. I always believe in the team that I have already hired. They are great people. Deep in my heart, I felt very guilty. I kept telling myself it looked like I was a very bad CEO. I was not aware, I was too emotional. I had mixed feelings about myself and I lost my confidence. In the end, I announced to all the team that we would take this big decision, cutting 70% of the people.

By cutting the people, we cut 80% of the burn rate. Our runaway was getting longer. But it was not enough. I want to go back to the early days of HijUp feeling, freedom because we were so profitable.

Simplify tech & operation

I also looked up at our tech cost. I know, I’m not a tech founder. This part is really a big hole for me, my blind spot. So, I managed to ask my husband, Achmad Zaky, who is a more tech founder. He said that we actually can cut 80% of unnecessary tech. He said the tech that we built was too complicated, too advanced for a small startup like HijUp. “Oh my God,” I said.

I called my tech team and asked them to cut 80% of unnecessary tech costs. We finally managed to cut quite a meaningful cost. This project cut the existing burn rate by half. Make our runaway even longer.

We also found that we had a lot of unnecessary processes. We simplify that process too. This was only a small part of our burn rate. But the impact on productivity and happiness to the staff is a lot, they can make the same impact with less effort.

Focus on profitable customer and partner

My next finding was on partners or tenants. We had a lot of tenants and we found that each tenant is not the same in terms of profitability. One can generate a lot of profit, and one can generate a lot of money burn with the same resource. So, we proposed to cut the unprofitable tenants.

We double down our effort and investment to the profitable tenants only. The result was amazing. The tenants also put more resources in us. So the profitability is increasing too.

We started being profitable 6 months after all of this project started. In this Covid-19 era, I feel grateful that we made these decisions. We feel prepared now. We are very agile and ready to face this Covid-19 environment.

From these experiences, I realized that it is important for the founder and CEO to be aware and always being rational. Do we really need this and that. We also have to think that funding money is our own money, not investor money. By having that kind of mindset, we will spend wisely, because money will not come twice.

I also realized that not all startups are the same. Maybe a unicorn can follow the growth path. But startups like HijUp can not follow the growth path. The business model and scale factor is different. It has to follow a profitable path, but steady growth.

Hopefully this sharing will be insightful for many founder throughout the world.


Disclosure: this guest post is written by Diajeng Lestari, CEO and Founder of HijUp

Ekonomi Karya Baru untuk Indonesia

COVID-19. Sesuatu yang sedang menghantui benak semua orang di dunia.

Pada akhir cerita War Of The Worlds, pasukan pesawat dan mesin perang Mars yang digdaya akhirnya lumpuh karena mahluk Mars tidak tahan pada mikroba Bumi, dan akhirnya serangan Mars dapat ditekukkan. Padahal ya kenyataannya, umat manusia pun tidak rentan terhadap serangan mikroorganisme, terutama yang belum pernah menyerang manusia sebelumnya seperti novel coronavirus.

Tentunya, dampak dari penanganan COVID-19 ini adalah terimbasnya penghasilan berbagai sektor industri, terutama yang memiliki akar di dunia “nyata”. Dari toko, bioskop, pabrik sampai hiburan. Demi mencegah penyebaran yang lebih luas, di berbagai penjuru dunia masyarakat telah dikarantina, lockdown, sampai versi Indonesia, Pembatasan Sosial Berskala Besar. Sebuah krisis kemanusiaan sedang berlangsung untuk banyak orang akibat COVID-19, baik yang tertular secara langsung maupun yang terkena dampak akibat tidak dapat bekerja seperti biasa lagi. Tidak ada yang luput dari imbasnya, dan tentunya kita bertanya, sampai kapan?

Banyak pihak yang sudah mengangkat, “apa yang hendak kamu lakukan setelah COVID-19?”. Tapi menurut saya, kondisi ini tidak akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelumnya. Terlepas dari penanganan COVID-19, keadaan ini telah memaksa kita untuk memiliki kerangka berpikir baru terhadap hidup dan berkarya sebagai manusia. Bukan hanya beradaptasi terhadap kondisi, namun justru menyiapkan diri menapaki era yang sama sekali baru.

The New Normal

Karena KaryaKarsa banyak bersentuhan dan bersinggungan dengan pekarya, di sekitar kami terdengar jelas pergeseran dari, misalnya, musisi yang penghasilan utamanya berasal dari manggung, lantas tidak bisa manggung sama sekali. Penghasilan mereka pun hilang. Beruntung bila masih ada penghasilan dari sumber lain, namun yang bisa melakukannya hanya segelintir. Wajar apabila para pekarya ini bertanya, kapan kondisi ini berakhir?

Kami di KaryaKarsa, yang tentunya terimbas juga, ingin memajukan kerangka berpikir lain. Pergeseran yang terjadi karena “keterpaksaan” ini dapat kita olah jadi kesempatan untuk membangun Ekonomi Karya Baru. Sebuah ekonomi dengan ketahanan lebih tinggi, karena diperkuat oleh pola pikir berwiraswasta dan dibantu oleh infrastruktur digital. Kita sebagai manusia abad 21, toh, sudah hidup secara bersamaan pada dunia “nyata” dan padang digital.

Sebelumnya, Ekonomi Karya itu banyak terdoktrin wujud atau kehadiran fisik, yang merupakan respons terhadap persepsi bahwa barang digital itu “gratis” dan tidak bernilai. Pelan-pelan ini sudah bergeser dengan hadirnya layanan-layanan berbayar yang orang sudah rela mengeluarkan uang untuk berlangganan, meskipun masih untuk sebagian kecil masyarakat Indonesia. Mendadak, kini semua harus berperan aktif dalam ekonomi digital. Mengutip meme yang tengah beredar, yang memicu transformasi digital di semua perusahaan bukanlah CEO maupun jajaran komisarisnya, melainkan COVID-19.

Ekonomi Karya yang Baru

Dalam Ekonomi Karya Baru, kreator dapat berkarya dan berpenghasilan dari kegiatan dalam ruang fisik maupun maya, dengan efektivitas yang sama. Baik kreator maupun audience sudah terbiasa dengan menonton konser secara langsung, maupun secara live streaming dari rumah (atau nonton bareng dari tempat yang jauh dari tempat acara). Kreator maupun audience sudah terbiasa menjadikan ruang fisik dan maya sebagai bagian dari rencana berkarya, tanpa membeda-bedakan – karena toh yang utama untuk audience itu konten, bukan medium. Tentunya medium memiliki peran kuat dalam konten, tapi menjadi fungsi kontekstual, bukan utama.

Bagaimana bentuk Ekonomi Karya Baru ini?

Ekosistem Baru Kreator Konten
Ekosistem Baru Kreator Konten

Dalam Ekonomi Karya Baru, wujud dan medium karya merupakan konsekuensi dari strategi, bukan tujuan akhir – karena sebenarnya berdasar pada pendekatan bisnis yang terfokus pada Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property, IP). Sebagai contoh, sebuah lagu tidak harus hanya berwujud sebuah pementasan langsung, tapi juga dapat diwujudkan sebagai merchandise interaktif, konser live streaming, bahkan proses di balik layar pembuatannya. Karyanya sama, tapi perwujudan dan penyampaiannya disesuaikan dengan medium dan target audience.

Model pembiayaan kegiatan berkarya pun memiliki berbagai pilihan. Selain model-model yang sudah lebih dulu berlangsung, seperti melalui iklan, sponsor endorsement, kerja sama dengan pemilik modal dan keahlian (misalnya, music label) dan lisensi karya, dapat juga mendapatkan pendanaan kegiatan langsung dari audience (seperti via KaryaKarsa). Dan dengan dibantu akses digital, daya jangkau pendanaan langsung ini tidak terbatas pada hadirnya audience di sebuah acara, namun bisa dikonsumsi di mana saja asal terdapat koneksi internet.

Dalam Ekonomi Karya Baru, ada sebuah harapan. Tapi tentunya ada pekerjaan rumah juga untuk semua pelaku industri. Sebuah pergeseran kerangka berpikir dari yang berfokus pada wujud karya, ke yang berfokus pada HKI. Tentunya tidak mudah, karena seringkali karya tidak dapat dipisahkan dari wujudnya. Dan tidak semua kegiatan karya dapat mudah diterjemahkan ke dalam wujud lain, apalagi digital. Belum lagi kefasihan pelaku-pelaku industri kreatif dalam dunia digital masih sangat bervariasi.

Yang jelas dalam Ekonomi Karya Baru ini, para pemainnya tak lagi terbatas pada pekarya-pekarya yang lazimnya dianggap berkarya, seperti musisi, seniman, penulis, pembuat komik dan sebagainya. Di KaryaKarsa saja sudah ada pelatih yoga, pelatih olahraga, edukasi soal marketing, pembahasan tentang personal branding, bahkan sampai pembaca kartu tarot.

Tapi ya balik lagi, ini pekerjaan rumah masing-masing. Yang harus dipahami adalah bahwa dengan pola pikir Ekonomi Karya Baru, ekonomi kreatif Indonesia dapat adaptif untuk terus tumbuh, bertahan, dan berkembang.

Semangat yuk, karena kita pasti bisa. Mari berbenah dan ikut membentuk The New Normal ini demi membangun Ekonomi Karya Baru. Agar kita kembali menjadi umat manusia yang menang berkat virus, seperti dalam film War Of The Worlds.


Disclosure: artikel tamu ini dibuat oleh Ario Tamat.

Ario adalah CEO Karyakarsa, platform apreasi kreator. Ia bisa dikontak via Twitter @barijoe

Platform Apresiasi Kreator Mudahkan Perhitungan Konversi Kampanye

Sebagai seorang marketer, tentu saya ingin agar campaign yang saya jalankan meraih semua objective yang ditentukan, supaya sepadan dengan besaran investasi yang dikeluarkan. Biasanya, hitung-hitungan keberhasilan sebuah campaign berpedoman pada ROI. Namun di era digital, ukuran ini semakin rumit karena terdiri dari banyak komponen yang relatif antara satu dengan lainnya. Saking rumitnya perhitungan ini, beberapa perusahaan pun membuat ukuran lain dan menyebutnya dengan RoAS, alias Return on Ad Spend. Nah, salah satu komponen yang biasa dijalankan pada digital campaign adalah influencer marketing.

Sebagai seorang communication strategist, tentu saya ingin agar campaign yang klien percayakan pada agency tempat saya bekerja bisa berhasil melampaui KPI yang ditentukan. Ukuran keberhasilan untuk aset-aset yang dikelola sebagai Owned Media dan Paid Media relatif lebih bisa di-manage. Yang agak susah adalah Earned Media. Selain karena kontrol pembicaraan bukan sepenuhnya di kita, influencer marketing memegang peranan cukup penting. Masalahnya menemukan influencer yang tepat untuk campaign kita itu seperti memilih jodoh. Belum tentu efektif, apalagi mendatangkan ROI bagi klien.

Sebagai seorang influencer, tentu saya ingin agar platform yang saya gunakan bisa menjangkau lebih banyak orang, agar lebih banyak brand tertarik menggunakan jasa saya dalam campaign mereka. Namun jujur saja, karena belum ada standarnya, rate card saya sesuka hati dengan mengedepankan jumlah follower yang saya miliki. Bila ditanya bagaimana mengukur keberhasilan, tak sedikit rekan influencer yang kebingungan. Jangankan conversion rate, hanya segelintir yang bisa menjanjikan engagement rate.

Sebagai seseorang yang berpengalaman di ketiga industri tersebut (empat bila dihitung dengan industri media), saya bisa merasakan sendiri problematika pengukuran efektivitas influencer marketing ini. Si A mahal karena follower banyak tapi engagement kecil sekali. Si B murah dan engagement besar, tapi reach kecil. Mana sih yang seharusnya lebih mahal? Si A atau si B? Lantas, mana yang lebih efektif? Itu baru dua influencer, belum bicara kuantitas. Intinya, bikin pusing, lah! Maka, ketika ada platform yang bisa membantu para influencer yang juga pengembang konten kreatif untuk mengonversikan apresiasi follower mereka dalam bentuk tip atau uang langganan seperti KaryaKarsa, saya pun tertarik untuk mengulik konsepnya dan bekerja di sana.

KaryaKarsa memiliki konsep serupa dengan Patreon yang sudah berhasil membantu 100 ribu kreator terhubung dengan para penggemarnya. Esensi mereka adalah memudahkan penikmat karya berkontribusi dalam bentuk uang sehingga bisa membantu penghasilan kreator yang mereka gemari. Ini artinya influencer, yang juga content creator, akhirnya mampu mengukur berapa banyak penghasilan yang mereka dapat langsung dari follower melalui konten yang mereka buat.

Sejak muncul pada Oktober 2019 hingga pertengahan Maret 2020 ini, KaryaKarsa sendiri telah menampung lebih dari 1.300 kreator dan menyalurkan lebih dari 1 miliar rupiah per bulan ke para kreator! Sebuah angka yang bisa dibilang fantastis untuk sebuah perusahaan rintisan yang baru berusia 5 bulan.

Lantas apa artinya ini bagi marketer dan digital agency? Dengan platform KaryaKarsa, tidak menutup kemungkinan sebuah brand membuat campaign yang berkolaborasi dengan para pengembang konten kreatif dan benar-benar menghasilkan keuntungan dari sana. Bagi influencer sendiri, akhirnya ada platform di mana mereka bisa mengukur nilai jual konten mereka, mengetahui daya beli follower, dan benar-benar mendapatkan uang. Sebuah tambahan penghasilan yang menarik, selain dari sponsorship, endorsement, dan adsense.

Memang, tidak semua influencer adalah content creator. Beberapa campaign juga masih memanfaatkan jasa mereka untuk awareness, reach, dan impression. Namun paling tidak, kini ada platform alternatif yang bisa sedikit mengurangi kepusingan menyusun laporan efektivitas dan ROI sebuah campaign.


Artikel ini adalah artikel tamu yang ditulis oleh Pribadi Prananta (Pipu). Ia adalah seorang marketer, creative communication strategist, dan content creator yang bekerja di KaryaKarsa. Terhubung dengan Pipu di Twitter @pipis dan Instagram @pipu.

Panduan Lengkap Digital Marketing di Asia Tenggara Bagi Pemula (Bagian 5)

Pada seri tulisan sebelumnya dibahas mengenai pandangan umum terhadap berbagai macam paid channel. Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai Digital Analytics.

Digital Analytics adalah sebuah analisis data kualitatif dan kuantitatif dari website milik anda dan pesaing anda, (2) untuk mendorong peningkatan berkelanjutan dari online experience yang dirasakan pelanggan dan calon pelanggan anda, (3) yang ditafsirkan menjadi hasil yang anda inginkan (online dan offline) — Avinash Kaushik

​Salah satu alasan digital marketing menjadi sangat berguna adalah karena kemampuan pelacakan (trackability) dan pengukurannya (measurability). Hal tersebut dapat digunakan untuk memperhitungkan apakah marketing strategy yang anda lakukan berhasil dengan efektif atau tidak, dengan tingkat presisi yang tinggi dan real-time.

Kemampuan untuk memperhitungkan Return-on-Investment (ROI) dari setiap online marketing channel dan setiap pengeluaran masih mungkin terjadi di dunia maya. Namun, di dunia nyata, akan sangat sulit untuk dilakukan.

Dari tahun ke tahun, terdapat salah satu platform digital marketing yang semakin populer dan dipakai oleh segala jenis bisnis, baik besar maupun kecil, untuk melacak user interactions di website perusahaan tersebut >> Google Analytics.

Mari mulai mengenal Google Analytics.

Perkenalan Google Analytics

Bagaimana Cara Kerja Google Analytics?

Setelah bertahun-tahun, kami menyadari bahwa banyak digital marketer dengan pengalaman bertahun-tahun tidak sepenuhnya mengerti cara kerja Google Analytics (GA). Mereka tidak mengerti arti dari “website tracking”

Berdasarkan pengalaman kami, kami mempercayai bahwa pemahaman akan cara kerja GA sejak awal sangatlah berharga. Oleh karena itu, kami merekomendasikan anda untuk membaca penjelasan dari Google pada tautan ini.

Perkenalan dengan Interface Google Analytics

Mari kita mulai!

Klik di sini untuk memulai tur Google Analytics Account dari Google Merchandise Store (anda harus masuk ke dalam Google Account untuk mengaksesnya).

digital marketing

Selanjutnya, lanjutkan tur anda dengan mencari tahu tentang laporan utama Google Analytics.

digital marketing

Terakhir, pelajari bagaimana cara menavigasi keseluruhan laporan:

Laporan Utama di Google Analytics

Dalam Google Analytics, terdapat 4 jenis laporan. Untuk dapat mengerti arti dan kegunaan dari masing-masing laporan dan perbedaan mereka (bukan hanya mengingat interface masing-masing dari mereka), akan memberikan anda fondasi yang kuat dalam memahami analisis dari sebagian besar website dan aplikasi.

Audience Reports

Audience report berisi laporan-laporan yang akan membantu anda dalam memahami karakteristik pengunjung website anda. Misal: negara/kota mereka saat mengakses situs anda, teknoogi yang mereka gunakan (device, browser), usia, jenis kelamin, etc. Berdasarkan pengalaman kami, laporan yang paling penting dalam Audience Report adalah:

  • New dan Returning
  • Mobile (overview + device)
  • Browser

Secara umum, audience report sangat berguna untuk melihat apakah demografik pengguna anda berubah seiring waktu, tetapi anda jangan melihatnya laporan-laporan tersebut setiap hari (karena itu adalah kegunaan acquisition report, selebihnya lihat dibawah).

Untuk penjelasan yang lengkap mengenai audience report, tonton video singkat di bawah ini.

Acquisition Reports

Acquisition Reports mungkin adalah laporan-laporan yang paling penting dan dapat ditindaklanjuti di GA. Oleh karena itu, anda harus mengerti mengenai laporan ini dengan sangat baik.

Laporan-laporan ini memberikan anda informasi yang anda perlukan mengenai sumber-sumber (contoh: marketing channel) yang menarik pengguna internet ke website anda. Apakah anda mengingat acquisition channel yang dibahas di bagian pertama? Dalam acquisition channel anda akan mengetahui bagaimana performa dari setiap channel dan berapa banyak kontribusi mereka ke dalam aplikasi/website anda.

Untuk penjelasan yang lengkap mengenai acquisition report, tonton video singkat di bawah ini.

Behavior Reports

Saat seseorang mengunjungi website anda melalui acquisition channel manapun, apa yang mereka lakukan? Bagaimana cara mereka berinteraksi dengan website/aplikasi anda?

Berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk browsing, halaman manakah yang mereka kunjungi? Anda dapat melihat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan lainnya di Behavior Reports.

Laporan yang paling penting adalah Landing Pages, karena laporan tersebut memberitahukan ‘titik masuk’ ke website anda atau halaman pertama yang dilihat (dikunjungi) oleh pengguna.

Conversion Reports

Conversion Reports merupakan salah satu laporan yang sangat penting. Namun, laporan ini sedikit lebih kompleks sehingga akan lebih sulit untuk menguasai Conversion Reports sepenuhnya.

Pada awalnya, tidak ada conversion yang akan di-track oleh Google Analytics karena conversion sangat tergantung pada jenis bisnis anda. Pertama-tama, anda harus menentukan conversion apakah yang tepat untuk bisnis anda.

Conversion tersebut bisa saja berupa pengunjung yang mendaftar pada newsletter anda, pembelian barang, atau apapun yang mungkin akan menambahkan nilai pada bisnis anda. Untuk mulai tracking sebuah conversion, anda harus membuat sebuah ‘goal’ terlebih dahulu.

Sangatlah penting bagi anda untuk menetapkan goal terlebih dahulu. Karena, penetapan goal adalah satu-satunya cara bagi bisnis anda untuk memperhitungkan ROI dari setiap acquisition channel dan setiap aktivitas marketing anda.

Untuk menggabungkan dan mengembangkan pengertian anda tentang apa yang dapat anda lakukan dengan Google Analytics, kami merekomendasikan anda untuk membaca artikel di bawah ini yang dibuat oleh ShivarWeb. Artikel ini membahas GA secara komprehensif dan lengkap.

Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Tim RevoU. RevoU adalah platform pendidikan online digital marketing, yang membantu penggunanya untuk memulai karier di industri teknologi.

Panduan Lengkap Digital Marketing di Asia Tenggara Bagi Pemula (Bagian 4)

Pada seri tulisan sebelumnya dibahas mengenai pandangan umum terhadap berbagai macam organic channel. Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai paid channel.

Paid Search

Paid Search, Google Ads, dan SEM adalah istilah-istilah berbeda yang mengacu pada satu jenis online marketing yang sama, yaitu, hasil pencarian bersponsor yang dapat anda lihat ketika anda melakukan pencarian di Google dari komputer atau ponsel anda.

digital marketing

Singkatnya, Paid Search memungkinkan anda untuk menampilkan iklan anda melalui pelelangan kecil pada keyword yang anda pilih sehingga setiap kali seseorang melakukan pencarian menggunakan keyword tersebut, anda akan menawarkan suatu jumlah tertentu agar iklan anda dapat ditampilkan. Google Ads beroperasi menggunakan model Pay-per-Click (PPC), yang berarti anda membayar Google setiap kali seorang pengguna mengklik iklan anda (di Indonesia umumnya <$1 per klik).

Perusahaan Seperti Apakah yang Sebaiknya Berinvestasi ke dalam Paid Search ?

Paid search adalah salah satu marketing channel yang paling banyak digunakan oleh segala jenis bisnis karena memiliki skalabilitas yang tinggi dan penargetan yang sangat kuat. Anda dapat mulai menggunakan Google Ads dengan berinvestasi mulai dari $1 per hari sampai jutaan dolar tiap bulannya.

Tidak seperti SEO, anda hanya membutuhkan beberapa jam saja untuk mulai menggunakan paid search dan anda akan dapat mulai meningkatkan traffic ke website atau aplikasi anda dengan cepat.

Jika pelanggan anda mencari produk atau layanan yang anda jual, anda sangat disarankan menggunakan Google Ads.

Contoh waktu yang tidak tepat untuk berfokus ke Paid Search

  • Saat produk anda sangat baru atau inovatif sehingga tak banyak orang yang melakukan pencarian : Dalam kasus ini sebaiknya anda jangan melakukan penargetan berdasarkan niatan seseorang atau behavioral targeting seperti Google Ads. Akan lebih baik jika anda melakukan penargetan berdasarkan demografik atau demographic targeting. (Sama seperti SEO)
  • Jika Google Ads menjadi terlalu mahal: untuk sektor-sektor tertentu yang sangat kompetitif (misal: e-commerce di Indonesia), Google Ads menjadi semakin mahal dengan basis cost-per-click. Oleh karena itu, mungkin akan lebih baik jika anda mulai menggeser strategi pemasaran anda secara bertahap sehingga lebih mengacu pada SEO dan organic traffic.

Sumber-sumber Untuk Mempelajari Paid Search

Karena paid search merupakan strategi paid acquisition yang paling diminati dan populer, maka terdapat banyak panduan yang lengkap dan mendalam mengenai Google Ads dan paid search, termasuk dari Google sendiri.

Kami merekomendasikan panduan dari Hootsuite berikut karena menjelaskan dasar-dasar Google Ads.

Social Media Paid

Social Media Paid atau Social Media Ads mengacu pada periklanan yang tersedia di platform-platform sosial media seperti Facebook dan Instagram (Keduanya adalah yang terbesar untuk saat ini).

Dengan Social Media Ads, anda dapat menargetkan pengguna berdasarkan demografi dan ketertarikan mereka, hal ini akan sangat berguna jika anda menargetkan pengguna dengan karakteristik tertentu. Social Media Ads memiliki cara kerja yang mirip dengan Google Ads. Sebagai seseorang yang beriklan, anda membayar setiap kali seorang pengguna melihat iklan anda (Cost-per-Impression) atau mengklik iklan anda (Cost-per-Click).

Perusahaan Seperti Apakah yang Sebaiknya Berinvestasi ke dalam Social Media Paid ?

Social Media Paid adalah salah satu acquisition channel utama yang berpotensial dan memiliki skalabilitas tinggi, sehingga sebaiknya setiap perusahaan mencoba untuk berinvestasi ke dalamnya.

Facebook dan Instagram adalah tempat dimana para pengguna bukan mencari solusi untuk permasalahan yang mereka hadapi, namun menemukan produk dan layanan yang baru. Sehingga Social Media Paid akan menjadi efektif jika hal yang dijual oleh sebuah perusahaan memiliki daya tarik visual, sehingga dapat menarik perhatian pengguna.

Contoh waktu yang tidak tepat untuk berfokus ke Social Media Paid

Relative cost vs Paid Search : Jika anda menjual produk yang sangat berbasis pada pencarian pengguna / intent pengguna, mungkin Paid Search merupakan channel yang lebih efektif dan murah bagi anda.

Sumber-sumber Untuk Mempelajari Social Media Paid

Lagi-lagi, banyak sekali sumber yang mengajarkan Social Media Paid. Materi pembelajaran dari Shopify berikut sangat kami rekomendasikan karena menjelaskan cara kerja Facebook Ads dengan sederhana serta mudah untuk dimengerti.

Ad Networks

Ad Networks memungkinkan anda untuk beriklan di setiap situs web utama dan kebanyakan aplikasi mobile. Sebagai contoh, iklan yang anda lihat pada situs berita online seperti Tribunnews umumnya ditampilkan melalui Ad Networks.

digital marketing

Ad Network yang paling besar dan popular adalah Google Display Network (GDN) yang merupakan bagian yang lebih besar dari Google Ads (yang juga termasuk Paid Search channel). Melalui GDN, iklan anda dapat mencapai lebih dari 90% pengguna Internet dan lebih dari 2 juta situs(!) Jangkauannya sangat luas bukan?

Perusahaan Seperti Apakah yang Sebaiknya Berinvestasi ke dalam Ad Network?

Perusahaan yang memiliki audience yang tersebar, perusahaan yang sudah menggunakan online marketing channel lainnya, dan perusahaan yang berusaha meningkatkan brand awareness dan bukan menghasilkan direct conversion/sales.

Penggunaan lain dari Ad Networks yang sangat menguntungkan adalah penggunaan Ad Network untuk retarget orang-orang yang sudah mengunjungi website atau aplikasi anda. Retargeting Marketing adalah jenis marketing yang terjadi pada anda ketika anda melihat iklan dari aplikasi yang baru saja anda download atau website yang baru saja anda kunjungi.

Contoh waktu yang tidak tepat untuk berfokus ke Ad Network

Karena Ad Network pada umumnya menghasilkan kualitas traffic yang rendah, maka biaya/CAC dari penggunaan Ad Network juga cenderung lebih tinggi daripada Paid Search dan Social Media Channel. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan tidak menggunakan Ad Network sebagai acquisition channel pertama.

Sumber-sumber Untuk Mempelajari Ad Networks

Pengenalan terhadap Display Ads dan khususnya Google Display Network yang komprehensif oleh Acquisio.

Dan untuk mempelajari mengenai paid channels secara lebih menyeluruh, kami menyarankanmu untuk mengikuti Program Digital Marketing RevoU.

Disclosure: Artikel tamu ini ditulis oleh Tim RevoU. RevoU adalah platform pendidikan online digital marketing, yang membantu penggunanya untuk memulai karier di industri teknologi.