Samsung Tizen Developer Code Night Akan Diselenggarakan di Berbagai Kota

Setelah melaksanakan workshop di berbagai kota untuk sosialisasi dan pengenalan pembuatan aplikasi di platform Tizen dalam rangkaian Indonesia Next Apps 3.0 (INA 3.0), Samsung kembali akan menghadirkan rangkaian acara untuk membantu para pengembang mematangkan dan menyelesaikan permasalahan yang ditemui dalam proses pengembangan aplikasi Tizen yang akan dilombakan. Kali ini disebut dengan “Samsung Tizen Developer Code Night”, seperti namanya acara tersebut akan diadakan pada pukul 17.00 – 21.00 di berbagai kota.

Developer Code Night sendiri lebih memfokuskan pada konsultasi teknis kepada peserta yang hendak berpartisipasi dalam INA 3.0. Bimbingan teknis akan langsung dilaksanakan oleh rekan-rekan ahli dari Samsung Research and Development Institute Indonesia (SRIN). Jadi jika rekan-rekan memiliki kendala dalam melakukan pengembangan, ini adalah forum yang tepat untuk mendiskusikan atau mendapatkan feedback dari pada pakar.

Untuk dapat mengikuti Developer Code Night, rekan-rekan diharapkan sudah memiliki produk yang akan dilombakan. Sehingga diharapkan ketika usai acara ini, isu-isu dalam pengembangan dapat terselesaikan dan produk menjadi lebih siap untuk disumbisikan ke dalam kompetisi INA 3.0. Adapun pagelaran Developer Code Night akan diadakan di beberapa kota, berikut ini adalah daftar lengkapnya:

  • Yogyakarta – Selasa, 2 Agustus 2016 bertempat di Ruang Yustisia, Gadjah Mada University Club Hotel & Convention.
  • Surabaya – Kamis, 4 Agustus 2016 bertempat di Hotel Shantika Premiere Gubeng.
  • Malang – Jumat, 5 Agustus 2016 bertempat di Hotel Tugu Malang.
  • Bandung – Selasa, 9 Agustus 2016 bertempat di Eduplex Study & Co-working Space.
  • Bogor – Rabu, 10 Agustus 2016 bertempat di Hotel Royal Bogor.
  • Jakarta – Kamis, 11 Agustus 2016 bertempat di Paragon Gallery Hotel Jakarta.

Acara ini sepenuhnya akan berisi diskusi teknis seputar pengembangan aplikasi, jadi tidak ada sesi presentasi materi seperti kegiatan seminar atau workshop. Jika rekan-rekan developer berminat untuk mengikuti acara ini, silahkan daftarkan diri sesuai dengan kota terdekat melalui laman resmi INA 3.0 di https://ina.dailysocial.id.

Bek-Up Memfokuskan Pembinaan Pra-Inkubasi

Sabtu (30/07) lalu Bekraf baru mengadakan sebuah pagelaran akbar bertajuk “Developer Day”. Acara tersebut mengumpulkan selebihnya 1.000 developer di Yogyakarta dan sekitarnya untuk mengulas seputar berbagai potensi yang dapat dikembangkan di era digital ini. Sebagai salah satu wadah untuk industri kreatif nasional, Bekraf bertekad untuk memfasilitasi dan mengarahkan para talenta berpotensi agar mampu meningkatkan daya saing.

Ditemui di sela-sela acara, Hari Sungkari selaku Deputi Infrastruktur Bekraf mengungkapkan bahwa ia mencoba menegaskan kembali bahwa kegiatan pematangan inovator digital yang diusungnya tidak untuk bersaing dengan kegiatan inkubasi atau akselerasi yang sudah ada, justru ingin mencoba melengkapi. Bekraf sendiri sudah menginisiasi Bek-Up (Bekraf for Pre-Startup) untuk mendorong keberhasilan startup lokal.

“Bek-Up awalnya diinisiasi oleh kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley, kala itu Kepala Bekraf ikut dalam rombongan. Cita-cita Presiden ingin menumbuhkan iklim kewirausahaan digital seperti yang ada di sana. Dari situ diinisiasi program Bek-Up. Riset pun menunjukkan, bahwa hanya 10% dari total populasi startup yang benar-benar berhasil, visi Bek-Up ingin membuat persentase tersebut terus meningkat, khususnya di Indonesia,” ujar Hari menceritakan landasan fundamental pendirian Bek-Up.

Bek-Up bukanlah sebuah kelas inkubasi, melainkan justru mempersiapkan bibit-bibit unggul untuk siap terjun ke dalam proses inkubasi itu sendiri. Artinya Bek-Up melakukan proses pembinaan sampai di tahapan pra-inkubasi saja. Dari prosesnya sendiri ketika seseorang (umumnya yang bergabung di Bek-Up awalnya individual) masuk ke Bek-Up maka akan menemui tiga pengayaan, yakni talent development, founder preparation dan pre-incubation.

Materi yang disampaikan dalam Bek-Up memang lebih mengarah kepada pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia). Bekraf meyakini bahwa di luar sana kemampuan teknis sudah banyak dimiliki oleh para talenta muda, namun sayangnya banyak di antaranya yang belum paham bagaimana mengelola bisnis, berkolaborasi, melakukan negosiasi dan sebagainya. Itu semua yang ingin coba dijembatani oleh Bek-Up.

Tidak terlalu ambisius dengan Unicorn, lebih memfokuskan mencetak “Cockroach”

Proses di Bek-Up memang hanya sampai pada pre-inkubasi. Namun para lulusan Bek-Up ini nantinya akan diarahkan kepada kelas-kelas inkubasi rekanan Bekraf, salah satunya Fenox Capital. Beberapa waktu lalu lulusan Bek-Up beberapa sudah berhasil masuk ke sana. Saat ini Bekraf juga tengah menjalin kerja sama dengan beberapa penyelenggara akselerator lain, salah satunya sedang bernegosiasi dengan East Venture Capital.

Dengan modal kualifikasi dalam penjaringan peserta didukung para mentor dengan spesifikasi tinggi, Bek-Up berharap dapat menelurkan kelompok technopreneur yang memiliki kompetensi bagus. Untuk mendukung kegiatan ini, Bekraf juga mengerahkan timnya dari deputi edukasi, deputi akses pemasaran, deputi permodalan dan deputi bidang fasilitasi HAKI. Ini menjadi hal unik, karena salah satu fokus Bekraf juga untuk mengedukasi seputar HAKI kepada para insan kreatif di dalamnya.

Hari Sungkari juga menambahkan bahwa program ini tidak begitu menargetkan pada pencetakan startup Unicorn, karena pihaknya lebih banyak fokus untuk menghadirkan talenta yang “tahan banting” memfasilitasi kebutuhan digital dalam negeri. Diibaratkan seperti “cockroach”, meskipun kecil tapi memiliki kekuatan yang dahsyat. Startup masih rentan dengan berbagai tantangan di sani-sini, seperti “cockroach” tadi, ketika kakinya putus, harapannya masih tetap bisa bertahan hidup, berlari dan memperbaiki diri.

Augmented Reality dalam Perspektif Pengembangan

Augmented Reality (AR) sebenarnya bukanlah sebuah teknologi baru, namun namanya cukup mencuat dewasa ini saat game Pokemon Go meledak di pasaran. Di Indonesia sendiri, teknologi AR bahkan sudah dikembangkan menjadi sebuah bisnis intensif. Salah satu pemain yang sudah sangat berpengalaman di situ adalah AR&Co.

Guna membahas seputar teknologi AR dan perkembangannya, DailySocial berkesempatan berbincang dengan Peter Shearer selaku Vice Chairman and Co-Founder AR&Co.

Perbincangan kami dimulai dari penjelasan berbagai hal yang diperlukan oleh developer atau startup yang ingin mengembangkan produk berbasis AR. Peter menerangkan bahwa secara teknis terdapat dua hal yang harus dimiliki pengembang AR, yakni kemampuan pemrograman dan kemampuan membuat konten multimedia, baik itu 2D, 3D, video, musik dan sebagainya.

Di Indonesia sendiri sekarang juga sudah terdapat ARFI (Augmented Reality Forum Indonesia), tempat para pengembang AR berkumpul dan berdiskusi.

Namun penetrasi pengembang AR pun memang belum tinggi di Indonesia. Peter mengungkapkan bahwa di AR&Co sendiri ia mengaku bahwa mencari pemrogram yang mampu berinovasi dalam mengembangkan inovasi produk AR adalah tantangan terbesar saat ini. Menurut Peter, ke depan tren AR akan semakin meningkat seiring dengan kemampuan device yang mendukung dan juga inovasi software yang semakin canggih. Jadi jika berbicara tentang pangsa pasar artinya tidak ada isu lagi.

Dampak Pokemon Go dan merambatnya AR di berbagai lini bisnis

Di tangan konsumer khususnya, teknologi AR mulai banyak dikenal dan dirasakan setelah permainan Pokemon Go mendunia. Kendati belum resmi di pangsa pasar Indonesia.

“Dampak yang paling terlihat adalah teknologi AR ini semakin dikenal dan semakin mudah menjelaskannya. Dari segi bisnis, dengan Pokemon Go, permintaan akan membuat aplikasi yang serupa semakin banyak dan juga aplikasi aplikasi dengan konsep yang lain pun semakin banyak,” ungkap Peter.

Saat ini pengembangan solusi berbasis AR juga sudah sangat luas, karena teknologi AR sebenarnya bisa untuk berbagai bidang industri di antaranya properti, otomotif, kesehatan, militer dan lain-lain. Saat ini pengembangannya memang lebih banyak di bidang hiburan dan games. Selain itu yang juga sedang dikembangkan saat ini adalah industri media advertising yang dikombinasikan dengan teknologi AR. Sehingga media iklan menjadi lebih menarik dan interaktif.

AR&Co membuktikan besarnya peminat akan solusi berbasis AR

Berbicara tentang cakupan produk di AR&Co. sendiri, Direktur AR&Co Krisni Lee yang sempet berbincang juga dengan DailySocial mengungkapkan saat ini sudah ratusan perusahaan yang menggunakan teknologi AR yang dikembangkan oleh AR&Co, sebut saja seperti Sosro, Telkom, BCA, Maybank. Bukan hanya di Indonesia, AR&Co yang saat ini telah melayani 17 negara dan memiliki kantor perwakilan di Singapura, Barcelona, hingga Silicon Valley, fokus untuk menjadi perusahaan pengembang teknologi AR bukan hanya di Indonesia namun secara global.

Selain produk game, hiburan dan edukasi, saat ini AR&Co telah meluncurkan dua produk unggulan yaitu sebuah teknologi media placement berbasis audio visual interaktif yang dinamakan DÄV. DÄV merupakan sebuah alat yang bisa memberikan informasi mengenai suatu produk menyampaikan kepada calon pembeli. Saat ini produk tersebut sudah diaplikasikan di beberapa gerai Alfamart, Alfamidi, dan Lawson di Jakarta.

Produk unggulan lainnya yang dimiliki oleh AR&Co adalah Mindstores, sebuah toko virtual.

Diakui juga, saat ini AR&Co berhasil mengalami peningkatan jumlah klien secara stabil sebanyak 30-40% setiap tahunnya. Hal tersebut dilakukan oleh tim AR&Co dengan menerapkan strategi pemasaran yang masif, tidak hanya kepada perusahaan swasta, tetapi industri lainnya yang tertarik untuk menggunakan teknologi AR untuk kebutuhan aktivasi perusahaan.


Yenny Yusra berkontribusi untuk penulisan artikel ini

Bertahan Sejak 2011, Catfiz Unggulkan Kapabilitas Teknologi dan Inovasi

Melihat kesuksesan Catfiz yang mampu bertahan di tengah gempuran pemain global di pangsa pasar lokal, kami tertarik untuk melihat lebih dekat sebenarnya “adonan” seperti apa yang berhasil dituangkan oleh startup asal Kota Pahlawan ini sehingga dapat bertahan dan terus berkembang. Bersama CEO dan Founder Catfiz Mochammad Arfan, DailySocial mencoba menggali kiat Catfiz melewati badai persaingan yang kian memanas. Catfiz sendiri merupakan sebuah aplikasi chatting lokal dengan fitur yang cukup lengkap dan dapat digunakan secara gratis untuk pengguna platform Android.

“Saya berpendapat bahwa alasan utama konsumen memilih (aplikasi) bukan karena fiturnya, sehingga Catfiz tidak memfokuskan pada fitur eksklusif supaya mereka memakai. Meskipun begitu ada beberapa yang dari awal Catfiz sudah memulai, seperti fitur interaksi media sosial, kemampuan streaming di setiap file media yang diterima, grup yang besar sampai 2000 dan ada layanan cloud storage internal (Fizzlink). Anda tahu Whatsapp baru saja meluncurkan quote, sedangkan Catfiz sudah mulai sejak 2012,” ujar Arfan memulai perbincangan.

Saat ini Catfiz berjalan di atas data center yang dikelolanya sendiri, namun karena peminat Catfiz juga terus meluas, pihaknya menegaskan bahwa untuk ekspansi ke server yang lebih luas secara teknis siap dilakukan kapan saja. Praktik terbaik yang pernah tercapai, Catfiz pada tahun 2012 pernah memproses lebih dari setengah miliar pesan dalam waktu sehari. Dari situ Catfiz yakin bahwa aplikasinya sudah siap go-global.

Kiat startup teknologi dapat bertahan di tengah gempuran pengguna dan tantangan pasar

Telah dikembangkan sejak tahun 2011 dan masih tetap memberikan dukungan penuh sampai saat ini (bahkan beberapa waktu lalu Catfiz baru saja merilis update teranyar) tentu banyak hal yang dapat dipetik sebagai sebuah pembelajaran bisnis. Menanggapi hal ini Arfan berujar:

“Ini yang menarik, sampai saat ini pun saya sering melihat beberapa provider aplikasi yang sudah mapan maupun startup yang tidak siap dengan skala teknologi dalam hal penanganan user. Anda lihat beberapa provider Indonesia yang besar sering terhenti sistemnya meskipun didukung jumlah dan jenis server yang luar biasa.”

Dari situ Arfan memberikan dua tips untuk mempersiapkan aplikasi yang “tahan banting”. Pertama, jangan hanya berfokus pada model bisnis yang bagus dan mudah diimplementasi ke server, tetapi selalu awali dengan pertanyaan “bagaimana kalau lebih dari 100.000 orang mengakses satu fungsi layanan dalam waktu bersamaan”, “bagaimana kalau 1 juta”, “bagaimana kalau 10 juta”, dan seterusnya. Dari situ muncul desain yang lebih siap dalam skalabilitas.

Yang kedua adalah selalu berinovasi, tidak hanya menjawab tantangan tetapi memunculkan ide-de baru secara teknologi yang nantinya bisa mendukung pengembangan bisnis. Arfan mencontohkan seperti Facebook, ia selalu intuitif, kalau sekarang lagi gencar video streaming dan broadcast, maka Facebook dengan gagah mengeluarkan fitur 4 jam broadcast streaming berkualitas HD yang tidak dijumpai di lain produk. Itu adalah hasil dari eksplorasi teknologi.

Tentang isu keamanan dan masa depan layanan berbasis aplikasi chatting

Dewasa ini isu privasi dan keamanan begitu meledak di kalangan aplikasi konsumer seperti layanan chatting. Menanggapi hal tersebut, Arfan mengungkapkan bahwa kesiapan Catfiz untuk keamanan memang sudah dirancang sejak awal platform tersebut diluncurkan. Pihaknya memang memilih untuk tidak banyak menggembor-gemborkan. Karena pihaknya merasa kurang perlu dan berisiko mengundang para hacker untuk membongkar, seperti Telegram yang sempat down hampir satu Minggu gara-gara mengumumkan masalah keamanan ini.

Aplikasi messenger Catfiz tetap bertahan di tengah gelombang persaingan / Chatfiz

Teknologi juga saat ini mulai bertransisi di tahapan yang lebih modern. Contohnya, di dunia permainan digital, pergeseran menuju platform Augmented Reality ataupun Virtual Reality sudah kian matang. Tak menutup kemungkinan ke depan aplikasi mobile seperti Catfiz pun harus beradaptasi dengan model penyampaian baru.

“Dalam pandangan saya, nantinya orang tidak lagi euforia dengan banyak apps yang sekarang ini jumlahnya ratusan juta, mereka akan cenderung lebih simpel, sedikit dan tidak banyak-banyak apps yang memenuhi smartphone-nya. Maka berkirim pesan saja tidak cukup, pasti akan ada ikutan konten lain yang disematkan di dalamnya. Sebenarnya sudah ada yang memulai seperti LINE,” ungkap Arfan.

Bagaimana sebuah aplikasi menaungi pengguna tentu juga akan berimbas dengan model bisnis yang terdesain di dalamnya. Model bisnis Catfiz sendiri masih menekankan kepada aplikasi yang gratis bagi pengguna. Namun sangat dimungkinkan untuk model bisnis seperti freeimum, kerja sama konten atau in apps purchase. Tapi saat ini Catfiz masih belum menerapkan hal tersebut karena alasan strategis. Sekarang juga masih ada kerja sama korporasi yang membantu revenue stream Catfiz untuk operasional. Pada dasarnya cita-cita Catfiz adalah untuk berdirinya sebuah aplikasi akan sarat interaksi, di situ pengguna bisa menetapkan berbagai hal.

“Saat ini ada angel investor yang mendukung kami dan percaya pada kami. Produk ini termasuk mainstream product dan pemain globalnya tergolong banyak dan raksasa, banyak investor yang ngeri dan tidak yakin apakah bisa sustained. Bagi kami, itu tantangan yang satu persatu kami selesaikan, hingga suatu titik di mana rangkaian visi yang kami tetapkan sebelum Catfiz ini dibangun menjadi realita,” pungkas Arfan.

Application Information Will Show Up Here

Melalui Aplikasi Gempita, Bekraf Ingin Bangun Industri Musik yang Lebih Transparan

Meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap layanan streaming musik membuat Bekraf berkerja sama dengan Telkom menginisiasi sebuah aplikasi lokal bernama Gempita. Aplikasi yang nantinya akan mirip dengan layanan Spotify, JOOX dan Guvera ini didesain khusus untuk mempublikasikan karya-karya musik lokal. Tak hanya untuk menjual lagu, namun Gempita lebih difokuskan untuk memberikan informasi yang lebih transparan kepada para musisi seputar persebaran musik mereka ke konsumen.

Transparansi ini dinilai penting, karena harapannya dapat membuat proses industri menjadi lebih adil. Tak hanya bagi penyanyi, melalui cara ini diharapkan juga dapat melindungi hak penulis lagu, termasuk artis pendukung. Kepada DailySocial, Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari mengungkapkan misi besar dari layanan Gempita:

“Pada dasarnya misi Bekraf bersama Gempita ini bukan untuk menciptakan platform. Streaming adalah contoh platform. Tapi yang ingin dikembangkan di sini adalah sebuah sistem yang merujuk pada transparansi, tentu keuntungannya tidak hanya dari sisi konsumen, melainkan lebih banyak di pelaku industrinya sendiri, dalam hal ini berbagai komponen musisi,” ujar Hari.

Sistem yang dimaksud tersebut adalah untuk memudahkan para pelaku industri (yang di dalamnya termasuk musisi, produser, label musik dan sebagainya) untuk mendapatkan statistik data secara lebih mendetil dan transparan, seputar demografi pangsa pasar mereka. Untuk mematangkan konsep ini, dengan memegang teguh pada unsur HAKI, terdapat sebuah pokja (program kerja) bersama Lembaga Manajemen Kolektif yang saat ini terus digodok mekanisme yang tepat untuk proses royalti, bagi hasil dan sebagainya.

Hari turut mengungkapkan, bahwa Gempita saat ini dari sisi teknologi sudah sangat siap. Namun rencananya baru akan diluncurkan sekitar kuartal keempat tahun 2016, mengingat masih banyak yang harus mematangkan berbagai unsur yang berkaitan dengan bisnis industri musik itu sendiri. Gempita melibatkan banyak pihak, harapannya bisa lebih menjamin ketahanannya dan mampu mengimbangi pangsa pasar digital yang begitu dinamis saat ini.

“Bekraf tidak membuat Gempita sendiri, banyak pihak yang akan menjalankan dari berbagai sisi, baik itu sisi bisnis, pemasaran, royalti, hak cipta hingga proses kerja sama dengan para penggiat musik kreatif,” ujar Hari meyakinkan bahwa Gempita akan relevan di jangka panjang.

Setelah diluncurkan, nantinya Gempita akan lebih mengakomodir kemudahan bagi para musisi lokal, baik itu musisi yang dinaungi oleh perusahaan produksi ataupun musisi indie untuk mengorbitkan karya mereka. Hari mengungkapkan bahwa tata cara dan persyaratan publikasi yang dibuat akan jauh lebih mudah, jika dibandingkan layanan lain, karena Gempita memang dikembangkan untuk kesejahteraan musisi lokal.

Banyak hal yang membuat Bekraf optimis dengan Gempita, dari sisi penetrasi layanan, salah satunya karena kekuatan Telkom sebagai operator dengan broadband terluas dan paling banyak digunakan, yang menjadi salah satu fondasi layanan ini. Selain itu berbagai hal terkait dengan data digital akan disajikan lebih transparan kepada para musisi, ini yang dinilai Bekraf akan menjadi nilai utama dari layanan dan membuat para musisi tertarik untuk masuk di dalamnya.

“Jika berbicara melawan pembajakan memang tidak ada habisnya. Masalahnya banyak masyarakat kita tidak menyadari ada yang dilakukan (menggunakan karya bajakan) itu salah. Bekraf sudah memiliki satgas sebagai langkah antisipatif terhadap pembajakan, dan kini dengan Gempita ingin memberikan akses legal secara lebih mudah. Gampangnya, dari pada membajak, steraming saja, toh murah,” pungkas Hari.

Aplikasi Messenger Lokal Catfiz Tetap Bertahan di Tengah Persaingan Global yang Kian Menguat

Banyak cerita seru yang jarang terekspos tentang bagaimana sebuah startup bertahan di tengah arus persaingan dan pembaruan tren yang begitu dinamis. Banyak yang mengungkapkan, tantangan mengembangkan bisnis startup itu bukan saat mereka memulai, justru kiat bagaimana mereka bertahan. Setelah sebelumnya kami pernah menceritakan perjalanan startup pengembang aplikasi foto PicMix dan evolusi bisnisnya hingga mampu bertahan dari tahun 2012 saat era kejayaan sistem operasi mobile BlackBerry, kali ini kami ingin bercerita tentang sebuah pengembang aplikasi mobile-chatting lokal asal Surabaya bernama Catfiz.

Cerita ini menjadi menarik untuk diangkat, karena seperti yang diketahui, bahwa saat ini persaingan untuk aplikasi sejenis sudah begitu kuat. Lawannya adalah para pemain global seperti Facebook dengan Messenger dan WhatsApp, LINE, Telegram, KakaoTalk, BlackBerry Messenger dan lainnya. Namun nyatanya Catfiz masih bertahan sampai sekarang, sejak tahun 2011 dikembangkan. Bahkan beberapa waktu terakhir Catfiz meluncurkan pembaruan aplikasinya di PlayStore. Sama seperti aplikasi chatting lain yang ada saat ini, Catfiz memberikan dukungan untuk berkirim pesan secara personal, berkelompok (mampu menampung hingga 1999 pengguna) hingga berkirim berkas digital.

Aplikasi yang sejak awal memang menargetkan pengguna Android lokal ini dikembangkan oleh PT Duniacatfish Kreatif Media. Dari statistik unduhan aplikasi, saat ini pengguna Catfiz sudah mencapai lebih dari dua juta pengguna, dan tersebar di berbagai negara seperti Arab Saudi, Kuwait, India, Amerika Serikat, Brazil dan tentu Indonesia. Salah satu experiences yang ingin diunggulkan Catfiz adalah desain media sosial yang diusungnya. Sebagai chatting-apps, Chatfiz memberikan fokus lebih untuk menjadikannya sebagai platform media sosial yang ramah untuk berkomunikasi. Sehingga jika dibandingkan secara apple-to-apple Catfiz jadi lebih mirip seperti LINE. Di dalamnya orang bisa berbagai, menyukai sesuatu atau berkomentar.

Catfiz dari sisi back-end kini sudah mampu menampung lebih dari 750 juta arus pesan per hari. Berbagai kemampuan baru juga terus dikembangkan, salah satu yang paling baru dan membedakan dengan layanan sejenis lainnya, Catfiz bisa melakukan video streaming. Jadi ketika ada pengguna yang mengirim konten video, maka si penerima tak harus mengunduh konten tersebut untuk bisa menikmati, karena langsung bisa diputar secara online di aplikasi. Dari sisi konten, sticker sebagai tren komunikasi online saat ini juga kian terus ditambah. Keseriusan Catfiz ini membuat Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) begitu bersemangat mendukungnya, untuk membuat jaya pemain OTT (Over the Top) lokal.

Selain menggunakan pendekatan media sosial untuk penggunaan personal, dengan berbagai kapabilitas yang dimiliki, Chatfiz juga secara khusus membidik para pengguna yang membutuhkan layanan chat-group dengan jumlah besar. Hal ini untuk memberikan dukungan bagi suatu organisasi atau komunitas yang menginginkan kanal komunikasi interaktif yang mudah dijangkau. Kemampuannya untuk berbagi berkas hingga 50 MB juga dinilai dapat menjadi layanan pilihan. Di pembaruannya versi 2.2 ini Catfiz juga menambahkan fitur yang mempermudah pengguna dalam menambahkan pertemanan.

Versi iOS sendiri kabarnya akan diluncurkan dalam waktu dekat. Sebelumnya Catfiz memang ingin membuat aplikasinya mapan di platform Android, yang dinilai lebih besar penetrasi dan persebarannya bagi pangsa pasar Catfiz.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Lebih Dekat Shiv, Startup Penyedia Jasa Transfer Uang Online via Email

Beberapa waktu lalu kami telah memberitakan seputar startup baru bernama Shiv, yang memberikan pelayanan transfer uang gratis antar bank dan dapat melalui medium email. Kami berkesempatan untuk menggali lebih dalam tentang bisnis dan visi dari layanan yang dihadirkan Shiv. Bersama Co-Founder Shiv Kenneth Destian Tali, kami berbincang banyak seputar Shiv dan layanannya. Berikut hasil wawancara kami.

T (Tanya): Bagaimana mekanisme pengiriman uang yang ditawarkan oleh Shiv?

J (Jawab): Pada saat ini Shiv berperan sebagai perantara transfer untuk pengguna. Mekanismenya mirip dengan “rekber” konvensional dengan banyak bank. Untuk transfer uang, pengguna melakukan permintaan transfer dengan mengisi detil di website Shiv dan akan diberikan nomor rekening Shiv di bank yang sama dengan bank pengguna. Setelah pengguna mentransfer uang ke rekening Shiv, tim Shiv akan meneruskan transfer ini ke rekening penerima. Dengan mekanisme ini, pengguna bisa menghemat biaya transfer antar bank.

T: Sistem keamanan seperti apa yang ditawarkan Shiv sehingga membuat konsumen merasa aman bertransaksi dengannya?

J: Data pengguna dan keamanan transfer kami anggap sebagai fondasi dari layanan kita. Seperti dengan rumah, kalau fondasinya rusak rumahnya bisa rubuh. Pada saat ini, website kami sudah dienkripsi untuk setiap halamannya, mulai dari home page sampai halaman transfernya. Untuk keamanan transfer, pada saat ini kami  menggunakan jaringan bank yang sudah ada sekarang (seperti ATM, mBanking, internet banking) sehingga keamanannya terjamin.

T: Dibandingkan dengan layanan sejenis, apa keistimewaan Shiv? 

J: Tujuan Shiv adalah untuk mempermudah proses transfer bagi semua masyarakat Indonesia. Dari visi ini kami menginisiasi 2 fitur di awal, yaitu kirim uang gratis apapun banknya dan juga kirim uang ke alamat email penerima. Banyak orang di Indonesia yang masih kesulitan mengirim uang ke daerah, dan tim kami percaya dengan membuat transfer gratis, uang akan lebih mudah dan cepat mengalir dari kota ke daerah, dan semoga kami bisa kontribusi untuk memberi akses uang lebih mudah ke daerah.

Fitur yang memungkinkan pengguna untuk mengirim uang ke alamat email kami kembangkan  sebagai permulaan untuk menggapai orang-orang yang belum punya rekening bank. Di Indonesia, menurut survei dari World Bank, baru 20% populasi yang mempunyai rekening di bank. Pada saat ini, memang untuk penarikan uang dari email masih membutuhkan rekening bank, tapi kita mau coba mulai migrasi habit user kami lewat fitur ini. Ke depannya, kami akan mengembangkan 2 fitur dasar ini biar lebih berguna lagi dipakai untuk pengguna Shiv.

T: Dari mana muncul ide pengembangan Shiv, siapa saja orang-orang yang terlibat dalam proses inisiasinya?

J: Ide Shiv awalnya muncul dari pengalaman Co-Founder Shiv Bontor Humala dan saya berbincang dengan salah satu pembantu rumah tangga yang bekerja di Jakarta. Keluarga beliau di daerah belum mempunyai rekening bank, sehingga uang lebih sering dibawa pulang di dalam tas ke kampung halamannya. Dan ternyata ada beberapa dari teman beliau yang mau kirim dengan menitip uang ke temannya yang punya bank di Jakarta untuk nanti ditarik oleh temannya tersebut lewat ATM begitu sampai di kampung halaman, baru uangnya dioper lagi ke beliau setelah beliau pulang ke kampung halaman.

Setelah itu, saya berbincang dengan salah satu Founder Engrasia, Pandu Truhandito. Kami sepakat kalau untuk memajukan di Indonesia perlu terlebih dahulu memajukan daerah rural di Indonesia dengan teknologi dan sistem online. Akses akan uang ke daerah terbukti merupakan salah satu kendala dalam hal ini. Kemudian ide ini saya bawa ke Bontor, dan tak lama setelah itu jadilah mock-up kami.

T: Bagaimana status pendanaan Shiv saat ini?

J: Pada saat ini kami masih bootstrap, pendanaan sekarang dari pendapatan kami sendiri, lalu kami masukin untuk menjalankan operasional. Terkait dengan monetisasi, saat ini Shiv masih menggratiskan layanan untuk semua pengguna, tujuan kami memang ingin membuat transaksi yang lebih murah dan mudah antar individu di Indonesia. Kami sedang merancang fitur berbayar yang akan kami rilis ke depannya.

T: Bagaimana pandangan Shiv seputar layanan virtual wallet seperti yang ditawarkan Shiv, apakah akan menjadi tren yang viral ke depan di Indonesia?

 J: Sebenernya saat ini Shiv belum masuk ke virtual wallet, karena pengguna kami masih belum bisa menyimpan uang dalam bentuk saldo di layanan Shiv, dan kami hanya berperan sebagai perantara transfer. Untuk virtual wallet menurut saya, di Indonesia belum ada startup atau perusahaan besar yang membuat produk yang dapat market fit-nya sehingga berhasil menggapai mayoritas dari masyarakat Indonesia.

Tren Indonesia kebanyakan akan mengikuti yang tren yang ada di luar. Di luar, untuk transfer dan pembelanjaan, sudah banyak pemainnya, seperti Paypal, Square dan Venmo. Kalau dilihat dari potensi dunia tech dan online di Indonesia, menurut saya tren viral ini sudah pasti terjadi di Indonesia, permasalahannya adalah bagaimana membuat produk yang benar-benar masuk ke market di Indonesia.

T: Sejauh ini, bagaimana traksi pengguna Shiv?

J: Sangat bersyukur, kami berhasil generate traction dari website MVP kami yang masih sangat sederhana. Kami sudah jalan hampir 3 bulan, dan average monthly growth user kami sekitar 200%. Untuk jumlah transfer, sekarang kita sudah dipercayai untuk proses ratusan juta rupiah dari pengguna Shiv.

T: Apakah ada rencana untuk pengembangan mobile apps untuk layanan Shiv?

J: Banyak sekali fitur-fitur yang sudah diimplementasi di Shiv sekarang, seperti histori transaksi, trak transaksi, invoicing, dan kami dapat dari ide pengguna Shiv sendiri. Salah satu ide popular pengguna kami adalah untuk membuat versi mobile apps. Jadi ditunggu ya!

Target kita pada tahun ini adalah supaya bisa survive dulu di dunia startup yang sangat kompetitif. Untuk itu, kami akan fokus untuk membuat fitur untuk mengembangkan organic growth Shiv. Target lainnya adalah menemukan individu-individu yang juga mempunyai passion yang sama untuk memajukan Indonesia lewat kemudahan transfer, bentuknya bisa sebagai teman kerja, investor atau juga business partner.

T: Basis bisnis Shiv sendiri saat ini beroperasi di mana?

J: Untuk kantor, berhubung kami masih bootstrap, basis kantor Shiv masih di “garasi” rumah salah satu Co-founder kami di Jl. Taman Jatibaru Barat.

Melihat Keseruan Workshop IoT Academy dalam CompFest 8

Pada Sabtu (24/7) dan Minggu (25/7) lalu, dalam rangkaian CompFest 8, telah berlangsung workshop Design Thinking, salah satu rangkaian acara IoT Academy yang diadakan di Kudoplex, Jakarta Selatan. Workshop yang berlangsung selama dua hari ini membawakan berbagai macam bahasan, mulai dari sesi Design Thinking hingga sesi Implementation.

Pada hari pertama, materi Design Thinking dibawakan oleh Tim MakeDoNia. Workshop Design Thinking hari pertama ini dibagi menjadi sesi Insight dan sesi Fieldwork. Pada sesi Insight, para peserta diminta untuk menggali sedalam-dalamnya mengenai inovasi yang akan mereka buat, seperti menentukan target customer dan mengetahui apa yang customer butuhkan. Memasuki sesi Fieldwork, para peserta diberikan waktu kurang lebih selama 2,5 jam untuk mewawancarai orang-orang yang sesuai dengan target customer mereka.

Pada sesi Fieldwork ini terlihat antusiasme para peserta dalam mencari dan mewawancarai customer. Sebagai contoh, Tim Vector yang terdiri dari Dimas, Irwan, dan Eka memilih kategori Public Facility dan berencana membuat alat keamanan kebun binatang yang terinspirasi dari kasus jatuhnya anak kecil melewati besi pembatas kandang gorila di kebun binatang Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat.

Di hari kedua, workshop dibuka dengan penjelasan tentang Kudo Technology oleh Head of Front End Kudo. Hari kedua terdiri dari sesi Ideation dan sesi Implementation. Peserta terus dibimbing untuk semakin memantapkan ide mereka. Peserta diminta untuk menulis apa saja permasalahan yang dihadapi customer berdasarkan hasil wawancara kemarin beserta solusinya.

Pada sesi Implementation, setiap tim membuat prototipe menggunakan alat yang diberikan oleh panitia lalu mempresentasikan prototipe mereka. Antusiasme peserta terlihat saat mereka mempresentasikan karya-karya mereka yang unik. Sebuah botol dapat dibuat sebagai pengingat agar pengguna tidak lupa minum air. Selain itu, kotak obat juga dibuat agar dapat memberikan notifikasi kepada pengguna agar tidak lupa minum obat.

“Konsep Design Thinking ini kan dibuat memang untuk mengubah mindset, tidak hanya membuat teknologi yang keren saja tetapi juga teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri,” jelas Kresna dari Tim MakeDoNia. Kresna juga berharap agar semua produk IoT Academy tidak hanya dibuat pada saat acara saja melainkan dapat menjadi produk yang sustainable, dapat dipakai serta dapat diproduksi secara massal.

Disclosure: DailySocial adalah media partner CompFest 8 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.

Shiv App Sajikan Layanan Transfer Antar Bank Gratis

Startup fintech dengan layanan mobile wallet mulai bermunculan di tanah air. Setelah sebelumnya Flip hadir dengan solusi yang memudahkan pengguna smartphone untuk dapat melakukan transfer uang lintas bank dengan mudah, kini Shiv App hadir meramaikan pangsa pasar dengan layanan yang hampir sama.

Shiv bekerja sebagai perantara antara seseorang yang ingin mentransfer uang dengan calon penerimanya. Setiap transaksi dilakukan melalui rekening perantara Shiv, nantinya Shiv akan mengirimkan kepada penerima yang dituliskan. Meskipun nantinya dikirimkan ke nomor rekening berbeda, Shiv mengatakan bahwa tidak ada biaya transfer untuk kebutuhan tersebut. Saat ini limit transfer tiap pengguna per hari mencapai 2 juta.

Dengan rata-rata pemrosesan transfer selama 20 menit, Shiv kini sudah melayani transaksi kirim uang tanpa biaya dari 10 bank populer di Indonesia ke lebih dari 53 nomor rekening bank tujuan. Saat ini juga baru terdapat layanan mode web, belum dirilis untuk mobile apps dari Shiv.

Bagi yang tertarik untuk menggunakan layanan Shiv, langkah yang diperlukan untuk memulai transaksi adalah pengguna harus mendaftarkan diri di website Shiv App. Selanjutnya pengguna diminta memilih jenis pengiriman uang, apakah hendak via bank (uang yang dikirim akan masuk ke rekening bank penerima) atau via email (uang akan diterima di email yang dituju dan dapat ditarik ke rekening penerima). Selanjutnya pengguna diminta melengkapi informasi transfer dan pin keamanan yang di-generate oleh sistem Shiv. Pengirim dan penerima akan mendapatkan nomor pin yang sama.

Ketika uang yang dikirimkan ternyata mengalami kendala, semisal karena rekening penerima tidak valid, maka Shiv akan mentransfer balik nominal sesuai dengan yang dikirimkan sebelumnya oleh pengguna. Layanan yang memulai beta-launch pada 30 April 2016 lalu ini memang belum menggali revenue pada bisnis ini. Shiv cenderung lebih ingin memperluas pangsa pasar dan melakukan akuisisi pengguna.

Saat ini pemrosesan layanan memang masih manual. Prosesnya kurang lebih dapat disimulasikan seperti ini. Misalnya si A memiliki rekening Mandiri, ingin mentransfer uang ke si B dengan rekening BRI. Si A mentransfer melalui Shiv dengan mode rekening ke nomor rekening Mandiri Shiv, selanjutnya Shiv akan mengirimkan nominal yang sama dari rekening BRI Shiv ke nomor rekening si B. Pada dasarnya memang tidak ada biaya transaksi yang harus dikeluarkan keduanya. Namun biaya layanan yang seharusnya ada ke depan tampaknya ingin dipertahankan Shiv dan digantikan dengan otomatisasi sistem.

Layanan Situs “Budget Hotel” Belum Banyak Dikenal Masyarakat

Seiring makin pesatnya perkembangan industri pariwisata dan perjalanan, membuat sektor ini makin banyak bertumbuhan inovasi layanan baru.  Terlebih di negara tujuan wisata seperti Indonesia. Salah satu inovasi yang turut berkembang dewasa ini adalah layanan online berbasis situs budget hotel. Yakni sebuah layanan online yang memberikan informasi penyewaan kamar hotel atau penginapan untuk kelas menengah ke bawah, alias dengan harga sangat murah.

Memang model bisnis ini masih cukup baru, terbukti hasil survei W&S Market Research yang menyasar sekurangnya 2.000 responden dari berbagai kalangan di Indonesia, hanya 7 persen (atau sekitar 170 orang) saja yang mengetahui tentang situs budget hotel. Kendati demikian, secara “offline” model penyewaan guest house atau kamar kos harian sudah begitu menjamur di tempat-tempat populer wisata, seperti Yogyakarta atau Bandung.

Dari beberapa situs budget hotel yang kini telah melayani pengguna di Indonesia, yang paling diketahui responden dari survei tadi adalah Zenrooms (17,9%), RedDoorz (12,9%), AiryRooms (9,3%), dan NidaRooms (7,1%). Hal ini cukup senada dengan cakupan kota yang masuk dalam layanan, Zenrooms tercatat sebagai penyedia layanan situs budget hotel dengan cakupan kota paling banyak di Indonesia. Rata-rata pun harga yang ditawarkan memang cenderung lebih terjangkau, kendati demikian memang terkait harga hampir semua layanan tersebut bersaing sengit.

Jika berbicara tentang brand awareness, dari yang paling umum, tentang apa itu situs budget hotel, masih sangat sedikit yang mengetahuinya. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan strategi pemasaran dan pengenalan yang lebih menjangkau dan lebih serius. Memang tak mudah, karena layanan online ticekting yang sudah umum digunakan, seperti situs Traveloka atau Tiket.com nyatanya juga memberikan opsi sampai penginapan kelas bawah dalam daftar pencariannya.

Namun meskipun akan memfokuskan pada kalangan niche, sekali lagi, strategi pemasaran menjadi landasan yang cukup fundamental untuk mengembangkan bisnis. Masih dari hasil survei yang sama, bahwa nama Zenrooms lebih banyak dikenal melalui dua hal, yakni rekomendasi orang ke orang dan dari artikel di internet. Metode tersebut memang tak jauh dari kultur masyarakat ketika hendak merencanakan suatu perjalanan wisata, tanya kepada kerabat yang pernah berkunjung ke tempat terkait atau membaca pengalaman orang lain di internet. Nah bisa jadi dua metode ini yang layak ditekuni dan mendapatkan investasi lebih untuk memperkenalkan layanan secara lebih luas.