Diablo IV Tidak Mempunyai Mode Offline, Harus Selalu Online

Judul-judul seperti remake Resident Evil 2, Sekiro, Devil May Cry 5, Disco Elysium dan The Outer Worlds memperlihatkan kita bahwa permainan single-player masih jadi favorit para gamer di tahun 2019. Itu berarti, jalan cerita dan gameplay merupakan faktor pertimbangan penting banyak orang dalam memilih game ketimbang aspek lain, misalnya kehadiran komponen online dan multiplayer.

Namun bagi sejumlah developer serta publisher, komponen online ialah bagian yang tak lagi bisa dipisahkan dari platform atau layanan mereka. Ambil contohnya Blizzard Entertainment. Sejak StarCraft II meluncur, kita harus terdaftar dan log-in di Battle.net untuk dapat menikmati game RTS tersebut. Kewajiban untuk selalu online menjadi hal yang paling dikritik gamer dan media di permainan Diablo III. Dan Blizzard sepertinya tidak berniat untuk menghadirkan dukungan mode offline di sekuelnya, Diablo IV.

Di sesi diskusi panel BlizzCon 2019 kemarin, lead designer Angela Del Priore mengonfirmasi ketiadaan mode offline di Diablo IV. Alasannya adalah karena developer mencoba membangun dunia permainan berukuran besar yang tersambung dan ‘terbagi’; sehingga transisi saat Anda pergi menelusuri ruang-ruang bawah tanah, bertualang bersama kawan, menikmati PvP dan berdagang dapat berlangsung mulus. Artinya mau tak mau, sistem online dibutuhkan.

Metode shared open world yang diusung Diablo IV sejatinya membuat permainan jadi menyerupai MMO. Dengannya, game siap menyajikan fitur world events, social hub dan zona kompetitif PvP. Di dunia permainan, tak jarang kita bertemu pemain lain, kecuali jika Anda (dan kawan co-op) memasuki area campaign atau dungeon. Intinya, Diablo IV memperkenankan kita bermain sendiri tapi tidak secara offline.

Berdasarkan info yang dirangkum oleh PC Gamer, Diablo IV tidak mempunyai pilihan tingkat kesulitan. Level musuh akan disesuaikan dengan kemampuan karakter Anda, sehingga kita bisa selalu bermain bersama kawan meski berbeda level. Meski demikian, terdapat area-area yang lebih berbahaya dari lokasi lain, cocok jika Anda menginginkan tantangan lebih besar. Kabarnya, Diablo IV turut dibekali mode Hardcore beserta sistem permadeath (kematian bersifat permanen).

Absennya mode offline di Diablo IV akan mengingatkan pemain veteran pada insiden memalukan yang menimpa Diablo III di momen peluncurannya. Saat itu, banyak gamer sama sekali tidak bisa mengakses game hingga berhari-hari. Ketika mencoba masuk, mereka hanya mendapatkan pesan ‘Error 37’. Kemudian mungkin Anda masih ingat dengan kontroversi real money auction house yang akhirnya dihapus Blizzard di tahun 2014.

Waktu peluncuran Diablo IV juga masih sangat jauh. Saya menduga Blizzard baru akan melepasnya setelah merilis Diablo Immortal di perangkat bergerak.

Via Gamespot.

Diablo IV, Overwatch 2 dan Semua Game Baru yang Diumumkan di BlizzCon 2019

BlizzCon ialah acara gaming tahunan yang Blizzard langsungkan dalam rangka mempromosikan produk-produk baru mereka. Namun sebuah langkah tidak biasa mereka ambil tahun lalu. Di tengah kerumunan gamer PC, mereka malah menawarkan permainan mobile. Ditambah insiden dengan jawara Hearthstone Blitzchung, perusahaan tampak kehilangan sentuhan soal bagaimana seharusnya memperlakukan pemain.

Banyak orang skeptis dengan BlizzCon tahun ini, dan sesuai agenda, acara tersebut turut diwarnai aksi unjuk rasa membela Hong Kong (kemitraan Activision-Blizzard dengan NetEase dan Tencent dianggap sebagai penyebab dijatuhkannya hukuman keras terhadap Blitzchung karena menyuarakan dukungan terhadap pembebasan Hong Kong). Di sisi lain, fans sangat menanti penyingkapan game baru Blizzard yang sudah lama dirumorkan.

BlizzCon 2019 akhirnya dibuka beberapa jam lalu di tanggal 1 November waktu setempat, digelar di Anaheim Convention Center, Kalifornia. Melewatkan seremoni pembukaannya? Jangan cemas, saya sudah merangkum seluruh permainan anyar yang Blizzard umumkan. Ini dia:

 

Diablo IV

Menyusul desas-desus yang beredar lebih dari satu tahun, Blizzard akhirnya resmi mengungkap Diablo IV lewat dua trailer: sinematik dan gameplay. Arahan desain visual Diablo IV tampak berbeda dari Diablo III yang ‘cukup cerah’ terlepas dari tema dark fantasy-nya. Diablo IV mencoba meneruskan kelamnya dunia Diablo II, sembari kembali menyuguhkan gameplay action-RPG dengan perspektif kamera isometrik.

Trailer sinematik Diablo IV berlangsung selama sembilan menit lebih, dan kontennya malah menyerupai film horor. Seperti game-nya, video ini tidak cocok dikonsumsi oleh mereka yang masih berada di bawah umur – karena penuh kekerasan, darah dan twist mengejutkan. Untuk trailer gameplay, saya melihat eksistensi dari mode kooperatif serta PvP. Hampir bisa dipastikan, Diablo IV akan kembali menggunakan sistem always online seperti Diablo III.

 

Overwatch 2

Overwatch adalah permainan brilian, tapi sejatinya, ia hanyalah first-person shooter multiplayer berbasis hero. Overwatch tidak mempunyai narasi in-game, kecuali lewat dialog antar karakter. Kita baru dapat memahami apa yang terjadi di dunianya lewat film-film animasi singkat serta komik yang Blizzard publikasikan secara terpisah. Overwatch 2 didesain untuk melengkapi pengalaman bermain lewat kehadiran Story Missions dan Hero Missions. Gameplay kini lebhi difokuskan pada konten PvE dan co-op, sembari tetap mempertahankan PvP.

Seluruh hero favorit Anda akan kembali, tapi kini permainan dibangun dengan engine anyar sehingga aspek visualnya jadi lebih baik dan developer bisa menyajikan peta berukuran lebih luas. Uniknya, Blizzard tak mau meninggalkan Overwatch pertama begitu saja dan mencoba ‘menyambungkan’ kedua game. Tiap kali Overwatch 2 memperoleh peta baru, map tersebut juga tersaji buat permainan sebelumnya. Lalu koleksi item kosmetik yang telah susah payah Anda kumpulkan di Overwatch dapat digunakan lagi di Overwatch 2.

 

World of Warcraft: Shadowlands

Dahulu sempat jadi penggemar berat WoW, kini pemahaman saya terhadap cerita game sudah tertinggal jauh. Trailer sinematik Shadowlands difokuskan pada Lady Sylvanas Windrunner. Ia datang kembali ke Icecrown Citadel, kemudian mengajak Bolvar (sang Lich King pengganti Arthas Menethil) berduel. Sylvanas berhasil mengalahkan Bolvar, kemudian merebut mahkota Lich King. Ketika kita mengira ia akan mengenakannya, Sylvanas malah menghancurkan mahkota tersebut.

Aksi itu mengoyak realita, mengekspos Shadowlands di alam normal. Pemain WoW kemungkinan besar familier dengan ‘Shadowlands’, ia adalah tempat singgah ketika karakter Anda tewas. Selain menyuguhkan lokasi-lokasi baru dan memperkenalkan musuh-musuh mematikan (satu contohnya Void Lord), fitur andalan di Shadowlands ialah menghidangkan pemain empat pilihan Covenant: Kyrian, Necrolord, Night Fae, dan Venthyr.

 

Hearthstone: Descent of Dragons

Descent of Dragons akan menjadi expansion pack terakhir dari event Year of the Dragon. Update ini menghadirkan sejumlah mekanisme baru. Saya bukan pemain Hearthstone, namun berdasarkan penjelasan developer Alec Dawson di video, Descent of Dragons memperkenalkan hero card Galakrond, nenek moyang dari segala spesies naga. Ia sangat kuat dan bisa di-upgrade ke tiga wujud berbeda selama ada di deck Anda.

Semua pemain akan mendapatkan Galakrond saat Descent of Dragons meluncur, namun hanya ‘kelas jahat’ yang bisa menggunakannya (Priest, Rogue, Shaman, Warlock, Warrior). Masing-masing orang kemungkinan memperoleh versi berbeda dari Galakrond (Azeroth’s End, The Apocalypse, The Wretched. Sementara itu, ‘kelas baik’ (Mage, Hunter, Druid, Paladin) diperkenankan untuk bermain-main dengan kartu yang tak kalah ampuh, yaitu Side Quest. Cara kerjanya mirip Quest Cards.

Ya itu dia empat game andalan Blizzard Entertainment di BlizzCon 2019. Judul apa yang jadi favorit Anda? Saya pribadi berharap agar Overwatch 2 mampu memberikan pengalaman bermain yang lebih menyeluruh. Namun di antara keempat judul ini, perhatian saya terkunci pada Diablo IV. Saya berharap (walaupun tahu kesempatannya sangat kecil), Blizzard membiarkan gamer bermain secara offline. Dari impresi awal, ARPG dark fantasy ini terlihat begitu mengesankan.

Tak Mau Kalah dari Steam, Epic Store Tambahkan Fitur Wishlist dan Integrasi OpenCritic

Minggu ini merupakan waktu menggembirakan bagi pengguna Steam karena update library yang ditunggu-tunggu tiba untuk semua orang. UI yang tadinya terlihat padat kini jadi lebih atraktif, informatif serta ringkas. Steam juga memperkenankan kita mengumpulkan game-game favorit ke satu tempat, membuat akses jadi lebih simpel. Detail mengenai desain Steam library baru bisa Anda simak di sini.

Dengan bertambahnya fitur Steam, ada banyak hal yang harus dilakukan kompetitor demi mengejar ketinggalan mereka. Sejak meluncur di penghujung tahun lalu, Epic Games Store mengambil sejumlah langkah agresif: menawarkan pembagian keuntungan lebih besar ke developer hingga melakukan kesepakatan-kesepakatan eksklusif. Epic juga terus memperkaya kapabilitas platform distribusinya. Saat ini mereka tengah fokus pada pembaruan desain, penambahan fungsi wishlist serta integrasi ke situs OpenCritic.

Epic Store 1

Di versi terbaru Epic Games Store, developer merombak penampilan storefront. Anda dapat segera melihat judul-judul yang sedang tren serta mem-filter game berdasarkan genre. Daftar permainan juga dibagi berdasarkan kategori seperti ‘rilis terbaru’, ‘penjualan terlaris’, ‘yang akan hadir’, ‘sedang diskon’, ‘terpopuler’ dan lain-lain. Selanjutnya, permainan gratis dapat segera Anda dilhat di bagian Free Game Every Week.

Epic Store Update 3

Ke depannya, Epic Games berencana untuk membubuhkan wishlist. Fungsinya sama seperti wishlist di Steam, yaitu menotifikasi Anda begitu permainan yang diinginkan sedang dijual di harga lebih murah. Dan tak mau kalah dari Steam, Epic punya agenda buat memperbarui penampakan library. Nantinya, grid view akan jadi lebih rapi dan padat. Saat ini, gambar/poster permainan masih memakan ruang. Dengan koleksi game yang mulai bertambah banyak, banyak orang mau tak mau memanfaatkan list view.

Epic Store Update 2

Bagi saya, aspek paling menarik dari update Epic Store adalah upaya developer mengintegrasi layanan OpenCritic ke layanannya. Beroperasi lebih transparan dari Metacritic, OpenCritic ialah situs agregat review khusus permainan video. Ke depan, Anda bisa langsung melihat rata-rata skor sebuah game berdasarkan ulasan dari media. Fitur ini sangat unik karena melaluinya, Epic mencoba menyaingi integrasi skor Metacritic di Steam library (dapat diakses via menu Sort By).

Epic Store Update 1

Semua ini terdengar menjanjikan, tapi sejujurnya, Epic Games Store masih menyimpan banyak kendala teknis. Hal ini yang seharusnya jadi fokus utama developer.

Terkadang, software client Epic Store sangat lambat dalam memuat gambar dan informasi. Lalu saya perlu melewati proses yang cukup kompleks untuk mendapatkan versi terkini Epic Store. Karena software client tak kunjung ter-update, saya mengunduh file installer dari website dan mencoba menghapus Epic Store terlebih dulu dari Windows.

Namun prosedurnya jadi rumit karena software berjalan di background, dan selama masih beroperasi, app tidak bisa dihapus. Akhirnya, saya terpaksa menonaktifkannya via Task Manager. Baru setelah itu, instalasi bersih dapat dilakukan. Itu juga, instalasi tetap tidak bebas dari masalah. Saya sempat menemui pesan error ketika software tengah melakukan update dan mesti mengulang beberapa tahapan…

Sumber: Epic Games.

Smartwatch Pertama Xiaomi Punya Desain yang ‘Terinspirasi’ dari Apple Watch

Melihat bagaimana Xiaomi mendesain dan memperkenalkan produk, banyak orang menyebutnya sebagai ‘Apple dari Tiongkok‘ atau ‘adik kecil Apple’. Menariknya, konsumen (terutama fans) sama sekali tidak terganggu dengan panggilan tersebut, mungkin karena sang perusahaan asal Beijing itu selalu menawarkan ponsel pintar berspesifikasi tinggi plus fitur ala perangkat high-end di harga yang terjangkau.

Saat ini, Xiaomi telah melebarkan sayap bisnisnya ke berbagai ranah: perabotan elektronik rumah tangga, rumah pintar, mainan, laptop gaming, hingga monitor. Namun apapun yang mereka ciptakan, hingga waktu ke depan, perangkat Apple sepertinya akan terus menjadi kiblat bagi tim desain Xiaomi. Buktinya, baru-baru ini Xiaomi memperkenalkan smartwatch pertamanya yang mempunyai wujud sangat mirip Apple Watch. Mereka menamainya Mi Watch.

Mi Watch 1

Keberadaan Mi Watch terungkap ke publik lewat gambar dan video yang dirilis di Weibo minggu ini. Di sana, tersingkaplah sebuah perangkat berstruktur persegi panjang berpenampilan tak begitu berbeda dari Apple Watch. Namun jika dilihat lebih teliti, kedua produk memang punya perbedaan. Ketika Apple Watch punya tubuh ergonomis membundar, sisi samping Mi Watch tampak rata begitu saja.

Mirip Apple Watch, Mi Watch juga dilengkapi ‘digital crown‘ di sisi kanan atas (di arloji klasik, crown ialah kenop kecil yang berfungsi buat mengubah posisi jarum atau tanggal). Bagian ini berguna untuk menavigasi daftar aplikasi, membuka app video player serta memutar video. Dan seperti biasa, modul utama smartwatch tersambung ke strap. Berdasarkan beberapa gambar, Xiaomi tampaknya menyediakan opsi strap berbeda dan memperkenankan kita menggonta-gantinya.

Mi Watch 3

Uniknya, Mi Watch dapat bekerja layaknya smartphone mini. Perangkat ini kabarnya mendukung eSIM serta mempunyai speaker sehingga memungkinkan pengguna menerima atau melakukan panggilan telepon. Smartwatch mengusung sistem operasi ‘MIUI for Watch’ dan dengannya Anda diperkenankan menginstal aplikasi serta mengendalikan sistem rumah pintar.

Mi Watch 2

Mi Watch ditopang pula oleh konektivitas Wi-Fi, GPS dan NFC secara mandiri, lalu ia menyimpan motor linier buat menghasilkan vibrasi. Sebagai otak dari Mi Watch, Xiaomi mengandalkan system-on-chip buatan Qualcomm, yaitu platform Snapdragon Wear 3100.

Mi Watch 4

Smartwatch perdana Xiaomi rencananya akan mulai dipasarkan di tanggal 5 November 2019 besok. Buat sekarang, harganya masih belum diketahui. Perlu Anda ketahui bahwa Mi Watch bukanlah perangkat pertama yang meniru Apple Watch. Tahun lalu, Huami yang merupakan mitra eksklusif Xiaomi sempat merilis jam pintar mirip Apple Watch bernama Amazfit Bip. Belum diketahui seperti apa peran Huami dalam penggarapan Mi Watch.

Sumber: XDA Developers. Via The Verge.

Tersedia Untuk Semua Orang, Bagian Library di Steam Kini Tampil Lebih Atraktif

Melimpahnya konten, kemudahan pemakaian, beragam opsi transaksi, lokalisasi harga, lengkapnya fitur, integrasi ke platform kompetitor, serta program-program diskon ialah sejumlah hal yang membuat pengguna sulit berpaling dari Steam. Namun ditakar dari faktor estetika, Steam memang bukanlah layanan dengan UI paling atraktif. Begitu banyak fitur membuat menunya terlihat tumpang tindih.

Valve sudah lama menyadari kelemahan di layanan distribusi digital mereka itu. Sejak bulan September kemarin, developer meluncurkan program beta dalam upaya mendesain ulang salah satu bagian terpenting di sana: library. Sebelumnya, Steam library tampak sangat padat. Kolom kiri menampilkan daftar permainan, lalu kolom kanan memperlihatkan beragam info dan update mengenainya. Tapi mulai hari ini, setiap orang bisa menikmati Steam library versi baru yang jauh lebih cantik.

Saat log-in ke software Steam, beberapa dari Anda mungkin belum bisa segera menjumpai ‘all new‘ Steam library. Mungkin itu disebabkan oleh belum ter-update Steam, atau proses pembaruan masih berjalan. Jangan cemas. Yang perlu Anda lakukan adalah membuka menu ‘Steam‘ di pojok kiri atas, lalu pilih ‘Check for Steam client updates…‘ Saat tadi bagian ini saya buka, Steam ternyata masih mengunduh pembaruan.

Selanjutnya, Steam akan meminta Anda untuk me-restart client. Ikuti saja, kemudian log-in ulang. Silakan klik ‘library‘ dan Anda segera disuguhkan tampilan anyar.

Steam Library 1

Valve tidak banyak mengubah layout dari library. Sisi kiri tetap memperlihatkan game list (plus logo), tapi ada yang berbeda dari bagian tengah. Di sana, developer menyajikan beberapa zona berbeda. Area paling atas diisi oleh What’s New, yaitu update terkait Steam serta permainan-permainan milik Anda. Di bawahnya ada Recent Games, yakni game-game yang baru dibeli atau baru masuk ke library. Setelahnya, Steam menjabarkan seluruh koleksi Anda lengkap dengan poster mini.

Steam Library 2

Gerakan kursor mouse ke salah satu gambar/poster game dan Anda dapat mengetahui seberapa banyak waktu yang telah dihabiskan buat memainkannya. Steam library anyar juga menyajikan fitur add shelf (menambahkan rak custom), memperkenankan Anda mengumpulkan judul-jadul favorit di satu tempat – atau untuk memamerkannya. Metode kustomisasinya sangat sederhana, via drag and drop.

Steam Library 4

Klik salah satu game di library dan Anda akan dibawa ke laman baru yang didedikasikan ke permainan tersebut. Di sana Anda disajikan link ke Store Page, Community Hub, Discussions, Workshop, bagian Support, serta menggunakan fitur Find Groups. Seperti biasa, terdapat pula kolom news update, Achievements, Trading Cards, screenshot serta informasi mengenai teman-teman Anda yang juga memainkan game tersebut.

Steam Library 3

Tampilan baru library merupakan tambahan manis untuk layanan digital yang jadi favorit jutaan gamer tersebut. Namun bagi saya pribadi, update library ini memberikan dampak negatif. Ia menyadarkan saya mengenai begitu banyaknya permainan yang sama sekali belum saya sentuh dan dampak buruk dari ketidakmampuan saya menahan diri saat Steam sale berlangsung…

Via Steam.

Ubisoft Ingin Hadirkan Fitur Cross-Platform Play di Seluruh Game Multiplayer PvP Miliknya

Penghujung 2019 merupakan momen yang kurang menyenangkan untuk Ubisoft. Beberapa hari lalu, CEO Yves Guillemot mengakui kekeliruan arahan yang mereka lakukan dalam mengembangkan ‘live game‘ seperti Ghost Recon Breakpoint. Efeknya, permainan gagal mencapai target penjualan dan perusahaan gaming Perancis itu terpaksa menunda pelepasan Watch Dogs Legion, Rainbow Six Quarantin serta Gods and Monsters.

Namun kegagalan tidak menghentikan Ubisoft untuk terus mengeksekusi agenda mereka. Di awal bulan Oktober ini, perusahaan meluncurkan fitur cross-platform play ke seluruh versi permainan Brawlhalla (dikembangkan oleh Blue Mamoth Games, dipublikasikan Ubisoft). Ke depannya, Ubisoft punya rencana buat menerapkan cross-play ke hampir seluruh permainan yang mereka miliki atau distribusikan.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Yves Guillemot dalam teleconference finansial triwulan kedua baru-baru ini. Sang CEO menyampaikan bahwa perusahaan berkeinginan untuk menerapkan fitur cross-platform play ke seluruh permainan PvP secara berangsur-angsur. PvP, atau dikenal pula sebagai player versus player, mengacu pada jenis game multiplayer kompetitif. Arahan tersebut sangat menarik karena permainan-permainan Ubisoft tak hanya menyuguhkan elemen PvP, tapi juga kooperatif.

Bagi Anda yang kurang familier, cross-platform play memperkenankan pengguna di layanan gaming berbeda buat bermain bersama. Fungsi ini bisa ditemukan di sejumlah judul blockbuster dan free-to-play, dari mulai Fortnite, Rocket League, Paladins, Dauntless serta game shooter bertema militer yang belum lama ini Activision luncurkan – Call of Duty: Modern Warfare 2019. Berbicara soal fitur ini, Sony sempat mencoba menghalangi penetrasi cross-play di layanannya, namun akhirnya mereka luluh.

Untuk sekarang, Brawlhalla merupakan satu dari dua permainan Ubisoft yang menghidangkan cross-platform play secara penuh (maksudnya tanpa restriksi dalam bentuk apapun). Satu judul lagi adalah Just Dance via mode World Dance Floor.

Mari kita analisis pernyataan Guillemot soal ‘cross-play akan hadir di semua permainan PvP yang kami miliki’. Hampir seluruh game Ubisoft mempunyai mode kompetitif (kecuali judul single-player murni seperti Assassin’s Creed Odyssey atau Origins): Rainbow Six Siege, For Honor, bahkan Ghost Recon dan The Division yang sebetulnya mengedepankan co-op juga menyuguhkan opsi player versus player.

Kehadiran cross-play akan memberikan pengalaman baru dalam bermain dan berinteraksi, namun ada banyak aspek yang harus Ubisoft siapkan, terutama dari sisi balancing. Pertanyaanya, seberapa siapkah Ubisoft?

Sebagai komparasi: demi memastikan permainan tetap seimbang, Infinity Ward membubuhkan dukungan keyboard dan mouse secara penuh di Call of Duty: Modern Warfare. Di sana, cross-play sendiri bersifat opsional dan tidak tersedia di mode Ranked Play.

Via GamesIndustry.

 

Ayo Kita Cari Penawaran Terbaik Di Steam Halloween Sale 2019

Di antara sejumlah layanan distribusi digital, Steam hingga kini tetap jadi favorit banyak orang karena beragam alasan: banyaknya pilihan konten, lengkapnya fitur, adanya integrasi ke layanan lain, lokalisasi harga dan kemudahan bertransaksi, serta program diskon yang dilakukan secara konsisten. Faktanya, Steam sale merupakan hal yang paling ditunggu konsumen karena di momen ini game-game dijual sangat murah.

Sejak tanggal 28 Oktober kemarin, Valve resmi menggelar The Steam Halloween Sale. Sedikit berbeda dari program Steam sale sejenis, Halloween Sale 2019 berlangsung cukup singkat, hanya sampai tanggal 1 November. Dan karena mengangkat tema Halloween, ajang ini didedikasikan pada permainan bertema horor serta judul yang melangsungkan event Halloween. Lewat artikel ini, saya akan mencoba membantu Anda untuk menemukan penawaran terbaik.

Yang pertama kali Anda perlu lakukan adalah berkunjung ke situs Steam atau log-in di software client-nya. Anda akan segera disuguhkan banner bertuliskan The Steam Halloween Sale plus Events. Tinggal klik saja. Bagian teratas Steam Halloween Sale diisi oleh broadcasting live dari developer. Silakan dinikmati, atau geser sedikit ke bawah untuk menemukan deretan game berdiskon.

Steam 1

Seperti biasa, Valve membagi game sale dalam kategori berbeda dan kemungkinan akan terus mengubah daftar highlight secara berkala. Sebagai pembuka, Steam menawarkan rentetan permainaan horor terlaris dengan potongan harga 20 sampai 66 persen. Jangan buang-buang kesempatan, remake Resident Evil 2 yang merupakan kandidat kuat Game of the Year dijajakan cuma Rp 250 ribu. Anda juga tak akan rugi jika membeli Hunt Showdown (Rp 223 ribu), Prey (Rp 200 ribu) dan The Forest (Rp 65 ribu).

Steam 3

Tepat di bawahnya terdapat kategori ‘horror games‘ pertama. Tak ada judul yang betul-betul baru di sana, tetapi perhatian saya tertuju pada permainan survival horror Visage (Rp 96 ribu) dan We Happy Few (Rp 344 ribu). Observer (Rp 50 ribu) sendiri belum lama ini dibagikan gratis di Epic Games Store. Jika melewatkannya, ini ialah kesempatan Anda membelinya di harga ekonomis.

Steam 2

Turun lebih jauh, dan Steam mencoba mengingatkan kita mengenai game-game yang turut merayakan Halloween. Tak semua permainan di sini mendapatkan potongan harga. Dari judul-judul yang tersedia, saya merekomendasikan Rainbow Six Siege (Rp 92 ribu) dan Monster Hunter: World (Rp 250 ribu). Rencananya, expansion pack Iceborne akan tiba di MHW versi PC pada bulan Januari 2020 nanti, jadi sebaiknya Anda bersiap-siap menyambutnya.

Steam 4

Di bawahnya, Valve sudah menyiapkan sejumlah judul khusus bagi mereka yang bisa menahan takut lebih lama dari manusia normal: permainan horor virtual reality (sempurna jika Anda kebetulan mempunyai unit Oculus Rift atau HTC Vive). Sejujurnya, saya belum pernah menjajal satu pun judul tersebut, namun hampir semua permainan djajakan di harga sangat murah – kurang dari Rp 100 ribu setelah diskon.

Steam 5

Selanjutnya, Steam kembali membubuhkan kolom-kolom ‘horror games‘ dan ‘more Halloween events‘ terpisah. Mereka tak lupa menyertakan kategori ‘horror free to play‘. Silakan scroll lebih jauh untuk menjumpai bagian ‘new and upcoming horror‘. Ada beberapa permainan di sana yang cukup menarik, misalnya Secret Neighbor (Rp 98 ribu), Sea Salt (Rp 80 ribu) Moons of Madness (Rp 96 ribu), dan Man of Medan (Rp 146 ribu).

Selamat berbelanja.

Game-Game EA Resmi Kembali ke Steam, Dimulai dari Star Wars Jedi: Fallen Order

Hal yang paling menyebalkan dari kondisi tersebut adalah ketika masing-masing layanan menawarkan game secara eksklusif dan tidak memperkenankan integrasi ke platform lain. Itu sebabnya kabar mengenai rencana kembalinya permainan-permainan Electronic Arts di Steam terdengar menggembirakan; karena sejak peluncuran Origin di tahun 2011, sang publisher menarik hampir seluruh game mereka dari layanan milik Valve itu.

Dan beberapa jam lalu, momen yang ditunggu-tunggu itu akhirnya tiba. Secara resmi, EA memulai kembali kemitraan mereka dengan Steam dan mereka  memutuskan buat tidak melakukannya secara tanggung. EA memilih salah satu judul blockbuster sebagai permainan pertama (dalam waktu delapan tahun) yang nanti dapat dinikmati di Steam. Game tersebut ialah Star Wars Jedi: Fallen Order.

Menjawab pertanyaan saya di artikel sebelumnya, EA tampaknya mencoba membawa permainan-permainan mereka ke Steam secara berangsur-angsur. Dalam beberapa bulan, The Sim 4 dan Unravel 2 dijadwalkan untuk hadir di Steam. Kemudian di tahun depan, rencananya Apex Legends, FIFA 20 dan Battlefield 5 juga akan tiba di sana. Dan yang terpenting, gamer di Steam dan Origin dipersilakan bermain bersama tanpa ada tirai pemisah.

Sedikit membahas Star Wars Jedi: Fallen Order, saat ini kita telah diperkenankan buat melakukan pre-order via Steam (gerbang pre-order juga sudah terbuka di EA Origin). Game siap meluncur di tanggal 15 November 2019.

Selain menyajikan lagi game-game mereka di Steam, Electronic Arts juga punya agenda untuk menghidangkan EA Access di sana. Dengan begini, EA Access menjadi layanan berlangganan game pertama yang hadir di Steam. Steam sendiri merupakan platform keempat yang didatangi EA Access, setelah PlayStation 4, Xbox One dan Origin.

Kepada GamesIndustry, senior vice president EA Mike Blank menjelaskan bahwa yang mereka lakukan ini ialah upaya untuk meminimalkan ‘gesekan’ bagi gamer yang ingin menikmati permainan baik lewat Steam maupun Origin. Caranya adalah dengan menghubungkan akun di kedua layanan serta membebaskan gamer memilih platform tempat mereka bermain.

Menyajikan game di Steam tampaknya jadi tren di kalangan publisher raksasa belakangan ini. Anda mungkin sudah tahu, Xbox Game Studios turut menghidangkan permainan terbaru mereka – Gears 5 – di layanan punya Valve itu.

Via Eurogamer.

Tak Lagi Eksklusif Untuk PlayStation, Death Stranding Akan Hadir di PC Tahun Depan

Eksklusivitas ialah senjata utama para produsen console dalam menggaet konsumen. Bahkan ketika sudah resmi PlayStation 4 akan digantikan oleh perangkat anyar tahun depan, Sony terus gencar menawarkan hardware current-gen-nya yang disandingkan bersama beragam judul permainan eksklusif menarik: The Last of Us Part II, Ghost of Tsushima, remake Final Fantasy VII, dan Death Stranding.

Dinahkodai oleh Hideo Kojima, pengerjaan Death Stranding yang dilakukan bertahun-tahun silam akhirnya rampung dan game siap meluncur di akhir minggu depan di PlayStation 4. Sejak awal, Kojima menyampaikan bahwa pengembangan permainan dibantu oleh pihak Sony Interactive Entertainment. Itu artinya sangat wajar jika Death Stranding dirilis sebagai judul eksklusif di console PS4.

Namun realitanya sedikit berbeda. Di bulan Agustus kemarin, pengguna forum ResetEra mulai berdikusi soal hilangnya status eksklusif Death Stranding dari situs resmi PlayStation. Dan lewat Twitter resmi kemarin, tim Kojima Productions akhirnya angkat suara. Mereka mengumumkan bahwa Death Stranding juga akan tiba di Windows, rencananya dapat dinikmati oleh gamer PC ‘di awal musim panas 2020’ – yang berarti pertengahan tahun depan.

Tentu saja ini adalah sebuah kabar baik bagi para gamer PC. Mereka yang penasaran dengan Death Stranding tak perlu membeli PlayStation 4 (atau PlayStation 5) serta menunggu terlalu lama. Satu hal perlu diketahui: bahkan ketika masih berada di bawah Konami, Kojima Productions tampaknya selalu berupaya agar karya digital mereka tersaji di banyak platform, termasuk Windows. Metal Gear Rising: Revengeance, lalu MGSV: Ground Zeroes dan The Phantom Pain merupakan beberapa contohnya.

Death Stranding merupakan permainan action open world eksperimental. Kojima serta timnya mencoba memadukan tema hubungan antara kehidupan dan kematian, dengan fenomena terdamparnya paus di pantai dan latar belakang fiksi ilmiah. Berdasarkan trailer dan informasi yang telah developer ungkap, Death Stranding akan menyuguhkan pengalaman bermain yang tidak biasa. Di sana ada elemen stealth, eksplorasi, action serta survival.

Aspek menarik lain dari Death Stranding adalah, game ini dipenuhi oleh wajah-wajah terkenal. Anda mungkin sudah tahu, karakter utama Sam diperankan oleh aktor Norman Reedus, lalu tokoh antagonis dimainkan oleh Mads Mikkelsen. Selain itu, Hideo Kojima juga mengundang Léa Seydoux, Margaret Qualley, Tommie Earl Jenkins, Troy Baker, Lindsay Wagner, serta sutradara Guillermo del Toro untuk berpartisipasi. Kojima bahkan memasukkan Conan O’Brien sebagai salah satu NPC di Death Stranding.

Death Stranding akan dilepas di PlayStation 4 pada tanggal 8 November 2019.

Via PC Gamer.

Windows 10X Juga Akan Hadir di Laptop Konvensional?

Fleksibilitas ialah salah satu faktor andalan Windows 10. Sistem operasi current-gen Microsoft ini dirancang agar kompatibel ke seluruh jenis PC, baik desktop, laptop standar, hingga model-model convertible berengsel putar. Namun penyajian PC terus berevolusi, dan belakangan muncullah perangkat berlayar ganda – contohnya Surface Neo dan Surface Duo, yang rencananya akan disusul oleh produk-produk dari Asus, Dell, HP dan Lenovo.

Untuk mendukung pemakaian laptop dua layar, Microsoft menggarap Windows 10X. Lewat Windows 10X, perusahaan mencoba menyempurnakan pengalaman penggunaan berbasis elemen-elemen favorit di Windows 10. Menariknya, ada indikasi Windows 10X tak hanya bisa dinikmati oleh pemilik Surface Neo dan laptop-laptop dual screen. Informasi ini datang dari pengguna Twitter @h0x0d berdasarkan dokumen desain internal yang tak sengaja Microsoft publikasikan.

Sejauh ini, Microsoft baru mengonfirmasi bahwa Windows 10X sengaja disiapkan untuk perangkat foldable dan berlayar ganda. Dari sisi user interface, kabarnya Microsoft memodifikasi bagian taskbar dan menu Start. Menariknya, perusahaan tampaknya berambisi untuk menghidangkan Windows 10X ke lebih banyak produk, termasuk notebook berdesain clamshell tradisional (perangkat berengsel satu arah standar).

Dokumen tersebut menjelaskan, “Baik untuk model clamshell maupun foldable, taskbar tetap tersaji serupa. Bagian ini menyuguhkan rangkaian tuas yang dapat ditarik untuk menciptakan tampilan alternatif.”

Di Windows 10X, istilah menu Start digantikan oleh Launcher. Meski namanya berbeda, fungsi dasarnya tetap sama, namun dititikberatkan pada fitur pencarian. Fungsi search terintegrasi ke web, app yang tersedia, serta file-file spesifik di perangkat Anda. Selain itu, bagian rekomendasi akan selalu diperbarui secara dinamis berdasarkan aplikasi, file serta website yang paling sering Anda buka.

Lewat Windows 10X, Microsoft juga mencoba menyempurnakan fitur pengenal wajah Windows Hello. Ketika kita harus melewati bagian lock di Windows 10 agar Hello dapat melakukan prosses autentikasi, Windows 10X segera mengidentifikasi pengguna begitu layar dinyalakan. Ketika perangkat ‘dibangunkan’, Windows Hello di Windows 10 langsung melakukan pemindaian wajah. Jika user terverifikasi, sistem akan membawa Anda ke bagian desktop.

Dokumen juga membahas versi baru dari File Explorer. Microsoft memang udah lama mengembangkan versi lebih modern Universal Windows Apps dari File Explorer tradisional dan tampaknya kita akan menikmati hasilnya di Windows 10X (kemungkinan membuat akses via sentuhan jadi lebih mudah). Selanjutnya, developer berupaya menyederhanakan bagian notifikasi (Action Center) dan quick settings.

Saat artikel ini ditulis, Microsoft sudah menarik dokumen tersebut dari internet.

Sumber: The Verge.