Sistem Anti-Cheat Baru Overwatch Akan Hentikan Pertandingan Ketika Mendeteksi Cheater

Single-player merupakan wadah penyajian aspek sinematik dan cerita utama dalam game, tapi multiplayer-lah yang memastikan permainan dinikmati hingga bertahun-tahun ke depan. Sejak tersedia untuk publik, bermain bersama memang tak bisa dipisahkan dari aktivitas gaming. Tingginya minat konsumen terhadap jenis mode tersebut mendorong digarapnya judul-judul eksklusif multiplayer.

Overwatch merupakan salah satu game multiplayer yang hingga kini terus dinikmati jutaan pemain tanpa perlu ikut-ikutan menyajikan battle royale. Namun seperti judul kompetitif lain, pertempuran melawan eksploitasi dan cara-cara curang ialah perjuangan tanpa akhir sejak permainan dirilis. Untuk menanggulangi masalah cheater, Blizzard telah mengambil langkah sangat tegas berupa pemblokiran permanen pada para pelaku.

Via video update developer bulan Juli 2019, director Jeff Kaplan mengungkapkan rencana pembaruan fungsi anti-cheat di Overwatch. Di waktu dekat, Blizzard akan mengimplementasikan sistem deteksi cheat yang lebih mutakhir. Developer tidak menjelaskan cara kerjanya secara detail, namun sistem ini dirancang buat mengentikan pertandingan ketika seseorang terdeteksi bermain curang.

Meski belum diketahui kapan sistem anyar ini diterapkan di server umum, Blizzard sudah mulai mengujinya di Public Test Server. Begitu mengetahui adanya aktivitas cheating, permaian segera disetop. Menariknya, hal ini tidak banyak memengaruhi mereka yang bertanding secara jujur (baik yang jadi lawan ataupun rekan satu tim si cheater) dan skill rating (SR) para gamer sama sekali tidak terpengaruh – tak sama seperti saat mereka kabur dari match.

Lalu buat para pemain curang, Kaplan menyampaikan bahwa ‘hukuman berat telah menanti mereka’. Sekali lagi, Blizzard tidak memaparkannya secara spesifik, tapi melihat reputasi sang developer, mereka sama sekali tak segan menjatuhkan ban. Jika pengembangannya berjalan lancar, pemblokiran ini akan menyebabkan cheater sama sekali tidak bisa menyelesaikan pertandingan.

Mungkin Anda sudah tahu, pemblokiran bukanlah satu-satunya strategi yang diambil Blizzard untuk membuat ekosistem permainan jadi lebih sehat. Sistem Looking For Group dan Endorsement, diluncurkan tepat tahun lalu, juga terbukti efektif mendorong gamer berinteraksi secara positif.

Masih berkaitan dengan developer update Overwatch, Jeff Kaplan sempat mambahas agenda peluncuran hero baru. Fans pasti tahu, pengenalan karakter anyar kali ini sedikit lebih terlambat dibanding sebelum-sebelumnya. Blizzard paham kondisi tersebut , dan meminta kita untuk bersabar menunggu sedikit lebih lama.

Hero [Overwatch] ke-31 akan mengagumkan. Dia akan segera tiba, jangan cemas. Kami membutuhkan sedikit lebih banyak waktu demi membuatnya lebih keren,” tutur Kaplan. Dalam pernyataannya, sang game director menggunakan kata ganti ‘he‘ saat menyebut si karakter.

Via DigitalTrends.

Post-Mortem Legrand Legacy – Developer Indonesia Jangan Takut Bikin Game AAA!

Legrand Legacy: Tale of the Fatebounds adalah salah satu game karya developer Indonesia dengan kisah pengembangan yang unik. Dimulai sebagai proyek kerja sama antara Semisoft dan Tinker Games, game ini mengusung visi ambisius para kreatornya untuk menciptakan produk AAA yang layak bersanding dengan judul-judul luar negeri. Selain skala kontennya yang besar karena memiliki genre RPG, Legrand Legacy juga menggunakan tampilan 3D dengan pre-rendered background serta full-motion video. Mirip dengan standar RPG populer di era PS1, seperti Final Fantasy IX atau The Legend of Dragoon.

Pada tanggal 31 Januari 2019 lalu, Hybrid mendapat kesempatan untuk mewawancarai salah satu kreator Legrand Legacy untuk mengungkap cerita-cerita di balik pengembangan game ini. Ia adalah Henry William Winata, atau akrab dipanggil Uwil, co-founder Semisoft yang sekaligus bertindak sebagai Lead Designer Legrand Legacy. Seperti apa usaha yang mereka lakukan, bagaimana feedback penggemar mempengaruhi pengembangan, dan apa saja yang mereka pelajari selama prosesnya? Simak bincang-bincang kami di bawah.

Legrand Legacy - Screenshot 1
Sumber: Nintendo

Bermula dari kecintaan terhadap storytelling

Terima kasih Pak Uwil sudah bersedia diwawancara oleh Hybrid. Pertama-tama, bisa ceritakan sekilas tentang proses pengembangan Legrand Legacy?

“Jadi awalnya saya dan AJ (AJ Jonathan, co-founder Semisoft) memang sudah suka main game dari kecil. Lalu muncul pikiran untuk bikin game sendiri. Setelah itu kita ngobrol-ngobrol, daripada cuma hobi gimana kalau dibikin bisnis juga, hobi sekaligus bisnis gitu lah. Dari situ saya dikenal-kenalin, terus akhirnya kita mulai kerja sama tahun 2014. Tadinya memang saya pribadi dulu, terus akhirnya lama-kelamaan proyeknya malah jadi lumayan besar.”

Kerja samanya itu dengan Tinker Games ya, Pak?

“Awal-awalnya dengan Tinker Games dulu. Terus Tinker Games kan sekarang udah stop ya, bubar. Akhirnya sekarang kita mendirikan Semisoft ini. Terus ya udah, kita launch Januari 2018 di PC, lalu sekarang di Switch tahun 2019.”

Kenapa memilih menciptakan RPG dengan bujet besar? Legrand Legacy kan 3D, dan menggunakan full-motion video juga. Tidak seperti game indie lokal kebanyakan.

“Kita sih pengen achieve kualitas yang cukup mendunia, yang AAA gitu, karena selama ini di Indonesia kan belum pernah ada yang melakukan. Jadi kita mau achieve AAA dengan tim yang tidak terlalu besar. Tim kita aja sekarang sebenarnya cuma 14 – 15 orang. Dan memang RPG itu sebenarnya genre yang memang saya suka. Dulu saya pertama tertarik masuk ke game itu awal-awalnya memang dari RPG. I love a good story, and I love telling a story. Jadi saya yang konsepin story-nya, dari berbagai macam inspirasi lah. Sukanya di situ.”

Legrand Legacy - Screenshot 2
Sumber: Nintendo

Sedikit juga ya hanya 14 – 15 orang. Kalau kita bandingkan dengan game Indonesia lain, misalnya Valthirian Arc: Hero School Story, game itu kan diciptakan oleh kru yang lumayan banyak (puluhan orang). Bagaimana cara Semisoft menciptakan game dengan skala yang sama besar tapi dengan jumlah resource lebih sedikit?

“Sebenarnya waktu proses ngerjain Legrand, di masa mass production sempet naik tuh (jumlah) orang-orangnya. Jadi waktu itu kita sempat sampai 30an orang. Tapi setelah mass production lewat, ya udah. Udah pada keluar semua, dan sekarang tinggal segitu.”

Jadi waktu mass production itu hire dari luar untuk sementara?

“Sebenarnya sih di awal itu lama-kelamaan (krunya) nambah-nambah aja terus. Jadi kru dari Tinker yang lama, pas kita pindah (pengembangan ke Semisoft) itu orang-orangnya masih ada. Jadi kita memang hire hire hire, ketika kita perlu, kita hire. Akhirnya tiga keluar, terus pas proyeknya udah selesai ya selesai juga (kontraknya).”

Oh begitu. Agak beda ya dengan perusahaan lain di mana jumlah kru yang mengerjakan satu game itu tetap dari awal sampai akhir.

“Ya, benar.”

Pak Uwil kan penulis cerita Legrand Legacy juga. Dari mana idenya? Di Indonesia sendiri kan RPG bertema fantasi juga masih jarang.

“Kalau saya inspirasi sih sebenarnya macam-macam. Jadi source of inspiration itu bisa dari sehari-hari kita lagi jalanin hidup ya. Kadang-kadang memang disisipin ada cerita saya sedikit, ada sedikit Lord of the Rings juga, sedikit Game of Thrones juga ada. Bahkan saya kutip dari Alkitab juga ada. Jadi macam-macam, nggak single inspiration. Itu kayak puzzle pieces aja sih. Jadi ada banyak, terus saya yang menjahit jadi cerita.”

Pentingnya sisi bisnis pengembangan game

Selama pengembangan apakah ada kendala yang berarti? Legrand Legacy kan skalanya besar dan di Indonesia masih belum banyak yang bisa membuat game seperti itu. Apa yang bisa diajarkan ke developer lainnya?

“Sebenarnya banyak sih. Banyak masalah dari business-side yang kebanyakan orang mungkin terlalu idealis atau memang belum ada experience. Bisa aja sih karena beberapa faktor. Tapi memang penting banget mengurus masalah duit, masalah marketing, masalah kontrak, partnership, production planning.

Jadi (pengembangan) game itu sebenarnya banyak business-side dan technical-side juga. Nggak cuma kayak, ‘Ooh, let’s go ayo kita coding gini, kita gambar gini,’ tapi sebenarnya sebagian besar banyak business-side yang nggak kelihatan. Itu sangat-sangat penting, jadi di setiap tim harus ada satu orang yang ahli ngurusin bagian keuangan, bagian business, production, itu penting banget. Penting banget. Karena itu bener-bener hidup dan matinya perusahaan game.”

Itu seperti anekdot yang pernah saya dengar di kalangan developer game lokal, katanya membuat game dan membuat perusahaan game adalah dua hal yang jauh berbeda.

“Bener itu, kalau nggak salah yang ngomong Adam (Adam Ardisasmita, co-founder Arsanesia). Saya juga pernah lihat itu wawancaranya dan memang yang dia omongin waktu itu bagus banget.”

Legrand Legacy - Screenshot 3
Sumber: Steam

Bagaimana penerimaan Legrand Legacy waktu pertama kali dirilis? Apakah disukai orang, atau ternyata banyak yang nggak suka? Bagaimana penjualannya?

Mostly sih lumayan positif ya. Pasti ada lah yang mencela, itu pasti ada. Ada yang nggak suka, ya mungkin (karena) berbagai macam faktor. Ada yang gara-gara bugs. Memang ini kan baru first game ya. Tim kita juga nggak besar, jadi masih banyak bugs yang kelewat. Jadi memang banyak juga yang nggak suka.

Waktu itu ceritanya juga masih belum perfect lah. Karena memang kita di Indonesia sangat terbatas masalah bahasa. Sekarang di studio kita aja, kenapa saya jadi penulis, padahal saya bukan penulis? Karena satu-satunya yang sekolah dalam bahasa Inggris ya saya doang, dan istri saya. Jadi kita memang sekolah di luar negeri dan sekarang bahasa Inggrisnya masih paling lumayan, kira-kira gitu lah. Makanya kita jadi penulis.”

“Memang kita di Indonesia sangat terbatas masalah bahasa.”

Dan akhirnya Legrand ada patch besar-besaran yang isinya rewrite cerita.

Yes. Nah, sebenarnya penulis pertama itu hanya saya kasih gambaran besar ceritanya seperti apa. Setelahnya ada writer juga yang nulis, tapi saya merasa belum maksimal. Tapi memang waktu itu kita udah keburu rilis. Akhirnya saya rombak itu semua, 200.000an kata saya bacain satu-satu, saya sendiri yang edit lagi. Dan memang pas saya baca-baca sih (setelah rewrite) komen-komennya sangat amat positif.

Salah satu yang kita lakukan juga, yang saya bilang sukses tanpa sengaja—nggak kepikiran, tapi ternyata bagus juga kita melakukan hal ini—jadi itu kita kan ada Discord channel, juga ada Steam Discusssion, sosmed, gitu ya. Jadi banyak sekali komen yang masuk, dan kita lihat, kita filter, komennya itu lumayan banyak lah. Maksudnya, orang komen pasti banyak, cuman ada beberapa poin yang sering banget dikomenin. Nah itu yang saya ambil.

Legrand Legacy - Screenshot 4
Sumber: Steam

Kalau banyak sekali orang yang komen masalah writing, ya langsung aja mendingan saya edit ulang. Tanpa mengganti ceritanya. Game-nya udah jadi kan nggak mungkin ganti cerita. Tetapi banyak sekali yang harus kita pikirkan, gimana supaya ceritanya tidak berubah tapi banyak poin detail yang bisa kita ubah jadi lebih bagus.

Ini sebenarnya terkait dengan satu poin yang sering kali game developer kelupaan karena terlalu idealis dan perfeksionis, dan saya nggak bisa salahin. Karena saya ngerti. Saya dalam posisi itu juga. Karena (game) ini ‘bayi’ mereka, mereka bikin dari awal, dari nol. Setelah itu ada salah dikit diganti. Salah dikit, ganti. Salah dikit, ganti. Jadi nggak ada habisnya. Kalau misal mau di-improve terus, ya pasti ada aja. Game of the year, kayak God of War gitu, kalau ada yang mau di-improve, bisa aja di-improve. Tapi mau sampai kapan?

Nah di situlah pentingnya production planning yang jago. Di sisi desainer, seperti saya, yang namanya harus stop ya stop. That’s it. Kamu udah nggak bisa ubah apa-apa lagi untuk hal ini. Yang itu masih bisa berubah, yang ini nggak boleh. Karena kalau kita ubah-ubah terus, jadinya seperti yang kita sering dengar: delay lah, bujet membludak lah, akhirnya studionya bangkrut lah. Sering terjadi hal-hal seperti itu.”

Legrand Legacy sendiri kan development-nya sekitar 3,5 tahun. Breakdown produksinya bagaimana? Misalnya berapa lama buat mengerjakan apa.

“Kalau preproduction kita cukup lama. Preproduction itu kita dari Agustus 2014 sampai pertengahan 2015. Akhir 2015 itu overlap antara preproduction sama production. Production mulai full swing di 2016, sampai akhir 2017. Tapi ada QA juga, bugfixing, itu kira-kira 2 – 3 bulan lah dengan skala Legrand ini.”

Preproduction itu termasuk apa saja?

Preproduction itu kebanyakan planning ya. Planning konsep, kita diskusi dulu, storyboarding. Jadi semuanya sudah ditata dengan rapi, didokumentasi, baru masuk ke production yang benar-benar bikin aset, coding, dan segala macamnya.”

Legrand Legacy - Screenshot 5
Coba tebak, terinspirasi dari game apakah adegan ini? | Sumber: Steam

Dulu saya lihat saat pengumuman proyek rewrite itu promosinya dilakukan oleh Another Indie. Hubungan antara Semisoft dengan Another Indie seperti apa?

“Mereka publisher kita. Publisher worldwide untuk all platforms. Jadi kita kerja sama bareng mereka. Mereka yang ngurusin submissions, ratings, acara-acara kayak Taipei Game Show, Tokyo Game Show. Hal-hal kayak gitu mereka yang urus.”

Memang sudah kerja sama dari awal ya? Bukan masuk di tengah untuk bantu rewrite.

“Nggak sih, sebetulnya mereka masuk di tengah-tengah. Mereka masuk dua atau tiga bulan sebelum kita launch. Jadi akhir 2017, Oktober atau November saya lupa. Sebenarnya sudah lumayan telat sih. Kan ada publisher yang masuk dari awal banget, ada yang sampai naruh duit juga, jadi macam-macam.”

Mengapa memilih bekerja sama dengan Another Indie? Kalau memang sudah telat, kenapa tidak self-publish saja?

“Banyak hal yang kita sebenarnya masih nggak ngerti. Misalnya masalah koneksi ke media kan kita masih kurang. Submission ke Nintendo, Microsoft, PlayStation, itu juga kita masih ‘buta’. Itu mereka yang ngurusin, makanya kita memang belajar banyak dari mereka. Kalau kita mengambil risiko, jangan mengambil langsung kayak tsunami, nanti kita pasti kelelep. Kita harus pelan-pelan, nanti begitu perahu kita sudah lebih kuat lagi baru kita ambil gelombang yang lebih besar.”

Apa saja yang dibutuhkan developer lokal untuk bisa publish game secara global dan di console seperti Legrand Legacy?

“Pertama-tama pasti kita harus dapetin devkit dulu ya. Itu harus ada contact person yang tepat di Sony, Microsoft, dan Nintendo. Kalau misalnya nggak dapat kontaknya, nggak ngerti gimana, kita bisa gandeng publisher yang sudah ada devkit. Another Indie itu juga punya devkit, tapi waktu mereka masuk kita sudah punya semuanya, jadi ya udah. Tapi sebenarnya mereka bisa (menyediakan). Banyak publisher yang memang menawarkan seperti itu kok, porting.

Legrand Legacy - Screenshot 6
Sumber: Steam

Itu satu. Lalu translation. Translation itu mereka biasanya juga ikut bantuin, kayak ke bahasa Chinese. Mereka juga ngerti lah soal submission. Kita sebenernya mau coba juga masuk ke WeGame sama Epic. Platform-platform itu kan cukup besar. Another Indie ini memang bisnisnya di China sama di Taiwan, jadi mereka sudah dikenal lah, tinggal ngesot gitu. Kalau kita agak susah.

Jadi self-publishing itu, kalau misalnya kita sudah tahu semuanya, seluk-beluknya, gimana caranya, ya kalau mau self-publish sok (silahkan). Cuman inget aja, marketing budget tolong disiapkan. Kalau (Legrand Legacy) ini kan publisher Another Indie yang siapkan marketing budget. Jadi kita nggak terlalu pusing.”

“Kalau kita mengambil risiko, jangan mengambil langsung kayak tsunami, nanti kita pasti kelelep.”

Kemarin saya sempat mengobrol dengan Syahroni (Syahroni Mustofa, salah satu kru Semisoft), dan dia cerita. Salah satu kesulitan membuat game sebesar Legrand Legacy adalah karena di Indonesia masih jarang penulis yang paham atau bisa ilmu narrative design. Menulis cerita untuk game yang interaktif itu pasti berbeda dengan menulis untuk novel. Sebenarnya perbedaannya bagaimana sih? Seperti apa cara menulis yang diperlukan untuk sebuah game sebesar Legrand Legacy?

“Justru sekarang saya juga masih belajar. Yah, detailnya saya masih ngerti-ngerti dikit lah. Kalau perbedaan sih sebenarnya kan game itu suatu media yang sangat unik. Sangat amat rumit kalau saya bilang. Paling rumit. Kalau nonton, you’re just playing with apa yang kau lihat, apa yang kau dengar, that’s it. Kalau lagu, apa yang kau dengar. Tapi kalau game, itu apa yang kau lihat, apa yang kau dengar, apa yang kau mainkan, apa yang kau pencet, itu semuanya juga suatu desain. Jadi memang sangat rumit sih. Saya juga lagi belajar-belajar, makanya saya main banyak game. Saya pengen tahu, apa sih yang bikin bagus (di game-game itu).”

Pertanyaan berikutnya ini boleh tidak dijawab, hehehe. Untuk membuat game seperti Legrand Legacy butuh bujet berapa, dan apakah dengan penjualan sejauh ini sudah break even point?

“Kalau break even dari awal sih belum. Bujetnya sendiri, siapkan di atas Rp10 miliar lah.”

Legrand Legacy - Screenshot 7
Sumber: PS Enterprise

Jangan takut bikin game AAA!

Selain hal-hal tadi apakah ada pelajaran lain yang ingin disampaikan dari Legrand Legacy? Apa hal lain yang sering dilakukan developer Indonesia lain yang seharusnya tidak dilakukan?

“Mungkin membuka wawasan kita ya. Kita harus lebih open. Dunia ini sangat luas, dan banyak orang yang jauh lebih jago dari kita, jadi kita memang harus banyak belajar. Dan jangan takut untuk membikin suatu game yang skalanya itu lumayan besar. Karena suatu saat pasti dibutuhkan. Suatu saat pasti harus ada yang berani membikin satu dobrakan yang sangat besar. Karena kalau kita selalu takut, ya selamanya industri kita gitu-gitu aja. Nggak mungkin bisa maju.

Kalau kalian tahu sendiri, kalian kan sebetulnya banyak yang jago-jago. Bahkan (perusahaan) dari luar pun banyak yang pakai orang Indonesia. Kenapa kita bisa? Karena talent ada, duit juga sebenarnya di sini ongkosnya jauh lebih murah daripada di Jepang atau di Amrik. Saya pernah dikomentari director Final Fantasy XIII, orang Jepang saya lupa namanya. Dia bilang, ‘Kamu bikin ini berapa duit?’ Saya sebutkan angkanya. Dia bilang, ‘Hah?! Kamu bisa bikin dengan angka segitu? Wah kalau kamu di Tokyo mah udah 30 kali lipat!’

Makanya, kita sebenarnya ada satu advantage yang lumayan besar. Cuma sekarang pertanyaanya, why? Why, kenapa orang-orang Amrik, orang Jepang, orang Eropa, itu semuanya bisa mengeluarkan yang jauh lebih bagus? Jadi memang butuh satu orang yang berani dan benar-benar mau meningkatkan kualitasnya terus-menerus sampai akhirnya, ‘Oh ya, mereka ini bisa. Indonesia ternyata bisa mengeluarkan sesuatu yang AAA.’”

Memang kalau dibandingkan Tokyo kita masih jauh lebih murah ya. Tapi sebetulnya di Indonesia sendiri untuk dapat dana sebesar itu, katakanlah Rp10 miliar, kan tidak mudah. Apalagi untuk indie. Kira-kira bagaimana cara mendapatkan dana itu?

“Sebenarnya sih saya juga mau bicarakan, kita jangan terlalu takut dulu dengan angka ya. Karena banyak sekali hal yang kalau baru mulai kita kerjakan itu pasti shoestring budget. Di mana semuanya harus save cost banget. Itu kesatu, menekan cost.

Kedua, jangan takut untuk harus raising fund. Ke VC (venture capital), atau ke investor luar, jangan cuma di Indonesia tapi ke luar juga jangan takut. Berani kalau memang visi kita itu (bagus). Karena itu suatu validasi juga. Kalau ternyata kita bisa raise fund, berarti ada orang lain yang bisa melihat visi kita juga, bisa mengerti. Berarti kita bukan orang gila. Kita mau bikin sesuatu, ‘Ah pasti nggak bakal ada orang yang suka,’ tapi ternyata ada orang lain yang percaya ini game-nya bisa sukses.

Legrand Legacy - Screenshot 8
Sumber: PS Enterprise

Dan juga sebenarnya nggak semuanya harus mahal kok. Sebenarnya bikin sesuatu yang bagus itu bisa murah. Lihat contohnya kayak Undertale. Satu orang! Banyak kok developer game satu orang doang. Ya oke lah, let’s say mereka itu bisa dibilang satu dalam sejuta yang terjadi. Memang kita nggak selalu mengharapkan itu. Tapi bisa nggak? Ya bisa aja sih.”

“Kalau ternyata kita bisa raise fund, berarti ada orang lain yang bisa melihat visi kita juga, bisa mengerti. Berarti kita bukan orang gila.”

Jadi yang penting bikin saja sesuatu yang bagus. Misalkan pun bujetnya tidak sampai sebesar itu, yang penting hasilnya harus bagus.

“Iya. Mahal belum tentu bagus kok. Iya kan? Lihat aja game-game sekarang banyak yang gila sampai 50 juta dolar segala macam, tapi… ‘toweng’, ampun…”

Ke depannya kira-kira rencana Semisoft apa, Pak? Yang sudah diumumkan adalah porting Legrand Legacy ke PS4. Selain itu apakah ada rencana membuat game baru?

“Kita sekarang lagi bikin action-RPG. Saya belum bisa sebut secara detail apa aja, tapi yang jelas bukan sekuelnya Legrand. Semua cerita baru, dunia baru. Dan kita memang lebih fokus ke console, dan kemungkinan saya mau melihat mobile juga, bagaimana caranya ke sana. Tidak menutup kemungkinan.”

Legrand Legacy sendiri sejauh ini antara console dan PC lebih bagus mana penjualannya?

Console. Jauh lebih bagus console. Kalau PC itu market-nya udah terbentuk. Market-nya kebanyakan MOBA, kebanyakan FPS, sama RTS. Tapi kalau RPG kebanyakan itu console player.”

Oke Pak, saya rasa demikian cukup. Terima kasih banyak Pak Uwil atas waktunya.

Thank you, Mas Ayyub.”

Steam Summer Sale 2019 Dimulai, Ayo Kita Cari Penawaran Terbaik Musim Ini

Pertengahan tahun merupakan periode paling nanti oleh para gamer karena biasanya tak lama setelah Electronic Entertainment Expo usai, para publisher dan penyedia layanan distribusi melangsungkan program diskon terhadap permainan-permainan yang dijual di platform mereka. Dan di antara nama-nama familier di ranah gaming, Steam Sale tentu saja ialah yang paling populer.

Tepat di tanggal 25 Juni kemarin, Valve Corporation resmi memulai Summer Sale bertema Steam Grand Prix. Event diskon game besar-besaran ini rencananya akan berlangsung hingga tanggal 9 Juli 2019, dan itu berarti kita diberikan waktu selama dua minggu untuk kembali mengumpulkan backlog (sembari menumpuk rasa bersalah, karena saya tahu kita punya daftar panjang permainan yang masih belum diselesaikan).

Meski mengusung tema berbeda, Steam Summer Sale 2019 disajikan secara familier. Valve akan meng-update susunan dan tampilannya setiap hari, menyodorkan kita penawaran-penawaran yang sulit ditolak. Dan lewat artikel ini, saya mencoba memandu Anda untuk menemukan harga terbaik.

Steam Grand Prix Summer Sale 1

Baiklah untuk mulai berbelanja, silakan buka page Steam atau log-in via software client dan Anda akan segera disambut laman utama Summer Sale. Saat artikel ini ditulis, Valve meng-highlight tiga judul blockbuster baru yang mendapatkan diskon cukup besar, yaitu Resident Evil 2 remake (Rp 330 ribu), Far Cry New Dawn (Rp 260 ribu), dan Sekiro: Shadows Die Twice (Rp 583 ribu). Lebih lengkapnya, Steam menyediakan kolom ‘More Featured’ di bawah dengan potongan harga yang bervariasi.

Steam Grand Prix Summer Sale 3

Selanjutnya, Steam membagi permainan dalam genre, misalnya ada action role-playing dan simulasi mengemudi. Jika tak bisa menemukan judul yang sedang dicari, jangan lupa klik tombol ‘see more…‘ di pojok kanan bawah dan Anda segera disodorkan daftar lengkap game di genre itu. Seperti biasa, Anda juga bisa mengurutkan permainan berdasarkan kategori ‘New and Trending’, kepopuleran, hingga penjualan terlaris.

Scroll lebih jauh ke bawah, dan Anda akan menjumpai potongan harga tertinggi (sampai 75 persen) serta permainan-permainan dengan harga Rp 90 ribu ke bawah. Jangan terburu-buru, karena ada pula opsi game seharga kurang dari Rp 45 ribu.

Steam Grand Prix Summer Sale 2
Untuk sekarang 10 produk terlaris di Steam Grand Prix Summer Sale meliputi:

  1. The International 2019 Battle Level Bundle
  2. Monster Hunter: World
  3. PlayerUnknown’s Battlegrounds
  4. Grand Theft Auto V
  5. Sekiro: Shadows Die Twice
  6. Rust
  7. Borderlands: The Handsome Collection
  8. The Witcher 3: Wild Hunt – Game of the Year Edition
  9. Total War: Three Kingdoms
  10. Divinity: Original Sin 2 – Definitive Edition

Valve juga mengimplementasikan sejumlah fitur untuk membuat Summer Sale 2019 jadi tambah seru, berupa Boost Meter yang dipengaruhi pembelian dan wish list Anda. Secara teori, penyajiannya seharusnya sederhana, tetapi prakteknya cukup membingungkan dan jadi pembahasan seru (dan penuh meme) di Reddit. Anda tak perlu memusingkan hal ini, cukup beli apapun yang Anda inginkan selama Steam Summer Sale berlangsung…

Razer Akan Integrasikan VISA ke dalam Platform Pembayaran Digital Razer Pay

Razer di kalangan gamer sudah lama dikenal sebagai perusahaan produsen peripheral berkualitas, namun usaha yang diakukan perusahaan di bawah kepemimpinan Min-Liang Tan itu tak terbatas di bidang hardware saja. Mereka juga punya bidang-bidang usaha lain, salah satunya di bidang fintech. Keseriusan di bidang ini telah cukup lama ditunjukkan oleh Razer, dan kini langkah terbaru mereka adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan layanan keuangan VISA.

Kerja sama kedua pihak tersebut bertujuan untuk mengembangkan solusi prabayar yang terintegrasi dengan VISA. Saat ini Razer memiliki sebuah aplikasi pembayaran digital bernama Razer Pay yang dapat digunakan untuk menyimpan dan menarik dana, juga melakukan pembayaran di berbagai toko baik online maupun ritel. Integrasi dengan VISA artinya pengguna Razer Pay bisa melakukan pembayaran di merchant yang menerima pembayaran via VISA.

Dengan 60 juta pengguna terdaftar, Razer ingin Razer Pay menjadi solusi pembayaran bagi banyak populasi Asia Tenggara yang saat ini masih belum memiliki rekening bank. Menurut data KPMG tahun 2016, baru 27% dari 600 juta penduduk Asia Tenggara yang sudah memiliki rekening bank, sementara sisanya belum (unbanked). Di beberapa negara seperti Kamboja bahkan angkanya hanya mencapai 5%. Razer Pay bisa menjadi alternatif menarik, apalagi mengingat wilayah Asia Tenggara termasuk wilayah dengan perilaku konsumen mobile-first.

Dalam wawancaranya kepada TechCrunch, Chief Strategy Officer Razer Li Meng Lee berkata bahwa sebelum digital payment menjadi populer seperti sekarang pun sebetulnya sudah banyak yang menggunakannya. Mereka kebanyakan terdiri dari para gamer yang membeli item virtual dengan cara pergi ke mini market lalu membeli voucer. “Karena hal itu, kami telah berhasil membangun lebih dari 1 juta titik layanan di seluruh Asia Tenggara,” ujarnya. Pasar gamer yang kebanyakan terdiri dari kawula muda yang melek teknologi memang terlihat cocok dengan sistem pembayaran digital seperti Razer Pay.

Razer Pay - Merchants
Beberapa merchant yang menerima pembayaran Razer Pay | Sumber: Razer Pay

Razer Pay saat ini telah tersedia di Malaysia sejak 2018, dan Razer baru saja melakukan ekspansi berikutnya ke Singapura. Mereka telah menangani pembayaran untuk beberapa produk besar, termasuk Lazada, Grab, 7-Eleven, dan Starbucks. Tak hanya secara online, Razer Pay juga telah merambah pembayaran offline di titik-titik layanan ritel. Li Meng Lee menyatakan tidak menutup kemungkinan di masa depan Razer Pay akan meluncurkan kartu prabayar fisik.

“Kerja sama dengan Razer adalah kesempatan besar bagi kami untuk menangani cara kerja kami membawa populasi unbanked dan underserved ke dalam sistem finansial,” kata Chris Clark, Regional President for Asia Pacific di VISA, dilansir dari TechCrunch, “Kami akan melakukan beberapa hal bersama Razer di bidang literasi finansial dan perencanaan finansial untuk membawa edukasi tersebut kepada populasi di daerah (Asia Tenggara).”

Fitur VISA di Razer Pay akan diluncurkan untuk wilayah Asia Tenggara dalam beberapa bulan ke depan, disusul oleh implementasinya secara global. Selain pembayaran digital, divisi fintech Razer juga memiliki rencana untuk melebarkan sayap ke layanan microfinance lain, seperti pinjaman atau asuransi.

Sumber: TechCrunch, The Esports Observer

10 Game yang Paling Banyak di-Pre-Order Setelah E3 2019 Berlangsung

Setidaknya ada dua hal yang selalu menjadi sumber kemeriahan E3: pengumuman game/hardware baru serta penyingkapan tanggal rilis produk-produk tersebut. E3 2019 minggu lalu sama sekali tidak kekurangan momen-momen itu. Tak sedikit pula, pengungkapan-pengungkapan game anyar turut diiringi oleh dimulainya fase pre-order – meski pelepasannya masih berbulan-bulan lagi.

Tak lama setelah pameran gaming tahunan raksasa itu berlangsung, GameStop sebagai salah satu retailer permainan video terbesar di Amerika segera melepas daftar judul yang paling banyak dipesan oleh konsumen. GameStop menyampaikan bahwa ada 66.000 orang menghadiri Electronic Entertainment Expo 2019 di Los Angeles. Sesi konferensi dari masing-masing publisher-nya juga ditonton oleh jutaan pasang mata via live stream. Dan setelah E3 2019 usai, GameStop melihat adanya kenaikan angka pre-order hingga 63 persen.

Video game ialah DNA kami dan sebagai pemain retail teratas, kami memiliki data dan sistem pelacakan internal untuk memprediksi serta memahami apa yang konsumen ingin mainkan,” kata vice president merchandising GameStop Eric Bright di rilis pers. “Seperti yang bisa dilihat dari E3, industri gaming terus berkembang dan kami berada tepat di tengahnya. Terdapat lebih dari 40 ribu gerai kami siap membantu konsumen mengakses permainan-permainan favorit mereka.”

Ini dia 10 game E3 2019 yang laris di-pre-order di GameStop. Mereka adalah judul-judul baru yang diungkap di periode E3 2019 dan tanggal rilisnya sudah diketahui jelas:

 

1. Call of Duty: Modern Warfare

25 Oktober 2019

 

2. Pokemon Sword/Shield

15 November 2019

 

3. Final Fantasy VII Remake

3 Maret 2020

 

4. Cyberpunk 2077

16 April 2020

 

5. Borderlands 3

13 September 2019

 

6. Legend of Zelda: Link’s Awakening

20 September 2019

 

7. Star Wars Jedi: Fallen Order

15 November 2019

 

8. Gears 5

6 September 2019

 

9. Super Mario Maker 2

28 Juni 2019

 

10. Crash Team Racing: Nitro-Fueled

21 Juni 2019

Kejadian menarik di sini adalah, daftar pre-order dari GameStop ini tidak benar-benar merepresentasikan judul-judul yang berhasil mencuri perhatian media. Belum lama ini, ICO Partners mengungkap 15 permainan yang paling banyak diliput atau diangkat di artikel. Dua game teratas di list GameStop, yaitu Call of Duty: Modern Warfare dan Pokemon Sword/Shield bahkan tidak masuk di sana.

Hal ini mungkin bisa memberi kita gambaran mengenai betapa kuatnya pengaruh kedua franchise (Call of Duty dan Pokemon), karena mereka terus jadi favorit gamer begitu judul terbarunya diumumkan. Hanya ada satu IP orisinal yang masuk ke top 10 pre-order GameStop, yaitu Cyberpunk 2077 (plus Star Wars Jedi: Fallen Order jika Anda tidak keberatan). Sisanya ialah sekuel dan remake.

Via Gamespot.

 

Cyberpunk 2077 Janjikan Cerita Memuaskan dan Expansion Sekelas The Witcher 3

Banyak orang setuju bahwa The Witcher 3 ialah salah satu RPG modern paling mengagumkan dan hanya ada sedikit judul yang mampu menyamainya dari sisi skala dan kualitas – kecuali mungkin jika kreasi digital tersebut sama-sama digarap oleh tim CD Projekt Red. Itulah alasannya mengapa perhatian publik kini tertuju pada Cyberpunk 2077, game yang diadaptasi dari permainan tabletop Cyberpunk 2020 ciptaan Mike Pondsmith.

Cyberpunk 2077 pertama kali diumumkan di bulan Mei 2012, disusul oleh penyingkapan teaser trailerdi bulan Januari 2013. Namun baru empat setengah tahun setelahnya, seusai E3 2018 digelar, CD Projekt Red akhirnya memamerkan trailer gameplay secara perdana. Lalu saat orang mulai khawatir waktu rilis permainan masih lama, Keanu Reeves naik ke panggung presentasi E3 2019 dan mengumumkan tanggalnya, disambut teriakan gembira pengunjung.

Cyberpunk 2077 1

Namun masih ada satu pertanyaan besar yang tersisa: akankah Cyberpunk 2077 lebih baik dari The Witcher 3: Wild Hunt? Tentu saja kita baru bisa mendapatkan jawabannya ketika game tersedia nanti. Untuk sekarang, CD Projekt Red hanya bisa memberikan janji bahwa mereka fokus pada kepuasan pemain dan memastikan permainan tersebut betul-betul rampung saat tersedia.

Kepada Prima Games, Alvin Liu selaku UI Coordinator Cyberpunk 2077 menyinggung arahan pengembangan yang diambil serta cara mereka menyajikan add-on di waktu yang akan datang. Pertama-tama, developer ingin menyuguhkan permainan dalam keadaan ‘tuntas’ tanpa ada pemotongan konten dalam bentuk apapun. Tapi tentu saja, CD Projekt Red tak mau membuang-buang kesempatan untuk mengekspansi dunia game.

Cyberpunk 2077 2

Liu membandingkan pengalamannya seperti ketika bermain The Witcher 3. Saat menyelesaikan game role-playing ini, terkadang ia ingin tahu apa yang terjadi pada karakter-karakter yang pernah ditemui. Inilah yang dijanjikan oleh Cyberpunk 2077. Anda akan bertemu dengan sejumlah tokoh NPC, menyaksikan perkembangan dan perjalanan mereka, serta menyimak bagaimana menghadapi dan menyelesaikan konflik.

“Kami tidak menahan-nahan konten ataupun cerita untuk disajikan di lain waktu sebagai cara memonetisasi permainan [pasca-rilis],” ungkap Liu. “Di sini Anda akan mendapatkan satu game yang utuh.”

Cyberpunk 2077 3

Kemudian ketika pada akhirnya CD Projekt Red memutuskan buat membangun expansion pack, konten tambahan itu akan digarap hampir seperti sebuah game baru dan senilai dengan uang yang Anda keluarkan. Perlu Anda ketahui bahwa developer asal Polandia ini sangat ambisius dalam membangun add-on: Blood and Wine, expansion pack kedua The Witcher 3, punya skala yang lebih besar dari seluruh isi The Witcher 2: Assassins of Kings.

Hal ini memperlihatkan pada kita kesungguhan CD Projekt Red dalam menghidangkan pengalaman single-player fenomenal.

Cyberpunk 2077 rencananya akan meluncur pada tanggal 16 April 2020 di Windows, PlayStation 4, dan Xbox One.

Rekor Baru PUBG Mobile: 400 Juta Download dan 50 Juta Pengguna Aktif Harian

Belum lama rasanya Tencent mengumumkan bahwa PUBG Mobile telah mencapai jumlah unduhan sebanyak 200 juta, kini rupanya game battle royale ini sudah mencetak rekor baru lagi. Dilansir dari The Esports Observer, data resmi dari Tencent di bulan Juni 2019 ini telah diunduh sebanyak 400 juta kali! Angka tersebut merupakan gabungan dari para pemain di Android dan iOS.

Sementara itu dari segi pengguna aktif, game ini juga mencapai milestone baru dengan capaian 50 juta daily active users (DAU). Angka-angka tersebut pun sebetulnya belum menggambarkan kesuksesan PUBG Mobile secara keseluruhan, karena tidak menyertakan data dari negara Tiongkok.

PUBG Mobile - Godzilla
Sumber: Tencent

Anda mungkin sudah tahu bahwa PUBG Mobile beberapa waktu lalu ditarik peredarannya dari Tiongkok karena terbentur regulasi pemerintah, kemudian diganti dengan game berjudul Game for Peace. Sebenarnya game “baru” tersebut memiliki gameplay, tampilan visual, serta konten yang nyaris sama persis dengan PUBG Mobile—bisa dibilang sebuah reskin belaka. Perbedaannya hanya di penghilangan unsur-unsur kekerasan serta penambahan tema nasionalisme. Menurut laporan dari Pocket Gamer di akhir tahun 2018, PUBG Mobile di Tiongkok juga sudah diunduh sebanyak lebih dari 100 juta kali.

Rekor baru ini PUBG Mobile kali ini terbilang ekstra fantastis karena jaraknya yang begitu dekat dari milestone sebelumnya. Angka 200 juta itu diumumkan Tencent ketika PUBG Mobile menginjak ulang tahun pertama di bulan Maret 2019. Artinya mereka berhasil menaikkan jumlah unduhan hingga dua kali lipat dalam waktu tiga bulan saja. Selama ini Tencent memang terus memanjakan pemain dengan berbagai konten baru, contohnya seperti crossover dengan film Godzilla: King of Monsters yang cukup booming di pasaran.

Pembaharuan gameplay juga terus diberikan sehingga membuat game terasa segar dan tidak membosankan. Salah satu perubahan besar yang belum lama ini dirilis adalah mode baru yaitu 4v4 Team Deathmatch (TDM). Mode ini membuat PUBG Mobile terasa bukan lagi seperti game battle royale, melainkan game first-person shooter layaknya seri Counter-Strike. Mode ini memiliki map tersendiri yang disebut Warehouse, dan sejauh ini tampak populer di kalangan penggemar.

Dari segi esports, PUBG Mobile juga masih melaju kencang. Tahun ini Tencent menggelar kompetisi global bertajuk PUBG Mobile Club Open (PMCO), yang terdiri dari dua tahapan yaitu PMCO Spring Split dan PMCO Fall Split. PMCO Spring Split saat ini tengah berjalan dan akan memasuki babak Global Finals di Berlin pada tanggal 26 Juli nanti. Pastinya kompetisi tersebut merupakan hiburan menarik bagi para penggemar esports PUBG Mobile, di samping serunya konten di dalam PUBG Mobile itu sendiri.

Sumber: Tencent, The Esports Observer

Akan Hadir di Steam Secara Gratis, Gamer Destiny 2 di Stadia dan Steam Tak Bisa Bermain Bersama

Ada banyak kejutan menyenangkan diungkap di ajang E3 2019 minggu lalu, dari mulai partisipasi Google demi mempromosikan platform on demand Stadia sembari memamerkan game-game yang didukungnya, pengumuman judul-judul blockbuster baru, hingga kehadiran Keanu Reeves di presentasi Cyberpunk 2077 yang disambut begitu meriah oleh pengunjung (dan tentu saja khalayak internet).

Sebelum E3, mungkin Anda juga sudah mendengar soal rencana tim Bungie untuk menghadirkan Destiny 2 yang tadinya hanya dapat di akses dari Battle.net ke Steam. Mengagetkannya lagi, Bungie memutuskan untuk memodifikasi model bisnis game dari pay-to-play menjadi free-to-play. Dan tak hanya sampai di sana, Destiny 2 juga jadi salah satu permainan yang memperkuat formasi konten Google Stadia.

Dengan tersedianya Destiny 2 di layanan gaming on demand Stadia bulan November 2019 nanti, Anda bisa menikmati permainan shooter online bertema sci-fi dari perangkat mana pun yang punya browser Chrome atau smartphone Pixel 3. Dengan premis unik ini, banyak orang berharap Stadia dapat merangkul lebih banyak pemain dan menyatukan gamer. Namun ada satu fakta yang harus kita pahami dari Stadia.

Di laman FAQ di bawah pertanyaan ‘Apakah Destiny 2 Stadia ditopang fitur cross-play dengan Steam dan platform lainnya?’, Bungie menjelaskan bahwa Stadia mempunyai ekosistem sendiri. Dan sayang sekali, gamer Destiny 2 di Stadia hanya bisa bermain dengan sesama pengguna Stadia. Meski demikian, tidak berarti versi yang berbeda itu betul-betul ‘terpisah’. Versi Stadia Destiny 2turut ditopang fitur cross-save, sehingga Anda dapat meneruskan progres game setelah sebelumnya bermain di Steam, Xbox One atau PlayStation 4.

Di bawah ini, saya akan mencoba merangkum secara singkat apa saja yang berubah dari transisi Destiny 2 ke free-to-play.

Pertama, permainan ‘dasarnya’ yang disuguhkan secara cuma-cuma kini mengusung tajuk Destiny 2: New Light. Di dalamnya termasuk misi-misi, aktivitas dan reward year one; termasuk mode Strikes (dungeon kooperatif untuk tiga pemain), mode PvP Crucible, serta mode raid Leviathan.

Kedua, expansion pack Shadowkeep (tiba di bulan September 2019 di Steam) akan disajikan secara standalone, dan Anda tidak membutuhkan add-on sebelumnya untuk mengakses Shadowkeep. Selanjutnya, konten-konten tambahan Destiny 2 di waktu ke depan juga dihidangkan sebagai add-on standalone.

Dan ketiga: dengan berakhirnya kesepakatan antara Bungie dan Activision Blizzard, tim pencipta trilogi Halo itu mendapatkan kebebasan dalam memublikasikan versi PC dari Destiny 2. Ke depannya, tidak ada lagi konten yang eksklusif. Seluruh senjata, armor, peta dan aktivitas akan tersedia di seluruh platform.

Via PC Gamer.

Menakar Sentimen Positif dan Negatif dari Google Stadia

Google kembali menjadi pusat perhatian industri game dunia saat mereka mengumumkan Stadia di GDC 2019. Google Stadia adalah layanan game streaming yang mungkin punya tujuan mulia: memberikan akses gaming ke lebih banyak orang, kapan pun dan di mana pun mereka berada.

Sayangnya, ada sejumlah kontroversi tentang Stadia ini yang sudah diutarakan berbagai pemerhati dan pelaku industri game. Kali ini, saya ingin mencoba menjabarkan sejumlah kelebihan dan kekurangan dari Stadia menurut pandangan saya pribadi.

Keunggulan Google Stadia

Satu hal yang jadi ‘jualan’ Google tentang Stadia adalah mengijinkan lebih banyak orang untuk merasakan game berkualitas (AAA) di berbagai perangkat, mulai dari desktop, laptop, tablet, ponsel, ataupun TV (pakai Chromecast dongle).

Selain itu, berhubung game-game yang dijalankan akan menggunakan resource hardware dari data center Google, para penggunanya sudah tak perlu lagi merogoh kocek untuk membeli console ataupun mengalokasikan anggaran beberapa tahun sekali untuk mengupgrade hardware PC nya masing-masing.

Dari dua fitur tadi, sebenarnya ada solusi dari sejumlah masalah yang ditawarkan oleh Stadia.

1. Memungkinkan peningkatan kualitas game pada umumnya 

Pertama, Stadia memungkinkan para gamer mobile untuk merasakan game-game yang benar-benar dibuat untuk memuaskan para pemainnya; tidak seperti kebanyakan game-game mobile saat ini yang dibuat untuk menyedot uang dan perhatian para penggunanya sebanyak mungkin.

Saat dirilis, sudah ada sejumlah game AAA yang akan tersedia untuk Google Stadia. Berikut adalah daftar yang kami temukan dari video Stadia Connect tanggal 6 Juni 2019.

  • Assassin’s Creed: Odyssey
  • Baldur’s Gate 3
  • Borderlands 3
  • The Crew 2
  • Darksiders Genesis
  • Destiny 2
  • The Division 2
  • DOOM Eternal
  • Dragon Ball Xenoverse 2
  • The Elder Scrolls Online
  • Farming Simulator 19
  • Final Fantasy 15
  • Football Manager 2020
  • Get Packed
  • Ghost Recon Breakpoint
  • Grid
  • Gylt (Google Stadia exclusive)
  • Just Dance 2020
  • Metro Exodus
  • Mortal Kombat 11
  • NBA 2K
  • Power Rangers: Battle for the Grid
  • Rage 2
  • Samurai Showdown
  • Thumper
  • Tomb Raider Trilogy
  • Trials Rising
  • Wolfenstein: Youngblood

Dari daftar di atas, ada banyak gamegame berkualitas yang memang kastanya di atas game-game mobile saat ini, seperti Baldur’s Gate 3, Rage 2, Borderlands 3, Destiny 2, Division 2, dan masih banyak lagi (setidaknya menurut saya pribadi).

Kenapa akses lebih luas ke game-game berkualitas ini penting? Karena standar ekspektasi kebanyakan pengguna bisa meningkat, yang akhirnya berimbas pada peningkatan kualitas buat para developer dan publisher (khususnya untuk platform mobile).

Tanpa Stadia, para gamer mobile mungkin masih harus menunggu lama sebelum mereka benar-benar bisa merasakan bagaimana sebuah game seharusnya diciptakan.

2. Menghemat pengeluaran untuk kebutuhan gaming

Selain itu, buat gamer console ataupun PC, mereka bisa menghemat pengeluaran untuk kebutuhan gaming mereka. Gamer console tak perlu lagi mengganti mesin gaming mereka setiap kali generasi baru keluar. Gamer PC pun tak perlu lagi mengganti jeroan setiap beberapa tahun sekali untuk memastikan game-nya tetap mampu berjalan minimal 60 fps.

Sayangnya, penghematan ini akan sangat relatif daya tariknya untuk masing-masing pengguna. Kenapa? Karena, meski kebutuhan atas komponen ataupun mesin gaming menurun, kebutuhan untuk koneksi internet yang sungguh dapat diandalkan (bukan yang hanya sekadar slogan) jadi meningkat drastis. Padahal ketersediaan produk komponen ataupun mesin gaming (console) di Indonesia jauh lebih baik ketimbang jaringan internet yang berkualitas.

Nanti kita akan bahas lebih detail lagi soal koneksi internet di bagian kelemahan dari Google Stadia.

Selain soal 2 hal tadi, berhubung kita tak lagi dapat mengakses file game nya, ada 2 keunggulan lagi yang bisa ditawarkan oleh Stadia. Absennya akses pengguna ke file game nya mungkin memang kedengarannya lebih menguntungkan untuk para publisher ataupun developer karena bisa menurunkan angka pembajakan dan meminimalisir penggunaan cheat.

Sumber: Google
Sumber: Google

3. Menekan angka pembajakan game

Mari kita bahas soal pembajakan lebih dahulu. Hal ini mungkin sekilas hanya menguntungkan para publisher ataupun developer. Namun jika para pembuat game berkualitas mampu meraup keuntungan yang lebih besar lagi, gamers juga yang pada akhirnya berbahagia karena mungkin kisah tragis developer legendaris (seperti BioWare) yang menjual dirinya tak akan lagi terulang untuk yang lainnya.

Plus, para publisher game pun mungkin tak perlu lagi memaksakan untuk menekankan sistem bisnis Game as a Service (GaaS) ke produk-produk mereka. Kenapa sistem bisnis GaaS itu tidak baik untuk konsumen (setidaknya menurut saya pribadi)? Silakan googling sendiri ya sistem bisnis tersebut karena akan terlalu panjang dijelaskan di sini.

4. Memberantas cheat?

Nah, keunggulan ini mungkin akan sangat relatif juga tergantung siapa gamer-nya. Buat saya pribadi, selama itu game singleplayer, Anda bebas menentukan bagaimana cara Anda memainkannya. Namun jika Anda bermain game multiplayer, Anda wajib bermain mengikuti aturan yang telah disepakati bersama.

Kenapa Stadia bisa mengurangi cheat? Karena akses ke game file yang akan jauh lebih terbatas itu tadi. Penjelasan sederhananya, cheating adalah manipulasi sistem permainan demi kemenangan yang biasanya dilakukan dengan memodifikasi file-file yang digunakan (seringnya seperti .exe dan .dll, atau .apk kalau di platform Android) ataupun proses yang sedang berjalan. Sedangkan dengan Stadia, filefile tersebut harusnya tersimpan di data center milik Google; demikian juga dengan proses yang berjalan.

Menurunkan angka cheater mungkin memang tak akan jadi kelebihan yang berarti bagi gamer singleplayer. Namun, buat gamer multiplayer, bermain game yang tidak ada cheat-nya adalah sebuah utopia.

5. Sentimen positif terakhir dari Stadia adalah karena ia produk Google.

Satu aspek penting dari teknologi game streaming adalah lokasi server dan data center tempat memproses game yang dijalankan. Semakin jauh lokasi server dengan pengguna, semakin besar pula latency-nya. Padahal, latency tinggi adalah musuh utama para gamer untuk bermain online.

Jadi, memang hanya raksasa-raksasa teknologi dunia sekelas Google yang punya kapasitas menaruh server-server di berbagai belahan dunia. Meski begitu, Google sendiri juga punya serentetan produk gagal yang sudah tak lagi beroperasi, seperti Google Plus.

Itu tadi adalah salah satu kekurangan yang patut dicatat juga dari Stadia, yang akan kita bahas lebih lengkap di bagian selanjutnya.

Kelemahan Google Stadia

Meski Stadia punya peluang untuk meningkatkan kualitas game secara keseluruhan yang punya nilai positif penting; ada satu rintangan besar yang harus diselesaikan sebelum Stadia bisa meraih kesuksesan di Indonesia atau negara-negara lainnya.

Kebutuhan Google Stadia. Sumber: Google
Kebutuhan Google Stadia. Sumber: Google

1. Kebutuhan kualitas jaringan internet yang tak mudah dipenuhi

Tantangan besar pertama yang harus coba dijawab adalah soal latency dan bandwidth. Menurut Google, Stadia butuh koneksi sebesar 10Mbps untuk streaming game di resolusi 720p dan 20Mbps untuk 1080p. Padahal di Indonesia, kecepatan rata-rata internet kita ada di 10.4Mbps untuk mobile dan 17Mbps untuk broadband (menurut data dari Speedtest.net saat artikel ini ditulis).

Itu tadi masih soal bandwidth belum soal latencyLatency akan menjadi tantangan yang lebih berat juga ketimbang bandwidth karena game-game bertempo cepat semacam FPS dan fighting butuh response time serendah mungkin, bahkan di bawah genre RPG ataupun MOBA.

Dari pengalaman yang dirasakan oleh PC Gamer saat mencoba Stadia di GDC 2019 di San Fransisco, Amerika Serikat, mereka tak mampu bermain DOOM di latency yang optimal sehingga kesulitan bermain dengan nyaman. Itu cerita dari mereka yang menggunakan koneksi internet di sana. Saya sungguh tak berani membayangkan seperti apa ceritanya jika menggunakan koneksi internet di Indonesia.

Menurut pengujian yang dilakukan oleh Digital Foundry (videonya bisa Anda lihat di atas), Stadia punya latency sebesar 166ms; bandingkan dengan bermain di PC sendiri yang hanya menyentuh angka 79ms. Hal ini berarti Stadia punya response time 2x lebih lambat dibanding bermain di PC sendiri. Jangan lupakan juga, Digital Foundry menggunakan koneksi internet di UK (setahu saya), yang kemungkinan besar lebih baik dari koneksi di Indonesia.

Selain soal bandwidth dan latency, persoalan juga datang dari kuota data yang dibutuhkan. Jika requirements yang ditunjukkan oleh Google memang benar adanya, 20Mbps untuk 1080p dan 10Mbps untuk 720p, Anda berarti butuh kuota 9GB per jam untuk streaming game di 1080p dan 4,5GB per jam untuk 720p.

Buat yang tinggal di Jakarta dan punya akses ke provider internet kabel sekelas CBN, Biznet, My Republic, ataupun First Media, Anda memang tak perlu khawatir soal kuota karena memang benar-benar unlimited. Namun jika Anda tinggal di luar Jakarta dan (atau) hanya punya akses ke ISP yang jangkauannya paling luas di Indonesia (yang tak perlu lagi saya sebutkan namanya), istilah unlimited-nya ada tanda bintangnya alias tidak sepenuhnya jujur karena ada aturan FUP (Fair Usage Policy).

Kebutuhan internet ini mungkin sekilas lebih sederhana dan bisa jadi lebih murah ketimbang membeli seperangkat console ataupun PC gaming. Namun faktanya, sebagian besar penduduk Indonesia tak bisa memilih provider internet (khususnya kabel) yang mereka inginkan.

Padahal, varian kartu grafis yang tersedia di Indonesia itu sangat beragam. Anda juga bisa mendapatkan Nintendo Switch ataupun PlayStation 4 dengan mudah di Indonesia. Jadi, kebutuhan atas mesin gaming yang ideal itu lebih mudah didapatkan karena hanya soal seberapa besar anggaran yang Anda miliki. Sedangkan koneksi internet yang ideal? Bisa jadi, berapapun jumlahnya, kekayaan Anda tetap tak bisa membeli koneksi internet yang ideal jika Anda bersikeras tinggal di satu lokasi.

2. Penghematan anggaran yang masih sebatas teori?

Untuk bisa bermain game di Stadia, Anda tetap harus membeli game-nya dan juga membayar biaya berlangganan. Hal ini mungkin sama juga sistemnya dengan console generasi sekarang (PS4, Switch, Xbox One) jika ingin mendapatkan fitur online-nya. Namun setidaknya, di console, Anda tetap bisa memilih untuk tidak menggunakan fitur tersebut.

Di PC, Anda bahkan tak perlu membayar biaya langganan apapun untuk bermain online meski mungkin PC bisa jadi lebih boros juga pengeluarannya dibanding console jika ingin mendapatkan mesin gaming yang ideal.

Selain masih harus membeli game-nya, jangan lupa dengan kecepatan koneksi rata-rata Indonesia yang masih di bawah 20Mpbs. Hal ini berarti Anda hanya bisa mendapatkan kualitas 720p 60fps dengan Google Stadia. Padahal PC gaming generasi sekarang (2019) yang mampu memberikan kualitas gaming 720p 60fps itu sudah sangat terjangkau. Jadi, membeli PC gaming tadi justru jadi solusi yang lebih ideal untuk bermain game di 720p 60fps dibandingkan Stadia yang masih punya problematika soal latency.

Penghematan anggaran memang akan jauh lebih terasa jika Anda ingin mengejar kualitas 4K gaming namun, mengingat kondisi jaringan internet di Indonesia, hal ini berarti Anda harus pindah tempat tinggal yang memiliki akses internet 35Mbps ke atas dengan harga terjangkau dan tanpa kuota sama sekali.

Sumber: Google
Sumber: Google

3. Berkurangnya taman bermain untuk para game modder

Absennya akses pengguna ke file game mungkin memang bisa menekan angka pembajakan dan cheater, namun kekurangannya juga tak bisa dipandang sebelah mata; setidaknya bagi saya pribadi yang memang suka bermain-main dengan game modding.

Dari namanya, game modding adalah modifikasi file game untuk berbagai tujuan. Aspek krusial yang membedakan modding dengan cheating adalah tujuannya karena tujuan modding bisa sangat beragam; sedangkan tujuan cheating hanya satu. Modding ini bisa berarti mengganti texture, model 3D, scripting, ataupun animasi tertentu di sebuah game.

Modding mungkin dipandang tidak penting buat kebanyakan gamer namun, faktanya, modding adalah faktor terbesar yang memungkinkan game-game singleplayer masih terus eksis dan dimainkan selama bertahun-tahun. Salah satu contohnya adalah Skyrim.

Buat yang paham sejarah, modding sendiri juga berperan besar atas perkembangan industri game ataupun esports sampai hari ini. Kenapa? Karena tanpa yang namanya modding, tidak ada yang namanya Counter Strike dan DotA. Cari sendiri soal sejarah Counter Strike dan DotA ya, kalau belum tahu.

4. Sentimen negatif terakhir dari Stadia juga karena ia adalah produk Google

Di satu sisi, mungkin memang hanya segelintir raksasa teknologi sekelas Google yang punya kapasitas untuk membuat layanan game streaming berhasil. Namun di sisi lain, bagi saya, Google pun punya rekam jejak negatif untuk sejumlah produk mereka.

Seperti yang saya tuliskan tadi di atas, Google punya sejumlah produk yang sudah masuk kuburan (seperti Google Plus, Google URL Shortener, dan masih banyak lagi yang bisa Anda temukan daftarnya di tautan ini). Nah berhubung gamegame yang Anda mainkan di Stadia semuanya tersimpan di data center, bukan tidak mungkin juga Anda akan kehilangan semuanya andaikan satu saat layanan ini tidak laku dan masuk peti.

Di sisi lainnya, jika berbicara soal Google, ada satu produk mereka yang mungkin memang populer tapi sangat tidak saya sukai; yaitu Google Play. Kenapa? Karena Google Play lebih mengandalkan mesin untuk memberikan rekomendasi. Padahal, game adalah sebuah karya kreatif yang membutuhkan kemampuan kognitif manusia untuk menilainya.

Google Play lebih mengutamakan jumlah download dan penilaian berbasis kuantitatif sebagai landasan penilaian mereka. Bagi saya pribadi, Anda tidak bisa melakukan hal tersebut atas sebuah hasil kreatifitas. Karena, jumlah download itu mudah dikejar jika punya anggaran iklan yang besar; tanpa memedulikan kualitas.

Popularitas itu juga malah biasanya berbanding terbalik dengan kualitas. Tak sedikit game-game yang populer di Google Play justru rendah nilai originalitasnya; entah soal aset-aset kreatif ataupun gameplay yang terang-terangan meniru yang lain.

Sebenarnya memang ada gamegame di Google Play yang istimewa kualitasnya namun sistem yang digunakan sekarang justru membuat mereka tenggelam, terhimpit oleh yang picisan. Seberapa banyak dari Anda yang tahu Battleheart Legacy, Implosion, Evoland 2, The Room, DEEMO, ataupun game-game underrated yang lainnya?

Tenggelamnya banyak game berkualitas itu juga saya kira disebabkan karena standar penilaian yang mungkin terlalu rendah untuk bisa masuk ke Google Play, sehingga terlalu banyak dan justru menyulitkan pengguna. Menemukan gamegame berkualitas di Google Play bahkan, bagi saya, seperti ibarat menemukan harta karun di antara timbunan sampah… 

Menurut data Statista, ada 3,5 juta aplikasi di Google Play di Desember 2017. Di sisi lain, Google sendiri yang mengumumkan bahwa mereka menemukan 700 ribu aplikasi yang menyalahi aturan main Google Play di 2017 juga. Hitung-hitungannya berarti 1 dari 5 aplikasi yang ada saat itu bermasalah. Memang Google Play juga sudah mencoba memperbaiki semua masalah yang ada di sini, termasuk mencoba memberikan kurasi game dan aplikasi yang berbasis penilaian manusia.

Namun, untuk sebuah produk yang jadi sumber utama sistem operasi mendapatkan aplikasi dan ada di semua produk Android, saya kira usaha Google masih jauh dari maksimal… Itu tadi Google Play yang dipakai oleh semua pengguna Android. Pertanyaannya, bagaimana dengan Stadia yang mungkin akan jauh lebih sulit untuk meraih popularitas? Andaikan nanti Stadia juga akan memiliki marketplace, suram saja membayangkan jika semua permasalahan Google Play juga ada di sana.

Penutup

Akhirnya, mungkin memang Stadia belum akan tersedia untuk kawasan Asia (termasuk Indonesia) saat dirilis nanti. Kita juga belum tahu apakah memang Google punya rencana membawa Stadia ke Indonesia di masa depan. Meski begitu, saya kira artikel ini menjadi penting karena dua hal.

Saya rasa teknologi game streaming memang cukup masuk akal untuk berjalan bersama ataupun malah menggantikan ekosistem dan industri gaming yang ada sekarang (asalkan infrastruktur jaringan internetnya sudah mumpuni) dan Google sendiri pun punya kapasitas untuk mendisrupsi status quo. Ditambah lagi, saya juga jadi bisa menyematkan banyak kritik di artikel ini… Nyahahaha…

Semua Game yang Nintendo Umumkan di Nintendo Direct E3 2019

Melangsungkan presentasinya secara terpisah dari event utama E3 2019 via stream Direct, Nintendo kembali fokus pada game-game andalan yang akan dihadirkan melalui Switch. Banyak di antara permainan-permainan tersebut telah diumumkan sebelumnya, dan Nintendo menggunakan kesempatan ini untuk memamerkan trailer baru serta menyingkap waktu rilis.

Dilihat dari kuantitasnya, jumlah permainan anyar untuk Switch jauh mengalahkan game-game yang ada di konferensi Square Enix dan Bethesda bahkan ketika semuanya dijumlahkan. Tentu saja selain judul-judul first-party, kekuatan Switch juga datang dari dukung permainan karya developer pihak ketiga. Khusus di artikel rangkuman Nintendo E3 2019, saya mencoba merampungkannya secara lebih padat dan singkat, menitikberatkan pada pengungkapan trailer dan tanggal/momen peluncurannya saja. Silakan menikmati…

 

Dragon Quest XI Echoes of an Elusive Age S Definitive Edition

September 2019

 

Luigi’s Mansion 3

2019

Sebelum Nintendo menyingkap porsi gameplay Luigi’s Mansion 3 secara lengkap di Treehouse Live, mereka memublikasikan satu trailer baru yang membahas latar belakang cerita.

 

Jim Hanson’s The Dark Crystal Tactics Age of Resistance

2019

 

The Legend of Zelda Link’s Awakening

20 September 2019

 

Trials of Mana

Awal 2020

Bersamaan dengan munculnya trailer ini, Nintendo turut meluncurkan tiga permainan pertamanya di Switch dalam bundel bernama Collection of Mana.

 

The Witcher 3: Wild Hunt – Complete Edition

2019

 

Fire Emblem: Three Houses

26 Juli 2019

 

Resident Evil 5 & Resident Evil 6

Musim gugur 2019

Menyusul kehadiran Resident Evil Zero, Resident Evil, dan Resident Evil 4, (serta Resident Evil 7 khusus di wilayah Jepang yang disajikan melalui metode streaming) di Switch, para pemilik console hybrid ini bisa menikmati Resident Evil 5 dan Resident Evil 6.

 

No More Heroes III

2020

 

Contra Rogue Corps

24 September 2019

Permainan didukung oleh mode multiplayer kooperatif lokal wireless dan online.

 

Contra Anniversary Collection

Sudah tersedia

Terdiri dari koleksi 10 game dan buku digital.

 

Demon X Machina

13 September 2019

 

Panzer Dragoon: Remake

Musim dingin 2019

 

Pokémon Sword & Shield

15 November 2019

Permainan turut didukung Pokéball+. Aksesori ini belum dapat dimanfaatkan sebagai unit controller, tetapi developer sudah menyiapkan ‘kejutan menyenangkan’ bagi Anda yang terus menggunakannya.

 

Astral Chain

30 Agustus

 

Empire of Sin

Musim semi 2020

 

Marvel Ultimate Alliance 3: The Black Order

19 Juli 2019

Expansion pass-nya akan tersedia pada musim gugur 2019.

 

Cadence of Hyrule

13 Juni 2019

Sebuah perpaduan unik antara Crypt of the Necrodancer dengan jagat The Legend of Zelda.

 

Mario & Sonic At the Olympic Games

November 2019

 

Animal Crossing New Horizons

20 Maret 2020

Game ini mengalami penundaan dari jadwal rilis awal di 2019 karena Nintendo butuh lebih banyak waktu untuk memoles konten permainan.

 

Super Smash Bros. Ultimate

Game brawl all-star Nintendo ini akan kedatangan event crossover, pertama-tama dengan permainan Dragon Quest XI Echoes of an Elusive Age S Definitive Edition di musim panas tahun ini, kemudian disusul Banjo-Kazooie pada musim gugur 2019.

Ini dia daftar permainan lain yang rencananya akan hadir di Nintendo Switch pada periode 2019-2020:

 

Spyro Reignated Trilogy

3 September 2019

 

Hollow Knight Silksong

Segera hadir

 

Ni no Kuni Wrath of the White Witch

20 September 2019

 

Minecraft Dungeons

Musim semi 2020

 

The Elder Scrolls: Blades

Musim gugur 2019

 

My Friend Pedro

20 Juni 2019

 

Doom Eternal

Segera hadir

 

The Sinking City

Musim gugur 2019

 

Wolfenstein: Youngblood

26 Juli 2019

 

Dead by Daylight

24 September 2019

 

Alien Isolation

2019

 

Final Fantasy Crystal Chronicles Remastered Edition

Musim dingin 2019

 

Dragon Quest Builders 2

12 Juli 2019

 

Stranger Things 3: The Game

4 Juli 2019

 

Just Dance 2020

5 November 2019

 

Catan

20 Juni 2019

 

New Super Lucky’s Tale

Musim gugur 2019

 

Dauntless

Akhir 2019

 

Super Mario Maker 2

28 Juni 2019

Di penghujung acara Direct E3 2019, Nintendo menyingkap potongan kecil dari sekuel The Legend of Zelda: Breath of the Wild. Game saat ini masih berada di tahap pengembangan.