Agate Rilis Game Bertema Dilan, Tebarkan Baper ke Seluruh Penjuru Indonesia

Siapa sih yang tak kenal Dilan? Tokoh remaja ciptaan penulis terkenal Pidi Baiq itu mendapat ledakan popularitas ketika diangkat ke layar lebar tahun 2018 lalu. Novelnya sendiri saat ini sudah terbit sebanyak tiga judul, yaitu Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990, Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991, serta Milea: Suara dari Dilan.

Adaptasi kedua novel Dilan ke layar lebar juga tayang di bulan Februari ini, dengan judul Dilan 1991. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, bahkan mendirikan Taman Dilan di kota Bandung untuk mengabadikan kisah Dilan. Sedangkan tanggal 24 Februari yang merupakan tanggal premiere penayangan film Dilan 1991 ditetapkan sebagai Hari Dilan. Karakter yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan ini telah memberikan dampak begitu besar dalam dunia budaya pop Indonesia.

Dilan: The Official Game - Art 1

Bukan hal yang mengherankan bila kemudian Dilan juga diadaptasi ke dalam media video game. Agate berkolaborasi dengan CIAYO Games dan Pidi Baiq baru-baru ini merilis game bertema Dilan untuk platform Android. Diberi judul Dilan: The Official Game, game ini mengusung gaya permainan visual novel dengan cerita yang mencakup kejadian-kejadian dalam Dilan 1990 dan Dilan 1991. Game ini juga dirilis bertepatan dengan Hari Dilan, tanggal 24 Februari kemarin.

Dalam Dilan: The Official Game, Anda berperan sebagai karakter Milea yang tengah menjalani lika-liku romansa masa SMA. Seiring berjalannya permainan, Anda akan dihadapkan pada berbagai pilihan yang akan menentukan arah cerita. Pemain dapat menikmati kisah Milea melalui sudut pandang orang pertama, jadi Anda akan langsung tahu seperti apa rasanya mendengar “gombalan-gombalan” tengil dari Dilan.

Dilan: The Official Game - Art 2

Dilan: The Official Game juga menawarkan fitur dress up, di mana pemain dapat mengganti pakaian karakter Milea sesuai keinginan. Kemudian bila pemain berhasil mengambil jalur-jalur cerita tertentu, beragam ilustrasi spesial menanti untuk dikoleksi. Cerita-cerita tersebut bisa didapatkan dengan cara memilih pilihan tepat yang akan meningkatkan poin afeksi dari Dilan.

Dilengkapi dengan iringan musik latar khas dari seri film Dilan, game ini akan membawa Anda tenggelam dalam kisah kasih remaja di tahun 90an. Anda dapat mengunduh Dilan: The Official Game lewat tautan Google Play berikut. Hati-hati memainkannya, jangan sampai baper!

Akhir Dari Sebuah Era, Heroes of Newerth Umumkan Patch Besar Terakhir

Ada masanya League of Legends tidak bersaing dengan Dota 2. Saat itu Valve belum merilis Dota 2, dan mod Defense of the Ancient di Warcraft III (alias DotA atau Dota 1) masih dikembangkan dan di-update secara aktif oleh Icefrog. Melihat ada celah, ada satu developer yang mencoba membuat game standalone dari Defense of the Ancient. Mereka adalah S2 Games, yang menciptakan MOBA bernama Heroes of Newerth.

Rilis tahun 2010, Heroes of Newerth ternyata akan menemui ajalnya dalam waktu dekat. Pada forum resmi Heroes of Newerth, sang pengembang mengumumkan sebuah patch besar terakhir yang akan rilis 26 Februari 2019 mendatang. Dengan ini, maka tidak akan ada lagi konten baru untuk Heroes of Newerth.

Sumber: Alpha Coders
Penampakan gameplay dari Heroes of Newerth. Sumber: GeForce Gaming

Masih dari forum resmi tersebut, sang pengembang meyakinkan bahwa Heroes of Newerth tidak ditinggalkan sepenuhnya. Butir kedua dari informasi tersebut mengatakan bahwa patch HoN di masa depan hanya akan berisi perubahan kecil yang sifatnya adalah balancing dan/atau perbaikan bug, dan hanya dilakukan jika hal tersebut benar-benar dibutuhkan.

Sejak kehadiran Dota 2, game Heroes of Newerth terbilang seperti kehilangan identitasnya karena dulu HoN adalah versi standalone dengan grafis apik dari DotA Warcraft. Apalagi pada tahun 2011 ketika Valve mempromosikan Dota 2 lewat kompetisi The International, membuat Heroes of Newerth sedikit demi sedikit semakin tenggelam.

Sumber:
Sumber: JoinDOTA

Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah karena banyaknya pemain profesional Heroes of Newerth yang migrasi ke Dota 2, pada saat The International diumumkan. HoN merupakan salah satu saksi bisu atas terciptanya pemain bintang di kancah kompetitif Dota 2. Johan “N0tail” Sundstein, Tal “Fly” Aizik, Peter “PPD” Dager, dan Ludwig “zai” Wahlberg, adalah jajaran pemain yang sempat mencicipi panasnya jagat kompetitif Heroes of Newerth; sebelum akhirnya pindah ke Dota 2.

Heroes of Newerth telah menjadi salah satu evolusi dari era mod Warcraft, Defense of the Ancient. Pada zamannya, Heroes of Newerth jadi pilihan bagi pemain yang menikmati kedalaman mekanik DotA Warcraft, namun tidak suka dengan League of Legends yang membuat DotA jadi lebih “nyantai”.

Sayang sepanjang pengembangannya, Heroes of Newerth, terbilang tidak pernah punya identitas pembeda dari DotA, entah itu hero atau mekanik gameplay. Alhasil setelah Valve resmi merilis Dota 2, yang dikembangkan langsung oleh Icefrog, pemain pun jadi tak punya alasan lagi untuk tetap main Heroes of Newerth.

[Opini] Apex Legends Mengembalikan Rasa Cinta Saya pada First-Person Shooter

“Ada yang nembakin gua! Dari atas!”

Suara teman saya—sebut saja namanya Rocky—berseru di voice chat, menandakan adanya bahaya dari tempat tak terlihat. Tak lama kemudian terdengar dua, tiga tembakan, dan layar menunjukkan notifikasi bahwa Rocky telah knocked down. Sementara di ujung layar yang satu lagi terpampang tulisan, “2 Squads Left”.

Saya melihat sekeliling. Arena pertarungan tersisa begitu kecil karena kini kami sudah nyaris memasuki ronde terakhir permainan. Di tepi sungai tempat kami mendapatkan serangan musuh hanya ada satu bangunan, yaitu sebuah rumah panggung yang terdiri dari dua lantai. Bila Rocky menyebut kata atas, pasti di rumah itulah musuh berada. Tapi ada masalah besar. Saya tidak tahu berapa jumlah musuhnya.

Saya punya tiga pilihan. Menyerang musuh, menghidupkan Rocky kembali, atau menyelamatkan diri saya sendiri. Sesaat saya sempat ragu, tapi kemudian saya melihat Rocky bergerak untuk berlindung ke bawah rumah. “Bila musuh ada di dalam rumah, mereka tidak akan bisa menembak kami di sini,” pikir saya. Saya pun ikut berlindung, menghidupkan Rocky, kemudian menjaganya selagi ia menyembuhkan diri.

Setelah merasa siap untuk bertarung lagi, kami berpencar. Rocky menyerang dari luar, sementara saya mencari kesempatan untuk masuk ke rumah. Berbekal light machine gun M600 Spitfire (salah satu senjata terbaik di Apex Legends menurut saya), saya cukup percaya diri bila harus berhadapan satu lawan satu dengan musuh. Saya membuka pintu masuk ke dalam rumah, dan di situlah saya melihatnya. Seorang Bloodhound tak dikenal sedang berlari menuju lantai dua.

Apex Legends - Bloodhound
Sumber: EA

Split second

Apa yang Anda lakukan bila melihat musuh sedang sendirian dalam jarak begitu dekat? Mungkin langsung menembak, ya? Sama, saya pun biasanya akan mengambil keputusan demikian. Tapi sebelum jari telunjuk saya menarik tombol trigger, saya menyadari sesuatu yang aneh. Pandangan mata si Bloodhound sama sekali tidak mengarah ke saya.

Apakah dia takut kepada saya, sehingga memilih kabur ke lantai dua? Ataukah dia ingin mendapat high ground agar bisa bertarung di posisi yang lebih menguntungkan? Saya tidak tahu, dan selagi saya ragu itu si Bloodhound sudah berlari menghilang dari pandangan. Kemudian saya mendengar suara tembakan. Bloodhound rupanya sedang bertarung dengan Rocky yang ada di luar.

Mengapa bukannya mengincar saya, ia malah mengincar Rocky yang jelas-jelas punya posisi lebih jauh dan lebih susah dibidik? Saya mencoba berpikir sambil berlari mengejar ke lantai dua. Kemudian saya menyimpulkan satu hal yang saya rasa agak konyol, tapi tidak mustahil terjadi: Bloodhound tidak sadar bahwa ada saya di dekatnya.

Apex Legends memiliki satu fitur (atau lebih tepatnya, keputusan desain) yang bagi saya cukup aneh. Suara langkah kaki di game ini sangat kecil bila dibandingkan dengan suara tembakan atau dialog-dialog para karakternya. YouTuber populer Drift0r menyebut desain ini sebagai “audio yang terlalu realistis”, karena memang di dunia nyata suara letusan senjata jauh lebih keras dibandingkan langkah kaki. Tapi efek buruknya, bila kita bermain dalam volume menengah, di mana suara senjata tidak begitu keras, kemungkinan besar kita bahkan tidak bisa mendengar langkah kaki orang lain karena suaranya terlalu pelan.

Di tengah pertarungan ronde terakhir yang begitu hectic, masalah desain audio ini kembali teringat di kepala saya. Desain tersebut membuat saya berani untuk mengejar Bloodhound ke lantai dua, karena saya tahu bahwa meski saya berlari cepat, dia tetap tidak akan sadar akan keberadaan saya. Benar saja, di loteng lantai dua, saya melihat ia sedang asyik menembaki Rocky yang ada di luar. Saya pun berdiri di belakang Bloodhound, memberondong dia dengan satu magasin peluru Heavy Rounds, dan setelah ia roboh, muncullah tulisan indah di layar.

“You are the Champion of the Arena.”

Cerita tentang Apex Legends di atas, yang terdiri dari 570 kata, mungkin terasa panjang bila dibaca. Padahal sebenarnya ketika di dalam game seluruh kejadiannya berlangsung cepat. Tidak sampai satu menit, malah mungkin lebih singkat lagi. Tapi satu menit itu terasa seperti lama sekali ketika Anda sedang berada dalam kondisi menegangkan dan harus membuat banyak keputusan penting.

Apex Legends bukan hanya soal reflek jari. Game ini mendorong Anda untuk selalu berpikir, membuat rencana, dan yang paling penting, berkomunikasi. Terkadang rencana itu gagal, terkadang kita bisa mati dengan cepat karena musuh datang dari arah tak terduga. Namun ketika rencana itu—baik yang dirancang secara hati-hati ataupun hasil dari keputusan-keputusan cepat—berjalan lancar, ada perasaan nikmat yang luar biasa.

Apex Legends - Bangalore
Sumber: EA

Clockwork

Saya sebetulnya tidak suka dengan genre battle royale. Jangankan battle royale, secara umum saya juga tidak begitu suka dengan first-person shooter (FPS). FPS favorit saya adalah Deus Ex: Human Revolution dan Overwatch, dua-duanya bisa dimainkan tanpa menembak sama sekali (hidup Torbjorn!). Diingat-ingat lagi sekarang sebetulnya ini agak aneh, karena dulu saya pernah suka sekali first-person shooter.

Ketika duduk di bangku SMA, 16 tahun yang lalu, saya sangat suka memainkan Counter-Strike 1.6 bersama teman-teman sekolah. Menggunakan nicknameVash the Stampede”, hobi saya adalah mengincar headshot sambil menggunakan Dual Beretta. Orang-orang bilang ini senjata terburuk dalam game, tapi saya tidak peduli. Yang penting saya merasa keren. Lagi pula asal mendapatkan kill, tidak akan ada yang protes saya memakai senjata apa.

Namun seiring waktu berjalan, saya kehilangan minat pada kesukaan tersebut. Tanpa saya sadari, begitu saya lulus kuliah, saya telah berubah dari seorang gamer yang suka mengincar kejayaan menjadi gamer yang lebih suka mendukung permainan orang lain. Dan ini tercermin dalam semua game yang saya mainkan. Ketika hero signature Anda di Dota berubah, dari Traxex menjadi Keeper of the Light, masuk akal bila dibilang bahwa kepribadian Anda di dunia nyata pun telah berubah juga.

Sayangnya, kebanyakan game bergenre shooter (baik first-person atau third-person) tidak memfasilitasi gaya permainan saya tersebut. Memang di game seperti Counter-Strike juga ada beragam role, namun pada akhirnya akurasi menembak tetap jadi aset utama seorang pemain. Tidak seperti RPG di mana seorang White Mage boleh fokus pada penyembuhan saja, Counter-Strike mewajibkan seorang White Mage untuk juga jago memukul musuh. Tentu hasilnya tidak memuaskan.

Di sinilah Apex Legends berbeda. Mirip seperti perasaan yang saya dapatkan ketika memainkan Overwatch, Apex Legends adalah permainan dengan fokus kuat pada kerja sama tim. Memang tidak seratus persen persis dengan Overwatch—di Apex Legends mau tak mau Anda tetap harus menembak—tapi inti idenya sama: bahwa kontribusi apa pun yang kita lakukan akan mengantar tim kita selangkah lebih dekat menuju kemenangan.

Apex Legends - Caustic
Caustic membangkitkan sedikit jiwa sadis dalam diri saya | Sumber: EA

Mungkin di sebuah pertarungan melawan tim lain saya tidak mendapat kill, namun jebakan yang saya taruh sebagai Caustic bisa memberi tahu kawan di mana musuh berada. Atau mungkin permainan telah mendekati ronde akhir, dan Lifeline Package yang saya jatuhkan ternyata berisi Body Shield Level 4 dan Phoenix Kit. Tim dalam Apex Legends bagaikan sebuah jam mekanik, dan saya adalah salah satu roda gigi yang memastikan jarum jam terus berputar. Posisi roda giginya bisa di mana saja, asalkan saya mendukung tim saya mencapai tujuan untuk menjadi Champion of the Arena.

Saya rasa inilah alasan mengapa banyak orang yang dulunya tidak suka battle royale, kini jadi suka gara-gara Apex Legends. Bila Anda membaca komentar-komentar di akun Twitter resmi Apex Legends, Anda akan menemukan pernyataan seperti ini tidak hanya datang dari satu atau dua orang. Battle royale sering kali membuat kita merasa tak berdaya, tegang, bahkan takut. Tapi game ini berbeda. Apex Legends ini membuat Anda merasa bahwa apa pun yang Anda lakukan berharga, dan itu adalah emosi positif yang sangat adiktif.

Sekian lama saya tidak main first-person shooter, kemampuan membidik saya jelas menurun drastis. Apalagi saya bermain di console dengan DualShock 4, lebih sulit dibandingkan PC dengan mouse dan keyboard. Ketika dulu saya mencoba bermain Fortnite, saya pasrah saja dengan bidikan yang jelek itu. Tapi bermain Apex Legends membuat saya merasa lebih dihargai, dan ini mendorong saya untuk berlatih dan agar bisa membantu tim lebih banyak lagi.

Dibanding ketika pertama kali mencoba Apex Legends, lambat laun saya dapat merasakan bahwa akurasi bidikan saya meningkat. Belum bisa dibilang jago sih, tapi setidaknya saya merasa cocok dengan beberapa senjata, dan bila berhasil menemukan senjata-senjata tersebut saya sudah jauh lebih percaya diri untuk bertarung melawan musuh. Bila sedang beruntung, kadang saya bisa mendapatkan jumlah kill terbanyak di tim, atau melakukan last hit yang mengantar tim menjadi Champion.

Bagian terbaiknya, sebesar apa pun kontribusi saya, saya tetap tidak merasa bahwa sayalah satu-satunya orang yang mendapat keberhasilan. Saya tahu bahwa hasil itu diraih karena kerja sama semua roda gigi yang berputar kompak. Meski kontribusinya sekadar berupa memberi Med Kit ketika kawan membutuhkan, itu sudah merupakan aspek krusial yang dapat mengubah nasib tim dari terdesak menjadi menang. Berkontribusi di game ini rasanya sangat menyenangkan, dan rasa senang itu saya balas dengan kemauan untuk belajar memberikan kontribusi yang lebih besar.

Apex Legends - Gibraltar
Sumber: EA

Superhero

Bukan hanya membuat kita merasa berharga, Apex Legends juga membuat kita merasa kuat dan keren. Salah satunya memang karena game ini memiliki karakter-karakter yang dapat melakukan gerakan superhuman. Tapi tidak hanya itu. Malah, aksi-aksi superhuman itu hanyalah landasan untuk melakukan aksi-aksi lain yang lebih keren lagi.

Saya merasa bahwa Respawn Entertainment merancang Apex Legends dengan mekanisme gameplay yang senantiasa mendorong pemainnya untuk “mendobrak batas”. Banyak aspek-aspek menarik yang dapat dieksploitasi, dan karena tutorial dalam game ini sangat minim, komunitas Apex Legends selalu ramai ketika mereka menemukan teknik dan trik-trik baru.

Game ini punya begitu banyak dinding untuk dipanjat, pintu untuk didobrak, bukit untuk diperosoti, dan zipline untuk digelantungi. Serunya, satu aksi saja bisa memiliki beberapa variasi yang akan memberikan hasil berbeda. Aksi memukul misalnya, bila dilakukan sambil melompat, akan berubah menjadi sebuah tendangan. Atau bila dilakukan sambil sliding, hasilnya adalah sebuah uppercut. Anda bisa mendobrak pintu dengan cara memukulnya, tapi memukul pintu sambil berdiri dengan sambil berlari pun akan menghasilkan hasil berbeda.

Anda yang sudah main Apex Legends cukup lama pasti tahu “teknik tangga” yang bisa digunakan untuk melakukan gliding lebih jauh dan cepat dari biasanya. Tapi tahukah Anda bahwa Anda teknik lain yang dapat membuat Anda gliding sangat jauh dengan memanfaatkan perubahan animasi ketika karakter berada di dekat dinding? Teknik ini dikenal dengan sebutan “super glide”, dan dapat memberikan mobilitas luar biasa tinggi bila berhasil dilakukan.

Masih banyak lagi eksploitasi lain dalam Apex Legends, seperti teknik Grappling Hook milik Pathfinder, teknik sliding cepat, teknik Decoy milik Mirage, dan lain-lain. Terkadang rasanya seperti memainkan fighting game saja, karena kombinasi berbagai tombol atau aksi bisa memunculkan aksi lain yang bervariasi. Dan sepertinya Respawn sengaja tidak mengikutsertakan terlalu banyak tutorial, apalagi “command list”, karena dengan demikian justru komunitas Apex Legends punya banyak kesempatan untuk menciptakan konten tentang teknik-teknik tersebut.

Semakin banyak Apex legends dimainkan, mungkin akan ada titik di mana tidak ada lagi teknik baru yang ditemukan oleh komunitas. Tapi untuk mencapai titik itu mungkin butuh waktu lama sekali. Apalagi Respawn akan terus meluncurkan konten-konten baru, entah itu karakter, senjata, dan mungkin arena baru. Konten-konten baru itu bisa saja mengubah teknik yang sudah ada, atau memunculkan teknik lain yang lebih aneh.

Saya tidak tahu kapan saya akan bosan dengan Apex Legends. Mungkin nanti, bila saya sudah sangat sering menang sehingga tidak penasaran lagi. Mungkin bila Respawn melakukan kesalahan dalam strategi monetisasinya sehingga saya kehilangan minat untuk mendukung game ini. Yang jelas, untuk saat ini, Apex Legends telah berhasil membuat saya kembali menikmati first-person shooter setelah bertahun-tahun meninggalkannya.

Berikutnya mungkin saya harus coba Titanfall 2.

Demi Menandingi Apex Legends, Call of Duty: Black Ops 4 Dapatkan Update Raksasa

Demam Apex Legends sedang merebak di mana-mana. Spin-off Titanfall ini sukses mengumpulkan pemain dalam waktu singkat, dan berhasil pula menggaet gamer yang awalnya kurang menyukai battle royale. Mereka yang telah memainkannya setuju, kreasi anyar Respawn itu memadukan konsep sejumlah permainan lain; misalnya Halo, Destiny, Overwatch dan Rainbow Six Siege.

Apex Legends merupakan satu dari banyak game yang digarap sebagai respons populernya formula last man standing. Sebelumnya, mode ini turut dibubuhkan developer ternama di franchise andalan mereka, seperti Battlefield, Red Dead Redemption dan Call of Duty. Di Call of Duty: Black Ops 4, Activision bahkan nekat untuk menukar kehadiran mode campaign single-player dengan battle royale. Untung saja, gamer dan media mengapresiasi arahan ini.

Call of Duty: Black Ops 4 sempat masuk ke daftar nominasi permainan shooter terbaik di 2018 serta memenangkan sejumlah penghargaan. Namun belakangan namanya mulai meredup akibat Apex Legends dan Fortnite Battle Royale. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat dua kompetitor itu disajikan sebagap game free-to-play, sedangkan edisi termurah Black Ops 4 saja dibanderol seharga US$ 40 (tanpa mode Zombie).

Sebagai respons Activision dan Treyarch terhadap kepopuleran Apex Legends, mereka meluncurkan add-on anyar untuk Black Ops 4. Penambahan konten bukanlah hal baru bagi game multiplayer, tapi buat yang ini, ukurannya lebih berbobot dari sebelum-sebelumnya. Update tersebut memperkenalkan konten bertajuk Operation Grand Heist, yang terinspirasi dari film-film perampokan di tahun 1970-an.

Pelepasan Operation Grand Heist ditemani dua peta multiplayer anyar (Casino dan Lockup), Specialist baru (Outrider, ahli menggunakan panah), karakter Cosmic Silverback di mode Zombie, serta lokasi dan mode tambahan di porsi battle royale Blackout. Di sana ada tempat bernama Ghost Town, merupakan adaptasi dari map multiplayer klasik Black Ops II, dipadu zona bawah tanah yang segera mengingatkan ala peta Buried.

Grand Heist.

Mode tambahan di Blackout diberi titel Hot Pursuit. Ia menyuguhkan tiga jenis pilihan kendaraan baru (berupa SUV, mobil ‘muscle’ dan speed boat), dan menantang tim untuk berlomba-lomba mendapatkan pasokan perlengkapan high level berisi senjata, baju pelindung dan peledak.

Grand Heist 1

Selain itu, Treyarch membubuhkan beragam item baru di Black Market, sebagian dari mereka mengusung tema 70-an. Lalu beberapa opsi senjata anyar yang bisa Anda gunakan meliputi Rampage Auto Shotgun, Switchblade X9 SMG dan palu Home Wrecker.

Grand Heist 2

Update Operation Grand Heist sudah tersedia buat Call of Duty: Black Ops 4 versi PlayStation 4. Para pemilik Black Ops Pass dipersilakan untuk mengakses peta multiplayer baru serta bermain sebagai Outrider. Lalu, satu mode Zombie tambahan akan tiba di bulan Maret nanti. Detail lengkap bisa Anda baca di situs Treyarch.

Sumber: VentureBeat.

Segala Game dan Update yang Nintendo Singkap di Nintendo Direct Bulan Februari 2019

Beberapa waktu lalu, bos Sony Worldwide Studios Shawn Layden menjelaskan bagaimana E3 telah kehilangan esensi nya, dan inilah alasannya mengapa Sony memutuskan untuk absen di acara tahun ini. Berkat meratanya internet, pemilik platform kini bisa mudah menjangkau fans secara langsung lewat event-event stream, satu contohnya adalah melalui acara seperti Nintendo Direct.

Nintendo Direct adalah presentasi online tempat perusahaan mengungkap seluruh informasi terkait produk-produk baru mereka. Yang membuat Direct unik adalah pelaksanaannya yang tidak dipatok di tanggal tertentu. Nintendo akan menggelarnya kapan pun mereka menginginkannya. Tiga bulan berlalu selepas event terakhir, dan presentasi Direct terkini baru saja rampung.

Jangan cemas jika Anda tidak sempat menyaksikannya. Lewat artikel ini, saya mencoba merangkum seluruh game dan update yang Nintendo singkap di Direct edisi Februari 2019.

 

Astral Chain

Astrail Chain adalah permainan action racikan tim di belakang Bayonetta dan Nier: Automata yang dipersembahkan hanya untuk para pemilik Switch. Berdasarkan trailer-nya, game menghidangkan pertempuran via mecha dan mengusung latar belakang cyberpunk.

 

Super Mario Maker 2

Nintendo rencananya akan meluncurkan Super Mario Maker 2 di Switch pada bulan Juni tahun ini.

 

Super Smash Bros. Ultimate update 3.0

Game fighting crossover buatan Bandai Namco ini akan kedatangan karakter Joker dari Persona 5. Selain itu, Nintendo juga akan melepas sejumlah action figure Amiibo bertema Smash, seperti Pokemon Trainer, Snake dari Metal Gear Solid, dan Simon Belmont dari Castlevania.

 

BoxBoy + BoxGirl

Merupakan game BoxBoy pertama untuk Switch. Permainan pertamanya dilepas pada tahun 2015 di 3DS, lalu disusul oleh Bye-Bye BoxBoy di 2017. BoxBoy + BoxGirl kabarnya menyuguhkan 270 level plus mode kooperatif dua pemain.

 

Captain Toad: Treasure Tracker

Nintendo berencana untuk meluncurkan DLC untuk versi Switch dari Treasure Tracker ini. Beberapa add-on disajikan gratis, dan sebagian lagi adalah downloadable content berbayar. Tanpa perlu mengeluarkan uang, Anda bisa segera menjajal mode co-op baru.

 

Marvel Ultimate Alliance 3: The Black Order

Kehadiran MUA3 secara eksklusif di Switch memang mengejutkan karena dua game terdahulunya dapat dinikmati oleh gamer di platform berbeda. Via update terbaru, Nintendo mengabarkan bahwa para Defenders akan bergabung di sana.

 

The Legend Of Zelda: Link’s Awakening

Link’s Awakening versi Switch ini adalah remake dari game berjudul sama yang dirilis pada tahun 1993 untuk Game Boy. Nintendo tidak mengubah penyajiannya terlalu jauh. Game tetap mempertahankan penggunaan perspektif top-down dan visual 2D.

 

Bloodstained: Ritual of the Night

Game action platformer 2D yang terinspirasi dari Castlevania ini dijadwalkan untuk melakukan pendaratan di Switch pada musim panas 2019. Tanggal pastinya masih belum diketahui.

 

Tetris 99

Tetris 99 boleh dikatakan sebagai perpaduan unik antara formula Tetris klasik dengan battle royale, mengadu 99 pemain dalam satu pertandingan. Game sudah bisa dimainkan hari ini, disuguhkan secara gratis.

 

Assassin’s Creed 3 Remaster

Versi remaster dari Assassin’s Creed III akan tiba di Nintendo Switch pada tanggal 21 Mei. Selain grafis yang diperbarui, game turut dibundel bersama Assassin’s Creed III: Liberation (dahulu tersedia di PS Vita) dan DLC Tyranny of King Washington.

 

Fire Emblem: Three Houses

Tree Houses merupakan salah satu permainan terbesar yang akan Nintendo luncurkan di Switch tahun ini. Di Direct, sang publisher memamerkan porsi pertempuran dan elemen role-playing-nya. Game akan dilepas pada tanggal 26 Juli.

 

Hellblade: Senua’s Sacrifice

Hal yang membuat Hellblade sukses adalah perpaduan unik antara tema gangguan mental, latar belakang mitos Nordik, dan gameplay action menegangkan. Ia memenangkan banyak penghargaan di tahun 2017, dan siap mendarat di Switch pada musim semi 2019.

 

Deltarune

Penerus Undertale kreasi Toby Fox akan tiba di Switch di tanggal 28 Februari nanti. Chapter 1-nya bisa diunduh gratis, namun Anda perlu mengeluarkan uang buat membeli Chapter-Chapter berikutnya. Sedikit trivia: Sadarkah Anda bahwa Deltrarune ialah anagram dari Undertale?

 

Yoshi’s Crafted World

Bersamaan dengan selesainya presentasi Direct, Nintendo melepas versi demo Yoshi’s Crafted World di Switch. Game ini pertama kali diumumkan di E3 2017, dan rencananya akan dirilis akhir bulan depan, tanggal 29 Maret.

 

Final Fantasy IX & Final Fantasy VII

Kejutan lagi dari Nintendo (dan Square Enix). Versi port Switch Final Fantasy IX sudah bisa Anda nikmati saat ini juga, dibanderol US$ 21. Selanjutnya, perilisan spin-off Chocobo’s Mystery Dungeon: Every Buddy dan Fantasy VII akan menyusul di tanggal 26 Maret. Semuanya disediakan via Nintendo Eshop.

Tayangan ulang Nintendo Direct edisi Februari 2019 bisa Anda nikmati di sini.

Via Gamespot.

Vainglory Hadir di Steam, Cross-Platform Masa Depan Esports MOBA?

Bicara soal gaming walau kedengarannya sederhana, namun kadang jadi rumit gara-gara banyaknya platform yang ditawarkan. Ada PC, konsol, dan mobile. Beberapa developer kadang meluncurkan game buatan mereka secara eksklusif pada platform tertentu; yang membuat gamers jadi tambah pusing memilih di mana mereka akan main. Tapi apa jadinya kalau ada game yang bisa dimainkan di segala platform?

Fortnite sudah mencoba melakukannya. Menjadi game Battle Royale yang bisa dimainkan di platform manapun berhasil membuat Fortnite jadi fenomena sosial sendiri di pasar barat sana. Mencoba meniru kesuksesan tersebut, salah satu dedengkot MOBA di mobile, Vainglory kini juga menjadi cross-platform dan resmi rilis di Steam pada hari ini (14 Februari 2019).

Sebelumnya, pengumuman tersebut sudah dilakukan oleh Super Evil Megacorp, lewat campaign yang disebut sebagai Vainglory X. Setelah beberapa saat melakukan pengujian lewat fase alpha build, kini akhirnya Vainglory mempublikasikan gamenya lewat platform Steam bersamaan dengan kehadiran update 4.0.

https://twitter.com/vainglory/status/1095791001623515139

Update 4.0 ini menghadirkan berbagai macam hal. Dari segi konten, ada hero baru bernama San Feng, berbagai skin untuk para hero, emote ping baru, dan lain sebagainya. Update konten lain yang juga dihadirkan adalah perubahan game mode, yang menghilangkan 3v3 casual, sehingga kini mode yang teredia adalah 5v5 casual & ranked, 3v3 ranked, rumble, dan blitz.

Kehadiran Vainglory pada platform Steam juga disertai dengan beberapa perubahan dari segi user interface untuk cross-platform. Beberapa perubahan ini dilakukan dengan fokus menciptakan tampilan menu yang nikmat dipandang bagi pemain di manapun platform tempat ia main. Dengan Vainglory kini hadir di Steam, pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, bagaimana dengan esports Vainglory?

Selama ini belum pernah ada satu kali pun kompetisi esports yang diselenggarakan secara Cross-Platform. Vainglory sudah melakukannya, tapi hanya sebagai pertunjukkan saja atau yang biasa disebut sebagai showmatch. Kompetisi Fortnite saja tetap diadakan di PC meski game mereka sudah mendukung sistem cross-platform. Meski begitu, belum pernah dilakukan bukan berarti ide yang buruk untuk dilakukan.

Sumber
Vainglory yang bisa dimainkan dengan mouse dan keyboard di Samsung DEX adalah percobaan pertama SEMC untuk menciptakan MOBA antar platform. Sumber: Super Evil Megacorp Blog

Saya sempat membahas bagaimana Vainglory yang dulu merajai kini tertinggal jauh dari para juniornya. Pada artikel tersebut, saya menyatakan opini bagaimana Vainglory menang pada masanya karena langkah berani untuk mendobrak inovasi gaming pada platform mobile. Maka kehadiran cross-platform di Vainglory kini, yang mungkin adalah usaha Super Evil Megacorp pertahankan budaya inovasi, bisa jadi kunci kesuksesan mereka berikutnya.

Lalu bagaimana dari segi esports? Kalau boleh jujur, menurut saya tak ada banyak hal yang bisa ditawarkan dari program hiburan esports dengan ragam device PC, mobile, konsol. Kenapa? Karena porsi utama hiburan esports adalah tayangan in-game, bukan tayangan orang yang sedang memainkannya.

Namun, itu mungkin itu hanya opini kecil dari saya yang belum bisa melihat potensi bisnis esports dari sistem cross-platform ini. Mungkin bisa jadi, dengan sistem cross-platform, SEMC jadi bisa melakukan kerjasama dengan sponsor endemik yang lebih beragam, bisa menyandingkan sponsor pc gaming dan vendor smartphone.

Mungkin bisa jadi esports cross-platform menciptakan talent pool lebih besar. Jadi lebih banyak pemain, lebih banyak pro player, ekosistem esports Vainglory jadi lebih subur. Siapa yang tahu, kalau ternyata sistem cross-platform bakal jadi masa depan esports game MOBA.

Ubisoft Rombak Penyajian Rainbow Six Siege di Semua Edisi

Saat novel Rainbow Six dirilis lebih dari dua dekade silam, Tom Clancy mungkin tak pernah membayangkan kreasinya itu mencetus deretan permainan video ber-genre action. Ada belasan game Rainbow Six yang dirilis dalam rentang waktu 20 tahun – termasuk spin-off, sekuel dan expansion pack. Judul terakhirnya, Siege, dikenal sebagai salah satu game esports populer.

Kurang lebih dua setengah tahun setelah meluncur, Rainbow Six Siege berhasil menghimpun 40 juta pemain. Namun perjalanan yang ia lalui tidak selalu mulus. Saat baru dirilis, Siege dikritisi karena minimnya konten. Komunitasnya baru benar-benar tumbuh pesat sesudah Ubisoft menerapkan strategi ‘game sebagai layanan’ serta mengarahkan pengembangannya ke ranah esports. Rainbow Six Siege sendiri tidak asing dengan perubahan.

Minggu ini, developer memutuskan untuk merevisi penyajian permainan dalam rangka merayakan peluncuran season pass Year 4. Sebagai langkah awalnya, Ubisoft mengubah harga seluruh edisi game. Mulai sekarang, Rainbow Six Siege dapat Anda miliki dengan harga yang lebih muraht, baik jika Anda membeli edisi sandar maupun versi Ultimate. Berikut detailnya:

  • Edisi Standar menyuguhkan opsi 20 operator (karakter) dan akses ke seluruh mode game serta map. Versi ini ditawarkan di harga US$ 20, tapi khusus konsumen Indonesia, kita bisa membelinya cukup dengan mengeluarkan uang Rp 230 ribu.
  • Edisi Deluxe menyimpan konten versi standar ditambah opsi semua operator di update Year 1. Dibanderol US$ 30 (harga lokal Rp 345 ribu), bundel ini jauh lebih ekonomis ketimbang jika Anda membeli operatornya satu per satu.
  • Edisi Gold dibekali segala hal yang ada di Deluxe, dan Anda juga diberikan akses ‘VIP’ ke pilihan operator Year 4 ditambah bonus 600 R6 credit. Dapat Anda beli seharga US$ 60 atau Rp 690 ribu.
  • Edisi Ultimate disertai seluruh konten Gold, ditambah kebebasan memilih 44 operator yang dihidangkan oleh update Year 1 sampai Year 3, termasuk season pass Year 4. Tertarik? Siapkan modal sebesar US$ 100 (atau Rp 1,15 juta di Indonesia). Update Year 4 sendiri memperkenalkan delapan operator baru, dengan delapan item headgear dan seragam.

R6S 1

Selain membuat tiap edisi jadi lebih terjangkau, Ubisoft juga memangkas harga dari DLC yang mereka tawarkan. Kemudian seperti yang tertera di atas, 20 operator bisa langsung Anda mainkan begitu game dibeli. Masing-masing operator baru dapat Anda buka dengan mengeluarkan credit in-game antara 500 sampai 2.000, bisa Anda peroleh dari empat sampai sepuluh kali bertanding.

Kabar gembiranya lagi, seluruh edisi Rainbow Six Siege di Steam sedang mendapatkan diskon 50 persen, berlangsung hingga tanggal 19 Februari. Game dijajakan seharga mulai dari Rp 115 ribu saja.

Apex Legends Rangkul 25 Juta Pemain Lebih Dalam Waktu Seminggu

Keberhasilan Apex Legends merangkul begitu banyak pemain seolah-olah melunasi kurang memuaskannya penjualan Titanfall 2. Game baru Respawn Entertainment itu memberi banyak solusi atas keluhan pemain terhadap battle royale (misalnya lewat sistem ping) serta bisa berperan sebagai gerbang masuk mereka yang tadinya kurang familer dengan genre last man standing.

Sejauh ini, perjalanan Apex Legends terlihat begitu mulus. Hanya dalam tiga hari setelah perilisan, game FPS battle royale ini sukses mengumpulkan 10 juta pemain. Hari ini, Apex Legends menginjak usia tujuh hari, dan lagi-lagi ia mencetak rekor baru. CEO Respawn Vince Zampella mengabarkan bahwa kreasi timnya itu dimainkan oleh lebih dari 25 juta gamer, dengan total concurrent player (artinya game diakses berbarengan) mencapai 2 juta jiwa.

Selama seminggu ini, developer terus mendengar masukan, saran serta ide-ide baru pemain. Demi memastikan Apex Legends berumur panjang, mereka berniat untuk membangun konten game bersama komunitas. Meski demikian, Respawn tidak bisa mengungkap seluruh rencana mereka, namun developer sudah menyiapkan sejumlah agenda yang akan mereka eksekusi dalam waktu dekat.

Seperti Fortnite, Respawn akan menerapkan update musiman pada Apex Legends. Update ‘musim pertama’ akan meluncur di bulan Maret besok, bersamaan dengan pengenalan Battle Pass, serta sejumlah Legends (karakter), senjata, dan item baru. Selain itu, Respawn juga sudah siap merayakan Valentine bersama para gamer Apex Legends melalui loot serta pernak-pernik bertema Hari Kasih Sayang.

Di hari ini, tanggal 12 Februari, developer akan melangsungkan Rivals Apex Legends Challenge yang disponsori oleh Twitch. Rivals Apex Legends Challenge adalah turnamen ‘kecil-kecilan’ yang diikuti oleh 48 streamer paling terkenal. Pertandingan tentu saja dapat Anda saksikan langsung di situs live streaming game populer itu, via channel resmi Apex Legends. Babak selanjutnya akan dilangsungkan minggu depan, tanggal 19 Februari.

“Mewakilkan setiap orang yang bekerja di Respawn, saya ucapkan terima kasih,” Kata Zampella. “Semangat dan kegembiraan komunitas terhadap Apex Legends sangat memukau, dan kami di studio merasakannya dengan jelas. Kami tidak bisa mencapai semua itu tanpa dukungan Anda, dan saya berharap Anda akan terus bersama kami dalam perjalanan ini.”

Apex Legends ialah game selingan jika saya mulai merasa penat dengan Resident Evil 2 dan Red Dead Online. Belakangan, Apex juga mendorong saya untuk kembali menikmati mode multiplayer Titanfall 2, serta membuat saya menyadari kontribusi besar Respawn pada genre shooter.

Marco Reus Diangkat Menjadi Brand Ambassador HyperX

HyperX sudah cukup lama terkenal di dunia gaming sebagai penyedia perangkat (peripheral) dengan kualitas tinggi. Lini produk mereka mencakup gaming headset, keyboard, mouse, dan sebagainya yang mungkin sudah sering Anda lihat. Di dunia esports, anak perusahaan Kingston ini memiliki banyak kerja sama dengan tim besar dunia, termasuk Natus Vincere, Cloud9, dan Echo Fox. Bahkan, HyperX memiliki arena esports sendiri, yaitu HyperX Esports Arena Las Vegas.

Dalam urusan publikasi, HyperX dikenal dengan program brand ambassador yang terdiri dari beberapa influencer ataupun figur publik populer. Termasuk di dalamnya shroud, streamer Twitch yang memiliki lebih dari 5 juta subscriber, juga Post Malone, rapper Amerika Serikat yang albumnya telah meraih gelar multiplatinum. Beberapa waktu lalu, HyperX baru saja menambahkan seorang superstar sepak bola sebagai brand ambassador berikutnya. Ia dalam Marco Reus, kapten tim Borussia Dortmund.

Marco Reus - FIFA 17
Marco Reus saat menjadi bintang sampul FIFA 17 | Sumber: Amazon

Nama Marco Reus pasti sudah sangat familier di kalangan penyuka sepak bola. Tapi yang Anda mungkin belum tahu adalah bahwa pria berusia 29 tahun ini ternyata juga seorang penggemar berat game. Ia terutama menyukai seri FIFA, Call of Duty, serta NBA. Ketika EA Sports hendak merilis FIFA 17 beberapa tahun silam, mereka juga bekerja sama dengan Reus untuk menjadikannya model sampul game tersebut.

Gaming telah menjadi bagian besar dari kehidupan sehari-hari kita, mulai dari bermain di perangkat mobile saya, sampai pulang ke rumah selepas latihan dan bermain FIFA beberapa jam dengan teman-teman,” kata Reus dalam situs resmi HyperX. “Saya senang bisa bergabung dengan keluarga HyperX. Produk-produk mereka tidak hanya membuat saya tenggelam dalam permainan tapi juga membantu saya mengalahkan lawan-lawan. Saya berharap dapat memiliki kerja sama yang sukses dengan HyperX di masa depan.”

Dele Alli - HyperX
Dele Alli dari Tottenham Hotspur juga menjadi brand ambassador HyperX | Sumber: Esports News UK

Reus menjalin kontrak brand ambassador selama dua tahun dengan HyperX. Artinya, selama dua tahun ke depan Reus akan banyak sekali tampil di kampanye-kampanye pemasaran yang dibuat oleh HyperX. Reus juga akan menggunakan perangkat-perangkat HyperX ketika ia bermain game dan melakukan siaran live streaming. Beragamnya latar belakang brand ambassador ini merupakan bagian dari kampanye HyperX yang mengedepankan slogan “We’re All Gamers”.

Sementara itu, Paul Leaman, Vice President HyperX EMEA, menyatakan bahwa mereka sangat senang dapat menggaet para gaming enthusiast populer dari seluruh dunia. Ini sejalan dengan misi HyperX untuk menyediakan produk terbaik bagi segala jenis gamer. “Tujuan kami adalah memuaskan semua gamer tidak peduli apa platformnya. Baik Anda bermain di PC, console, atau mobile, HyperX punya produk untuk membantu para gamer meraih potensi terbaik mereka,” ujarnya.

Sumber: HyperX, Bundesliga

PUBG Rebut Gelar Game Terbaik di The Steam Awards 2018

Dalam kiprahnya selama 15 tahun, Steam telah berevolusi dari sebuah layanan distribusi hingga menjadi platform gaming berfitur terlengkap. Kini, ia turut menyediakan software non-game, bisa berperan sebagai jejaring sosial, serta turut dilengkapi fitur kurasi yang mempersilakan pengguna mengikuti reviewer favorit mereka. Dan mulai tahun 2016, Valve terus melangsungkan The Steam Awards.

The Steam Awards adalah acara pemberian penghargaan bagi game-game terbaik pilihan user. Tapi berbeda dari event sejenis, para finalis di sana tak cuma merupakan permainan yang dirilis di tahun itu. Banyak dari judul di Steam Awards 2018 yang sebetulnya sudah meluncur di tahun sebelumnya, masuk lagi di daftar nominasi karena mereka terus mendapatkan update dan jadi favorit pengguna Steam.

Steam Awards kali ini membuktikan pada kita bahwa game ‘lawas’ pun bisa merebut gelar paling bergengsi di sana. Minggu lalu, Valve akhirnya mengungkap para pemenang ajang penghargaan tahunan di platform distribusi digital terbesar di Bumi itu, dan game yang mencetus demam battle royale, PlayerUnknown’s Battlegrounds berhasil menyabet titel Game of the Year 2018.

Daftar lengkapnya bisa Anda simak di bawah ini.

 

Game of the Year: PlayerUnknown’s Battlegrounds

Finalis: Monster Hunter: World, Kingdom Come: Deliverance, Hitman 2, Assassin’s Creed: Odyssey

 

VR Game of the Year: The Elder Scrolls V: Skyrim VR

Finalis: VR Chat, Beat Saber, Fallout 4 VR, Superhot VR

 

Labor of Love: Grand Theft Auto V

(Game-game yang terus mendapatkan konten baru meskipun sudah tersedia cukup lama.)

Finalis: No Man’s Sky, Path of Exile, Dota 2, Stardew Valley

 

Best Developer: CD Projekt Red

Finalis: Ubisoft, Bethesda, Rockstar Games, Digital Extremes, Square Enix, Capcom, Paradox Interactive, Bandai Namco, Klei

 

Best Environment: The Witcher 3: Wild Hunt

(Permainan dengan pemandangan terindah.)

Finalis: Subnautica, Shadow of the Tomb Raider, Far Cry 5, Dark Souls III

 

Better With Friends: Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

(Judul-judul multiplayer terbaik)

Finalis: Payday 2, Dead by Daylight, CS: GO, Overcooked! 2

 

Best Alternate History: Assassin’s Creed Odyssey

(Deratan game di kategori ini dilatarbelakangi tema sejarah alternatif yang unik.)

Finalis: Wolfenstein II: The New Colossus, Hearts of Iron IV, Civilization VI, Fallout 4

 

Most Fun With a Machine: Rocket League

(Permainan-permainan terbaik yang mengedepankan tema mesin/robot.)

Finalis: Euro Truck Simulator, Nier: Automata, Factorio, Space Engineers

Berbeda dari ajang sebelumnya, kategori game The Steam Awards 2018 terlihat lebih normal. Tidak ada lagi nama-nama jenaka seperti ‘Mom’s Spaghetti’ atau ‘Whoooaaaaaaa, dude!’. Saya menduga, hal ini merupakan cara Valve menyederhakan list serta membuat ajang ini lebih serius, karena gelar ‘Best Environment’ jelas terasa lebih prestisius ketimbang ‘I’m Not Crying, There’s Something In My Eye’.

Kemenangan PUBG di The Steam Awards 2018 sangat menarik. Saat ini, PlayerUnknown’s Battlegrounds masih menjadi judul paling populer di Steam dengan total pemain aktif terbanyak. Namun kemungkinan besar, alasan mengapa game battle royale kreasi PUBG Corp. itu jadi jawara adalah absennya Fortnite di Steam. Di Golden Joystick Awards 2018 – event gaming yang juga bersandar pada vote – karya Epic Games itu membawa pulang titel Game of the Year.

Sumber: Steam.