Festival Diskon Steam Summer Sale 2021 Sudah Dimulai

Datang setiap tahun namun tetap dinanti, event diskon Steam Summer Sale akhirnya mulai digelar. Untuk tahun ini, Valve tidak hanya membawa satu tema namun 14 tema dari genre-genre game yang disukai oleh para gamer.

14 tema itu adalah racing & sports (balapan & olahraga), open-world (dunia-terbuka), simulation (simulasi), strategy (strategi), action (aksi), sci-fi (fiksi-ilmiah), anime, horror, RPG, adventure (petualangan), space (luar angkasa), roguelike, survival (bertahan hidup), serta mystery & detective (misteri dan detektif).

Seperti setiap tahunnya, ribuan game lama maupun yang baru sekalipun mendapatkan diskon yang menarik. Memang akan sulit untuk mendaftar ribuan game ini terlebih dengan preferensi setiap gamer yang berbeda-beda.

Namun kami memberikan rekomendasi beberapa judul bagus yang mendapat diskon menarik yang mungkin akan sayang bila Anda lewatkan pada event Summer Sale tahun ini:

Selain hujan diskon, Steam juga memberikan tambahan berbagai item kosmetik di Points Shop untuk mempercantik profil Steam. Bagi para pemain yang ingin memperindah profil-nya bisa membeli atau menukarkan point-nya dengan berbagai macam pilihan background bergerak, mini-profiles, avatar, dan juga tema warna.

Steam juga menghadirkan aktivitas kecil bagi para pemain yang mengakses toko mereka dengan event tematis yang hadir dengan nama “Forge Your Fate”. Event ini berisikan  petualangan kecil dengan 14 tema yang telah disebutkan di atas.

Pada setiap temanya pemain akan menemukan pilihan di atas halaman yang berisikan petualangan berbasis teks ala RPG Dungeon & Dragon. Pemain akan dihadapkan dengan sebuah narasi situasi dan akan diminta mengambil keputusan dari 2 pilihan. Pilihan ini nantinya akan memberi hasil cerita yang berbeda sekaligus hadiah berupa sticker.

Agate Akuisisi Game Developer Asal Jakarta

Informasi tentang akuisisi game developer lokal kembali hadir. Kali ini giliran Agate, pengembang game berbasis di Bandung, yang mengakuisisi sesama game developer lokal lain, Freemergency.

Kabar akuisisi ini juga telah dikonfirmasi CEO dan co-founder Agate International, Arief Widhiyasa lewat posting di social media Facebook. Seperti yang dikutip dari IGN akuisisi ini menambah daftar game developer asal Indonesia yang diakuisi Agate setelah Ekuator Games di tahun 2019.

Nilai akuisisi memang tidak disebutkan namun kisaran angkanya adalah dalam miliaran rupiah.

Masih dikutip dari IGN, tim dari Freemergency yang berjumlah 6 orang disebutkan akan bergabung bersama tim di Agate International. Freemergency sendiri adalah game studio berbasis di Jakarta yang didirikan di tahun 2018 oleh alumni BINUS.

Salah satu game yang telah bisa dimainkan dari gamedev ini adalah Retrograde Arena yang tersedia di PC via Steam dan Nintendo Switch. Game ini mendapatkan pengghargaan di SEA Game Awards di acara Level Up Kuala Lumpur dan mendapatkan lebih dari 32 ribu unduhan saat pertama kali dirilis untuk Nintedo Switch.

Dalam postingannya di FB, Arief menjelaskan bahwa proses deal untuk akuisisi ini berjalan cukup singkat, salah satunya karena kesamaan misi yang dimiliki antara Agate dan Freemergency. Salah satu komentar dari Arief bisa memberikan sedikit nuansa visi yang akan dijalankan Agate untuk akuisisi ini:

‘This is the commitment from Agate and myself in our ongoing efforts to grow our Indonesia Game Industry. By acquiring and growing the brightest talents from these great studios, we’re excited to not only work with some of the best in Indonesia, but to also call them our friends and welcoming them into Agate crews’.

Nama Agate sendiri bisa dibilang adalah salah satu brand game developer yang tidak bisa tidak kita sebut ketika membicarakan ekosistem game developer di Indonesia. Selain telah memiliki tim yang cukup besar, berbagai game juga telah dirilis oleh Agate, Valthirian Arc (yang mendapat penjualan 7 miliar dalam waktu tiga bulan), Code Atma sampai dengan Tirta yang masih dalam pengembangan.

Dikutip dari rilis, disebutkan bahwa kapabilitas Freemergency dalam mengembangkan dan menjalankan gim dengan fitur online multiplayer menjadi alasan lain yang mendasari keputusan akuisisi ini. Retrograde Arena sendiri adalah adalah gim bergenre twin stick shooter yang hadir dengan fitur online multiplayer.

Dihubungi via WA melalui perwakilan Agate, Arief juga menambahkan bahwa semua bagian dari tim Freemergency akan bergabung dengan tim dari Agate, (yang mengindikasikan ini juga merupakan akuisisi talent-ed), dan akan disebar ke berbagai projek di Agate. Arief juga menambahkan bahwa kapabilitas tim Freeergency untuk game multiplayer akan dimaksimalkan setelah melebur ke Agate.

Kristian Utomo – CEO Freemergency berkomentar bahwa kontak dengan Agate telah dilakukan sejak Game Prime 2018.

“Kami memiliki tujuan yang hampir sama. Saya percaya kami bisa menggabungkan keahlian Freemergency dalam mengembangkan gim online multiplayer dengan pengalaman Agate dalam mengelola gim live service demi membuat gim yang lebih keren lagi untuk para pemain.”

Akuisisi antar game developer lokal ini menurut saya baik dilihat dari sisi perkembangan ekosistem, game developer yang lebih besar bisa mengakuisisi yang lebih independen (kecil) agar bisa berkembang lebih cepat, baik dari pembuatan game atau perilisannya. Di sisi lain, kurangnya ketertarikan pendanaan investor atas game developer lokal (jika dibandingkan ekosistem startup misalnya), menjadikan akuisisi dari sesama game developer lokal menjadi pelipur lara. Dengan catatan tentunya, akuisisi harus berhasil meningkatkan daya saing dan mengembangkan sisi bisnis, sehingga bisa menaikan tingkat valuasi dari ekosistem game developer lokal yang nantinya bisa menarik investor lebih banyak lagi.

Ketika ditanya tentang apakah akan ada rencana akuisisi lagi dari Agate dan kemungkinan untuk game di luar Indonesia jika itu terjai, Arief menyebutkan bahwa Agate percaya pada potensi dan kemampuan game developer dari Indonesia, dan mereka akan berusaha secara maksimal untuk berinvestasi dan membantu mengembangkan ekosistem. Agate juga telah memiliki program terkait ini seperti akademi, inkubasi, publisher dan beberapa program lain.

Untuk strategi Merger and Acquisition (M&A), Arief menambagkan bahwa ini merupakan bagian dari berbagai strategi untuk mengembangkan ekosistem game developer. Jika dalam perjalannya ada kesamaan visi dengan game developer lainnya, Agate tidak menutup kemungkinan akan melakukan M&A lagi.

Sambil menunggu update terbaru dari sisi pengembangan game setelah akuisisi ini, saya akan bersiap menyalakan Switch saya untuk menuju Nintendo eShop dan mengunduh Retrograde Arena.

Disclosure: Artikel asli telah dilakukan perubahan dengan menambahkan komentar Arief Widhiyasa, CEO dan co-founder Agate International.

Bocoran Tampilan FIFA 22 Muncul di Internet

Sat ini kita telah memasuki masa tengah tahun 2021, beberapa game yang punya jadwal rutin tahunan mulai bersiap untuk seri lanjutan. Sudah menjadi rutin, bahwa beberapa game sport akan dirilis mendekati akhir tahun, salah satunya adalah seri game FIFA.

Saat ini, yang tersedia di pasaran adalah seri FIFA 21 yang dirilis akhir tahun 2020, dengan konten yang relate sama musim pertandingan tahun 2020-2021. Kini mendekati akhir musim pertandingan baik liga atau antara negara maka versi terbaru dari game FIFA akan disiapkan untuk seri selanjutnya.

Dari informasi yang beredar, EA sendiri, sebagai pengembang akan menampilkan tampilan FIFA 22 secara resmi di ajang EA Play Live pada bulan Juli, namun bocoran dari tampilan game ini telah muncul ke publik.

Sebagai salah satu pemain rutin FIFA 21 yang sebagian besar waktu bermain game habis untuk mengumpulkan pemain terbaik (versi saya sendiri) di mode FUT, bocoran ini memberikan sedikit rasa penasaran sekaligus was-was. Apakah FIFA 22 akan tampil lebih seru dari FIFA 21?

Salah satu sumber yang menampilan cukup banyak bocoran tampilan adalah akun FUT Mentor, kebetulan saya follow akun ini via Instagram. Namun penjelasan yang agak lebih lengkap tentang bocoran ini bisa ditonton juga di Youtube di bawah. Info bocoran berdasarkan info yang muncul di akun Twitter @kinglangpard.

Dari beberapa bocoran yang muncul yang paling kentara adalah penggunaan warna yang, lagi-lagi, cukup ngejreng. Yaitu hijau terang. Warna ngejreng ini sebenarnya sudah cukup muncul di FIFA 21 dengan nuansa warna ungu terang. Beberapa tampilan lain juga memberikan gambaran tampilan FIFA 22 untuk perangkat PS5 dengan layout menu awal saat masuk game serta ikon kontroler PS5 ketika memilih side saat akan bertanding.

Tampilan bagian menu utama juga muncul bocorannya dengan penekanan menu pada Volta Football. Logo team juga desain bocorannya muncul yang bagi saya terasa terlalu polos malah mengingatkan pada tampilan PES.

Untuk gameplay sendiri, bocorannya akan ada beberapa penyesuaian seperti passing lalu defending (switch player between defender).

Waktu peluncuran FIFA 21, saya kebetulan mendapatkan akses agak lebih cepat dari ketersediaan di market. Saya cukup intens bermain FIFA (lagi) sejak FIFA 20 tengah musim, setelah sebelumnya cukup intens di beberapa seri FIFA sebelum FIFA 19. Perubahan dari FIFA 20 ke FIFA 21 bagi saya cukup menyegarkan, baik musik tampilan menu dan elemen lain. Meski tidak besar tapi perubahannya membuat saya cukup menikmati game ini.

Kalau dari sisi gameplay, karena saya baru fokus di FUT satu setengah tahun ke belakang, sebelumnya lebih fokus bermain bersama teman offline menggunakan klub, salah satu yang saya apresiasi adalah perubahan crossing dan header yang di FIFA 21 kembali bisa jadi andalan untuk pemain-pemain yang memang punya header dan umpan crossing yang baik. Mengingatkan saya pada FC Bayern Munich yang saya mainkan dengan hampir 80% crossing menggunakan Robben atau Ribery pada masanya.

Nah, apakah ada elemen gameplay baru di FIFA 22? Tentu saja saya berharap ada, namun yang lebih penting sih sebenarnya EA bisa menghilangkan lebih banyak bug-bug mengganggu yang sering muncul saat permainan, dan bisa menyeimbangkan lagi kontrol dan AI. Sehingga lebih terasa lagi elemen simulator game sepakbola di seri selanjutnya.

Rumor ini tentu saja bisa jadi akan sekali berubah saat EA nanti merilis resmi FIFA 22, namun karena bocoran ini didapatkan dari akses play test/beta, ada kemungkinan perubahannya tidak akan terlalu signifikan. Dan semoga saja bocoran ini juga bukan sekedar photoshop tetapi memang benar dari aktual game. Kita tunggu info-info terkait game FIFA 22 selanjutnya.

Gambar header: Fifaultimateteam.it.

Epic Kini Buat Anti-Cheat Gratis untuk Game Developer

Kedermawanan Epic Games kelihatannya tidak hanya sebatas kepada para gamer dengan memberikan game gratis setiap minggunya namun juga kepada para developer lewat program yang mereka namai “Online Services project”.

Layanan bernama Epic Online Services (EOS) yang dikembangkan oleh Epic Games ini digratiskan untuk semua pengembang, bahkan bila mereka merilis game yang mereka buat di Steam sekalipun. Awalnya layanan ini berupa sistem multiplayer lintas platform. Namun kini Epic menambahkan dua fitur baru yaitu voice chat dan anti-cheat.

Sistem anti-cheat yang digratiskan oleh Epic adalah Easy Anti-Cheat, yang telah mereka akusisi pada 2018 lalu. Easy Anti-Cheat memang bukan nama baru di dunia video game karena proteksinya sudah digunakan di berbagai game seperti Apex Legends, Fortnite, Dead by Daylight, hingga Halo: The Master Chief Collection.

Fitur lainnya adalah voice chat bernama EOS Voice yang sudah diimplementasikan ke dalam Fortnite dan berhasil digunakan lintas platform. Sistem voice chat ini akan diatur sepenuhnya oleh Epic mulai dari server, multi-region, hingga pemeliharaan.

Lalu apa motif di balik Epic yang menggratiskan sistem terpadu yang harusnya menghasilkan jutaan Dollar ini? Jawaban singkat dari sang CEO Tim Sweeney adalah “metaverse”.

“Epic bertujuan mendorong lebih banyak pengembang untuk membangun game lintas platform, menghubungkan komunitas pemain mereka, menumbuhkan industri game, dan mewujudkan visi metaverse bersama-sama,” ungkap Sweeney.

Metaverse yang disebutkan di sini dalam pengertiannya adalah dunia virtual yang berisi banyak pemain seperti halnya game MMO (Massive Multiplayer Online). Namun bagi Epic, metaverse adalah membangun ekosistem hiburan berbasis game online yang tidak memiliki batasan platform.

Bukan hanya sekadar crossplay, Epic juga ingin membawa semuanya mulai dari pemain, uang, dan juga aset game melintasi semua perangkat lewat Epic Online Services-nya.

Langkah dari Epic ini sebenarnya bukan hal baru karena sang saingan, Valve, juga mengembangkan teknologi yang kurang lebih sama terlebih dahulu. Steam memiliki Steamworks yang juga merupakan kumpulan alat dan layanan untuk para pengembang dan penerbit game membangun game-nya.

Namun satu kelebihan dari Epic Online Services ketimbang Steamworks adalah kemampuannya untuk digunakan lintas platform. Hal ini tentu akan membantu banyak pengembang kecil dan juga studio indie yang memiliki keterbatasan dana untuk mengimplementasikan sistem anti-cheat dan juga voice chat.

Behind The Frame adalah Game Puzzle buat Pecinta ASMR

Day of the Devs yang diadakan pada acara E3 2021 pekan lalu menampilkan deretan game indie terbaru yang akan dirilis di tahun 2021 dan setelahnya. Di antara game indie yang diumumkan, terdapat sebuah game dengan konsep anime berjudul Behind the Frame.

Behind the Frame merupakan sebuah game puzzle naratif yang diciptakan oleh Silver Lining Studio asal Taiwan dan dirilis oleh Akupara Games. Game ini menceritakan tentang seorang perempuan yang ingin meraih impiannya menjadi seorang pelukis profesional. Dengan teknik 360°panorama dan gaya lukisan tangan, game ini akan membawa Anda secara langsung menikmati dunia Behind the Frame.

Saat melihat cuplikan trailer dari game ini, Anda merasakan konsep anime yang begitu kental dari game ini. Menurut Weichen Lin selaku developer dari Silver Lining Studio, “Kami ingin membuat game ini seperti sebuah film anime, sehingga kami menggunakan gaya anime untuk membedakan setiap objek interaktif dengan background.” Behind the Frame menawarkan gameplay first person perspective dengan cutscene yang menampilkan alur cerita dari game ini.

Selain menawarkan konsep desain bergaya anime, game ini juga memberikan kesan menenangkan melalui alunan musik merdu dan enak didengar. Sambil menyelesaikan puzzle, pemain dapat menikmati keindahan yang ditawarkan dari game ini. Secara sekilas, Behind the Frame seperti adaptasi dari film produksi Studio Ghibli yang menampilkan keindahan visual dan musik.

Game ini sepertinya cocok juga untuk Anda penikmat ASMR (autonomous sensory meridian response). Karena, setiap scene menghasilkan suara yang dapat didengar jelas. Contohnya seperti adegan saat Anda memutar kaset melalui pemutar musik, setiap ketukan pada tombol dapat Anda dengarkan dengan jelas. Begitu juga saat Anda memasak sebuah telur, Anda dapat merasakan suara saat telur sedang dimasak di sebuah wajan.

Behind the Frame belum mendapatkan tanggal rilis yang pasti. Dilansir dari website Akupara games, Behind the Frame akan dirilis pada Q3 2021 di PC (Steam) dan belum diketahui apakah akan dirilis di perangkat mobile.

Perhelatan E3 2021 telah selesai diadakan pekan lalu. Meskipun game yang diumumkan pada E3 tahun ini dirasa kurang menarik, tetapi kami telah merangkum 10 game terbaik yang diumumkan pada E3 2021 untuk Anda.

Sony Akan Mendukung Perkembangan Cross-Play Pada Platform PlayStation

Setelah bertahun-tahun tidak mendukung fitur cross-play, Sony akhirnya memilih untuk menggandeng dan mengembangkan fitur ini untuk PlayStation. Bahkan, CEO dari Playstation, Jim Ryan menginginkan lebih banyak game yang mendukung fitur cross-play.

Jim Ryan, CEO dari PlayStation (Image Credit: Sony)

“Kami akan mendukung dan mendorong fitur cross-play,” ucap Jim Ryan dikutip dari Axios. CEO dari PlayStation ini menunjukkan bagaimana Sony akan membantu mengembangkan fitur cross-play di beberapa game ternama seperti Fortnite, Rocket League, Call of Duty, Minecraft, dan Destiny 2. “Jumlah game yang didukung akan terus bertambah.” Lanjut Jim.

Bagi yang tidak mengetahui fitur ini, cross-play merupakan sebuah fitur yang memungkinkan pemain bermain online multiplayer antar platform seperti antara pemain Nintendo Switch dengan Xbox, pemain PlayStation dengan PC, atau kombinasi lainnya.

Dokumen dari Persidangan (Image Credit: The Verge)

Meskipun sudah mendukung dan ikut mengembangkan cross-play, Sony memiliki sistem royalti aneh yang menguntungkan mereka. Menurut dokumen dari persidangan Epic melawan Apple, Sony mengizinkan fitur cross-play di PlayStation apabila mereka mendapatkan royalti khusus yang harus dibayar oleh penerbit game. Royalti khusus yang dibayarkan merupakan potongan pendapatan dari pemain yang sering bermain di PlayStation tetapi membeli item in-game di platform lain.

Pada tahun 2018, Microsoft juga menyatakan bahwa selama ini Sony yang tidak ingin memasukkan fitur cross-play di console PlayStation 4 untuk bermain bersama Xbox One.

“Kami berkerja sama dengan Nintendo untuk mendukung permainan antar network (cross-play) pada Xbox One dan Switch. Keinginan kami untuk mewujudkan hal yang sama dengan PlayStation 4 masih belum terpenuhi,” ucap Microsoft dikutip dari Kotaku.

Image Credit: Gearbox

Selain pernyataan dari Microsoft dan sistem royalti tersebut, Randy Pitchford selaku CEO dari Gearbox memposting di Twitter bahwa fitur cross-play pada Borderlands 3 akan dihilangkan di konsol PlayStation. Tentu saja jika Sony benar-benar ingin mengembangkan cross-play, hal ini harus segera diurus dan Borderlands 3 mendapat fitur bermain antar platform-nya kembali secepatnya.

Di sisi lain, Sony ternyata punya 25 game PlayStation 5 yang sedang digarap. Seperti Ratchet and Clank: Rift Apart, Horizon Forbidden West, dan juga God of War: Ragnarok yang belum juga dirilis. Meski memiliki banyak game yang sedang dikerjakan, Sony ternyata memiliki kesulitan dalam memproduksi konsol terbarunya itu. Mereka menyatakan bahwa kelangkaan PS5 akan berlanjut sampai 2022.

App Annie & IDC: 1 Tahun Setelah Pandemi, Gamers Tetap Doyan Belanja

Pandemi COVID-19 justru memberikan dampak positif pada industri game. Selain mendorong penjualan konsol, hardware, dan game, pandemi juga membuat para gamers menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain game. Menariknya, meskipun kehidupan sudah mulai kembali normal di beberapa negara, tren yang muncul karena pandemi — seperti mengunduh lebih banyak game dan menonton streaming game lebih lama — juga tetap bertahan.

Mobile Jadi Pendorong Pertumbuhan Industri Game

Mobile game menjadi pendorong utama pertumbuhan spending konsumen di digital game. Menurut laporan App Annie dan IDC, total belanja dari para mobile gamers mencapai US$120 miliar, 2,9 kali lipat dari total belanja gamers di PC/Mac, yang hanya mencapai US$41 miliar. Sementara itu, total belanja dari pemain konsol mencapai US$39 miliar dan konsol handheld US$4 miliar.

Untuk segmen mobile game, Asia Pasifik masih menjadi kawasan dengan kontribusi terbesar pada total spending gamers. Sekitar 50% dari total belanja mobile gamers berasal dari Asia Pasifik. Namun, dari persentase kontribusi Asia Pasifik tidak bertambah. Alasannya karena total belanja mobile gamers di kawasan lain juga mengalami kenaikan. Di kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat, dua negara yang menjadi pendorong pertumbuhan spending mobile gamers adalah Amerika Serikat dan Jerman. Walau Asia Pasifik memberikan kontribusi besar pada total spending mobile game, total belanja dari gamers PC/Mac justru mengalami penurunan, sekitar 4%. Hal ini terjadi karena banyak warung internet yang tutup akibat pandemi.

Total spending gamers berdasarkan platform. | Sumber: App Annie

Secara global, total belanja di segmen konsol diperkirakan akan mengalami kenaikan berkat peluncuran PlayStation 5 dan Xbox Series X/S pada akhir tahun 2020. App Annie dan IDC juga menyebutkan, segmen konsol punya potensi besar untuk tumbuh di kawasan Asia Pasifik. Pasalnya, Xbox Series X baru saja diluncurkan di Tiongkok pada 10 Juni 2021 dan PlayStation 5 bahkan telah dirilis pada 15 Mei 2021. Sementara di segmen konsol handheld, saat ini, Nintendo Switch Lite menjadi satu-satunya konsol yang mendorong pertumbuhan spending di segmen ini. Memang, pada September 2020, Nintendo telah mematikan 3DS. Meskipun begitu, e-shop dari 3DS masih bisa diakses oleh kebanyakan gamers.

Di Amerika Serikat, penjualan konsol meningkat pesat pada April 2020, setelah pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan melakukan lockdown. Bersamaan dengan meningkatnya penjualan konsol, semakin banyak pula orang yang mengunduh aplikasi pendamping — seperti Steam, PlayStation App, Nintendo Switch, dan Xbox. Tren ini muncul karena aplikasi pendamping memudahkan para gamers untuk mengatur akun game PC/konsol mereka melalui smartphone. Selain itu, aplikasi pendamping juga punya fitur sosial sehingga para gamers bisa mengobrol dengan teman-teman mereka via aplikasi tersebut. Ada juga aplikasi yang menawarkan fitur cloud gaming. Sehingga para gamers bisa memainkan game konsol mereka via smartphone.

Fitur Cross-Platform Buat Game Jadi Populer

Salah satu kebiasaan gamers yang tetap bertahan satu tahun setelah pandemi COVID-19 muncul adalah kebiasaan untuk mengunduh mobile game. Pada Q1 2021, jumlah download mobile game per minggu mencapai 1 miliar game setiap minggunya, naik 30% jika dibandingkan pada total download pada Q4 2019. Total spending mobile gamers di periode yang sama juga mengalami kenaikan. Pada Q1 2021, total spending para gamers mencapai US$1,7 miliar per minggu, naik 40% dari masa sebelum pandemi. Hal ini membuat publisher tertarik untuk meluncurkan game mereka di mobile untuk menumbuhkan jumlah pemain mereka. Saat ini, beberapa mobile game dengan pemasukan terbesar antara lain Lineage M, Lords Mobile, Roblox, dan PUBG Mobile.

Total download dan spending per minggu di tingkat global. | Sumber: App Annie

Sama seperti segmen mobile game, segmen PC gaming juga mengalami pertumbuhan selama pandemi. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah concurrent users dan players di Steam. Sejak Oktober 2019 sampai April 2020, jumlah concurrent users harian di Steam mengalami peningkatan 46%, menjadi 24,5 juta orang. Dan jumlah concurrent players harian Steam bertambah 61%, menjadi 8,2 juta orang. Sementara para periode Oktober 2019-Maret 2021, jumlah concurrent users harian Steam mencapai 26,85 juta orang — naik 46% — dan jumlah concurrent players mencapai 7,4 juta orang — dengan tingkat kenaikan 60%. Hal ini menunjukkan, peningkatan jumlah pengguna dan pemain di Steam yang terjadi selama pandemi masih akan bertahan.

Lalu, apa yang membuat game menjadi populer? Menurut App Annie dan IDC, fitur real-time online — seperti PvP — merupakan fitur yang banyak ditemui di game-game populer, terlepas dari platform game tersebut. Dengan kata lain, banyak gamers yang ingin bisa bermain dengan gamer lain. Tampaknya, bermain game membantu para gamers untuk tetap terhubung dengan teman-teman mereka dan mengatasi perasaan terisolasi akibat pandemi. Fitur lain yang menjadi populer adalah cross-play, fitur yang memungkinkan gamers untuk memainkan satu game di beberapa platform. Contohnya, pemain bisa memainkan sebuah game di PC dan melanjutkannya di mobile atau sebaliknya.

Jumlah conccuret users dan players di Steam. | Sumber: IDC

Salah satu contoh game yang bisa mengeksekusi fitur cross-play dengan baik adalah Genshin Impact. Memang, ketika diluncurkan pada September 2020, developer miHoYo langsung merilis game tersebut di beberapa platform sekaligus: PC, konsol, dan mobile. Dan keputusan miHoYo untuk mengutamakan fitur cross-play — seperti cross-save dan co-op mode antar platform — menjadi salah satu alasan mengapa Genshin Impact berhasil menjadi populer secara global.

Contoh game lain yang punya fitur cross-platform adalah Among Us. Pada 2020, hanya dalam beberapa bulan, jumlah concurrent players dari game tersebut meningkat drastis. Pada Januari 2020, jumlah concurrent players dari Among Us kurang dari seribu orang. Sementara pada September 2020, angka itu naik menjadi lebih dari 400 ribu orang. Tak hanya itu, Among Us juga sukses di mobile. Buktinya, game itu pernah menjadi game dengan jumlah download terbanyak di Amerika Serikat, Inggris, dan Korea Selatan.

Durasi Menonton Streaming Game Naik

Pandemi tidak hanya membuat orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu mereka untuk bermain game, tapi juga untuk menonton siaran konten gaming. Hingga April 2021, tingkat engagement pengguna dari Twitch dan Discord terus mengalami kenaikan. Sementara di Tiongkok, jumlah waktu yang orang-orang habiskan untuk menonton konten di platform streaming game seperti bilibili, Huya, dan DouyuTV, juga naik. Kenaikan terbesar terjadi pada Q1 dan Q2 2020. Memang, ketika itu, gelombang pertama COVID-19 telah muncul, memaksa orang-orang untuk tidak keluar rumah.

Jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton konten game per bulan. | Sumber: App Annie

Seiring dengan bertambahnya waktu yang dihabiskan orang-orang untuk menonton konten game, maka besar uang yang mereka keluarkan pun ikut bertambah. Belakangan, total spending dari pengguna Twitch dan Discord menunjukkan kenaikan yang stabil. Pada Q4 2020, Twitch berhasil masuk dalam daftar 10 aplikasi non-gaming dengan total spending terbesar. Dan pada Q1 2021, mereka bahkan naik ke peringkat 8.

Sumber header: Review Geek

Proyek Tekken X Street Fighter Dipastikan Batal

Di jaman sekarang, kolaborasi antar game atau yang dalam bahasa kerennya disebut crossover menjadi hal yang paling banyak dilakukan oleh banyak game. Sayangnya, di tengah hingar-bingar tren crossover tersebut ada proyek kolaborasi besar yang dikonfirmasi batal yaitu Tekken X Street Fighter.

Game ini dulunya sempat diumumkan oleh Bandai Namco pada gelaran San Diego Comic-Con pada Juli 2010. Game ini bertujuan sebagai pelengkap Street Fighter X Tekken yang telah dirilis oleh Capcom pada 2012 lalu.

Street Fighter X Tekken sebenarnya telah jadi bukti bahwa kerja sama lintas game fighting ini bisa menghasilkan kolaborasi yang unik. Bagaimana karakter-karakter 3D di Tekken dalam game tersebut berubah menjadi 2D dengan gerakan ala Street Fighter.

Dan Tekken X Street Fighter tentu adalah mimpi bagi para fans yang ingin melihat aksi para karakter 2D Street Fighter bila diterjemahkan dalam game fighting 3D milik Bandai Namco Tersebut.

Sayangnya setelah kurang lebih 10 tahun tanpa kejelasan, akhirnya pengembang Bandai Namco mengonfirmasi bahwa proyek Tekken X Street Fighter resmi dibatalkan.

Hal ini secara resmi disampaikan langsung oleh sang produser dari Tekken, Katsuhiro Harada dalam acara “Harada’s Bar Studio”. Dalam talkshow tersebut Harada berbincang dengan game director Tekken 7, Kouhei Ikeda.

“Ya, pengembangannya berhenti tapi kita sudah menyelesaikannya sekitar 30%. Kami ingin menunjukkannya, namun proyek ini telah mati.” Ungkap Harada.

Harada juga menjelaskan bahwa mereka telah mengerjakan banyak hal termasuk desain karakter dan juga gerakan-gerakannya. Hal tersebut dikaitkan dengan karakter Akuma yang hadir sebagai karakter tamu di Tekken 7.

Chun Li seharusnya akan muncul dalam Tekken X Street Fighter (Image Credit: Capcom)

Karakter-karakter Street Fighter lain juga disebut seperti Dhalsim yang sebenarnya telah berhasil ditranslasikan ke dalam Tekken sesuai harapan mereka. Begitu juga dengan Chun-Li yang telah dikerjakan dengan sangat hati-hati dan mendetail.

“Saya berharap saya bisa menunjukkannya kepada Anda. Saya cukup percaya diri.” Lanjut Harada mengenai proyek Tekken X Street Fighter tersebut.  Ikeda kemudian juga berkomentar tentang concept art game-nya yang telah dibuat.

Pengisi Suara Karakter Utama Kena: Bridge of Spirits Ternyata Orang Indonesia

Kena: Bridge of Spirits adalah salah satu game indie yang dirilis secara eksklusif (temporer) untuk PlayStation 4 dan 5. Game ini diantisipasi oleh banyak fans karena grafis indah layaknya animasi dari PIXAR.

Namun siapa yang menyangka bahwa game yang akan dirilis pada akhir tahun ini ternyata punya pengisi suara asal Indonesia. Adalah Dewa Ayu Dewi Larasati yang mengisi suara karakter utama Kena dalam game ini.

Dalam postingan blog terbarunya, pengembang Ember Lab menjelaskan bahwa Kena merupakan debut pertama Ayu sebagai pengisi suara. Namun dijelaskan juga bahwa sang ibu, Kemiko merupakan pengisi suara profesional dan melatih Ayu untuk memerankan Kena.

Image credit: Ember Lab

Ayu merupakan penari sekaligus penyanyi untuk grup gamelan Cundamani yang diasuh oleh sang Ayah, Dewa Putu Berata. Grup gamelan Cundamani ini juga berkolaborasi dengan Jason Gallaty untuk membuat musik dalam game-nya.

“Kesamaan terbesar kami adalah ketekunan dan hubungan kami dengan ayah kami. Kena bekerja keras untuk mengatasi tantangan dan berhasil membantu orang lain sambil mengambil dari pengalaman ayahnya dan selalu menyebutnya dengan penuh cinta,” ujar Ayu menjelaskan karakter Kena.

Ayu bahkan menyebut bahwa karakter Kena memiliki karakteristik dan fitur yang mirip sehingga banyak orang menyebut Ayu adalah fotokopi dari karakter Kena. Ember Lab bahkan menyebut hubungan Ayu dengan Kena sangat ajaib sejak awal dan membawa keunikan pada penampilannya yang tidak dapat dibantah.

Image credit: Ember Lab

Sebagai tambahan Ayu juga menceritakan bagaimana pengalaman perdananya masuk ke dalam ruang rekaman sembari melakukan “effort sounds” untuk game-nya. Ayu menjelaskan bahwa dirinya harus menggerakkan badannya sembari merekam suaranya di ruangan kecil.

“Aku terus membentur mikrofon dengan kepalaku, dinding studio dengan kedua tangan, atau berlari menabrak meja yang berisi skrip. Hal itu sangat lucu! Sesi rekaman itu benar-benar olahraga namun itu menyenangkan!” Ungkap Ayu.

Sebagai tambahan kecil, di akhir postingan tersebut dijelaskan juga bahwa Ayu menyukai game Mario Kart — yang menunjukkan bahwa dirinya juga sebelumnya telah menyukai video game.

Selain postingan blog, pengembang Ember Lab juga merilis video baru di kanal YouTube mereka. Dalam video tersebut dijelaskan bagaimana dua bersaudara Josh Grier dan Mike Grier memulai karir mereka sebagai visual effect artist hingga membuat game Kena: Bridge of Spirits ini.

Dalam video tersebut juga terdapat footage pengambilan musik yang mereka lakukan di Bali. Serta bagaimana mereka menjelaskan bahwa Ayu yang tidak pernah menjadi pengisi suara sebelumnya namun mereka merasa bahwa ia cocok untuk karakter Kena.

Kreator PUBG Targetkan US$5 Miliar di IPO, Nintendo Direct Jadi Event Terpopuler di E3 2021

Krafton, perusahaan induk dari developer PUBG, PUBG Corp., telah mendaftarkan dokumen penawaran saham perdana (IPO) mereka di Korea Exchange. Melalui IPO ini, Krafton berharap akan bisa mengumpulkan dana sebesar US$5 miliar. Sementara itu, perusahaan asal Filipina, Yield Guild Games mengungkap bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$4 juta. Dan Nintendo Direct menjadi acara paling populer di E3 2021.

Krafton, Kreator PUBG Targetkan US$5 Miliar Saat IPO

Tahun lalu, Krafton, perusahaan induk dari PUBG Corp, developer dari PUBG, mendapatkan pemasukan sebesar US$1,47 miliar, hampir dua kali lipat dari pemasukan mereka pada 2019. Sekarang, Krafton berencana untuk melakukan penawaran saham perdana (IPO). Mereka berharap, melalui IPO ini, mereka akan bisa mendapatkan dana sebesar US$5 miliar.

Menurut laporan Hypebeast, Krafton akan menawarkan 10 juta lembar saham: 3 juta lembar merupakan saham yang sudah beredar sementara 7 juta lainnya merupakan saham baru. Saham tersebut akan dihargai sekitar KRW458 ribu sampai KRW 557 ribu. Jika Krafton berhasil mendapatkan US$5 miliar saat IPO, maka IPO mereka akan menjadi IPO terbesar di Korea Selatan, mengalahkan IPO dari Samsung Life Insurance pada 2010.

Nintendo Direct Jadi Event Terpopuler di E3 2021

Di E3 2021, Nintendo Direct berhasil menjadi acara terpopuler. Pada puncaknya, ada 3,1 juta orang yang menonton Nintendo Direct, menurut data dari Stream Hatchet. Acara terpopuler kedua di E3 2021 adalah konferensi pers Xbox, yang mendapatkan peak viewers sebanyak 2,3 juta orang. Di Twitter, Head of Xbox, Phil Spencer mengungkap bahwa acara Xbox/Bethesda tahun ini merupakan konferensi E3 Microsoft dengan penonton paling banyak. Sementara itu, acara terpopuler ketiga adalah Ubisoft dengan 1,4 juta peak viewers, diikuti oleh Square Enix dengan 1,3 juta peak viewers, dan Devolver Digital dengan 1,1 juta peak viewers, menurut laporan GamesIndustry.

Lima event terbesar di E3 2021. | Sumber: Stream Hatchet.

21 Juni 2021, Cyberpunk 2077 Kembali ke PlayStation Store

Mulai 21 Juni 2021, Cyberpunk 2077 akan kembali tersedia di PlayStation Store, ungkap developer CD Projekt Red. Ketika diluncurkan pada Desember 2020, Cyberpunk 2077 punya banyak masalah, yang membuat para gamers berang. Sony lalu memutuskan untuk menghapus game tersebut dari PS Store dan menawarkan refund pada gamers yang sudah terlanjur membelinya. Sejak saat itu, CD Projekt Red terus memperbaiki Cyberpunk 2077 di semua platform. Dan akhirnya, mereka memutuskan untuk meluncurkan game itu di PS Store lagi. Namun, menurut VentureBeat, saat ini, Cyberpunk 2077 masih belum bisa berjalan dengan lancar di PlayStation 4 dan Xbox One.

Facebook Luncurkan Fan Groups untuk Kreator Konten di FB Gaming

Minggu lalu, CEO Facebook, Mark Zuckerberg mengumumkan peluncuran Fan Groups, yang merupakan Facebook Groups khusus untuk kreator konten di Facebook Gaming dan komunitas mereka. Keberadaan Fan Groups diharapkan akan membantu para kreator konten FB Gaming untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan fans mereka, baik saat siaran tengah berlangsung maupun setelah siaran usai.

Fan Group dibuat untuk kreator konten di Facebook Gaming. | Sumber: Engadget

Fidji Simo, Head of the Facebook App, mengakui bahwa Facebook sadar, untuk membangun komunitas gaming, mereka masih harus bekerja keras. Sampai saat ini, kreator FB Gaming masih kesulitan untuk membangun komunitas mereka setelah mereka selesai siaran. Simo mengungkap, para kreator harus bisa menjalin hubungan yang lebih erat dengan para fans mereka sehingga mereka bisa membangun brand mereka dan menjual merchandise serta kegiatan lainnya, menrutu laporan VentureBeat.

Yield Guild Games Dapat Kucuran Dana Sebesar US$4 Juta

Yield Guild Games baru saja mendapatkan pendanaan sebesar US$4 juta. Pendanaan tersebut dipimpin oleh BITKRAFT Ventures. Investasi ini merupakan validasi dari model bisnis Yield Guild Games, yang memungkinkan orang-orang untuk mendapatkan uang dengan bermain game. Yield Guild Games merupakan perusahaan asal Filipina yang berisi orang-orang yang percaya dengan model  bisnis play-to-earn. Dalam bisnis model itu, pemain bisa mendapatkan uang sebenarnya dengan ikut aktif bermain game.

Salah satu contoh game yang didukung oleh Yield Guild Games adalah Axie Infinity. Di game tersebut, pemain bisa mendapatkan token dalam game yang disebut Smooth Love Potion (SLP) dengan mengalahkan pemain lain. SLP dibutuhkan untuk mendapatkan Axies baru. Setelah mendapatkan SLP, pemain bisa memilih untuk menjualnya di marketplace atau menukarnya dengan cryptocurrency.

“Ronde pendanaan ini menarik. Karena, pada ronde investasi pertama, sebagian besar dana yang kami dapatkan berasal dari crypto funds,” kata Gabby Dizon, Co-founder dari Yield Guild Games, pada VentureBeat. “Kali ini, salah satu investor kami adalah perusahaan venture capital paling dihormati di dunia. Mereka tertarik dengan apa yang kami lakukan karena sesuai dengan visi mereka di masa depan.”