Konten Video Minecraft Tembus 1 Triliun View di YouTube

Apa game yang paling populer di YouTube? Grand Theft Auto? Fortnite? Roblox? Jawaban yang benar adalah Minecraft. YouTube baru saja mengumumkan bahwa, sejak pertama kali konten video Minecraft muncul di platformnya pada tahun 2009, kalau ditotal semuanya sudah ditonton sebanyak 1 triliun kali. Ya, selama sekitar 12 tahun, Minecraft rupanya telah menyumbang 1.000.000.000.000 view buat YouTube.

Dengan sekitar 140 juta pemain, Minecraft sendiri sebenarnya sudah tergolong sebagai salah satu game terpopuler sejagat. Di YouTube, ada lebih dari 35.000 channel yang tersebar di 150 negara yang aktif membuat konten video Minecraft.

“Alasan mengapa Minecraft bisa begitu sukses di YouTube adalah karena video YouTube merupakan sebuah medium untuk bercerita,” ucap Lydia Winters, Chief Storyteller Mojang Studios seperti dikutip oleh The Verge. “Jadi ketika Anda punya Minecraft, dan Anda bisa menceritakan apapun yang Anda mau di dunia Minecraft, ini menjadi alasan besar mengapa ada banyak sekali orang yang membuat konten Minecraft,” imbuhnya.

Minecraft memang sangat mengedepankan aspek kreasi, dan YouTube sendiri merupakan tempat berlabuhnya kreator dari seluruh dunia. Keduanya seperti diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Di ajang The Game Awards 2021 baru-baru ini, sosok yang memenangkan gelar Content Creator of the Year adalah Dream, yang channel-nya dipenuhi video-video Minecraft.

Menariknya, video-video Minecraft yang viral tidak selalu menampilkan gameplay dari permainan Minecraft itu sendiri. Tidak sedikit video Minecraft populer yang sebenarnya merupakan animasi komputer (CGI), tapi yang art style-nya sengaja dibuat menyerupai estetika kotak-kotak Minecraft. Contohnya seperti koleksi 100 video pendek “Minecraft RTX” yang dibuat oleh kreator Jake Fellman.

Tren konten video Minecraft di YouTube terus berkembang setiap tahunnya. Di tahun 2010 misalnya, konten-konten yang populer kebanyakan adalah tutorial cara bermain Minecraft. Namun seiring waktu, berbagai ‘genre’ video Minecraft mulai bermunculan, termasuk salah satunya genre animasi itu tadi.

Buat yang masih ingin tahu lebih jauh lagi, silakan kunjungi minisite YouTube yang menjabarkan sejarah Minecraft di YouTube secara merinci. Di situ, Anda juga bisa melihat berapa banyak view yang Anda sumbang dari total 1 triliun view itu tadi.

Sumber: CNET dan The Verge.

Roblox Kembali Dituntut Karena Dianggap Tidak Aman bagi Anak-anak

Kesuksesan Roblox sebagai sebuah taman bermain digital bagi banyak orang termasuk anak-anak di seluruh dunia kini semakin dipertanyakan. Sebelumnya pada Agustus lalu, model bisnis Roblox dikritik karena dianggap mengeksplotiasi para kreatornya yang tidak sedikit adalah anak di bawah umur.

Kini, Roblox kembali dituntut karena dianggap membahayakan para pemain dan developer yang masih di bawah umur tersebut. Tuduhan tersebut merupakan hasil investigasi dari kanal Youtube People Make Games yang menyoroti para developer muda ini dan juga praktek jual beli item Roblox.

Dalam videonya yang berjudul “Roblox Pressured Us to Delete Our Video. So We Dug Deeper”, People Make Games melanjutkan investigasi pada para developer game yang masih dini tersebut. Roblox sendiri pada dasarnya lebih mengarah ke sebuah platform untuk mengembangkan video game ketimbang sebuah video game.

Game ini juga sangat berfokus pada anak-anak baik untuk pemain maupun para developer game di dalamnya. Dengan semakin berkembangnya Roblox, para developer game Roblox ini juga semakin mengembangkan timnya.

Namun yang tidak disadari oleh Roblox Corporation adalah para developer ini tidak memiliki fasilitas yang dibutuhkan untuk beroperasi layaknya tim developer game profesional. Sehingga para developer Roblox ini saling berinteraksi dan bekerja di berbagai media sosial di luar pengawasan Roblox seperti di Discord.

Hal tersebut berarti, para developer yang masih anak-anak tersebut bekerja untuk perusahaan di luar tanggung jawab Roblox dengan lingkungan dan praktek kerja yang tidak aman. Apalagi anak-anak tersebut bekerja tanpa kontrak yang jelas, sehingga kemungkinan timbulnya praktek eksploitasi kerja tanpa adanya kompensasi yang jelas.

image credit: Roblox.com

Selain itu, People Make Games juga mengklaim bahwa Roblox Collectible Market yang merupakan tempat jual-beli item Roblox bekerja layaknya judi. Karena penjual bebas memasang harga tanpa batasan untuk item-item kosmetik yang mereka jual, padahal item-item tersebut hanya bisa dibeli dengan uang asli yang dikonversi menjadi mata uang game.

Beberapa penjual bahkan berani memasang harga hingga $15.000 atau sekitar Rp215 juta. Harga tersebut mungkin kelewatan mahal untuk sebuah game yang dimainkan mayoritas oleh anak-anak berumur 12 tahun atau bahkan kurang. Lebih mengkhawatirkannya, beberapa pemain yang tidak ingin terkena potongan 30% yang dikenakan Roblox akan menjual atau membeli item tersebut dari website di luar game yang tidak resmi.

Sayangnya, meskipun kontroversi yang dihadapi Roblox tersebut cukup serius tetapi Roblox Company tidak memberikan respon terhadap isu yang disoroti oleh People Make Games ini.

Remake Splinter Cell Orisinal Mulai Digarap Menggunakan Engine Milik The Division

Kabar gembira bagi para penggemar seri game stealth Splinter Cell. Setelah delapan tahun sejak terakhir melihat aksi Sam Fisher di Splinter Cell: Blacklist, kita akhirnya bakal bisa bermain sebagai agen rahasia veteran itu kembali. Namun ketimbang di sebuah game baru, Sam justru akan kembali ke game yang menjadi debut perdananya, yakni Splinter Cell orisinal.

Lewat sebuah siaran pers, Ubisoft mengumumkan bahwa mereka telah memulai pengembangan remake dari game Splinter Cell yang pertama. Berhubung ini remake dan bukan remaster, otomatis perubahan yang dibawa bakal sangat signifikan. Utamanya, remake Splinter Cell ini bakal digarap menggunakan engine Snowdrop, engine yang sama yang dipakai untuk mengembangkan seri game The Division maupun game Avatar yang akan datang tahun depan.

Meski dikerjakan dari nol, remake ini tentu masih akan tetap mempertahankan jalan cerita game aslinya. Ubisoft bahkan memastikan bahwa alurnya bakal tetap linear dan tidak dibuat menjadi open-world seperti kebanyakan game Ubisoft belakangan ini. Fokus utamanya adalah menghadirkan visual yang jauh lebih baik, serta beberapa penyempurnaan mekanik agar game bisa memenuhi ekspektasi gamer modern.

Ubisoft tidak lupa menekankan bahwa remake Splinter Cell ini bakal tetap memprioritaskan elemen stealth ketimbang action. Pemain sekali lagi bakal diajak untuk mengobservasi dan merencanakan langkah-langkahnya secara matang guna menyelesaikan misi sebisa mungkin tanpa terdeteksi oleh lawan. “Stealth Action Re-redefined,” mungkin seperti itu slogan yang bakal dipakai oleh remake-nya.

Tentunya bakal sangat menarik melihat esensi game Splinter Cell orisinal dikawinkan dengan engine Snowdrop. Game aslinya yang digarap menggunakan Unreal Engine 2.0 sudah tergolong ciamik dalam hal implementasi efek bayangan dan pencahayaan yang dinamis (karena ini merupakan bagian dari gameplay, bukan sekadar pemanis visual saja), dan itu semestinya bakal disempurnakan lebih jauh lagi di remake-nya berkat penggunaan engine yang jauh lebih modern.

Pengembangan Splinter Cell Remake ini dipimpin oleh Ubisoft Toronto, studio yang sebelumnya bertanggung jawab atas Splinter Cell: Blacklist. Meski saat ini Ubisoft Toronto sedang aktif merekrut karyawan baru, mereka memastikan bahwa beberapa sosok veteran yang sebelumnya punya pengalaman dengan game Splinter Cell bakal ikut berpartisipasi dalam pengembangan remake ini.

Juga menarik adalah bagaimana Ubisoft melihat remake ini sebagai fondasi yang solid untuk masa depan franchise Splinter Cell. Apakah ini berarti mereka ke depannya juga akan me-remake Pandora Tomorrow dan Chaos Theory, atau lanjut mengerjakan game Splinter Cell yang benar-benar baru? Well, kita harus ekstra sabar menunggu jawabannya, sebab remake Splinter Cell yang pertama ini pun juga masih belum punya estimasi jadwal rilis sama sekali.

Semoga saja Ubisoft bisa memberikan update yang lebih banyak soal ini tahun depan, bertepatan dengan perayaan ulang tahun Splinter Cell orisinal yang ke-20 pada November 2022.

Sumber: Ubisoft.

TKNZ Bermisi Menjadi Museum Digital untuk Esports dan Gaming Lewat NFT

Segala sesuatu yang bersifat digital pada dasarnya dapat diubah menjadi NFT (non-fungible token). Mulai dari gambar, GIF, audio, sampai video, semuanya bisa dikemas ulang menjadi aset NFT yang tercatat di blockchain secara permanen. Ini berarti NFT juga bisa dijadikan medium arsip yang ideal di samping sebatas instrumen investasi.

Menurut startup asal London yang menamai dirinya TKNZ (dibaca tokenz), NFT merupakan medium yang tepat untuk mengabadikan momen-momen paling berkenang di dunia esports dan gaming. Konsepnya kurang lebih mirip seperti yang ditawarkan NBA Top Shot, akan tetapi yang khusus diperuntukkan esports dan gaming ketimbang olahraga basket.

Kalau di NBA Top Shot kita bisa memiliki momen slam dunk dahsyat LeBron James, di TKNZ kita dapat memiliki momen fountain hook Dendi ataupun momen-momen clutch lain yang tak kalah legendaris di sepanjang sejarah esports dan gaming. Begitu kira-kira perbandingan sederhananya.

TKNZ sejauh ini memang belum merilis kartu-kartu memorabilia esports dan gaming ini — rencananya baru di tahun 2022 — namun yang pasti nantinya kartu-kartu tersebut bakal dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelangkaannya: Rare (warna biru), Epic (warna ungu), dan Legendary (warna emas). Semakin langka, otomatis jumlah kartu yang tersedia semakin sedikit.

Kartu-kartu ini nantinya akan TKNZ jual dalam bingkisan acak (pack), dan setiap pengguna hanya diperbolehkan membeli hingga 3 pack dari setiap edisi (drop) guna menghindari monopoli. Kartu-kartu di dalamnya kemudian bebas kita perjual-belikan di marketplace.

Selain informasi tingkat rarity-nya, setiap NFT di TKNZ juga akan dibekali informasi-informasi tambahan yang berbeda-beda untuk setiap esports/game. TKNZ juga berencana memperkaya setiap NFT dengan metadata esports, semisal informasi event yang diambil dari database Liquipedia, demi memberikan konteks pada masing-masing NFT.

Secara teknis, TKNZ menggunakan blockchain Flow (sama seperti NBA Top Shot), akan tetapi pengembangnya sudah punya rencana untuk mengintegrasikan TKNZ dengan Solana, Binance Smart Chain, Polygon, Polkadot, Enjin’s Efinity, dan WAX ke depannya.

Selagi menanti kehadirannya, Anda bisa mengklaim NFT gratis dari TKNZ dengan mendaftarkan email dan membagikan cuitan di Twitter.

Midnight Society Adalah Studio Game AAA Baru Besutan Dr Disrespect

Streamer kenamaan berpenampilan nyentrik, Dr Disrespect, mengumumkan studio game baru yang digagasnya bersama eks developer Call of Duty dan Halo. Studio tersebut dinamai Midnight Society, dan sejauh ini masih sedang dalam tahap perekrutan karyawan.

Pria bernama asli Guy Beahm itu tidak segan menyebut studio yang baru didirikannya sebagai studio game AAA, dan lowongan kerja yang dibuka untuk sebagian posisi bahkan mewajibkan pengalaman bekerja minimal selama 5 tahun.

Mendampingi Guy adalah Robert Bowling, mantan creative strategist Call of Duty yang kini menjabat sebagai Studio Head, dan Quinn DelHoyo, eks multiplayer designer Halo 5 yang kini bertanggung jawab sebagai Creative Director di Midnight Society. Menariknya, kursi CEO-nya bukan ditempati oleh Guy, melainkan oleh sosok yang sudah cukup berpengalaman di industri esports, Sumit Gupta.

Alhasil, tidak mengejutkan kalau game pertama yang direncanakan adalah sebuah game PVP multiplayer, spesifiknya yang digarap menggunakan Unreal Engine 5. Sebelum memulai kariernya sebagai influencer, Dr Disrespect sendiri juga merupakan seorang developer yang terlibat dalam pengembangan game Call of Duty: Modern Warfare 3 dan Advanced Warfare.

Sejauh ini memang belum ada detail mengenai game baru yang sedang dikerjakan tersebut, namun yang pasti Midnight Society bakal melibatkan komunitas pemain dan influencer dalam proses pengembangannya sejak sedini mungkin. Dengan kata lain, kita semestinya tidak perlu menunggu lama sebelum game-nya muncul dengan status early access.

AAA tapi early access? Menurut saya sah-sah saja, dan ini bukan pertama kalinya itu terjadi. Di tahun 2015 misalnya, ada Codemasters yang meluncurkan Dirt Rally dalam status early access. Kemudian tahun lalu, ada Baldur’s Gate 3 yang sampai sekarang juga masih berstatus early access.

Tidak bisa dimungkiri, popularitas Dr Disrespect dan pengalaman dua co-founder-nya tadi membuat studio baru ini patut mendapat sorotan. Saat artikel ini ditayangkan, komunitas Discord Midnight Society sudah memiliki sekitar 24 ribu anggota, menunjukkan antusiasme besar dari publik.

Sumber: IGN dan PC Gamer.

Sambut Tren Metaverse, Nike Akuisisi Studio Pembuat Sneakers NFT, RTFKT

Satu per satu perusahaan besar menunjukkan ketertarikannya dengan tren NFT dan metaverse. Yang terbaru adalah Nike. Raksasa di industri sepatu dan pakaian itu baru saja mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi RTFKT Studios, startup muda yang mendeskripsikan dirinya sebagai produsen “metaverse-ready sneakers and collectibles”.

Didirikan di awal 2020, RTFKT (diucapkan seperti kata “artifact”) mulai mencuri perhatian publik pada Februari 2021, tepatnya ketika mereka berhasil menjual 621 pasang sneakers digital (NFT) dan menghasilkan $3,1 juta dalam waktu hanya tujuh menit. Di siaran persnya, Nike menyebut RTFKT sebagai “brand terkemuka yang memanfaatkan inovasi mutakhir untuk menghadirkan next-gen collectible yang menggabungkan budaya dan gaming.”

“Inovasi mutakhir” memang terdengar samar-samar dan bisa diartikan banyak hal, akan tetapi proyek terbaru RTFKT yang bernama CloneX semestinya bisa memberikan sedikit gambaran. Digarap bersama seniman kontemporer Jepang, Takashi Murakami, CloneX merupakan koleksi 20.000 avatar digital yang lagi-lagi disebut “metaverse-ready”.

Sejauh pemahaman saya berdasarkan informasi di situs CloneX, para pembeli avatar digital ini juga akan mendapatkan akses ke file 3D untuk digunakan di berbagai platform. Dengan kata lain, idenya adalah untuk menggunakan avatar digital ini (dan mungkin juga sneakers beserta pakaian digital bikinan RTFKT dan Nike) di sejumlah game atau lingkungan VR (metaverse), sesuai dengan prinsip interoperabilitas antar metaverse yang ditawarkan oleh NFT.

Nike sejauh ini belum menjelaskan secara gamblang rencana mereka dengan RTFKT, namun yang pasti RTFKT bakal tetap beroperasi sebagai brand yang terpisah. Nike bahkan tidak segan menyetarakan brand RTFKT dengan Air Jordan dan Converse, dua sub-brand Nike yang sudah tidak perlu diragukan lagi reputasinya.

Apapun alasannya, akuisisi ini jelas menunjukkan keseriusan berbagai brand besar dalam menghadapi tren NFT dan metaverse. Nike mungkin bukan nama pertama yang kita ingat saat membicarakan soal teknologi atau gaming, tapi mereka pun rupanya juga tidak mau ketinggalan hype baru ini.

Sumber: The Verge.

Assassin’s Creed Valhalla Kedatangan Expansion Ketiga dan Konten Crossover dengan AC Odyssey

Dirilis pada November 2020, Assassin’s Creed Valhalla sejauh ini telah menerima dua story expansion, yakni “Wrath of the Druids” dan “The Siege of Paris”. Namun seperti yang sempat diumumkan di event Ubisoft Forward pada bulan Juni kemarin, Valhalla masih akan menerima expansion lain lagi di tahun keduanya.

Tanpa harus menunggu lama, Ubisoft baru saja mengungkap bahwa expansion ketiga untuk Valhalla, “Dawn of Ragnarok”, akan resmi dirilis pada 10 Maret 2022. Ubisoft bilang ini merupakan expansion paling ambisius yang pernah mereka buat di sepanjang sejarah franchise Assassin’s Creed, dengan konten yang diperkirakan cukup untuk menyita waktu bermain selama sekitar 35 jam, dan lokasi baru dengan luas sepertiga dari lokasi di base game-nya.

Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, Dawn of Ragnarok bakal berfokus pada mitologi Norse. Sang lakon utama, Eivor, bahkan bakal berperan sebagai Odin di sini, di dunia mitos bernama Svartalfheim. Kisah yang diangkat adalah perjalanan Odin menyelamatkan anaknya, Baldr, dan di sepanjang perjalanannya, tentu saja bakal ada sejumlah makhluk mitologi yang menghadang, mulai dari makhluk api dari Muspelheim, sampai Frost Giant dari Jotunheim.

Dawn of Ragnarok juga bakal menampilkan Surtr, iblis raksasa dengan api yang menyala di sekujur tubuhnya (yang juga muncul di film Thor: Ragnarok). Namun tentu saja, Eivor turut dibekali sejumlah kemampuan baru sebagai Odin, dari kemampuan untuk menyerap kekuatan musuh, teleportasi, sampai shape-shifting.

Dawn of Ragnarok digarap oleh tim Ubisoft Sofia, tim yang sama yang bertanggung jawab atas expansion Curse of the Pharaoh untuk Assassin’s Creed Origins, yang berarti ini bukan pertama kalinya mereka diminta mendalami sekaligus menyajikan narasi dari suatu mitologi populer.

Namun Dawn of Ragnarok bukan satu-satunya kejutan yang Ubisoft siapkan.

Assassin’s Creed Crossover Stories

Selagi menanti kedatangan expansion ketiganya tadi, pemain juga bisa menikmati konten ekstra bertajuk Assassin’s Creed Crossover Stories mulai 14 Desember 2021. Sesuai namanya, Crossover Stories bakal mempertemukan Eivor dengan Kassandra, lakon perempuan dari game sebelumnya, Assassin’s Creed Odyssey.

Kok bisa keduanya bertemu padahal ada jarak ribuan tahun? Well, kalau Anda sudah pernah menamatkan Odyssey, Anda pasti paham bagaimana ceritanya. Jadi ada baiknya alasannya tidak disebutkan di sini demi menghindari spoiler. Satu hal yang pasti, Crossover Stories ini merupakan DLC gratis untuk Odyssey dan Valhalla sekaligus.

Di Odyssey, DLC berjudul “Those Who Are Treasured” ini bakal bisa langsung dimainkan setelah menyelesaikan chapter pertama. Namun seperti yang saya bilang, sebaiknya Anda menamatkan main story-nya dulu secara menyeluruh supaya terhindar dari spoiler. Sementara di Valhalla, DLC-nya mengambil judul “A Fated Encounter” dan dapat dimainkan setelah membuka Valka the Seer sekaligus mencapai settlement level empat di Ravensthorpe.

Sumber: GamesRadar.

Sony Ambil Paten PlayStation dengan Dual-GPU

Tidak terasa PlayStation 5 kini sudah berumur satu tahun. Melihat dari tradisi rilis yang dilakukan oleh Sony terhadap PlayStation 4 sebelumnya, maka 2022 mendatang harusnya menjadi momentum bagi Sony untuk merilis versi Pro dari PlayStation 5.

Meskipun Sony belum memberikan tanda-tanda apapun, namun keberadaan versi lebih kuat dari PS5 ini kelihatannya mulai terkuak. Lewat paten yang baru diterbitkan di World Intellectual Property Organization (WIPO), Sony sekali lagi mematenkan teknologi dual-GPU untuk konsol PlayStation-nya.

Paten yang didaftarkan ini merupakan paten lanjutan dari paten tahun 2020 lalu. Sebelumnya Sony telah menerbitkan paten yang sama mengenai CPU/GPU untuk konsol rumahan dan cloud gaming. Kini Sony memberikan informasi tambahan mengenai pengujian yang tengah mereka lakukan terhadap teknologi tersebut.

Insider populer Twitter @Zuby_Tech juga menjelaskan bahwa Sony tengah menguji integrasi kedua prosesor tersebut dalam menjalankan aplikasi dengan satu ataupun dua prosesor bersamaan. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa Sony terus menyempurnakan teknologi dual GPU untuk konsolnya.

Bila berhasil, maka PlayStation 5 Pro yang akan tiba akhir tahun depan akan memiliki performa hingga dua kali lipat dari PS5 standar berkat hadirnya dua buah prosesor AMD Zen 2 di dalamnya. Sayangnya, paten tersebut juga membawa kekhawatiran mengingat kelangkaan global terhadap chip masih terus berlanjut hingga waktu yang cukup lama.

Image credit: Sony

Dalam setahun ini saja Sony masih kewalahan untuk dapat memenuhi permintaan produksi unit PlayStation 5 di seluruh dunia. Bahkan mereka baru saja dikabarkan harus memangkas produksi PlayStation 5-nya karena kelangkaan komponen yang terus berlangsung. Sehingga terlihat tidak masuk akal bagi Sony untuk meluncurkan konsol dengan kebutuhan komponen dua kali lipat untuk produksi satu unitnya, terlepas performanya yang jelas lebih unggul.

Paten ini memang menjadi bukti riset yang tengah dilakukan oleh Sony, namun juga bukan menjadi keputusan final yang akan diimplementasikan ke PlayStation 5 Pro nantinya. Ditambah lagi, Sony juga bisa saja menunda perilisan konsol Pro mereka ke beberapa tahun lagi dan mengisi jeda waktunya dengan meluncurkan berbagai tambahan aksesoris untuk konsol PlayStation 5 seperti cover warna-warni yang baru saja diumumkan.

Sony Ternyata Pernah Berencana Bawa Game PlayStation ke Mobile

Sebelumnya, Sony baru saja mematenkan kontroler khususnya yang akan digunakan untuk memainkan game-game PlayStation di smartphone. Proyek tersebut seakan menjadi pertanda awal bagi game-game PlayStation untuk masuk ke platform mobile.

Namun fakta baru ternyata mengungkapkan bahwa Sony ternyata sudah pernah merencanakan hal serupa 4 tahun yang lalu. Dikutip dari The Verge, Sony disebut pernah berencana untuk meluncurkan layanan cloud gaming PlayStation Now untuk mobile.

Fakta ini terungkap dari dokumen-dokumen yang dipublikasikan dalam kasus Epic vs Apple beberapa waktu lalu. Sony dikatakan akan menambahkan smartphone sebagai platform baru untuk PlayStation Now. Namun sayangnya semua rencana tersebut dibatalkan di akhir 2017 bersamaan dengan dihentikannya dukungan pada smart TV, Blu-ray player, hingga PS Vita.

Image Credit: Sony

Sony mengambil keputusan tersebut karena disebut ingin fokus pada layanan bermain game PS2 dan PS3 lewat streaming untuk platform PlayStation 4 dan Windows PC saja.

Apple juga disebut telah mengetahui rencana Sony tersebut hingga ke detail bahwa Sony sudah mempersiapkan lebih dari 450 judul game PS3 yang nantinya dapat dimainkan di mobile. Sony bahkan dikatakan tengah mempersiapkan game-game PS4 untuk menyusul.

Meskipun kini Sony terbilang cukup tertinggal dalam hal layanan cloud gaming, tetapi Sony disebut akan siap mengejar kembali lewat proyek terbarunya yang kini bernama “Project Spartacus”. Proyek yang merupakan respon Sony terhadap kesuksesan Xbox Game Pass milik Microsoft.

Image Credit: Sony

Tidak jauh berbeda dengan Game Pass, layanan baru ini memungkinkan para pemilik PlayStation memainkan game-game modern maupun klasik lewat sistem pembayaran bulanan. Disebutkan juga bahwa layanan ini juga termasuk layanan PlayStation Plus di dalamnya.

Platform mobile memang tidak disebutkan di dalam Project Spartacus tersebut.  Namun keberadaan paten kontroler smartphone Sony beberapa waktu lalu serta dibukanya lowongan sebagai Kepala Divisi mobile untuk PlayStation merupakan bukti yang kuat bahwa Sony juga akan serius untuk menggarap pasar mobile.

Sony memang tengah berusaha untuk memperluas pasarnya lewat berbagai cara. Target yang kini telah dieksekusi dengan sukses adalah memasukkan judul-judul eksklusif mereka ke dalam PC. Maka cukup masuk akal bila Sony akan menarget platform mobile sebagai platform baru untuk game-game mereka selanjutnya.

Pengembangan GTA 6 Dirumorkan Tengah Kacau Balau

Rockstar memang kini tengah disibukkan dengan berbagai proyek pengembangan game. Uniknya, hampir semua proyek yang dikerjakan berasal dari satu franchise mereka yaitu Grand Theft Auto alias GTA.

Pertama, mereka tengah memperbaiki GTA Trilogy: Definitive Edition yang masih menyisakan banyak masalah teknis. Kemudian Rockstar juga sedang mempersiapkan GTA 5 Enhanced Edition untuk konsol next gen yang akan dirilis tahun depan. Selain itu, mereka juga tengah mempersiapkan update “The Contract” untuk GTA Online yang akan tiba hanya dalam beberapa hari.

Terakhir, ada satu game lagi yang sedang berada dalam pengembangan dan belum diumumkan Rockstar yaitu GTA 6. Sekuel selanjutnya dari franchise GTA ini telah menunggu 7 tahun dan belum juga mendapat kepastian. Namun sayangnya, dari bocoran insider terbaru, kelihatannya GTA 6 tengah menghadapi masalah dalam pengembangannya.

Bocoran informasi ini datang dari informan bernama AccNGT, yang sudah biasa memberikan informasi mengenai game-game milik Rockstar. Dalam cuitan terbarunya di Twitter, AccNGT memberi tahu bahwa kondisi pengembangan GTA 6 tengah kacau. Dirinya bahkan berpikir bahwa beberapa aspek pada game-nya akan mengecewakan banyak fans.

Namun, AccNGT menegaskan bahwa kekecewaan tersebut tidak akan datang dari sisi grafis. Meskipun sayangnya dirinya tidak menjelaskan lebih lanjut apa saja aspek yang akan mengecewakan para fans tersebut nantinya. Terakhir, AccNGT memberikan peringatan kepada para fans bahwa bila Rockstar mengumumkan GTA 6 tahun ini atau pada awal 2022 mendatang, maka para fans harus khawatir.

Image Credit: Rockstar

Untuk sekarang, semua informasi di atas hanyalah sebatas rumor. Apalagi AccNGT juga tidak memberikan sumber kredibel sebagai penguat informasi yang disampaikan. Tetapi dengan banyaknya masalah yang terjadi pada peluncuran GTA Trilogy: Definitive Edtion, para fans memang harus bersiap dengan apapun yang akan terjadi pada GTA 6 nantinya.

Apalagi Rockstar memiliki target yang cukup besar terhadap GTA 6 nantinya. Dengan kesuksesan sekaligus keuntungan masif yang berhasil mereka dapatkan dari GTA Online, maka sudah dipastikan formula sukses tersebut akan digunakan juga untuk GTA 6.

Rockstar bahkan berharap bahwa GTA dapat menjadi franchise yang tidak lekang oleh waktu layaknya James Bond. Karena itu, mereka berharap serinya harus dapat terus relevan dengan seiring perkembangan jaman, dan seri lamanya menjadi sebuah judul klasik ketimbang judul yang ketinggalan jaman.