Unreal Engine 5 Disingkap, Bukan Sebatas Menawarkan Grafik yang Lebih Realistis Begitu Saja

Luar biasa! Kesan itulah yang langsung saya dapatkan saat menonton video demonstrasi Unreal Engine 5. Kalau Anda sudah terpukau melihat kualitas grafik game yang dibuat menggunakan Unreal Engine 4, tunggu sampai Anda melihat demonstrasi Unreal Engine 5 yang dijalankan di PlayStation 5 berikut ini.

Dibanding sebelumnya, Unreal Engine 5 membawa dua komponen yang sangat esensial: Lumen dan Nanite. Sesuai namanya, Lumen didedikasikan untuk menghasilkan efek pencahayaan yang sangat dinamis. Sorotan cahaya matahari misalnya, bisa berubah sudutnya sesuai dengan perubahan waktu dalam game.

Selain lighting yang lebih realistis, Lumen diharapkan juga bisa memicu lahirnya ide-ide gameplay yang kreatif, yang mungkin selama ini tidak bisa terwujud karena terbentur masalah teknis seputar pencahayaan. Saya sudah bisa membayangkan bagaimana Unreal Engine 5 dapat dipakai untuk menciptakan game horor yang amat immersive.

Unreal Engine 5

Komponen yang kedua, Nanite, pada dasarnya dibuat untuk membantu meningkatkan efisiensi dalam proses pengembangan game. Ketimbang harus mengurangi tingkat detail suatu aset 3D agar performa game tetap optimal, developer bisa langsung menambatkan aset 3D berkualitas tinggi seperti yang terdapat pada Quixel Megascans, yang lebih umum dipakai untuk produksi film ketimbang game.

Unreal Engine 4 sendiri sebelumnya sudah beberapa kali dipakai dalam proses produksi film, dan saya tidak akan terkejut apabila ke depannya lebih banyak lagi sineas yang tertarik melibatkan Unreal Engine 5 pada karyanya.

Hasilnya tentu adalah tekstur yang sangat mendetail, dengan satu frame yang terbentuk dari miliaran poligon sekaligus. Andai game yang dikerjakan merupakan game multi-platform, Unreal Engine 5 juga bisa membuatkan secara otomatis beberapa aset 3D dengan tingkat detail yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan kapabilitas hardware tiap-tiap platform, console atau mobile misalnya.

Bicara soal hardware, GPU bukan satu-satunya komponen yang krusial buat Unreal Engine 5, melainkan juga SSD tipe NVMe berkecepatan tinggi. Seperti yang kita tahu, salah satu keunggulan PS5 dan Xbox Series X adalah storage yang sangat ngebut yang dapat meminimalkan atau bahkan mengeliminasi waktu loading, dan ini rupanya juga berperan besar dalam kemampuan perangkat me-render grafik.

Unreal Engine 5

Kalau boleh saya simpulkan, Unreal Engine 5 bukan sekadar menawarkan kualitas grafik yang lebih realistis ketimbang versi sebelumnya begitu saja. Epic Games pada dasarnya ingin memudahkan beberapa aspek game development dengan tujuan supaya developer bisa lebih berfokus pada aspek kreatif ketimbang teknis.

Kalau sebelumnya developer enggan menciptakan suatu level yang mendetail karena takut prosesnya sulit dan memakan waktu, kendala semacam itu tak perlu terjadi lagi nanti saat Unreal Engine 5 sudah tersedia, yang kabarnya baru akan dirilis di tahun 2021. Cukup buat aset level-nya sedetail mungkin, lalu sematkan langsung ke Unreal Engine 5 tanpa perlu menguliknya lebih lanjut supaya optimal.

“Kami mencoba membantu developer untuk menciptakan pengalaman next-gen yang luar biasa realistis, tapi juga ekonomis dan praktis untuk dikerjakan tanpa melibatkan tim beranggotakan 1.000 orang,” demikian penjelasan CEO Epic Games, Tim Sweeney, di wawancara Summer Game Fest, mengenai visinya terhadap Unreal Engine 5.

Mereka tampaknya tidak main-main soal visi ini, sebab mereka juga baru mengubah sistem royalti Unreal Engine. Berkat sistem barunya, developer baru akan dikenakan biaya royalti apabila game-nya telah menghasilkan pemasukan sebesar $1 juta. Semoga saja perubahan kebijakan ini bisa berujung pada lebih banyak developer indie yang mengerjakan game menggunakan Unreal Engine 5.

Sumber: Epic Games dan Ars Technica.

Tips Memilih Gadget yang Tepat Untuk Meniti Karir Gaming

Pasar gaming dan esports memang sedang berkembang pesat belakangan. Mengutip dari Newzoo, pasar esports global dikabarkan akan berkembang menjadi senilai US$1,1 miliar (sekitar Rp16 triliun) di tahun 2020 ini, berkembang 15,7% dibanding tahun 2019. Tak heran, jika banyak orang ingin bisa terjun ke dalamnya, terutama para gamers.

Sebagai seorang gamers, sebenarnya ada banyak karir yang bisa ditempuh di dalam ekosistem esports. Kalau suka dengan broadcasting, Anda mungkin bisa menjadi observer. Jika suka tampil dan bicara di depan umum, Anda mungkin bisa menjadi seorang shoutcaster. Namun demikian, karir menjadi atlet esports atau kreator konten mungkin jadi yang paling menggiurkan.

Organisasi esports asal Tiongkok, JD Gaming mengungkap, pemain League of Legends profesional bisa menerima gaji hingga 21 miliar per tahun. Dari segi kreator konten, satu contoh yang bisa kita ambil mungkin adalah FaZe Clan, yang berkembang jadi bisnis jutaan dolar AS dengan mengawali karir sebagai kreator konten.

Tapi bagaimana caranya menjadi atlet esports atau kreator konten gaming yang sukses? Selain harus memiliki kemampuan hard skill maupun soft skill, hal lain yang tak kalah penting adalah piliihan gadget untuk permulaan.

Apakah harus gadget yang super mahal dan canggih? Jika dana Anda tak terbatas, mungkin bisa saja. Tetapi jika Anda masih merintis, fokus kepada 3 aspek yang perlu Anda pikirkan ketika memilih gadget untuk meniti karir di ekosistem gaming.

Performa Mumpuni nan Stabil

Sumber: Samsung
Sumber: Samsung

Walau dana Anda mungkin terbatas, performa tetap menjadi satu hal penting untuk dipikirkan. Mengapa? Karena Anda akan kesulitan untuk menunjukkan kemampuan bermain game jika gadget Anda menjadi lag saat bermain sambil merekam atau saat memainkan game esports terkini.

Hal kedua yang penting untuk dipikirkan adalah soal stabilitas performa. Mungkin banyak gadget menawarkan performa tinggi, tapi tidak banyak yang bisa menawarkan performa stabil.

Tentu akan tidak enak jika Anda bermain lancar hanya pada awalnya saja, namun menjadi lag saat main terlalu lama. Maka dari itu, selain performa tinggi, stabilitas performa juga jadi penting untuk dipikirkan ketika akan memilih gadget untuk meniti karir di ekosistem gaming.

Display Besar, Jernih Dengan Kemampuan Touch yang Presisi

Sumber: Samsung
Sumber: Samsung

Soal akurasi touch juga jadi hal lain yang penting untuk dipikirkan ketika Anda memilih gadget yang akan Anda gunakan. Bagaimana cara mengetahui tingkat akurasi touch dari sebuah smartphone? Salah satunya dengan mengetahui jenis panel display yang digunakan smartphone.

Sejauh ini ada dua panel display yang populer di pasaran, IPS dan AMOLED. Selain dari itu ada juga Super AMOLED, teknologi display yang dikembangkan oleh SAMSUNG. Layar Super AMOLED memiliki fungsi touch yang terintegrasi dengan panel, sehingga tipe layar ini diklaim punya respon touch yang cepat dan akurat.

Layar Super AMOLED bisa jadi pilihan yang tepat bagi Anda yang ingin meniti karir di gaming. Bagaimanapun, respon adalah segalanya dalam dunia gaming kompetitif. Dengan touch dan warna yang akurat, Anda bisa melihat dengan tajam, dan merespon keadaan dengan cepat. Tambahannya adalah, display gadget Anda juga harus besar, agar lebih jelas melihat keadaan di dalam permainan.

Baterai yang Awet dan Gaming Mode

Sumber: Samsung
Sumber: Samsung

Akan jadi menyebalkan jika Anda harus terus-terusan bermain sembari charging gadget. Kalau baterai gadget tidak awet, selain main game sambil charging, colok-cabut charger juga bisa jadi pilihan. Tapi, hal itu tentu akan jadi sangat tidak nyaman bukan? Makanya baterai awet sudah pasti akan Anda butuhkan dalam mendukung kegiatan gaming.

Hal berikutnya yang tak kalah penting adalah Gaming Mode. Mode ini sudah banyak hadir di ragam smartphone yang ada di pasaran, namun tak banyak yang bisa menyajikannya dengan baik. Lalu bagaimana Gaming Mode yang tepat bagi kita yang ingin meniti karir di dunia gaming?

Satu yang pasti adalah yang memudahkan kita untuk merekam momen-momen gemilang Anda ketika sedang bermain game. Bagaimanapun, kemungkinan Anda untuk direkrut tim profesional jadi kecil jika Anda hanya jago saja, namun tidak diketahui oleh orang banyak. Jika bisa bermain sambil merekam dengan mudah, maka Anda bisa membagikan rekaman tersebut ke media sosial, agar seluruh dunia tahu bahwa Anda adalah pemain game esports yang jago.

Samsung Galaxy A31 Memenuhi Segala Kebutuhan Tersebut

Diperkuat chipset Mediatek Helio P65, layar 6,4 inci Super AMOLED, dan baterai berkapasitas 5000 mAH, membuat Samsung Galaxy A31 menjadi pilihan yang cukup tepat bagi Anda yang ingin mulai meniti karir di ekosistem gaming.

Entah menjadi seorang pemain profesional, ataupun seorang kreator gaming, Samsung Galaxy A31 hadir untuk membantuk memenuhi faktor-faktor kebutuhan para gamers. Sebagai bonusnya, Samsung Galaxy A31 juga memiliki kamera dengan resolusi 48MP dengan sensor ISOCELL Bright GM2 yang mampu memberikan hasil foto dan video yang maksimum. Sehingga jika Anda ingin menjadi kreator, Anda bisa tampil di media sosial dengan percaya diri berkat foto dan video jernih yang dihasilkan.

Tak hanya itu AI Game Booster di Samsung Galaxy A31 juga bukan sekadar aplikasi pembersih RAM saja. Teknologi ini membuat Samsung Galaxy A31 dapat mengenali tipe game yang dimainkan dan mengoptimasi performa untuk menjalankan game tersebut. Sehingga lag jadi minimal, karena pemakaian baterai, suhu, dan memori berjalan dengan optimal.

Apalagi dengan harga yang cukup terjangkau yaitu Rp4.199.000, Samsung Galaxy A31 sudah memberikan pengalaman gadget yang memenuhi segala kebutuhan kamu untuk memulai karir di ekosistem gaming.

Performa mumpuni? Dengan Mediatek Helio P65 performa perangkat bisa terjaga. AI Game Booster juga akan menjaga permainan agar tidak lag ketika bermain dengan durasi yang lama.

Kapasitas baterai 5000 mAh, memungkinkan Anda untuk bisa main Mobile Legends 12 jam non-stop di Samsung Galaxy A31. Display besar, jernih, dengan touch yang akurat? Super AMOLED 6,7 di Samsung Galaxy A31 jawabannya.

Dukungan perangkat yang bisa diandalkan menjadi salah satu dari sekian banyak alat bantuk dalam meniti karir di ekosistem gaming dan esports yang baru mulai berkembang di Indonesia. Samsung Galaxy A31 bisa jadi salah satu pilihan yang menarik untuk dilirik.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Samsung. 

Epic Games Ubah Sistem Royalti Unreal Engine

Epic Games baru saja memamerkan Unreal Engine 5. Selain itu, mereka juga membuat peraturan baru terkait penggunaan Unreal Engine. Mereka menyebutkan, developer yang membuat game menggunakan Unreal Engine tidak perlu membayar royalti sampai game tersebut menghasilkan pemasukan sebesar US$1 juta (sekitar Rp14,9 miliar), menurut laporan PC Gamer.

Epic memang tak lagi memungut bayaran untuk Unreal sejak beberapa waktu lalu. Sebagai gantinya, developer atau pembuat software yang menggunakan engine tersebut harus membayar royalti sebesar 5 persen setelah pemasukan mereka mencapai US$50 ribu (sekitar Rp745,7 juta). Sekarang, developer yang menggunakan Unreal masih harus membayar royalti 5 persen pada Epic, hanya saja, Epic menaikkan batas pendapatan minimal menjadi US$1 juta.

royalti unreal
Epic menggunakan Unreal Engine untuk membuat Fortnite.

Misalnya, sebuah developer membuat game menggunakan Unreal. Dari game tersebut, sang developer mendapatkan US$2 juta (sekitar Rp29,8 miliar). Itu artinya, developer harus membayar royalti sebesar 5 persen dari US$1 juta, yaitu US$50 ribu (sekitar Rp745,7 juta) pada Epic. Sementara US$1 juta pertama yang developer dapatkan tidak dimasukkan dalam perhitungan royalti.

Sebagai perbandingan, Unity tidak menggunakan sistem royalti. Sebagai gantinya, semua pihak yang ingin menggunakan versi Pro dari Unity harus membayar US$1.800 (sekitar Rp27 juta) per tahun. Pihak yang diwajibkan untuk membeli lisensi Pro dari Unity adalah perusahaan yang telah mendapatkan US$200 ribu (sekitar Rp3 miliar) dalam waktu 12 bulan, baik dalam bentuk penjualan game/software ataupun investasi modal. Versi Pro dari Unity juga memilki fitur dan akses ke source code eksklusif yang tidak bisa diakses oleh pengguna gratis.

Keputusan baru Epic ini berlaku terlepas dari dimana developer akan meluncurkan game buatannya, baik di Epic Games Store, Steam, Humble, toko fisik, atau tempat lainnya, lapor Ars Technica. Menariknya, peraturan baru dari Epic ini juga berlaku untuk game-game yang diluncurkan sejak 1 Januari 2020. Promosi royalti kali ini tampaknya bukan ditujukan untuk developer game Windows dan Mac, tapi untuk developer indie game yang ingin meluncurkan game-nya untuk konsol next-gen. Selain sebagai developer Fortnite, Epic juga dikenal dengan Epic Games Stores mereka, yang sering menawarkan game-game eksklusif atau game gratis.

Activision Umumkan Versi Remaster dari Tony Hawk’s Pro Skater 1 dan 2

Remaster dan remake sering kali dipandang sebagai ‘metode malas’ yang diterapkan developer game untuk meraup untung tanpa harus menciptakan konten yang benar-benar baru. Namun kalau dilihat dari perspektif lain, remaster dan remake juga bisa dianggap sebagai upaya untuk menghidupkan kembali mahakarya klasik, mengadaptasikannya dengan inovasi teknologi yang paling mutakhir.

Pada kenyataannya, sejumlah game mungkin lebih pantas dibuatkan versi remaster-nya ketimbang sekuel. Salah satu contohnya adalah Tony Hawk’s Pro Skater 5, yang dilanda begitu banyak kendala teknis karena dibuat dan dirilis secara tergesa-gesa mendekati berakhirnya lisensi publikasi yang dipegang Activision di tahun 2015.

Tony Hawk's Pro Skater 1 and 2

Penggemar sejati seri Tony Hawk’s Pro Skater (THPS) pasti bakal lebih memilih memainkan versi remaster dari seri terbaiknya ketimbang berkutat dengan sekuel yang gagal seperti itu. Dan permintaan mereka rupanya bakal segera terkabulkan. Activision baru saja mengumumkan Tony Hawk’s Pro Skater 1 and 2, remaster dari seri pertama dan kedua franchise THPS yang dirilis di tahun 1999 dan 2000.

Apa saja yang berubah dan apa yang dipertahankan? Yang berubah sudah pasti grafik, dan bisa kita lihat dari sejumlah screenshot-nya bahwa game ini sesuai dengan ekspektasi kita di tahun 2020 – 4K 60 fps kalau hardware Anda mampu. Activision memercayakan pengembangannya kepada Vicarious Visions, developer di balik remaster trilogi Crash Bandicoot, sekaligus yang dulunya pernah beberapa kali menggarap THPS versi Game Boy.

Tony Hawk's Pro Skater 1 and 2

Soal konten, semua map dan karakter dari kedua game aslinya bakal kembali hadir di sini. Skaterskater kawak seperti Steve Caballero, Geoff Rowley, Bucky Lasek, Bob Burnquist, Chad Muska, dan masih banyak lagi, serta tentu saja Tony Hawk sendiri, bisa kembali dimainkan, lengkap bersama trik spesialnya masing-masing – “The 900”-nya Tony Hawk misalnya.

Deretan soundtrack THPS pertama dan kedua juga bakal kembali meramaikan versi remaster-nya, tapi sayang tidak semua karena terbentur perkara lisensi. Fitur Create-A-Skater maupun Create-A-Park tentu saja tersedia, kali ini dengan tingkat kustomisasi yang lebih mendetail, dan yang bisa dibagikan secara online dengan pemain lain.

Activision berencana merilis Tony Hawk’s Pro Skater 1 and 2 pada tanggal 4 September 2020. Selain di PS4 dan Xbox One, game ini juga akan tersedia untuk PC via Epic Games Store. Selagi menunggu, tonton trailer memukaunya di bawah, yang juga menunjukkan komparasi langsung antara kedua game aslinya dengan versi remaster-nya ini.

Sumber: Video Games Chronicle dan Activision.

Q1 2020, Pendapatan Tencent Capai Rp227 Triliun

Tencent baru saja mengumumkan laporan keuangannya untuk periode Q1 2020. Dalam 3 bulan pertama dari 2020, pendapatan bersih mereka mencapai 108,1 miliar yuan (sekitar Rp227 triliun), naik 26 persen jika dibandingkan dengan pendapatan bersih pada Q1 2019, yang hanya mencapai 85,5 miliar yuan (sekitar Rp180 triliun). Sementara itu, untung bersih yang didapatkan oleh Tencent pada Q1 2020 mencapai 29,4 miliar yuan (sekitar Rp62 triliun), naik 6 persen dari periode yang sama pada tahun 2019.

Ini menunjukkan, Tencent, yang merupakan perusahaan terbesar di industri game global, berhasil untuk mempertahankan keuntungan di tengah pandemi. Menurut laporan The Esports Observer, terkait hal ini, CEO dan Chairman Tencent, Ma Huateng berkata, “Dalam waktu yang sulit ini, kami ingin memberikan layanan online yang bisa membantu masyarakat untuk tetap terhubung dengan satu sama lain, mendapatkan informasi, produktif, dan terhibur. Sejauh ini, bisnis kami terbukti tangguh dan tetap dapat menghasilkan arus kas yang positif.”

keuangan tencent q1 2020
Laporan keuangan Tencent pada Q1 2020. | Sumber: The Esports Observer

Tencent mengungkap, pada Q1 2020, pendapatan mereka dari online game naik 31 persen dari tahun lalu menjadi 37,3 miliar yuan (sekitar Rp78 triliun). Kontribusi terbesar datang dari mobile game di pasar domestik, seperti Peacekeeper Elite dan Honor of Kings. Selain itu, beberapa game yang Tencent rilis di luar Tiongkok juga memberikan kontribusi signifikan, seperti PUBG Mobile dan Clash of Clans. Sayangnya, game PC tidak memberikan kontribusi besar dalam total pendapatan mereka.

Secara keseluruhan, pendapatan Tencent dari mobile game mencapai 34,8 miliar yuan (sekitar Rp73 triliun). Sementara pendapatan game PC hanya mencapai 11,8 miliar yuan (sekitar Rp25 triliun). Mereka menyebutkan, salah satu alasan mengapa jumlah pemain PC menurun adalah karena internet cafe alias warnet ditutup sementara akibat pandemi virus corona. Menariknya, waktu bermain game dan interaksi dalam game justru mengalami kenaikan. Menurut survei yang dilakukan oleh Niko Partners, pandemi virus corona justru membuat gamer Tiongkok menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game. Karena itu, tidak heran jika pemasukan industri game di Tiongkok justru naik 30 persen selama pandemi.

Sumber header: Campaign Live

Tahun 2020, Nilai Industri Game Diperkirakan Jadi US$159,3 Miliar

Newzoo memperkirakan, nilai industri gaming global akan mencapai US$159,3 miliar pada 2020, naik 9,3 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Salah satu alasan mengapa game menjadi semakin diminati adalah pandemi virus corona. Di tengah lockdown dan karantina, banyak orang yang mengisi waktu luangnya dengan bermain game. Selain itu, bermain game bisa menjadi cara bagi seseorang untuk melarikan diri dari kenyataan, walau hanya sementara. Tentu saja, pandemi bukan satu-satunya faktor di balik pertumbuhan industri game pada tahun ini. Alasan lainnya adalah peluncuran konsol next-gen pada akhir tahun 2020.

Pada tahun 2020, ketiga segmen gaming — PC, konsol, dan mobile — mengalami pertumbuhan. Namun, mobile adalah segmen yang mengalami pertumbuhan paling besar, mencapai 13,3 persen. Nilai industri mobile game diperkirakan akan mencapai US$77,2 juta pada tahun ini. Salah satu alasan mengapa mobile game mengalami pertumbuhan terbesar adalah karena mobile game mudah untuk diakses. Untuk memainkan mobile game, Anda hanya memerlukan smartphone, yang dimiliki oleh sekitar dua per lima dari populasi dunia. Tak hanya itu, banyak mobile game yang bisa dimainkan secara gratis.

Alasan lain mengapa mobile game populer adalah mobile game menjadi opsi alternatif bagi orang-orang yang tak lagi bisa bermain game di internet cafe. Terakhir, proses pengembangan mobile game relatif lebih sederhana jika dibandingkan dengan game PC atau konsol. Jadi, kemungkinan proses pengembangan mobile game terdisrupsi akibat COVID-19 lebih kecil. Meskipun begitu, tidak banyak pemain mobile game yang merupakan pemain berbayar. Dari total 2,6 miliar pemain, hanya 38 presen pemain yang rela mengeluarkan uang saat bermain.

industri game 2020
Pertumbuhan pasar game berdasarkan segmen. | Sumber: Newzoo

Sementara itu, industri ikonsol akan tumbuh 6,8 persen menjadi US$45,2 miliar. Total pendapatan dan juga interaksi pemain game konsol diperkirakan akan naik dalam jangka pendek berkat pandemi. Namun, dalam jangka panjang, corona akan menyebabkan masalah tersendiri. Pandemi akan menyebabkan masalah terkait distribusi game secara fisik dan mempersulit kolaborasi antar developer game. Semua ini dapat membuat waktu peluncuran game menjadi tertunda. Pada Q2 2020, ada 2 game eksklusif PlayStation 4 — The Last of Us 2 dan Ghost of Tshushima — yang waktu peluncurannya ditunda akibat pandemi. Anda bisa melihat daftar game-game yang peluncurannya harus dimundurkan karena corona di sini.

Didorong oleh 1,3 miliar pemainnya, industri game PC juga tumbuh 4,8 persen, menjadi US$36,9 miliar pada 2020. Alasan utama dari pertumbuhan segmen game PC adalah karena lockdown. Untungnya, ekosistem PC tak lagi menggantungkan diri pada distribusi game secara fisik. Jadi, ini tidak akan menjadi masalah. Sayangnya, itu bukan berarti industri game PC sama sekali tak terpengaruh oleh corona. Ada beberapa game PC yang jadwal peluncurannya harus ditunda karena corona, termasuk Death Stranding.

Sumber header: RedBull

Nintendo Switch dan PlayStation 4, Mana yang Lebih Populer di Indonesia?

Maret lalu, penjualan Nintendo Switch di Amerika Serikat naik lebih dari dua kali lipat dibanding Maret 2019 berdasarkan riset yang dilakukan NPD Group. Alasannya ada dua. Yang pertama tentu saja adalah pandemi COVID-19 dan kebijakan lockdown. Yang kedua adalah game berjudul Animal Crossing: New Horizons yang memecahkan rekor penjualan.

Begitu besarnya permintaan terhadap Switch, stoknya sampai menipis dan mendorong Nintendo untuk meningkatkan jumlah produksi. Per 31 Maret 2020, Nintendo tercatat sudah menjual 55,8 juta unit Switch. Pertanyaannya, seberapa banyak angka penjualan yang berasal dari Indonesia?

Well, pertanyaan tersebut sungguh sulit dijawab mengingat Nintendo Switch belum tersedia secara resmi di tanah air. Berbeda dengan PlayStation 4 yang sudah resmi dipasarkan sendiri oleh Sony sejak lama di Indonesia. Fakta ini setidaknya bisa menjadi salah satu faktor mengapa PS4 masih lebih populer ketimbang Switch di Nusantara.

Tidak tersedia secara resmi berarti tidak ada garansi resmi, dan umumnya Switch yang dijual di Indonesia hanya disertai garansi dari toko penjual selama beberapa hari. Sudah menjadi rahasia umum kalau konsumen Indonesia sangat mementingkan garansi dalam membeli produk, terutama produk elektronik. Jadi wajar kalau akhirnya lebih banyak yang memilih PS4.

Riset iPrice soal popularitas gaming console di Asia Tenggara selama pandemi

Riset yang dilakukan iPrice baru-baru ini pun menunjukkan kesimpulan yang serupa. Di platform belanja online di Indonesia, PS4 masih lebih banyak dicari ketimbang Nintendo Switch. Berbeda dengan di negara-negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia, di mana Nintendo Switch justru lebih populer daripada PS4.

PS4 boleh lebih populer daripada Switch di Indonesia, akan tetapi itu tidak mencegah ketertarikan developer game lokal terhadap Switch, sebab yang disasar memang bukan cuma konsumen tanah air saja.

Dari perspektif pribadi, saya juga melihat lebih banyak teman yang membicarakan tentang Final Fantasy VII Remake – yang sejauh ini cuma tersedia di PS4 – ketimbang Animal Crossing di lingkaran media sosial saya. Saya sendiri tidak termasuk di kubu mana pun mengingat saya cuma punya PC 🙂

Tidak kalah menarik adalah bagaimana PS3 yang sudah sangat uzur dan PS Vita yang sudah di-discontinue masih cukup banyak dicari di Indonesia dan sejumlah negara lainnya, bahkan melebihi angka pencarian terhadap Xbox One (yang juga tidak tersedia secara resmi di sini). Negara kita rupanya merupakan rumah yang sangat nyaman buat platform PlayStation.

Riset iPrice soal popularitas gaming console di Asia Tenggara selama pandemi

Dari 7 negara yang termasuk dalam riset iPrice – Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Hong Kong – cuma di Indonesia dan Vietnam saja PS4 lebih populer, sedangkan sisanya lebih didominasi oleh Switch. 5 dari 7 negara memilih Switch, dan dari pertengahan Maret hingga pertengahan April, minat terhadap Switch di platform belanja online di wilayah ini juga naik sampai 245%.

Sebagai perbandingan, minat terhadap PS4 hanya meningkat sebesar 135%. Total permintaan untuk Switch sekarang sekitar 1,6 kali lebih tinggi dari permintaan untuk PS4.

Selama masa pandemi, pencarian untuk semua gaming console di 7 negara tadi meningkat hingga 115% secara keseluruhan dibandingkan di periode sebelumnya. Di Indonesia sendiri, pencarian seputar gaming console naik sekitar 204%, sedangkan di Vietnam angkanya malah melonjak sampai 432%.

Besarnya peningkatan di Vietnam ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah setempat yang menutup semua warnet dan gaming center, yang jumlahnya begitu banyak di sana. Berhubung tidak ada opsi lain untuk bermain, banyak gamer di Vietnam pada akhirnya memutuskan untuk membeli perangkat gaming-nya sendiri untuk dimainkan di kediaman masing-masing.

“Di rumah saja dan main game,” kira-kira seperti itu motto para gamer di Vietnam, dan kita semestinya juga perlu menerapkan komitmen yang sama sebagai bentuk kontribusi kita terhadap penekanan angka penyebaran COVID-19.

Natsume Umumkan Harvest Moon: One World untuk Nintendo Switch

Pemilik Nintendo Switch, bersiaplah menyambut game Harvest Moon baru tahun ini. Berjudul resmi Harvest Moon: One World, game ini digarap oleh Rising Star Games, yang sebelumnya dipercaya Natsume untuk mengerjakan Harvest Moon: Mad Dash.

One World mengangkat kisah yang cukup unik, di mana buah dan sayur tak lagi eksis di dunia. Entah bagaimana game ini akan menyisipkan elemen berkebun dan bertani di kondisi dunia yang seperti itu, namun yang pasti One World juga akan menitikberatkan pada elemen eksplorasi dengan mengajak pemain menelusuri beragam lokasi, bukan cuma kota terdekat dari kediaman sang lakon.

Developer-nya tak lupa menyinggung soal engine baru yang dipakai untuk mengembangkan One World. Sayang sejauh ini belum ada screenshot maupun video trailer yang dirilis, sehingga kita belum bisa mendapat gambaran grafiknya bakal sebagus apa.

Buat yang penasaran mengapa game ini hanya akan dirilis di Nintendo Switch – apalagi mengingat game sebelumnya, Harvest Moon: Light of Hope, tersedia di seluruh platform – kemungkinan Natsume dan Rising Star terinspirasi oleh kesuksesan Animal Crossing: New Horizons belum lama ini. Gaya bermain pengguna Switch yang cenderung santai tentunya sangat cocok disasar oleh game simulasi semacam ini.

Hype terhadap seri Harvest Moon memang sudah tidak sebesar dulu lagi. Seperti yang kita tahu, franchise ini sudah lama ditinggalkan oleh kreator aslinya, Yasuhiro Wada. Beliau kini punya studio game-nya sendiri, dan di tahun 2018 lalu, merilis game berjudul Little Dragons Cafe yang tak kalah menarik dari seri Harvest Moon maupun Story of Seasons.

Sumber: Rising Star Games via IGN.

Sony Umumkan PlayStation Studios, Branding Baru untuk Semua Game Bikinannya

Microsoft punya Xbox Game Studios. Sony punya Sony Interactive Entertainment Worldwide Studios. Panjang sekali namanya? Entahlah, yang pasti nama ini sudah mereka pakai selama hampir 14 tahun, namun ke depannya, kita bakal dihadapkan dengan branding baru, yakni PlayStation Studios.

Nama yang jauh lebih catchy dan mudah diingat, PlayStation Studios akan dipakai untuk menandai semua game PS4 dan PS5 yang dikembangkan oleh seluruh developer di bawah naungan Sony; baik yang memang sejak awal didirikan di bawah Sony seperti Polyphony Digital (pengembang seri Gran Turismo) atau Santa Monica Studio (God of War), maupun yang merupakan hasil akuisisi seperti Naughty Dog (Crash Bandicoot, Uncharted, The Last of Us).

Keseriusan Sony dalam memperlakukan branding PlayStation Studios bisa kita lihat dari video di bawah ini, yang disebut bakal menjadi salah satu animasi pembuka pada seluruh game bikinan mereka ke depannya. Sayangnya ini tidak mencakup judul-judul yang sudah terlanjur digarap dan mendekati jadwal perilisan macam The Last of Us Part II dan Ghost of Tsushima.

Cukup disayangkan pula kita tak akan melihat branding PlayStation Studios pada Horizon Zero Dawn versi PC. Padahal ini bisa dibilang merupakan salah satu kesempatan besar bagi Sony untuk memamerkan kekuatan brand PlayStation di luar platform-nya – ibarat mengingatkan bahwa ke depannya gamegame berkualitas macam Horizon Zero Dawn akan hadir secara eksklusif (atau setidaknya lebih dulu) di PlayStation.

Brand recognition memang adalah salah satu alasan terkuat di balik lahirnya PlayStation Studios. Seperti yang saya bilang tadi, PlayStation Studios jauh lebih mudah diingat dan dikenali ketimbang Sony Interactive Entertainment Worldwide Studios yang kerap disingkat menjadi SIE Worldwide Studios.

Selain game bikinan keluarga Sony sendiri, PlayStation Studios juga akan digunakan pada game yang digarap oleh developer luar yang dikontrak oleh Sony. Di sini bisa kita lihat bagaimana PlayStation Studios bakal bertindak sebagai publisher layaknya Xbox Game Studios dari kubu Microsoft.

Sumber: GamesIndustry.biz.

E3 2020 Dibatalkan, Ubisoft Akan Gelar Event-nya Sendiri Bertajuk Forward

Dibatalkannya E3 2020 akibat pandemi COVID-19 memaksa sejumlah publisher untuk mengadakan acara showcase-nya sendiri. Ubisoft adalah salah satunya. Mereka berniat menggelar konferensi online bertajuk Ubisoft Forward pada tanggal 12 Juli mendatang.

Ubisoft mendeskripsikan Forward sebagai event ala E3, yang umumnya dijadikan panggung penyingkapan banyak game sekaligus. Kita tahu ada banyak franchise di bawah naungan Ubisoft, tapi sudah pasti yang bakal menjadi bintang terbesarnya adalah Assassin’s Creed Valhalla.

Ubisoft memang tidak menjelaskan lebih jauh mengenai Forward, tapi saya cukup yakin mereka bakal mengungkap detail mengenai inkarnasi terbaru Assassin’s Creed itu, termasuk memamerkan gameplay-nya. Ini penting mengingat gameplay trailer yang disuguhkan di acara Xbox kemarin tidak menunjukkan gameplay-nya secara gamblang.

Assassin's Creed Valhalla

Selain Assassin’s Creed Valhalla, game lain yang kemungkinan bakal mendapat porsi banyak pada event Forward adalah Watch Dogs Legion, Rainbow Six Quarantine, dan Gods & Monsters. Pasalnya, ketiga game ini sempat Ubisoft tunda perilisannya akibat penjualan Ghost Recon: Breakpoint dan The Division 2 yang mengecewakan.

Terakhir, saya yakin tidak sedikit pula yang berharap Ubisoft bakal memberikan update terkait Beyond Good and Evil 2. Sekuel dari game action-adventure legendaris itu Ubisoft umumkan pertama kali di ajang E3 2017, dan terakhir kita mendengar kabar mengenainya adalah di akhir 2018.

Buat yang tertarik menonton acaranya secara langsung, silakan catat di kalender Anda: 13 Juli 2020, pukul 02.00 WIB (sudah saya konversikan dari Pacific Daylight Time).

Sumber: Eurogamer dan Ubisoft.