Vainglory Versi Console dan Strategi Post-Platform Super Evil Megacorp

Pada pertengahan tahun 2018 lalu, Super Evil Megacorp telah mengumumkan bahwa mereka akan merilis Vainglory versi PC dan Mac dalam waktu dekat. MOBA yang asalnya dirancang untuk layar sentuh di sistem operasi iOS dan Android itu kini sedang menjalani fase alpha testing, dan bisa Anda coba secara gratis dengan mengunduhnya di situs resmi Vainglory. Para gamer yang berpartisipasi di fase alpha testing ini juga akan mendapat skin eksklusif Vox On Ice.

Keberadaan Vainglory versi PC bukan sesuatu yang terlalu menghebohkan. Pasar MOBA di PC memang sangat besar, dan sudah banyak game lain melakukan hal serupa. Akan tetapi Super Evil Megacorp punya visi lebih besar daripada sekadar merilis game di banyak platform. Mereka ingin menciptakan ekosistem video game yang lebih modern, yang disebut dengan strategi “post-platform”.

Latar belakang visi ini adalah pandangan Super Evil Megacorp terhadap dunia video game yang semakin lama semakin tumbuh besar, namun juga semakin terpecah belah. Sejak tahun 2001, industri berkembang pesat berkat kemunculan platform-platform baru. Ada gamer yang tertarik pada console paling modern, ada juga yang setia dengan PC. Sebagian menyukai permainan di handheld portabel, sementara banyak juga yang lebih gemar bermain di smartphone. Ekosistem smartphone pun terbagi lagi, dengan adanya Android, iOS, serta sistem-sistem operasi lain.

Vainglory - Android
Vainglory versi Android | Sumber: Google Play

Di masa depan, entah platform apa lagi yang akan muncul. Mungkin kita akan melihat gaming di smartwatch. Mungkin gaming di VR, AR, dan MR akan menjadi mainstream. Apa pun itu, yang jelas platform baru selalu muncul, dan ini merupakan pedang bermata dua.

“Zaman sekarang, gamer PC, mobile, dan console sebagian besar memainkan game yang berbeda dengan input kontrol yang berbeda, juga mengharapkan standar kualitas, model bisnis, serta banderol harga yang berbeda pula,” tutur Kristian Segerstrale dalam blog resmi Super Evil Megacorp.

“Dan – mungkin yang paling penting – kita ada dalam komunitas-komunitas terpisah yang nyaris tidak pernah bermain bersama. Siapa teman main kita ditentukan oleh siapa yang kebetulan memiliki perangkat gaming sama dengan kita. Sebagai pemain, kita pun mencari teman online ketika kita tidak bisa meyakinkan kawan-kawan dunia nyata untuk membeli platform game yang sama. Kita mungkin sudah terbiasa dengan ini, tapi tetap rasanya agak sedih.”

Fortnite
Fortnite tersedia di nyaris semua platform, dari console, desktop, hingga mobile | Sumber: Epic Games

Segerstrale kemudian menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan video game besar sudah mulai bergerak ke arah masa depan yang baru, yaitu permainan cross-platform. Dengan maraknya multiplayer gaming, developer dituntut untuk menyediakan pengalaman yang sama bagi penggemar di semua platform. Fortnite adalah contoh paling baik, karena dalam Fortnite, nyaris semua pemain bisa bermain bersama meski mereka berbeda platform. Memang tidak sempurna karena masih ada perbedaan pengalaman yang jauh di tiap platform, namun mereka sudah menunjukkan arahan yang tepat.

Video game akan menjadi seperti media sosial?

Super Evil Megacorp percaya bahwa dalam 10 tahun ke depan, tidak akan ada satu platform spesifik yang menjadi platform utama industri game. Sebaliknya, game akan menjadi seperti media sosial: sebuah pengalaman yang bisa dinikmati bersama oleh semua orang terlepas dari platform apa yang mereka gunakan. Ketika video game sudah tak lagi terikat pada platform tertentu, itulah yang mereka sebut sebagai era post-platform.

Super Evil Megacorp ingin Vainglory jadi game yang terdepat ketika era itu tiba. Karena itulah mereka mengembangkan Vainglory versi PC dan Mac. Tak hanya itu, mereka juga akan merilis Vainglory versi console pada akhir tahun 2019. Super Evil Megacorp setidaknya punya dua alasan kuat untuk percaya pada visi post-platform di atas.

Pertama yaitu semakin maraknya perangkat “hibrida” di era modern ini yang tidak bisa dikelompokkan ke dalam satu kategori saja. Ada perangkat mobile yang bisa ditancapkan ke layar besar, seperti Samsung DEX, ASUS ROG, Microsoft Surface, dan sebagainya. Ada juga laptop ultraportabel yang bisa berperan sebagai perangkat mobile, misalnya Razer Linda. Ini masih ditambah lagi dengan munculnya berbagai layanan game streaming. Super Evil Megacorp ingin memastikan bahwa Vainglory dapat berjalan baik di semua perangkat tersebut.

Kedua, dengan diluncurkannya jaringan 5G pada tahun 2019, semua perangkat akan mendukung kecepatan internet yang cukup mulus untuk multiplayer gaming, bahkan gaming kompetitif tanpa lag. Di masa depan, developer tak lagi bisa memperlakukan satu platform sebagai platform utama sebuah game, sementara versi platform lainnya hanya sebagai “port” sampingan. Developer harus terjun ke dunia post-platform dan menciptakan game dengan paradigma post-platform juga.

Pekerjaan ini jelas tidak mudah. Butuh kru, teknologi, peralatan, kesabaran, serta komunitas yang kuat untuk mewujudkannya. Tapi Super Evil Megacorp bertekad untuk menuju ke arah sana. Dalam perjalanannya, mereka pasti akan menemukan dan mempelajari banyak hal baru. Akhir 2018 ini adalah titik awal Super Evil Megacorp untuk berubah menjadi studio post-platform game, dan mereka mengajak kita semua untuk merangkul era baru ini bersama-sama.

Sumber: Super Evil Megacorp

Lewat Mode Kreatif, Pemain Dipersilakan Mendesain Level Sendiri di Fortnite

Awalnya didesain sebagai permainan action survival kooperatif, nama Fortnite baru benar-benar jadi fenomena global setelah Epic Games meluncurkan mode standalone free-to-play berformula battle royale. Porsi ini memperoleh kesuksesan dan kepopuleran dalam waktu singkat, apalagi setelah para selebriti ikut memainkannya. Fortnite Battle Royale belum lama memenangkan penghargaan Ultimate Game of the Year di Golden Joystick Awards.

Kali ini, tim Epic Games mengungkap rencana mengekspansi konten permainan tersebut dengan cara yang unik. Setelah memperkenankan gamer bersaing untuk jadi penyintas terakhir, kali ini Fortnite mempersilakan kita buat merancang mode baru dan arena permainan sendiri menggunakan alat-alat kreasi di dalam Fortnite Creative. Penyajiannya tidak terlalu berbeda dari mode sandbox di Minecraft.

Developer menjelaskan bahwa Fortnite Creative adalah sebuah cara baru dalam menikmati permainan. Dengannya, Anda bisa menciptakan zona tempur kompetitif, mendesain sirkuit balap, hingga bahu-membahu bersama teman membangun benteng impian. Semua aktivitas ini dilakukan di pulau pribadi Anda, dan seluruh progresnya tersimpan secara otomatis sehingga Anda dapat meneruskan apapun proyek itu di lain waktu.

Lewat Fornite Creative, pemain dibebaskan untuk berkarya. Batasannya hanyalah kreativitas Anda. Epic Games menyediakan beragam tool sehingga kita dapat merancang arena-arena eksperimental serta mode-mode permainan yang konyol, misalnya gameplay petak-umpet, tower defense dengan zombie sebagai lawannya, atau mungkin zona parkour yang tersusun atas toilet duduk.

Fornite Creative akan dihadirkan lewat update Season 7. Pemilik Battle Pass bisa menjajalnya via sesi early access mulai hari ini, tanggal 6 Desembeer. Dalam proses pengembangan serta persiapannya, Epic Games melakukan kolaborasi bersama belasan pencipta konten (ada BajanCanadian, BasicallyIdoWrk, Gummy, InTheLittleWood dan lain-lain). Gerbang aksesnya sendiri baru benar-benar terbuka bagi seluruh pemain pada tanggal 13 Desember nanti.

Epic Games menjelaskan bahwa apa yang mereka sajikan ini hanyalah permulaan. Developer berencana buat terus menambahkan fitur-fitur baru dan penyempurnaan lewat update. Di website-nya, tim menyampaikan, “Seperti Fortnite Battle Royale dan Save the World, kami berkomitmen untuk membuat Fortnite Creative jadi lebih besar dan lebih baik.”

Kabar baiknya lagi, sama seperti battle royale, Fortnite Creative dapat dinikmati oleh semua pemain tanpa perlu mengeluarkan uang. Selain mode kreatif, Geoff Keighley selaku host acara The Game Awards juga sempat menginformasikan akan ada pengumuman terkait Fornite ‘yang membuat semuanya jadi lebih gila’…

Sejumlah Pentunjuk Mengindikasikan Hadirnya Versi Remaster Crash Team Racing

Crash Team Racing boleh dibilang sebagai jawaban Sony atas kepopuleran seri Mario Kart punya Nintendo. Terlepas dari pemakaian formula balapan kart serupa, CTR berhasil mencuri perhatian berkat aspek visual yang atraktif, gameplay adiktif, serta karakter-karakter eksentrik dan familier yang Naughty Dog perkenalkan di tiga permainan Crash Bandicoot sebelumnya.

Franchise Crash Bandicoot telah pindah kepemilikian beberapa kali, tapi akhirnya ia bangkit lagi di era Activision melalui Crash Bandicoot N. Sane Trilogy dengan nostalgia sebagai bahan bakar utamanya. N. Sane Trilogy terbukti sukses, peluncurannya di PS4 melampaui rekor yang dipegang Horizon Zero Dawn – belum termasuk versi Switch, Xbox One dan PC. Membuntuti keberhasilan itu, rumor menyatakan bahwa Activision kali ini berniat me-remaster Crash Team Racing.

Petunjuk mengenai eksistensinya muncul awal minggu ini lewat update foto cover laman Facebook Crash Bandicoot PS4 yang memperlihatkan gambar bendera balap. Kemudian di tanggal 4 Desember kemarin, melalui Twitter-nya presenter PlayStation Access Hollie Bennett memamerkan foto sepasang dadu berbulu warna jingga yang biasanya digantung di kaca spion mobil. Merchandise ini ditemani oleh pesan bertuliskan ‘Meluncur di The Game Awards 6/12’.

Animasi bendera balap kotak-kotak berwarna monokromatis sendiri sempat dipakai sebagai latar belakang sesi intro permainan Crash Team Racing. Buat sekarang, pihak Sony ataupun Activision memang belum mengonfirmasi apapun, namun dari diskusi di page Facebook Crash Bandicoot PS4 maupun Twitter Hollie Bennett, fans merasa yakin ini adalah indikasi kuat pengumuman versi remaster-nya.

Ada kemungkinan besar pengumuman akan dilangsungkan di acara The Game Awards 2018 yang jatuh pada tanggal 6 Desember, pukul 18:00 waktu Pasifik, atau jam 9:00 pagi WIB di tanggal 7 Desember besok. Selain versi remaster Crash Team Racing, publisher lain sempat memberi petunjuk soal agenda mereka mengumumkan sekuel dari Alien Isolation (Alien: Blackout) dan permainan keenam seri Far Cry.

Crash Team Racing adalah salah satu permainan terlaris di era console genarasi kelima, terjual sebanyak lebih dari 1,71 juta kopi di kawasan Eropa, 2,64 juta kopi di Amerika Serikat, dan hampir menyentuh 500 ribu kopi di Jepang. Kesuksesannya mendorong Sony untuk memasukkan permainan dalam daftar Greatest Hits dan merilis ulangnya di tahun 2000.

Game racing ini juga memunculkan sekuel ‘tak langsung’ berjudul Crash Nitro Kart, namun ia tidak lagi digarap oleh Naughty Dog, melainkan oleh tim Vicarious Visions dan dipublikasikan Activision. Sayang, respons media dan gamer tidak sepositif Crash Team Racing karena Crash Nitro Kart tidak banyak menawarkan inovasi.

Via Eurogamer.

Epic Games Luncurkan Platform Distribusi Digital Pesaing Steam

Bagi kalangan kasual, Epic Games terkenal lewat permainan battle royale populer, Fortnite. Tapi menelusuri perjalanannya di ranah gaming, Epic Games merupakan salah satu developer berpengalaman yang punya andil besar di industri – terutama melalui pengembangan Unreal Engine. Umur studio asal North Carolina itu bahkan lebih tua dari Valve Corp.

Sejauh ini, Epic Games dan Valve punya khalayaknya sendiri dan berbisnis tanpa berkompetisi langsung. Namun boleh jadi, dalam waktu dekat keduanya akan mulai bersaing. Di minggu ini, diketahui bahwa tim di belakang seri Gears of War itu punya agenda untuk meluncurkan platform distribusi pesaing Steam. Namanya cukup sederhana, tapi terdengar catchy di telinga: Epic Games Store.

CEO Tim Sweeney menjelaskan bahwa mereka sudah lama ingin menggarap platform yang dapat menyambungkan tim Epic Games dengan para pemain. Awalnya, mereka bereksperimen lewat Fortnite – permainan ini tidak ada di Steam, hanya bisa diakses melalui software milik Epic Games. Sweeney bilang, percobaan tersebut berhasil dan berkeinginan untuk membuka gerbangnya bagi developer lain.

Ketika Valve menerapkan pembagian keuntungan 30 banding 70, Epic Games Store menawarkan angka yang lebih menggoda buat studio third-party: mereka hanya meminta komisi 12 persen, dan sisanya diterima oleh sang pencipta permainan. Epic Games berencana untuk meluncurkan platform ini secara ‘perlahan-lahan’, dengan koleksi game yang tak terlalu banyak dan mereka pilih sendiri.

Epic Games Store 1

Penambahan jumlah game akan terus dilakukan di tahun 2019, hingga nanti saat Epic Games merasa yakin mereka tak perlu lagi melakukan kurasi. Tiap permainan yang dijual di sana tetap harus mendapatkan persetujuan sang penyedia layanan, namun mereka hanya akan melakukan penakaran dari sisi teknis dan bukan berdasarkan konten – kecuali pada permainan-permainan bertema dewasa.

Dengan kemudahan akses serta jumlah pengguna yang sangat banyak, Steam memang terlihat berada di atas angin. Belum lama ini, Valve juga mengungkap rencana buat mengurangi persentase imbalan dari 30:70 jadi 25 persen. Kemudian mereka hanya mengambil 20 persen dari tiap penjualan game senilai  US$ 50 juta. Lewat langkah ini, Valve tampaknya ingin menjaga agar publisher blockbuster tidak menarik diri dari Steam.

Menariknya, Tim Sweeney sempat bilang bahwa mereka tidak berkeinginan untuk berduel dengan Steam. Epic Games hanya ingin ‘memberikan penawaran terbaik bagi developer serta memperluas kesempatan pencipta konten buat berkreasi’. Epic Games Store akan dapat diakses di tanggal 6 Desember besok, ditandai oleh dilangsungkannya The Game Awards 2018.

Itu berarti, Epic Games resmi mengikuti jejak Electronic Arts dan Activision-Blizzard dalam menyediakan platform distribusinya sendiri.

Sumber: UnrealEngine.com. Tambahan: VentureBeat.

Mode Battle Royale Hadir di Black Desert Online

Berkat PUBG dan Fortnite, efek demam battle royale bisa kita rasakan di mana-mana. Saat ini, semua developer franchise raksasa mencoba mengintegrasikan mode last man standing di game terbarunya, dari mulai Call of Duty, Battlefield, hingga Red Dead Redemption. Ternyata, battle royale tidak hanya menjamur di permainan-permainan action, tapi juga diadopsi oleh MMORPG.

Dalam acara Festa di Amsterdam pada tanggal 4 Desember kemarin, developer Korea Selatan Pearl Abyss mengumumkan agenda untuk membubuhkan battle royale di permainan MMO populer mereka, Black Desert Online. Meski konsep dasar gameplay-nya sama, Pearl Abyss telah menemukan metode penyajian baru agar mode battle royale mereka serasi dengan tema Black Desert Online serta tidak terasa membosankan.

Di Black Desert Online, battle royale diberi titel Shadow Arena. Berbeda dari PUBG atau Fortnite yang diawali lewat sesi terjun payung; di Shadow Arena, Anda memulai pertandingan sebagai Black Spirit dan harus menemukan tubuh untuk dirasuki. Selanjutnya, skill dan perlengkapan dapat diperoleh dengan menghancurkan objek-objek atau mengalahkan NPC yang ada di arena.

Peraturan Shadow Arena sama seperti mode last man standing tradisional: satu pemain yang berhasil bertahan hidup akan jadi pemenangnya. Di momen peluncurannya ini, Shadow Arena mendukung 50 pemain, meski ada kemungkinan developer akan menambah jumlahnya di waktu ke depan lewat update. Buat sekarang, opsi battle royale di Black Desert Online baru tersedia untuk pemain di Korea Selatan, dan selanjutnya akan hadir buat gamer di negara-negara barat.

Selain Shadow Arena, executive producer Jae-Hee Kim turut mengungkap rencana Pearl Abyss untuk menambahkan Archer, yaitu pilihan kelas ke-17, akan tiba secara global pada tanggal 12 Desember. Sesuai namanya, Archer adalah spesialis serangan jarak jauh. Dalam bertempur, ia dibekali senjata busur silang dan kemampuan sihir.

Pearl Abyss juga punya agenda buat memperluas dunia permainan. Saat ini, mereka tengah mengembangkan wilayah baru bernama O’dyllita (dapat diakses pemain Korea Selatan menjelajahinya di paruh pertama tahun depan), serta menggodok mode Territory War yang difokuskan pada konflik antara Calpheon dan Valencia.

O’dyllita sendiri dipenuhi beragam lokasi menarik seperti The Valley of Olun, Thorn Tree Forest, serta Castle of Thorns. Area-area tersebut dihuni oleh Turo dan Ahib. Turo adalah ras raksasa yang biasanya bergerombol dalam grup berisi dua atau tiga individu, sedangkan Ahib ialah makhluk mirip beruang berkekuatan sihir hitam.

Via VentureBeat.

Detail Konten Rainbow Six: Siege Year 3 Season 4 dan Perubahan Meta di Dalamnya

Bulan Desember kembali menjadi momen yang menyenangkan bagi pecinta Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege. Sesuai rencana yang telah diumumkan Ubisoft dalam Rainbow Six: Siege Year 3 Roadmap, selama setahun ini mereka akan merilis konten secara bertahap yang terbagi ke dalam empat Season. Season 1 (Operation Chimera) di bulan Maret, Season 2 (Operation Parabellum) di bulan Juni, Season 3 (Operation Grim Sky) di bulan September, dan kini kita sampai di Season 4 (Operation Wind Bastion).

Banyak sekali tambahan konten dalam Operation Wind Bastion, namun konten yang paling besar tentu adalah munculnya dua Operator (hero) baru dan satu map baru. Selain itu, sesuai dengan tema Operation Wind Bastion yang berlatar belakang negara Maroko, Ubisoft juga memberikan berbagai skin senjata, kostum, serta headgear baru. Kita akan kupas satu-persatu di bawah.

Operator: Nomad (Attacker)

Rainbow Six: Siege - Nomad
Operator Sanaa “Nomad” El Maktoub | Sumber: Ubisoft

Nomad adalah anggota resimen militer khusus kerajaan Maroko yang bernama GIGR (Groupe d’Intervention de La Gendarmerie Royale), semacam Kopassus-nya Maroko. Sebagai anggota GIGR, Nomad punya jam terbang tinggi serta spesialisasi dalam operasi lapangan. Ahli beradaptasi dengan lingkungan dan punya ketahanan tubuh tinggi, wanita bernama asli Sanaa El Maktoub ini juga mencintai petualangan, dan ia ingin melihat dunia lebih banyak bersama unit Rainbow Six.

Nomad merupakan Operator dengan role Attacker yang punya kecepatan gerak serta damage pada level menengah. Keahlian khusus (gadget) miliknya adalah AirJab, granat luncur bertipe proximity, artinya granat ini baru akan meledak setelah ada orang di dekatnya. AirJab tidak menimbulkan damage, namun dapat melontarkan musuh (atau kawan) dalam area tertentu, membuat mereka jatuh dan tak berdaya selama beberapa detik.

Berbicara dengan Bobby Rachmadi Putra dari komunitas R6 IDN (Rainbow Six: Siege Indonesia Community), tampaknya Nomad akan menjadi counter dari Operator Clash yang sebelumnya dirilis pada Year 3 Season 3. Clash cukup merepotkan sebab ia memiliki tameng besar yang sulit ditembus. Akan tetapi AirJab milik Nomad dapat membuat Clash tidak mampu mengangkat tameng selama beberapa saat.

Selain Clash, Nomad secara umum memang akan menyebalkan bagi para pemain peran bertahan. “Operator Defender kayak Mira, Echo, Maestro, dan Castle jadi makin susah untuk melakukan kegiatan mereka yaitu anchoring,” kata Bobby. AirJab milik Nomad juga sempat mendapat nerf di test server. Bila sebelumnya AirJab bisa aktif saat granat sedang melayang di udara, kini AirJab baru bisa aktif setelah granatnya mendarat.

Selain AirJab, senjata utama Nomad adalah assault rifle AK-74M dan automatic rifle Beretta ARX200, keduanya banyak digunakan dalam operasi-operasi militer di Timur Tengah. Nomad juga dibekali Breach Charge dan Stun Grenade, sesuai dengan perannya sebagai Attacker.

Operator: Kaid (Defender)

Rainbow Six: Siege - Kaid
Operator Jalal “Kaid” El Fassi | Sumber: Ubisoft

“Memimpinlah dengan teladan maka gunung pun dapat kau gerakkan,” demikian prinsip yang dipegang teguh oleh Jalal El Fassi, alias Kaid. Ia merupakan komandan benteng Kasbah Sekhra Mania di Maroko, sekaligus mentor dari Nomad. Mentor yang menghasilkan prajurit hebat pastinya bukan orang sembarangan, dan Kaid punya reputasi sebagai komandan terbaik di Kasbah Sekhra Mania. Ia sering disebut sebagai prajurit “tradisionalis” karena menurutnya, terlalu banyak mengandalkan teknologi justru dapat berdampak buruk pada para Operator.

Sebagai seorang Defender, Kaid mengandalkan sub-machine gun AUG A3 dan semi-automatic shotgun TCSG12 yang dilengkapi dengan ACOG (Advanced Combat Optical Gunsight). Dengan kata lain, Kaid memiliki shotgun yang bisa di-zoom dan bisa melakukan headshot dari jauh. Kedua senjata ini memungkinkan Kaid memberi damage sangat besar, juga menghancurkan barikade dengan cepat, namun sebagai gantinya ia punya gerakan yang lambat.

“Nah, Kaid malah yang bikin meta semakin rumit nih,” kata Bobby kepada Hybrid. “Sekarang karena adanya Kaid, yang namanya hatch atau trap door bisa di-reinforce atau diberi listrik agar tidak bisa di-breach.” Kaid memang memiliki gadget unik bernama Rtila Electroclaw. Gadget ini memperkuat dinding, tameng, trap door, dan berbagai pelindung lainnya agar sulit dihancurkan lawan.

Lanjut Bobby, “Jadinya makin susah untuk Attacker. Apabila map-nya untuk vertical play, itu agak susah karena berkurangnya entry point seperti jendela dan tangga. Penggunaan Operator Thatcher akan semakin berguna dan harus. Tapi balik lagi ke sesi ban Operator dalam esports Rainbow Six ya.” Gadget milik Thatcher, yaitu EG MKO-EMP Grenade, dapat menonaktifkan segala perangkat elektronik di sekitarnya, termasuk Electroclaw milik Kaid. Seperti Nomad, Kaid juga sempat mendapat nerf di test server, bila sebelumnya Kaid dapat memasang hingga tiga Electroclaw kini ia hanya bisa memasang dua.

Map baru: Fortress

Rainbow Six: Siege - Fortress
Kasbah Sekhra Mania alias “Fortress” | Sumber: Ubisoft

Map yang disebut Fortress ini adalah benteng di kerajaan Maroko dengan nama lengkap Kasbah Sekhra Mania. Sesuai dengan arsitektur Kasbah di Maroko dunia nyata, Fortress memiliki banyak tangga di luar serta menara di beberapa titik bangunannya. Selain itu di dalam benteng juga ada ruangan-ruangan terbuka berupa aula atau tempat latihan prajurit.

Secara lore, benteng ini merupakan markas sekaligus tempat tinggal Kaid, jadi wajar bila Kaid cenderung punya keuntungan di sini. Tapi siapa pun Operator yang digunakan, permainan di Fortress butuh banyak taktik karena baik Attacker maupun Defender selalu berada dalam posisi yang cukup berbahaya. Banyaknya tangga dalam akan mendorong banyak pergerakan antar lantai, sementara itu menara dan tangga luar memunculkan banyak sekali alternatif jalan masuk bagi para Operator.

“Fortress memang agak ribet karena vertical entry point banyak banget,” kata Bobby. Sesuai namanya, yaitu Fortress, peta ini memang berbentuk semacam benteng atau kastil. Dan bangunan yang namanya kastil, sudah pasti di dalamnya banyak lorong panjang serta ruangan terbuka dengan line of sight yang sangat jauh.

“Yang bikin ribet vertical entry point-nya ya, itu sangat menyulitkan Defender untuk roaming dan menghindari line of fire secara vertikal. Bisa dibilang map ini campuran antara Villa dan Coastline. Villa untuk lorong-lorong panjang dan Coastline yang terkenal dengan vertical play-nya. Harus sangat sekali tactical, nggak bisa asal rush untuk Attacker dan nggak terlalu bisa jalan sana-sini untuk Defender,” demikian Bobby menjelaskan.

Skin baru, antarmuka baru, dan perubahan lainnya

Rainbow Six: Siege - Pro Team BDU
Operator dapat mengenakan BDU bercorak tim esports | Sumber: Ubisoft

Operation Wind Bastion memberikan berbagai weapon skin bertema Afrika Utara, sesuai latar belakang negara Maroko yang diusungnya. Selain itu, Ubisoft merilis kostum alias BDU (Battle Dress Uniform) bertema esports. Ubisoft bekerja sama dengan 11 tim Rainbow Six: Siege profesional untuk menghadirkan BDU dengan motif tim-tim tersebut. Sebagian hasil penjualan Pro Team BDU ini akan diberikan kepada tim-tim profesional yang terlibat, juga akan masuk ke dalam prize pool kompetisi Rainbow Six Invitational.

Dari segi antarmuka, Year 3 Season 4 ini membawa perubahan cukup drastis dalam menu Shop di Rainbow Six: Siege. Kini tiap pemain bisa menjelajahi daftar barang belanjaan lebih mudah, Tiap senjata bisa ditampilkan secara fullscreen, dan pemain yang membeli barang dapat memilih untuk langsung mengenakannya saat itu juga.

Ubisoft juga melakukan cukup banyak perubahan balance di berbagai Operator yang sudah ada. Contohnya seperti penurunan damage Operator Lesion, peningkatan damage Operator Smoke, dan lain-lain. Ini ditambah dengan perubahan trajectory untuk throwable gadget, perbaikan bug, serta banyak lagi perubahan lainnya. Anda dapat melihat daftar lengkap perubahan balance di situs resmi Rainbow Six: Siege.

Grace Period dan karantina Lion

Rainbow Six: Siege - Grace Period
Operator baru tidak boleh digunakan di turnamen selama tiga bulan | Sumber: Ubisoft

Dua hal yang sangat berpengaruh terhadap dunia kompetitif Rainbow Six: Siege di patch kali ini adalah pengenalan Grace Period serta penarikan Operator Lion dari dunia kompetitif. Berhubung penambahan Operator baru akan mengubah gameplay, Ubisoft akan menahan Operator-Operator baru agar tidak digunakan di turnamen profesional untuk sementara waktu. Masa tenggang inilah yang disebut Grace Period, atau Evaluation Period.

Tujuan adanya Grace Period tentu untuk memastikan bahwa Operator baru dirilis dengan balance yang baik, serta tidak memiliki bug aneh yang dapat merusak jalannya pertandingan profesional. Ubisoft juga ingin agar para pemain membiasakan diri dulu dengan perubahan meta. Jangka waktu Grace Period direncanakan berjalan selama tiga bulan sejak Season dimulai. Hanya kompetisi-kompetisi esports Rainbow Six resmi yang terkena Grace Period, misalnya Rainbow Six Pro League, Challenger League, Six Invitational, Rainbow Six Major, dan sejenisnya.

Keputusan menerapkan Grace Period ini salah satunya datang akibat kemampuan milik Operator Lion yang membuatnya terasa overpowered. Lion sudah lama dianggap momok oleh para pemain Rainbow Six: Siege, dan kini merupakan Operator yang paling sering menerima ban dalam pertandingan. Setelah berbagai diskusi dengan para pemain profesional, serta sebuah petisi yang disetujui oleh lebih dari 1000 penggemar, Ubisoft akhirnya memutuskan untuk “mengarantina” Lion sementara dari dunia esports.

Rainbow Six: Siege - Lion
Lion memiliki kemampuan melihat posisi semua Operator di map | Sumber: Ubisoft

Karantina ini hanya berlaku untuk turnamen profesional. Para pemain Rainbow Six: Siege pada umumnya masih dapat memainkan Lion baik di casual match atau ranked match. Selagi masa karantina, Ubisoft akan mencari cara untuk mengubah Lion menjadi Operator yang tetap menyenangkan untuk dimainkan, namun juga adil untuk dilawan di segala level keahlian.

Itulah penjelasan lengkap seputar konten serta perubahan yang ada di Rainbow Six: Siege Year 3 Season 4. Bila Anda sudah memiliki Rainbow Six: Siege Year 3 Pass, seluruh Operator dan map baru di atas bisa langsung Anda dapatkan pada tanggal 4 Desember 2018. Sementara untuk para pemain lainnya, konten-konten ini bisa dibeli menggunakan Renown (in-game currency dalam Rainbow Six: Siege) paling cepat seminggu setelahnya.

Season baru di Rainbow Six: Siege selalu memberikan tantangan serta kesenangan baru. Dengan kemunculan Nomad dan Kaid, hingga sekarang tactical first-person shooter bikinan Ubisoft ini telah memiliki 44 Operator yang bisa dimainkan. Bila Anda belum pernah mencicipi Rainbow Six: Siege, ini adalah saat yang sangat tepat untuk terjun ke dalamnya. Jangan ragu untuk mencoba Rainbow Six: Siege, dan rasakanlah pengalaman first-person shooter yang unik, taktis, serta lain daripada yang lain.

Sumber: Ubisoft

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari R6 IDN (Rainbow Six: Siege Indonesia Community)

Blizzard Akan Mengumumkan Beberapa Game Diablo Tahun Depan?

Blizzard mungkin tak menduga pengungkapan Diablo Immortal disambut dengan begitu negatif, tetapi melakukan pengumuman permainan mobile di acara berbayar yang didominasi oleh gamer PC memang bukanlah langkah pintar. Kekecewaan fans kian menjadi setelah sebelumnya beredar rumor yang menyatakan akan ada penyingkapan sekuel sejati Diablo di sana.

Developer sempat menampik desas-desus melalui blog resminya, namun mereka juga bilang bahwa beberapa tim berbeda memang tengah menggarap sejumlah proyek Diablo dan akan menginformasikannya ‘di waktu yang tepat’. Dengan begitu, yang bisa kita kerjakan sekarang adalah menunggu. Kali ini lewat forum Battle.net, Blizzard akhirnya memberikan petunjuk mengenai kapan mereka akan melangsungkan pengumuman game Diablo baru.

Tim menjelaskan bagaimana mereka terus-menerus mengumpulkan masukan dan melakukan diskusi internal. Khusus buat franchise Diablo, Blizzard sedang menggodok beberapa proyek sekaligus. Rencananya, sebagian atau mungkin seluruh kreasi baru tersebut akan diungkap di tahun depan. Blizzard bilang mereka tak mau ‘sekadar menyampaikan informasi, tapi ingin menunjukkannya’.

“Memang membutuhkan waktu agar pengerjaannya sesuai dengan standar kami, tapi saat ini, lebih dari sebelumnya, kami berkomitmen untuk menghidangkan pengalaman Diablo yang bisa dibanggakan pada seisi komunitas,” tulis tim pengembang.

Penuturan tersebut sekali lagi mengonfirmasi bahwa ada lebih dari satu proyek Diablo yang sedang jadi fokus Blizzard Entertainment. Dari kabar yang beradar, sudah ada dua pejelmaan purwarupa Diablo 4, dan pengerjaannya diarahkan oleh dua sutradara berbeda. Di inkarnasi awal, game punya kesamaan formula dengan seri Dark Souls, disajikan dalam perspektif orang ketiga ‘over-the-shoulder‘ (premisnya menarik, apalagi saya sangat menyukai Dark Souls), namun developer mengembalikannya lagi menjadi tampilan isometrik tradisional khas Diablo.

Untuk temanya sendiri, Diablo 4 katanya akan mengusung latar belakang yang lebih gelap dan menakutkan dibanding Diablo 3, lebih menyerupai Diablo II. Dari info yang beredar, tadinya Blizzard punya agenda untuk mengungkap permainan keempat seri Diablo itu di BlizzCon 2018, namun karena alasan tertentu, tim memutuskan buat menunda pengumuman ke lain waktu sehingga hanya menyisakan Diablo Immortal.

Untuk seri permainan berumur lebih dari dua dekade dengan jumlah fans sangat banyak, saya bisa membayangkan dilema yang dihadapi developer: Apakah sebaiknya mereka mempertahankan elemen gameplay tradisional yang berarti mempersempit ruang buat berinovasi, atau malah bereksperimen dengan formula baru, yang beresiko membuat para pemain veteran merasa terasingkan?

Via Digital Trends.

16 Tahun Menanti, Sekuel Sejati MechWarrior Dapatkan Jadwal Rilis Pasti

Gamer setidaknya punya satu permainan yang mampu menghadirkan kembali kenangan ber-gaming di masa lalu. Buat saya, seri MechWarrior akan mengembalikan memori mengenai serunya ber-LAN party bersama adik di hari Minggu sore, terutama ketika kami mencoba mempreteli Atlas atau Thor menggunakan BattleMech berukuran kecil seperti Flea dan Cougar.

Franchise MechWarrior saat ini dipegang oleh Piranha Games, dan mereka sempat merilis versi free-to-play berjudul MechWarrior Online di tahun 2013. Namun tanpa mode campaign, fans memang belum menganggapnya sebagai penerus sejati MechWarrior. Kabar gembira baru terdengar di akhir 2016 ketika presiden Russ Bullock men-tease permainan kelimanya, MechWarror 5: Mercenaries.

Satu fakta menarik dari MechWarrior 5: Mercenaries adalah ia mengusung sub-judul serupa expansion-pack standalone MechWarrior 4: Mercenaries yang dirilis 16 tahun silam. Awalnya, game dijadwalkan untuk meluncur di tahun ini, namun tampaknya Piranha Games membutuhkan waktu lebih lama buat merampungkan proyek tersebut. Akhirnya, di acara MechCon 2018 yang dilangsungkan di Vancouver kemarin, developer menetapkan bulan September 2019 sebagai momen pelepasan game.

MechWarrior 5 digarap dengan tetap berkiblat pada formula para pendahulunya, mengombinasikan genre vehicular combat berbasis robot (mecha) dan detail ala permainan simulasi. Tentu saja, permainan juga memperoleh banyak tambahan fitur – satu contohnya ada mode multiplayer coop, dan dibangun menggunakan teknologi terbaru. Di sana, kustomisasi juga menjadi pilar gameplay. permainan mempersilakan pemain buat meng-upgrade serta menggonta-ganti komponen kendaraan perangnya.

Untuk jalan ceritanya – seperti yang sudah dikonfirmasi di trailer serta diindikasikan judulnya – Anda bermain sebagai anggota kelompok pasukan bayaran. Seperti MechWarrior 4: Mercenaries, saya menduga kita bisa memilih bekerja untuk faksi atau klan berbeda. Lalu selain bertempur menggunakan robot, pemain juga dapat menjelajahi markas mereka (meski saya belum tahu apa saja yang bisa dilakukan di sana).

MechWarror di-setting di jagat fiksi BattleTech. Ia merupakan bapak dari permainan-permainan bertema mech seperti Front Mission, Armored Core, Hawken, sampai Titanfall.

Beberapa gamer mungkin menganggap gameplay MechWarrior terlalu lambat, namun sebetulnya semua itu bergantung dari jenis BattleMech yang Anda pilih. Memang betul ia tidak ‘secepat’ Titanfall, namun MechWarrior 5: Mercenaries memperkenankan kita menghancurkan bangunan dan  segala objek di arena tempur. Itu berarti, skenario pertempuran akan selalu berbeda, walaupun dilangsungkan di lokasi yang sama.

Sebagai tambahan info, di tahun ini Harebrained Schemes juga merilis reboot dari seri BattleTech, digarap berlandaskan versi permainan tabletop-nya. Namun berbeda dari MechWarrior, BattleTech menyajikan formula strategi turn-based.

Via Polygon.

4 Tantangan Developer Mobile di Tahun 2018 dan Cara Google Mengatasinya

Pasar mobile di tahun 2018 adalah pasar yang masih terus bertumbuh. Demikian pernyataan yang dilontarkan oleh Google pada awal acara konferensi Google Playtime 2018 Singapore, 29 November lalu. Di Asia Tenggara saja, ekonomi digital/internet telah mencapai angka perputaran uang US$72 miliar di akhir tahun 2018. Sementara di tahun 2025, angka ini diperkirakan akan tumbuh hingga lebih dari tiga kali lipatnya, yaitu sekitar US$240 miliar.

Nilai ekonomi sebesar itu tercapai, salah satunya berkat banyaknya jumlah perangkat mobile yang beredar dan aktif digunakan di seluruh dunia. Google memperkirakan bahwa saat ini ada lebih dari dua miliar mobile device aktif di 215 negara. Dari sedemikian banyak perangkat, lebih dari 250 juta aplikasi diunduh setiap harinya. Ini berarti banyak pengguna perangkat mobile yang selalu aktif mencari dan mengunduh aplikasi baru.

Mobile game tentu merupakan bagian besar dari ekonomi tersebut. Dan Google sebagai penyedia platform punya kewajiban untuk mengidentifikasi serta menciptakan solusi atas tantangan-tantangan yang muncul di dalamnya. Setidaknya ada empat tantangan besar yang dihadapi oleh dunia mobile game di tahun 2018. Berikut masalah-masalah tersebut dan cara Google menghadapinya.

Google Playtime 2018 - Hosts
Tian Lim, Purnima Kochikar, dan Kunal Soni di Google Playtime 2018 Singapore | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Ukuran instalasi

Sejak tahun 2012, ukuran sebuah mobile game telah semakin membengkak. Rata-rata ukuran APK game Android di tahun 2018 mencapai lima kali lipat dari sejak enam tahun yang lalu. Ini memunculkan masalah tersendiri, terutama di pasar negara berkembang. Semakin besar ukuran instalasi sebuah game, semakin tinggi kemungkinan terjadi gagal unduh atau gagal install.

“Di Indonesia misalnya, lebih dari 40% perangkat mobile yang beredar hanya memiliki kurang dari 1 GB storage,” kata Tian Lim, VP of UX and Product di Google Play. Padahal pasar potensial wilayah ini sangat besar. Sayang sekali bila ada developer yang tak bisa memanfaatkannya karena kendala storage.

Menghadapi hal ini, Google Play telah mengubah cara instalasi di platform tersebut. Para developer kini bisa mengakses fitur bernama Android App Bundle yang memungkinkan penciptaan APK dalam ukuran jauh lebih kecil dari biasanya. Fitur ini tersedia dalam Android Studio versi 3.2 yang baru saja dirilis bulan September lalu.

Kualitas aplikasi

Seperti yang dikatakan oleh Kunal Soni, Director of Business Development Google Play SEA & India saat konferensi Indie Games Accelerator 2018, di tengah banyaknya mobile game yang beredar, tidak ada ruang bagi game berkualitas rendah. Google memahami hal ini, karena itulah mereka terus berinovasi demi memastikan semua game di Google Play memenuhi standar tertentu.

Google meluncurkan program baru yang bernama Android Vitals. Program ini memungkinkan developer untuk mengakses sebuah dashboard yang menunjukkan berbagai macam statistik tentang stabilitas aplikasi. Mulai dari waktu startup/loading, penggunaan baterai, masalah permission, crash rate, dan sebagainya. Seluruh statistik tersebut membentuk suatu daftar yang disebut “core vitals”. Dengan memastikan seluruh core vitals tercapai, developer dapat merilis aplikasi tanpa perlu khawatir akan crash atau bug yang merepotkan.

Selain itu, Google Play kini juga memiliki fitur Early Access dan Pre-Registration. Dengan menawarkan berbagai imbalan serta kesempatan mencicipi game lebih awal, mereka berharap akan meningkatkan jumlah aplikasi yang terinstalasi di hari peluncurannya.

Metode pembayaran lokal

Kunal Soni mengatakan dalam acara Google Playtime 2018, “Salah satu tantangan terbesar yang unik di Asia Tenggara adalah masalah pembayaran. Developer butuh jalur pembayaran yang mudah dan tepat agar mereka bisa mendapat pemasukan.” Asia Tenggara memang termasuk negara berkembang di mana penggunaan kartu kredit masih relatif rendah. Pengguna ingin jalur-jalur pembayaran alternatif yang lebih mudah dan familier.

Google berinvestasi di dua jalur pembayaran lokal. Pertama yaitu dalam wujud gift card (alias voucer Google Play) dan kode digital. Metode ini diterapkan di negara-negara seperti Thailand, Indonesia, Singapura, dan India. Saat ini ada lebih dari 42.000 gerai ritel Asia Tenggara dan India yang menjual voucer Google Play.

Metode kedua adalah pembayaran via pulsa. Google Play telah menjalin lebih dari 25 ikatan kerja sama DCB (Direct Carrier Billing) dengan perusahaan telekomunikasi berbagai negara. Termasuk di antaranya Vietnam, Singapura, Malaysia, Filipina, India, serta tentu saja Indonesia. Pembayaran via pulsa bisa dilakukan secara prabayar atau pascabayar, dan terbukti sangat populer di negara-negara berkembang.

Google juga mengizinkan para developer game untuk mematok banderol harga berbeda-beda di tiap negara. Di Indonesia misalnya, game dapat dijual bahkan dengan harga kurang dari Rp10.000, sementara di India developer dapat memasang harga semurah 10 Rupee. Praktik “sub-dollar price” ini sangat efektif meningkatkan minat pasar terhadap berbagai game yang ada di Google Play. Salah satu contoh suksesnya adalah Niji Games dengan game berjudul Jones: Jomblo is Happiness. Dijual dengan harga Rp9.000 saja, game ini laku keras, bahkan sempat nangkring di peringkat 6 Top Paid Games Google Play.

Jones: Jomblo is Happiness - Price
Salah satu contoh praktik sub-dollar price yang sukses | Sumber: Google Play

Keamanan

Kemanan dan kepercayaan adalah masalah penting. Bila sebuah platform banyak mengandung aplikasi jahat, malware, atau sejenisnya, pengguna lambat laun akan kehilangan kepercayaan dan pergi meninggalkan platform tersebut.

Google Play sangat serius menggarap masalah ini. Di tahun 2017 saja, mereka telah menghapus kurang lebih 700.000 aplikasi bermasalah dari Google Play. Mereka juga menerapkan proses approval yang lebih ketat, serta menciptakan tools untuk memindai aplikasi-aplikasi Google Play secara otomatis untuk menemukan potensi malware. Menurut Tian Lim, setiap harinya Google Play melakukan pemindaian 50 miliar aplikasi untuk menjaga keamanan.

Itulah empat tantangan utama developer mobile di tahun 2018. Google melalui platform Google Play tak henti-henti melakukan perbaikan demi menciptakan ekosistem mobile yang baik, terutama di wilayah Asia Pasifik. Mereka juga mendorong pertumbuhan developer lokal, misalnya melalui program Indie Games Accelerator dan Start on Android. Harapannya Google Play dapat menjadi platform yang sehat, aman, dan terus tumbuh di masa depan.

Google Indie Games Accelerator 2018, Ajang Pertapaan Developer Game Delapan Negara

Google baru saja menyelesaikan program bootcamp yang digelar untuk developer mobile game dari delapan negara—India, Indonesia, Malaysia, Paksitan, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Berjudul Indie Games Accelerator 2018 (IGA 2018), program ini bertujuan untuk melejitkan pertumbuhan mobile game di negara-negara tersebut, dan melibatkan sejumlah mentor dari perusahaan-perusahaan game top dunia dalam sebuah kurikulum yang komprehensif.

Google menyebut Indie Games Accelerator sebagai “edisi spesial dari program Launchpad Accelerator”. Artinya, IGA 2018 bukan hanya membantu para developer menciptakan game yang menarik, tapi juga mengajarkan mereka cara mendirikan perusahaan yang sustainable untuk jangka panjang. Membuat sebuah game dan membuat sebuah perusahaan game adalah dua hal yang berbeda, dan Google ingin agar para studio game dapat melakukan keduanya secara maksimal.

Indie Games Accelerator 2018 - Cohorts
Beberapa peserta IGA 2018 | Sumber: Dokumentasi Google

Seleksi ketat 30 peserta

IGA 2018 adalah program IGA pertama yang diadakan Google. Untuk saat ini, Google hanya menargetkan delapan negara di atas, namun mereka juga ingin melebarkan jangkauan ke wilayah lainnya di masa depan. “Kami ingin memastikan bahwa Google Play mendukung dan memberdayakan developer game dari skala apa pun dan dari negara apa pun,” demikian kata Kunal Soni, Director of Business Development Google Play SEA & India.

Selama masa registrasi tanggal 27 Juni – 31 Juli 2018 lalu, Google telah menerima pendaftaran dari beribu-ribu developer, dan menyaring semuanya jelas bukan hal mudah. Pada akhirnya, terpilih 30 developer yang menjalani bootcamp Indie Games Accelerator perdana ini. Berikut ini daftar developer tersebut.

India:

  • 2Pi Interactive
  • Bombay Play
  • GoLIVE Games Studio
  • Jambav
  • Lucid Labs
  • Octathorpe Web Consultant
  • Threye Interactive
  • Underdogs Gaming Studio

Indonesia:

Indie Games Accelerator 2018 - Kunal Soni
Kunal Soni menjelaskan isi program mentorship IGA 2018 | Sumber: Dokumentasi Google

Malaysia:

  • Gameka

Pakistan:

  • Dreamnode Studios
  • we.R.play

Filipina:

  • MochiBits
  • Monstronauts

Singapura:

  • Battle Brew Productions
  • Boomzap
  • The Gentlebros
  • Springloaded
  • Touch Dimensions

Thailand:

  • Bit Egg
  • Extend Interactive
  • Urnique Studio

Vietnam:

  • Beemob Hanoi Studio
  • CSCMobi
  • Gemmob Studio
  • Suga Studio
  • Tope Box
  • WolfFun Game

Tiga puluh developer ini kemudian mengikuti bootcamp dan bimbingan secara intensif bersama pembicara dan mentor yang merupakan pakar industri game dari seluruh dunia. Termasuk di antaranya Rami Ismail dari Vlambeer, Mark Skaggs dari Electronic Arts, Alvin Chung dari Rayark, Jay Santos dari Unity, Angelo Lobo dari Zynga, dan banyak lagi! Anda yang familier dengan dunia game indie pasti sudah akrab dengan nama-nama mentor atau perusahaan tersebut.

“Bagian terbaik dari program ini adalah para mentornya,” kata Howard Go dari MochiBits. “Mereka dapat memberi tahu kita kenyataan-kenyataan pahit di lapangan dan bagaimana cara mengatasinya.” Interaksi antara para mentor dan developer peserta IGA memang terjadi dengan sangat dekat dan intens. Para mentor dikenal sebagai pakar di bidangnya masing-masing, jadi mereka selalu dapat memberikan feedback tajam dan tepat sasaran. Terkadang, wawasan dari para mentor itu bahkan sama sekali tak terpikirkan oleh developer sebelumnya.

Indie Games Accelerator 2018 - David McLaughlin
David McLaughlin dalam konferensi pers IGA 2018 | Sumber: Dokumentasi Google

Pilar-pilar utama Indie Games Accelerator 2018

“Kami tidak ingin game untuk menjadi one hit wonder saja. Kami ingin menciptakan perusahaan-perusahaan yang sustainable di seluruh Asia, yang dapat membuat game hit lagi dan lagi,” demikian kata David McLaughlin, Director of Global Developer Ecosystem di Google. Untuk mencapai hal itu, program IGA tidak memiliki tiga pilar utama yang disebut Discovery, Mentorship, dan Recognition.

Discovery atau Penemuan adalah tahap pencarian developer-developer bertalenta melalui seleksi. Kemudian Mentorship atau Bimbingan adalah inti dari program IGA itu sendiri, di mana para developer diajarkan berbagai best practice dalam pengembangan game maupun manajemen perusahaan. Terakhir, Recognition atau Pengakuan adalah tahap di mana Google memberi reward, baik jangka pendek ataupun jangka panjang, untuk membantu kesuksesan developer-developer itu.

Hal yang membuat IGA unik dibanding bootcamp lainnya adalah kurikulum mentorship yang didesain khusus untuk acara ini. Kurikulum tersebut meliputi lima proses tahapan, yaitu:

  • BUILD – Game Development & Design
  • GROW – Business Development
  • EARN – Monetization and User Connections
  • TEST – Game Testing
  • LEAD – Building A Company
Indie Games Accelerator 2018 - Mentors
Mentor IGA 2018, Mark Skaggs (EA) dan Kamina Vincent (Mountains Games) | Sumber: Dokumentasi Google

Tiga tahap yang paling menjadi perhatian intensif dalam kurikulum ini adalah BUILD, TEST, dan LEAD. Google paham bahwa di tengah banyaknya mobile game yang beredar dewasa sekarang, tak ada lagi ruang untuk game berkualitas jelek. Oleh karena itu Google benar-benar menghabiskan banyak waktu di tahap BUILD untuk memastikan game buatan peserta IGA berjalan dengan baik di semua platform.

Google memiliki tools tersendiri untuk deteksi bug, pelaporan eror, dan sebagainya. Dengan memberikan akses tools tersebut pada para peserta, mereka bisa langsung tahu device apa saja yang memiliki risiko terjadinya bug atau crash. Ini membantu para developer untuk meluncurkan game dalam keadaan sudah terpoles sangat baik.

Selain itu, TEST adalah tahap yang unik di IGA. Perusahaan-perusahaan developer besar umumnya memiliki divisi tersendiri untuk melakukan testing secara menyeluruh. Bahkan di luar sana ada perusahaan-perusahaan yang bergerak khusus di bidang game testing. Tapi developer indie tidak memiliki sumber daya semacam ini. Google menyediakan sumber daya testing bagi para developer, baik itu berupa automated test maupun tes manual dari para mentor.

“Kami mengajarkan startup untuk melakukan iterasi dan beradaptasi. Di sini kami pun melakukan hal yang sama,” ujar McLaughlin. IGA mengajarkan studio-studio game teknik manajemen perusahaan dengan metode OKR (Objectives and Key Results). Menurut beberapa peserta, metode ini benar-benar mengubah cara mereka mengatur perusahaan, dan membuat mereka dapat melihat masa depan secara lebih pasti. Google sendiri sudah mengadopsi sistem OKR sejak lama, dan mereka merupakan bukti nyata keberhasilan metode tersebut.

Di tahap LEAD, IGA memiliki sesi khusus yang disebut LeadersLab. Google menginvestasikan banyak waktu dan tenaga untuk menciptakan para pemimpin yang hebat, berani berbicara tentang kegagalan, dan mampu bekerja sama dengan sesama co-founder. LeadersLab sebelumnya juga sudah ada di program LaunchPad Accelerator. Ini adalah salah satu cara Google melatih perusahaan-perusahaan baru agar dapat tumbuh menjadi perusahaan dengan bisnis yang sehat.

Indie Games Accelerator 2018 - Gaco Games
Gaco Games di upacara kelulusan IGA 2018 | Sumber: Dokumentasi Hybrid

IGA 2018 hanyalah langkah awal

Indie Games Accelerator kini telah berakhir, dan seluruh peserta telah melalui upacara “wisuda” di kantor Google Asia Pacific di Singapura. Akan tetapi ini bukanlah akhir dari perjalanan mereka. Justru semua baru dimulai.

Satu hal yang mungkin terkesan sepele namun sebetulnya berpengaruh besar dari IGA 2018, adalah kesempatan para developer untuk menciptakan sebuah komunitas developer yang kuat. Pertemuan dengan sesama developer game indie dari berbagai negara, serta perkenalan dengan pakar industri game dari seluruh dunia, semuanya merupakan hal berharga yang akan membuka banyak opotunitas menarik di masa depan.

“Ada beberapa developer dari Vietnam yang sejak awal bootcamp selalu berkumpul untuk minum-minum setiap malam. Kini setelah program berakhir ternyata mereka membentuk asosiasi developer game di Vietnam,”kata Marcus Foon, Program Manager Google dalam bincang-bincang singkat dengan Hybrid. Kejadian tadi hanya salah satu contoh bagaimana IGA dapat memunculkan manfaat di luar bootcamp itu sendiri. Satu studio peserta lain bahkan berhasil menjalin kerja sama dengan publisher besar lewat acara ini. Para peserta IGA juga telah menjalin ikatan sendiri secara organik, misalnya lewat grup WhatsApp atau interaksi-interaksi lainnya.

Indie Games Accelerator 2018 - Booth
Pengunjung dapat mencoba game buatan peserta bootcamp | Sumber: Dokumentasi Hybrid

Bagi para developer senior, Google Indie Games Accelerator adalah kesempatan mereka untuk berkontribusi kembali ke dunia industri ini. Itulah salah satu sisi menariknya industri game, terutama game indie. Dengan pasar yang begitu besar, banyak developer bisa sama-sama sukses tanpa harus menganggap satu sama lain saingan. Mereka juga selalu terbuka untuk berbagi ilmu dengan developer lain, dan mereka ingin semua developer sukses bersama-sama.

“Ketika saya baru memulai dulu, saya sangat terbantu oleh para developer lain yang berkenan membagikan pengetahuan kepada saya. Sekarang saatnya saya melakukan hal yang sama untuk developer baru lainnya,” demikan ujar Kamina Vincent, salah satu mentor dari Mountain Games Studio.