Disiapkan untuk Kalangan Pelajar, Huawei MatePad Tawarkan Nilai yang Melampaui Harga Jualnya

Juli kemarin, Huawei Indonesia meluncurkan sebuah tablet kelas menengah yang sangat menarik bernama Huawei MatePad. Menarik karena setelah ditilik lebih jauh, tablet ini menawarkan nilai yang bisa dibilang melampaui banderol harganya yang terjangkau.

Dengan harga jual mulai Rp4.299.000, MatePad datang membawa spesifikasi yang mumpuni. Layar IPS-nya besar dengan bentang diagonal 10,4 inci, dan resolusinya pun cukup tinggi di angka 2000 x 1200 pixel. Meski demikian, dimensinya secara keseluruhan masih tergolong ringkas berkat bezel setipis 7,9 mm.

Lebih lanjut, tebal perangkat tercatat cuma 7,35 mm, dan bobotnya pun tidak melebihi angka 450 gram. Di baliknya, Huawei telah menanamkan chipset Kirin 810 sebagai otaknya, tidak ketinggalan juga RAM sebesar 4 GB atau 6 GB, serta pilihan storage internal dengan kapasitas 64 atau 128 GB (plus slot microSD untuk ekspansi).

Melengkapi spesifikasinya adalah baterai dengan kapasitas 7.250 mAh. Dalam sekali pengisian, MatePad bisa bertahan sampai 12 jam non-stop saat dipakai untuk menonton video 1080p atau browsing. Charging-nya sendiri membutuhkan waktu sekitar 3,8 jam hingga penuh menggunakan adaptor 10 W bawaannya.

Dengan bekal seperti itu, MatePad sangat bisa diandalkan untuk keperluan multimedia, apalagi mengingat keempat speaker-nya diracik dengan bantuan para ahli dari Harman-Kardon. Namun itu bukan satu-satunya kegunaan tablet ini, sebab ia juga dirancang untuk menjadi alat bantu yang sangat efektif untuk mengakomodasi kegiatan belajar dari rumah selama masa pandemi seperti sekarang.

Hal itu diwujudkan oleh fitur-fitur pintar yang terdapat pada sistem operasinya: EMUI 10.1 yang menggunakan Android 10 sebagai basisnya. Saya akan coba bahas beberapa fiturnya, dimulai dari yang paling berguna, yaitu Multi-Window. Fitur ini tak cuma memungkinkan pengguna untuk menjajarkan dua aplikasi saja, tapi juga memungkinkan perpindahan file dari satu ke yang lain via mekanisme drag-and-drop.

Lebih istimewa lagi, Multi-Window juga dapat dipadukan dengan Huawei Share bagi yang menggunakan smartphone Huawei. Jadi tanpa perlu melewati proses yang rumit, semua isi smartphone dapat langsung diakses dari layar tablet, dan lagi-lagi memindah file secara drag-and-drop juga dimungkinkan di sini.

Tidak kalah menarik adalah fitur bernama App Multiplier. Jadi ketimbang membuka dua aplikasi yang berbeda, fitur ini memungkinkan satu aplikasi untuk dipecah tampilannya menjadi dua, sangat berguna ketika, misalnya, hendak menonton video materi pelajaran sekaligus membaca deskripsi videonya.

Fitur lain, seperti eBook Mode, akan mengubah tingkat kontras dan kecerahan layar agar menyerupai layar e-ink, sehingga bisa lebih nyaman dipakai untuk membaca. Bicara soal nyaman atau tidak, kebetulan layar milik MatePad juga sudah lulus uji sertifikasi Low Blue Light dari TUV Rheinland.

Untuk keperluan membuat catatan atau menggambar, pengguna MatePad bisa memakai stylus Huawei M-Pencil yang dijual secara terpisah. Stylus sepanjang 16 cm ini tidak sembarangan, sebab latency-nya diyakini kurang dari 20 milidetik jika dipakai bersama aplikasi Huawei Memo, serta mampu mengenali 4.096 tingkat tekanan yang berbeda.

Lalu untuk pelajar yang berusia lebih mudah lagi, alias anak-anak, MatePad hadir membawa fitur Kids Corner yang cukup inovatif. Salah satu yang jadi favorit saya mungkin adalah bagaimana perangkat bisa memberikan notifikasi pop-up ketika anak-anak menatap layar dari jarak yang terlalu dekat. Layar pun otomatis akan dikunci sampai sang anak mundur ke jarak yang disarankan.

Tentu saja Kids Corner juga memungkinkan orang tua untuk membatasi akses ke berbagai aplikasi. Jadi kalau memang perlu menetapkan durasi maksimum untuk aplikasi hiburan, silakan saja, tapi di saat yang sama mereka juga bisa membuat pengecualian untuk aplikasi-aplikasi yang memang didesain untuk memfasilitasi pembelajaran, sehingga sesi belajar anak-anak tidak akan terganggu sedikit pun.

Guna memaksimalkan pengalaman gadget melalui HUAWEI MatePad, kita tidak perlu khawatir akan ketersediaan aplikasi penunjang kegiatan. Seluruh aplikasi yang dibutuhkan bisa langsung diunduh melalui HUAWEI AppGallery. Apabila ada aplikasi yang belum tersedia, pengguna bisa menggunakan Petal Search yang Huawei sediakan untuk memudahkan pengguna mendapatkan dan mengunduh aplikasi kesayangan. Caranya sangat mudah, hanya tinggal mengetik nama aplikasi yang diinginkan dalam fitur Petal Search, dan aplikasi akan muncul untuk siap diunduh.

Sekali lagi seperti yang saya bilang, setelah menimbang segala fiturnya, bisa disimpulkan bahwa Huawei MatePad punya nilai yang lebih dari Rp4.299.000. Huawei sengaja mematok harga yang sangat kompetitif supaya MatePad bisa lebih relevan di kalangan pelajar, dan timing peluncuran di masa pandemi tentu bukanlah suatu kebetulan.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Huawei.

Apple Luncurkan Dua Smartwatch Baru Sekaligus, Apple Watch Series 6 dan Apple Watch SE

Bersamaan dengan peluncuran iPad Air generasi keempat, Apple turut menyingkap smartwatch terbaru mereka. Bukan cuma satu kali ini, melainkan dua sekaligus, yakni Apple Watch Series 6 dan Apple Watch SE.

Kita mulai dari yang lebih mahal dulu, yaitu Series 6, yang merupakan penerus langsung dari Apple Watch Series 5 tahun lalu. Apa saja yang baru? Cukup banyak, terlepas dari desainnya yang tetap begitu-begitu saja. Meski begitu, Series 6 setidaknya tersedia dalam lebih banyak pilihan warna case, termasuk halnya warna biru maupun merah.

Seperti sebelumnya, Series 6 kembali mengusung layar OLED yang always-on, namun yang diklaim punya tingkat kecerahan maksimum 2,5 kali lebih tinggi daripada layar milik Series 5. Layar yang bisa menyala lebih terang otomatis lebih mudah dilihat di bawah sorotan matahari langsung.

Selanjutnya, Series 6 juga menghadirkan peningkatan performa hingga 20 persen lebih baik dibanding Series 5. Ini penting mengingat kinerja chipset milik Series 5 pada dasarnya sama seperti Series 4. Meski lebih kencang, daya tahan baterai Series 6 masih sama, alias sampai 18 jam pemakaian. Proses charging-nya sedikit lebih cepat, cuma memerlukan waktu 1,5 jam dari kosong sampai penuh.

Terkait kemampuan tracking-nya, Series 6 datang dengan dua sensor baru. Yang pertama adalah altimeter baru yang akan aktif sepanjang waktu sehingga pengguna dapat memonitor elevasinya setiap saat. Yang kedua adalah sensor untuk mengukur kadar oksigen dalam darah (SpO2), yang kebetulan terbukti cukup berguna untuk membantu mendeteksi gejala awal COVID-19.

Tentu saja ini tidak serta merta berarti Apple Watch bisa dipakai sebagai alat pendeteksi satu-satunya, apalagi mengingat kemampuan mengukur SpO2 sebenarnya bukanlah hal yang baru di dunia perangkat wearable – Fitbit sudah melakukannya sejak cukup lama.

Pembaruan lainnya datang bersama watchOS 7. Selain tentu saja sederet watch face baru, salah satu yang fitur yang cukup menarik adalah Family Setup, yang memungkinkan pengguna untuk memakai Apple Watch tanpa harus memiliki iPhone sendiri. Dengan kata lain, satu iPhone kini dapat dihubungkan ke beberapa Apple Watch sekaligus, asalkan semuanya berada di naungan satu akun keluarga.

Apple juga akhirnya mengikuti jejak Fitbit dengan memperkenalkan layanan berlangganan khusus buat konsumen Apple Watch. Dinamai Apple Fitness+, layanan dengan tarif $10 per bulan ini menjanjikan kelas fitness virtual yang bisa diikuti lewat iPhone, iPad, maupun Apple TV.

Saat kelas dimulai, Apple Watch akan memulai tracking secara otomatis untuk jenis aktivitas yang tepat, dan data-data penting yang dimonitor akan diteruskan ke layar iPhone, iPad maupun Apple TV secara real-time. Fitness+ membutuhkan minimal Apple Watch Series 3, dan sejauh ini baru akan tersedia di beberapa negara saja (Indonesia belum termasuk).

Apple Watch Series 6 saat ini sudah dipasarkan dengan harga mulai $399. Kalau itu dirasa terlalu mahal, maka saatnya ganti membahas mengenai Apple Watch SE.

Apple Watch SE

Seperti halnya iPhone SE yang dijual jauh lebih murah daripada iPhone lainnya, Apple Watch SE pun juga demikian. Harganya dipatok mulai $279, dan di sini saya akan coba menjabarkan apa saja perbedaannya jika dibandingkan dengan Series 6.

Yang paling utama adalah, Watch SE tidak dilengkapi fitur pengukur kadar oksigen dalam darah tadi. Fitur tersebut sejauh ini eksklusif untuk Series 6 saja, namun setidaknya Watch SE telah mewarisi komponen altimeter-nya yang bersifat always-on.

Dari segi performa, Watch SE juga tidak sekencang Series 6, sebab chipset yang digunakan masih sama persis seperti milik Series 5. Lalu apakah ini berarti Watch SE selevel dengan Series 5? Well, bisa dibilang begitu, tapi beberapa fitur rupanya tetap harus dipangkas demi menekan harga jualnya tersebut.

Salah satu yang menurut saya paling krusial adalah terkait layarnya. Besar layarnya memang sama persis, akan tetapi layar milik Watch SE tidak always-on seperti milik Series 6 maupun Series 5. Bahkan sensor laju jantungnya pun adalah versi lama yang belum dilengkapi fungsionalitas electrocardiogram alias ECG. Beruntung fitur Fall Detection masih tersedia di Watch SE.

Singkat cerita, saat ini ada tiga model Apple Watch yang Apple pasarkan secara resmi:

  • Apple Watch Series 6 dengan harga mulai $399
  • Apple Watch SE dengan harga mulai $279
  • Apple Watch Series 3 dengan harga mulai $199

Sumber: Apple 1, 2.

OPPO Resmikan ColorOS 11, Bakal Tersedia di 28 Perangkat

Baru beberapa hari setelah Google meluncurkan Android 11 secara resmi, OPPO langsung tancap gas dengan menyediakan versi public beta dari ColorOS 11 untuk Find X2 dan Find X2 Pro.

Sebentar, di mana ColorOS 8, 9, dan 10? Tidak ada, dan OPPO sebenarnya punya maksud baik. Daripada dibuat bingung seperti sebelumnya – ColorOS 7, tapi versi Android-nya 10 – sekarang konsumen bisa langsung tahu bahwa ColorOS 11 memakai Android 11 sebagai basisnya.

Persoalan nama sudah beres, saatnya membahas fitur dari ColorOS 11. Selain sebagian besar fitur yang Android 11 hadirkan, ColorOS 11 tentu juga menawarkan beberapa pembaruan lainnya.

Di ColorOS 11, tema utamanya pada dasarnya adalah kustomisasi. Hampir semua dari bagian tampilan ColorOS 11 dapat dikustomisasi oleh pengguna. Wallpaper misalnya, pengguna dapat menciptakan wallpaper sendiri dengan corak yang beraneka ragam hanya dengan menjepret foto, lalu membiarkan algoritma mendeteksi warna-waran yang terkandung dalam foto tersebut.

Bahkan fitur Dark Mode di ColorOS 11 pun bisa dikustomisasi lebih lanjut. Total ada tiga opsi skema warna gelap yang ditawarkan pada ColorOS 11: gelap total, gelap agak kebiruan, dan gelap agak abu-abu. Semuanya dengan tingkat kontras yang berbeda yang dapat disesuaikan dengan selera masing-masing, serta dapat dijadwalkan untuk aktif secara otomatis.

Juga menarik adalah kustomisasi terhadap fitur always-on display. Pengguna pada dasarnya bisa menciptakan sendiri corak-corak menarik yang akan ditampilkan pada lock screen, atau bisa juga sebatas menampilkan namanya. Bahkan fitur yang sebelumnya masih berstatus eksperimental, seperti misalnya Ringtone Maker, kini sudah diintegrasikan secara penuh ke ColorOS 11.

Selain soal tampilan, ColorOS 11 tentu juga membawa peningkatan fungsionalitas. Satu fitur baru yang paling menarik kalau menurut saya adalah Three-Finger Translate, yang merupakan hasil kolaborasi OPPO dengan Google langsung. Fitur ini pada dasarnya menggabungkan kemudahan mengambil screenshot menggunakan tiga jari pada ColorOS dengan fitur pendeteksian teks dan terjemahan milik Google Lens.

Jadi semisal Anda sedang membuka situs dalam bahasa asing yang tidak Anda pahami, cukup usap layar menggunakan tiga jari, lalu pilih opsi baru bertuliskan “Translate” di bawah. Dari situ Google Lens akan langsung mendeteksi teksnya, lalu menampilkan hasil terjemahannya.

ColorOS 11 juga menjanjikan peningkatan dari sisi smoothness, terutama pada perangkat yang mengemas layar 120 Hz seperti seri Find X2. Teknologi UI First yang mereka kembangkan sudah di-upgrade lebih jauh lagi pada ColorOS 11, dan hasilnya adalah pemanfaatan RAM hingga 45% lebih efisien, serta peningkatan responsivitas sebesar 32% dan frame rate 17%.

ColorOS 11 3-Finger Translate

Terakhir, ada fitur bernama Battery Guard yang menurut OPPO terinspirasi oleh kekhawatiran berlebih pengguna smartphone di tanah air terhadap ‘kesehatan’ baterai milik perangkatnya masing-masing. Fitur ini sejatinya memanfaatkan AI untuk mempelajari kebiasaan charging pengguna, dengan tujuan untuk mengoptimalkan prosesnya dan menghindarkan perangkat dari skenario-skenario buruk yang mungkin timbul akibat tegangan listrik yang kurang stabil.

Jadi kalau misalnya pengguna rutin mengisi ulang perangkat di malam hari selagi tidur, proses charging akan dihentikan dengan sendirinya saat sudah mencapai 80% dari kapasitas total. Barulah saat pengguna sudah bangun, charging akan kembali dilanjutkan. Dengan begitu, pengguna bisa lebih diyakinkan bahwa perangkat tidak mungkin terkena risiko overcharging karena dicolok semalaman.

Oke, semua itu terdengar menarik, tapi mungkin pertanyaan yang lebih penting adalah, apakah smartphone yang saya pakai bakal kebagian? Kabar baiknya, OPPO sudah menjadwalkan total ada 28 perangkat secara global yang akan menerima update ColorOS 11 sampai kuartal kedua tahun depan. Berikut timeline lengkapnya:

  • Mulai 14 September: Find X2, Find X2 Pro, Find X2 Pro Automobili Lamborghini Edition
  • Mulai 30 September: Reno3, Reno3 Pro, F17 Pro
  • Mulai Oktober: Reno4 Pro 5G
  • Mulai November: Reno4 5G, Reno4 Pro
  • Mulai Desember: Reno4, F11, F11 Pro, F11 Pro Marvel’s Avengers Limited Edition, A9, A92, A72, A52
  • Mulai kuartal pertama 2021: Reno 10x Zoom, Reno2, Reno2 F, Reno2 Z, Reno3 Pro 5G, A91, F15
  • Mulai kuartal kedua 2021: Reno, Reno Z, A5 2020, A9 2020

LG Wing Adalah Smartphone Berlayar Ganda dengan Bentuk yang Sangat Unik

Beberapa tahun terakhir ini LG terkesan seperti terobsesi dengan konsep smartphone berlayar ganda. Bahkan di saat rivalnya sudah bermain-main dengan konsep foldable, LG masih asyik bereksperimen dengan bagaimana sebaiknya menempatkan dua buah layar pada suatu smartphone.

Buah pemikiran terbaru mereka adalah LG Wing. Sepintas tidak ada yang aneh dari bentuk LG Wing. Wajahnya didominasi oleh layar OLED 6,8 inci beresolusi 2460 x 1080 pixel, tanpa poni maupun lubang kamera. Sebagai gantinya, Wing mengadopsi kamera selfie 32 megapixel f/1.9 dengan mekanisme pop-up

Namun saat layarnya disenggol dari samping kanan, layar tersebut akan berputar 90° menjadi orientasi landscape, dan di balik layar tersebut rupanya sudah menanti sebuah layar kedua berukuran 3,9 inci, juga dengan panel OLED dan resolusi 1240 x 1080 pixel. Dalam posisi seperti ini, ponsel akan terlihat seperti huruf T, dan LG sudah membayangkan banyak sekali skenario penggunaan yang ideal untuk Wing dalam posisi ini.

Yang paling gampang tentu saja adalah untuk menonton video dalam format landscape, tapi selagi tetap menggenggam smartphone dengan mantap dalam posisi vertikal. Kalau perlu, layar keduanya juga dapat dipakai untuk membuka aplikasi lain (multitasking) selagi video tetap berjalan di layar utamanya, semisal untuk mengikuti obrolan di Twitter selagi menyaksikan pertandingan klub bola favorit.

Saat dibalik dari atas ke bawah, layar utamanya bisa kita pakai untuk bermain game selagi layar keduanya bertindak sebagai pelengkap, semisal untuk menampilkan minimap tanpa mengganggu tampilan utama game. Putar lagi ke samping, giliran layar utamanya yang dalam posisi portrait, dan di sini pengguna bisa melihat petunjuk navigasi di Google Maps selagi layar keduanya membuka aplikasi video call.

Tentu saja semua ini membutuhkan dukungan dari kalangan developer pihak ketiga agar aplikasi bisa berjalan dengan optimal di format dua layar berbeda orientasi seperti ini. Namun LG masih punya skenario lain yang tak kalah menarik untuk Wing, yakni untuk merekam video. Dalam skenario ini, Wing terkesan seperti smartphone biasa yang didudukkan di atas gimbal.

Wing menyimpan tiga kamera belakang: kamera utama 64 megapixel f/1.8 dengan OIS, kamera ultra-wide 13 megapixel f/1.9, dan satu lagi kamera ultra-wide 12 megapixel f/2.2 yang didedikasikan untuk mengambil gambar dalam mode ala gimbal itu tadi, alias sudah dirotasikan 90° sensornya sehingga semua hasil tangkapannya tetap dalam orientasi landscape.

LG Wing

Meski mengemas dua buah layar, LG Wing dipastikan tidak terasa kelewat bongsor di tangan. Tebalnya berada di kisaran 10,9 mm, sedangkan bobotnya berkisar 260 gram. Tidak berbeda terlalu jauh daripada smartphonesmartphone terbaru yang hanya dilengkapi satu layar saja.

Buat yang khawatir engsel layarnya bakal cepat rusak, LG mengklaim engselnya bisa tetap berfungsi dengan baik meski sudah bekerja sebanyak 200.000 kali. Juga menarik adalah bagaimana Wing tetap memenuhi sertifikasi ketahanan air dan debu IP54 terlepas dari bentuknya yang tidak umum.

Perihal spesifikasi, LG Wing belum bisa dikatakan flagship mengingat chipset yang tertanam adalah Qualcomm Snapdragon 765G, bukan 865. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM 8 GB, storage internal 128 GB, dan baterai berkapasitas 4.000 mAh. Baterainya mendukung teknologi pengisian cepat Quick Charge 4.0, serta bisa juga di-charge secara wireless.

Rencananya, LG Wing akan lebih dulu menyambangi kampung halamannya bulan depan sebelum merambah negara-negara lainnya. LG belum mengungkap berapa harganya, namun kalau melihat keunikan yang ditawarkan, tidak mengejutkan seandainya harganya mendekati smartphone flagship.

Sumber: LG.

Google Umumkan Android 11 Go Edition dengan Peningkatan Performa

Menyusul peluncuran versi stabil Android 11 baru-baru ini, sekarang giliran Android 11 Go Edition yang menyapa publik. Seperti sebelumnya, embel-embel Go Edition menandakan bahwa sistem operasi ini ditujukan untuk perangkat dengan kapasitas RAM yang terbatas.

Seterbatas apa memangnya? Maksimum sampai 2 GB, naik sedikit dari versi sebelumnya yang hanya mendukung hingga kapasitas RAM 1,5 GB. Tentunya ini merupakan kabar baik, sekaligus menjadi indikasi bahwa deretan smartphone Android Go baru yang akan dirilis ke depannya bakal dibekali RAM sebesar 2 GB.

Dibandingkan Android 10 Go, Google mengklaim aplikasi-aplikasi bisa dibuka 20 persen lebih cepat di Android 11 Go, yang berarti ada peningkatan performa dari sisi software. Dipadukan dengan peningkatan dari sisi hardware, smartphone Android Go baru ke depannya pasti bakal terasa lebih mulus daripada yang dirilis tahun lalu.

Tanpa harus terkejut, Android 11 Go mewarisi sejumlah fitur baru yang ditawarkan Android 11 versi standar. Yang paling utama adalah tampilan notifikasi anyar yang akan mengelompokkan pesan-pesan baru dari semua aplikasi chatting yang ter-install, sehingga pengguna bisa dengan mudah mengakses seluruh percakapan yang ada.

Sayangnya fitur Bubbles tidak ikut diwariskan. Namun ini bisa dimaklumi mengingat fitur multitasking seperti itu baru bisa berjalan lancar di perangkat yang kapasitas RAM-nya lebih dari 2 GB. Meski demikian, Android 11 Go tetap dilengkapi sejumlah fitur baru terkait privasi.

Salah satu contohnya adalah fitur one-time permission, yang berguna untuk memberikan aplikasi akses ke komponen seperti mikrofon atau kamera hanya dalam satu kesempatan itu saja. Contoh berikutnya adalah fitur auto-reset permission untuk aplikasi-aplikasi yang sudah lama tidak dibuka.

Terakhir, Android 11 Go juga menghadirkan dukungan terhadap navigasi berbasis gesture, yang berarti pengguna cuma perlu mengusapkan jarinya untuk kembali ke home screen atau berpindah aplikasi. Sebuah langkah yang rasional mengingat smartphone kelas budget pun sekarang punya layar berukuran besar.

Memangnya sepopuler apa smartphone Android Go? Kalau menurut Google, sejak diperkenalkan di tahun 2018, setidaknya sudah ada lebih dari 100 juta perangkat yang menjalankan sistem operasi Android Go. Sayang sejauh ini belum ada informasi terkait perangkat-perangkat baru yang bakal hadir mengusung Android 11 Go Edition.

Sumber: XDA Developers dan Google.

Vivo Sedang Kembangkan Sensor Kameranya Sendiri, Diklaim Bisa Menyerap Cahaya Lebih Banyak

Saat bicara mengenai sensor kamera smartphone, sebagian besar dari kita pasti langsung teringat akan dua nama, yaitu Sony dan Samsung. Hampir semua smartphone yang ada di pasaran memang ditenagai oleh sensor kamera bikinan kedua perusahaan tersebut, tapi tahun depan mungkin keadaannya bisa berubah.

Vivo baru-baru ini mengumumkan bahwa setidaknya dalam setahun terakhir, mereka telah sibuk mengembangkan sensor kameranya sendiri. Bukan sembarang sensor, melainkan yang memakai susunan filter warna RGBW (Red, Green, Blue, White), ketimbang yang lebih konvensional, yakni RGB (Red, Green, Blue).

Buat apa penambahan pixel warna putih tersebut? Supaya sensitivitasnya terhadap cahaya meningkat, dan hasil fotonya di kondisi minim cahaya bisa lebih bagus lagi. Dibandingkan sensor konvensional, Vivo percaya sensor bikinannya ini mampu menyerap 160% lebih banyak cahaya.

Vivo RGBW camera sensor

Vivo bukanlah yang pertama menerapkan konsep ini, sebab di tahun 2012, Sony pernah mengumumkan sensor kamera smartphone dengan teknologi serupa, dan Huawei pun juga pernah menggunakannya pada Huawei P8 di tahun 2015.

Problem yang dialami dengan sensor RGBW kala itu adalah resolusi yang tergolong kecil. Namun seperti yang kita tahu, resolusi sama sekali bukan masalah dalam dua tahun terakhir ini berkat semakin canggihnya algoritma image processing yang diterapkan.

Lalu bagaimana jika dibandingkan dengan sensor lain yang juga tidak umum, semisal sensor kamera yang dipakai Huawei yang memakai susunan filter warna RYYB? Menurut Vivo, sensor RGBW rancangan mereka bisa menyerap 15% lebih banyak cahaya, selagi di saat yang sama terhindar dari problem color casting yang umum didapati pada sensor RYYB.

Vivo bilang perangkat yang ditenagai sensor kamera RGBW ini masih dalam tahap pengembangan dan baru akan tersedia di pasaran tahun depan. Vivo selama ini memang cukup rajin bereksperimen dengan teknologi-teknologi kamera smartphone yang tidak umum. Contoh terbarunya apalagi kalau bukan Vivo X50 Pro yang mengemas gimbal mini.

Sumber: GSM Arena dan Sparrows News. Gambar header: Depositphotos.com.

Huawei Y9a Diumumkan, Tawarkan Spesifikasi Kelas Menengah dan Layar Tanpa Poni Maupun Lubang Kamera

Kamera depan yang disembunyikan di dalam lubang kecil pada layar bisa dibilang merupakan tren desain yang paling populer saat ini. Namun itu bukan berarti alternatif lain seperti kamera pop-up sudah benar-benar ditinggalkan. Tidak percaya? Lihat saja ponsel terbaru Huawei berikut ini.

Dinamai Huawei Y9a, ia datang membawa layar LCD 6,63 inci beresolusi 2400 x 1080 pixel tanpa poni maupun lubang kamera, mewujudkan rasio screen-to-body sebesar 92%. Sebagai gantinya, kamera selfie 16 megapixel-nya telah ditandemkan bersama mekanisme pop-up. Sayangnya Huawei tidak menyebutkan seberapa lama mekanisme ini bisa tetap bekerja secara lancar.

Perihal performa, Huawei memercayakan chipset MediaTek Helio G80 sebagai otak Y9a, ditambah RAM 8 GB dan storage internal berkapasitas 128 GB (ada slot microSD). Baterainya memiliki kapasitas 4.200 mAh serta mendukung fast charging 40 W. Menurut Huawei, 30 menit charging sudah bisa mengisi 70% baterai milik Y9a.

Semua itu dikemas dalam bodi dengan tebal 8,95 mm dan berat 197 gram. Sensor sidik jarinya terintegrasi dengan tombol power-nya di samping.

Di bagian belakang, Anda bisa menjumpai rumah kamera membulat dengan empat modul yang berbeda. Y9a mengemas kamera utama 64 megapixel f/1.8, kamera ultra-wide 8 megapixel f/2.4, kamera macro 2 megapixel, dan depth sensor 2 megapixel; formasi yang bisa dibilang standar untuk smartphone di kelas menengah seperti ini.

Sejauh ini informasi ketersediaan Huawei Y9a masih belum terlalu jelas. Huawei sempat menyinggung tentang ketersediaannya di kawasan Asia Pasifik, akan tetapi hingga kini Y9a baru dipasarkan di kawasan Timur Tengah, tepatnya di Irak dengan harga setara $239 (± Rp3,5 juta).

Secara keseluruhan, Huawei Y9a mungkin terdengar sebagai penawaran kelas menengah yang cukup menarik. Namun tentu saja ini dengan catatan Anda tidak masalah menggunakan smartphone yang tidak dilengkapi Google Mobile Service (GMS), yang ternyata sudah jauh lebih baik daripada beberapa bulan sebelumnya.

Sumber: Android Authority.

Poco X3 NFC Unggulkan Chipset Snapdragon 732G dan Layar 120 Hz

Sub-brand Xiaomi, Poco, kembali memperkenalkan smartphone baru di kelas menengah. Smartphone yang dimaksud adalah Poco X3 NFC, dan yang cukup mengejutkan, desainnya cukup orisinal, alias tidak mewarisi desain milik ponsel-ponsel Xiaomi seperti biasanya.

Ukuran Poco X3 bisa dibilang agak jumbo. Layar LCD-nya punya ukuran 6,67 inci dan resolusi 2400 x 1080 pixel. Panel yang dipakai memang bukan OLED, akan tetapi refresh rate yang ditawarkan sudah mencapai angka 120 Hz, tidak ketinggalan juga touch sampling rate sebesar 240 Hz. Di bagian terluarnya, ada kaca Gorilla Glass 5 yang melapisi.

Mengapit layarnya adalah speaker stereo, yang pastinya bisa semakin memaksimalkan pengalaman multimedia yang didapat pengguna, apalagi mengingat Poco X3 siap memutar konten berformat HDR10. Sensor sidik jarinya ditanamkan ke tombol power di samping kanan, bukan di balik layar mengingat panel yang digunakan adalah panel LCD.

Urusan performa, Poco X3 mengandalkan chipset Qualcomm Snapdragon 732G yang masih sangat gres, menjadikannya ponsel pertama yang ditenagai penerus Snapdragon 730G tersebut. Poco turut melengkapinya dengan RAM 6 GB dan pilihan storage internal 64 atau 128 GB (ada slot microSD untuk ekspansi), serta sistem pendingin yang melibatkan heat pipe tembaga berukuran besar.

Beralih ke sektor kamera, Poco X3 mengusung kamera utama 64 megapixel (Sony IMX682) f/1.89, kamera ultra-wide 13 megapixel, kamera macro 2 megapixel, dan depth sensor 2 megapixel. Menghuni lubang kecil pada layarnya adalah kamera selfie 20 megapixel f/2.2.

Dengan tebal 9,4 mm dan bobot 215 gram, tidak mengejutkan apabila Poco X3 mengemas baterai berkapasitas besar. Persisnya 5.160 mAh, lengkap beserta dukungan fast charging 33 W. Semua ini dikemas dalam rangka aluminium dengan panel belakang yang terbuat dari bahan polycarbonate, yang secara keseluruhan tahan air dengan sertifikasi IP53.

Di pasar Eropa, Poco X3 NFC saat ini telah dipasarkan dengan harga 229 euro (± Rp4 juta), atau 269 euro untuk varian 128 GB (± Rp4,7 juta). Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni abu-abu dan biru.

Sumber: XDA Developers.

Dibanderol Rp 8 Juta, OPPO Reno4 Pro Unggulkan Desain Premium dan Layar 90 Hz

Persis satu bulan setelah Reno4 dirilis, OPPO Indonesia hari ini secara resmi memperkenalkan Reno4 Pro. Apa saja yang baru dan apa yang masih dipertahankan? Mari kita bahas satu per satu.

Pembaruan paling utama yang langsung kelihatan adalah desainnya. Reno4 sudah kelihatan cukup premium, namun Reno4 Pro berada di satu level yang lebih tinggi. Ini dikarenakan layarnya yang melengkung di sisi kiri dan kanan mengikuti kontur bodi, serta bezel layar yang sangat tipis dengan rasio screen-to-body sebesar 92%.

Kebetulan layarnya juga sudah menerima upgrade yang signifikan ketimbang milik Reno4: Super AMOLED 6,5 inci beresolusi 1080p, dengan refresh rate 90 Hz dan touch sampling rate 180 Hz. Dibandingkan layar Reno4 yang cuma 60 Hz, layar Reno4 Pro jelas akan terasa jauh lebih mulus.

Di balik layar tersebut, bernaung fingerprint sensor yang bisa membaca sidik jari pengguna dalam waktu sesingkat 0,34 detik saja. Semua ini dikemas dalam bodi yang tebalnya sama-sama 7,7 mm, dengan bobot yang lebih ringan lagi di angka 161 gram.

OPPO Reno4 Pro

Mengenai performa, Reno4 Pro hadir membawa spesifikasi yang hampir identik dengan adiknya: chipset Qualcomm Snapdragon 720G, lengkap beserta RAM 8 GB dan pilihan storage internal 128 GB atau 256 GB. Yang berbeda adalah baterai berkapasitas 4.000 mAh-nya. Di Reno4 Pro, baterainya ini sudah mendukung teknologi pengisian cepat SuperVOOC 2.0 65W.

Jadi dari 0 – 100%, Reno4 Pro cuma membutuhkan waktu tidak lebih dari 36 menit. Bandingkan dengan Reno4 yang memerlukan waktu sekitar 57 menit, yang sebenarnya sudah termasuk cukup cepat. Lebih istimewa lagi, ini pertama kalinya SuperVOOC 2.0 65W tersedia di luar lini OPPO Find X2.

OPPO Reno4 Pro

Beralih ke kamera, di sini kita bisa menjumpai banyak kemiripan antara Reno4 Pro dan Reno. Secara teknis, Reno4 Pro mengemas kamera utama 48 megapixel, kamera ultra-wide 8 megapixel, kamera macro 2 megapixel, dan kamera monokrom 2 megapixel. Di bagian depan, ada kamera selfie 32 megapixel, namun entah mengapa kali ini tidak ditemani oleh AON Smart Sensor.

Fitur-fitur pintar yang ditawarkan kameranya pun sama seperti Reno4, mencakup AI Color Portrait, Monochrome Video, 960 fps Smart Slow-Motion, Night Flare Portrait, Ultra Dark Mode, Ultra Clear Image, dan Ultra Steady Video. Fitur-fitur lain secara umum juga tidak jauh berbeda mengingat Reno4 Pro dan Reno4 sama-sama ditenagai ColorOS 7.2.

Di Indonesia, OPPO Reno4 Pro kini telah dipasarkan seharga Rp 7.999.000. Pilihan warnanya ada dua, yakni Starry Night dan Silky White. Buat yang membeli secara online mulai 7 – 18 September, ada bundel menarik Reno4 Pro plus TWS OPPO Enco W11 dan tas Crash Baggage edisi terbatas dengan banderol yang sama.

TCL Luncurkan Dua Tablet Android, TWS, Smartwatch, dan Teknologi Display ala E-Ink

2020 merupakan tahun yang sangat penting bagi TCL. Alasannya bukan karena pandemi, melainkan karena ini merupakan tahun pertama mereka menjual smartphone di bawah namanya sendiri, dan mereka terus memperluas portofolio perangkat mobile-nya sampai ke ranah tablet.

Bukan cuma satu, melainkan dua tablet Android sekaligus, yaitu TCL 10 TABMAX dan TCL 10 TABMID. Dilihat sepintas, TABMAX langsung kelihatan lebih menarik berkat bezel tipis yang mengitari layarnya. Layarnya sendiri merupakan panel IPS 10,36 inci dengan resolusi 2000 x 1200 pixel, dan tebal perangkatnya tidak lebih dari 7,65 mm.

Perihal spesifikasi, entah kenapa TCL enggan menyebut chipset yang digunakan TABMAX. Namun bisa dipastikan spesifikasinya tidak setinggi Samsung Galaxy Tab S7, sebab RAM yang diusung cuma 4 GB. Storage internalnya sendiri punya kapasitas 64 GB, dan TABMAX turut mengemas slot microSD untuk ekspansi.

Guna menunjang kebutuhan pengguna di kala pandemi, TCL tidak lupa menyematkan sepasang speaker dan sepasang mikrofon pada TABMAX. Perangkat dibekali kamera depan 8 megapixel dan kamera belakang 13 megapixel, sedangkan baterainya punya kapasitas sebesar 8.000 mAh serta mendukung pengisian dengan output 18 W.

TCL 10 TABMID / TCL
TCL 10 TABMID / TCL

Beralih ke TABMID, bisa kita lihat bahwa ukuran layarnya lebih kecil tapi bezel-nya lebih tebal. Meski demikian, panel berukuran 8 inci yang dipakai tetap panel IPS dengan resolusi FHD. Bodinya juga sedikit lebih tebal di angka 8,55 mm.

Untuk spesifikasinya, TABMID mengusung chipset Qualcomm Snapdragon 665, RAM 4 GB, dan storage internal 64 GB (plus slot microSD). Kapasitas baterainya lebih kecil di angka 5.500 mAh, akan tetapi sama-sama mendukung charging 18 W. Kamera depan dan belakangnya masing-masing mempunyai resolusi 5 megapixel dan 8 megapixel.

Rencananya, kedua tablet ini akan dipasarkan mulai kuartal ke-4 tahun ini juga. TCL 10 TABMAX dihargai 249 euro atau 299 euro, tergantung apakah konsumen memilih varian Wi-Fi only atau yang juga mendukung jaringan LTE, sedangkan TABMID dengan Wi-Fi + LTE dibanderol 229 euro.

TCL MOVEAUDIO S200 dan TCL MOVETIME

TCL MOVEAUDIO S200 / TCL
TCL MOVEAUDIO S200 / TCL

Selain dua tablet di atas, TCL juga memperkenalkan sebuah true wireless earphone bernama MOVEAUDIO S200 dan smartwatch MOVETIME. Untuk earphone-nya, bisa kita lihat bahwa desain yang diadopsi adalah desain bertangkai ala AirPods, dan eartip-nya juga sama-sama ‘telanjang’.

TCL mengklaim fisiknya tahan air dan debu dengan sertifikasi IP54, dan mereka juga sudah menanamkan empat buah mikrofon untuk mendampingi sepasang driver 12 mm-nya. Juga menarik adalah dukungan fitur Google Fast Pair 2.0 pada perangkat berkonektivitas Bluetooth 5.0 ini.

Dalam satu kali charge, baterainya diyakini tahan sampai 3,5 jam pemakaian, atau total 23 jam jika dipadukan bersama charging case-nya. Kontrol sentuh juga menjadi salah satu nilai jual dari perangkat seharga 99 euro ini.

TCL MOVETIME / TCL
TCL MOVETIME / TCL

Beralih ke MOVETIME, perangkat ini bukanlah sembarang smartwatch, melainkan yang TCL rancang secara spesifik untuk kaum lansia. Itu berarti selain mengemas tampilan software yang lebih besar dari biasanya, MOVETIME juga dilengkapi fitur automatic fall detection ala Apple Watch.

Secara teknis, MOVETIME ditenagai layar AMOLED 1,41 inci dengan resolusi 320 x 360 pixel. Chipset yang digunakan adalah Qualcomm Snapdragon Wear 2500, lengkap beserta RAM 512 MB dan storage 4 GB. Perangkat tahan air dengan sertifikasi IP67, sedangkan baterainya diklaim tahan sampai 2 hari pemakaian normal.

Fitur-fitur yang ditawarkan terbilang lengkap, mulai dari heart-rate monitoring, sleep monitoring, sampai konektivitas LTE. TCL rencananya akan memasarkan smartwatch ini seharga 229 euro.

TCL NXTPAPER

TCL NXTPAPER / TCL
TCL NXTPAPER / TCL

Dalam kesempatan yang sama, TCL turut menyingkap teknologi display baru yang sangat menarik bernama NXTPAPER. Namanya mungkin sudah bisa mengindikasikan bahwa teknologi ini dirancang untuk menjadi alternatif terhadap teknologi e-paper, atau yang juga dikenal dengan istilah e-ink.

Benar saja, TCL mengklaim NXTPAPER punya banyak keunggulan jika dibandingkan dengan teknologi e-ink tradisional. Yang paling utama, tingkat kontras NXTPAPER diklaim 25% lebih baik ketimbang e-ink. Resolusinya (FHD) juga semestinya lebih tinggi daripada e-ink versi berwarna yang sejauh ini memang belum benar-benar matang.

Lebih lanjut, NXTPAPER diyakini punya refresh rate yang jauh lebih tinggi daripada e-ink. TCL memang tidak bilang persisnya berapa Hz, tapi yang pasti cukup untuk memutar video secara mulus. E-ink tradisional di sisi lain terlalu rendah refresh rate-nya untuk bisa memutar video dengan lancar.

Jadi kalau secara karakteristik, NXTPAPER memang lebih mirip layar e-ink ketimbang layar LCD. NXTPAPER tidak perlu mengandalkan backlight, sehingga tidak kaget kalau TCL mengklaim konsumsi dayanya 65% lebih irit daripada LCD. Lebih lanjut, tebal panelnya pun juga 36% lebih tipis daripada modul LCD secara menyeluruh yang harus mencakup backlight.

TCL sejauh ini belum bilang kapan NXTPAPER bisa diimplementasikan ke perangkat yang dijual secara luas. Satu hal yang pasti, perangkatnya bukan smartphone, sebab NXTPAPER memang disiapkan untuk perangkat berlayar besar seperti tablet.

Sumber: Android Central dan TCL.