Facebook Uji Fitur untuk Menghapus Komentar yang Mengandung Frasa-Frasa Abusive dan Spam

Facebook dikabarkan sedang menguji fitur untuk meminimalkan masalah yang muncul akibat komentar negatif maupun spam. Kabar ini didapat pertama kali melalui seorang pengguna Twitter bernama Jane Manchun Wong, yang mengunggah screenshot yang menampilkan fitur baru tersebut.

Dari gambar itu bisa kita lihat ada opsi baru di sebelah kanan berlabel “Ban these Words”, kemudian di bawahnya ada dua frasa yang umum kita jumpai pada komentar spam. Berdasarkan penjelasannya, komentar yang mengandung frasa-frasa tersebut bakal dihapus dari timeline sang pembuat post.

Fitur ini pada dasarnya bisa dilihat sebagai versi lebih otomatis dari fungsi untuk menyembunyikan atau menghapus komentar yang sudah ada sejak lama. Kalau hanya satu atau dua komentar memang bisa kita hapus dengan mudah, tapi kalau jumlahnya sudah mencapai puluhan atau bahkan ratusan, lebih baik prosesnya diautomasi saja.

Juga penting adalah fakta bahwa sang pembuat komentar tidak akan menyadari bahwa komentarnya telah dihapus. Ini diharapkan bisa mencegahnya memberi komentar serupa menggunakan akun lain.

Sayang sejauh ini belum ada keterangan sama sekali dari Facebook terkait apakah mereka bakal merealisasikannya untuk semua pengguna atau tidak. Kalau iya, semestinya fitur ini juga bisa dimanfaatkan oleh admin suatu Facebook Page, mengingat Page sering kali menjadi target utama para spammer.

Sumber: SlashGear.

Fitur Stories ala Snapchat Kini Menghiasi YouTube

Sebagian dari Anda mungkin tak mengetahui bahwa tahun lalu YouTube pernah meluncurkan fitur yang menyerupai fitur Stories-nya Snapchat bernama “Reel.” Jika Anda tak pernah mendengarnya, wajar. Sebab fitur ini hanya digulirkan untuk sejumlah kecil channel yang sangat populer. Tapi kini, YouTube mengambil langkah baru dengan memperluas cakupan penggunanya untuk channel dengan 10 ribu pelanggan, sekaligus mengubah namanya dari Reel menjadi Stories. Sepertinya YouTube tak sungkan lagi untuk secara terang-terangan mengatakan bahwa benar fitur ini memang jiplakan Snapchat. Bahkan Google seperti enggan mencari nama baru.

Fitur Stories di YouTube tak berbeda dengan apa yang Anda jumpai di Facebook, Instagram dan Snapchat. Bedanya, jika di ketiga media sosial itu konten stories yang dibagikan lenyap dalam 24 jam, di YouTube tidak demikian. Stories yang diterbitkan bakal bertahan di tempatnya selama seminggu atau sampai dihapus oleh pemiliknya.

Untuk jenis kontennya terdapat banyak kesamaan, di YouTube Stories pengguna bisa menambahkan video pendek dan juga memiliki fasilitas untuk menghiasinya dengan teks, stiker, filter, dan lain sebagainya.

Stories akan dipajang di tab channel Stories di mana baik pelanggan maupun non-pelanggan dapat melihatnya. Tetapi hanya subcriber-lah yang dapat meninggalkan komentar dan sebaliknya pemilik Stories dapat menanggapinya. Sedangkan penonton biasa hanya dapat melihat Stories dan memberikan jempol tanda suka.

Sangat mudah untuk melihat dari mana YouTube mendapatkan inspirasi fitur ini. Jika mereka mengklaim fitur Stories miliknya berbeda karena bertahan selama 7 hari, boleh-boleh saja. Tapi konsep itu sejatinya sudah diadopsi oleh Linkedln yang lebih dulu menggulirkan fitur serupa dengan durasi lebih lama.

Sumber berita Googleblog dan gambar header Pixabay.

Berkat Fitur Deskripsi Lisan Otomatis, Instagram Jadi Lebih Bersahabat bagi Pengguna dengan Gangguan Penglihatan

Meski Instagram yang kita kenal sekarang sudah jauh lebih kaya fitur dibanding beberapa tahun lalu, premis utamanya tidak berubah, yakni menyajikan konten secara visual, tidak peduli apapun formatnya. Ini berbeda dari Facebook atau Twitter yang juga dibanjiri konten dalam bentuk teks saja.

Maka dari itu, Instagram bermaksud menjadikan platform-nya lebih bersahabat kepada kalangan pengguna yang memiliki gangguan penglihatan. Mereka baru saja memperkenalkan fitur automatic alternative text yang memanfaatkan teknologi object recognition untuk mendeskripsikan foto secara lisan.

Fitur ini sangat ideal digandengkan dengan fitur screen reader bawaan banyak smartphone. Jadi selagi pengguna melihat suatu foto di Feed, Explore maupun Profile, mereka dapat mendengarkan deskripsi objek-objek yang terdapat pada foto tersebut.

Di samping itu, sang pengunggah foto sebenarnya juga bisa menambahkan deskripsinya sendiri secara manual, dan ini juga akan dibacakan kepada para pengguna yang memanfaatkan fitur screen reader pada ponselnya.

Instagram bukanlah yang pertama kali menggunakan fitur semacam ini pada platform-nya. Dua tahun lalu, Facebook sudah mengembangkan dan menggunakan teknologi yang sama. Jadi tidak heran apabila kemudian fiturnya diwariskan ke Instagram.

Sumber: Instagram via VentureBeat.

Facebook Perluas Fitur Eksperimen Today In ke Australia

Baik atau buruk, sejumlah besar pengguna internet memperoleh berita terbaru tentang banyak isu dari jejaring sosial Facebook. Ironisnya, sedikit dari mereka yang melakukan riset mendalam untuk memverifikasi kebenarannya. Kebiasaan semacam inilah yang memperburuk tren penyebaran hoax yang sudah jadi masalah di banyak negara. Facebook tahu betul ini adalah masalah yang serius.

Untuk menekan tren buruk itu, Facebook awal tahun ini menguji fitur yang disebut dengan Today In, agregrator berita lokal terkurasi yang diharapkan jadi konsumsi yang benar untuk penggunanya. Di awal peluncurannya, ada enam kota yang digandeng kemudian meluas ke 25 kota dan kini diumumkan meningkat pesan di angka 400 kota di seantero AS serta disebut sudah merambah ke Australia. Artinya, program ini mulai berjalan dengan baik meskipun keberhasilannya belum dapat diukur.

Disebut “Today In,” layanan ini menghantarkan informasi dari kota asal pengguna yang bersumber dari media, lembaga pemerintah dan kelompok masyarakat terpercaya. Berdasarkan riset yang mereka lakukan, lebih dari 50% pengguna menginginkan berita lokal dan informasi komunitas di jejaring sosial Facebook. Beberapa informasi yang diinginkan misalnya acara yang baru saja digelar, laporan kriminal, dan prakiraan cuaca.

Upaya ini didorong oleh keinginan Facebook untuk menghapuskan reputasinya yang tercoreng karena dianggap sebagai sarang hoax, bahkan dituding sebagai alat kampanye untuk menyerang lawan politik. Dengan Today In, Facebook tidak hanya menjawab permintaan pengguna lokal tapi juga memberi lebih dengan berita terkini, diskusi terbaru, pengumuman sekolah dan lain sebagainya.

local-alert-example-charlotte

Selain Today In, Facebook juga mengatakan sedang menguji fitur Local Alerts bersama 100 pemerintah lokal dan para responden pertama Halaman-halaman yang dapat diterbitkan untuk menyebarkan informasi darurat dan bencana, misalnya petunjuk tempat perlindungan ketika terjadi badai atau gempa. Local Alert nantinya akan ditampilkan di news feed, Today in dan tentu saja Fan Pages yang relevan dengan area terdampak bencana.

Sumber berita Facebook.

Fitur Watch Party Kini Bisa Dinikmati Lewat Facebook Page Maupun Profil Pengguna

Semenjak Facebook meluncurkan fitur Watch Party pada bulan Juli lalu, total sudah ada lebih dari 12 juta sesi nobar virtual yang berlangsung. Angka tersebut cukup mengesankan, mengingat hingga kemarin Watch Party hanya bisa diakses lewat Facebook Group.

Namun pada saat peluncurannya, Facebook juga menyinggung rencananya untuk menghadirkan Watch Party pada Facebook Page. Rencana tersebut akhirnya terwujud, malahan bukan hanya di Page saja, tapi juga melalui profil individu para pengguna Facebook.

Singkat cerita, Anda sekarang tidak perlu tergabung dengan grup tertentu hanya untuk menonton video bersama orang-orang yang Anda kenal di Facebook. Namun untuk Group dan Page, ada sejumlah fitur baru yang sedang diuji Facebook.

Yang pertama adalah kemampuan untuk menjadwalkan sesi Watch Party, sehingga penonton yang tertarik bisa mengatur waktunya agar tidak ketinggalan. Kedua, komentar dalam suatu sesi Watch Party kini disajikan dalam format thread agar lebih rapi dan mudah terbaca.

Ketiga, ada fitur live comment, yang berarti penggagas sesi Watch Party bisa berperan sebagai seorang komentator selagi menonton video bersama rekan-rekannya. Sekali lagi semuanya terasa seperti sesi nobar sesungguhnya, tapi lewat dunia maya.

Sesudah Page dan profil, apakah masih ada tempat lain yang bisa dijejali fitur Watch Party? Ada. Baru sekitar dua minggu lalu, TechCrunch melaporkan bahwa Facebook tengah menguji secara internal fitur serupa untuk platform Messenger. Realisasinya mungkin hanya tinggal menunggu waktu beserta respon pengguna terhadap Watch Party yang kini lebih mudah diakses.

Sumber: Engadget.

Instagram Uji Rancangan Baru untuk Profil Pengguna

Instagram dalam tulisan di blog-nya mengatakan sedang menguji layout baru untuk profil pengguna yang dirancang ulang untuk membuat pengguna mengekspresikan diri dan terhubung ke pengguna lain dengan lebih baik.

Dalam tulisannya itu dikatakan bahwa beberapa pengguna Instagram mungkin saja sudah menjumpai desain baru dalam beberapa minggu ke depan, baik di profil mereka sendiri atau orang lain. Perubahan yang dihadirkan mencakup adanya tombol yang diatur ulang, ikon, dan navigasi tab.

Dikatakan lebih lanjut bahwa rancangan ulang ini sebagai langkah penyegaran atau pengaturan ulang dari rancangan yang sudah ada. Artinya, pengguna tetap akan menemukan unsur-unsur yang sudah kadung akrab dengan sejumlah perubahan di beberapa titik. Hasil akhirnya, Instagram berharap, lebih bersih dan lebih mudah dinavigasi daripada desain profil sebelumnya. Tidak akan ada perubahan apa pun pada konten pengguna yang muncul di kisi profil.

3_up_EN_en1

Seperti apa perubahan yang ditawarkan bisa kita lihat sekilas di screenshot yang disediakan oleh Instagram. Sebagai contoh, profil bios ditampilkan di samping gambar profil, sementara tombol Ikuti dan Pesan duduk bersama di bawahnya.

Tetapi yang menarik, rancangan itu juga menunjukkan unsur jumlah pengikut yang agak kurang menonjol, langkah yang baru-baru ini juga ditempuh oleh Twitter untuk aplikasi iOS dalam upaya untuk memprioritaskan percakapan “bermakna” ketimbang retweet, follow, dan likes.

Perubahan penting lainnya terlihat di bagian navigasi, di mana Instagram menampilkannya di atas sisi foto dan video, termasuk “Post” dan “IGTV.” Desain ini seolah-olah ingin memberikan akses langsung ke menu-menu yang memang diinginkan oleh pengguna, termasuk tombol pesan yang menonjol dan daftar pengikut yang sama.

Perusahaan menambahkan bahwa saat ini mereka tengah mencoba beberapa kombinasi yang paling ideal. Artinya, perubahan ini belum bersifat final dan bisa jadi akan ada perubahan lain saat digulirkan ke seluruh pengguna publik.

Sumber berita Instagram.

LinkedIn Luncurkan Fitur ala Snapchat Stories ke Pelajar di AS

LinkedIn merupakan jejaring sosial spesifik di mana para profesional muda dan pebisnis berkumpul. Jadi, kesan serius sangat terasa ketika mengunjungi situs dan juga aplikasinya. Bisa dibilang, LinkedIn bukanlah pilihan bagi remaja kekinian karena tak banyak fitur “menyenangkan” yang bisa dijumpai di sana.

Tetapi LinkedIn sepertinya punya arah baru atau sekadar latah karena hampir sebagian besar tren direbut oleh Facebook Stories, Instagram Stories, WhatsApp Status dan tentu saja Snapchat Stories sebagai pencetus ide awal. Setelah dikonfirmasi beberapa waktu yang lalu, pekan lalu LinkedIn resmi meluncurkan fitur Student Voice, versi rombakan dari Snapchat Stories.

LinkedIn-Stories-Student-Voices-Screenshot

Dari namanya, fitur ini kemungkinan besar merupakan bagian dari program education tool yang menjadi wadah bagi alumni, pencari kerja dan juga siswa untuk saling berbagi pengalaman kerja, magang dan beberapa tool pengembangan komunitas baik lingkup sekolah ataupun kampus.

Kepada Techcrunch LinkedIn mengonfirmasi bahwa fitur ini masih dalam tahap percobaan di kalangan mahasiswa di seluruh AS yang telah memasang aplikasi LinkedIn. Menu Student Voice akan muncul di bagian atas umpan beranda dan menampilkan “daftar putar” untuk video yang diterbitkan oleh siswa di sekolah dan kampus-kampus terdekat lainnya. Harapannya, fitur ini akan mendorong mahasiswa untuk berbagi pengalaman akademis mereka kepada pengguna lain.

LinkedIn-Reactions-Clap-Insightful-Hmm-Support

Selain hanya bisa menayangkan rekaman video, fitur Student Voice juga mencoba membedakan diri dengan tidak menerapkan konsep baru di mana kiriman baru akan terhapus setelah tayang selama satu minggu, bukan 24 jam seperti di Snapchat, Facebook dan Instagram.

Sumber gambar header Lynda.

Instagram Makin Matang Sebagai Platform Belanja Online dengan Tiga Fitur Baru

Dahulu mungkin tidak terbayangkan bahwa suatu brand atau pemilik bisnis wajib memiliki akun Instagram demi kepentingan promosi. Sekarang, Instagram secara perlahan terus menjelma menjadi salah satu platform jual-beli online.

Sebelumnya sempat beredar rumor bahwa Instagram tengah menyiapkan aplikasi terpisah khusus untuk kebutuhan berbelanja. Kabar tersebut belum terwujud, tapi bukan berarti Instagram sudah jengah menambahkan fitur-fitur seputar shopping ke aplikasi utamanya.

Sebanyak tiga fitur shopping anyar sekaligus mereka perkenalkan baru-baru ini. Yang pertama adalah tampilan baru untuk akun pemilik bisnis yang memiliki lapak dagangan di Instagram. Jadi ketika konsumen mengunjungi profilnya, mereka tinggal mengklik tombol berlabel “Shop” untuk menampilkan seluruh produk yang bisa dibeli dari profil Instagram-nya, lengkap dengan semua info yang relevan.

Kedua, konsumen sekarang juga bisa membeli barang dari post berbentuk video. Cukup klik icon shopping di kiri bawah suatu post, maka Instagram akan menampilkan daftar produk dalam video yang dipasarkan oleh akun tersebut.

Instagram shopping wish list

Terakhir, konsumen kini dapat menyimpan produk-produk yang menarik buatnya ke koleksi khusus shopping, semacam wish list kalau di platform e-commerce pada umumnya. Timing peluncuran fitur ini jelas bukan kebetulan, mengingat sebentar lagi kita bakal menjalani musim liburan.

Pada dasarnya peluncuran fitur-fitur baru ini bisa dilihat sebagai cara Instagram untuk menguji apa yang bisa mereka tawarkan melalui aplikasi khusus shopping-nya nanti. Andai kata aplikasi IG Shopping itu tak jadi terealisasi, setidaknya Instagram memang sudah semakin matang sebagai platform belanja online.

Sumber: Instagram via Adweek.

Lewat Friendship Profile, Snapchat Ingin Soroti Pertemanan Antar Para Penggunanya

Snapchat boleh memulai tren aplikasi chatting bersifat ephemeral (konten otomatis dihapus setelah beberapa saat), akan tetapi buat sebagian penggunanya, Snapchat juga telah berevolusi menjadi medium komunikasi utama antara mereka dan sahabat-sahabat terdekatnya.

Foto atau video yang tadinya hilang dengan sendirinya kini bisa disimpan sebagai kenangan pribadi antar pengguna, dan Snapchat baru saja merilis fitur bernama Friendship Profile demi memudahkan pengguna mengakses memori mereka bersama teman-temannya.

Jadi ketika kita mengklik Bitmoji milik teman, kita akan dibawa ke halaman Friendship Profile. Di sana tertera semua pesan, tautan, gambar maupun video yang pernah kita simpan dari percakapan dengan teman kita tersebut. Snapchat mendeskripsikan fitur ini sebagai cara tercepat untuk mencari highlight dari pertemanan antar pengguna.

Tanpa melupakan kepentingan akan privasi, Friendship Profile hanya bisa dilihat oleh masing-masing pengguna dan temannya tersebut. Fitur ini sudah mulai diluncurkan secara global dan bertahap selama beberapa minggu ke depan.

Bitmoji Merch

Masih dalam tema persahabatan, Snapchat turut meluncurkan toko merchandise seputar Bitmoji. Di situ konsumen bisa membeli beragam produk seperti mug, buku catatan, casing ponsel maupun T-shirt bergambar Bitmoji. Bukan sembarang Bitmoji tentu saja, tapi sesuai dengan Bitmoji bikinan pengguna dan temannya sendiri.

Untuk pengguna di Amerika Serikat, Snapchat juga bakal merilis Bitmoji Stories, semacam comic strip tapi dengan Bitmoji masing-masing pengguna dan teman terdekatnya sebagai karakternya. Bitmoji Stories nantinya bisa diakses melalui Discover.

Sumber: TechCrunch dan Snap.

WhatsApp Bakal Mulai Menampilkan Iklan Lewat Fitur Status-nya

2016 merupakan tahun penting buat WhatsApp. Pasalnya, di awal tahun tersebut WhatsApp resmi menjadi aplikasi gratis, setelah sebelumnya menarik tarif berlangganan kepada para konsumennya. Sontak jumlah penggunanya bertambah drastis, sampai akhirnya sekarang menjadi aplikasi pesan instan terpopuler sejagat raya.

Pergantian model bisnis ini tentu saja memunculkan pertanyaan: “Lalu dari mana WhatsApp mendapatkan uang?” Sebagai sang empunya, Facebook tentu ingin aset besarnya ini bisa menghasilkan pemasukan ekstra, apalagi mengingat dana akuisisi yang mereka gelontorkan mencapai angka $16 miliar.

Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab. Melalui wawancara dengan The Economic Times, Chris Daniels selaku Vice President WhatsApp menyingkap rencana mereka untuk mulai menampilkan iklan melalui fitur WhatsApp Status yang dirilis tahun lalu.

Iklan di Status ini bakal menjadi taktik monetisasi utama WhatsApp ke depannya, sekaligus membuka peluang bagi pemilik bisnis untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Kapan pastinya iklan di WhatsApp Status ini akan muncul masih belum bisa dipastikan.

Satu hal yang pasti, keputusan ini menyalahi visi awal yang ditetapkan oleh para pendiri WhatsApp, yang berkomitmen untuk tidak berjualan iklan, bahkan sampai aplikasinya digratiskan dua tahun lalu.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, memutuskan untuk minggat dan sempat membuat heboh dengan tagar #DeleteFacebook pada bulan Maret lalu, seperti yang ia ungkapkan sendiri kepada Forbes. Diakuisisi Facebook merupakan suatu pencapaian besar, tapi di saat yang sama juga berarti kompromi terhadap komitmen.

Via: The Verge.