Fokus Nalayan.id Hadirkan Platform Jual Beli Hasil Laut secara Online

Saat ini sektor perikanan masih dikenal dengan pilihan harga yang selangit namun tidak memiliki kualitas yang prima. Rantai supply yang panjang dengan banyaknya middle man, dirasakan cukup meresahkan para nelayan. Dari sisi konsumen juga menurunkan minat untuk mengkonsumsi ikan dan produk laut lainnya, karena tingginya harga pasar.

Melihat persoalan tersebut, Bintang Bimaputra dan rekannya Isnan Fazri memutuskan mendirikan layanan Nalayan.id yang fokus ke penyediaan jual beli hasil laut.

“Hal yang melandasi pemikiran kami dalam memilih sektor perikanan ialah sektor ini merupakan sektor yang paling nyata dan sangat dekat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Apalagi 22% dari penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai nelayan. Kami mencari solusi nyata untuk setidaknya dapat mengatasi sedikit masalah di bidang kelautan,” kata Bintang kepada DailySocial.

Alasan lain peluncuran platform ini adalah makin banyaknya platform agriculture dan aquaculture yang memudahkan petani mendistribusikan dan menjual hasil taninya secara langsung dan memotong cara konvensional yang ada. Hal tersebut membuat konsumen lebih terbiasa melakukan transaksi jual beli secara online.

“Dengan semakin menjamurnya platform e-commerce bahan pangan, Nalayan.id memiliki keunikan sendiri, di mana Nalayan.id merupakan satu–satunya platform e-commerce di sektor perikanan yang sangat ‘ramah’ terhadap konsumen,” kata Bintang.

Terintegrasi secara online dan offline

Saat ini Nalayan.id baru bisa diakses di situs, fungsinya pun lebih kepada sistem yang terintegrasi antara online dan offline dengan memaksimalkan teknologi dalam mendukung kemudahan konsumen dalam menemukan platform Nalayan.id.

“Untuk penjualan, selain platform berupa di situs dan selanjutnya aplikasi mobile, kami membuka sistem mitra usaha sehingga konsumen dapat menjumpai kami secara online-to-offline (O2O). Sejauh ini kami bekerja sama dengan 4 reseller yang masing–masing berlokasi di wilayah kota Bandung,” kata Bintang.

Nalayan.id fokus kepada tiga hal, yaitu kesegaran produk, harga yang terjangkau, dan kemudahan dalam memesan bahan pangan hasil laut baik secara online maupun offline.

“Dalam hal rantai distribusi, kami distribusikan [langsung] kepada konsumen sehingga dapat memotong beberapa tahap supply chain konvensional di sektor perikanan. Pada akhirnya harga lebih murah dan kualitas produk tetap terjaga,” kata Bintang.

Masih menggunakan tim logistik internal, Nalayan.id yang menjalankan bisnis secara bootstrap memiliki rencana untuk menjalin kemitraan dengan logistik pihak ketiga. Meskipun masih terbilang baru, Nelayan.id ingin menjadi platform yang menyeluruh bagi nelayan dan konsumen.

“Ke depannya kami mengadakan kegiatan kampanye atau event serta membuka tempat untuk olahan makanan laut dan juga membuka marine supply store center yang berfungsi untuk penjualan juga tempat penyimpanan produk,” tutup Bintang.

Bantu Pertanian di Kupang, Eragano Hadirkan Solusi Teknologi Terintegrasi

Di bulan kedua tahun 2018 startup pertanian Eragano mencoba hadir membantu petani di Kupang dengan teknologi dan produk layanannya. Eragano hadir untuk mengubah sistem konvensional yang selama ini ada dan mengubahnya dengan pendekatan yang diklaim efektif.

Eragano disebutkan akan memberikan solusi terintegrasi mulai dari pembiayaan, pendampingan budidaya bertani, hingga membantu penjualan hasil panen dari petani yang ada. Teknologi Eragano juga berperan untuk membantu petani dengan memfasilitasi pinjaman kredit, penyediaan sarana produksi tani, dan akses pasar dengan harga yang lebih baik.

Selain itu Eragano juga akan membantu para petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bertani melalui pelatihan dan konsultasi dengan ahli pertanian yang dari Eragano. Kupang dipilih karena Eragano menilai teknologi dan spesialisasinya bisa membantu dan memberikan dampak positif bagi para petani.

“Kupang merupakan daerah dengan lahan pertanian yang luas terbentang. Akan tetapi petani Kupang tampaknya belum merasakan dampak dari pembagian lahan oleh pemerintah dan nilai tukar petani Kupang sangat rendah. Eragano ingin sekali meningkatkan kesejahteraan petani Kupang dan meningkatkan tingkat produktivitas per lahan petani di Kupang,” terang CEO Eragano Stephannie Jesselyn.

Sementara itu hadirnya Eragano di Kupang disambut baik oleh petani dan pemerintah setempat. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kupang Ruben berkomentar, “Kami sangat berterima kasih atas hadirnya Eragano di Kupang, karena sebelumnya belum ada pihak swasta mana pun yang membantu petani benar-benar dari permodalan hingga membantu ke penjualannya.”

Kupang bukan satu-satunya daerah yang ingin dibantu Eragano. Pihak Eragano menjelaskan selain Kupang pihaknya terus berusaha memperluas jangkauan wilayahnya. Untuk tahun 2018 ini sendiri Eragano menargetkan akan menguatkan posisi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kupang, Lombok dan diharapkan bisa membantu kurang lebih 100.000 petani untuk difasilitasi. Sementara untuk kuartal pertama di 2018 Eragano menyebutkan akan fokus pada memperjelas profil lahan-lahan pertanian.

Berkaca pada tahun 2017 kemarin Eragano bisa terbilang cukup sukses. Dari data internalnya Eragano sudah menyalurkan ratusan ton hasil panen dan saat ini tengah mempersiapkan beberapa daerah untuk di panen. Dengan pergerakan yang cukup agresif di tahun ini bukan tidak mungkin jumlah hasil panen yang tersalurkan bisa meningkat.

Application Information Will Show Up Here

Platform Investasi Agrikultur “Crowde” Rilis Aplikasi, Bidik 100 Ribu Petani Dapatkan Modal

Crowde, platform investasi agrikultur, meresmikan aplikasi khusus untuk permudah investor memberikan pinjaman kepada para petani. Lewat aplikasi ini, investor dapat dengan mudah memilih proyek yang mau didanai lalu memantau hasil investasinya.

“Tahun ini kami ingin perbanyak jumlah petani yang terbantu lewat tambahan modal. Salah satu caranya adalah lewat peluncuran aplikasi ini, investor dapat berinvestasi mulai dari nilai Rp10 ribu,” terang CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho, Kamis (25/1).

Tahun ini, lanjut Yohanes, pihaknya ingin membantu hingga 100 ribu petani di seluruh Indonesia. Angka ini naik dari pencapaian sebelumnya sebesar 50 ribu petani yang berada di 276 desa tersebar di lima pulau. Adapun nilai realisasi penyaluran diharapkan dapat mencapai Rp100 miliar, naik dari sebelumnya Rp15 miliar.

Sementara itu, total investor yang ingin dihimpun perusahaan dapat mencapai 30 ribu sampai 50 ribu investor, naik dari sebelumnya sekitar 10 ribu investor. Crowde menawarkan imbal hasil kepada investor sekitar 15,6% secara rerata per tahunnya.

“Selain itu, kami juga akan menambah jumlah rekanan dengan banyak koperasi dan universitas, untuk membantu kami dalam hal kontrol dan monitoring petani itu sendiri.”

Selain membantu monitoring, mitra tersebut akan menjadi jembatan yang bisa mempertemukan Crowde dengan para petani. Akan tetapi, tidak semua proyek bisa masuk ke dalam platform Crowde. Pasalnya mereka harus menempuh proses KYC, mulai dari verifikasi profil usaha, resikonya, dan profil petani itu sendiri.

“Kami mau memastikan apakah petaninya tersebut benar-benar serius dengan pekerjaannya. Terlebih, selama ini kami belum memakai jasa asuransi untuk melindungi usaha petani, sekaligus melindungi resiko investasi itu sendiri. Rencananya kami akan segera pakai asuransi untuk menjamin petani dan investor.”

Terkait kebutuhan dana segar, Yohanes menuturkan, saat ini pihaknya membuka opsi tersebut. Akan tetapi, fokusnya belum ke arah tersebut lantaran perusahaan masih memiliki sisa dana dari hasil penggalangan sebelumnya.

Dia mengungkapkan Crowde telah menerima investasi dari angel investor UMG Indonesia senilai US$70 ribu pada 2016.

Application Information Will Show Up Here

SayurBox Obtains Seed Funding From Patamar Capital

SayurBox, organic fruit and vegetables delivery startup reportedly to obtain
seed funding from Patamar Capital and some other angel investors. The value
is still undisclosed, it is approximately $200 – $300 thousand. The current
funding is part of Patamar Capital initiative, Investing in Women Fund which
objective is to reduce the gap in funding for female founder.

According to the official statement, Patamar Capital’s Investment Partner
Dondi Hananto said that the company believes in a great opportunity e-commerce industry has of fresh fruit and vegetables and SayurBox proves the capability to execute better. Besides the majority of female staff and SayurBox ability to empower them is one of the reasons SayurBox entered the “Investing in Women” initiative by Patamar Capital.

In separate occasion, Patamar Capital’s Associate Ellen Nio explained that they are looking for a startup with solution to solve problems in similar sector as SayurBox, providing organic fruit and vegetables. Therefore, SayurBox was chosen for showing good and promising traction resulting Patamar Capital’s full determination to invest.

“Earlier before SayurBox, Patamar had met several startups trying to solve similar problems. However, we see most promising traction from SayurBox and strongly believe that the team has relevant experience in organic farming and FMCG field as well as supply chain to develop this fresh produce e-commerce better.”

Patamar Capital expects with the funding given to SayurBox can prove its capability to grow by not only providing individual but also business consumers. SayurBox is Patamar Capital’s first funding portfolio of “Investing in Women Fund” program. Patamar reportedly to give funding for eight to ten female founder in Southeast Asia, especially in Indonesia, Philippines and Vietnam, SayurBox is expected to be a role model for all potential female founders wanting to build a startup.

Meanwhile, SayurBox’s CEO Amanda Susanti said, “Today we believe that it is important for customers to know where the food comes from. SayurBox provides information about farmers and producers on how their products grow, whether it is organic, hydroponic or in conventional way.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Mengenal GrowPal, Startup Investasi Budidaya di Sektor Perikanan

Dengan masyarakat yang erat dengan bisnis budidaya, dalam dua tahun terakhir startup investasi budidaya terus bermunculan, salah satunya adalah GrowPal. GrowPal menjadi sebuah platform yang dikembangkan untuk menjembatani pemilik lahan / petani, pemodal, dan pembeli hasil panen.

GrowPal aktif beroperasi sejak Februari 2017. Saat ini tercatat 16 hektar lahan terdaftar untuk budidaya udang vaname dan 170 petak karamba jaring apung untuk budidaya ikan kerapu di dalam sistemnya. Angka tersebut akan bertambah di kemudian hari.

“Kami bekerja sama dengan asosiasi petambak perikanan Indonesia yang tersebar perwakilannya di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Dalam asosiasi tersebut terdapat seluruh pihak yang terlibat dalam proses budidaya perikanan termasuk pemilik lahan,” terang Chief Product Officer GrowPal Paundra Noorbaskoro.

Sama seperti platform investasi budidaya lainnya, GrowPal menyuguhkan kemudahan bagi mereka yang ingin berinvestasi. Pengguna tinggal melakukan pendaftaran di situs, kemudian memilih produk investasi yang ditawarkan. GrowPal akan mengirimkan laporan perkembangan komoditas yang dipilih pada dashboard yang disediakan.

Menyoal persaingan, Paundra tidak menganggap platform sejenis sebagai persaingan. Paundra menilai platform dengan model bisnis yang sama ada persamaan niat untuk membangun sektor perikanan di Indonesia. Untuk itu kolaborasi merupakan cara yang tepat untuk mewujudkan niatan tersebut.

“Kami ingin menjadi startup yang terus tumbuh hingga bisa ekspansi ke seluruh wilayah di Indonesia sehingga dapat membantu lebih banyak lagi produktivitas petani ikan. Satu dua tahun ini kami akan fokus ekspansi membuka sites di wilayah Bali, Aceh dan Sulsel. Wilayah-wilayah tersebut telah kami lakukan uji kelayakan dan memastikan seluruh supply chain berjalan baik sehingga dalam waktu dekat ini kami akan buka di sana,” ujar Paundra.

Paundra menjelaskan saat ini ada lima aspek yang mempengaruhi pengembangan platform investasi budidaya yang berkelanjutan. Yang pertama adalah akses terhadap kepemilikan tanah atau lahan, kemudian akses input dan detail teknis proses produksi, yang ketiga akses terhadap pasar, dan selanjutnya meningkatkan keterampilan budi daya oleh petani yang berkelanjutan dan kualitas lingkungan perairan yang baik. GrowPal optimis memiliki semuanya.

“Kami selalu optimis bahwa kami akan membawa peran untuk membantu mewujudkan cita-cita bersama Indonesia [sebagai] negara poros maritim dunia,” tutupnya.

Targetkan Hotel dan Restoran, PanenID Hadirkan Sayuran Segar Langsung dari Petani

Besarnya peluang agritech di Indonesia melahirkan beragam layanan berbasis teknologi dari startup lokal di industri tersebut. Setelah Sayurbox, Rego Pantes hingga 8Villages, satu lagi layanan terbaru yang mencoba untuk menghadirkan solusi distribusi antara petani dan pembeli yaitu PanenID. Startup yang didirikan Astrid Juanita Stephanie ini tercipta dari latar belakang pekerjaan sebelumnya.

“Sebelumnya saya lama bekerja di perusahaan nasional CERES GROUP, hotel dan restoran. Bersama dengan partner yang merupakan lulusan agriculture UGM, kami ingin merevolusi supply chain di bidang agriculture agar lebih efisien dan menguntungkan petani,” kata Astrid kepada DailySocial.

Serupa dengan layanan agritech lainnya yang mencoba untuk memotong proses penjualan dan pembelian sayuran, PanenID yang saat ini hanya tersedia di pulau Jawa, mengklaim memiliki perbedaan khusus dari sisi target pasar.

“Kami secara khusus hanya menyasar segmen B2B, terutama ke hotel, restoran, kafe dan katering, yang membutuhkan produk sayuran segar langsung dari petani,” kata Astrid.

Saat ini PanenID telah membina kemitraan dengan para petani yang bermukim di Bali dan memastikan kualitas dan produk pertanian yang berkelanjutan.

“Kami membuatkan ordering platform yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, line both ataupun platform lengkap.” kata Astrid.

Rencana memperluas wilayah layanan PanenID

Untuk membantu para mitra petani menghasilkan produk sayuran yang berkualitas, tim PanenID senantiasa mendampingi mereka dengan memberikan pelatihan farmers manager. Di antaranya adalah membuatkan rencana taman sesuai dengan kebutuhan pasar, membuat standardisasi prosedur sehingga sayur yang dihasilkan menjadi konsisten serta menghitung harga pembelian pemerintah (HPP) sehingga petani mengetahui dengan jelas keuntungan yang didapatkan.

“Saat ini PanenID telah memiliki mitra petani sebanyak 300 orang yang tersebar di 4 desa di Bali,” kata Astrid.

Startup yang merupakan salah satu lulusan program GnB Accelerator batch ketiga ini telah memiliki angel investor dan telah memenangkan beragam kompetisi startup. Prestasi tersebut disebut menjadi modal PanenID menjalankan bisnis.

Selain memperluas wilayah layanan dan memperbanyak produk, target PanenID selanjutnya adalah menyejahterakan lebih banyak lagi petani di daerah. PanenID tersedia dalam bentuk aplikasi mobile untuk platform Android dan iOS.

“Kami ingin merevolusi jalur distribusi sehingga petani dapat langsung menjual ke hotel dan restoran melalui platform PanenID,” tutup Astrid.

Application Information Will Show Up Here

Konsep Kurasi Harga dan Rencana “Go National” Rego Pantes

Setelah sempat diresmikan kehadirannya untuk petani di Jawa Tengah oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo 23 September lalu, layanan marketplace yang menyasar sektor pertanian Rego Pantes berencana untuk meresmikan kehadirannya untuk konsumen di Jakarta pertengahan bulan Oktober 2017 nanti. Rego Pantes merupakan salah satu produk 8Villages.

Mengklaim memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan startup lain yang menawarkan layanan serupa, Rego Pantes secara khusus berpihak kepada para petani dan memiliki misi untuk menghilangkan keberadaan tengkulak saat ini.

Kepada DailySocial, COO 8Villages dan penggagas Rego Pantes Wim Prihanto mengungkapkan Rego Pantes ingin memberikan harga yang sesuai untuk petani juga konsumen dengan sistem kurasi harga yang dilakukan.

“Kami memiliki tim yang melakukan survei di pasar akhir hingga tengkulak terkait dengan harga cabe atau sayur lainnya, kemudian dari harga yang ada di Magelang digabung dengan harga pasaran di Jakarta dan dibagi dua. Harga tersebut yang kemudian kami tawarkan kepada petani,” kata Wim

Wim melanjutkan harga tersebut merupakan perhitungan yang paling adil untuk para petani yang biasanya hanya mendapatkan keuntungan sedikit jika menjual hasil taninya kepada tengkulak. Rego Pantes juga melakukan perhitungan biaya pengiriman yang secara keseluruhan tidak dibebankan kepada petani.

“Dari mulai sebelum panen hingga barang sudah dikirim kepada pembeli, secara langsung petani sudah bisa mendapatkan uangnya. Hal tersebut lebih menguntungkan dibandingkan dengan cara konvensional yang membutuhkan waktu hingga 3 bulan bagi petani untuk mendapatkan uang,” ujarnya.

Saat ini Rego Pantes baru melakukan akuisisi petani di wilayah Magelang. Rencananya awal Desember 2017 ini akan mulai diperluas ke Jawa Tangah. Diharapkan hingga akhir tahun 2018 Rego Pantes sudah memiliki 1 juta petani yang bergabung dengan platform-nya

Aspek sosial

Untuk memastikan petani yang terdaftar adalah benar dan bisa dijamin keasliannya, Rego Pantes melakukan dua verifikasi kepada petani. Yang pertama setiap petani wajib memiliki kartu tani, yang kedua setiap petani wajib memberikan informasi tentang lahannya dan mengirimkan foto produk dengan latar belakang lahan yang dimiliki. Hal tersebut, menurut Wim, mampu memberikan kepastian bahwa petani tersebut adalah benar dan menghindari masuknya tengkulak yang mengatasnamakan petani.

“Saat ini para petani sudah mulai melek teknologi. Mereka sebagian besar adalah pengguna Android dan mengerti cara menggunakan smartphone. Permasalahan lebih kepada lemahnya koneksi di pelosok daerah,” kata Wim.

Untuk mempromosikan produk yang dimiliki hingga menerima pre-order bahan sayuran dari pembeli, petani bisa menggunakan aplikasi. Sementara untuk pengguna saat ini baru bisa melakukan pemesanan melalui situs. Selanjutnya Rego Pantes akan menyediakan aplikasi untuk pengguna.

“Intinya adalah jika petani tersebut melakukan postingan terkait dengan produk yang dimiliki akan langsung muncul di situs, jika pembeli mencari cabe akan banyak pilihan petani cabe yang bisa dipilih sesuai dengan selera,” kata Wim.

Hal tersebut memberikan kepastian petani untuk menjual hasil panennya kepada penjual sebelum waktu panen tiba. Petani juga bisa merawat lebih baik lagi hasil tani yang bakal dijual dengan kepastian pembelian.

“Kita bisa memastikan produk dari petani Rego Pantes adalah yang terbaik. Jika adanya perbedaan harga pun kami ingin mengingatkan kepada pembeli bahwa misi dari Rego Pantes adalah membantu petani, sehingga sisi sosial tersebut bisa memberikan impact kepada pembeli kami,” kata Wim.

Untuk pembayaran Rego Pantes menyediakan pilihan bank transfer dan nantinya akan dihadirkan pilihan pembayaran lainnya. Sementara untuk pengiriman Rego Pantes menjalin kemitraan dengan layanan logistik pihak ketiga.

Rencana go national Rego Pantes

Saat ini Rego Pantes hanya melayani pembeli di Jakarta dan belum ada rencana untuk melakukan ekspansi ke Bodetabek dan kota lainnya di Indonesia. Namun demikian, dengan konsep yang dimiliki, Rego Pantes mengklaim telah mendapatkan penawaran Menteri Pertanian untuk memberikan layanan secara nasional.

“Tentunya hal tersebut menjadi rencana jangka panjang kami karena misi kami yang berpihak kepada petani. Kementerian pertanian melihat perlu dinasionalisasikan layanan tersebut. Mudah-mudahan ke depannya rencana tersebut bisa diwujudkan,” tutup Wim.

Vestifarm Sikapi Persaingan Sebagai Gotong Royong Bantu Peternak

Indonesia saat ini sedang ramai dengan layanan investasi budidaya. Kebanyakan dari mereka sudah ada di tahun 2016 silam namun mulai menemukan momen di tahun 2017 ini. Salah satu startup investasi budidaya yang mulai tumbuh adalah Vestifarm. Fokus pada komoditas sapi dan udang, startup ini menyediakan kesempatan investasi dengan bermacam bentuk. Sama seperti startup investasi yang lain, fokusnya dua, membantu para investor mendapatkan keuntungan dan di sisi lain membantu para pemilik kandang atau peternak mendapat tambahan modal.

CEO Vestifarm Dharma Anjarrahman kepada DailySocial menjelaskan pihaknya membuka program investasi untuk komoditas tertentu, untuk saat ini tersedia sapi dan udang Vennamei. Keduanya dibudidayakan bekerja sama dengan para petani atau peternak lokal. Untuk menjaga kualitas komoditas dan risiko, Vestifarm mengadakan seleksi untuk para mitra yang diajak kerja sama.

Untuk segi investasi, skema yang digunakan adalah kolektif menggunakan slot investasi. Siapa pun bebas untuk berinvestasi dengan memesan sejumlah slot investasi yang diinginkan. Konsep ini, diceritakan Dharma, mendapat sambutan cukup positif. Di bulan Juni Vestifarm berhasil mengelola dana investasi Rp300 juta. Nilai yang sama juga berhasil di dapatkan di bulan Juli dan meningkat menjadi 600 juta di bulan Agustus. Dharma menarik kesimpulan, Vestifarm sudah mendapat tempat di hati masyarakat dan minat investor terlihat mulai bergeser ke sektor riil.

Bukan persaingan tetapi gotong royong

Tidak dapat dipungkiri layanan sejenis Vestifarm sudah banyak bermunculan. Baik dengan komoditas sejenis atau yang lain. Menanggapi hal ini, Dharma mengungkapkan bahwa ini adalah sebuah pertanda yang baik. Saat ini memang banyak masalah yang dihadapi para petani dan peternak di Indonesia, mulai dari modal, efisiensi produksi, pemasaran, risiko hama dan penyakit dan sebagainya. Di lingkup yang lebih besar, makro, produksi nasional masih belum memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dan masalah ini yang bisa diselesaikan bersama-sama, para startup investasi budi daya.

“Nah masalah-masalah ini memang harus kita hadapi bareng-bareng, gotong-royong. Dan jumlah petani pun di Indonesia banyak banget, memang butuh banyak pemain, sehingga masalahnya satu-persatu bisa kita selesaikan di bidang masing-masing,” papar Dharma.

Bercerita tentang startup-nya dan pengalamannya bertemu dengan apa peternak, Dharma kerap menemui kandang sapi milik masyarakat di pedesaan hanya terisi sebagian karena para peternak terkendala modal. Di sanalah Vestifarm hadir sehingga kandang bisa terisi dan pendapatan petani meningkat.

“Akhirnya merekalah yang kita bantu, sehingga karena jumlah sapi yang dirawat meningkat, otomatis pendapatannya pun meningkat, terlebih kita menggunakan sistem gaji ke petani, sehingga mereka jadi punya sumber pendapatan yang lebih stabil dan jumlahnya tidak sedikit. Salah satu petani kami bahkan gajinya lebih tinggi dibandingkan fresh graduates di perkotaan,” kisah Dharma.

Menatap ke depan Dharma ingin membawa Vestifarm fokus scaling up operasional di sisi budi daya berbagai macam komoditas. Pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan berbagai pihak untuk menambah slot investasi agar bisa lebih banyak lagi.

“Vestifarm di masa depan akan menjadi The Greatest Agriculture Investment Platform di Indonesia. Agar semakin banyak masyarakat Indonesia yang punya pilihan investasi terbaik, sekaligus membantu meningkatkan kesejahteraan para petani,” tutup Dharma.

Sayurbox Hadirkan Layanan Pembelian Sayuran dan Buah Organik Langsung dari Petani

Sayurbox hadir untuk mencoba memenuhi kebutuhan buah segar dan produk sayuran berkualitas kepada warga ibukota. Ia adalah sebuah platform online yang menyediakan bahan segar dan produk sehat berkualitas dari petani dan produsen lokal Indonesia. Sayurbox saat mengikuti program akselerator startup batch pertama Plug and Play Indonesia.

“Sayurbox awalnya didirikan oleh Amanda Susan dan Rama Notowidigdo, saya kemudian bergabung ke tim,” ujar Co-Founder Sayurbox Metha Trisnawati.

Sayurbox mengusung konsep bisnis farm-to-table yang memungkinkan konsumen untuk mendapatkan berbagai bahan segar dan produk berkualitas langsung dari petani dan produsen lokal. Media yang digunakan untuk memfasilitasi hal ini adalah platform online melalui situs dan selanjutnya layanan tersebut akan diperluas melalui aplikasi mobile.

“Sistem pemesanan Sayurbox adalah pre-order (pemesanan di depan), sehingga meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang (waste). Setelah konsumen memesan, Sayurbox akan melakukan agregasi jumlah pesanan konsumen dan menginformasikan kepada petani mitra tentang jumlah bahan segar yang harus dipanen. Bahan segar yang baru dipanen kemudian dikirimkan ke hub Sayurbox untuk segera dikemas dan diantarkan kepada konsumen sesuai dengan pesanan,” kata Metha.

Saat ini Sayurbox telah melayani lebih dari 3 ribu konsumen di area Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Depok, dan jumlah ini terus bertumbuh setiap bulannya.

Strategi monetisasi dan pilihan pembayaran

Strategi monetisasi yang diterapkan Sayurbox adalah melalui persentase laba (margin) dari setiap penjualan produk. Selain melalui persentase laba, Sayurbox juga memiliki monetisasi dari sistem konsinyasi (consignment) produk dari produsen mitra yang menjual produknya lewat platform Sayurbox.

Untuk pilihan pembayaran, Sayurbox menyediakan pilihan pembayaran melalui bank transfer, kartu kredit, serta virtual bank account transfer.

Sayurbox merupakan salah satu startup yang menyasar sektor pertanian di Indonesia. Tidak berbeda dengan layanan serupa lainnya, Sayurbox memangkas cara konvensional antara petani dan penjual. Selain menambah jumlah mitra petani dan produsen lokal yang saat ini berjumlah sekitar 22 mitra, Sayurbox memiliki rencana lain ke depannya.

“Sayurbox saat ini fokus pada ekspansi area pelayanan konsumen, terutama di area-area Jabodetabek yang belum dilayani oleh Sayurbox, serta perluasan jaringan mitra petani dan produsen lokal yang tergabung sebagai supplier Sayurbox,” tutup Metha.

Startup Investasi Budidaya Sebagai Usaha Pemberdayaan Petani dan Bisnis Pertanian

Pak Gondrong, seorang petani yang tinggal di kawasan Gadog, Jawa Barat, kepada DailySocial mengatakan selama ini banyak petani yang mengawali kegiatannya secara otodidak. Walhasil pengetahuannya soal bercocok tanam sangat terbatas. Suatu ketika ia dan kawan-kawan mengenal Crowde, sebuah platform investasi budidaya. Ia menyebutkan kini banyak mendapatkan pendampingan dari tim lapangan Crowde untuk memastikan hasil pertaniannya optimal.

“Alhamdullilah dari Crowde ada yang sering ke kebun, kebetulan dari IPB orangnya,” cerita Pak Gondrong.

[Baca juga: Platform Investasi Bidang Agrikultur Crowde Permudah Petani Dapatkan Modal]

Contoh di atas merupakan salah satu perwujudan kenapa startup di sektor pertanian dan peternakan, selanjutnya kita sebut agtech (agriculture technology), bisa memberikan dampak sosial ekonomi luar biasa bagi masyarakat.

Sebagai negara agraris, penerapan teknologi di sektor ini memang lumayan tertinggal dibanding sektor produktif lainnya di Indonesia. Dikutip dari Kompas, saat ini yang menjadi tiga permasalahan utama di sektor pertanian meliputi produksi, distribusi, dan keterjangkauan harga.

Rantai distribusi yang panjang dan dominasi pemain-pemain besar membuat perjalanan hasil pertanian terlalu panjang dan berpengaruh terhadap harga hasil pertanian di pasaran.

Menyelesaikan masalah di lapangan

Tanaman Cabai Pak Gondrong

Crowde yang dikembangkan Yohanes Sugihtononugroho dan BantuTernak yang dikembangkan Ray Rezky Ananda adalah contoh startup yang mencoba membantu mengatasi masalah-masalah ini.

Latar belakang pendidikan di bidang peternakan membuat Ray, yang berkuliah di UGM, mempunyai wawasan untuk memetakan masalah-masalah peternak ini.

“Jadi kalo ke pasar hewan mungkin peternaknya sedikit, kebanyakan belantik. Belantik ini membeli sapi dari peternak dengan harga murah. Tetapi peternak tetap senang, karena diberikan fasilitas hutang kepada peternak. Ini salah satu dari banyaknya cerita yang ironi tentang peternak desa. Semoga tahun ini nilai investasi Bantuternak bisa melakukan ekspansi ke daerah lain selain di Bantul. Kami ingin kebermanfaatan Bantuternak bisa dirasakan oleh peternak di seluruh Indonesia,” cerita Ray.

Kendati belum lama beroperasi, BantuTernak mengklaim telah mendapat sambutan positif dari peternak, utamanya mereka yang kesulitan modal dan belum terlalu paham sentuhan teknologi.

Secara umum, permodalan menjadi isu yang sangat fundamental. Startup lain mencoba menjembatani permasalahan tersebut dengan cara yang sedikit berbeda. seperti yang dilakukan startup Yogyakarta Angon.

[Baca juga: Sepak Terjang Angon Digitalkan Proses Beternak di Indonesia]

Apa yang dilakukan Angon ialah memberdayakan petani sebagai solusi bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dalam dunia peternakan tapi tidak memiliki kemampuan dan waktu untuk merealisasikannya. Investor dapat melakukan pemesanan ternak, kemudian ternak tersebut dipelihara dan dibesarkan. Biaya perawatan akan dialokasikan untuk operasional peternak di sentra peternakan rakyat, sedangkan keuntungan yang didapat akan didistribusikan dengan mekanisme bagi hasil.

Implementasi teknologi tidak sepenuhnya mudah

Salah satu peternakan BantuTernak

Nyatanya tidak semudah yang dibayangkan membawakan solusi digital ke sektor pertanian. Untuk Crowde, Yohannes menceritakan bahwa ada beberapa permasalahan saat praktik mengimplementasikan solusi di lapangan, salah satunya dalam hal pembukuan oleh petani. Meski sederhana, hal ini penting untuk membantu pelaporan di sistem masing-masing. Sayangnya sejauh ini masih banyak yang belum melakukannya dengan baik.

“Yang menjadi tantangan adalah dari sisi petani. Masalah banyak petani yang belum begitu mengerti dalam melakukan pembukuan laporan keuangan. sehingga kami perlu melakukan kegiatan ekstra untuk memberikan edukasi dan membimbing mereka. Hal ini penting, karena kami sangat berfokus pada transparansi antara investor dan petani.”

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan]

Pun demikian, dari sisi investor, Yohanes menganggap tantangannya adalah mengenai metode pembayaran yang paling efisien dan efektif. Pada dasarnya, saat ini sudah sangat banyak perusahaan yang telah menyediakan jasa pembayaran digital, tapi masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum begitu familiar, khususnya mereka yang tertarik di investasi budidaya.

Perlu terobosan menyeluruh

Mata rantai pertanian dan peternakan yang tidak sehat menjadi kecemasan banyak pelaku di industri ini. Di luar investasi budidaya, masalah seperti akses ke pasar, komoditas benih, hingga optimalisasi lahan masih menjadi peluang emas bagi startup untuk bermanuver.

Founder dan CEO 8Villages Sanny Gaddafi, yang dengan beberapa produknya aktif membantu petani meningkatkan produktivitasnya, mengatakan, “Transparansi proses dan akses informasi, keduanya sangat bisa diselesaikan dengan solusi digital. Solusi digital adalah jawaban dari kedua masalah tersebut. [Meskipun demikian]  investasi [budidaya] hanya bagian kecil dari keseluruhan value chain yang bisa dikembangkan lagi, seperti market dan rantai logistik.”


Randi Eka Yonida berkontribusi dalam pembuatan artikel ini