Startup Proptech IDEAL Perkenalkan Produk KPR Hunian Sekunder

Startup proptech IDEAL memperkenalkan produk baru Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Secondary yang menghadirkan layanan pembiayaan dan pengelolaan hipotek untuk hunian sekunder bagi calon pembeli rumah. Hunian sekunder sendiri pada dasarnya merupakan aset properti yang telah berpindah tangan dari pemilik pertama (primer) kepada pihak lainnya.

Co-Founder & President IDEAL Ian Daniel Santoso menuturkan, saat ini belum banyak pemain yang masuk ke pasar hunian sekunder. Selain itu, rata-rata calon pembeli yang sudah menemukan rumah impian, belum dapat KPR terbaik sesuai kebutuhan finansial mereka. “Keputusan untuk memilih produk KPR secara tradisional pun masih didasari oleh pengaruh dari agen atau tenaga pemasar properti,” ujar Ian dalam keterangan resminya.

Padahal, lanjutnya, potensi KPR/KPA di Indonesia secara umum sangat besar. Nilai pasar produk KPR berkisar $39 juta, sedangkan sebanyak 75% masyarakat Indonesia membeli hunian dengan metode KPR/KPA. Angka tersebut diproyeksi tumbuh sekitar belasan persen CAGR dalam lima tahun ke depan.

Co-Founder & CCO IDEAL Indira Nur Shadrina menambahkan, masalah yang kerap muncul saat survei KPR Secondary adalah biaya appraisal. Jika pengajuan KPR ditolak dan pengguna memutuskan mengambil KPR di bank lain, biaya yang dikeluarkan tidak dapat kembali.

Padahal, pengguna ingin memperbesar kesempatan persetujuan KPR dengan mengajukan lebih dari satu bank. “IDEAL berkomitmen untuk menggantikan seluruh biaya appraisal ketika proses pembelian rumah dan KPR yang diajukan telah selesai,” tuturnya.

Kini, calon pembeli rumah dapat mengajukan KPR ke tiga bank sekaligus dengan proses sepenuhnya digital, baik melalui website maupun aplikasi mobile. Pengguna akan diminta melakukan appraisal ke bank tujuan di mana IDEAL akan menalangi seluruh biaya (maksimal ke tiga bank) dengan mekanisme cashback saat pengajuan KPR dan proses jual-beli rumah selesai.

Adapun, KPR Secondary dilengkapi dengan fitur autosave dan autofill untuk memudahkan pengguna melengkapi pengisian data.

Pembiayaan rumah

IDEAL memulai debutnya pada pertengahan Juli 2022 dengan fokus awal pada produk hunian baru atau primer. Fokus utamanya adalah mendigitalisasi proses pembiayaan dan pengelolaan hipotek di Indonesia, tidak seperti kebanyakan di pasar saat ini yang masih dilakukan secara online-to-offline.

Pihaknya juga telah mengantongi pendanaan pra-awal sebesar Rp57 miliar dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, serta partisipasi Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dalam surveinya, IDEAL menemukan bahwa calon pembeli rumah mengalami kesulitan pengajuan KPR karena masih dilakukan secara tradisional. Cara ini cenderung memakan waktu panjang dan melelahkan karena menyangkut keputusan besar calon pembeli. Misinya adalah memberikan akses informasi yang dapat membantu calon pembeli rumah untuk membuat keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi finansial mereka.

Hal ini tercermin dari sejumlah fitur yang dikembangkan, misalnya IDEAL Compass yang menghadirkan rekomendasi produk KPR dari tujuh bank mitra. Rekomendasi produk KPR tersebut diklaim telah dipersonalisasi sesuai preferensi dan karakteristik pengguna, seperti umur, profesi, bunga, dan kemampuan cicilan bulanan.

IDEAL telah bermitra dengan sejumlah developer dan tujuh bank terkemuka di Indonesia antara lain Sinar Mas Land, Ciputra, PIK2 Group, serta Bank Mandiri, CIMB Niaga, OCBC NISP, Danamon, Permata, Maybank, dan Bank Panin.

Proses end-to-end secara digital ini telah tersertifikasi ISO 27001. Pihaknya memastikan pengolahan data minim intervensi manusia (view only) dan hanya dikirimkan ke bank rekanan oleh pengguna sendiri. “Sistem kami punya audit trail dan watermark yang membuat jejak dan flow data tercatat dalam sistem,” ungkap Co-Founder & CEO IDEAL Albert Raharja Surjaudaja.

Sekadar informasi, marketplace jual-beli dan sewa properti Pinhome juga menawarkan produk yang cukup serupa melalui program cicil rumah. Bedanya, program ini menargetkan masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap (non-fixed income) agar dapat memiliki rumah impian mereka.

Pinhome bahkan menghadirkan program iVestment yang memfasilitasi penanaman modal bagi pengembang perumahan. Di sini, developer tak hanya mendapat akses modal usaha, tetapi juga dukungan pemasaran lewat aplikasi. Pinhome akan berperan membantu proses penjualan rumah, mulai dari transaksi hingga biaya booking fee.

Application Information Will Show Up Here

Tantangan dan Digitalisasi Pengajuan KPR di Indonesia

Kita telah melihat berbagai inovasi di sektor proptech, seperti aplikasi listing properti atau sewa hunian. Namun, inovasi kian berkembang sejalan dengan semakin matangnya ekosistem digital dan besarnya kebutuhan masyarakat. Inovasi ini adalah digitalisasi pada pengajuan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang menjadi salah satu isu kompleks pada pembelian hunian.

Menurut Co-founder & CEO IDEAL Albert R. Surjaudaja, pengajuan KPR memiliki sejumlah tantangan pelik dan telah banyak dialami oleh banyak orang. Di samping itu, upaya untuk mendigitalisasi pengajuan KPR dinilai memiliki peluang mengingat permintaan pasar hunian di Indonesia masih sangat besar.

Pada sesi #SelasaStartup, Albert berbagi pandangan tentang tantangan pengajuan KPR, pengembangan inovasi, hingga upaya memvalidasi masalah.

Tantangan KPR

Mengapa perlu ada digitalisasi pengajuan KPR? Albert menyebut ada empat tantangan besar yang dihadapi oleh calon pembeli. Pertama, calon pembeli terkadang mengalami kebingungan untuk memulai prosesnya dari mana. Mereka jadi sulit menemukan akses untuk mencari pilihan properti yang tepat.

“Yang terlibat dalam pengajuan KPR ada banyak, seperti bank, perusahaan pembiayaan, agen, dan pengembang. Mereka bingung mau ke mana dulu. Selain itu, tidak ada tempat yang dapat menjadi tujuan utama bagi mereka untuk mengeksplorasi pilihan dan mencari informasi,” tutur Albert.

Kedua, tak sedikit calon pembeli yang yakin terhadap kelayakan KPR. Keraguan ini dapat membuat mereka menjadi urung untuk mengajukan KPR dan memperlambat proses dengan adanya kewajiban lain yang perlu diselesaikan. Ketiga, proses pengajuan KPR masih sangat manual. Perlu banyak komunikasi ke sejumlah pihak yang terlibat.

Karena proses yang manual tersebut, jalur informasi dan pengajuan menjadi tidak satu pintu. Contohnya, pengiriman dokumen harus dikirim berkali-kali dan terkadang dilakukan oleh agen/pihak berbeda. Belum lagi, dokumen yang diminta bersifat sensitif, seperti Kartu Keluarga dan KTP, sehingga berisiko disalahgunakan oleh oknum tertentu.

“Keempat, orang-orang belum sepenuhnya paham dengan pembelian rumah. They don’t know what they’re signing up for. Misal, soal floating. Mereka tidak pernah bertanya dan tidak sadar dampaknya. Tidak ada standardisasi juga dengan kualitas para agen atau pihak lain. Berbeda dengan era setelah ada platform seperti Gojek,” tambahnya.

Hibrida dan inovasi

Albert meyakini pendekatan hibrida atau offline-online, diperlukan untuk menjangkau pasar di sektor proptech. Hal ini karena pembelian rumah merupakan keputusan yang sangat personal, memiliki jangka panjang, dan membutuhkan biaya sangat besar. Prosesnya juga memakan waktu dan sangat kompleks.

Dalam hal ini, IDEAL tidak mencoba untuk mendigitalisasi proses pengajuan KPR sepenuhnya. Hal tersebut tercermin dari fitur yang dikembangkan di mana pihaknya menggabungkan interaksi offline dan online untuk mengakomodasi kebutuhan konsumen. Misalnya, proses pengajuan dokumen dilakukan secara digital, tetapi penyedia platform tetap menyediakan SDM yang dapat membantu calon pembeli untuk menemukan properti yang mereka cari.

Dari sisi pengembangan teknologi, ada banyak proses pada pengajuan KPR yang dapat didigitalisasi. Misalnya, fitur untuk mengecek kredibilitas seseorang dalam mengajukan KPR secara instan. Albert berujar fitur ini didukung oleh teknologi di belakangnya, seperti credit scoring.

Ada juga fitur di mana algoritma yang dapat menampilkan berbagai pilihan hunian dari mitra pengembang. Pengguna juga dapat melakukan simulasi DP sampai pembayaran cicilan dengan kurasi rekomendasi tertentu.

Validasi dan strategi

Validasi masalah menjadi salah satu kunci terhadap pengembangan solusi, dan hal tersebut telah dibuktikan Albert lewat riset internal yang dilakukannya. Menurutnya, hampir semua responden menyebut bahwa pengajuan KPR merupakan masalah yang kompleks di Indonesia.

Maka itu, digitalisasi pada pengajuan KPR dinilai menjadi salah satu solusi bagi generasi Y dan Z yang semakin terbiasa dengan pemanfaatan teknologi. Kedua generasi ini merupakan segmen yang memiliki perilaku digital dalam keseharian, seperti memesan makanan atau membeli tiket.

Ia juga menambahkan, meski sektor proptech Indonesia saat ini sebagian besar diisi oleh platform penyedia listing properti atau home discovery, hal tersebut akan membuka peluang kolaborasi untuk menyediakan layanan pengajuan KPR secara end-to-end.

“Kita ingin mengubah perilaku konsumen bahwa tidak semua [proses] harus dilakukan secara offline. Memang realisasi orang membeli rumah melalui online masih sangat jauh di sini. Namun, digital justru membuat semua proses itu menjadi efisien,” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Founder IDEAL Bicara tentang Proses Inkubasi Ide, Produk, dan Inovasi

Baru-baru ini, IDEAL memulai debutnya usai memperoleh pendanaan pra-awal senilai $3,8 juta atau senilai 57 miliar Rupiah. Pendanaan akan dimanfaatkan IDEAL untuk mempercepat digitalisasi proses pembiayaan dan pengelolaan hipotek di Indonesia.

IDEAL didirikan oleh Albert R. Surjaudaja, Ian Daniel Santoso, Indira Nur Shadrina, dan Jeganathan Sethu. Aplikasi IDEAL baru meluncur pada pertengahan Juli 2022 dengan fokus awal pada produk hunian baru atau primer. Tahun ini, IDEAL juga telah menunjuk Chief Technology Officer dan menambah jumlah timnya.

DailySocial.id berkesempatan berbincang singkat bersama Co-founder IDEAL Albert Surjaudaja dan Indira Nur Shadrina untuk mengulik perjalanan di tahun pertama membangun platform.

Validasi masalah

Ide mengembangkan IDEAL bermula dari observasi para founder terhadap pasar consumer lending di Indonesia. Menurut Albert, pasar consumer lending belum terserap optimal dan prosesnya belum sepenuhnya terdigitalisasi. Sektor perbankan masih menggunakan cara tradisional untuk menyalurkan kredit maupun KPR.

Selain itu, platform digital di Indonesia banyak fokus pada produk pinjaman konsumtif, paylater, dan P2P lending. Situasi ini memberi peluang besar bagi mereka untuk memberikan experience lebih baik pada consumer lending.

Berdasarkan laporan Bank Indonesia, industri KPR lokal bernilai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 17% dalam lima tahun ke depan. Adapun, Gen Y dan Gen Z diprediksi mendominasi populasi pekerja dalam sepuluh tahun ke depan, yang juga akan menjadi target pasar utama di sektor properti.

Kemudian, tim IDEAL melanjutkan pengembangan ide dengan melakukan riset pasar pada Juli 2021. Tujuannya adalah memvalidasi ide dan mengumpulkan feedback menyeluruh terkait pengalaman pengajuan KPR.

“Dari survei kami, kami coba validasi masalah apakah ide kami bisa helpful bagi mereka. Apalagi jarang sekali orang kini membeli rumah dengan hard cash. Jadi, kami pikir semua orang punya problem sama. Nah, kami ingin bantu di every stage of people’s live, tetapi tidak dengan produk konsumtif,” ungkap Indira.

Produk MVP

Untuk tahap awal, IDEAL mengembangkan produk untuk membantu menyederhanakan proses pengajuan KPR pada hunian baru (primer). Pasar primer dinilai menjadi entry point yang tepat karena ekosistemnya lebih siap dibandingkan pasar properti sekunder.

Di samping itu, ujar Indira, pembelian hunian primer tidak melalui proses penaksiran harga rumah (appraisal) sehingga physical presence hanya dibutuhkan saat penandatanganan kredit. Berbeda dengan hunian sekunder yang memerlukan pihak ketiga karena ada proses appraisal.

Bagi founder, ini menjadi momentum tepat karena akselerasi digital banyak terjadi di masa pandemi, misalnya verifikasi data bisa dilakukan secara online melalui Dukcapil atau Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pasar primer juga dinilai mulai diminati karena dorongan produktivitas dengan adanya pemberlakuan kerja dan sekolah dari rumah.

IDEAL berupaya menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi pengajuan KPR yang rumit dan memakan waktu. IDEAL menawarkan sejumlah fitur unggulan, seperti pengajuan KPR ke beberapa bank dan instant credit checking. Selain itu, IDEAL juga telah menerapkan ISO 27001 untuk keamanan data.

Untuk saat ini, tambah Albert, IDEAL masih fokus untuk mencapai product-market fit dalam beberapa bulan ke depan. Pihaknya juga akan mendorong edukasi pasar terkait pengajuan KPR secara digital mengingat cara ini masih dianggap baru bagi masyarakat.

Selanjutnya, IDEAL akan memperluas layanannya ke pasar hunian sekunder dan pengalihan kepemilikan (takeover). Pihaknya juga akan memperkuat ekosistem layanannya dengan menambah lebih banyak mitra bank dan developer.

Inovasi

Albert menilai saat ini pertumbuhan proptech di Indonesia banyak didorong oleh platform yang memfasilitasi jual-beli atau sewa rumah. Dalam konteks inovasi, pelaku startup berupaya mengembangkan fitur listing atau pencarian properti untuk mempermudah pengalaman pengguna.

Ia juga menyoroti bahwa pasar properti, terutama di Indonesia, masih membutuhkan human touch. Meski prosesnya sudah terdigitalisasi, rata-rata masyarakat tetap memerlukan pengecekan properti secara langsung. “Kita tidak bisa eliminate human touch. What we can help adalah maintain itu dan membantu mereka narrow down the choices. Dengan begitu, mereka sudah tahu mana yang ingin dilihat. Tidak perlu menunda-nunda lagi,” tambahnya.

Merefleksi dari perkembangan tersebut, IDEAL berupaya meningkatkan hasil pencarian demi memberikan experience lebih baik. Pihaknya juga tetap mempertahankan aspek human touch untuk mendapatkan trust dari pengguna. Dari sisi opsi pembiayaan dan KPR, IDEAL telah melakukan kurasi sehingga dapat menampilkan pilihan properti yang akurat sesuai kebutuhan calon pembeli, misal properti yang bekerja sama dengan bank tertentu.

“Pengalaman customer tidak ada yang sama atau terstandar. Semua bersifat individual dan agent-driven experience. Namun, ini akan membantu IDEAL untuk memahami kebutuhan customer dengan journey process yang lebih terstandardisasi. Mengingat ini big purchase, kami tetap sediakan IDEAL specialist bagi customer yang berkomunikasi lebih lanjut,” ujar Indira.

Saat ini, pihaknya tengah mengajukan lisensi Inovasi Keuangan Digital (IKD) ke OJK untuk memperkuat kredibilitas layanannya. Adapun, IDEAL telah memiliki lisensi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dari Kominfo dan terdaftar sebagai member Asosiasi Fintech Indonesia. (AFTECH).

Application Information Will Show Up Here

IDEAL Debut dengan Pendanaan Pra-Awal 57 Miliar Rupiah, Demokratisasi Proses Pengajuan KPR

Startup proptech yang fokus membantu memudahkan proses pembiayaan atau pengelolaan hipotek “IDEAL” mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $3,8 juta atau senilai 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dana segar akan dimanfaatkan IDEAL untuk pengembangan produk, perekrutan dan peningkatan layanan. Startup ini didirikan oleh sejumlah founder, meliputi Albert Surjaudaja, Ian Daniel Santoso, Indira Nur Shadrina, dan Jeganathan Sethu.

Layanan dan model bisnis

Platform IDEAL membantu pengguna menghitung biaya dan cicilan pembiayaan properti secara detail sesuai dengan kebutuhan dan preferensi yang dimiliki. Mereka turut menyediakan sistem aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengajuan pembiayaan di beberapa bank sekaligus. Yang menarik, ada sebuah dasbor untuk memantau status perkembangan pengajuan tersebut.

Tujuan IDEAL adalah menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi yang selama ini rumit dan memakan waktu serta biaya besar. Di samping memberikan rasa aman, karena dokumen-dokumen bisa dikelola secara aman — tidak perlu lagi mengirim foto KTP via WhatsApp ke agen atau sejenisnya.

Model bisnis IDEAL dengan mengenakan komisi kepada bank dan developer properti untuk setiap pengajuan yang berhasil terfasilitasi. Di debut awalnya, saat ini IDEAL telah bekerja sama dengan lima bank, termasuk CIMB, OCBC, dan Maybank; juga dengan pengembang properti seperti Sinar Mas Land, Ciputra Group, dan Agung Sedayu Group.

“IDEAL menjadi spesial karena kami mengutamakan pikiran dan hati konsumen dalam mengambil keputusan pengembangan produk. Karena itu, kami juga hadir dengan jaringan yang luas, baik di bidang perbankan maupun pengembang properti. Kami percaya bahwa investor kami memiliki visi yang sama, yaitu membantu masyarakat Indonesia mencapai kehidupan ideal mereka, dimulai dengan digitalisasi proses KPR,” ujar Albert selaku CEO.

Permasalahan dalam pembiayaan properti

Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2021 industri KPR lokal bernilai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan lima tahun ke depan 17%. Gen Y dan Gen Z dinilai akan mendominasi populasi pekerja dalam 10 tahun ke depan, sehingga disinyalir akan menjadi target pasar utama sektor properti.

Saat ini 75% pembelian rumah di Indonesia dilakukan secara KPR, namun demikian karena literasi finansial yang minim membuat mayoritas pemohon belum memahami sepenuhnya proses-proses tersebut. Sementara itu, di sisi pemberi pinjaman mereka juga mendapat tantangan seperti proses pengiriman dokumen yang berantakan, keamanan data, dan masih banyak lagi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, startup seperti IDEAL mendigitalkan sejumlah proses untuk memberikan pengalaman baru yang lebih ringkas. Di sisi lain paradigma hipotek sebagian besar bergantung pada saran agen properti, IDEAL memberikan kendali kembali kepada pembeli, sehingga mereka dapat memilih produk KPR terbaik yang tersedia di pasar.

Sejumlah startup proptech lain juga memberikan solusi serupa. Di antaranya Tanaku, Ringkas, dan Pinhome. Ketiganya juga baru mendapatkan pendanaan tahun ini.

Application Information Will Show Up Here