Dilandasi Isu Perubahan Iklim, Foodurama Kembangkan Produk Protein Alternatif

Foodurama adalah startup yang fokus mengembangkan varian produk protein alternatif, berbentuk cultivated meat (cell-based meat) dan plant-based meat. Titik mulanya cukup menarik, yakni dari keresahan founder atas isu perubahan iklim yang disebabkan oleh industri F&B.

Menurut data, bisnis F&B menyumbang tingkat emisi greenhouse gas yang cukup tinggi, sekitar 26% dari total emisi global. Angka ini bahkan lebih tinggi dari industri transportasi. Tidak dimungkiri, dampak perubahan iklim memang semakin signifikan berpengaruh pada alam di sekitar kita.

Efek rumah kaca yang disumbang oleh industri makanan / ourworldindata.org
Efek rumah kaca yang disumbang oleh industri makanan / ourworldindata.org

Foodurama didirikan oleh tiga founder, yakni Zulfikar Rifan, Dio Andrian, dan Punja Unggara. Mereka adalah individu yang memiliki akumulasi latar belakang pendidikan di bidang biotech, engineering, bisnis, dan farmasi. Sebelumnya juga sudah berpengalaman kerja di bidang F&B, tech-startup, perhotelan, dan farmasi.

Ada alasan kuat mengapa Foodurama yakin bahwa pendekatan produknya lebih ramah lingkungan dan dapat berkontribusi mengurangi isu perubahan iklim. Disampaikan Zulfikar, dari sudut penggunaan lahan misalnya, plant-based meat efisiensi yang dihasilkan plant-based meat 47-99% lebih lebih kecil dibandingkan conventional meat. Tidak hanya itu, emisi greenhouse gas untuk plant-based meat 30-90% lebih kecil dibanding konvensional.

Disandari betul, bahwa jenis produk ini memang masih belum banyak peminatnya di pasar lokal. Namun demikian, para founder Foodurama optimis potensinya terus tumbuh di tengah kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim yang semakin nyata.

Mengutip penelitian Coherent Market Insights, ukuran pasar plant-based meat sudah mencapai $5,06 miliar di tahun 2022 dan diproyeksikan tumbuh dengan CAGR19,3% hingga 2023 nanti menghasilkan kapitalisasi pasar $20,76 miliar.

Di Indonesia sendiri, sebelumnya sudah ada sejumlah startup yang fokus menyajikan makanan protein alternatif serupa. Dua di antaranya yang sudah mendapatkan dukungan dari pemodal ventura adalah Green Rebel dan Off Foods.

Varian produk Foodurama

Foodurama
Produk awal plant-based meat dari Foodurama / Foodurama

Saat ini produk yang sudah mulai dijual adalah kategori plant-based meat. Foodurama sudah punya 4 varian produk meliputi produk alternatif beef patty, rendang, lamb patty, dan gepuk. Makanan ini terbuat dari bahan olahan kedelai, bawang bombai, jamur, thyme, peterseli, dipadukan dengan rempah-rempah pilihan. Sementara untuk kategori cultivated meat akan segera diluncurkan dalam waktu dekat.

“Fokus kami sebagai perusahaan protein alternatif terbagi menjadi dua, yaitu cultivated meat dan plant-based meat. Namun, karena alasan pengembangan dan regulasi yang harus dipenuhi, untuk SKU awal kami sekarang baru mencakup kategori plant-based meat. Fokus kami ingin menghadirkan pengalaman yang mendekati ke conventional meat, agar bisa menjangkau pasar  yang lebih luas dan mempersatukan berbagai komunitas yang peduli akan climate change dan mau ambil aksi melalui pola konsumsi makanan sehari-hari,” ujar Co-Founder & CEO Foodurama Zulfikar Rifan.

Di fase awal ini, produk plant-based meat dikomersialkan ke segmen B2B (horeka). Untuk jangkauan area, Foodurama sedang pilot launch di beberapa lokasi di Kota Bandung dan sedang inisiasi kerja sama dengan beberapa food service dan pengelola hotel di dalam maupun luar negeri. Untuk dalam negeri, pihaknya mengaku sedang melakukan penjajakan di daerah Bali dan Jakarta. Untuk luar negeri, ada di Belanda, UAE, Cina, Singapura, dan Malaysia.

Sementara itu, mereka juga menargetkan pada semester awal 2024 sudah bisa menyasar B2C melalui modern trade. Zulfikar juga menyampaikan, mayoritas demografi sasaran produk Foodurama saat ini adalah middle dan middle-upper class yang punya konsentrasi terhadap lingkungan.

“Kami merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang melakukan inisiasi pengembangan cultivated meat. Dalam waktu dekat, kami akan berkolaborasi dengan salah satu perguruan tinggi untuk membangun laboratorium pertama di Indonesia yang berfokus untuk mengembangkan cultivated meat,” imbuh Zulfikar.

Ia melanjutkan, “Untuk kategori cultivated meat, harapan kami 2024 sudah bisa merampungkan prototype dan memulai inisiasi untuk mendapatkan regulatory approval di negara tujuan yang sudah mengizinkan komersialisasi produk tersebut. Kami optimis, dengan dukungan dari berbagai stakeholders, industri protein alternatif akan mencapai price parity dengan industri protein konvensional.”

Foodurama debut dengan pendanaan angel round dan sekarang sedang tahap fundraising untuk putaran tahap awal.

Disclosure: Kristin Siagian berkontribusi dalam proses penyusunan artikel ini

Jungle Ventures Dikabarkan Suntik 22 Miliar Rupiah Startup “Alt-Protein” Off Foods

Startup foodtech Off Foods dikabarkan mengantongi dana segar tambahan dari Jungle Ventures. Menurut sumber, dana yang diguyur sebesar $1,5 juta (lebih dari 22 miliar Rupiah).

Ketika dihubungi, pihak manajemen maupun investor sebelumnya memilih tidak memberikan komentar terkait kabar ini.

Sebelumnya Off Foods mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $1,7 juta yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures bersama investor strategis lainnya, seperti Global Founders Capital (GFC), Lemonilo, dan lainnya.

Jungle Ventures sendiri merupakan VC yang cukup aktif berinvestasi di Indonesia. Sejumlah startup telah masuk ke dalam portofolionya, seperti Social Bella, Waresix, Desty, Hypefast, Evermos, VIDA, hinga Lifepack.

Off Foods merupakan startup yang dirintis pada tahun lalu oleh Dominik Laurus dan Jhameson Ko. Startup ini berambisi menjadi produsen protein alternatif (alt-protein) dari Indonesia, menyasar lebih banyak orang mengonsumsi daging hewan, tanpa mematikan daging dari hewan asli demi keberlanjutan, juga tanpa mengorbankan rasa.

Startup lokal dengan konsep yang serupa ada Green Rebel, yang juga telah mendapatkan suntikan dana dari pemodal ventura.

Perusahaan sendiri tak hanya berambisi jadi pemimpin pasar di negara sendiri juga berencana untuk ekspansi regional yang akan dilaksanakan pada 2024 mendatang.

Produk flagship Off Foods yang sudah dirilis adalah Off Meat, protein serupa daging ayam. Dengan menggunakan model B2B, Off Meat jadi alternatif buat bisnis jasa makanan dalam memasok daging tanpa tulang (fillet). Terhitung, mitra perusahaan mayoritas datang dari usaha kuliner, seperti Mangkokku, Zenbu, Byurger, Gaaram, Wanfan, Mamma Rosy, Fitco Eats, dan lainnya.

Perusahaan juga membuka gerai sendiri yang berlokasi di Bali. Bali dipilih karena secara prospek adalah salah satu pasar makanan berbasis nabati yang paling penting di Indonesia.

Menurut laporan terbaru dari BIS Research, sektor makanan berbasis tanaman (plant-based) secara keseluruhan diperkirakan akan mencapai $480 miliar secara global pada 2024. Industri protein tanaman juga diperkirakan akan terus tumbuh di Indonesia dengan CAGR 27,5% dari 2021 hingga 2027, mewakili peningkatan sekitar enam kali lipat pada 2027, seperti dikutip dari Research and Markets.

Secara historis, adopsi nabati telah terhambat melalui titik harga premium yang sering dikaitkan dengannya. Tantangan untuk berkompetisi di vertikal ini tak hanya soal rasa yang tepat, tetapi juga mencakup penyempurnaan pengetahuan manufaktur dan efisiensi untuk mendekati keseimbangan harga. Off Meat mencoba untuk memecahkan masalah lama ini karena ia hadir dengan alternatif yang terjangkau, menyediakan pengganti protein nabati dengan setidaknya setengah dari harga pesaingnya.

Alpha JWC Ventures Leads 24 Billion Rupiah Funding for Alt-Protein Startup “Off Foods”

The Off Foods food-tech startup has announced a $1.7 million seed funding (approximately 24.3 billion Rupiah) led by Alpha JWC Ventures. Global Founders Capital (GFC) and other strategic investors, including Creative Gorilla Capital, Lemonilo, and United Family Capital (UFC) are participated in this round.

The company will use the fresh funds to develop research related to the Off Meat variety, from alternative processed chicken meat products, such as nuggets. Also, entering other cities by implementing a direct-to-consumers strategy, in order to reach more consumers.

Off Foods is a local startup founded by Dominik Laurus and Jhameson Ko last year. This startup has ambitions to become a leading alternative protein (alt-protein) producer from Indonesia. It is said by providing an opportunity for more people to consume animal meat, without killing real animals for sustainability, and without sacrificing taste.

Off Foods Co-founder & CEO Dominik Laurus said, “We are doing more than just selling food, introducing new ideas for lifestyle changes in Indonesia that are expected to produce a healthier society and a more sustainable earth.

“Off Meat and the Indonesian [market] are just our starting points. We are excited to receive such enthusiasm from new and existing investors, including established experts in the F&B industry, and we are excited to move forward with our product innovations, imminent national expansion, and finally regional expansion in 2024,” Dominik said in an official statement, Tuesday (19/4).

The company launched Off Meat’s flagship product, a protein similar to chicken meat, in August 2021. Using the B2B model, Off Foods supplies its products to various restaurants, such as Gaaram, Wanfan, Mamma Rosy, and Fitco Eats disributed across seven cities (Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Makassar and Bali).

It is claimed, the company’s business growth has soared up to 10 times through this B2B concept. The partnerships number goes up, some of which are already in process, including Mangkokku, Zenbu, and Byurger which already have outlets throughout Indonesia.

“Off Meat is a solution for foodservice businesses in supplying plant-based meat fillets to the horeca market (hotels, restaurants, cafes). Our products are affordable and customizable for chefs to create meatless dishes on their menus with their own special recipes and techniques. Customers will be able to enjoy the familiar tastes of restaurants in the form of meatless dishes and be part of the future of sustainability,” Jhameson Ko, Co-founder & CPO of Off Foods said.

The company recently opened a new branch in Bali which is one of the most important plant-based food markets in Indonesia. Off Foods will see more adoption and partnerships in the near future as meats have high applicability in the kitchen, for example from fried ‘chicken’ menus to nuggets to traditional chicken sambal matah, offering horeca markets in emerging markets a more localized taste and texture than with alt-products available in the market today.

Non-meat food potential

According to a recent report from BIS Research, the plant-based food sector as a whole is expected to reach $480 billion globally by 2024. The plant protein industry is also expected to continue to grow in Indonesia with a CAGR of 27.5% from 2021 to 2027, representing an increase of about sixfold by 2027, as quoted by Research and Markets.

Historically, plant-based adoption has an obstacle through the premium price point it is often associated with. The challenge for competition in this industry is not only the right taste and texture, but also includes improving know-how and manufacturing efficiencies to approach price parity.

“Off Meat tries to solve this long-overdue issue by coming up with an affordable alternative, providing a plant-based protein substitute at at least half the price point of its competitors.”

Alpha JWC Ventures’ Partner Eko Kurniadi also agreed, he said that alt-proteins need time to be adopted in developing countries because of the premium costs. However, consumers have realized the health value and environmental benefits that alt-food products bring.

“Now the revolution is sweeping almost the whole emerging markets like Indonesia, and it is the right time for Off Foods. With the great products, strong go-to-market strategy and best-in-class cost structure suited to growing markets, we believe they are in a strong position to bring the alt-protein movement mainstream to Indonesian households,” Eko said.

Previously, a similar startup, Green Rebels has recently received funding to increase its penetration in serving alt protein-based foods.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Alpha JWC Ventures Pimpin Pendanaan 24 Miliar Rupiah Startup Alt-Protein “Off Foods”

Startup food-tech Off Foods mengumumkan perolehan pendanaan awal sebesar $1,7 juta (sekitar 24,3 miliar Rupiah) dipimpin Alpha JWC Ventures. Global Founders Capital (GFC) dan investor strategis lainnya, termasuk Creative Gorilla Capital, Lemonilo, dan United Family Capital (UFC) berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar untuk  pengembangan penelitian terkait variasi Off Meat, dimulai dengan produk olahan alternatif daging ayam, seperti nugget. Juga masuk ke kota-kota lain dengan menerapkan strategi direct-to-consumers agar semakin banyak konsumen yang dapat dijangkau.

Off Foods merupakan startup lokal yang didirikan pada tahun lalu oleh Dominik Laurus dan Jhameson Ko. Startup ini berambisi menjadi produsen protein alternatif terkemuka (alt-protein) dari Indonesia. Caranya dengan menyediakan kesempatan bagi lebih banyak orang mengonsumsi daging hewan, tanpa mematikan daging dari hewan asli demi keberlanjutan, juga tanpa mengorbankan rasa.

Co-founder & CEO Off Foods Dominik Laurus menuturkan, pihaknya melakukan lebih dari sekadar menjual makanan, memperkenalkan ide baru perubahan gaya hidup di Indonesia yang diharapkan bisa menghasilkan masyarakat yang lebih sehat dan bumi yang lebih berkelanjutan.

“Off Meat dan [pasar] Indonesia hanyalah poin awal kami. Kami sangat senang menerima antusiasme seperti investor baru dan yang sudah ada, termasuk para ahli mapan di industri F&B, dan kami senang untuk bergerak maju dengan inovasi produk kami, ekspansi nasional segera, dan akhirnya ekspansi regional pada 2024,” kata Dominik dalam keterangan resmi, Selasa (19/4).

Perusahaan meluncurkan produk flagship Off Meat, protein serupa daging ayam, pada Agustus 2021. Dengan menggunakan model B2B, Off Foods menyuplai produknya ke berbagai restoran, seperti Gaaram, Wanfan, Mamma Rosy, dan Fitco Eats yang tersebar di tujuh kota (Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Makassar, dan Bali).

Diklaim, pertumbuhan bisnis perusahaan melonjak hingga 10 kali lipat lewat B2B ini. Jumlah kemitraan akan terus digenjot, beberapa yang sudah dalam proses, yakni Mangkokku, Zenbu, dan Byurger yang memiliki outlet tersebar di seluruh Indonesia.

“Off Meat menjadi solusi untuk bisnis jasa makanan dalam memasok fillet daging berbasis tanaman ke pasar horeca (hotel, restoran, cafe). Produk kami terjangkau dan dapat disesuaikan untuk koki untuk membuat hidangan tanpa daging pada menu mereka dengan resep dan teknik khusus mereka sendiri. Pelanggan akan dapat menikmati selera akrab dari restoran dalam bentuk hidangan tanpa daging dan menjadi bagian dari keberlanjutan masa depan,” tambah Co-founder & CPO Off Foods Jhameson Ko.

Perusahaan ini baru-baru ini membuka cabang baru di Bali yang merupakan salah satu pasar makanan berbasis nabati yang paling penting di Indonesia. Off Foods akan melihat lebih banyak adopsi dan kemitraan dalam waktu dekat karena daging memiliki penerapan tinggi di dapur, misalnya dari menu ‘ayam’ goreng ke nugget ke ayam sambal matah tradisional, menawarkan pasar horeca di pasar negara berkembang dengan rasa yang lebih terlokalisasi dan tekstur dibandingkan dengan alt-produk yang tersedia di pasaran saat ini.

Potensi makanan nondaging

Menurut laporan terbaru dari BIS Research, sektor makanan berbasis tanaman (plant-based) secara keseluruhan diperkirakan akan mencapai $480 miliar secara global pada 2024. Industri protein tanaman juga diperkirakan akan terus tumbuh di Indonesia dengan CAGR 27,5% dari 2021 hingga 2027, mewakili peningkatan sekitar enam kali lipat pada 2027, seperti dikutip dari Research and Markets.

Secara historis, adopsi nabati telah dihambat melalui titik harga premium yang sering dikaitkan dengan. Tantangan untuk kompetisi di industri ini tidak hanya soal rasa dan tekstur yang benar, tetapi juga mencakup penyempurnaan pengetahuan dan efisiensi manufaktur untuk mendekati paritas harga.

“Off Meat mencoba untuk menyelesaikan masalah lama ini, karena datang dengan alternatif yang terjangkau, menyediakan pengganti protein berbasis tanaman dengan setidaknya setengah dari titik harga para pesaingnya.”

Turut menambahkan pandangannya Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi, menurutnya alt-protein membutuhkan waktu untuk diadopsi di negara berkembang karena biayanya yang premium. Namun, konsumen telah menyadari nilai kesehatan dan manfaat lingkungan yang dibawa produk alt-food.

“Sekarang revolusi hampir menyapu pasar berkembang, seperti Indonesia dan itu adalah waktu yang tepat untuk Off Foods. Dengan produk-produknya yang hebat, strategi go-to-market yang kuat, dan struktur biaya terbaik di kelasnya yang cocok untuk mengembangkan pasar, kami percaya mereka berada dalam posisi yang kuat untuk membawa gerakan alt-protein arus utama ke rumah tangga Indonesia, “kata Eko.

Sebelumnya, startup serupa Green Rebels juga baru mendapatkan pendanaan untuk meningkatkan penetrasinya dalam menyajikan makanan berbasis alt protein.