Startup E-commerce Enabler “Plugo” Raih Pendanaan 140 Miliar Rupiah Dipimpin Alto Ventures [UPDATED]

Startup e-commerce enabler Plugo mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $9 juta atau sekitar 140 miliar Rupiah jelang peluncuran ke publik pada awal tahun depan. Putaran ini dipimpin oleh Altos Ventures, dan partisipasi dari investor lain termasuk BonAngels Venture Partners, Access Ventures, Mahanusa Capital, Prodigy Investment, dan Pearl Abyss Capital.

Plugo akan memanfaatkan dana segar untuk mengembangkan produk, merekrut tim di berbagai divisi, dan memperluas cakupan operasionalnya.

“Kami bangga mengumumkan perolehan dana segar ini, yang merupakan bukti nyata dari kepercayaan para investor terhadap bisnis kami,” ucap Founder dan CEO Plugo Kyungmin Bang dalam keterangan resmi.

Lebih dari sebulan kemudian, tepatnya tanggal 1 Februari 2023, perusahaan meresmikan kehadirannya secara publik. Bang menuturkan, momentum kehadirannya ini bertepatan dengan tren bermigrasinya para brand dari marketplace ke platform direct-to-consumer (D2C) seperti Plugo.

Potensi bisnis e-commerce enabler terbilang menggiurkan, apalagi di Indonesia. Sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

“Tidak hanya nilainya yang besar dan signifikan, tetapi di sana masih banyak peluang tak terhingga. Terlebih lagi, bisnis lokal telah mengadopsi teknologi digital dengan sangat cepat karena inovasi ekosistem e-commerce yang terus berkembang dan juga perubahan perilaku konsumen yang dinamis,” ujar Bang.

Partner Altos Ventures Moon-suk Oh menambahkan, “Misi Plugo sejalan dengan misi kami untuk menciptakan nilai ekonomi yang signifikan seraya memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Kami sangat senang bermitra dengan Plugo untuk mendukung visi serta pertumbuhan bisnis mereka.”

Solusi Plugo

Dengan Plugo, merchant bisa mengelola berbagai tokonya di marketplace dalam satu dasbor dan juga menjalankan iklan online.

Plugo merupakan platform e-commerce all-in-one yang membantu siapa saja yang ingin memulai bisnis online. Plugo memberi kendali lebih besar kepada para penggunanya, brand identity yang lebih kuat, serta kemampuan untuk mengatur harga jual barang yang lebih bersaing sekaligus scalable atau terukur.

Fitur-fiturnya diperkaya demi memberikan kebebasan kepada para pengguna, mulai dari personalisasi toko online dengan beragam template website, integrasi dengan metode pembayaran dan kurir, omnichannel, SEO, dan perangkat marketing. Plugo memanfaatkan cloud dan hosted, memungkinkan penggunanya untuk mengakses dan mengelola bisnis mereka dari mana saja dan kapan saja.

Selain dapat menyambungkan toko online-nya dengan platform marketplace, Plugo juga menyediakan integrasi dengan TikTok Shop, Facebook Catalog, dan Instagram Shop. Tidak hanya itu, merchant pun dapat menjalankan iklan di platform social commerce tersebut langsung dari dasbor Plugo.

Bang melanjutkan, “Selama dekade terakhir, tren pasar selalu didominasi oleh business-to-consumer [B2C] atau marketplace. Platform direct-to-consumer [D2C] seperti Plugo baru-baru ini menjadi tren untuk bisnis yang lebih transparan dan efisien. Namun, kami percaya Plugo memiliki potensi besar karena masih banyak ruang untuk tumbuh dan celah besar di pasar, khususnya UMKM.”

Beberapa tahun ke belakang, ekosistem e-commerce dirancang sedemikian rupa yang membuat pendirian toko menjadi tantangan sulit, dan berjualan bahkan lebih sulit lagi. Faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang mana ukuran, pengalaman, dan ketersediaan dana menjadi halangan bagi sebagian besar merchant baru.

Selain itu, merchant yang memulai usaha juga memiliki kekhawatiran dalam membangun branding untuk jangka panjang. Hal ini terutama lebih penting di masa sekarang, di mana bisnis baru bermunculan di mana saja setiap saatnya.

“Platform kami dirancang untuk menghilangkan rintangan tersebut. Kami ingin mendemokratisasi e-commerce dan mempermudah merchant kami untuk meraih kebebasan.”

Startup ini didirikan di Singapura pada tahun ini, dengan kantor di Jakarta dan Seoul. Saat ini statusnya masih closed beta. Adapun peluncuran penuhnya bakal dilakukan pada awal 2023, menyasar calon pengguna di Indonesia. Di Indonesia, solusi yang ditawarkan Plugo bukan barang baru. Sebelumnya, diramaikan oleh Sirclo, Jet Commerce, aCommerce, AturToko, hingga Ginee.

Salah satu pengguna awalnya, brand fesyen lokal Gonegani, menyampaikan banyak pebisnis yang merasa betapa pentingnya branding dikala persaingan yang sangat ketat di marketplace. Platform e-commerce seperti Plugo dirasa cocok karena tidak hanya menyediakan akses untuk transaksi pelanggan, tetapi juga untuk mengembangkan brand identity.

Menurut Khairul Gani, pemilik Gonegani, bahkan ada banyak pelanggan yang tidak menyadari bahwa ketika mereka berbelanja produknya di marketplace, mereka sebenarnya membeli dari Gonegani, bukan dari marketplace itu sendiri. Ketidakmampuan pelanggan untuk membedakan keduanya membuat brand kesulitan untuk membangun channel penjualan tersebut sebagai 100% milik sendiri. Brand akan selamanya menjadi perpanjangan tangan dari marketplace.

Dengan solusi Plugo, brand seperti Gonegani dapat memegang kendali penuh dari toko online mereka. Mulai dari pilihan layout, logo, warna, hingga font. Homepage mereka juga tidak akan sumpek oleh produk dari kompetitor, melainkan hanya memamerkan penawaran khusus dan produk unggulan yang ingin mereka tampilkan. Dengan kemampuan untuk mengedit hampir semua aspek di toko online mereka, brand jadi dapat mengekspresikan kepribadian mereka dengan leluasa.

*) Kami menambahkan informasi tambahan tentang peresmian kehadiran Plugo dan pernyataan dari salah satu brand pengguna Plugo

Platform Riset Pasar Populix Peroleh Pendanaan Sebesar 114 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures dan Acrew Capital

Startup pengembang platform riset pasar Populix memperoleh putaran pendanaan Seri A dalam bentuk pembiayaan (financing) sebesar $7,7 juta atau sebesar 114 miliar Rupiah, dipimpin oleh Intudo Ventures dan Acrew Capital. Turut juga berpartisipasi Altos Ventures dan Quest Ventures.

Tahun lalu Populix menerima pendanaan pra-seri A senilai $1,2 juta atau setara Rp17,3 miliar dari Intudo Ventures, yang sebelumnya juga memimpin pendanaan awal di 2019, dan Quest Ventures.

Populix merupakan platform yang menawarkan kegiatan riset dan pengumpulan data bagi pebisnis, perusahaan, dan individual untuk mempermudah pengambilan keputusan dengan menggunakan studi kualitatif dan kuantitatif.

Dalam keterangan resminya, Co-founder dan CEO Populix Timothy Astandu mengatakan, pihaknya akan memperkuat digitalisasi seluruh proses pendataan, optimalisasi produk existing, dan meluncurkan sejumlah layanan baru yang memungkinkan siapapun mengambil keputusan tepat bagi bisnis mereka.

“Orang-orang tidak lagi mengandalkan insting untuk menjalankan bisnis mereka. Kami sedang membangun dunia di mana pengusaha dan CEO Fortune 500 dapat mengakses data yang cepat dan relevan untuk mendorong keputusan bisnisnya,” tutur Timothy.

Sementara itu, Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip mengatakan bahwa  Indonesia merupakan pasar consumer yang berkembang pesat dan bergerak dengan kecepatan yang sulit dipahami oleh bisnis lokal. Maka itu, pemahaman yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan bagi keberhasilan bisnis berskala besar maupun kecil. “Sebagai salah satu pendukung Populix paling awal, kami bangga dengan bagaimana tim Populix semakin matang dan mengiterasi produk mereka mengikuti pasar Indonesia yang selalu berubah,” tutur Yip.

Partner Quest Ventures Jeff Seah menambahkan, “Asia Tenggara telah menjadi pasar terkemuka bagi perusahaan global untuk mendorong pertumbuhan bisnis dan masuk ke kelas konsumen baru. Bagi bisnis baru di regional, penting untuk memahami pola pikir lokal agar bisa sukses. Populix telah menunjukkan kemampuan luar biasa untuk menggambarkan preferensi konsumen Indonesia dan mengubah data point menjadi business insight yang dapat ditindaklanjuti,” kata Seah.

Pengembangan produk hingga ekspansi

Timothy mengungkap, pihaknya akan merekrut ahli di bidang produk dan engineering untuk meningkatkan pengumpulan data dan mengakomodasi kebutuhan lebih banyak klien. Untuk memperkuat posisinya di Asia Tenggara, pihaknya juga berencana ekspansi regional di tahun 2023 dengan fokus awal pada produk Poplite.

Berdiri pada Januari 2018, Populix menawarkan sejumlah layanan untuk kebutuhan riset. Pertama, Datasets berbasis subscription yang berisi ribuan data point terkait perilaku konsumsi online, gaya hidup, hingga emerging trend. Kedua, Poplite atau layanan penelitian dengan model bayar per penggunaan (pay-per-use). Layanan ini memungkinkan siapapun untuk membuat survei dan mengumpulkan business insight yang ditargetkan dan dapat ditindaklanjuti.

Menurut Timothy, misi awal Populix adalah membuat kegiatan penelitian lebih mudah, sederhana, akurat bagi bisnis, dan dapat diakses siapapun dengan dukungan teknologi. Dengan kemampuan Populix memindahkan kumpulan data secara online dan mobile, pihaknya berupaya membuat kegiatan riset menjadi lebih seru dan rewarding bagi responden.

Sejak 2020, Populix telah melakukan kegiatan riset dengan lebih dari 1,500 klien, mulai dari Fortune Global 500, pemerintahan, perusahaan konglomerasi, UMKM, akademik, dan individual di Indonesia. Menurut catatannya, sebanyak 45% klien Populix merupakan pengguna consumer insight pertama kali yang berupaya merefleksi utilitas sehari-hari sehingga pelaku bisnis dapat memahami konsumen dan mencapai product-market fit.

Populix menawarkan lebih dari 300.000 responden terverifikasi dan targeted untuk mengikuti kegiatan riset terkait preferensi, kebiasaan, dan pendapat terkait konsumen di Indonesia. Untuk memvalidasi keakurasian responden, Populix mengembangkan Popscore sebagai credit scoring system yang menilai kualitas responden dari tingkat kejujuran dan aktifnya seorang responden.

Perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan pendapatan hingga tiga kali lipat selama setahun terakhir.

TokoTalk Secures Funding Worth 45 Billion Rupiah from Altos Ventures

TokoTalk, a solution provider for online sellers in store management, have just received $3,2 million or 45 billion Rupiah from Altos Ventures obtained from Silicon Valley, United States. After this, the company will focus more on improving services to boost up business growth.

Since its launching in March 2018, TokoTalk has acquired 100,000 online sellers in their system. The Codebrick-made platform based in South Korea is claimed to record sales worth of $2 million during March 2019 – or in total, up to $10 million. The growth is followed by user increase up to 35% each month during the past 6 months.

“The rise of internet in Indonesia began with the smartphone era, it makes the people attached to social media. Therefore, I’m sure the social commerce will get bigger in Southeast Asia, including Indonesia, Vietnam and Thailand,” Codebrick’s CEO, Kyung-min Bang explained.

Looking at the current growth and funding from Altos Ventures, TokoTalk made a commitment to build up features for the sake of the online sellers in Indonesia. Some features are to be improved, including the secure payment process, marketing support devices, and some others. They’re targeting to achieve $20 million transaction this year.

“TokoTalk is very focused on providing the best service for the Indonesian market. Our goal is for everyone to facilitate people in online business, especially SME. Currently, the solution we offered for sellers is very useful for their online business and enable them to expand to the next level,” TokoTalk’s Operational Director, Nesya Vannesa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

TokoTalk Amankan Pendanaan 45 Miliar Rupiah dari Altos Ventures

TokoTalk, penyedia solusi bagi penjual online dalam mengelola toko online mereka, baru saja mengantongi pendanaan senilai $3,2 juta atau 45 miliar Rupiah dari Altos Ventures yang berasal dari Silicon Valley, Amerika Serikat. Pasca perolehan pendanaan, perusahaan akan lebih fokus pada peningkatan layanan untuk menggenjot pertumbuhan bisnis.

Sejak diluncurkan pada Maret 2018, TokoTalk telah berhasil mendapatkan 100.000 penjual online yang tergabung dalam sistem mereka. Platform besutan Codebrick yang berasal dari Korea Selatan ini juga mengklaim telah mencatatkan penjualan senilai $2 juta selama Maret 2019 — atau jika ditotal secara keseluruhan mencapai $10 juta. Pertumbuhan yang didapat TokoTalk ini dibarengi meningkatnya jumlah pengguna yang mencapai 35% setiap bulannya selama 6 bulan terakhir.

“Kebangkitan internet di Indonesia langsung dimulai dengan era smartphone sehingga masyarakat Indonesia sangat lekat dengan media sosial. Karena itu, saya yakin social commerce akan berkembang lebih besar di Asia Tenggara, di antaranya Indonesia, Vietnam, dan Thailand,” terang CEO Codebrick Kyung-min Bang.

Dengan pertumbuhan sejauh ini dan pendanaan dari Altos Vetures, pihak TokoTalk berkomitmen untuk terus memperkuat fitur-fitur demi kenyamanan para penjual online di Indonesia. Beberapa fitur yang akan terus ditingkatkan meliputi proses pembayaran yang semakin aman, perangkat pendukung pemasaran, dan beberapa lainnya. Mereka menargetkan bisa meraih $20 juta transaksi tahun ini.

“TokoTalk sangat berfokus untuk menyajikan servis yang terbaik bagi pasar Indonesia. Tujuan kami adalah agar semua orang bisa berjualan online dengan mudah, terutama pebisnis kecil dan menengah. Sejauh ini solusi yang kami berikan kepada para penjual sangat bermanfaat bagi kegiatan bisnis online mereka dan membuat mereka mampu mengembangkan bisnisnya ke jenjang yang lebih tinggi lagi,” ujar Direktur Operasional TokoTalk Nesya Vannesa.

Application Information Will Show Up Here