Robomart Adalah Minimarket Berjalan yang Otomatis dan Tanpa Kasir

Baru-baru ini, saya sempat membahas soal Caper, troli belanja pintar untuk pasar swalayan tanpa kasir. Caper sejatinya dapat dilihat sebagai solusi alternatif atas teknologi yang diterapkan Amazon Go, dan yang namanya alternatif sering kali bukanlah satu-satunya pilihan yang ada.

Alternatif lainnya datang dari startup bernama Robomart. Premis yang ditawarkan sebenarnya sedikit berbeda: ketimbang mengharuskan konsumen berkunjung ke toko, kenapa tidak tokonya saja yang dibawa ke konsumen? Sederhananya, Anda bisa menganggap Robomart sebagai perpaduan Uber dan Amazon Go.

Uber dikarenakan pasar berjalan ini harus dipanggil menggunakan aplikasi pendampingnya terlebih dulu sebelum akhirnya ia datang ke lokasi konsumen. Setibanya ia di lokasi, konsumen dapat membuka pintu gesernya dan mengambil produk-produk yang hendak dibelinya, kemudian menutup kembali pintunya dan membiarkannya pergi meninggalkan lokasi.

Robomart

Robomart memanfaatkan perpaduan teknologi computer vision dan RFID untuk mendeteksi produk-produk yang diambil oleh konsumen. Dari situ sistem akan langsung menagihkan belanjaan ke kartu kredit konsumen, sekaligus mengirimkan struk belanjanya via email. Prosesnya kurang lebih mirip seperti Amazon Go, hanya saja ini berlangsung di pinggir jalan ketimbang di satu lokasi permanen.

Robomart pun bukan lagi sebatas konsep; jaringan swalayan asal AS, Stop & Shop, telah mengumumkan rencananya untuk mengoperasikan armada Robomart mulai musim semi mendatang di kawasan Boston. Di samping buah dan sayuran segar, Stop & Shop juga akan membekali pasar berjalan ini dengan stok makanan kotak instan serta sejumlah produk lainnya.

Semua unit Robomart murni mengandalkan energi listrik, dan kapabilitas otonomnya turut dibarengi oleh kendali jarak jauh dari fasilitas Robomart, sehingga operator bisa langsung turun tangan seandainya ada kendala dengan sistem otomatisnya.

Sumber: SlashGear dan Globe Newswire.

Caper Adalah Troli Belanja Pintar untuk Pasar Swalayan Tanpa Kasir

Pernah mendengar tentang Amazon Go? Kalau belum, silakan tonton video ini. Di situ kita bisa melihat visi Amazon terhadap pasar swalayan masa depan, di mana kita bisa berbelanja kebutuhan sehari-hari tanpa perlu mengantre untuk membayar.

Sejauh ini sudah ada delapan Amazon Go yang dibuka di tiga kota di Amerika Serikat, dan di semua toko itu pengunjung bisa melihat deretan kamera yang terpasang di bagian langit-langit. Kamera-kamera itulah yang bertugas mengenali setiap produk yang konsumen ambil dari rak.

Kalau melihat Amazon sebagai perusahaan dengan aset yang begitu besar, sulit rasanya bagi jaringan toko ritel lain untuk bisa bersaing, setidaknya dalam waktu dekat ini. Namun itu tidak mencegah sebuah startup bernama Caper untuk menawarkan alternatif yang tak kalah menarik.

Caper

Produk mereka adalah sebuah troli belanja pintar sekaligus mesin kasir otomatis. Bentuknya sepintas seperti troli belanja biasa, akan tetapi Caper telah melengkapinya dengan tiga kamera berteknologi image recognition beserta sensor berat, sehingga sistem bisa langsung mengenali produk yang konsumen cemplungkan ke dalam troli.

Selesai berbelanja, konsumen tidak perlu mengantre di kasir. Persis di depan dorongannya, ada mesin EDC untuk menggesekkan kartu kredit maupun scanner untuk membayar via Apple Pay atau Google Play. Skenario akhirnya mirip seperti Amazon Go: konsumen dapat langsung meninggalkan toko selagi membawa belanjaannya.

Caper

Kendalanya untuk sekarang, teknologi yang Caper kembangkan masih belum benar-benar matang, sehingga terkadang konsumen perlu menggunakan barcode scanner yang terdapat pada troli untuk mendeteksi produk yang dibelinya.

Sejauh ini memang belum banyak toko-toko yang menggunakan teknologi Caper. Trolinya sendiri dijual tidak jauh lebih mahal dari troli belanja standar, akan tetapi pihak toko juga harus membayar biaya subscription untuk bisa menggunakan layanan Caper sepenuhnya.

Sumber: TechCrunch.

Penerapan Kecerdasan Buatan untuk Sektor Ritel di Indonesia

Kecerdasan buatan (artificial intelligence) menjadi teknologi yang masih terus dieksplorasi di berbagai sektor, tak terkecuali ritel. Penerapannya cukup beragam, dari hulu ke hilir, dari siklus inisiasi produk sampai pelayanan. Namun demikian, jika melihat di Indonesia saat ini penerapan AI untuk ritel belum sampai menghasilkan otomasi atau augmentasi proses yang signifikan.

Sebelum lebih jauh, supaya bisa membayangkan konsep masa depan seperti apa, video berikut memberikan contoh penerapan AI yang lebih riil membantu bisnis ritel tradisional memaksimalkan pelayanan pelanggan:

Sejauh ini sudah ada beberapa studi kasus di sektor ritel yang berhasil mengoptimalkan sistem berbasis AI. Penerapannya umum diintegrasikan ke dalam sistem bisnis yang sudah ada, misalnya menjadi bagian dari aplikasi penjualan atau CRM, dipadukan dengan algoritma platform marketplace untuk pemetaan segmentasi pelanggan, sampai yang baru-baru ini banyak diunggulkan ialah layanan pembayaran.

Seperti layaknya sebuah investasi bisnis pada umumnya, pada akhirnya penerapan teknologi harus mampu diukur pada Return of Investment (ROI) yang akan didapatkan oleh bisnis.

Otomasi layanan pelanggan

DailySocial pernah melakukan sebuah survei bertajuk “Customer Services in Indonesia” pada tahun 2017 yang diikuti sekitar 1018 responden pengguna smartphone. Dalam survei tersebut disimpulkan beberapa hal, pertama ialah konsumen di Indonesia kebanyakan memiliki ketergantungan tinggi terhadap layanan pelanggan, baik untuk memberikan asistensi terhadap layanan yang disuguhkan ataupun menyampaikan komplain.

Survei DailySocial tentang tanggapan pengguna smartphone mengenai chatbot untuk layanan pelanggan
Survei DailySocial tentang tanggapan pengguna smartphone mengenai chatbot untuk layanan pelanggan

Temuan berikutnya, kendati belum banyak yang yakin terhadap manfaat layanan berbasis chatbot, responden mengaku bahwa otomasi layanan pelanggan berbasis chatbot akan memberikan banyak keuntungan, salah satunya terkait kecepatan dalam pelayanan. Di survei yang sama juga disinggung bahwa konsumen cukup merasa terbantu dengan adanya fitur rekomendasi yang diberikan pada sebuah layanan online atau berbasis aplikasi.

Dari penjelasan di atas, ada dua hal yang dapat difasilitasi dengan penerapan teknologi kecerdasan buatan, yakni layanan chatbot dan rekomendasi. Beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai mengimplementasikan secara penuh layanan tersebut. Jika pernah mendengar Vira (layanan chatbot pelanggan BCA), Mita (layanan chatbot pelanggan Mandiri), Shalma (layanan chatbot pelanggan milik Alfamart) dan beberapa lainnya.

Selanjutnya untuk sistem rekomendasi, ada dua mekanisme yang dapat diterapkan. Pertama ialah menanamkan algoritma khusus pada platform penjualan. Misalnya yang sudah banyak diterapkan sistem e-commerce saat ini, mekanismenya seperti ini. Misalnya seseorang tengah mencari barang X, maka ia akan melakukan pencarian. Berlandaskan data profiling yang dimiliki dari histori transaksi dan sebagainya, platform tersebut dapat memberikan rekomendasi produk yang tepat. Ujungnya memberikan konversi penjualan yang lebih baik.

Kemudian mekanisme kedua, yakni memanfaatkan kanal digital marketing yang saat ini ada. Layanan seperti media sosial sejatinya sangat membantu untuk sistem rekomendasi seperti ini. Mereka menyediakan kemampuan untuk menargetkan iklan produk atau layanan tertentu pada pengguna yang pas. Fungsinya untuk memberikan rekomendasi secara tidak langsung, yang berujung pada konversi penjualan atau kunjungan layanan.

Tentu kita pernah mendapati kejadian, saat sebelumnya melakukan pencarian produk melalui mesin pencari atau platform penjualan tertentu, lalu ketika kita membuka media sosial ataupun situs lain yang memiliki iklan, maka konten iklan yang ditampilkan adalah produk-produk yang dicari tadi.

Sistem pembayaran

Di sini, realisasi Amazon Go menjadi salah satu inovasi bisnis ritel pintar yang mampu memanfaatkan teknologi untuk otomasi sistem pembayaran. Sensor yang dipasangkan memungkinkan melacak barang yang diambil konsumen, lalu secara otomatis memotong saldo di aplikasi.

Di Indonesia, algoritma AI ditanamkan pada sistem pembayaran atau e-commerce untuk mencegah beberapa kemungkinan buruk, yang paling banyak untuk mendeteksi fraud. Jika melihat kasus yang banyak terjadi –misalnya order fiktif di layanan—sangat perlu disiasati dengan sistem otomasi. Di fase awal seperti ini meningkatkan kepercayaan kepada pengguna menjadi poin penting yang layak diperjuangkan.

Namun kecerdasan buatan tidak hanya berhenti di situ saja, banyak skenario lain yang bisa diaplikasikan untuk industri ritel di Indonesia. Bidang lain misalnya logistik untuk membantu penyampaian produk oleh peritel, beberapa inovasi seperti drove delivery banyak mencuat beberapa waktu terakhir. Atau untuk optimasi produksi dengan sistem manufaktur modern, robot-robot yang ada di pabrik didesain semakin pintar dengan berbagai algoritma komputer cerdas.