GetCraft Strengthen Its Position as Southeast Asia’s Creative Hub

Recently, SOSV Chinaccelerator global VC officially announced the seed funding with an undisclosed amount to GetCraft marketing platform. According to SOSV representatives, GetCraft is the only investment portfolio from Indonesia in this batch.

Chinaccelerator’s  Partner & Managing Director, Oscar Ramos said that his team saw the potential of local creative economy growing in Indonesia and began to strengthen its position in the Southeast Asian market. “GetCraft was founded in Indonesia but has a strong position as a creative space in the region,” Ramos said.

With additional funding from SOSV Chinaccelerator in December 2020, GetCraft has now recorded four funding rounds. Previously, this Jakarta-based platform has received investment from Convergence Ventures and 500 Startups.

GetCraft was founded in 2014 by Patrick Searle and Anthony Reza. Based on company data, it has posted revenue of more than $8 million in 2020 and has organized creative and marketing products by more than 1,500 brands and agencies.

In 2018, GetCraft launched a marketplace platform that connects creative business people with marketers in marketing activities. This marketplace allows marketers to estimate costs and potential audiences based on their chosen content creator or sponsored content partner. This capability makes it easier for marketers to plan their content marketing campaigns.

Expansion and strenghtening position in Southeast Asia

In separate interview with DailySocial, GetCraft avoids to reveal its plans and strategies in Indonesia as it is focusing on closing a new funding round.

However, GetCraft has the opportunity to expand its business scale. Especially during the Covid-19 pandemic where marketers began to shift marketing campaigns along with changes in consumer behavior. Currently, GetCraft is available in Indonesia, the Philippines, Kuala Lumpur and Singapore. The pandemic could have create opportunities for expansion into other markets.

Based on data from the Focus Economy Outlook 2020, the creative economy contributed IDR 1,100 trillion to Indonesia’s Gross Domestic Product (GDP) throughout 2020. This is strong evidence that this sector can survive during the pandemic.

In addition, the need for digital marketing content, influencers, and native ads is quite high. This is highlighted by the increasing number of active internet and social media users in Indonesia. We Are Social’s data as of January 2021 recorded that mobile and internet users in Indonesia has reached 345.3 million and 202.6 million, respectively.

Meanwhile, the number of active social media users reached 170 million. Some of the social media most accessed by the Indonesian people include YouTube (93.8%), WhatsApp (87.7%), Instagram (86.6%), Facebook (85.5%), and Twitter (63. 6%).

In terms of competition, GetCraft already has a strong position in the regional market as mentioned by Ramos. For the Indonesian market alone, GetCraft seems to be superior to similar platforms whose numbers may not be as many and the services offered are limited to certain categories.

Meanwhile, GetCraft enters through a wider scope of creative marketing content services, not only writing, but also videos, animations, and illustrations. Outside the marketplace, GetCraft has even entered the community segment through its paid services Crafters and MarketingCraft.

Crafters is a premium service that provides a variety of content to improve creator’s skills, such as pitching tips, creating entertainment content, and business monetization. The difference with MarketingCraft, this content is intended to sharpen the skills of marketers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

GetCraft Memperkuat Posisi Sebagai “Creative Hub” Asia Tenggara

Beberapa waktu lalu, VC global SOSV Chinaccelerator mengumumkan secara resmi pendanaan tahap awal dengan nominal yang dirahasiakan kepada platform marketing GetCraft. Menurut perwakilan SOSV, GetCraft menjadi satu-satunya portofolio investasi asal Indonesia pada angkatan ini.

Kepada DailySocial, Partner & Managing Director Chinaccelerator Oscar Ramos mengatakan, pihaknya melihat potensi ekonomi kreatif lokal semakin berkembang di Indonesia dan mulai memperkuat posisinya di pasar Asia Tenggara. “GetCraft didirikan di Indonesia tetapi telah memiliki posisi kuat sebagai creative space di kawasan ini,” ungkap Ramos.

Dengan tambahan pendanaan dari SOSV Chinaccelerator pada Desember 2020, GetCraft kini tercatat telah memperoleh empat kali putaran pendanaan. Sebelumnya, platform yang bermarkas di Jakarta ini telah menerima investasi dari Convergence Ventures dan 500 Startups.

GetCraft didirikan pada 2014 oleh Patrick Searle dan Anthony Reza. Berdasarkan data perusahaan, pihaknya telah membukukan pendapatan sebesar lebih dari $8 juta di 2020 dan telah mengorganisir produk kreatif dan pemasaran oleh lebih dari 1.500 brand dan agensi.

Pada 2018, GetCraft meluncurkan platform marketplace yang menghubungkan para pelaku bisnis kreatif dengan marketer dalam kegiatan pemasaran. Marketplace ini memungkinkan marketer untuk dapat mengestimasi biaya dan potensi audiens berdasarkan kreator konten atau mitra konten bersponsor yang mereka pilih. Kapabilitas tersebut mempermudah marketer untuk merencanakan kampanye pemasaran kontennya.

Ekspansi dan memperkuat posisi di Asia Tenggara

Dihubungi DailySocial secara terpisah, pihak GetCraft masih enggan mengungkap rencana dan strategi GetCraft di Indonesia karena tengah fokus menutup putaran pendanaan baru.

Namun, GetCraft memiliki peluang untuk memperluas skala bisnisnya. Terlebih di masa pandemi Covid-19 di mana marketer mulai mengalihkan kampanye pemasaran seiring dengan perubahan perilaku konsumen. Saat ini, GetCraft beroperasi di Indonesia, Filipina, Kuala Lumpur, dan Singapura. Pandemi bisa saja membuka pintu untuk ekspansi ke pasar lain.

Berdasarkan data Focus Economy Outlook 2020, ekonomi kreatif berkontribusi sebesar Rp1.100 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di sepanjang 2020. Ini menjadi bukti kuat sektor ini dapat bertahan di masa pandemi.

Di samping itu, kebutuhan konten digital marketing, influencer, hingga native ads juga masih cukup tinggi. Hal ini turut diperkuat dengan semakin bertambahnya jumlah pengguna internet dan media sosial aktif di Indonesia. Data We Are Social per Januari 2021 mencatat pengguna mobile dan internet di Indonesia masing-masing mencapai 345,3 juta dan 202,6 juta.

Sementara, jumlah pengguna media sosial aktif mencapai sebesar 170 juta. Sejumlah media sosial yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia antara lain, Youtube (93,8%), WhatsApp (87,7%), Instagram (86,6%), Facebok (85,5%), dan Twitter (63,6%).

Dari sisi persaingan, GetCraft sudah memiliki posisi kuat di pasar regional sebagaimana disebutkan Ramos. Untuk pasar Indonesia saja, GetCraft tampaknya masih lebih unggul dibandingkan platform sejenis yang jumlahnya mungkin tidak bayak dan jasa yang ditawarkan terbatas pada kategori tertentu.

Sementara, GetCraft masuk lewat sekop jasa konten pemasaran kreatif yang lebih luas, tak hanya penulisan, tetapi juga video, animasi, hingga ilustrasi. Di luar marketplace, GetCraft bahkan masuk ke segmen komunitas melalui layanan berbayar Crafters dan MarketingCraft.

Crafters merupakan layanan premium yang menyediakan beragam konten untuk mengasah kemampuan kreator, seperti tips melakukan pitching, membuat konten hiburan, dan monetisasi bisnis. Bedanya dengan MarketingCraft, konten ini ditujukan untuk mempertajam kemampuan para marketer.

Melakukan Kegiatan Pemasaran Memanfaatkan “Influencer”

Maraknya kegiatan pemasaran memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan Facebook telah melahirkan pilihan kegiatan pemasaran memanfaatkan influencer.

Istilah influencer mulai hadir ketika pengguna media sosial telah memiliki eksistensi yang kuat dalam menampilkan jati diri mereka secara online. Bukan hanya sekedar memiliki pengikut dalam jumlah yang banyak, influencer  memiliki cara unik tersendiri menampilkan kreativitas mereka yang bersifat menghibur dan informatif ke pengikut mereka di masing-masing platform.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO GetCRAFT Indonesia Anthony Reza mengungkapkan, di tahun 2015, Nielsen menyatakan bahwa “word of mouth” adalah salah satu strategi pemasaran yang paling efektif. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan obyektif yang ingin dicapai dari kegiatan pemasaran tersebut. Kemudian lakukan analisis audiens yang menjadi target, seperti perilaku konsumsi mereka yang mencakup produk, informasi, media, dan influencer yang mereka ikuti.

“Tergantung dari obyektif pemasaran, brand bisa menentukan skala influencer yang akan diajak kerja sama dan juga frekuensi keterlibatan dari influencer ini, apakah hanya untuk campaign tertentu atau terus menerus,” kata Anthony.

Mengukur efektivitas influencer

Menurut hasil survei yang dikeluarkan Sociabuzz soal penggunaan influencer untuk kegiatan pemasaran, terungkap sebanyak 98,8% digunakan untuk meningkatkan awareness, sementara 62,7% untuk mengedukasi target konsumen, 50,6% untuk penjualan, dan sisanya yaitu 39,8% untuk meningkatkan jumlah follower. Pemanfaatan influencer yang sifatnya cenderung viral dianggap mampu mengubah cara pandang konsumen saat melihat tampilan produk.

Hal menarik lainnya yang bisa dipertimbangkan ketika ingin memanfaatkan influencer untuk kegiatan pemasaran adalah tidak selamanya artis atau selebriti memiliki efek yang lebih baik, dibandingkan dengan “selebgram”, istilah bagi pemilik akun media sosial Instagram yang populer.

Jika konsep yang dimiliki menarik, memanfaatkan influencer dari kalangan selebriti internet kini menjadi preferensi utama. Menurut survei Sociabuzz tersebut, sebanyak 59,0% responden memiliki influencer berdasarkan kategori selebriti internet, disusul dengan artis sebesar 22,9% dan sisanya adalah micro influencer sebesar 14,5%.

Menurut survei tersebut, ternyata sekitar 70% memilih efektivitas penggunaan influencer mencapai skala 7-10, artinya dinilai efektif untuk mendukung target yang ingin dicapai.

Skala influencer yang ideal

Saat ini secara organik influencer terbagi menjadi tiga kategori, yaitu mega influencer (selebriti), macro influencer, dan micro influencer. Kategori ini menyesuaikan jumlah pengikut, engagement, kreativitas masing-masing influencer.

Brand saat ini banyak mengunakan influencer marketing sebagai salah satu strategi channel PR mereka untuk meningkatkan engagement dengan target pelanggan. Terutama di Indonesia, Instagram [saat ini] paling populer untuk influencer,” kata Country Manager AdAsia Holdings Indonesia Lidyawati Aurelia.

Apabila brand ingin mendapatkan awareness yang besar, seperti peluncuran produk baru, dapat menggunakan mega dan macro influencer karena jumlah follower mereka yang sangat banyak. Namun jika obyektifnya adalah engagement, seperti pembelian produk, dapat menggunakan micro influencer karena tingkat engagement-nya lebih tinggi.

“Setelah memilih influencer yang sesuai, kita harus mengarahkan influencer ini untuk membuat konten yang dapat mendorong follower mereka untuk mencoba langsung pengalaman yang dirasakan influencer,” kata Lydia.

Influencer biasanya memiliki cara yang kreatif dan storytelling yang menarik untuk membuat follower tertarik mengetahui lebih lanjut mengenai brand yang mereka dukung.

“Ketika bekerja sama dengan influencer, penting memosisikan mereka seperti creative media partner yang ahli dalam melakukan produksi konten dan memiliki ide kreatif untuk menyampaikan pesan brand kepada audiens mereka. Jadi sifatnya kolaboratif dan dua arah.”

Setelah menemukan influencer yang dirasa tepat, untuk memperkuat informasi, sebaiknya kegiatan pemasaran memanfaatkan influencer juga didukung strategi pemasaran lainnya, termasuk konten bersponsor menggunakan publisher.

Memanfaatkan marketplace influencer

Mulai banyak marketplace influencer yang menawarkan opsi beragam dan harga terjangkau yang bisa dimanfaatkan brand dan UKM. Salah satunya GetCRAFT yang baru saja meluncurkan marketplace tempat praktisi pemasaran (brand dan agency) menemukan lebih dari empat ribu influencer, media online, penulis, fotografer, videographer, dan desainer grafis di Asia Tenggara.

“Marketplace ini juga memberikan kemampuan penggunanya untuk mencari content creator dengan lebih mudah melalui fitur filter mulai dari kategori konten, jangkauan konten, harga, dan lainnya,” kata Anthony.

Sementara CastingAsia, yang telah melokalkan platform-nya di Indonesia, Vietnam, Thailand, Taiwan, dan Jepang, menggunakan deteksi penipuan untuk menyaring influencer yang memanfaatkan pengikut berbasis bot.

“Hal ini penting bagi kami untuk mempertahankan pasar yang aman untuk brand. Pada saat yang sama, kami akan meluncurkan aplikasi CastingAsia Marketplace sehingga influencer dapat disiagakan untuk setiap kampanye di mana pun mereka berada,” kata CEO & Co-Founder AnyMind Group Kosuke Sogo.

Apa pun pilihannya, pengunaan influencer menjadi opsi menarik bagi brand dan UKM bereksplorasi untuk berbagai kegiatan pemasaran. Marketplace influencer bisa menjadi awal penjajakan tersebut.

Memahami Content Marketing dan Cara Tepat Brand Memanfaatkannya

Dalam edisi #SelasaStartup kali ini, topik content marketing dan bagaimana cara yang tepat bagi brand untuk memanfaatkannya, dibahas tuntas oleh Co-Founder dan CEO Indonesia GetCRAFT Anthony Reza Prasetya. Pengalamannya di bidang periklanan dan hubungan baik yang tercipta dengan berbagai brand menghasilkan sebuah perusahaan yang fokus kepada pertumbuhan bisnis dengan pendekatan kepada content marketing yaitu GetCRAFT.

“Saat ini ketika adblocker sudah semakin banyak digunakan oleh pengguna smartphone di Indonesia (40%), mengharuskan brand untuk melakukan cara cerdas memanfaatkan content marketing,” kata Anthony.

Untuk memahami lebih lanjut apa itu content marketing, channel apa saja yang bisa dimanfaatkan, serta faktor pendukung apa yang bisa membantu content marketing tampil lebih stand out, simak paparan Anthony dalam rangkuman tips berikut ini.

Content marketing dibanding iklan berbayar

Salah satu cara paling ampuh untuk brand mempromosikan produk mereka adalah melalui iklan, yang bisa berupa TVC, print ads, video ads dan lainnya. Namun demikian saat ini ketika media, media sosial hingga layanan video streaming mulai banyak menampilkan berbagai iklan tersebut, tidak terlalu memberikan impact yang baik kepada audience.

Banyak alasan mengapa banyak orang kemudian “terganggu” dengan kehadiran berbagai iklan tersebut, namun yang pasti brand dan advertiser mulai menyadari respon negatif dari audience terkait dengan iklan yang dilakukan dengan cara konvensional.

Alasan tersebut menjadikan content marketing tampil lebih unggul, dengan tulisan yang bisa dikustomisasi menyesuaikan dengan target audience yang relevan, iklan dan kegiatan berpromosi yang disematkan dalam bentuk tulisan, bisa membantu brand melakukan edukasi sekaligus melancarkan engagement dengan target audiens yang tepat.

Lebih efektif dibandingkan “programmatic ads”

Keunggulan lain yang dimiliki oleh content marketing adalah sifatnya yang everlasting. Meskipun tidak memanfaatkan media berbayar atau advertising tools, namun jika sarat dengan informasi dan tulisan yang menarik mampu menarik perhatian audience lebih lama. Sementara untuk programmatic ad akan berbeda hasil akhirnya. Ketika budget untuk promosi memanfaatkan advertising tools dihentikan, akan berpengaruh kepada jumlah view hingga traffic. Menjadikan content marketing lebih cost effective sekaligus akurat jika diterapkan dengan tepat.

Content marketing membantu kegiatan pemasaran berbayar

Salah satu cara yang bisa dilakukan brand adalah menyesuaikan konten dari produk yang ingin dipromosikan memanfaatkan media berbayar yang tepat. Misalnya jika brand ingin memasarkan produk teknologi atau gadget terbaru, bisa memuat tulisan berupa ulasan atau tips dan trik yang bisa dipromosikan memanfaatkan media atau influencer (blog). Dengan demikian kegiatan berbayar tersebut akan memberikan hasil yang lebih efektif didukung dengan konten yang relevan.

Membantu membangun kredibilitas brand

Cara terbaik untuk menyebarkan content marketing adalah memberikan ulasan atau informasi yang berbeda kepada target audience yang tepat. Hindari membuat content marketing untuk “semua” namun sesuaikan topik yang berbeda. Dengan demikian audience yang membaca bisa lebih relate kepada konten yang ada dan bisa meningkatkan kredibilitas brand tersebut.

Kombinasikan content marketing dengan media sosial

Media sosial selama ini sudah banyak dimanfaatkan brand untuk melakukan engagement ke audience. Komunikasikan dengan baik tema atau topik dari content marketing memanfaatkan media sosial, untuk itu pastikan tim media sosial Anda melakukan engagement dengan target audience setiap hari.

Dalam hal ini, menurut Anthony, Facebook dan Twitter merupakan media sosial yang tepat untuk melancarkan kegiatan content marketing, sementara untuk Instagram lebih efektif untuk memberikan inspirasi dan kurang efektif untuk kegiatan content marketing.

Tentukan platform yang tepat

Saat ini, ketika Youtube sudah mulai banyak dimanfaatkan brand untuk berpromosi, pastikan untuk membuat iklan dalam bentuk video yang sarat dengan informasi dalam waktu yang singkat. Manfaatkan waktu sesingkat mungkin di awal, sebelum target audience Anda mulai berpaling saat membuka Youtube atau layanan video streaming lainnya.

Kuat Mendayung Content Marketing di Tengah Arus “Spamming”

Jangan terburu-buru berkecil hati dan merasa ukuran tubuh membesar, karena jemari Anda yang secara tidak sengaja menekan banner ads saat bermain game atau menjelajahi situs pencari. Sepenuhnya, hal ini bukan karena jemari gemuk saja, namun juga bisa disebabkan oleh tombol dari sebuah fitur yang sulit dipencet. Dan bahkan Anda bukan satu-satunya yang merasa demikian.

Faktanya, lebih dari 60% mobile banner ads terjadi karena ketidaksengajaan yang dilakukan user, di mana 65% dari mereka kebetulan mengalaminya saat sedang membaca berita terkini dan konten-konten news lewat smartphone. Para pengguna ini kemudian menganggap para pengiklan ini tengah menjalankan praktik spamming. Hal ini didukung data yang menunjukkan bahwa 22% dari 1,9 miliar pengguna smartphone dunia telah mengaktifkan ad-blocker saat mengarungi situs-situs berbasis konten.

Di titik inilah content marketing dan native advertising menerobos industri pemasaran dan periklanan. Fokus tujuan dari aliran marketing ini sebenarnya beririsan dengan penggunaan banner ads, yakni bagaimana membuat audiens sadar dan bersedia mencari tahu seluk-beluk brand tersebut.

Perbedaan mencolok dapat terlihat dari bagaimana native advertising menjalankan permainannya di dunia pemasaran, yaitu dengan menyampaikan pesan dari sebuah brand sekaligus mengedukasi pasar dengan kekuatan konten sebagai poros penggeraknya.

Arus “spamming” yang mengalir deras ini harus disikapi para kreator konten dalam menghidupkan content marketing dan native advertising. Mereka harus mendayung gaya pemasaran ini lebih kencang dengan memastikan bahwa campaign yang mereka gelontorkan tepat guna dan dapat dilacak performanya.

Berangkat dari tantangan ini, Patrick Searle dan Anthony Reza mendirikan sebuah startup bernama GetCRAFT, sebuah platform jejaring konten asal Indonesia. “Semua ini berawal dari pengalaman dan proses kreatif kami tentang bagaimana membuat konten,” ujar co-founder Patrick bercerita tentang GetCRAFT dari proses inkubasi pada tahun 2014 hingga sekarang.

“Dari situ, kami kemudian ingin bekerja sama dengan klien dan memudahkan mereka dalam membuat campaign,” sambungnya.

Bisnis yang dilakukan GetCRAFT adalah menghubungkan para kreator konten dengan brand-brand yang bertebaran di industri, dengan berbagai cakupan format konten seperti foto, artikel tulisan, video, infografis, dan lainnya. Bukan hanya dengan kreator konten, brand juga dapat terhubung langsung dengan media channel seperti YouTubers dan Instagram KOL. Sederhananya, mereka membuat sebuah ruang untuk memudahkan perusahaan dan agency mencari content producer dengan harga yang transparan.

Sejauh ini, sudah ada lebih dari 130 brand yang sudah menggunakan jasa GetCRAFT, seperti Samsung, Unilever, Nestlé, Indosat, MatahariMall, Go-Jek, AXA, FWD Life, Bintang, General Electric, Wego, dan Tourism Australia. Ditambah lagi, 10 agency besar juga ikut bekerja sama dengan GetCRAFT, di antaranya seperti GroupM, Havas, Starcom, IPG, Mirum, Redcomm, dan Dentsu.

Lingkup kerja sama yang luas ini turut mendorong pertumbuhan gross merchandise value GetCRAFT yang belakangan sudah mencapai 18% dari bulan Juni sampai September 2016. Mereka sudah menghasilkan 26 miliar rupiah untuk jejaring kreator konten mereka dengan rata-rata produksi ada satu konten per 12 menit.

“Beberapa klien mengaku mendapatkan hasil yang lebih besar setelah membuat content marketing yang bekerja sama dengan GetCRAFT,” aku Patrick.

Hal ini wajar terjadi, ketika kita tahu bahwa startup yang sedang melakukan ekspansi ke Asia Tenggara, khususnya Filipina, ini menitikberatkan bisnisnya pada kualitas konten. “Percaya atau tidak, kami tidak merekrut konten kreator di dalam GetCRAFT,” tutur Patrick.

“(Dalam membuat konten) hanya ada editor (Managing Editor dan Video Producer) yang bertugas melakukan quality assurance di dalam GetCRAFT. Selebihnya, hanya dari jejaring kami.”

“Kami punya lebih dari 1.200 kreator konten di dalam jejaring kreator dan publisher yang kami buat,” tambah co-founder Reza.

Namun di samping itu, GetCRAFT saat ini mulai melengkapi tim internal mereka yang beranggotakan 30 orang, dengan mengajak beberapa orang berpengalaman di bidang pembuatan konten untuk ikut berkolaborasi. Seiring dengan pelebaran sumber daya manusia, GetCRAFT tetap mementingkan kualitas hasil yang diberikan kepada media dan para marketeer agar content marketing dan native ads yang dilakukan berjalan dengan baik.

Langkah lain yang dilakukan GetCRAFT adalah dengan menjadikan dirinya sebagai one-stop platform bagi brand, di mana klien tidak hanya mendapat influencer marketing dan content marketing ‘semata’, tapi juga strategi pemasaran yang komprehensif.

“Maka dari itu, kami berusaha mengedukasi klien di saat yang bersamaan, mendalami apa kebutuhan dan masalah dari klien saat mempromosikan konten mereka,” ucap Patrick.

“Jadi kami tidak hanya berfokus pada teknis, tapi juga dalam edukasi tentang layanan yang kami berikan.”

Dengan cara ini, GetCRAFT siap memperkuat dayung content marketing Anda dalam mengarungi derasnya iklan-iklan yang bersifat “spamming” di smartphone Anda.