Segala Detail Penting Terkait Layanan Apple Arcade

Dalam beberapa tahun terakhir, sebuah transisi terjadi pada cara developer/publisher game menyajikan karya digital mereka. Pelan-pelan, permainan video tak lagi dihidangkan sebagai produk standar, melainkan layanan. Microsoft dan Sony sudah lama menawarkan Xbox Live Gold serta PlayStation Plus dengan beragam benefitnya, lalu langkah serupa diikuti pula oleh Electronic Arts serta Ubisoft lewat Origin Access dan Uplay+.

Keinginan raksasa teknologi seperti Google dan Apple dalam menyediakan fitur serupa bukanlah rahasia lagi. Sang raksasa internet baru saja mengumumkan Google Play Pass dan di acara peluncuran iPhone baru di Kalifornia, Apple juga mengungkap detail lebih jauh soal Arcade yang disingkap di bulan Maret kemarin. Dengan premis yang kurang lebih sama, dua layanan ini diperkirakan akan bersaing ketat.

Arcade ialah fasilitas berlangganan dari Apple yang menjanjikan kita akses ke kurang lebih 100 game yang ada di platform mereka tanpa batasan dan interupsi iklan. Selain itu, Anda juga tak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan akibat transaksi in-app. Permainan-permainan tersebut nantinya dapat dinikmati di segala macam perangkat Apple, dari mulai iPhone, iPad, iPod touch, Mac sampai Apple TV.

Ketika tersedia nanti, kita dipersilakan menjajal Apple Arcade gratis selama sebulan. Game-game di sana dapat dimainkan secara offline, lalu menariknya lagi, satu akun bisa diakses oleh maksimal enam anggota keluarga. Perusahaan teknologi asal Cupertino itu juga berjanji untuk menambah terus katalog permainan hingga melampaui 100 judul dalam beberapa minggu setelah Arcade meluncur. Selanjutnya, akan ada game baru tiap bulan.

Apple Arcade 1

Berbeda dari Play Pass yang membuka akses seluruh jenis aplikasi di Google Play – termasuk streaming musik sampai fitness tracking, Arcade hanya difokuskan pada permainan video. Namun yang membuatnya istimewa adalah, beberapa game di sana merupakan judul eksklusif dan tidak tersedia di platform lain.

Ini dia permainan yang sudah dikonfirmasi akan hadir di Arcade:

  • ATONE: Heart of the Elder Tree
  • Ballistic Baseball
  • Beyond a Steel Sky
  • The Bradwell Conspiracy
  • Cardpocalypse
  • ChuChu Rocket! Universe
  • Doomsday Vault
  • Down in Bermuda
  • The Enchanted World
  • Enter the Construct
  • Exit the Gungeon
  • Fantasian
  • Frogger in Toy Town
  • HitchHiker
  • Hot Lava
  • Kings of the Castle
  • Lego Arthouse
  • Lego Brawls
  • Lifelike
  • Little Orpheus
  • Monomals
  • Mr. Turtle
  • No Way Home
  • Oceanhorn 2: Knights of the Lost Realm
  • Overland
  • Pac-Man Party Royale
  • The Pathless
  • Projection: First Light
  • Rayman Mini
  • Repair
  • Sayonara Wild Hearts
  • Shantae and the Seven Sirens
  • Skate City
  • Sneaky Sasquatch
  • Steven Universe: Unleash the Light
  • Sonic Racing
  • Spidersaurs
  • Super Impossible Road
  • UFO on Tapes: First Contact
  • Various Daylife
  • Where Cards Fall
  • Winding Worlds
  • Yaga

 

Di situsnya Apple menjelaskan, “Tiap game di Arcade dikembangkan oleh developer-developer paling kreatif di dunia dan mereka sengaja didesain untuk menangkap imajinasi pemain lewat gameplay menyenangkan dan intuitif, narasi-narasi seru, serta aspek musik dan seni yang orisinal.”

Apple Arcade 2

Di antara 40 lebih permainan di atas, ada sejumlah judul yang secara pribadi mencuri perhatian saya. Pertama ialah Beyond a Steel Sky. Ia merupakan sekuel dari Beneath a Steel Sky, game petualangan point-and-click fiksi ilmiah berlatar belakang cyberpunk yang dirilis di tahun 1994. Lalu Various Daylife juga terdengar menarik, digarap oleh tim di belakang Bravely Default dan Octopath Traveler.

Layanan berlangganan Apple Arcade dijadwalkan untuk meluncur pada tanggal 19 September, dijajakan seharga US$ 5 per bulan.

Apple Resmi Perkenalkan iPhone 11, iPhone 11 Pro dan iPhone 11 Pro Max

Melanjutkan tradisi tahun lalu, Apple merilis tiga iPhone baru sekaligus. Trio iPhone 11 ini masih mengusung desain yang nyaris identik seperti masing-masing pendahulunya, akan tetapi tentu saja ada perombakan signifikan di sektor spesifikasi, utamanya di bagian kamera.

iPhone 11 yang menggantikan iPhone XR datang membawa sepasang kamera belakang: 12 megapixel f/1.8 dan 12 megapixel dengan lensa ultra-wide (120°) f/2.4. Di depan, ada kamera 12 megapixel f/2.2 yang cukup istimewa. Istimewa karena kamera selfie ini siap merekam video dalam resolusi 4K 60 fps, atau video slow-motion dalam resolusi 1080p 120 fps.

iPhone 11 Pro

Untuk iPhone 11 Pro dan iPhone 11 Pro Max, jumlah kamera belakangnya malah bertambah satu lagi. Jadi selain dua kamera yang sama seperti milik iPhone 11, ada pula kamera 12 megapixel dengan lensa telephoto f/2.0. Bukaan lensa telephoto-nya ini lebih besar daripada milik iPhone XS dan XS Max, yang berarti hasil jepretannya bakal lebih bagus, khususnya di kondisi pencahayaan yang kurang optimal.

Bicara soal sesi foto dengan pencahayaan yang minimal, Apple tidak lupa membekali trio iPhone 11 ini dengan fitur Night Mode. Premis yang ditawarkan sama seperti fitur Night Shift milik Google Pixel 3 maupun fitur serupa milik Huawei P30 Pro, yang pada dasarnya memungkinkan ponsel untuk bisa melihat dalam kegelapan.

iPhone 11 Night Mode

Perihal performa, trio iPhone 11 ini mengandalkan chipset A13 Bionic, yang diklaim menjanjikan peningkatan performa CPU dan GPU hingga sebesar 20 persen jika dibandingkan dengan chipset A12 tahun lalu. Menariknya, A13 juga lebih irit daya; Apple mengklaim iPhone 11 Pro punya daya tahan baterai 4 jam lebih lama daripada iPhone XS, sedangkan untuk iPhone 11 Pro Max dan XS Max, selisihnya malah terpaut 5 jam.

Chipset A13 bukanlah satu-satunya komponen yang berkontribusi terhadap peningkatan efisiensi daya pada duo iPhone 11 Pro. Yang juga berjasa besar adalah layarnya, yang disebut mengonsumsi 15 persen lebih sedikit energi ketimbang layar milik duo iPhone XS.

iPhone 11 Pro

Ini cukup mengejutkan mengingat secara kualitas panel OLED yang digunakan iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max justru lebih baik. Ukuran dan resolusinya memang masih sama – 5,8 inci 2436 x 1125 pixel untuk iPhone 11 Pro, 6,5 inci 2688 x 1242 pixel untuk iPhone 11 Pro Max – akan tetapi rasio kontrasnya naik menjadi 2.000.000:1, demikian pula tingkat kecerahan maksimumnya yang kini mencatatkan angka 1.200 nit.

Untuk iPhone 11, sayangnya layar LCD yang digunakan masih sama persis seperti iPhone XR: 6,1 inci, dengan resolusi 1792 x 828 pixel. Yang berubah adalah ketahanan airnya, yang sertifikasinya naik menjadi IP68 (hingga kedalaman 2 meter selama 30 menit). iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max malah tahan sampai kedalaman 4 meter selama 30 menit.

iPhone 11

Pembaruan lainnya mencakup kinerja Face ID yang diklaim 30 persen lebih cepat, serta dapat membaca wajah dari sudut yang lebih bervariasi. Juga menarik adalah penambahan chip U1 pada trio iPhone baru ini, yang menurut Apple memanfaatkan teknologi Ultra Wideband demi menyuguhkan spatial awareness, berguna untuk meningkatkan kinerja fitur-fitur seperti AirDrop yang bergantung pada posisi (spatial).

20 September adalah tanggal yang ditunjuk sebagai pemasaran perdana trio iPhone 11 di Amerika Serikat dan sejumlah negara lain. iPhone 11 yang tersedia dalam pilihan storage 64, 128 atau 256 GB dihargai mulai $699; sedangkan iPhone 11 Pro dan 11 Pro Max dengan pilihan storage 64, 256 atau 512 GB masing-masing dibanderol mulai $999 dan $1.099.


Sumber: Apple 1, 2.

Apple Beli Bisnis Modem Smartphone Intel Senilai $1 Miliar

Berbeda dari mayoritas pabrikan smartphone lain, Apple tidak perlu bergantung terlalu banyak terhadap Qualcomm. Chipset yang mengotaki iPhone maupun iPad merupakan hasil bikinan mereka sendiri, bukan yang dibeli dari Qualcomm seperti yang dilakukan oleh produsen-produsen lain.

Namun ini bukan berarti Apple sama sekali tak membutuhkan Qualcomm. Selama ini, Qualcomm masih berperan sebagai pemasok modem untuk iPhone dan iPad, dan relasi bisnis ini jugalah yang pada akhirnya mengakibatkan perseteruan di antara kedua perusahaan; Apple pada dasarnya menuduh Qualcomm memanfaatkan statusnya sebagai pemimpin di industri modem smartphone dengan mematok biaya lisensi yang kelewat tinggi.

Apple bahkan sempat menerima pasokan modem untuk iPhone XS secara eksklusif dari Intel sebagai dampak dari perselisihannya dengan Qualcomm. Ini bukan masalah seandainya modem bikinan Intel sama bagusnya seperti buatan Qualcomm. Namun pada kenyataannya, sejumlah laporan menunjukkan bahwa modem buatan Qualcomm masih jauh lebih unggul kinerjanya.

Hubungannya dengan Qualcomm kian memburuk, ditambah lagi alternatif yang tersedia dari Intel ternyata kurang bisa diandalkan, lalu apakah Apple terus tinggal diam dan menerima nasib begitu saja? Tidak. Mereka sudah punya solusinya, yakni dengan membeli sebagian besar dari bisnis modem smartphone milik Intel.

Tidak tanggung-tanggung, Apple menyiapkan mahar senilai $1 miliar untuk menggaet perlengkapan dan properti intelektual Intel terkait modem smartphone, tidak ketinggalan juga 2.200 karyawan Intel di divisi tersebut. Ya, Apple sudah pasti berniat untuk mengembangkan modem smartphone-nya sendiri dengan memanfaatkan bekal aset dari Intel.

Akuisisi ini jelas bakal semakin mengurangi ketergantungan Apple terhadap Qualcomm. Bukan hanya itu, iPhone dan iPad nantinya punya peluang untuk memiliki keunggulan tersendiri dalam hal teknologi modem. Ini sudah mereka tunjukkan di konteks chipsetchipset A-series yang terdapat pada iPhone dan iPad selalu unggul perihal performa dibanding seri Snapdragon – jadi wajar apabila banyak yang berharap mereka dapat mengulanginya di konteks modem.

Lalu bagaimana dengan Intel sendiri? Akuisisi ini bukan berarti mereka bakal meninggalkan bisnis modem sepenuhnya. Mereka masih akan mengembangkan teknologi modem untuk PC, perangkat IoT, maupun perangkat-perangkat lainnya yang bukan smartphone. CEO Intel, Bob Swan, menambahkan bahwa akuisisi ini juga berarti Intel jadi lebih bisa berfokus mengembangkan teknologi 5G di area selain smartphone.

Sumber: Apple dan The Verge.

Apple Perbarui MacBook Air dan MacBook Pro, Pensiunkan MacBook 12 Inci

Apple baru saja melakukan penyegaran terhadap dua seri laptop-nya, MacBook Air dan MacBook Pro, dalam rangka menyambut tahun ajaran sekolah baru. Di saat yang sama, update ini juga berujung pada dipensiunkannya MacBook 12 inci secara total.

Kehadiran MacBook Air generasi baru pada dasarnya bisa menjadi alasan mengapa Apple men-discontinue MacBook 12 inci. Secara fisik, dimensi MacBook Air memang masih kalah ringkas dibanding MacBook 12 inci, akan tetapi Air lebih unggul perihal performa.

Penyegaran yang dilakukan terhadap MacBook Air sebenarnya jauh dari kata signifikan: Apple hanya menambahkan layar berteknologi True Tone, tanpa menyentuh spesifikasinya sama sekali. True Tone, bagi yang tidak tahu, memungkinkan layar perangkat untuk menyesuaikan temperatur warnanya dengan kondisi pencahayaan di sekitar.

Namun yang lebih penting justru adalah pemangkasan harganya. Versi terbaru MacBook Air kini dibanderol mulai $1.099, dan inilah yang pada akhirnya membuat MacBook 12 inci jadi terkesan kurang relevan.

MacBook Pro

Update yang diberikan terhadap MacBook Pro di sisi lain jauh lebih berpengaruh. Secara spesifik yang diperbarui kali ini adalah varian MacBook Pro termurah yang tidak dilengkapi Touch Bar. Dan setelah hampir tiga tahun, penyegaran kali ini akhirnya mendatangkan Touch Bar sekaligus Touch ID ke varian termurah itu.

Ini berarti sekarang tidak ada lagi varian MacBook Pro yang tak dibekali Touch Bar. Namun ternyata pembaruannya tidak berhenti sampai di situ saja. Apple juga merombak spesifikasi varian termurah MacBook Pro, dari yang tadinya mengusung prosesor dual-core Intel Core i5 generasi ketujuh menjadi quad-core Core i5 generasi kedelapan, dengan klaim peningkatan performa hingga dua kali lipat.

Untuk harganya, Apple membanderol varian termurah MacBook Pro mulai $1.299. Selisih $200 dengan MacBook Air itu bukan sebatas untuk menghargai Touch Bar saja, tapi juga performa yang lebih kencang mengingat Air hanya mengemas prosesor dual-core.

Sumber: Apple.

10 Produk Rancangan Jony Ive yang Paling Berpengaruh Selama Karirnya di Apple

27 Juni 2019 adalah hari bersejarah bagi Apple, bukan karena mereka meluncurkan produk baru yang fenomenal, melainkan karena salah satu karyawan paling berpengaruhnya memutuskan untuk hengkang. Sosok yang dimaksud adalah Jony Ive, penggawa desain di balik hampir semua produk Apple dalam lebih dari dua dekade terakhir.

Selepasnya dari Apple nanti, Jony bakal berfokus membangun firma desainnya sendiri, LoveFrom, yang dia dirikan bersama seorang desainer kawakan lain, yaitu Marc Newson. Meski tak lagi berstatus karyawan, Jony masih akan berkontribusi besar terhadap proses desain produk-produk Apple ke depannya, sebab disebutkan bahwa Apple bakal menjadi salah satu klien utama LoveFrom.

Kepergian seseorang dari suatu perusahaan semestinya tidak perlu terlalu dibesar-besarkan. Namun yang kita bicarakan di sini adalah Jony Ive, yang tak bisa dipungkiri memiliki pengaruh sangat besar di bidang desain produk. Dan lagi kita juga harus ingat bahwa Apple selama ini memang memasarkan beragam produknya selagi menitikberatkan pada aspek desainnya.

Jony Ive bisa dibilang berhasil membuka mata dunia bahwa konsep minimalisme bukanlah hal buruk di dunia teknologi. Bagaimanapun juga yang terpenting dari suatu produk teknologi adalah fungsinya, dan bentuknya tinggal mengadaptasikan dengan fungsinya, seperti yang sudah lama diajarkan lewat prinsip “form follows function” sekaligus “less is more” cetusan sekolah desain asal Jerman, Bauhaus.

Di bawah pimpinan Jony, tim desain Apple berhasil menelurkan sederet produk yang memukau secara estetika sekaligus efisien kinerjanya. Seperti dijelaskan di video “Designed by Apple in California”, Jony beserta timnya memiliki studio desain dengan akses ke peralatan yang sangat lengkap, dan terkadang alat untuk menciptakan suatu bagian dari produk harus mereka buat sendiri lebih dulu.

Singkat cerita, kata “desain” dalam kamus Apple dan Jony Ive tidak terbatas pada proses sketsa atau molding saja, tapi juga mencakup proses engineering dan manufacturing sekaligus. Berikut adalah deretan karya Jony Ive yang paling ikonik, sekaligus yang dapat menggambarkan perjalanan karirnya di Apple.

iMac G3 (1998)

iMac G3

Komputer all-in-one dengan rangka transparan nan warna-warni ini merupakan produk pertama Apple di bawah kepemimpinan Steve Jobs yang kedua (beliau sempat dipecat di tahun 1985, sebelum akhirnya kembali lagi pada tahun 1996). Jony Ive sendiri resmi bergabung dengan Apple di tahun 1992, namun selama empat tahun pertamanya dia sempat beberapa kali berniat hengkang, seperti yang diceritakan lewat wawancaranya bersama Time.

Kedatangan Steve Jobs tak lama kemudian berbuah pada pengangkatan Jony Ive sebagai Vice President of Industrial Design, dan dari situlah dia mulai menunjukkan tajinya sebagai maestro desain. Produk pertamanya tak lain dari iMac G3 ini, yang tak hanya terlihat eksentrik, tetapi juga sangat fungsional di sejumlah aspek.

Eksentrik karena konsumen dapat melihat sebagian jeroannya, dan lagi Jony Ive dengan beraninya mengeliminasi floppy drive dari sebuah komputer (yang terbukti sudah benar-benar ditinggalkan beberapa tahun setelahnya). Sebagai gantinya, Jony menyematkan port USB untuk pertama kalinya pada sebuah komputer bikinan Apple, dan ini terbukti fungsional bahkan sampai sekarang.

iBook G3 (1999)

iBook G3

Setahun setelahnya, tema transparan sekaligus warna-warni masih menjadi fokus Jony beserta timnya dalam mendesain laptop anyar Apple, iBook G3. Komponen desain yang sangat unik dari laptop ini adalah bagian engselnya yang juga menjadi rumah untuk sebuah handle, sehingga iBook G3 dapat dibawa-bawa layaknya sebuah tas jinjing.

Dari segi fungsionalitas, iBook G3 tercatat sebagai laptop versi consumer pertama yang mengemas konektivitas wireless terintegrasi. Ya, meskipun sepintas kelihatannya konyol, laptop ini setidaknya berhasil mempengaruhi pabrikan laptop lain untuk ikut menanamkan konektivitas wireless sebagai fitur standar.

iPod (2001)

iPod

Selain iPhone, iPod mungkin bisa dianggap sebagai produk paling fenomenal pada masanya. Dunia kala itu sudah cukup mengenal portable CD player maupun MP3 player, akan tetapi iPod sebagai pendatang baru berhasil merebut hype-nya secara menyeluruh.

Secara estetika, desain iPod banyak terinspirasi oleh radio Braun T3 rancangan Dieter Rams. Di tangan Jony Ive dan Tony Fadell, porsi atasnya digantikan oleh layar, sedangkan lebih dari separuh sisa porsi bawahnya digantikan oleh komponen click wheel yang terdiri dari lima tombol dan satu area lingkaran untuk memudahkan scrolling ratusan lagu yang tersimpan.

iPod generasi pertama pada dasarnya juga bisa dilihat sebagai buah pertama dari kecintaan Jony Ive terhadap konsep minimalisme, dan ini terus berlanjut sekaligus bertambah matang di tahun-tahun selanjutnya.

iMac G4 (2001)

iMac G4

iMac G4 bisa dibilang mempunyai desain yang paling berbeda dibanding iMac generasi lainnya, termasuk yang baru-baru. Ini dikarenakan nyaris semua komponen elektroniknya (termasuk halnya sebuah optical drive) tertanam di semacam kubah mini yang menjadi dudukan atas layar beserta lengannya.

Lengan penyambung layarnya ini pun dapat ditolehkan ke kiri-kanan atau dinaik-turunkan sudutnya. Berhubung sasis layarnya hanya perlu mengemas komponen-komponen terkait display, dimensinya pun jadi terlihat sangat tipis pada masanya.

Awal tahun 2000-an ini juga merupakan pertama kalinya Jony Ive diberi kantor pribadi oleh Apple, dan yang boleh masuk ke ruangan tersebut hanyalah tim desain utamanya beserta sejumlah petinggi Apple, sebab semua konsep sekaligus prototipe produk yang sedang dikerjakan disimpan di sana.

iMac G5 (2004)

iMac G5

Inilah versi iMac yang menjadi acuan desain hingga sekarang. Berbanding terbalik dari iMac G4, di sini semua komponen elektroniknya disematkan di balik layar, dan dudukannya benar-benar hanya berfungsi sebagai penopang saja.

Walaupun desain bagian layarnya sangat berbeda dibanding versi iMac terkini, bisa kita lihat bahwa dudukannya yang berbentuk seperti huruf L tidak berubah banyak. iMac G5 juga dapat dianggap memulai preferensi Jony Ive terhadap material aluminium dalam berkarya, meski di sini baru bagian dudukannya saja yang terbuat dari logam ringan tersebut.

iPhone (2007)

iPhone

Sampailah kita pada produk paling berpengaruh yang pernah Jony rancang. Pada masanya, mayoritas konsumen melihat sebuah smartphone sebagai ponsel yang dilengkapi keyboard QWERTY berkat popularitas BlackBerry. iPhone dengan beraninya tampil sangat minimalis; wajahnya didominasi oleh layar sentuh 3,5 inci, yang kala itu sudah tergolong masif.

Di titik ini, kecintaan Jony terhadap material aluminium sudah mencapai titik paling matangnya, dan itu dia curahkan lewat desain iPhone generasi pertama yang tampak dan terasa logam dari ujung ke ujung.

MacBook Air (2008)

MacBook Air

Istilah “ultrabook” sama sekali belum digunakan di tahun 2008. Dua jenis laptop yang konsumen kenal kala itu adalah workstation yang berperforma kencang tapi berbodi tebal, atau netbook berukuran mini yang sangat portable, namun juga amat terbatas daya komputasinya.

MacBook Air pada dasarnya mengisi celah di antara kedua kategori tersebut. Performanya tidak tertinggal begitu jauh dari MacBook standar, akan tetapi tubuhnya yang super-tipis dan ringan membuat perangkat ini begitu portable. Untuk memberi kesan dramatis, Steve Jobs bahkan mengeluarkannya dari sebuah amplop coklat besar saat menyingkapnya ke publik untuk pertama kalinya.

Di samping memulai tren laptop super-tipis, MacBook Air juga memulai tren desain unibody, setidaknya secara internal di Apple terlebih dulu sebelum akhirnya juga diikuti oleh pabrikan-pabrikan lain.

iPad (2010)

iPad

Saat generasi pertama iPad diluncurkan, tidak sedikit yang menganggapnya sebagai sebatas iPhone versi besar. Sejarah telah menunjukkan bahwa anggapan itu salah, apalagi dengan diungkapnya iPadOS baru-baru ini.

Satu hal yang saya suka dari iPad adalah pertimbangan Jony beserta timnya mengenai aspect ratio layar yang cocok untuknya. Rasio yang dipilih adalah 4:3, dan ini membuat menggenggam iPad terasa seperti memegang sebuah majalah tebal. Bezel kiri dan kanannya yang tebal kala itu malah membantu meningkatkan ergonomi; konsumen dapat dengan mudah mengistirahatkan ibu jarinya di sana selama menggenggam perangkat.

Apple Watch (2014)

Apple Watch

Apple Watch merupakan salah satu produk paling monumental yang pernah Jony Ive rancang. Alasannya simpel: yang namanya jam tangan selalu dikaitkan dengan fashion, dan itu saja sudah bisa menggambarkan betapa pentingnya aspek desain buat produk seperti Apple Watch.

Rumor mengenai smartwatch bikinan Apple sebenarnya sudah beredar jauh sebelum 2014, dan Jony beserta timnya seakan ingin memberikan realisasi yang cukup istimewa. Apple Watch generasi pertama hadir dalam tiga varian yang masing-masing dibungkus dengan material yang berbeda: alunium, stainless steel, dan emas 18 karat.

Meski menitikberatkan pada faktor estetika, Jony dan timnya sama sekali tidak melupakan aspek fungsionalitas. Ini bisa kita lihat dari komponen digital crown milik Apple Watch, yang tak hanya memantapkan karakternya sebagai jam tangan, tapi juga berfungsi sebagai medium input yang intuitif di samping layar sentuh.

Contoh lain adalah strap dengan mekanisme lepas-pasang yang sangat mudah sekaligus presisi. Bukan cuma itu, beragam jenis gespernya juga didesain agar praktis untuk diakses selagi masih kelihatan elegan.

iPhone X (2017)

iPhone X

Dalam rangka memperingati ulang tahun iPhone yang ke-10, Jony yang di titik ini telah menjabat sebagai Chief Design Officer dipercaya untuk merancang ponsel generasi baru yang benar-benar banyak meninggalkan elemen-elemen khas para pendahulunya. Tentu saja itu turut didukung oleh kemajuan teknologi dibandingkan saat iPhone generasi pertama diluncurkan, dan dari situ terlahir iPhone pertama yang tidak mengemas tombol Home.

Keistimewaan lain iPhone X dari sudut pandang desain adalah, ia bisa dikatakan tidak memiliki bezel bawah. Semua ponsel lain yang mengadopsi tren bezel-less kala itu (bahkan hingga sekarang) masih memiliki ‘dagu’.

Jony beserta timnya berhasil merancang ponsel tanpa dagu berkat penggunaan panel OLED fleksibel yang bagian bawahnya dapat ditekuk ke belakang, sehingga komponen yang menyambungkan panel layar ke logic board pun bisa diposisikan di belakang layar. Di ponsel lain, area dagu ini dibutuhkan untuk mengakomodasi konektor layar dan logic board tersebut.

5 Pengumuman Penting dari Apple WWDC 2019

Seperti biasa setiap tahunnya, ajang WWDC selalu menjadi panggung demonstrasi inovasi-inovasi terbaru Apple di ranah software, dan terkadang juga di bidang hardware. 2019 pun tidak luput dari tradisi tersebut, dan seperti biasa tentu saja selalu ada banyak hal menarik untuk disoroti.

Berikut sederet pengumuman paling menarik dari Apple WWDC 2019 yang telah saya rangkum.

iOS 13

iOS 13

Tahun demi tahun, iOS selalu menjadi bintang utama event WWDC. Dari segi tampilan, iOS 13 memang tidak menawarkan banyak perubahan, tapi sedikit bukan berarti tidak signifikan; untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah iOS, ada fitur Dark Mode yang terintegrasi secara default.

Dark Mode pada dasarnya akan menyulap tampilan iOS 13 secara keseluruhan dari yang tadinya dominan putih menjadi gelap atau serba hitam. Fitur ini juga dapat diaktifkan secara otomatis sesuai jadwal yang ditetapkan pengguna, atau ketika waktu menunjukkan saatnya matahari untuk terbenam.

Dark Mode tak hanya berlaku untuk aplikasi bawaan iOS saja, tapi juga aplikasi pihak ketiga, dengan catatan developer terkait sudah memperbaruinya. Untuk seri iPhone X dan iPhone XS yang mengemas layar OLED, Dark Mode juga bisa membantu menghemat baterai – area berwarna hitam di layar OLED berarti backlight-nya tidak menyala di bagian tersebut.

iOS 13

iOS 13 turut memperkenalkan pembaruan cukup besar untuk aplikasi Photos. Tampilannya telah direvisi menjadi lebih minimalis sehingga pengguna dapat lebih berfokus terhadap koleksi foto dan videonya. Lebih lanjut, fitur penyuntingannya juga telah disempurnakan, dan sebagian kini juga berlaku untuk video (rotate, crop, filter), tidak seperti sebelumnya yang hanya mencakup trim saja.

Fitur lain iOS 13 yang tak kalah menarik adalah “Sign in with Apple”. Sesuai namanya, fitur ini dirancang untuk menggantikan opsi login menggunakan akun Facebook maupun Google. Apple percaya fitur ini jauh lebih simpel buat pengguna sekaligus lebih aman karena tiap-tiap aplikasi hanya akan menerima identifikasi yang bersifat acak.

Terakhir, iOS 13 juga menghadirkan peningkatan dari segi performa. Face ID kini diklaim bekerja 30% lebih cepat, sedangkan membuka aplikasi bisa sampai dua kali lebih cepat. Ini dikarenakan Apple berhasil memangkas besaran download aplikasi hingga 50%, sekaligus menjadikan besaran update aplikasi hingga 60% lebih kecil.

iPadOS

iPadOS

Namun kejutan terbesar WWDC 2019 datang dalam wujud iPadOS, iOS 13 yang sudah dioptimalkan demi memaksimalkan kapabilitas iPad, khususnya iPad Pro. Contoh optimasi yang paling gampang adalah deretan widget yang kini dapat dimunculkan langsung di home screen, bersebelahan dengan kolase icon aplikasi pada layar masif iPad Pro.

Multitasking juga semakin disempurnakan oleh iPadOS. Memang belum sekelas perangkat desktop, tapi setidaknya masih jauh lebih mumpuni daripada sebelumnya. Yang sudah sekelas desktop sekarang adalah Safari di iPadOS. Secara default, browser bawaan itu sekarang diperlakukan sebagai browser versi desktop, yang berarti web app macam Google Docs kini dapat berfungsi sebagaimana mestinya tanpa mewajibkan pengguna memakai aplikasi terpisahnya.

iPadOS

Perubahan penting lainnya adalah bagaimana iPad Pro generasi ketiga dengan port USB-C miliknya sekarang dapat membaca isi dari sebuah flash disk berkat iPadOS. Memindah foto, video maupun file lain dari flash disk ke iPad Pro kini semudah membuka aplikasi Files saja.

Juga sangat menarik adalah fitur iPadOS bernama SideCar. Bagi para pemilik Mac, fitur ini memungkinkan iPad untuk digunakan sebagai layar kedua Mac, baik secara wireless atau via kabel, tanpa memerlukan aplikasi tambahan. Setelah tersambung, pengguna dapat langsung mencorat-coret di layar iPad menggunakan Apple Pencil, dan coretannya akan muncul secara instan di layar Mac – sangat berguna mengingat latency Pencil kini semakin turun menjadi 9 milidetik saja.

watchOS 6 dan tvOS 13

watchOS 6

Beralih ke watchOS, selain menghadirkan sejumlah fitur fitness dan tracking anyar, watchOS 6 turut memperkenalkan mekanisme baru yang sangat penting: Apple Watch kini memiliki App Store-nya sendiri. Ini berarti developer dapat mengembangkan aplikasi khusus untuk Apple Watch yang dapat bekerja secara mandiri tanpa harus mengandalkan aplikasi versi iOS-nya.

watchOS 6 pada dasarnya memulai tren di mana Apple Watch secara perlahan mulai melepaskan ketergantungannya akan iPhone. Buktinya semakin kuat dengan adanya tiga aplikasi bawaan baru di Apple Watch, yaitu Voice Memos, Calculator dan Audiobooks. Kedengarannya memang sepele, akan tetapi memulai sesi rekaman audio secara mendadak jauh lebih mudah dilancarkan via Apple Watch ketimbang harus merogoh kantong terlebih dulu untuk mengambil iPhone.

tvOS 13

Untuk tvOS 13, pembaruan terbesarnya menurut saya adalah dukungan terhadap multi-user. Tidak seperti ponsel yang sifatnya pribadi, TV adalah gadget untuk semua orang di dalam kediaman, dan masing-masing individu tentunya punya preferensi tersendiri perihal konten TV yang hendak dinikmati.

Di sinilah dukungan multi-user berperan. Via Control Center, pengguna bisa langsung mengakses pengaturan user-nya masing-masing, dan ini tentu saja mencakup rekomendasi-rekomendasi konten yang telah disesuaikan dengan seleranya masing-masing.

Pembaruan kedua yang tak kalah menarik adalah dukungan terhadap game controller, spesifiknya controller Xbox Wireless beserta PlayStation DualShock 4. Dua controller ini sejatinya sudah bisa kita anggap sebagai de facto controller untuk sesi gaming sembari bersantai di atas sofa, dan dukungan terhadap keduanya merupakan antisipasi yang sangat ideal menjelang diluncurkannya layanan Apple Arcade.

macOS Catalina

macOS Catalinaaaa

Di ranah desktop, macOS Catalina tidak lupa membawa sejumlah kejutan. Yang paling keren menurut saya adalah hilangnya iTunes. Ya, aplikasi tua itu sekarang sudah digantikan oleh tiga aplikasi yang berbeda: Music, Podcasts dan TV. Sebagian besar fungsi iTunes pada dasarnya terdapat di aplikasi Music, termasuk halnya akses ke layanan Apple Music dan iTunes Store.

Lalu bagaimana dengan fungsi sinkronisasi yang selama ini ditawarkan iTunes? Semuanya masih tersedia di ketiga aplikasi tersebut, tergantung jenis media yang terkait. Untuk fungsi backup, update maupun restore perangkat, semua itu sekarang malah bisa diakses langsung lewat sidebar Finder sesaat setelah perangkat tersambung.

macOS SideCar

Hal menarik lain yang ditawarkan Catalina adalah kapabilitas baru bagi para developer (API dan tools) yang memudahkan mereka untuk menyulap aplikasi iPad menjadi aplikasi Mac, termasuk halnya game. Ini berpotensi menambah jumlah aplikasi dan game yang menarik untuk platform Mac, sekaligus menghadirkan kembali yang sudah lama hilang, seperti aplikasi resmi Twitter misalnya.

Terakhir, ada pembaruan menarik terkait fitur accessibility. macOS Catalina dilengkapi fitur Voice Control, yang menurut klaim Apple, memungkinkan pengguna untuk sepenuhnya mengoperasikan Mac hanya dengan suaranya. Apple merancang sistem label dan grid supaya interaksi via suara ini dapat dilancarkan di semua aplikasi, dan proses pengolahan suaranya pun terjadi secara lokal di perangkat (tidak memerlukan bantuan koneksi internet).

Voice Control ini sebenarnya juga bakal tersedia di iOS maupun iPadOS. Premisnya pun sama persis, yakni memberikan keleluasaan bagi para pengguna difabel agar mereka dapat sepenuhnya mengoperasikan perangkat via perintah suara, termasuk mengaktifkan gesture macam swiping maupun scrolling.

Mac Pro generasi baru dan Pro Display XDR

Mac Pro

Suguhan paling menarik yang terakhir dari WWDC 2019 adalah generasi terbaru dari Mac Pro. Sebagian dari kita mungkin tahu bagaimana Mac Pro generasi sebelumnya yang berwujud bak tong sampah banyak mengecewakan konsumen akibat keterbatasanannya perihal upgrade komponen, dan ‘penyakit’ utama itu akhirnya sudah terobati berkat desain yang benar-benar baru.

Wujud keseluruhannya kini lebih menyerupai komputer desktop biasa. Dilihat dari berbagai sudut, tampang depannya memang sepintas mirip seperti parutan keju, akan tetapi Apple mengklaim desain ini sangat membantu sirkulasi udara di dalam sasis Mac Pro, sehingga perangkat bisa terus mengerahkan seluruh keperkasaannya sepanjang waktu tanpa harus ‘mengerem’ akibat panas yang berlebih.

Bagian atasnya dibekali sepasang handle agar perangkat mudah dipindahkan atau dibawa-bawa, lalu di tengah panel atasnya, terdapat handle kecil sekaligus mekanisme pengunci yang dapat diputar lalu diangkat untuk ‘menelanjangi’ Mac Pro sepenuhnya, sehingga konsumen dapat mengakses komponen-komponennya dari segala sisi, memudahkan proses upgrade kala dibutuhkan.

Mac Pro

Namun masa upgrade buat Mac Pro generasi terbaru ini sepertinya masih cukup lama datangnya, sebab komponen-komponen di dalammnya benar-benar superior untuk saat ini. Kita mulai dari prosesornya dulu, konfigurasi termahalnya mencakup prosesor Intel Xeon W 28-core, sedangkan yang paling ‘murah’ masih ditenagai oleh prosesor 8-core.

Di sektor RAM, Mac Pro mengemas total 12 slot yang bisa diisi. Kalau budget bukan masalah, 12 slot RAM itu bisa dipasangi dengan masing-masing kartu 128 GB, memberikan total kapasitas RAM sebesar 1,5 TB. Sudah mirip dengan kapasitas storage komputer-komputer biasa.

Mac Pro

Beralih ke urusan grafis, Apple kembali memercayakan AMD, dan Mac Pro rupanya menjadi komputer pertama yang mengusung kartu grafis Radeon Pro Vega II. Bukan cuma satu, varian termahalnya bahkan bisa dijejali dua kartu beringas tersebut sekaligus, menghasilkan total daya komputasi sebesar 56 teraflop dan video memory sebesar 128 GB.

Bukan hanya itu saja, Apple turut membekali Mac Pro dengan accelerator card yang mereka juluki Afterburner. Afterburner bukanlah kartu grafis biasa, melainkan yang secara spesifik ditugaskan untuk urusan decoding video secara ekstrem.

Tidak tanggung-tanggung, Afterburner memungkinkan decoding hingga tiga video 8K ProRes RAW (file mentah langsung dari kamera) sekaligus, atau 12 video 4K ProRes RAW secara real-time. Ini berarti video-video tersebut dapat langsung diedit begitu saja tanpa perlu melalui proses proxy conversion terlebih dulu, yang sebelum ini dibutuhkan akibat keterbatasan hardware.

Pro Display XDR

Menemani komputer sangar itu adalah monitor yang tak kalah sangar yang dijual terpisah: Pro Display XDR. XDR merupakan singkatan dari Extreme Dynamic Range, mengindikasikan kapabilitas superiornya dalam hal menampilkan gambar yang berkualitas lebih bagus lagi daripada HDR.

Perangkat ini mengandalkan panel LCD 32 inci beresolusi 6016 x 3384 pixel (6K), lengkap dengan dukungan penuh atas spektrum warna P3 dan warna 10-bit. Meskipun tidak memakai panel berjenis OLED, Pro Display XDR dilengkapi sistem direct backlighting dengan tingkat kecerahan yang mampu menembus angka 1.600 nit, tidak ketinggalan pula rasio kontras yang mencapai 1:1.000.000.

Dua hardware berlabel “Pro” ini jelas tidak ditujukan untuk konsumen biasa. Itulah mengapa harganya luar biasa: Mac Pro dibanderol mulai $5.999 untuk konfigurasi paling rendahnya, sedangkan Pro Display XDR dihargai mulai $4.999, dan itu belum termasuk dudukannya, yang ternyata harus ditebus lagi secara terpisah seharga $999. Keduanya bakal dipasarkan mulai musim semi mendatang.

Sumber: Apple.

Apple Rilis iPod Touch Generasi Baru dengan Performa Sekelas iPhone 7

Saya sama sekali tidak menyalahkan apabila Anda sudah lupa dengan keberadaan iPod Touch. Maklum, generasi terakhir (keenam) perangkat tersebut dirilis hampir empat tahun yang lalu. Namun percaya atau tidak, Apple baru saja merilis iPod Touch generasi ketujuh.

Tampilan luarnya sama sekali tidak berubah, masih dengan layar sentuh IPS mungilnya (4 inci) yang beresolusi 1136 x 640 pixel. Bezel atas maupun bawahnya tidak menyusut, dan tombol Home-nya pun tetap pada posisi yang sama seperti sebelum-sebelumnya.

Yang dirombak adalah spesifikasinya; iPod Touch generasi ketujuh mengemas chipset A10 Fusion, chipset yang sama persis seperti yang terdapat pada iPhone 7. Oke, iPhone 7 memang sudah hampir tiga tahun usianya, tapi setidaknya performa sekelas itu sudah cukup untuk menghidangkan fitur-fitur seperti augmented reality (AR) dan Group FaceTime di iPod Touch.

iPod Touch 7th Gen

Di samping itu, kehadiran performa sekelas iPhone 7 berarti iPod Touch generasi terbaru ini bisa digunakan untuk menikmati layanan gaming subscription Apple Arcade. Anggap saja Anda sama sekali tidak memiliki hardware buatan Apple namun ingin mencicipi gamegame eksklusif yang ditawarkan layanan tersebut, maka iPod Touch generasi ketujuh ini bisa menjadi salah satu alternatif murahnya.

Semurah apa memangnya? Mulai $199 untuk varian berkapasitas 32 GB, $299 untuk kapasitas 128 GB, dan $399 untuk kapasitas $399. Pilihan warnanya sendiri ada enam: Space Gray, emas, silver, pink, biru, dan merah.

Sumber: Apple.

Powerbeats Pro dari Beats by Dre Ibarat AirPods Versi Sporty

Apple merilis AirPods generasi kedua baru-baru ini. Namun ternyata itu bukan satu-satunya true wireless earphone anyar yang mereka siapkan, sebab mereka baru saja memperkenalkan anggota terbaru dari brand Beats by Dre, yakni Powerbeats Pro.

Powerbeats Pro adalah suksesor langsung dari Powerbeats 3 Wireless, yang kala itu juga dirilis tak lama setelah Apple menyingkap AirPods generasi pertama. Bedanya, tentu saja, Powerbeats Pro tak lagi mengemas seuntai kabel pun. Dari bentuknya, kita boleh menganggapnya sebagai versi sporty dari AirPods.

Powerbeats Pro

Sporty karena ia masih mengusung earhook seperti pendahulunya, sehingga perangkat semestinya bisa jauh lebih stabil di telinga pengguna ketimbang AirPods. Pada bagian luar earpiece kiri sekaligus kanannya, terdapat kontrol atas volume dan playback. Secara keseluruhan, desain Powerbeats Pro tampak jauh lebih modern ketimbang Powerbeats 3 Wireless.

Lebih lanjut, Powerbeats Pro rupanya juga lebih ringkas; dimensinya diklaim 23 persen lebih kecil, sedangkan bobotnya 17 persen lebih ringan ketimbang Powerbeats 3. Terlepas dari wujudnya yang ringkas, Powerbeats Pro cukup mengesankan soal daya tahan baterai; dalam satu kali pengisian, ia mampu dipakai memutar musik selama 9 jam nonstop.

Powerbeats Pro

Setelahnya, charging case yang mendampinginya masih bisa menyuplai hingga 15 jam daya ekstra. Ini semua berkat penggunaan chip Apple H1 seperti yang tertanam pada AirPods generasi kedua. Dibandingkan chip Apple W1 milik Powerbeats 3, chip H1 memang lebih irit daya, serta memungkinkan perwujudan fitur seperti “Hey Siri”.

Lebih sporty dan lebih awet baterainya daripada AirPods, semestinya Powerbeats Pro ini juga dibanderol lebih mahal. Betul sekali, Beats mematok harga $250 saat produknya dipasarkan mulai bulan Mei nanti.

Sumber: The Next Web.

Apple Batal Rilis Wireless Charger Pamungkasnya, AirPower

Apple belum lama ini meluncurkan AirPods generasi kedua, dan salah satu kelebihannya adalah bagaimana charging case-nya dapat diisi ulang secara wireless. Jadi kalau sebelumnya charging case AirPods harus mengandalkan kabel Lightning, versi barunya ini cukup diletakkan saja di atas Qi wireless charger.

Bicara soal wireless charging, sebagian dari Anda mungkin ingat bahwa Apple pernah mengumumkan niatnya untuk merilis wireless charger pamungkas bernama AirPower. Pamungkas karena AirPower mampu mengisi ulang tiga perangkat sekaligus, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas.

Sayangnya, AirPower tak kunjung terealisasi meski Apple sudah menyinggungnya sejak September 2017. Banyak rumor berseliweran yang mengatakan Apple kesulitan mewujudkannya karena kendala teknis, spesifiknya bagaimana charging coil yang diposisikan berdekatan bakal mengakibatkan panas yang berlebih.

Misteri itu akhirnya terjawab, berdasarkan pernyataan via email yang didapat TechCrunch dari Apple. Apple secara resmi telah membatalkan AirPower, dengan alasan perangkat itu tidak bisa memenuhi standar tinggi yang Apple tetapkan – anggap saja eufemisme atas kendala teknis yang mereka hadapi seperti yang dirumorkan sebelumnya.

Panas yang berlebih tentu saja sangatlah berbahaya dan berpotensi merusak perangkat yang diisi ulang. Apple jelas tidak berani mengambil risiko, dan keputusan yang paling bijak adalah membatalkan proyek tersebut sepenuhnya daripada terus menyia-nyiakan waktu dan sumber daya lainnya.

Tentunya banyak konsumen yang kecewa dengan keputusan Apple ini, apalagi mengingat gambar AirPower sempat tertera di sejumlah boks penjualan AirPods generasi kedua. Dari situ bisa kita simpulkan juga bahwa keputusan pembatalan ini benar-benar sangat mendadak, dan baru diambil setelah AirPods generasi kedua resmi dipasarkan baru-baru ini.

Sumber: TechCrunch.

Apple Arcade Adalah Layanan Berlangganan untuk Bermain Game Sepuasnya di Perangkat iOS, Apple TV dan Mac

Apple baru saja merilis layanan yang sangat menarik. Namanya Apple Arcade, dan secara mendasar ini merupakan layanan berlangganan untuk bermain game sepuasnya. Sebelum Anda salah tangkap, Apple Arcade bukanlah layanan streaming game seperti Google Stadia.

Konsep yang ditawarkan Apple Arcade adalah menyuguhkan deretan game ekslusif kepada pengguna seluruh platform-nya. Namanya seluruh berarti bukan cuma iOS saja, tapi juga mencakup Apple TV dan Mac. Jadi dengan satu tarif berlangganan saja, pelanggan dapat memainkan koleksi game-nya di iPhone, iPad, Apple TV maupun Mac.

Semua game yang tersaji di Apple Arcade dapat dimainkan secara offline. Apple memastikan tidak ada lagi biaya tambahan yang harus ditebus pelanggan. Singkat cerita, semua game dalam Apple Arcade bebas dari in-app purchase maupun iklan, tidak seperti game di App Store yang mayoritas mengadopsi model free-to-play.

Juga menarik adalah dukungan sinkronisasi cloud. Jadi semisal Anda sedang memainkan suatu game di Apple TV, lalu ketika Anda meninggalkan kediaman, Anda bisa melanjutkan progress-nya di iPhone, demikian pula sebaliknya.

Apple Arcade

Namun yang paling menarik menurut saya adalah katalog game-nya. Pada awal peluncurannya nanti, Apple Arcade menjanjikan lebih dari 100 game baru. Bukan sekadar baru, tapi semua game tersebut juga bersifat eksklusif, alias hanya bisa dimainkan apabila Anda berlangganan Apple Arcade.

Sejumlah developer besar berhasil Apple gandeng, termasuk SEGA, Konami dan Lego. Hironobu Sakaguchi, sosok di balik lahirnya franchise Final Fantasy, juga berhasil Apple gaet untuk menggarap game berjudul Fantasia buat Apple Arcade.

Beyond a Steel Sky / Revolution Software
Beyond a Steel Sky / Revolution Software

Judul lain yang sangat menarik perhatian adalah Beyond a Steel Sky besutan Revolution Software, yang ternyata merupakan sekuel salah satu game adventure legendaris, Beneath a Steel Sky, karya developer asal Inggris yang sama.

Lewat siaran persnya, Apple bilang bahwa mereka juga turut berkontribusi atas biaya pengembangan yang dibutuhkan para developer. Saya pribadi menganggap ini merupakan bentuk investasi Apple agar mereka bisa mengamankan jatah eksklusif atas gamegame yang dirilis di Apple Arcade.

Rencananya, Apple Arcade baru akan tersedia mulai musim gugur mendatang di 150 negara sekaligus. Arcade nantinya dapat diakses lewat sebuah tab khusus di App Store, baik itu di iOS, tvOS maupun macOS. Sayang belum ada informasi terkait berapa tarif berlangganannya, tapi kalau melihat kualitas game yang dijanjikan beserta rekam jejak Apple, semestinya tarifnya bakal cukup mahal.

Sumber: Apple.