Grell TWS/1 Adalah TWS Premium dari Eks Desainer Headphone Senior Sennheiser

Di balik popularitas headphone audiophile Sennheiser macam HD 600, HD 650, HD 800, maupun HD 820, ada satu sosok jenius yang bertanggung jawab atas desain akustik dari masing-masing perangkat tersebut. Beliau adalah Axel Grell, seorang audio engineer senior yang memulai kiprahnya di Sennheiser sejak tahun 1991.

Namun setelah hampir tiga dekade mengabdi, Grell memutuskan untuk hengkang di tahun 2019 dan mendirikan perusahaannya sendiri, Grell Audio. Dua tahun berlalu, ia akhirnya telah siap memperkenalkan produk perdananya: Grell TWS/1.

Tidak bisa dimungkiri, kepiawaian Grell dalam mendesain headphone kelas atas merupakan daya tarik utama dari TWS ini. Tidak heran, terutama mengingat Grell juga merupakan desainer dari salah satu headphone termahal Sennheiser, yakni HE 1 yang dihargai $59.000.

Itulah mengapa custom dynamic driver 10,1 mm yang dimiliki perangkat ini langsung jadi sorotan. Komponen ini punya rentang frekuensi 6-22.000 Hz, dan profil suaranya dapat disesuaikan dengan preferensi masing-masing pengguna dengan menggunakan aplikasi pendamping bernama SoundID. Jadi usai pengguna menjalani tes singkat di aplikasi, pengaturannya akan langsung disimpan di TWS itu sendiri.

Sesuai standar TWS premium saat ini, Grell TWS/1 juga hadir membawa active noise cancellation (ANC), plus sebuah teknologi eksklusif racikan Grell yang dijuluki dengan istilah Noise Annoyance Reduction (NAR). Perangkat mengemas chipset Qualcomm QCC5141, dengan Bluetooth versi terbaru (5.2) beserta dukungan terhadap codec aptX, aptX Adaptive, maupun LHDC, di samping AAC dan SBC.

Dalam sekali charge, baterainya diklaim bisa tahan sampai 6 jam dengan ANC, atau 8 jam tanpa ANC. Dipadukan dengan charging case-nya, Grell TWS/1 tercatat memiliki daya tahan hingga 34 jam dengan ANC, atau 45 jam tanpa ANC. Charging case-nya sendiri bebas diisi ulang menggunakan kabel atau secara wireless.

Semua itu dikemas dalam bodi yang tahan air (IPX4) dengan bobot 7,3 gram. Desainnya tergolong minimalis dengan kesan industrial. Pada sisi luar masing-masing earpiece, ada panel sentuh yang terbuat dari bahan kaca guna menambah kesan premium. Mungkin cuma kebetulan, akan tetapi headphone Sennheiser HD 820 yang Grell rancang juga dibekali kaca pada sisi luar masing-masing earcup-nya.

Yang cukup mengejutkan, harganya ternyata tidak semahal yang saya bayangkan: $200 — lebih murah dari TWS flagship Sennheiser. Rencananya, Grell TWS/1 hanya akan dijual secara online melalui situs Grell Audio sendiri (plus Drop.com), tapi sayangnya mereka sejauh ini hanya melayani pengiriman ke Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman saja.

Sumber: Engadget.

Harganya Bersahabat, JLab JBuds Work Adalah Headset Nirkabel Kaya Fitur untuk Pekerja Kantoran

Bukan JLab namanya kalau produk yang dijualnya tidak ramah kantong. Produk terbaru mereka adalah sebuah headset nirkabel untuk kalangan pekerja kantoran, dan lagi-lagi mereka mematok harga yang amat bersahabat: $79.

Namun jangan sesekali tertipu oleh harganya. Headset bernama JBuds Work ini tergolong kaya fitur. Yang paling mencolok, ia datang membawa koneksi Bluetooth 5, lengkap dengan dukungan multipoint pairing. Jadi dalam waktu yang bersamaan, ia dapat dihubungkan ke dua perangkat yang berbeda, semisal smartphone dan laptop, sangat berguna dalam konteks bekerja.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah, panggilan telepon yang masuk dapat diterima secara otomatis hanya dengan menurunkan mikrofon yang terpasang pada earcup sebelah kanannya. Selesai berbicara, lipat kembali mic-nya ke atas untuk mengakhiri panggilan telepon.

JBuds Work turut dilengkapi tombol mute pada salah satu earcup-nya, sehingga Anda tidak perlu repot-repot mengingat posisi tombol mute di berbagai aplikasi video conference. Saat mic dalam kondisi mute, sebuah indikator LED di ujungnya akan menyala dalam warna merah.

Andai diperlukan, headset ini dapat digunakan dalam mode mono dengan melepas earcup sebelah kirinya. JBuds Work tercatat memiliki bobot 170 gram, dan itu berarti bobotnya bakal lebih enteng lagi saat salah satu earcup-nya dicopot, ideal untuk pemakaian dalam durasi yang lama.

Meski ringan, baterai JBuds Work terbilang sangat awet. Dalam sekali pengisian, JLab mengklaim daya tahan hingga 60 jam nonstop. Anggap Anda bekerja selama 9 jam per hari, itu berarti headset ini tidak perlu di-charge sama sekali selama dipakai dari hari Senin sampai Jumat, termasuk ketika ada sesi-sesi lembur sekalipun.

Charging-nya sudah menggunakan USB-C. Dalam paket penjualannya, JLab turut menyertakan kabel USB ke AUX (3,5 mm) agar perangkat dapat digunakan sebagai wired headset seandainya diperlukan. Oh ya, JBuds Work punya dua pengaturan equalizer (EQ); satu untuk bekerja (menelepon), satu untuk bersantai (mendengarkan musik). Untuk berganti mode EQ, pengguna cukup mengklik dan menahan kedua tombol volume yang terdapat pada earcup.

Sekali lagi, semua itu bisa didapat dengan harga $79 saja, atau kurang lebih sekitar 1,1 jutaan rupiah. Sayang sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaan JLab JBuds Work di pasar tanah air.

Sumber: Engadget.

AKG Ara Adalah Mikrofon USB Kelas Profesional untuk Kreator dengan Dana Terbatas

Banyaknya pilihan platform podcasting dan livestreaming membuat kegiatan berkarya jadi lebih mudah. Untuk memulai, yang dibutuhkan hanyalah niat. Lalu kalau sudah jalan, barulah kita bisa memikirkan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas konten yang dibuat. Salah satu caranya adalah dengan meng-upgrade kualitas audio.

Bagi yang selama ini masih mengandalkan mikrofon bawaan headset, opsi upgrade yang paling mudah adalah membeli mikrofon USB. Tidak perlu yang mahal-mahal, sebab dengan modal maksimum $100, kita sudah bisa mendapatkan mikrofon USB dengan kualitas jauh di atas bawaan headset. Salah satu contohnya adalah mic bernama AKG Ara berikut ini.

AKG Ara menawarkan dua pola penangkapan suara yang berbeda: cardioid dan omnidirectional. Cardioid fokus menangkap suara dari depan mikrofon, ideal untuk sesi livestreaming, sementara omnidirectional akan menangkap suara yang berasal dari segala arah, cocok untuk sesi podcasting atau rekaman dengan dua orang atau lebih.

Ara mampu menangkap audio dalam resolusi 24-bit/96kHz, sangat cukup untuk menghasilkan rekaman atau siaran langsung dengan suara yang jernih. Berbekal kabel USB-C ke USB-A, Ara kompatibel dengan perangkat apapun yang mendukung USB audio. Ara juga bisa disambungkan ke perangkat iOS maupun Android dengan bantuan adaptor (tidak termasuk dalam paket penjualannya).

Di sebelah port USB-C miliknya, pengguna juga bisa menemukan colokan headphone, berguna untuk memonitor audio yang ditangkap. Ara mempunyai dua kenop putar di sisi depannya; yang atas untuk memilih pola penangkapan suaranya tadi, yang bawah untuk mengatur volume. Kenop volumenya itu juga bisa ditekan untuk mute atau unmute.

Melihat desainnya secara keseluruhan, Ara tampak modern dengan sedikit sentuhan vintage. Selain menggunakan stand bawaannya, Ara juga mendukung sejumlah opsi mounting mikrofon yang umum dipakai dalam setup livestreaming maupun di studio.

AKG Ara saat ini telah dipasarkan dengan banderol $99. Di harga tersebut, saingan paling dekatnya adalah Yeti Nano besutan Blue Microphones.

Sumber: Engadget.

Razer Luncurkan Headset Gaming Kelas Bujet, Kaira X, Harganya Cuma $60

Razer meluncurkan headset gaming baru, yakni Kaira X. Kalau namanya terdengar familier, itu karena Anda pernah tahu mengenai Razer Kaira, headset gaming nirkabel yang dirilis tahun lalu untuk para pengguna Xbox.

Kaira X hadir dalam dua varian: Kaira X for Xbox dan Kaira X for PlayStation. Perbedaan di antara keduanya cuma perkara estetika saja; varian Xbox-nya tersedia dalam pilihan warna hitam dan sejumlah warna lain agar serasi dengan warna controller, sementara varian PlayStation-nya cuma ditawarkan dalam warna putih dengan aksen hitam.

Di luar penampilannya, kedua model Kaira X benar-benar identik, dengan kabel sepanjang 1,3 meter yang bisa dicolokkan ke perangkat apapun yang memiliki jack audio 3,5 mm. Kinerja audionya ditunjang oleh sepasang driver Razer TriForce berdiameter 50 mm. Branding TriForce itu merujuk pada kemampuannya menyetel frekuensi low, mid, dan high secara terpisah, bukan jadi satu seperti desain driver konvensional.

Untuk input suaranya, Kaira X mengandalkan mikrofon cardioid yang fleksibel, tapi tidak bisa dilepas-pasang. Mic-nya dapat di-mute atau unmute secara instan via sebuah tuas di belakang earcup sebelah kiri. Pengguna juga bisa menemukan kenop volume di bagian tersebut.

Kaira X mengemas bantalan telinga yang terbuat dari bahan memory foam, yang kemudian dibalut oleh kain breathable dengan motif honeycomb. Di angka 283 gram, bobot headset ini tergolong cukup standar. Oh ya, kalau Anda mencari RGB, headset ini bukan buat Anda.

Di Amerika Serikat, Razer Kaira X saat ini sudah dijual seharga $60 (± 855 ribuan rupiah), lebih murah $40 daripada versi nirkabelnya.

Pada kesempatan yang sama, Razer juga menyingkap sebuah charging dock untuk controller Xbox. Dock magnetis ini kompatibel dengan controller milik Xbox Series X|S, Xbox One, maupun controller Xbox Elite Series 1. Harganya dipatok $40, dan pilihan warnanya pun beragam, mengikuti variasi warna controller resmi Xbox.

Sumber: Razer.

Harga Tidak Sampai Sejuta, Logitech G435 Hadirkan Koneksi Lightspeed Wireless dan Bluetooth Sekaligus

Pasar headset gaming nirkabel dengan harga terjangkau ($100 ke bawah) terus bertambah panas. Setelah Razer dan JBL, kini giliran Logitech yang menghadirkan penawarannya di segmen ini lewat Logitech G435.

Tidak tanggung-tanggung, Logitech bahkan memasang harga yang lebih murah lagi, tepatnya $80. Menariknya, harga yang amat kompetitif itu tetap bisa diimbangi dengan fitur yang lengkap. Dari segi konektivitas misalnya, G435 tak hanya mendukung sambungan Lightspeed (wireless 2,4 GHz) via dongle USB-A saja, tapi ia juga dapat dihubungkan ke perangkat mobile via Bluetooth.

Selain PC, G435 juga ideal untuk digunakan bersama PlayStation 4 maupun PlayStation 5. Pasalnya, di samping mendukung Dolby Atmos dan Windows Sonic, G435 juga kompatibel dengan teknologi spatial audio Tempest 3D milik PS5.

Melihat desain dan materi-materi promosinya, G435 terkesan jenaka, dan ternyata ia memang tidak cuma ditargetkan untuk konsumen dewasa saja. Headset ini rupanya juga punya fitur ramah anak, yang ketika diaktifkan bakal membatasi volume maksimal menjadi 85 dB saja.

Desainnya pun sangatlah ringkas, dengan bobot tidak lebih dari 165 gram. Dari situ sudah bisa ditebak kalau sebagian besar strukturnya terbuat dari plastik. Menariknya, bagian-bagian plastik ini mencakup minimal 22 persen materi daur ulang, dan Logitech tidak segan menyebut G435 sebagai headset gaming nirkabel paling ramah lingkungan yang pernah mereka produksi.

Keunikan lain yang bakal kita jumpai pada desain G435 adalah absennya boom mic. Sebagai gantinya, ia justru mengandalkan sepasang mikrofon beamforming yang tertanam langsung di earcup. Untuk kinerja audionya, G435 mengandalkan sepasang driver berdiameter 40 mm.

Dalam sekali pengisian, baterainya bisa bertahan sampai sekitar 18 jam pemakaian. Charging-nya sudah mengandalkan USB-C, tapi sayang tidak ada informasi apakah ia dapat tetap digunakan selagi baterainya diisi ulang. Perlu dicatat juga, Anda tak akan menemukan jack audio 3,5 mm di headset ini.

Di Indonesia, Logitech G435 kabarnya akan dijual lengkap dalam tiga pilihan warna mulai bulan November 2021 dengan kisaran harga Rp929.000, lebih murah daripada kurs dolarnya. Menarik.

Sennheiser CX Plus True Wireless Hadirkan ANC di Harga yang Lebih Terjangkau

Sennheiser punya TWS baru. Namanya CX Plus True Wireless, dan ia terkesan lebih menarik ketimbang CX 400BT True Wireless yang dirilis tahun lalu. Pasalnya, CX Plus punya banderol yang lebih terjangkau, tapi ia justru sudah dilengkapi dengan fitur active noise cancellation (ANC).

Di harga $180, CX Plus lebih murah $20 ketimbang CX 400BT saat pertama diluncurkan. Ia memang bukan TWS paling murah yang Sennheiser tawarkan sejauh ini — titel tersebut jatuh pada CX True Wireless yang dihargai $130 — akan tetapi ia jelas jauh lebih terjangkau daripada Momentum True Wireless 2 yang dibanderol seharga $300.

ANC tidak akan lengkap tanpa dibarengi oleh fitur transparency mode yang cara kerjanya berkebalikan, dan itu pun tersedia di sini. Jadi saat butuh ketenangan, pengguna tinggal mengaktifkan ANC. Sebaliknya, saat perlu mendengar suara di sekitarnya, mereka tinggal menyalakan transparency mode, tidak perlu melepas perangkat dari telinga.

Terkait kinerja audionya, CX Plus mengandalkan sebuah dynamic driver berdiameter 7 mm pada masing-masing earpiece-nya. Layaknya sebuah earphone premium, ia menjanjikan “bass yang mantap, mid yang jernih dan natural, serta treble yang mendetail”. Di tiap earpiece-nya, pengguna juga dapat menemukan dua buah mikrofon.

Dari segi konektivitas, CX Plus sudah mengadopsi versi terbaru Bluetooth 5.2, lengkap dengan dukungan atas codec SBC, AAC, aptX, dan aptX Adaptive. Perangkat dapat digunakan secara terpisah antara unit sebelah kiri dan kanannya, dan ia juga dibekali fitur Smart Pause yang akan menghentikan jalannya audio secara otomatis ketika perangkat dilepas dari telinga, lalu memutarnya lagi saat perangkat kembali dikenakan.

Secara desain, CX Plus kelihatan mirip seperti CX True Wireless. Bodinya secara keseluruhan tahan air dengan sertifikasi IPX4, dan sisi luar masing-masing earpiece-nya telah dibekali panel sentuh kapasitif untuk memudahkan pengoperasian.

Total daya tahan baterai CX Plus bersama charging case-nya diklaim bisa mencapai angka 24 jam. Sayang sekali Sennheiser tidak merincikan seberapa lama TWS-nya sendiri bisa bertahan dalam sekali pengisian. Sebagai konteks, CX True Wireless yang tidak dibekali ANC menawarkan daya tahan hingga 9 jam per charge, atau total 27 jam.

Seperti yang sudah disebutkan, Sennheiser CX Plus True Wireless akan dijual seharga $180. Pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai 28 September, dan konsumen dapat memilih antara warna hitam dan putih.

Sumber: Sennheiser.

JBL Quantum 350 Wireless Ramaikan Pasar Headset Gaming Nirkabel Terjangkau

Razer Barracuda X yang dirilis pada bulan Juli lalu pada dasarnya membuktikan bahwa headset gaming nirkabel tidak selamanya harus mahal. Kalau brand sekelas Razer saja bisa menawarkan headset wireless dengan harga sekompetitif $100, brand lain pun semestinya juga bisa.

Tanpa perlu berlama-lama, JBL pun langsung merespon. Headset gaming nirkabel terbarunya, JBL Quantum 350 Wireless, juga dihargai $100, paling terjangkau di antara lineup headset nirkabel JBL

Dari segi estetika, desain Quantum 350 tergolong sangat simpel, terutama jika dibandingkan dengan Quantum 600 atau Quantum 800, yang masing-masing memang dibanderol jauh lebih mahal. Kalau Anda mencari pencahayaan RGB, maka Quantum 350 bukan untuk Anda.

Di angka 252 gram, bobot Quantum 350 termasuk sangat ringan. Pada masing-masing earcup-nya, pengguna dapat menjumpai bantalan memory foam yang dibungkus oleh kulit sintetis. Seperti kebanyakan headset gaming, Quantum 350 mengandalkan sepasang driver dengan diameter 40 mm. Pengguna juga dapat mengutak-atik output suaranya lebih lanjut menggunakan software JBL QuantumEngine.

Di sisi input, Quantum 350 mengandalkan sebuah boom mic yang dapat dilepas-pasang. Sertifikasi resmi dari Discord mengindikasikan bahwa kinerja mikrofonnya cukup bisa diandalkan. Untuk mute atau unmute, pengguna bisa langsung memanfaatkan tombol di earcup sebelah kirinya, persis di depan kenop untuk mengatur volume.

Menggunakan dongle USB standar 2,4 GHz, Quantum 350 dipastikan sepenuhnya kompatibel dengan PC, PS4, PS5, maupun Nintendo Switch. Dalam posisi baterai terisi penuh, ia sanggup beroperasi selama 22 jam pemakaian.

Sesuai standar 2021, port charging-nya sudah menggunakan USB-C, dan ia pun turut mendukung teknologi pengisian cepat (5 menit untuk 1 jam pemakaian). Selagi dicas, Quantum 350 juga tetap dapat digunakan seperti biasa.

Seperti yang sudah disebutkan, JBL Quantum 350 Wireless akan dijual dengan banderol resmi $100, atau kurang lebih sekitar 1,4 jutaan rupiah. Sayang sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaannya di Indonesia. Sebagai perbandingan, Razer Barracuda X saat ini sudah bisa dibeli dengan harga Rp1.699.000.

Sumber: Harman.

Boss Waza-Air Bass Adalah Headphone Nirkabel Sekaligus Amplifier Gitar Bas Elektrik

Sekitar dua tahun silam, produsen pedal gitar elektrik asal Jepang, Boss, meluncurkan amplifier gitar nirkabel yang sangat unik. Unik karena bentuknya sama sekali tidak menyerupai amplifier pada umumnya, melainkan berupa sebuah headphone wireless.

Produk bernama Boss Waza-Air itu sepertinya menuai respon yang cukup positif. Buktinya, anak perusahaan Roland tersebut baru saja memperkenalkan Boss Waza-Air Bass. Sesuai tebakan, ini adalah produk yang serupa, tapi yang ditujukan buat para pemain gitar bas elektrik.

Otomatis cara kerja perangkatnya masih sama: tancapkan unit transmitter 2,4 GHz ke gitar bas, maka suara yang dihasilkan dapat langsung pengguna dengarkan melalui headphone secara wireless dengan latensi yang amat rendah. Juga masih dipertahankan adalah gyroscope untuk melacak posisi kepala pengguna dan mewujudkan efek suara spasial (3D audio).

Seperti halnya Waza-Air, kapabilitas Waza-Air Bass baru bisa maksimal jika ditandemkan dengan aplikasi Boss Tone Studio di smartphone atau tablet (iOS dan Android). Lewat aplikasi ini, pengguna dapat memilih dari lima tipe amp yang tersedia, serta lebih dari 30 efek suara yang dioptimalkan untuk gitar bas.

Aplikasi turut menawarkan 10 drum pattern yang berbeda untuk mendampingi sesi slapping pengguna, atau bisa juga dengan diiringi oleh metronom yang mempunyai 32 variasi ritme. Alternatifnya, berhubung Waza-Air juga dapat difungsikan sebagai headphone Bluetooth, pengguna pun juga bisa jamming bersama lagu-lagu favoritnya di smartphone.

Waza-Air Bass menyalurkan semua itu ke telinga via sepasang driver berdiameter 50 mm. Earcup-nya yang besar (over-ear), plus headband yang lebar dimaksudkan supaya pengguna betah berlama-lama memakainya. Maksimum sampai 5 jam sebelum baterainya harus diisi ulang. Saat sedang tidak digunakan, earcup-nya dapat dilipat ke dalam untuk memudahkan penyimpanan.

Di Amerika Serikat, Boss Waza-Air Bass sudah dipasarkan seharga $450, atau $50 lebih mahal daripada versi yang diperuntukkan gitar biasa.

Sumber: MusicRadar.

JBL Flip 6 Hadir Membawa Peningkatan Signfikan dari Segi Fisik dan Kualitas Suara

Dengan desain silindris yang ringkas, wajar apabila seri JBL Flip jadi salah satu speaker portabel yang cukup populer di pasaran. Setelah 9 tahun eksis, seri ini telah menginjak generasi yang keenam, dan bersamanya, hadir dua penyempurnaan yang amat signifikan.

Yang pertama, JBL Flip 6 hadir membawa bodi yang lebih kokoh lagi ketimbang pendahulunya. Kalau Flip 5 tahan air dengan sertifikasi IPX7, Flip 6 selevel lebih tinggi dengan sertifikasi ketahanan air dan debu IP67. Artinya, Flip 6 tak hanya siap diceburkan ke kolam renang, melainkan juga diajak bersantai di pantai.

Rancangan yang lebih rugged ini tentu membuatnya semakin fleksibel untuk dibawa-bawa. Logo JBL di sisi depannya kini jauh lebih besar, dan konsumen kini dapat memilih dari sembilan opsi warna yang tersedia.

Penyempurnaan signifikan yang kedua tidak dapat kita lihat, tetapi harus kita dengarkan. Flip 6 mengemas sepasang passive radiator, sebuah woofer, dan tweeter terpisah untuk menghasilkan kualitas suara yang lebih baik di semua rentang frekuensi (low, mid, high).

JBL turut menjanjikan output daya yang lebih besar. Sebagai konteks, Flip 5 sebelumnya mampu menggelontorkan daya sebesar 20 W. Perubahan yang terakhir adalah Bluetooth 5.1, menggantikan Bluetooth 4.2 yang terpasang pada generasi sebelumnya.

Semua itu tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap daya tahan baterai. Dalam sekali pengisian, Flip 6 diyakini sanggup memutar musik hingga 12 jam nonstop. Angka tersebut sama persis seperti yang dicatatkan pendahulunya, padahal Flip 6 diklaim lebih powerful. Kemungkinan besar, ini berkaitan dengan penggunaan Bluetooth versi kelima.

Dukungan atas fitur JBL PartyBoost tetap tersedia, yang berarti dua atau lebih Flip 6 dapat dihubungkan secara nirkabel untuk memutar musik bersama-sama dari satu sumber audio. Rencananya, JBL Flip 6 akan tersedia di pasaran mulai November 2021. Harganya $130, cuma $10 lebih mahal dari Flip 5.

Sumber: SlashGear dan JBL.

Jabra Luncurkan Trio TWS Baru: Jabra Elite 7 Pro, Elite 7 Active, dan Elite 3

Portofolio TWS Jabra terus bertambah lengkap. Yang terbaru, pabrikan asal Denmark tersebut memperkenalkan tiga TWS sekaligus: Elite 7 Pro, Elite 7 Active, dan Elite 3. Ketiganya disiapkan sebagai pengganti seri Elite 65t dan Elite 75t (yang bakal stop dijual pada akhir 2021), sementara Elite 85t masih akan terus dipasarkan seperti biasa.

Di posisi teratas, ada Jabra Elite 7 Pro yang ditargetkan untuk konsumen yang rutin berkomunikasi via telepon. Keunggulan utamanya terletak pada teknologi yang Jabra sebut dengan istilah MultiSensor Voice, yang menandemkan empat buah mikrofon dengan sensor bone conduction dan algoritma cerdas untuk menangkap suara pengguna sejernih mungkin, bahkan di tempat yang paling sibuk sekalipun.

Jabra Elite 7 Pro / Jabra

Sebagai TWS premium, Elite 7 Pro tentu turut dibekali active noise cancellation (ANC) dan transparency mode, tidak ketinggalan pula fitur multipoint pairing. Daya tahan baterainya mampu mencapai angka 9 jam nonstop (dengan ANC), atau sampai 35 jam kalau digabung dengan total daya milik charging case-nya. Hebatnya lagi, semua itu dikemas dalam bodi yang 16% lebih ringkas ketimbang Elite 75.

Beralih ke Jabra Elite 7 Active, dari namanya sudah jelas kalau model ini ditujukan untuk mereka yang rajin berolahraga. Yang unik dari Elite 7 Active adalah coating khusus bertajuk ShakeGrip, yang dirancang agar ia bisa stabil dan tidak mudah terlepas dari telinga tanpa perlu mengandalkan komponen sirip ekstra yang kerap kita jumpai pada mayoritas TWS sporty lain.

Jabra Elite 7 Active / Jabra

Terkait kinerja dan fiturnya, Elite 7 Active menjanjikan pengalaman yang hampir setara dengan Elite 7 Pro. Kecuali sistem MultiSensor Voice itu tadi, semua keunggulan yang Elite 7 Pro tawarkan — mulai dari ANC, multipoint pairing, sampai baterai yang begitu awet — juga dapat konsumen jumpai di Elite 7 Active.

Itulah mengapa banderol harga kedua TWS ini tidak terpaut terlalu jauh: Elite 7 Pro dibanderol $199, sedangkan Elite 7 Active dibanderol $179. Keduanya dijadwalkan masuk ke pasaran mulai 1 Oktober 2021.

Jabra Elite 3 / Jabra

Kalau duo Elite 7 itu dirasa kemahalan, maka konsumen bisa melirik Jabra Elite 3. Dengan harga jual resmi $79, Elite 3 adalah TWS paling murah yang pernah Jabra rilis selama ini. Perangkat mengandalkan sepasang driver 6 mm dan empat buah mikrofon, lengkap beserta dukungan atas codec aptX HD.

Elite 3 tidak dibekali ANC maupun multipoint pairing, tapi uniknya ia masih dilengkapi transparency mode. Dalam sekali pengisian, baterai Elite 3 kuat sampai 7 jam pemakaian, sementara charging case-nya sanggup mengisi ulang perangkat sampai sebanyak tiga kali (total daya tahan 28 jam). Dengan sertifikasi IP55, Elite 3 siap digunakan di tengah hujan deras.

Jabra Elite 3 sudah bisa dibeli mulai sekarang. Namun yang menarik, Jabra ternyata masih punya niatan untuk merilis TWS yang lebih terjangkau lagi, yakni Elite 2, di sejumlah negara terpilih. Seberapa murah harganya masih belum diketahui, tapi yang pasti perbedaannya mencakup jumlah mikrofon (cuma dua) dan kapasitas charging case-nya (cuma bisa mengisi sebanyak dua kali).

Sumber: CNET dan Jabra.