Magic Leap Ungkap AR Headset Generasi Keduanya, Lebih Kecil tapi Lebih Canggih

Lama tidak terdengar kabarnya, produsen augmented reality (AR) headset Magic Leap kembali menjadi buah bibir setelah mengumumkan bahwa mereka telah menerima pendanaan baru sebesar $500 juta.

Melalui sebuah op-ed, CEO Magic Leap, Peggy Johnson, mengungkap rencana perusahaan untuk meluncurkan AR headset generasi keduanya, Magic Leap 2, tahun depan. Menurutnya, Magic Leap 2 bakal jadi AR headset paling kecil dan paling ringan yang tersedia buat kalangan enterprise.

April lalu, dalam sebuah wawancara bersama Protocol, Peggy juga sempat bilang bahwa dimensi Magic Leap 2 hanya sekitar separuh pendahulunya, dengan bobot 20% lebih ringan. Kendati demikian, field of view yang disajikan display-nya justru dua kali lebih luas.

Juga menarik adalah fitur yang dinamai segmented dimming, yang memungkinkan perangkat untuk meredupkan background (kondisi lingkungan di sekitar pengguna) sehingga konten AR bisa tetap terlihat jelas dalam setting pencahayaan yang terang.

Sejauh ini belum ada informasi kapan pastinya di tahun 2022 Magic Leap 2 bakal tersedia dan berapa harganya, tapi yang pasti AR headset ini hanya akan tersedia untuk konsumen-konsumen enterprise.

Seperti diketahui, Magic Leap memang sudah pivot ke segmen enterprise sejak akhir 2019. Kliennya kini mencakup perusahaan-perusahaan dari berbagai macam industri, mulai dari Ericsson sampai Farmers Insurance. Di saat yang sama, Magic Leap juga menjalin kemitraan strategis bersama perusahaan-perusahaan seperti Google Cloud, PTC, Nvidia, dan VMWare.

Peggy menekankan bahwa pengaplikasian AR headset di segmen enterprise bukan lagi sebatas konsep abstrak. Pengadopsiannya sekarang sudah meliputi industri-industri vital seperti kesehatan, manufaktur, dan sektor publik.

Menariknya, Peggy juga sempat menyinggung mengenai implementasi teknologi yang Magic Leap kembangkan di ranah konsumen umum. Menurut Peggy, mereka telah menerima banyak permintaan dari berbagai pihak untuk membeli lisensi teknologi Magic Leap, dan mereka akan terus mengejar peluang-peluang ini, dengan catatan itu dapat membantu memperkuat posisi mereka di pasar enterprise.

Sumber: Magic Leap via Gizmodo.

OPPO INNO DAY Jadi Panggung Demonstrasi Atas AR Headset, Router 5G, dan Beragam Inovasi Teknologi Lainnya

Menjelang pergantian tahun, OPPO menggelar event tahunan baru bertajuk OPPO INNO DAY guna mendemonstrasikan beragam inovasi teknologi yang mereka siapkan dalam menyambut tahun depan. Tema yang diangkat adalah “Create Beyond Boundaries”, dan seperti yang bisa kita tebak, sebagian besar inovasinya berkaitan dengan teknologi 5G, namun beberapa juga menyentuh ranah augmented reality (AR) dan Internet of Things (IoT).

Guna menyambut tren 5G, OPPO pun memperkenalkan router Wi-Fi pintar yang mendukung teknologi tersebut. Berbekal modem Snapdragon X55, router ini dapat dijejali kartu SIM 5G. Dari kacamata sederhana, menggunakan perangkat ini berarti konsumen dapat menikmati kecepatan teknologi 5G melalui jaringan Wi-Fi, sangat berguna seandainya mereka masih memakai ponsel 4G.

Router OPPO 5G CPE / OPPO
Router OPPO 5G CPE / OPPO

OPPO bilang router ini mampu mengakomodasi lebih dari 1.000 perangkat yang terhubung, baik dalam mode jaringan standalone (SA) maupun non-standalone (NSA), membuatnya ideal dijadikan sebagai hub untuk ekosistem smart home. Perangkat ini rencananya akan dipasarkan pada kuartal pertama tahun depan, kemungkinan besar berbarengan dengan smartphone flagship-nya yang mengunggulkan chipset terbaru Qualcomm.

Lanjut ke ranah berikutnya, OPPO turut mengumumkan OPPO AR Glass yang mengemas tiga kamera (dua fisheye dan satu standar), sensor time-of-flight (ToF) untuk mengukur kedalaman, serta diffractive waveguide, yang diyakini sebagai salah satu teknologi display terbaik untuk augmented reality. Juga menarik adalah bagaimana pengguna dapat menavigasikan konten tanpa bantuan controller.

OPPO AR Glass / OPPO
OPPO AR Glass / OPPO

Wujudnya mengingatkan saya pada Microsoft HoloLens ketimbang Magic Leap One, dan OPPO bilang perangkat ini telah mengandalkan teknologi 3D surround sebagai sistem audionya. Seperti router 5G-nya, AR Glass juga dijadwalkan hadir di pasaran pada kuartal pertama tahun depan.

Dalam acara yang sama, OPPO turut mengungkapkan rencananya untuk merilis smartwatch dan true wireless earphone di kuartal pertama 2020. Wujud sekaligus detail lengkapnya masih disimpan baik-baik oleh OPPO, namun mereka menjanjikan bahwa smartwatch-nya bakal berperan sebagai ekstensi dari smartphone dengan bekal kapabilitas AI dan deep learning.

Di segmen smartphone sendiri, OPPO memamerkan prototipe ponsel yang tak memiliki notch maupun kamera pop-up. Sebagai gantinya, kamera depannya disembunyikan di balik layar. Dilansir oleh GSM Arena yang berkesempatan mencoba, modul kameranya masih kelihatan saat area layar di sekitarnya menampilkan warna-warna cerah, tapi tidak demikian saat menampilkan warna gelap.

Dibandingkan generasi pertama teknologinya yang OPPO pamerkan di bulan Juni kemarin, teknologi under-screen camera terbaru ini dapat menyerap cahaya lebih banyak, dan tim riset OPPO pun terus menyempurnakan desain panel OLED yang digunakan demi memaksimalkan kinerja kamera depan tersembunyi ini.

OPPO AR Glass

Dari event ini sebenarnya bisa kita simpulkan bahwa OPPO tak lagi segan keluar dari zona nyamannya demi memperluas portofolio produknya. Tidak tanggung-tanggung, OPPO bahkan sudah menyiapkan anggaran riset dan pengembangan sebesar 50 miliar yuan (± Rp 99,5 triliun) untuk berbagai segmen teknologi, tidak melulu smartphone saja.

Pernyataan dari founder sekaligus CEO OPPO, Tony Chen, berikut ini adalah yang paling gamblang: “OPPO lebih dari sekadar produsen smartphone sejak awal. Pada kenyataannya, smartphone hanya sebatas pintu gerbang untuk menghadirkan berbagai macam portofolio layanan teknologi. Bagi OPPO dan bahkan seluruh industri, tidak akan ada perusahaan yang hanya berfokus pada smartphone saja.”

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6.

Microsoft HoloLens 2 Kabarnya Bakal Diumumkan pada Event MWC 2019

Kalau ditanya apa kekurangan terbesar Microsoft HoloLens di samping viewing angle yang sempit, saya yakin banyak yang bakal menjawab harganya kelewat mahal. Dengan banderol paling murah $3.000, HoloLens jelas bukan produk untuk kalangan mainstream, dan Microsoft sendiri menyadari bahwa itu harus diwujudkan secara bertahap.

HoloLens tidak lain dari produk generasi pertama, jadi wajar kalau ia memiliki banyak kekurangan. Microsoft tentu sudah belajar banyak, dan untuk HoloLens 2, mereka kabarnya sudah menyiapkan solusi agar harga jualnya tidak melambung seperti pendahulunya, yakni dengan menggunakan chipset Qualcomm Snapdragon 850.

Andai benar, ini berarti HoloLens 2 punya performa yang setara dengan laptop yang berprinsip always-on. Namun tentu chipset saja baru secuil dari cerita utuhnya, dan sejauh ini hampir semua kabar yang beredar baru sebatas spekulasi.

Yang lebih menarik justru adalah rumor mengenai kapan Microsoft bakal menyingkap HoloLens 2. Laporan terbaru menunjuk tanggal 24 Februari, tepatnya pada event Mobile World Congress 2019 di kota Barcelona.

Keyakinan publik didasari oleh nama salah satu pembicara yang akan mengisi acara tersebut: Alex Kipman, sosok yang dikenal akan pengalamannya mengerjakan HoloLens generasi pertama. Sesi beliau sudah pasti akan mengangkat topik HoloLens, meski tidak ada yang berani memastikan apakah Microsoft bakal mengumumkan HoloLens 2 secara resmi ketika itu, atau sekadar memberikan teaser saja.

Sumber: VentureBeat dan Neowin.

AR Headset Magic Leap One Versi Developer Resmi Dipasarkan

Setelah bertahun-tahun lamanya, Magic Leap pada akhirnya menjawab keraguan banyak orang lewat AR headset-nya, One. Kini mereka sudah siap menyebarkannya ke kalangan developer lewat peluncuran resmi Magic Leap One Creator Edition.

Mengenai hardware, paket penjualannya mencakup semua yang disingkap menjelang akhir tahun lalu, mulai dari headset Lightwear, motion controller 6DoF, serta yang tidak kalah penting adalah unit komputer bernama Lightpack. Lightpack yang wujudnya mirip speaker Google Home Mini ini dimensinya kecil, tapi spesifikasinya termasuk luar biasa.

Utamanya, ada chipset Nvidia Parker yang mengemas prosesor 6-core dan GPU Nvidia Pascal dengan 256 CUDA core. RAM-nya berkapasitas 8 GB, sedangkan storage-nya 128 GB (yang bisa dipakai cuma 95 GB). Baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 3 jam penggunaan, dan charging-nya mengandalkan USB-C.

Magic Leap One Creator Edition

Magic Leap juga menyinggung lebih banyak soal LuminOS, sistem operasi yang dijalankan oleh One, beserta sejumlah konten hasil garapan mereka sendiri yang sudah tersedia. Berhubung Creator Edition ini ditujukan buat para developer, jumlah kontennya belum banyak dan hanya dimaksudkan sebagai preview atau inspirasi buat mereka.

Sejauh ini ada tiga konten preview yang bisa dijajal oleh para developer. Yang pertama adalah Tonandi, yang dideskripsikan sebagai pengalaman eksplorasi audio-visual yang interaktif. Tonandi ini merupakan hasil kolaborasi Magic Leap dengan band kondang asal Islandia, Sigur Ros.

Magic Leap One Creator Edition

Kedua, ada Create yang digambarkan sebagai pengalaman mixed reality tipe sandbox. Pada dasarnya kita bisa menciptakan apa saja di sini, betul-betul sesuai dengan namanya. Yang terakhir dan yang mungkin paling dinanti-nanti adalah game berjudul Dr. Grordbort’s Invaders, yang teaser versi demonya sudah ada sejak lama. Untuk proyek yang terakhir ini, Magic Leap menggandeng maestro CGI di industri perfilman, Weta Workshop.

Di Amerika Serikat, Magic Leap One Creator Edition saat ini sudah dipasarkan dalam jumlah terbatas seharga $2.295 – lebih terjangkau dari Microsoft HoloLens, tapi tetap saja masih sangat mahal. Semoga saja versi consumer-nya jauh lebih murah dari itu.

Sumber: Magic Leap.

AR Headset AntVR Mix Janjikan Sudut Pandang yang Luas dan Tracking Terintegrasi

Sebelum kita melihat HoloLens 2 terealisasi, sepertinya kita bakal lebih dulu berjumpa dengan alternatifnya yang tak kalah menarik. Datang dari Negeri Tirai Bambu, AR headset bernama Mix ini dibuat oleh pabrikan yang sudah cukup berpengalaman di bidang pengembangan VR headset, yaitu AntVR.

Faktor pembeda AntVR Mix dari HoloLens yang paling utama adalah harganya. Di saat Microsoft menawarkan headset-nya ke para developer seharga $3.000, AntVR berencana memasarkan Mix dengan banderol mulai $500 saja, dimulai pada bulan depan melalui platform crowdfunding Kickstarter.

AntVR Mix

Meski berkali lipat lebih murah, Mix rupanya masih lebih superior ketimbang HoloLens di sejumlah aspek. Utamanya perihal field of view alias sudut pandang; HoloLens cuma terbatas di angka 35 derajat saja, sedangkan Mix menawarkan sudut pandang seluas 96 derajat, dan ini sempat mereka demonstrasikan langsung di hadapan pengunjung event Game Developers Conference bulan Maret lalu.

Mix menyajikan konten AR melalui display beresolusi 1200 x 1200 pada masing-masing mata, dengan refresh rate 90 Hz. Ia turut menjanjikan head tracking dengan dukungan six degrees-of-freedom (6DoF) dan tanpa bantuan hardware ekstra, demikian pula untuk hand tracking.

Andai diperlukan aksesori pendukung, Mix punya dua port USB yang bisa dimanfaatkan. Terkait konten, AntVR menjanjikan kompatibilitas penuh dengan platform SteamVR. Sejauh ini Mix terdengar begitu menarik, sayang barangnya baru akan merambah tangan konsumen pada akhir tahun nanti.

Sumber: VentureBeat.

Apple Dilaporkan Telah Mengakuisisi Startup Pengembang AR Headset, Vrvana

Berkat kehadiran ARKit di iOS dan ARCore di Android, kita dapat menikmati konten augmented reality yang jauh lebih baik ketimbang di tahun-tahun sebelumnya. Kendati demikian, masih banyak yang meyakini bahwa pengalaman terbaik hanya bisa disuguhkan oleh AR headset, bukan ponsel atau tablet.

Mengembangkan AR headset bukanlah pekerjaan mudah, bahkan ahli hardware sekelas Apple pun mengamini pendapat itu. Kepada The Independent, Tim Cook pernah mengatakan bahwa masih ada banyak tantangan yang harus diselesaikan untuk membangun AR headset yang benar-benar matang.

Apple sendiri memang sudah sejak cukup lama dirumorkan sedang menggodok AR headset, tapi seperti biasa mereka selalu bungkam mengenai pengembangan produk. Namun belakangan tanda-tanda bahwa rumor ini benar mulai terkuak sedikit demi sedikit, meski tentu saja belum ada yang berani memberikan jaminan.

Sejak tahun 2015, Apple telah mengakuisisi cukup banyak perusahaan maupun startup yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan industri AR maupun VR. Salah satu yang paling menonjol adalah akuisisinya atas SensoMotoric Instruments, pengembang teknologi eye tracking asal Jerman, di bulan Juni kemarin.

Vrvana Totem

Yang terbaru, Apple dilaporkan telah mengakuisisi startup asal Kanada bernama Vrvana dengan nilai sekitar $30 juta. Salah satu produk menarik yang dikembangkan oleh Vrvana adalah sebuah AR/VR headset bernama Totem, yang sampai sejauh ini baru berwujud prototipe dan belum sempat diproduksi secara massal.

Totem unik berkat kemampuannya bertransisi dari mode VR dan AR secara mulus. Tidak seperti Microsoft HoloLens yang mengandalkan teknologi proyeksi, Totem menggunakan panel OLED sebagai display-nya, lalu di luarnya terpasang sejumlah kamera untuk menyuguhkan six degrees-of-freedom (6DoF) tracking dan mengambil gambar lingkungan di sekitar ketika dalam mode AR.

Vrvana sendiri bukanlah perusahaan baru, melainkan yang sudah didirikan sejak 2005 meski perkembangannya kurang begitu mendapatkan sorotan. Saat dimintai komentar terkait akuisisi ini, Apple menolak memberikan pendapat, namun di saat yang sama juga tidak membantah.

Sumber: TechCrunch.

Mira Prism Ubah iPhone Anda Jadi AR Headset ala HoloLens

Tidak seperti VR headset, AR headset masih sangat terbatas pilihannya. Sejauh ini, dua yang bisa dikatakan paling potensial adalah Microsoft HoloLens dan Meta 2. Namun dengan banderol harga masing-masing $3.000 dan $950, yang bisa menikmatinya baru segelintir saja.

Hal ini menginspirasi sebuah startup bernama Mira untuk memikirkan bagaimana cara memboyong AR headset ke lebih banyak kalangan. Buah pemikiran mereka adalah Mira Prism, sebuah AR headset terjangkau berbasis mobile – cukup selipkan iPhone ke dalamnya, maka Anda sudah bisa menikmati konten AR secara lebih immersive.

Jelas sekali Mira Prism banyak terinspirasi oleh VR headset macam Samsung Gear VR atau Google Daydream View saat merancang mekanisme selip-menyelip itu. Selagi terpasang, apa yang ditampilkan di layar akan dipantulkan oleh sepasang cermin kecil dan diposisikan ulang di bagian depan lensa yang menutupi mata pengguna.

Mira Prism

Hasil akhirnya, pengguna dapat menikmati proyeksi objek virtual dalam sudut pandang seluas 60 derajat dan resolusi yang sama seperti layar iPhone itu sendiri (1334 x 750 pixel). Tidak hanya sekadar melihat saja, pengguna juga bisa berinteraksi dengan objek-objek tersebut dengan bantuan sebuah motion controller kecil yang sepintas kelihatan mirip seperti milik Daydream View.

Soal konten, mulai Agustus nanti para developer sudah bisa mengembangkan konten untuk Mira menggunakan SDK berbasis Unity-nya. Kehadiran ARKit di iOS 11 sudah pasti akan sangat membantu developer mempersiapkan deretan konten AR yang berkualitas.

Tidak kalah menarik adalah semacam fitur multiplayer sehingga pengguna dapat menikmati konten AR bersama pengguna lainnya, bahkan yang tidak memiliki headset Mira Prism sekalipun. Tentu saja, mereka yang tidak memiliki headset ini harus melihat konten AR dengan cara tradisional, yakni mengarahkan kamera ponsel dan melihat objek virtual-nya di layar.

Mira Prism

Secara fisik, Mira Prism sekilas tampak seperti versi mini dari Meta 2. Lensa plastik di bagian depannya bisa dilepas-pasang dengan sambungan magnet agar perangkat lebih mudah dibawa-bawa. Perangkat yang kompatibel adalah iPhone 6, iPhone 6S dan iPhone 7.

Lalu yang paling penting, seberapa terjangkau Mira Prism memangnya? Harga retail-nya dipatok $149, tapi yang tertarik melakukan pre-order dari sekarang hanya akan ditagih $99 saja.

Sumber: New Atlas dan Engadget.

Jakarta XR Meetup 6.0, Mengedukasi VR/AR untuk Sistem Edukasi

Kehadiran VR/AR di dunia digital di tahun 2016 menyajikan poros baru bagi sebagian aspek industri. Paska ledakan tersebut, ranah hiburan boleh jadi terlihat paling menonjol dalam hal penerapan VR/AR, meski di sisi lain, adopsi teknologi visualisasi ini dapat dinikmati untuk bidang lain seperti pemasaran, periklanan, hingga kemiliteran.

Lingkup pendidikan juga turut mencicipi teknologi VR/AR dalam pengembangannya, seperti dalam metode pengajaran yang dilakukan tenaga pendidik. Nah, untuk menyelaraskan dan mengkaji VR/AR bagi dunia edukasi, OmniVR kembali mengadakan meetup bernama Jakarta XR Meetup 6.0 yang bertajuk “VR/AR and Tech Education”, di Binus fX Campus, fX Sudirman lantai 6.

Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial
Nico Alyus, Co-founder OmniVR, dalam presentasinya / DailySocial

“Kenapa bukan VR tapi XR? Karena ‘X’ itu artinya extended. Jadi meetup ini enggak akan cuma membahas dunia virtual reality, tapi juga augmented reality dan mixed reality,” jelas Nico Alyus, Co-founder OmniVR yang secara sederhana menjelaskan perubahan nama dari Jakarta VR Meetup menjadi Jakarta XR Meetup.

Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial
Sidiq Permana bersama Project Tango-nya di panggung Binus fX / DailySocial

Dan seperti judulnya, Jakarta XR Meetup keenam ini secara menyeluruh bercerita mengenai pengembangan VR/AR yang dijahit dalam cakupan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari daftar empat pembicara malam itu yang berasal dari latar belakang profesi yang berbeda-beda namun masing-masing memiliki keahlian dan ketertarikan yang besar dalam dunia VR/AR.

Setelah dibuka oleh Nico, Head of Program of Games Application & Technology Binus University Michael Yoseph menjadi pembicara pertama malam itu. Sebagai seorang dosen, Yoseph tentunya menerangkan dari sudut pandang pendidikan, di mana ia berpendapat bahwa VR/AR secara nyata dapat menawarkan metode lain dalam mempelajari sesuatu. “Contohnya saat belajar sejarah atau ekosistem bawah laut. Kita tidak perlu ada di sana namun bisa merasakan pengalaman yang nyata untuk mempelajarinya,” ujarnya.

Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial
Sidiq bersama mereka yang antusias dengan Project Tanggo milik Google / DailySocial

Poin tersebut juga diamini oleh pembicara kedua Irving Hutagalung, Audience Evangelism Manager Microsoft Indonesia. Lulusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung ini beranggapan bahwa AR kini, misalnya, dapat membantu mempelajari organ tubuh dengan real-time interaction.

Membawa perspektif baru bagi VR/AR dalam dunia pendidikan, Dosen dari Telkom University Fat’hah Noor Prawita menjelaskan seputar virtual reality untuk disabilitas. “4,7% dari masyarakat Indonesia adalah penyandang tuna daksa,” ujar Fat’hah. Berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, para penyandang tuna daksa dan jenis difabel lainnya seringkali lebih memilih untuk beraktivitas dan bermain di dalam rumah.

Untuk itu, Fat’hah dan mahasiswanya kerap kali berkesempatan membuat proyek akhir studi dan bekerja sama dengan beberapa komunitas difabel dan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membuat produk VR/AR yang membantu kaum difabel untuk merasakan pengalaman akan banyak hal. “Seperti misalnya, kami membuat proyek virtual reality mengenai flying fox untuk mereka yang tuna daksa,” terangnya.

Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial
Merasakan pengalaman virtual reality bersama HTC VIve / DailySocial

Pembicara keempat ialah Sidiq Permana, seorang Google Developer Expert for Android yang malam itu menjelaskan Project Tango dari Google. Menurut Sidiq, saat mengembangkan produk AR, salah satu tantangan yang seringkali dihadapi ialah ketika pengguna melihat suatu objek, kemudian ia mengubah sudut pandangnya, objeknya seringkali hilang atau berpindah (drifting). “Nah, kemampuan ini yang dimiliki Google Tango; kemampuan mengingat dan merekam,” tutur Sidiq.

Sesi terakhir di acara bulanan keenam Jakarta XR Meetup ini merupakan sesi yang biasanya ditunggu-tunggu oleh para peserta meetup ini, yakni mencoba virtual reality device. Malam itu, tiga device tersedia untuk dicoba secara bebas oleh pengunjung Jakarta XR Meetup, antara lain Google Daydream, HTC Vive, dan Lenovo Phab 2 Pro Google Tango.

Disclosure: DailySocial adalah media partner dari event Jakarta XR Meetup 6.0.

Magic Leap Tunjukkan Kemudahan Berbelanja Online dengan Augmented Reality

Demam Pokemon Go menunjukkan bahwa teknologi augmented reality (AR) bisa menciptakan game yang adiktif ketika dieksekusi dengan baik. Kendati demikian, manfaat AR jauh dari sekadar gaming maupun hiburan, seperti yang didemonstrasikan oleh startup AR Magic Leap.

Dalam kunjungannya ke Tiongkok, CMO Magic Leap Brian Wallace mengungkapkan bahwa mereka tengah mengerjakan sebuah AR headset yang portable, ringan dan siap dipakai sepanjang hari. Ambisi mereka cukup besar, dimana headset ini diperkirakan bisa menggantikan peran smartphone sepenuhnya suatu hari kelak.

Selagi berdiskusi bersama CMO Alibaba Chris Tung – Alibaba merupakan salah satu investor terbesar Magic Leap – Brian juga sempat menunjukkan video yang mendemonstrasikan kegunaan AR headset Magic Leap dalam konteks belanja online. Video tersebut memang masih belum menujukkan wujud perangkat besutan Magic Leap, tapi paling tidak kita semakin paham kegunaannya dalam praktek sehari-hari.

Dalam video tersebut, kita bisa melihat seorang ibu hamil yang tengah berbelanja perlengkapan untuk kamar bayinya. Menggunakan perintah suara, ia dapat merincikan spesifikasi produk lampu tidur yang diinginkan, utamanya yang tingginya tidak melebihi 50 cm.

Sesudahnya, perangkat akan menampilkan deretan produk lampu tidur yang sesuai dengan spesifikasi yang diberikan sang ibu hamil. Tiap-tiap produk bisa di-display di atas meja guna mendapat gambaran seperti apa wujudnya di depan mata. Puas dengan salah satu model, sang ibu sekali lagi tinggal menggunakan perintah suara untuk mengonfirmasi pembelian.

Sebelum ini, Magic Leap sebenarnya sempat menunjukkan beberapa video demonstrasi terkait kebolehan perangkat AR yang mereka kembangkan, salah satunya adalah game bertipe shooter maupun karakter Star Wars dalam dunia nyata. Terlepas dari itu, mereka sepertinya masih belum punya ketertarikan untuk memberikan gambar teaser perangkat AR headset garapannya.

Sumber: Road to VR.