Mbiz Collaborates with Investree to Provide Financial Service

After previously reported in a strategic partnership with fintech lending, Mbiz officially announced Investree as the new associate to support financing for suppliers. Mbiz’ CEO, Rizal Paramarta said the company will be focused on supplier financing of SMEs in order to finalize the project through Mbiz platform and Mbizmarket.

“There are currently many SMEs having difficulty in meeting the client’s standard, [..] for being corporate and enterprise supplier, payment should be done after the project finished. In order to manage the financial system, they need a big amount of cash.”

He also mentioned the payment terms can affect business productivity in related companies, especially when the time does not meet the expectation or the current financial management terms. The issue might occur not only in SME-level but also suppliers with bigger management.

Adrian Gunadi, Investree’s CEO said the partnership with Mbiz considered as a strategic step on channel acquisition. The main objective is to reach broader coverage of SMEs in an efficient way.

“All borrowers will experience seamless lending process using integrated technology of Investree and Mbiz. They offer loans of Invoice Financing, Pre-Invoice Financing, and Buyer Financing. Those products are included in Investree‘s supply chain,” he said.

Although Mbiz has recently introduced its marketplace platform targeting SMEs called Mbizmarket, it can also be utilized by companies within the Mbiz ecosystem.

In terms of partnership extension with other financial institutions or fintech lending, Paramarta emphasized on its current focus to observe the strategic partnership with Investree. However, we keep the door open for those who want to collaborate with Mbiz.

Earlier, Mbiz has launched a leasing service with Tokyo Century Corporation, the biggest financing company in Japan.

Overall, the number of e-procurement players using Mbiz and Mbizmarket platform is increasing. It also involves companies of various scale, from giant corporates to SMEs. Since 2018, Mbiz has recorded an increasing number in service and product procurement company (60%), and service and product purchasing company (40%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Strategi Monotaro dalam Menggarap B2B Commerce

Gaung pemain e-commerce B2B memang tidak sekencang B2C karena perbedaan cara pemasarannya dan berbagai strategi lainnya. Akan tetapi, potensi bisnis yang bisa digarap dari ranah B2B bukan main besarnya. Salah satu pemain e-commerce yang main di ranah ini adalah Monotaro, berasal dari Jepang.

Sebetulnya, Monotaro masuk ke Indonesia dengan mengambil mayoritas saham Sukamart (PT Sumisho E-Commerce Indonesia) sekitar tiga tahun lalu. Dari aksi ini, mereka mengubah badan hukum dan branding baru jadi Monotaro. Sukamart sendiri sudah beroperasi sejak 2012, merupakan anak usaha dari Grup Sumitomo.

Sejak saat itu, perusahaan mengklaim terjadi peningkatan bisnis yang signifikan secara keseluruhan. Kepada DailySocial, Presiden Direktur Monotaro.id Daisuke Maeda menjelaskan bahwa kategori produk di situs kini kian beragam, dari sekitar 10 ribu item produk di 2016 kini menjadi lebih dari 800 ribu produk.

Keseluruhan produk ini berasal dari kemitraan dengan lebih dari 3 ribu brand yang tersebar ke 12 kategori barang. Mulai dari MRO (maintenance, repair, and operation) untuk pabrik dan perakitan, alat keselamatan, perkakas tangan dan elektrik, alat laboratorium, konstruksi, otomotif, logistik, hingga ATK.

Perusahaan juga menyediakan lebih dari 20 ribu produk dari private label asal Jepang yang dianggap cukup unik dan punya kualitas baik untuk konsumen Indonesia.

Daisuke menjelaskan, posisi Monotaro dibandingkan pemain B2B commerce lainnya cukup berbeda. Pihaknya menempatkan diri sebagai online retailer, yang mana punya berbagai produk dari berbagai penyuplai yang sudah terkurasi.

“Semua produk dan seleksi kategori ini berasal dari data yang kita kumpulkan sejak era Sukamart dan dari preferensi, serta kebiasaan konsumen kami. Kita memiliki ribuan konsumen baru tiap bulannya, mereka puas dengan platform Monotaro dan menjadi pelanggan loyal,” terangnya.

Meski tidak merinci, dia mengklaim bisnis Monotaro tumbuh 300% per tahunnya, begitu pun untuk bulanannya. Pertumbuhan ini diprediksi akan tumbuh lebih besar, mengingat potensi bisnis B2B commerce di Indonesia yang belum tergarap secara maksimal.

Kondisi ini, menurutnya mirip dengan apa yang terjadi di Jepang pada 10 tahun lalu dan sama halnya apa yang dialami e-commerce B2C beberapa tahun lalu di Indonesia.

“Kami yakin kami masih berada di tahap paling awal di Indonesia. Tapi kami sangat percaya e-commerce B2B akan booming dalam waktu dekat mengikuti tren adopsi teknologi di Indonesia.”

Adapun konsumen Monotaro mayoritas datang dari pelaku manufaktur dan industri perakitan. Lainnya adalah industri konstruksi, perkebunan, otomotif, pertambangan, properti, keuangan, pendidikan, hingga industri kecil dari seluruh Indonesia.

Rencana pengembangan teknologi

Daisuke melanjutkan, perusahaan berencana untuk mengembangkan beberapa inisiasi baru di sisi teknologi agar tetap terdepan. Di antaranya fitur pencarian cerdas yang senantiasa harus selalu dikembangkan.

Pasalnya, fitur tersebut penting dalam merekam perilaku dan preferensi pelanggan yang telah terekam di Monotaro Jepang. Alhasil perusahaan dapat memberikan rekomendasi barang yang tepat.

“Fokus kami adalah menyediakan platform yang paling nyaman bagi pelanggan untuk melakukan pembelian yang mendukung operasi industri dan bisnis mereka. Oleh karena itu, kuncinya adalah membuat produk dapat dicari se-seamless mungkin.”

Teknologi lainnya yang disiapkan adalah optimasi manajemen pesanan oleh kecerdasan buatan (AI). Misalnya, untuk daerah mana, metode apa yang pas, dan kapan barang harus dikirim pelanggan. Terakhir pengembangan gudang pintar untuk pengiriman yang lebih cepat, namun juga efisien dari segi biaya.

“Misi kami adalah menyediakan platform pembelian yang paling nyaman dan efisien untuk konsumen bisnis dan visi kami adalah berinovasi dalam jaringan pengadaan untuk semua jenis pengguna bisnis di Indonesia,” pungkasnya.

Secara perusahaan, Daisuke menegaskan Monotaro didanai sepenuhnya oleh pemegang saham yang ada, serta didukung dengan teknologi dan jaringan rantai pasokan yang telah tersedia.

Gandeng Investree, Mbiz Hadirkan Akses Layanan Finansial

Setelah sebelumnya diberitakan telah menjalin kerja sama strategis dengan layanan fintech lending, Mbiz mengumumkan secara resmi kemitraan dengan Investree untuk membantu supplier mendapatkan pembiayaan. CEO Mbiz Rizal Paramarta menyebutkan, fokus Mbiz adalah memberikan pembiayaan ke supplier dari kalangan UKM guna menyelesaikan proyek melalui platform Mbiz dan Mbizmarket.

“Saat ini masih banyak supplier kalangan UKM yang kesulitan untuk memenuhi permintaan dari klien, [..] untuk menjadi supplier korporasi dan enterprise pembayaran dilakukan setelah proyek selesai. Untuk bisa mengatur keuangan mereka, diperlukan dana besar dari para supplier.”

Rizal menambahkan, termin pembayaran dapat mempengaruhi akselerasi produktivitas bisnis perusahaan-perusahaan yang terlibat, terutama jika waktu yang ditentukan tidak sesuai dengan ekspektasi atau kebijakan manajemen keuangan yang berlaku. Situasi ini bisa terjadi tidak hanya di bisnis UKM tetapi juga penyedia maupun pembeli berskala besar.

Menurut CEO Investree Adrian Gunadi, kerja sama antara Investree dan Mbiz ini merupakan salah satu langkah strategis penjualan perusahaan dalam bentuk acquisition channel. Tujuan utamanya mendukung target pertumbuhan Investree tahun 2020 mendatang. Hal ini merupakan salah satu strategi perusahaan untuk menjangkau pengusaha UKM di daerah-daerah lain seluruh Indonesia dengan lebih efisien.

“Nantinya semua borrower akan menikmati proses pengajuan pinjaman yang seamless dengan memanfaatkan integrasi teknologi antara Investree dan Mbiz. Jenis pinjaman yang ditawarkan dalam kerja sama ini adalah Invoice Financing, Pre-Invoice Financing, dan Buyer Financing. Ketiga produk tersebut termasuk dalam produk pembiayaan supply chain di Investree,” kata Adrian.

 

Meskipun saat ini Mbiz telah memperkenalkan platform marketplace yang menyasar konsumen UKM bernama Mbizmarket, pembiayaan  ini juga bisa dimanfaatkan perusahaan-perusahaan yang ada di ekosistem Mbiz.

Disinggung apakah nantinya Mbiz berencana untuk memperluas kemitraan dengan institusi keuangan atau layanan fintech lending lainnya, Rizal menegaskan fokus mereka saat ini melihat perkembangan kerja sama strategis dengan Investree terlebih dahulu. Namun jika ada pihak-pihak terkait yang ingin menjalin kolaborasi dengan Mbiz, tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama strategis lainnya.

Sebelumnya Mbiz juga telah menghadirkan layanan leasing menggandeng Tokyo Century Corporation, perusahaan pembiayaan terbesar di Jepang.

Secara keseluruhan, pelaku e-procurement yang memanfaatkan platform Mbiz dan Mbizmarket saat ini diklaim terus mengalami peningkatan. Skala perusahaan yang memanfaatkan platform mereka juga beragam, mulai dari perusahaan besar hingga UKM. Dibandingkan dengan tahun 2018 lalu, tahun ini Mbiz mencatat jumlah perusahaan penyedia barang dan jasa meningkat 60%, sedangkan perusahaan pembeli barang dan jasa meningkat hingga 40%.

 

Ralali Tambah Fitur Baru Dukung Kemudahan Transaksi dan Pengembangan Bisnis Mitra

Platform marketplace B2B Ralali merilis tiga fitur baru untuk dukung kemudahan transaksi di dalam platformnya. Perusahaan berambisi menjadi super app yang memiliki berbagai layanan untuk permudah transaksi.

Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menjelaskan, tiga fitur ini hadir dalam situs dan aplikasi Ralali. Pertama adalah Radar (Ralali Darat Air Udara), fitur baru yang akan membantu peran logistik Ralali Kargo untuk terhubung dengan berbagai vendor logistik pengiriman barang di berbagai pelosok, sehingga pengiriman barang pesanan tidak terpusat di satu kota saja.

“Solusi ini menjawab masalah yang sering dikeluhkan pelaku usaha mengenai biaya logistik yang sangat besar,” terangnya, kemarin (30/8).

Fitur kedua adalah Octopus untuk mitra brand dari Ralali. Ini berfungsi memudahkan brand monitor performa produk dan tingkat kebutuhan berbagai daerah terhadap kebutuhan produknya melalui aplikasi keagenan Ralali, bernama Big Agent. Octopus memberikan dampak yang signifikan bagi mitra untuk mengontrol pasar dan distribusi sesuai dengan karakter pembeli di berbagai daerah.

Terakhir, adalah fitur fintech yang di dalamnya ada payment, financing (akses pendanaan), asuransi, dan investasi. Keempatnya difokuskan untuk bantu pengembangan dan perkuat bisnis UKM itu sendiri.

Joseph menjelaskan fitur fintech adalah hasil kolaborasi dengan para mitra penyedia jasa keuangan. Ke depannya perusahaan akan menambahkan digital goods di dalam fitur ini, seperti pembelian pulsa, paket data, PLN, PDAM, BPJS, dan uang elektronik.

“Fitur fintech sudah resmi tersedia, namun baru menyediakan financing dan insurance. Sisanya akan segera menyusul. Demikian pula untuk Radar dan Octopus, keduanya kami rencanakan meluncur sebelum akhir tahun ini.”

COO Ralali Alexander Lukman menambahkan, fitur fintech ini telah dipasarkan oleh para agen ke lebih dari 1.500 pelaku UKM. Total pendanaan yang tersalurkan mencapai Rp18 miliar.

“Pasar yang sebelumnya belum pernah tergarap pun sekarang bisa mendapatkan akses untuk perluasan dan pengembangan,” kata Alexander.

Agen adalah motor pertumbuhan Ralali

Joseph menerangkan jalur keagenan adalah salah satu motor pertumbuhan bisnis di Ralali. Makanya, aplikasi Big Agent diperkuat dengan berbagai fitur untuk dukung produktivitas agen. Dalam pemasaran produk B2B, memang tidak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh e-commerce B2C seperti kebanyakan.

Dia melihat, cara paling ampuh untuk mendekati konsumen B2B, terutama UKM yakni dengan menemui langsung di lapangan karena mayoritas dari mereka belum tersentuh oleh teknologi. Secara potensi, e-commerce B2B itu dinilai lebih besar dari B2C, terlebih dari berbagai data menyebut 60% dari total PDB Indonesia ditopang oleh UKM.

“Memang sekarang di Indonesia itu yang lebih besar saat ini adalah B2C. Namun di Tiongkok itu, bisnis B2B itu dua kali lebih besar dari B2C. Artinya, tugas kita masih banyak untuk edukasi ke pasar. Setelah enam tahun berdiri, kami lihat potensi B2B di luar Jawa itu besar, banyak permintaan mau gabung sebagai agen.”

Joseph melanjutkan, “Kehadiran Big Agent membedakan kami dengan e-commerce lainnya, kami mendefinisikan cara baru melakukan bisnis.”

Aplikasi Big Agent ini sebenarnya sudah dirilis sejak tahun lalu. Data terkini menyebut, ada 300 ribu agen tergabung, dengan dominasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Padang, dan Palembang.

Mereka tidak hanya pekerja lepas, tapi ada juga dari karyawan, mahasiswa, pelajar, dan pengemudi ojek online. Rentang usianya antara 21-25 tahun. Pekerjaan yang bisa dilakukan para agen melalui aplikasi Big Agent diklaim ada ratusan ribu jenis.

Namun ada tiga layanan pekerjaan untuk pelaku bisnis, yakni survei pasar (14,29%), promosi (74,52%), dan akuisisi (4,25%). Sistem kerjanya fleksibel dan ada komisi yang diberikan tergantung pekerjaan yang diselesaikan.

CTO Ralali Irwan Suryadi menjelaskan, seluruh pekerjaan yang diselesaikan ini akan menjadi data yang diolah sebagai salah satu mesin utama big data untuk mengenali konsumen lebih baik dan memetakan pola transaksi pembeli. Harapannya, dari pengolahan data ini bisa menjadi rujukan tepat sasaran bagi perusahaan untuk memahami berbagai kebutuhan dalam satu ekosistem digital.

Sejauh ini perusahaan telah memiliki 20 layanan dalam ekosistemnya, termasuk di antaranya ketiga fitur baru di atas, dan aplikasi Big Agent. Joseph mengklaim rata-rata jumlah transaksi perusahaan tumbuh hingga empat kali lipat. Bahkan pada tahun lalu, jumlah transaksi secara nominal tembus sekitar Rp10 triliun.

Dia optimis tahun ini pencapaian bisnis bisa naik hingga lima kali lipat dari pencapaian setahun sebelumnya. Perusahaan telah menjangkau lebih dari 750 ribu UKM di 25 provinsi sebagai pembeli. Juga, telah rambah Singapura dan Thailand. Dalam pipeline, perusahaan berencana untuk perluas ke Vietnam dan Filipina.

“Mungkin tahun depan. Ada beberapa negara lain juga, mirip-mirip dengan Indonesia. Di mana negara tersebut banyak penduduknya, butuh pekerjaan juga,” tandasnya.

Selama 6 tahun, Ralali melayani lebih dari 13.000 pemasok (sellers), lebih dari 160.000 pembeli (UKM) dan menangani hampir 300.000 produk (SKU) di dalam platformnya, dengan setengah juta pengguna terdaftar dan lebih dari 5 juta pengunjung bulanan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Dapat Pendanaan Pra-Seri A, Qontak Mantapkan Diri sebagai Platform “Social CRM”

Qontak yang dulu sempat dikenal sebagai penyedia informasi kontak bisnis, kini makin perkuat lini bisnis ke ranah B2B dengan menghadirkan solusi berupa platform “Social CRM”. Kepada DailySocial, CEO Qontak Brendan Rakphongphairoj menyebut mereka sebagai “The First Social CRM in Indonesia and Southeast Asia”. Mereka juga baru saja mengamankan pendanaan pra-seri A yang akan digunakan untuk memperkuat posisinya di pasar.

Putaran tersebut dipimpin oleh Azure Ventures, dengan keterlibatan Amand Ventures dan SeaCap Venture. Investornya di tahap awal juga turut terlibat, yakni Indonusa Dwitama. Mengenai detail nominal, pihak Qontak enggan untuk menginformasikan.

“Social CRM menghubungkan bisnis lebih dekat dengan klien, prospek, dan tim melalui solusi pelacakan dan automasi. Basis klien kami telah berkembang dan jumlah industri yang kami layani sangat luas. Solusi kami mendukung UKM, Fortune 500 dan BUMN,” terang Brendan.

Qontak mengklaim saat ini mereka sudah membantu lebih dari 100 bisnis di bidang distribusi, teknologi, asuransi, dan masih banyak lagi. Pihaknya cukup optimis bisa terus berkembang dan menjadi perusahaan penyedia Social CRM yang mampu membantu klien tumbuh dan berkembang.

“Qontak bertujuan untuk menyediakan solusi teknologi penjualan yang terjangkau untuk semua bisnis di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara,” ujar Brendan ketika ditanya rencananya setelah mendapatkan pendanaan.

Sebagai penyedia solusi B2B, mereka memiliki beberapa solusi utama seperti CRM, HR Tracking, KPI Tracking, sistem pemesanan dan pembelian, integrasi percakapan aplikasi pesan, solusi call center, dan omni-channel untuk saluran e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Bizzy Jadi Perusahaan Holding, Naungi Bisnis Pengadaan, Logistik dan Distribusi

Startup procurement khusus B2b “Bizzy” resmi umumkan menjadi holding, alias grup perusahaan yang menaungi beberapa bisnis. Inisiatif tersebut dibarengi masuknya lini bisnis logistik dan distribusi ke dalam layanannya. Di bawah naungan Bizzy Group, perusahaan berambisi menjadi yang terdepan dalam melayani konsumen B2B, terutama di kancah UKM.

CEO Bizzy Andrew Mawikere akan memimpin holding tersebut. Rencananya pada akhir tahun ini akan merilis situs baru dengan domain Bizzy.co.id, berisi seluruh layanan Bizzy yang sudah terintegrasi secara menyeluruh. Untuk sementara, masih terpisah-pisah namun sudah bisa diakses secara online.

“Bizzy.co.id akan jadi situs utama. Di dalamnya akan berisi semua layanan under Bizzy Group. Nantinya setelah memilih menu klien bakal diarahkan ke laman masing-masing layanan,” ujar Andrew, Selasa (23/7).

Perlu diketahui, bisnis logistik dan distribusi yang bergabung ke Bizzy tak lain adalah perusahaan yang tergabung dalam Sinarmas Group. Yakni PT Bina Sinar Amity (Bizzy Logistics) dan PT Sinarmas Distribusi Nusantara (Bizzy Distribution).

Basis bisnis kedua perusahaan ini awalnya sangat konvensional, namun kuat dari segi aset dan layanan karena sudah berdiri sejak lama. Bizzy sendiri masuk ke dalam afiliasi Sinarmas, pasca mengantongi pendanaan Seri B yang dipimpin SMDV pada tahun lalu.

Andrew mengaku, proses integrasi kedua perusahaan ini memakan waktu yang tergolong cukup singkat hanya setahun. Lantaran, keduanya berawal dari bisnis konvensional sehingga untuk pengujiannya bisa langsung dilakukan tanpa harus lewat pihak ketiga. Tantangan terbesarnya justru terletak di perubahan mindset dan cara kerja.

“Biasanya startup mulai dari digital lalu ke offline. Kalau kita terbalik, aset sudah ada baru di online-kan. Bedanya kalau bangun aplikasinya, kita bisa langsung coba ke aset sendiri enggak perlu pihak ketiga.”

Dia memasang target omzet yang cukup ambisius untuk Bizzy Group pada akhir tahun ini sebesar Rp5 triliun. Angka tersebut naik 30%-40% dibandingkan realisasi perusahaan di tahun sebelumnya sekitar Rp3,8 triliun. Diprediksi, Bizzy Distribution akan jadi penopang utama karena dianggap berkaitan erat dengan segmen pengguna Bizzy Group yakni pengusaha UKM.

Andrew mengaku saat ini pihaknya sedang mempersiapkan putaran pendanaan terbaru untuk dukung seluruh rencananya ke depannya.

Perkenalkan Bizzy Consolidation

Tidak hanya menambah dua lini baru, sambung Andrew, perusahaan juga merilis Bizzy Consolidation untuk bantu klien B2B menekan harga tender saat negosiasi ke vendor. Layanan ini hadir berbentuk vendor yang terdaftar di Bizzy Marketplace.

Model kerjanya, ketika tim menemukan ada lebih dari satu klien yang mau beli barang pengadaan dengan tipe yang sama, tim akan menawarkan untuk menggabungnya jadi satu pesanan sebelum dinegosiasikan ke vendor. Tujuannya untuk menekan harga beli, mengingat semakin banyak kuantitas barang harga dari vendor akan semakin turun.

“Nanti pesanannya klien kita tawarkan untuk digabung buat dinego ke vendor. Kami bisa dapat komisi dari savings mereka.”

Bizzy Marketplace, masih berada di situs Bizzy.co.id, tercatat telah menjaring 2000 pembeli dan 2500 vendor sejak resmi beroperasi pada 2015. Ada 14 kategori produk dengan 5100 sub kategori. Mulai dari elektronik industri, furnitur dan perabotan, MRO, peralatan hotel, restoran dan kafe, dan masih banyak lagi.

Bizzy Logistics dan Distribution

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari kedua perusahaan juga memperkenalkan bisnisnya. CEO Bizzy Logistics Paul Good menerangkan perusahaan bermain ke area logistik untuk pengiriman barang internasional dan bea cukai; rantai pasokan; dan pengangkutan.

Dari data yang Good kutip, market logistik di Asia Tenggara sangat besar ada $1,5 triliun. Indonesia mewakili 5% dari keseluruhannya, 2% di antaranya dikuasai oleh DHL.

“Kami bekerja sama dengan Hakovo dari Singapura untuk mendigitalkan bea cukai agar klien lebih efisien prosesnya saat mengirim barang masuk ke Indonesia,” terang Good.

Secara aset, perusahaan memiliki gudang seluas 38 ribu meter persegi, 384 truk berbagai kapasitas, dan tiap tahunnya melakukan 80 ribu perjalanan. Perusahaan melayani pengiriman ke Malaysia, Singapura, dan Vietnam.

Untuk Bizzy Distribution, memiliki 26 cabang dan 100 sub distributor. Perusahaan mendistribusikan produk barang konsumer dari merek-merek FMCG ke pedagang tradisional dan modern, dengan total 200 ribu titik distribusi tersebar di seluruh Indonesia.

CEO Bizzy Distribution Harsinto Huang menjelaskan, perusahaan memiliki produk turunan yakni TokoSmart.id, untuk bantu pedagang warung dalam hal menyetok persediaan barang lewat aplikasi. Mereka juga dapat menjual produk digital dari aplikasi TokoSmart. Konsep ini mirip dengan Kudo dan Kioson.

Sejak TokoSmart dikenalkan pada Januari 2019, diklaim telah memiliki 18.900 warung yang telah bergabung. Transaksinya mencapai lebih dari 39 ribu dengan nilai GMV Rp76,7 miliar hingga Juli 2019.

“Kami berniat untuk perluas layanan TokoSmart dengan menyediakan mesin POS agar mereka semakin mudah berjualan. Rencananya sampai akhir tahun kami mau gaet 1 juta pedagang warung,” kata Harsinto.

Telkomsel Partners with Google to Facilitate Corporate Device Setup

Telkomsel makes Google a strategic partner to adopt Android  Zero-touch Enrollment in Indonesia. It is part of the company’s commitment to increase B2B market.

Android Zero-touch Enrollment is Google’s solution to simplify the company’s device setup and deployment. It comes from Google business unit since 2015, Android Enterprises.

Telkomsel‘s SVP Enterprise Account Management, Dharma Simorangkir explained that most companies have difficulty in setting their inventory following the safety standard before being distributed to all employees.

The process could take as much as five months due to the massive amount of devices. Therefore, one by one should be installed with the developed software for security reason.

“Because of the long deployment process, most people prefer the conventional way. On the other hand, companies are aiming to increase employee’s productivity by providing working devices,” he said on Monday (7/15).

Using Google’s solution, the company can cut-off some time and make it into a five-minute job. Also supported by Telkomsel, the deployment process is available online and massive, for the device can automatically set under the company’s configuration and be used right away.

In this stage, the partnership between both companies starts from the device’s security. It is the main figure to guarantee all apps to be safely deployed to all devices.

In addition, big companies are getting aware of the device’s safety along with the current trend of mobile working.

“Various software was made for enterprise. When the time comes for deployment, many stakeholders questioning whether this is going to last or not, they afraid this will interfere with their business. Thus, we put the security step early. Furthermore, there will be more solutions to offer.”

Android Enterprise’s Regional Manager, Gerard Kennedy added, the Android Zero-touch Enrollment assure the device’s safety with encryption and multiple security systems that lighten IT support’s job in the company.

The service is to be used for various smartphone brands with Android OS to make it easier for the company to choose the device based on budget and requirements.

Dharma added, the solution is not only for big companies but also for SME players. They can adopt digital technology from this solution to cut the cost. Soon, Telkomsel is to release a solution for this business segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkomsel Gaet Google untuk Permudah Atur Perangkat Korporat

Telkomsel menggaet Google sebagai mitra strategis untuk membawa layanan Android Zero-touch Enrollment ke Indonesia. Langkah ini diambil sebagai bagian upaya perseroan untuk meningkatkan pangsa pasar B2B.

Android Zero-touch Enrollment adalah sebuah solusi Google untuk melakukan setup dan deployment perangkat milik perusahaan. Solusi ini lahir dari unit bisnis Google, yakni Android Enterprises, yang diperkenalkan sejak 2015.

SVP Enterprise Account Management Telkomsel Dharma Simorangkir menerangkan, selama ini perusahaan yang memiliki alat-alat inventaris kerap disulitkan saat mengatur perangkat sesuai dengan standar keamanan yang perusahaan tersebut, sebelum didistribusikan ke karyawan.

Biasanya proses pengaturan tersebut dalam satu perusahaan bisa memakan waktu hingga lima bulan karena jumlah perangkatnya yang terlampau banyak. Alhasil, satu per satu perangkat harus di-install dengan software yang telah dikembangkan agar tetap aman.

“Karena proses deployment-nya yang lama, akhirnya banyak yang milih untuk manual saja. Padahal saat ini banyak perusahaan yang ingin meningkatkan produktivitas karyawan dengan menyediakan perangkat yang hanya dapat digunakan untuk bekerja,” terangnya, Senin (15/7).

Dengan solusi dari Google ini, perusahaan bisa memangkas waktu jadi lima menit saja karena bisa dilakukan secara bersamaan. Didukung jaringan Telkomsel, memungkinkan proses deployment berjalan secara online dan massal, sehingga perangkat bisa digunakan langsung dengan konfigurasi yang telah ditentukan oleh perusahaan secara otomatis.

Perusahaan cukup membuka situs Zero-touch Enrollment, memasukkan nomor IMEI, pilih solusi, nanti secara paralel akan otomatis ter-install, dan ketika sampai ke karyawan bisa langsung dipakai.

Pada tahap awal ini, kemitraan antar kedua perusahaan ini dimulai dari peningkatan keamanan perangkat. Solusi keamanaan akan jadi payung utama untuk menjamin seluruh aplikasi yang akan di-deploy ke seluruh perangkat tetap berjalan dengan aman.

Di samping itu, banyak perusahaan besar yang mulai memandang pentingnya menjaga keamanan perangkat seiring makin banyaknya karyawan mereka yang bekerja secara mobile.

“Ada berbagai software yang dibuat untuk kebutuhan enterprise. Tapi awalnya saat mau deploy itu stakeholder banyak yang mikir ini bakal berjalan lama atau tidak karena mereka khawatir proses bisnisnya terganggu. Oleh karena itu, kita taruh solusi keamanan di tahap awal. Ke depannya akan ada lebih banyak solusi yang kami tawarkan.”

Regional Manager Android Enterprise Gerard Kennedy menambahkan, Android Zero-touch Enrollment juga menjamin keamanan perangkat dengan enkripsi dan sistem keamanan berlapis yang memungkinkan perusahaan mengurangi ketergantungan terhadap internal IT support.

Layanan ini dapat digunakan pada berbagai merek smartphone dengan sistem operasi Android sehingga memudahkan perusahaan dalam menentukan smartphone sesuai kebutuhan dan anggaran.

Dharma menambahkan, sebenarnya solusi ini tidak hanya untuk perusahaan besar saja tapi juga buat pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Dari solusi ini mereka bisa mulai mengadopsi teknologi digital untuk menekan beban pengeluaran. Telkomsel pun dalam waktu dekat akan merilis solusi yang diperuntukkan buat kalangan usaha ini.

Mbizmarket Jadi Solusi Mbiz Sasar Konsumen UKM

Tiga tahun mengembangkan marketplace e-procurement untuk pasar B2B dan B2G, Mbiz meresmikan platform marketplace yang menyasar konsumen UKM bernama Mbizmarket. Dengan sistem yang diklaim transparan, Mbizmarket menawarkan fasilitas pembiayaan (financing), kesepakatan dalam hal pembayaran hingga volume contract, kepatuhan dengan pajak, negosiasi harga sesuai kesepakatan (nego) dalam platform, dan terms of payment.

Tak hanya sebagai konsumen, UKM juga bisa menjadi mitra Mbizmarket dalam menyediakan layanan ke konsumen UKM lainnya. Langkah ini memang sudah diwacanakan sejak akhir tahun lalu.

CEO Mbiz Rizal Paramarta menyebutkan, saat ini Mbiz telah memiliki sekitar 3,5 juta bisnis yang bergabung dalam platform. Melalui Mbizmarket, Rizal berharap bisa menambah jumlah mitra UKM yang kini disebut mencapai lebih dari 100 buah.

“Kami juga ingin membuka channel bagi kalangan UKM untuk bisa menjadi supplier bagi perusahaan besar yang sebelumnya sudah memanfaatkan layanan dan jasa yang tersedia di platform Mbiz,” kata Rizal.

Untuk memberikan kemudahan ke kalangan UKM, Mbizmarket juga menyediakan kesempatan pembiayaan atau financing. Mbizmarket telah menjalin kemitraan dengan bank komersial, institusi keuangan, dan platform P2P lending di Indonesia.

“Karena masih baru kami memutuskan untuk bermitra dengan satu layanan fintech lending yang sudah terpercaya dan memiliki nama besar di Indonesia. Kita lihat nanti tentunya seperti apa kerja sama strategis yang kami jalin dengan fintech lending tersebut demi menghadirkan pembiayaan kepada UKM,” kata Rizal.

Strategi monetisasi

Ragam barang dan jasa yang ditawarkan Mbizmarket adalah jasa SDM, jasa event organizer, jasa pemeliharaan gedung atau kantor, rental kendaraan, jasa pemasangan iklan, hingga jasa konstruksi. Selain itu Mbizmarket juga menyediakan produk IT, perlengkapan kantor, pengadaan bahan-bahan kimia, kesehatan, hingga produk-produk terkustomisasi.

Meskipun sampai saat ini Mbizmarket belum mengenakan biaya ke mitra UKM yang bergabung, nantinya platform akan mengenakan komisi sesuai dengan besar kecilnya bisnis yang dimiliki masing-masing UKM. Untuk menjamin kredibilitas mitra UKM yang bergabung, Mbiz melakukan kurasi yang ketat.

“Dibukanya Mbizmarket tentunya memberikan kesempatan bagi semua bisnis untuk mendapatkan produk melalui platform e-procurement yang kami miliki,” kata Rizal.

Untuk mempercepat pertumbuhan Mbizmarket, tahun ini Mbiz berencana melakukan penggalangan dana. Mbiz pada awal tahun 2017 telah menerima pendanaan Seri A dari Tokyo Century Corporation (TCC) dengan nilai yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut membuat nilai valuasi perusahaan mencapai Rp1,3 triliun (mendekati $100 juta).

“Dengan model bisnis yang kami miliki dan secara khusus menyasar bisnis B2B, kami tidak terlalu urgent untuk melakukan penggalangan dana. Namun jika tidak ada halangan akhir tahun ini diharapkan kami bisa mendapatkan tambahan modal Seri B,” kata Rizal.

Mendalami Kunci Eskalasi Bisnis untuk Startup B2B

Merintis startup itu bukan hal mudah, entah itu segmennya menyasar langsung ke konsumen, korporasi, atau pemerintah. Berangkat dari ide, membuat prototipe sampai akhirnya sampai product market fit, berinovasi terus menerus, semuanya butuh strategi sebagai kuncinya.

Dalam edisi #SelasaStartup di minggu keempat Maret 2019, dihadirkan CEO Sleekr Suwandi Soh. Sleekr adalah platform SaaS yang menawarkan solusi HR dan akuntansi berbasis cloud. Suwandi dengan pengalamannya merintis Sleekr dari awal, banyak menceritakan bagaimana Sleekr mengeskalasi bisnis, perencanaan, sampai tantangannya.

(1) Pahami siklus hidup adopsi startup

Suwandi menjelaskan startup itu adalah tahap sementara, founder masih mencari format bisnis yang tepat sebelum nantinya menjadi perusahaan besar. Oleh karenanya, tahapan startup itu terbagi jadi tiga jenis, yakni startup tahap awal. Pada tahap awal ini, startup didesain untuk mencari product market fit.

Di tahap berikutnya, startup tahap akhir didesain untuk mencari model bisnis yang bisa diulang-ulang dan bisa eskalasi. Terakhir di tahap menuju perusahaan besar yang dirancang untuk mengeksekusi di bawah kondisi kepastian tinggi.

“Ketika sudah menuju perusahaan besar, artinya ketika mau eksekusi sudah ada kepastian tinggi. Beda dengan startup tahap awal yang ketidakpastiannya itu sudah tinggi, belum tentu besok masih beroperasi. Ketika sudah sampai di tahap akhir, biasanya sudah punya kepastian bisnis, jadi enggak mungkin langsung tutup,” kata Suwandi.

(2) Mencari konsumen yang tepat

Konsep ini sebenarnya tidak hanya berlaku untuk startup b2b saja, tapi juga untuk segmen lainnya. Pada dasarnya jenis konsumen itu ada lima jenis. Pertama adalah innovators, mereka adalah golongan yang suka dengan hal baru dan berani ambil risiko. Hanya saja secara persentase golongan ini kecil sekali sebesar 2,5%.

Kedua, early adopters ini golongan orang yang mau memakai suatu produk karena dianggap keren, aman, dan efisien. Mereka ini bukan pasar yang tepat karena cepat datang dan cepat pergi sehingga tidak menjamin akan terus memakai produk tertentu. Porsinya sebesar 13,5%.

Tahap berikutnya yang cukup krusial adalah jurang antara early adopters dan early majority. Jurang ini harus bisa dilalui startup agar tetap hidup. Ketika sudah berhasil, maka akan mendapat konsumen di tahap early majority dengan persentase konsumennya 34%. Konsumen pada tahap ini adalah mereka yang rela membayar produk karena sudah percaya dengan reputasi perusahaan.

Keempat adalah late majority, konsumen ini adalah perusahaan konvensional yang umumnya sudah termasuk konsumen setiap dari produk tertentu sehingga susah berpaling. Persentasenya mencapai 34%. Tahap terakhir adalah laggards dengan persentase 16%.

“Kalau early majority itu mereka sudah benar-benar pelajari dan sudah pakai. Sementara late majority itu adalah konsumen setia produk A, akan pakai produk lain kalau kompetitor sudah pakai duluan.”

(3) Hindari premature scaling

Dia melanjutkan penyebab utama startup itu gulung tikar adalah premature scaling. Ini adalah kondisi di mana scaling tim, strategi akuisisi pelanggan, yang berlebihan membangun produk tanpa terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan pasar.

Scaling itu tidak bisa dipastikan kalau hanya punya produk bagus dan tim engineer yang bagus saja. Ada banyak aspek penentunya. Ketika terlalu banyak rekrut orang, maka banyak masalah akan timbul. Untuk itu founder harus pelajari betul-betul soal industri yang dia geluti karena faktor premature scaling ini di tiap industri berbeda-beda.

Dalam bisnis selain mengacu pada pertumbuhan persentasenya, juga perlu buat pengukuran revenue dan churn. Pastikan tim engineer dan produk memiliki objektif yang sama. Untuk itu pada tahap awal pastikan visi misi perusahaan apa dari situ buat produk yang bisa dieskalasi manfaatnya.

“Sleekr percaya dari hipotesa kita, kalau mau memberdayakan bisnis dan profesional tetap tumbuh itu butuh bermitra dengan pihak ketiga. Kita tidak bisa kerjakan semuanya sendiri karena misinya Sleekr itu sebagai platform,” pungkas Suwandi.