Indonesia Knowledge Forum VI Digelar BCA, Bahas Pembentukan Ekosistem Ekonomi Digital

Bank Central Asia (BCA) pada 3-4 Oktober 2017 lalu kembali menggelar Indonesia Knowledge Forum (IKF) VI. Mengambil tema “Elevating Creativity & Innovation Through Digital Collaboration”, IKF VI 2017 menghadirkan 23 pembicara yang kompeten di bidangnya, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk berbagi ilmu, pengalaman serta inspirasi dalam mengembangkan dunia bisnis berbasis digital.

Di hari pertama, seminar bertajuk “Peta Perekonomian di Era Digital” digelar dengan menghadirkan pengamat ekonomi nasional Faisal Basri. Dilanjutkan sesi seminar yang diisi oleh beberapa pemateri, termasuk Partner dan Presiden Direktur McKinsey Indonesia Phillia Wibowo, Celebrity Investor Ashraf Sinclair, dan Founder & Managing Kejora Group Sebastian Togelang.

IKF VI 2017 juga disemarakkan dengan serangkaian expo dan pameran yang diikuti oleh 35  startup dan penyedia pengetahuan teknologi terpilih yang diharapkan dapat menjadi inspirasi dan pengetahuan baru bagi perkembangan dunia usaha masyarakat Indonesia.

“Kami mencermati perkembangan startup belakangan ini sangat pesat, dan melalui gelaran IKF VI 2017 ini kami ingin memfasilitasi pertukaran ide, inovasi, dan kreativitas dalam memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini untuk menjadi entrepreneur. Gelaran ini juga adalah bagian upaya kami melalui BCA Learning Service untuk memberikan nilai tambah bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pembelajaran yang memadai dari narasumber-narasumber yang mumpuni dari sisi pengetahuan dan pengalaman,” ujar Cyrillus Harinowo selaku Komisaris BCA.

Memasuki hari kedua IKF VI menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Ignasius Jonan. Dalam pemaparan yang disampaikan, Jonan mengatakan pentingnya teknologi informasi dalam mendorong efisiensi pengelolaan sumber daya energi.

“Misalnya, dengan tersedianya aplikasi ESDM One Map Indonesia, semua data terkait sektor ESDM kini terintegrasi, tak ada lagi perbedaan data antar ditjen, mudah untuk menjadikannya sebagai acuan pengambilan kebijakan. Masyarakat juga bebas mengaksesnya untuk berbagai kepentingan,” ungkap Jonan.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam closing remarks-nya menyampaikan pentingnya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam memajukan ekonomi digital yang inklusif di Indonesia. “Indonesia memiliki potensi besar menciptakan kesejahteraan melalui ekonomi digital. Kolaborasi di antara seluruh pemangku kepentingan di antaranya pemerintah, perbankan, dan pelaku startup sangat diperlukan sebagai fasilitator terwujudnya inklusi keuangan dan ekonomi digital di Indonesia.”


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Indonesia Knowledge Forum (IKF) VI.

Indonesia Knowledge Forum Kembali Digelar BCA, Fokus ke Topik Inovasi Digital

Sebagai upaya mendukung pengembangan inovasi dan kreativitas digital untuk ekonomi Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) kembali mengadakan Indonesia Knowledge Forum (IKF) untuk keenam kalinya. IKF VI ini akan membawakan tema utama “Elevating Creativity & Innovation Through Digital Collaboration”, akan diselenggarakan pada 3-4 Oktober 2017 mendatang di The Ritz Carlton Pacific Place Jakarta.

Semangat mengusung IKF VI ini dipaparkan dalam Forum Kafe BCA VII yang diadakan di Breakout Area Menara BCA pada Rabu (13/09) lalu, Direktur BCA Henry Koenaifi mengungkapkan inovasi dan kreativitas merupakan tulang punggung dalam mendirikan usaha berbasis digital. Setiap orang bisa saja menjadi pelaku usaha rintisan berbasis digital. Namun, tidak semua memiliki ide bisnis yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan memberikan keuntungan ekonomis untuk kesinambungan usaha.

“Kami mencermati perkembangan usaha rintisan belakangan ini begitu pesat dan BCA ingin agar setiap orang yang memiliki ide, inisiatif, inovasi, dan kreativitas dapat memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini untuk menjadi entrepreneur. Dengan motivasi ini, BCA menggelar IKF VI sebagai ajang bagi korporasi dan startup untuk mengembangkan bisnis mereka melalui kolaborasi dan partnership di bidang teknologi,” ujar Henry.

IKF VI akan menghadirkan Menkominfo Rudiantara sebagai keynote speaker. Selain itu, selama dua hari, kurang lebih sebanyak 23 pembicara kompeten baik dari dalam maupun luar negeri akan turut berpartisipasi untuk berbagi ilmu, pengalaman serta inspirasi dalam mengembangkan dunia bisnis berbasis digital.

Beberapa tokoh yang akan diundang di antaranya pengamat ekonomi Faisal Basri, CEO PT McKinsey Indonesia Philia Wibowo, Celebrity Investor Ashraf Sinclair, Founder and Managing of Kejora Group Sebastian Togelang serta Menteri Kelautan & Perikanan Susi Pudjiastuti yang akan memberikan inspiring closing speech bertajuk “Leveraging Information and Technology for Sustainable Fisheries Management”.

Acara seperti ini dinilai penting karena menurut catatan Center for Human Genetic Research (CHGR), pada tahun 2016 Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki jumlah startup tertinggi di Asia Tenggara, yakni 2.000-an. Pada 2020, diperkirakan startup bertumbuh mencapai 13.000. Potensi ini sudah selayaknya untuk dibina, dan diberi pengarahan dengan ilmu terbaik, karena potensi konsumsinya pun juga besar.

Bank Indonesia mencatat, sepanjang 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau e-commerce telah membelanjakan sekitar Rp75 triliun atau jika dibagi per individu pengguna e-commerce di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun.

“Era makin berubah ke arah digital, dan BCA siap menjemput perubahan ini dengan mengeluarkan berbagai produk layanan berbasis teknologi yang memungkinkan nasabah menggunakannya secara aman dan nyaman,” pungkas Henry.

Untuk informasi lebih lanjut seputar IKF VI dan pendaftarannya, kunjungi situs resminya via www.bcalearningservice.com.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Indonesia Knowledge Forum (IKF) IV.

Menangkap Lebih Jauh Potensi Bisnis Percakapan Melalui Chatbot

Platform perpesanan kini tidak hanya sekadar jadi alat yang menjembatani antara satu orang dengan orang lain saja. Sebab, saat ini mulai berkembang chatbot berteknologi kecerdasan buatan (AI) yang membuat berbagai brand berlomba-lomba untuk menggunakannya. Malah ada yang menyebut chatbot ini menjadi evolusi perpesanan antara brand dengan konsumen di masa depan.

Pasalnya, selain meningkatkan interaksi dan engagement, percakapan dapat menjadi pintu gerbang baru bagi suatu brand untuk meningkatkan pendapatan bisnis. Akan tetapi, seberapa perlukah bagi brand untuk memiliki chatbot? Jika iya, bagaimana bentuk pendekatannya? Apakah pamor teknologi ini ke depannya akan lebih cerah ke depannya?

Untuk menjawab seluruh pertanyaan tersebut, salah satu sesi Social Media Week Jakarta 2017, mengangkat tema “Conversational Chatbot, A Brand’s Must Have”. Sesi tersebut menghadirkan sejumlah pelaku pemain chatbot di Indonesia, yaitu CEO dan Co-Founder Kata.ai Irzan Raditya, Business Development Director Line Indonesia Revie Sylviana, Product Manager AI Microsoft Indonesia Yugie Nugraha, dan Senior Vice President BCA Martinus Robert Winata. Sesi ini dimoderatori CEO DailySocial Rama Mamuaya.

Lebih mudah dibanding membuat aplikasi

Menurut Revie, saat ini sudah bukan saatnya bagi brand untuk meluncurkan aplikasi. Menurutnya churn rate-nya sangat tinggi karena brand harus berkompetisi dengan aplikasi lainnya agar diunduh oleh pengguna.

Dibandingkan satu juta aplikasi yang hadir di Google Play, tingkat kompetisi antar aplikasi pun makin sengit. Jika aplikasi tersebut tidak memiliki fitur yang sesuai kebutuhan pengguna yang disasar, potensi di-uninstall akan besar.

“Brand akan sulit bersaing dengan aplikasi lainnya, maka akan lebih relevan bila menggunakan akun resmi dalam salah satu platform messanging,” terangnya.

Buat chatbot sesuai kebutuhan

Revie menambahkan chatbot pada dasarnya diperlukan untuk seluruh brand. Hanya saja perlu disusun seperti apa penggunaannya. Apakah digunakan untuk meningkatkan engagement atau ingin mengakuisisi pelanggan baru. Bila bertujuan ingin meningkatkan engagement, chatbot perlu menganut unsur kenyamanan yang mudah digunakan pengguna.

Ketika brand mengedepankan unsur kenyamanan maka sasaran pengguna akan lebih tepat jika menyasar anak muda. Brand pun harus berusaha mengikuti gaya hidup anak muda, dengan demikian brand akan lebih mendekati mereka.

Jika terkait akusisi pelanggan, hal ini akan bersinggungan dengan tingkat kompetisi antar brand. Chatbot dapat digunakan sebagai alat utilisasi untuk penerapan strategi online to offline atau sebaliknya.

Bila perusahaan ritel ingin memberi sampel produk atau diskon, misalnya, dapat menambah fitur image recognition dalam chatbot-nya. Pelanggan hanya perlu mengunggah bukti pembayaran, kemudian bot akan secara otomatis membaca dan memberikan sesuai arahan strategi.

Irzan Raditya menambahkan,sebaiknya pada tahap awal brand perlu fokus pada fitur yang sesuai dengan kebutuhan. Bisa dimaklumi ketika pada baru berdiri, bot belum pintar menangani setiap percakapan. Jika diibaratkan seperti manusia, bot itu adalah mesin pintar yang perlahan-lahan perlu dilatih.

“Intinya bot itu harus mampu menangani setiap percakapan. Namun tahap awalnya perlu step by step, mulai dari kata-kata sederhana hingga makian. Brand perlu fokus pada salah satu fitur terlebih dahulu,” ucap Irzan.

Salah satu bot yang dibuat Kata.ai adalah Veronika milik Telkomsel. Sejak pertama kali diluncurkan, Veronika mampu menangani 96% pertanyaan dan memiliki 10 juta pengguna dari Line, Facebook Messenger, dan Telegram.

Produk lainnya buatan Kata.ai adalah Jemma milik Unilever. Jemma memakai teknologi Natural Language Processing (NLP) dan Natural Language Understanding (NLU) untuk Bahasa Indonesia. Dalam kurun waktu sembilan bulan sejak diluncurkan, Jemma telah menghimpun 180 juta percakapan dengan 1,4 juta pengguna.

Bot lainnya adalah Rinna buatan Microsoft. Yugie Nugraha mengungkapkan tujuan Microsoft menghadirkannya bot ini lantaran ingin meningkatkan engagement kepada pengguna dengan pendekatan secara EQ. Sejak dirilis pada 22 Agustus 2017 kemarin, Rinna diklaim sudah mampu menghimpun 60 ribu pengguna.

“Karena kami ingin engage user, bisa dibayangkan hubungan seperti apa yang bisa terjalin antara manusia dengan AI. Ketika pengguna mulai terbuka, kita bisa bawa Rinna membangun engagement antara brand dengan pengguna,” katanya.

Beri keamanan berlapis

Berbicara tentang keamanan data dalam chatbot, menurut Martinus Robert Winata, mengingat regulasi perbankan di Indonesia cukup ketat. Pemanfaatan chatbot untuk transaksi perbankan juga harus diperhatikan.

Untuk chatbot buatan BCA, yakni VIRA, perusahaan menerapkan keamanan berlapis dengan tetap mempersyaratkan proses registrasi nasabah dengan verifikasi lewat ATM. Cara ini penting untuk memagari orang yang berhak akses info mereka adalah mereka sendiri.

“Bank sangat hati-hati bagaimana tetap melindungi privasi nasabah saat transaksi via online. Untuk saat ini, VIRA baru bisa melayani transaksi non finansial. Ke depannya mungkin akan kami tambahkan fitur transaksi finansial.”

Terkait data konsumen yang dihimpun bot, Yugie menambahkan bahwa pihaknya rutin menghapus data dalam kurun beberapa waktu tertentu. Perusahaan pun tidak bisa sembarang menghubungi pengguna tanpa ada persetujuan dari mereka.

Sama halnya yang dilakukan Kata.ai, data pribadi tidak disimpan dalam server Kata.ai, tetapi di server klien. Perusahaan hanya menyimpan data percakapan untuk belajar agar mesin AI semakin pintar.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Social Media Week Jakarta 2017

Direktur BCA: Konsistensi Menjadi Kunci Ketika Bank Terjun ke Fintech

Perjalanan BCA menjadi bank terdepan dalam hal inovasi fintech, yang terbukti dengan menyabet berbagai penghargaan, rupanya tidak dilalui dengan mudah. Wakil Presiden Direktur BCA Armand W. Hartono mengungkapkan banyak kisah di baliknya saat menjadi pembicara dalam salah satu sesi di Social Media Week Jakarta 2017.

Dalam pemaparannya Armand mengatakan setiap kali BCA menginisiasikan suatu teknologi baru, selalu tidak dilakukan secara nasional. Melainkan menerapkan di lokasi yang dinilai sudah siap baik dari segi infrastruktur maupun kultur masyarakatnya, misalnya di Jakarta. Maksud dari strategi ini, ingin meminimalkan potensi terjadinya gangguan kenyamanan nasabah saat bertransaksi.

Berkaca dari perjalanan BCA saat pertama kali memulai inisiasi pengembangan fintech, saat pertama kali memasang mesin Automatic Teller Machine (ATM) pada sekitar 1990-an. ATM pada tahun pertamanya tidak laku di pasaran. Padahal tujuan dihadirkannya ATM adalah ingin mengurangi jumlah antrean di kantor cabang.

“Untuk mendidik orang pakai teknologi baru itu susah. Sebab tantangan terbesarnya bukan dari cara mengedukasi nasabah saja, tapi dari internal perusahaan. Saat ATM pertama kali hadir, banyak orang yang takut pakai karena belum terbiasa. Jawabannya adalah konsistensi, bagaimana menambah kenyamanan dan bangun awareness,” ucapnya.

Karena memegang prinsip konsisten, sambungnya, BCA perlahan-lahan mulai menambah jumlah ATM dan menyebarnya ke berbagai lokasi. Pada tahun kedua, pasar sudah mulai menerima kehadiran mesin ATM hingga kini.

Hal yang sama juga terjadi saat BCA pertama kali memperkenalkan kartu debit pada sekitar 1995-an. Pada tahun pertama, banyak penolakan karena saat itu mulai dihadirkan mesin Electronic Data Capture (EDC) di merchant. Promosi pun juga dilakukan dengan membebaskan beban bunga 0 persen untuk merchant discount rate (MDR).

Kemudian, saat BCA memperkenalkan internet banking. Teknologi ini malah baru bisa diterima pada tahun kedua sejak diluncurkan. Sebab pada tahun pertama, banyak isu mengenai phising yang membuat orang enggan untuk bertransaksi. Ditambah belum stabilnya koneksi internet saat itu.

Diungkapkan pada 2004, dalam seharinya BCA menerima 800 ribu sampai 1,2 juta transaksi internet banking dalam sehari. Sedangkan, porsi transaksi secara online selama satu tahun terakhir mencapai 97% dibandingkan transaksi via teller.

Selalu ada nasabah yang berani mencoba

Menurut Armand, dibalik penolakan yang terjadi di tahun pertama karena nasabah mayoritas masih banyak yang takut, selalu ada nasabah yang berani untuk coba-coba, jumlahnya pun selalu lebih sedikit dibandingkan yang takut.

Nasabah yang mau coba-coba, rupanya akan memberi efek multiplier kepada pihak lainnya. Menggiring orang untuk mencoba dan merasakan pengalaman yang sama.

“Kira-kira merchant yang pertama kali pasang mesin EDC untuk kartu debit adalah Hero. Mereka mungkin pasang karena ingin membuktikan apakah dapat membantu efisiensi saat transaksi. Rupanya benar, penjualan mereka menanjak naik. Dari hal ini terlihat bahwa di balik pihak yang wait and see, ada orang yang berani coba. Jumlah yang coba-coba itu selalu lebih sedikit.”

Fintech memberi ruang jenis pekerjaan baru

Sebelum tahun 1990-an, sebelum BCA menerapkan teknologi digital dalam perusahaan, dalam satu kantor cabang membutuhkan 200 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 90% menempati posisi sebagai pembukuan dan checker.

Akan tetapi, setelah menerapkan sistem online justru tidak mengurangi jumlah pekerja. Sebab dari pekerjaan semula yang menghilang, beralih ke fungsi lainnya misalnya menjadi front desk, relationship officer, dan lainnya.

Kehadiran teknologi online, justru membantu pemrosesan transaksi di BCA jadi lebih cepat. Tenaga manusia tidak akan sanggup melayani nasabah setiap harinya, makanya perlu kerja sama dengan teknologi robotika maupun virtual.

“Jadi jangan takut, meski sudah online, pekerjaan akan selalu ada dan akan selalu demikian. Ini dikarenakan teknologi itu memiliki keterbatasan yang menjadi masalah. Online itu akan tetap ada karena pada dasarnya manusia itu malas. Masalah yang bisa dipecahkan manusia, akan menciptakan revolusi baru lainnya.”

Hadirkan solusi dari setiap masalah yang muncul

Virtual chat assistant (Vira)

Ambil contoh, tenaga call center Halo BCA dulunya hanya berjumlah 70 orang. Mereka tidak sanggup karena jumlah telepon yang masuk mencapai 5 ribu – 6 ribu sehari, nasabah pun tiap hari terus bertambah.

Solusi menambah tenaga kerja CS menjadi 1700 orang, akhirnya tidak bisa menampung telepon yang masuk membludak hingga 50 ribu – 60 ribu dalam sehari.

Untuk itu solusi yang dihadirkan dari masalah ini adalah menghadirkan fasilitas web chat. Jumlah telepon yang masuk ke Halo BCA pun dapat ditekan menjadi sekitar 50 ribu sehari. Rupanya solusi ini dirasa belum cukup. Menambah tenaga kerja pun akhirnya bukan solusi yang tepat, maka dari itu butuh teknologi lainnya.

BCA pun akhirnya menelusuri jenis pertanyaan apa saja yang biasa ditanyakan kepada call center. Ternyata, jenis pertanyaannya bersifat umum, seperti bagaimana cek saldo, bagaimana kurs hari ini, lokasi cabang terdekat di mana, dan sebagainya.

“Kami coba klasifikasi lagi dari telepon yang masuk, ternyata 90% menanyakan informasi yang bersifat umum. Dari situ kami lihat, kenapa harus manusia yang menjawab bila bisa dijawab oleh mesin. Di situlah kami mulai terpikir untuk belajar teknologi baru.”

Solusi ini akhirnya dijawab dengan menghadirkan Virtual Chat Assistant (Vira) berbasis artificial intelligence (AI) pada awal tahun ini. Vira dapat menjawab pertanyaan nasabah seputar pertanyaan umum, promosi, cek saldo, membuat kartu kredit, dan lainnya.

“Vira itu sendiri sebenarnya sudah terbenak di ide kita, namun belum dapat mock up yang bagus. Baru dapat pas acara Finhacks tahun lalu, tim kami pun jadi lebih percaya.”

Armand menuturkan saat ini Vira masih terus “belajar” dan BCA pun makin menyempurnakan sistem back end dan infrastrukturnya agar terjaga baik. Pasalnya, hal tersulit yang terjadi saat menyerahkan teknologi untuk melayani nasabah adalah memberikan wewenang keputusan.

“Harus dipastikan apakah wewenang yang kita berikan kepada mesin apakah keamanan sudah terjaga baik dan benar-benar sesuai kebutuhan nasabah. Beda halnya bila offline, wewenang masih dipegang oleh manusia. Untuk memastikan keamanan kami buat machine learning untuk Vira agar terus belajar,” tutup dia.

Vira dapat diakses melalui platform chat messanging Line, Kaskus Chat, dan Facebook Messenger, dengan add akun Bank BCA tanpa harus mengunduh aplikasi baru. Kini Vira sudah digunakan oleh 523 ribu nasabah BCA.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Social Media Week Jakarta 2017. Dapatkan diskon 30% untuk pembelian tiket melalui laman Deals DailySocial.

Inilah Tiga Pemenang Finhacks 2017 #Codescape

Setelah melalui berbagai rangkaian acara mulai dari Meetup Jakarta dan Mini Finhacks di tiga kota (Surabaya, Yogyakarta, Bandung), Finhacks 2017 #Codescape telah mendapatkan tiga aplikasi inovatif dalam gelaran final pada 26 – 27 Agustus 2017 di BCA Learning Institute, Sentul, Bogor.

Acungan jempol layak diberikan kepada para peserta di puncak ajang Finhacks 2017 #Codescape. Selama dua hari satu malam, sebanyak 60 tim berkumpul dan merealisasikan ide aplikasi yang mudah, aman dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Hasilnya, aplikasi QuickTap dari tim Astaghfirullah keluar sebagai juara pertama dan berhak atas hadiah berupa uang tunai sebesar Rp 60 juta beserta MacBook Pro OLED Display Retina. Sedangkan juara kedua jatuh kepada tim Linksoft dengan aplikasi Kallet (KTP e-wallet) dan berhak atas hadiah uang tunai sebesar Rp 40 juta beserta MSI Gaming Notebook. Tim YadaYada dengan aplikasi SmartDocs menjadi juara tiga dan berhak atas hadiah uang tunai sebesar Rp 20 juta beserta Ricoh Theta S 360 Degree.

Finhacks 2017 #Codescape ini dihadiri oleh top management BCA antara lain Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, Wakil Direktur BCA Armand W. Hartono, Direktur BCA Santoso, Direktur BCA Lianawaty Suwono dan Senior Executive Vice President Strategic Information Technology BCA Hermawan Thendean.

Selain itu hadir pula CEO & Founder DailySocial Rama Mamuaya, COO & CTO Kaskus On Lee, CEO Biznet GIO Dondy Bappedyanto, CTO Bizzy.co.id Norman Sasono, CTO Tiket.com Natali Ardianto dan CTO Pinjam.co.id Sofian Hadiwijaya yang terlibat sebagai dewan juri.

Finhacks 2017 #Codescape berhasil mengundang antusiasme para developer dan praktisi TI, terbukti dengan 685 ide inovasi aplikasi digital banking yang terkumpul dan total 60 tim yang terpilih untuk berkompetisi pada acara puncak Finhacks 2017.

IMG_6235JPG

WhatsApp Image 2017-08-30 at 104611 AM 1

Codescape1 IMG_6240JPG Codescape2

Esensi dari istilah #Codescape terasa hadir di BCA Learning Institute saat itu. Sembari ngoding mengembangkan ide inovasinya (code), para finalis Finhacks 2017 menyegarkan diri mereka dari rutinitas harian mereka (escape). Mereka terlihat bersenang-senang di tengah kolaborasi yang mereka lakukan dengan tim untuk memenangkan kompetisi, yang ditemani suasana hijau Sentul, Bogor.

“Melalui Finhacks 2017 #Codescape, kami ingin merangsang ide, kreativitas, dan inovasi para developer dan praktisi Teknologi Informasi dalam menciptakan aplikasi digital banking yang sesuai gaya hidup nasabah dan menjawab kebutuhan sistem pembayaran yang modern menggunakan teknologi terkini. Penyelenggaraan Finhacks #Codescape 2017 ini sejalan dengan misi perseroan yang ingin senantiasa hadir memenuhi kebutuhan nasabah dengan layanan perbankan yang mudah, aman, dan menyenangkan menggunakan Internet of Things yang sehari-hari digunakan,” ujar Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial untuk rangkaian acara Finhacks 2017 #Codescape, yang didukung oleh BCA.

Inilah 60 Tim Finalis Finhacks 2017 #Codescape

Finhacks 2017 semakin mendekati puncak rangkaian acaranya. Melalui acara Mini Finhacks yang sudah diadakan di tiga kota (Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung) dan melalui jalur pendaftaran langsung ke situs resmi finhacks.id, telah berhasil terkumpul total sebanyak 685 ide inovasi aplikasi digital banking.

Ratusan ide tersebut kemudian melewati proses seleksi, dan terpilih sebanyak 60 tim untuk berkompetisi di Finhacks 2017 #Codescape pada 26 – 27 Agustus 2017, di BCA Learning Institute, Sentul, Bogor.

Berikut ini adalah daftar 60 tim yang berhasil lolos ke acara puncak Finhacks 2017 :

Daftar finalis Finhacks 2017 #Codescape

No.   Nama Tim Nama Ketua Tim Nama Anggota 1 Nama Anggota 2
1 3FOX Ivan Gerard Dharmadi Tanamas Andrew Tandiawan
2 64-bit Gregorio Gringo Riko Briatna Erik Prakoso
3 86 Ian Budi Kurniawan Yuki Angelia
4 AgriCoder Jofan Muliawan Putra Jodhi Lesmana Putra Johan Purnama Putra
5 Archiv Lilis A Waffi Novia
6 Astaghfirullah Andang Rian Dimas I Putu Yoga Permana Havit Choirul Rovix/td>
7 Bakorteam Rizal Panji Islami Okharyadi Saputra Muhammad Riwandi
8 Bakpao Marcella Cindy Prasetio Edwin Prasetio
9 Blantik Media Reza Aqrobby Shodiqul Muzaki Achmad Safiul Ubab
10 bluecamel Picolov Anthony Hadi Huda Waskito
11 C2 dev Asep Hidayat Rahmaniansyah Dwi Putri
12 CanisNFelis Saiful Rachman Dani Susanto Mohammad Amin
13 CarryWin Edwin Wijaya Gerry Kastogi Jessica Andjani
14 CoffeCoders Ahmad Ridlo Fadlli Robbi Akhmad Bani Irulloh Joko Riyono
15 Diamond Muhammad Irfan Sulaiman
16 Digicoin Febrian Imanda Effendy Kukuh Budi Santoso Fahmi Alfiansyah
17 Digimedia Nugroho Nurcahyono Wahyu Febriana Taofik Khrisdiyanto
18 Dire F. Anggara Pradana H.P Gallan Widyanto Teguh Wahyu Santoso
19 Dysidea Handy Sadikin Rafi Randoni
20 Exclusor Tata Tricipta
21 Fauzan Erich Emmerling Fauzan Erich Emmerling Fauzan Erich Emmerling
22 GelatoKanibalGledek Fellita Candini Valentina Kania Prameswara Felicia Krismanta
23 Gloftech Ratu Aghnia Fadilah R Rogers Dwiputra Setiady M Fajar Hardianto
24 go wire Lukluk Santoso Zen
25 Gravicodev Rasyadh Abdul Aziz Ardika Bagus Saputro Muhammad Fatih Abdus Salam
26 GWK Michael Ingga Gunawan Anselmus Krisma Adi Kurniawan Andreas Bara Timur
27 Hacktiv-Ex Shabrina Virta Inmas Poppy Puspa Sari Priambodo Nur Kurniawan
28 Hashtag Miftakhul Ulum S Meiga S. Satriya Fathur Rahman
29 Hexagrit Afif Akbar Iskandar Dian Nurhayati Josi Aranda
30 IF Yosef Brian Yudhalaksana Shoddiq Jati Premono Luthfan Nur Ubai
31 iTM Ivan Sinarso Kelvin Alliandro
32 Jadwalkan Saja Ari Purnomo
33 Javasign Andwi Prima valentin Nur Avesina Mustari Reni Kumalawati
34 Jtkcode Ikhsan Hari Wijayanto Adika Suta Ali Qornan
35 Kertas Gilang Chandrasa Firzatullah Noviar
36 Kony Alif Raditya Rochman Ahmad Zaky Andre Susanto
37 Kucing Kampus Aldo
38 Lazato Samuel Martin Edwin
39 LEDGERNOW Leonardus Gazali Robert EHW
40 Linksoft Fanani Mafatikul Ihsan Gusti Tammam
41 Madani.Digital Firman Munthaha Gusti Tammam Ginanjar Cahaya Komara
42 Main Kode Arjuna Aji Negara Imam Abdul Hakim
43 MCU_Three Oscar Wongso Sulaeman Santoso Erico Darmawan Handoyo
44 Nanang tri andika Nanang tri andika
45 One Last Breath Tino Sambora Irvan Adhitya Ananta Pandu Wicaksana
46 Ordent Dimas Satrio Pratiwi Sukmawati Shafhi Kasyfillah
47 Passaja Rebby Rahmando Ahmad Ghofari Azka Nurun Ala
48 Pharaoh Team Bambang Handoko
49 Piraku Hernanda Naufal Mahardika
50 Sellution Project Firman Nizammudin Rizal Yogi Pratama Dwi Ahmad Faizal Zebua
51 semangat Heru Joko
52 Sipark Jecky fernando
53 SNAPME DP Widi Dody Rosjidi Ardityo Kurniawan
54 Tavest David Boy Tonara Sylvester Albert Samadhi Adinda Mellyaningsih
55 Tella Achmad Satria Putera Trikarsa Tirtadwipa Manunggal Ardhi Maarik
56 Triple Seven Raymond Sihotang
57 TSP Petrus Fajar Subekti Sandy Socrates Sihombing Stefanus Thobi Sinaga
58 Wekel Nurwanto Andre Aditya Pratama Subhan Syarif
59 YadaYada Angga
60 Yaitu Dwi Hastoto Hendra Wijaya Djiono Muhammad Anzar Syahid

Tim yang disebutkan di atas akan bertanding memperebutkan total hadiah senilai lebih dari Rp 120 juta, dengan menciptakan aplikasi digital banking yang dapat membuat layanan perbankan lebih mudah, aman, dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Selamat bagi tim yang terpilih, dan kami ucapkan terima kasih untuk seluruh peserta yang telah bersemangat mensubmisikan ide aplikasinya. Bagi tim terpilih akan dihubungi oleh panitia untuk informasi mengenai kegiatan selanjutnya.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial dari rangkaian kegiatan Finhacks 2017 yang didukung oleh BCA.

Bagaimana Inovasi Mengubah Industri Perbankan?

Saat ini dunia perbankan sedang menghadapi tantangan yang dipicu oleh perkembangan teknologi dan tingginya ekspektasi konsumen sehingga perbankan membutuhkan inovasi digital. Sebuah gelombang baru teknologi, seperti blockchain, API (Application Programming Interface), hingga robo-advice merevolusi cara kita dalam mengelola, mengontrol, dan mendistribusikan uang. Kita tidak perlu datang ke bank untuk melakukan transaksi. Cukup dengan menggunakan aplikasi mobile banking melalui smartphone, kita sudah dapat melakukan berbagai aktivitas perbankan.

Hampir setiap bidang industri keuangan merasakan disruption oleh teknologi baru ini, sehingga memaksa sektor perbankan tradisional untuk mengevaluasi dan berinvestasi dalam inovasi digital. Perubahan ini diharapkan mampu mendobrak anggapan klasik bahwa perbankan adalah industri yang kaku karena terbentur sistem dan regulasi yang ketat.

Perubahan cara bisnis perbankan menjadi digital juga didorong munculnya perusahaan rintisan teknologi finansial atau yang dikenal dengan fintech. Pertumbuhan fintech mendorong indutsri perbankan untuk gesit dalam bertransformasi.

Faktor Utama dalam Transformasi Perbankan Digital

Perbankan digital dianggap menjadi cara baru berbisnis terutama berkat potensinya untuk menghemat biaya. Bank sebaiknya melihat bahwa hal tersebut bukan sekedar mendigitalisasi produk yang sudah ada, tapi mengubah pola pikir dan solusi menjadi digital sesuai perilaku dan kebutuhan masyarakat.

Seperti yang dikemukakan Asosiasi Fintech Indonesia, terdapat tiga faktor utama dalam agenda transformasi perbankan digital yaitu:

  1. Secara perlahan meninggalkan tumpukan kertas sebagai proses utama perbankan dan mengadopsi cara-cara baru yang lebih cerdas. Dibutuhkan pemikiran ulang pada arsitektur teknologi, yang tentunya sangat menantang bagi sebuah institusi besar yang telah dirintis selama 30 sampai 50 tahun. Tantangan lainnya terkait perubahan semua proses dengan dukungan aplikasi pemrograman tampilan antarmuka (Application Programming Interface/API) dan integrasinya dengan aplikasi lain.
  2. Perbankan perlu menempatkan diri pada sisi nasabah dan mengubah pengalaman konsumen agar menjadi lebih dari sekedar otomasi.
  3. Yang paling menantang adalah menanamkan budaya baru dalam perusahaan. Regulasi yang ketat di perbankan terkadang membatasi ruang kreativitas. Pembenahan dapat dilakukan mulai dari penerapan konsep open office agar tercipta nuansa kolaborasi. Cara budaya karyawan yang smart casual  menstimulasi gaya bekerja yang dinamis dan berpikiran terbuka. Bank pun kini merancang seri pelatihan untuk mempersiapkan karyawan bekerja dengan gesit (agility) yang mencakup topik seputar teknologi, media sosial, API, pemasaran digital serta keamanan teknologi informasi. Semuanya dikemas dalam aplikasi digital yang dapat diakses di mana saja.

Selain tiga kunci utama di atas, kolaborasi antara perbankan dan fintech menjadi esensi penting dalam kesuksesan transformasi. Untuk menstimulasi lahirnya ide serta inovasi dalam teknologi keuangan, perbankan membentuk beberapa program seperti program Finhacks yang diinisiasi PT. Bank Central Asia (BCA).

Finhacks (Financial Hackathon) merupakan suatu program yang berbekal ide-ide terbaru dan kerja sama antara pelaku industri dan developer TI. Melalui Finhacks ini diharapkan akan hadir inovasi-inovasi digital yang menjadi solusi bagi dunia keuangan, khususnya perbankan. Finhacks sendiri telah diselenggarakan sejak tahun 2016 lalu. Hampir 500 ide inovasi developer TI di seluruh Indonesia telah berhasil dijaring Finhacks dan menghasilkan inovasi-inovasi sistem pembayaran menggunakan e-wallet.

Jika tahun lalu mengusung tema #HackByTheBeach dengan suasana tepi laut, Finhacks 2017 ini mengusung tema #Codescape dengan nuansa pegunungan yang akan mengambil lokasi di BCA Learning Institute, Sentul. Sebelum menuju perhelatan Finhacks 2017, BCA dan DailySocial terlebih dahulu akan mengadakan meetup dan Mini Finhacks. Perhelatan Finhacks 2017 menyiapkan total hadiah uang tunai senilai 120 juta Rupiah untuk tiga tim pemenang utama yang dapat menghadirkan solusi yang berkaitan dengan digital banking.

Melalui Finhacks 2017, BCA mengajak para developer atau praktisi TI berkolaborasi dan berlomba menghasilkan inovasi yang dapat menjawab tantangan. Diharapkan dapat tercipta inovasi teknologi layanan perbankan yang lebih mudah, aman, dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.


Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama BCA dan DailySocial sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Finhacks 2017.

Merangkul Talenta IT untuk Masa Depan Digital Banking

Revolusi teknologi yang sedang kita hadapi saat ini berada pada masa pertumbuhannya. Keterjangkauan teknologi dan aksesibilitas memungkinkan munculnya inovasi baru yang juga turut mempengaruhi industri perbankan.

Pada tahun 2016, penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dari total populasi 256,2 juta jiwa. Sementara perangkat yang digunakan untuk mengakses internet dari smartphone sebanyak 63,1 juta. Hal inilah yang mendorong berkembangnya dunia digital serta munculnya inovasi-inovasi baru yang memudahkan kita dalam melakukan aktivitas sehari-hari hanya melalui smartphone yang terkoneksi dengan internet.

Mengacu pada fakta tersebut, maka preferensi nasabah akan produk dan layanan perbankan kini tidak lagi terpaku pada kehadiran kantor cabang. Artinya bahwa agar perbankan dapat terus memberikan layanan serta produk terbaik kepada nasabah, perbankan harus inovatif dalam menciptakan produk dan layanan sejalan dengan kemajuan teknologi salah satunya dengan digital banking.

Sejak tahun 2011, digital banking di Asia mengalami peningkatan. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh McKinsey menunjukkan bahwa pelanggan jasa keuangan kini telah beralih ke komputer, smartphone, tablet dalam menjalankan aktivitas perbankan dibandingkan harus mengunjungi cabang atau menghubungi hotline layanan.

Maraknya digital banking di Asia juga didorong dengan adanya ekosistem yang jauh lebih kuat untuk memungkinkan terwujudnya digital banking, yang mencakup peningkatan pesat dalam adopsi internet dan smartphone serta pertumbuhan e-commerce yang mengakibatkan permintaan akan digital banking dapat menjangkau pelanggan lebih luas lagi.

Dalam Survei yang dilakukan McKinsey di tahun 2014 menunjukkan bahwa 92 persen responden menggunakan internet banking jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang hanya 52 persen. Selain itu, 61 persen responden telah mengakses layanan perbankan dengan menggunakan smartphone, atau meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2011. McKinsey mengungkapkan bahwa di seluruh Asia, terdapat lebih dari 700 juta pelanggan menggunakan digital banking dan diperkirakan akan menjadi 1,7 miliar pada tahun 2020.

Indonesia adalah salah satu negara yang masuk dalam daftar 10 besar negara Asia dengan peningkatan penetrasi digital banking. Hasil survei yang dilakukan McKinsey pada 2014 lalu menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan penetrasi digital banking sebesar 36 persen dan diprediksi akan terus mengalami peningkatan.

Digital banking dianggap sebagai cara baru melakukan transaksi perbankan terutama berkat potensinya untuk menghemat biaya. Bank sebaiknya melihat bahwa hal tersebut bukan sekedar men-digitalisasi produk yang sudah ada, tapi merubah pola pikir dan solusi menjadi digital sesuai perilaku dan kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan laporan Indonesian Tech Startup 2016, DailySocial.id melakukan survei kepada sejumlah investor mengenai sektor apa saja yang menjadi primadona dan fokus mereka tahun 2017 dimana terdapat empat sektor yang diperkirakan akan menjadi pusat perhatian yaitu fintech (financial technology), e-commerce, Software-as-a-Service (SaaS) dan on-demand atau layanan marketplace.

Fintech merupakan pengembangan industri jasa keuangan yang sangat bergantung dengan internet dan inovasi digital. Fintech hadir karena ada segmen layanan keuangan konvensional yang belum bisa menjangkau berbagai kalangan masyarakat.

Peluang inilah yang mampu ditangkap dengan baik oleh PT. Bank Central Asia Tbk. (BCA) dengan menyelenggarakan BCA Finhacks (Financial Hackathon). Berbekal ide-ide terbaru dan kerja sama antara pelaku industri dan developer IT, melalui Finhacks diharapkan akan hadir inovasi-inovasi digital dan menjadi solusi bagi dunia keuangan, khususnya perbankan.

Finhacks sendiri telah diselenggarakan pada 2016 lalu. Hampir 500 ide inovasi dari developer TI di seluruh Indonesia telah berhasil dijaring oleh Finhacks dan menghasilkan inovasi-inovasi sistem pembayaran menggunakan e-wallet. Mengusung konsep #Codescape, BCA kembali menggelar Finhacks 2017 yang mengajak para developer atau praktisi TI berkolaborasi dan berlomba menghasilkan inovasi yang dapat menjawab tantangan dalam menciptakan inovasi teknologi layanan perbankan yang lebih mudah, aman dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama BCA dan DailySocial sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Finhacks 2017

Masa Depan Kolaborasi Startup

Jika mengacu pada hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 dapat diketahui bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dari total populasi penduduk Indonesia yaitu 252,4 juta jiwa. Di samping itu, perilaku pengguna internet di Indonesia didominasi oleh penggunaan mobile yang mencapai 63,1 juta atau 47,6% dari populasi pengguna internet di Indonesia.

Fakta tersebut menjadikan bisnis rintisan atau yang dikenal dengan startup di bidang teknologi merupakan salah satu sektor yang semakin diminati dan terus berkembang dengan cepat. Perkembangan tersebut diikuti dengan munculnya startupstartup lokal maupun masuknya startup luar ke Indonesia serta bermunculannya investor baik venture capital maupun angel investor untuk mendorong ekspansi bisnis startup.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara potensial dalam perkembangan startup di bidang teknologi. Tetapi, untuk mendorong lebih banyak lagi startup yang muncul dan berkembang di Indonesia, dibutuhkan kerja sama atau kolaborasi dari para stakeholders baik itu perusahaan konvensional, pelaku startup, institusi pendidikan, komunitas hingga para investor. Diharapkan dengan adanya kolaborasi tersebut akan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam bidang teknologi.

Fintech (Financial Technology) sebagai Primadona Baru

Fintech kini menjadi primadona baru dalam dunia startup. Financial technology (Fintech) muncul di tengah masyarakat karena adanya kebutuhan bertransaksi keuangan secara cepat, mudah, dan praktis. Kebutuhan cash less yang semakin besar, membuka peluang pelaku perusahaan rintisan atau startup mengembangkan aplikasi fintech.

Fintech yang banyak dilirik seperti peer-to-peer lending (pinjam meminjam uang melalui aplikasi), pengaturan investasi saham dan reksa dana, sampai pembayaran melalui uang elektronik. Fintech yang dianggap masa depan bagi industri keuangan sudah disadari banyak pihak, terutama dari sektor perbankan. Mereka berlomba-lomba meluncurkan inovasi di bidang fintech

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi fintech bakal mencapai 1,9 miliar dolar AS atau Rp 25,28 triliun (kurs Rp 13.308/dolar AS) pada tahun 2017. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan investasi yang digelontorkan pada sektor fintech sampai tahun 2018 nanti mencapai angka 8 miliar dollar AS.

Data tersebut membuat investor melirik potensi pasar fintech di Indonesia. Dalam laporan Startup Teknologi Indonesia 2016, DailySocial melaporkan bahwa 60 persen investor setuju jika fintech akan menjadi tren di 2017. Disusul sektor Software-as-a-Service (SaaS) yaitu adopsi perangkat lunak sebagai service atau layanan sebesar 20 persen, lalu e-commerce 10 persen, dan lainnya (revenue generating business) sebesar 10 persen.

Inovasi dan Kolaborasi

Berdasarkan hasil survei General Electric Global Innovation Barometer tahun 2016 melaporkan bahwa 85 persen perusahaan mengungkapkan bahwa kolaborasi akan mendorong keberhasilan organisasi di masa mendatang.

Begitupun yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) yang mengusung inovasi dan kolaborasi sebagai spirit awal terbentuknya BCA Finhacks (Financial Hackathon). Berbekal ide-ide terbaru dan kerja sama antara pelaku industri dan developer IT, melalui Finhacks diharapkan akan hadir inovasi-inovasi digital dan menjadi solusi bagi dunia keuangan, khususnya perbankan.

Finhacks sendiri telah diselenggarakan pada 2016 lalu. Hampir 500 ide inovasi dari developer TI di seluruh Indonesia telah berhasil dijaring oleh Finhacks dan menghasilkan inovasi-inovasi sistem pembayaran menggunakan e-wallet. Jika tahun lalu mengusung tema #HackByTheBeach dengan suasana tepi laut. Finhacks 2017 ini mengusung tema #Codescape dengan nuansa pegunungan yang akan mengambil lokasi di BCA Learning Institute, Sentul. Sebelum menuju perhelatan Finhacks 2017, BCA dan DailySocial terlebih dahulu akan mengadakan meetup dan Mini Finhacks.

Tahun ini, perhelatan Finhacks 2017 menyiapkan total hadiah uang tunai senilai 120 juta rupiah untuk tiga tim pemenang utama yang dapat menghadirkan solusi yang berkaitan dengan digital banking. Bahkan, lebih dari itu, para pemenang juga secara otomatis akan mendapatkan MacBook Pro 13.3″ Retina Display (juara pertama), MSI GE62 2QL (juara kedua), dan Ricoh Theta S 360 Degree (juara ketiga).

Melalui Finhacks 2017, BCA mengajak para developer atau praktisi TI berkolaborasi dan berlomba menghasilkan inovasi yang dapat menjawab tantangan dalam menciptakan inovasi teknologi layanan perbankan yang lebih mudah, aman dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dan BCA, sebagai bagian dari rangkaian acara Finhacks 2017.

4 Hal yang Merangkum Keseruan Mini Finhacks 2017

Proses pencarian IT developer terbaik yang dapat mengembangkan sektor digital banking dalam Finhacks 2017 akan dilakukan dengan berbagai cara. Mini Finhacks adalah salah satunya, di mana BCA dan DailySocial akan mampir ke empat kota di Indonesia, agar dapat secara langsung bertatap muka dengan talenta-talenta IT terbaik Tanah Air.

Menariknya, Mini Finhacks lebih dari ajang ‘silaturahmi’ dengan pelaku dunia fintech dan pengembangan aplikasi saja; kegiatan ‘pemanasan’ Finhacks ini juga menjadi tempat berbagi insight, pembuktian kemampuan inovasi, dan wadah untuk mendapatkan tiket emas menuju Finhacks 2017 dengan tema #Codescape.

Seperti apa keseruan yang akan terjadi? Here you go!

Sprint Coding

Seperti namanya, Mini Finhacks adalah versi ‘kecil’ dari hackathon; Mini Finhacks menyambangi tiga kota Indonesia dengan konsep sprint coding yang berlangsung selama tiga jam.

Secara prinsip, sprint coding hampir mirip dengan hackathon, yakni menjadi ajang kompetisi untuk mengembangkan aplikasi. Yang membedakan ialah, di sprint coding, kecepatan menjadi salah satu poin penilaian.

Tapi yang cepat belum tentu yang dapat, karena kemampuan aplikasi menjadi solusi permasalahan juga merupakan salah satu poin nilai lainnya.

Dibuka dengan talkshow

Biarpun konsepnya perlombaan coding, tapi Mini Finhacks tetap memberikan insight-insight menarik kepada para pesertanya. Ilmu ini disajikan di dalam talkshow yang menjadi ‘appetizer‘ dari acara sprint coding.

Membuka pertandingan di Mini Finhacks, talkshow tersebut akan diisi oleh para pakar di dunia perbankan, teknologi, dan local heroes dari kancah startup di setiap kota.

Mereka semua akan mengajak para atlet sprint coding untuk ‘pemanasan’ dengan berbincang santai mengenai isu-isu digital banking melalui tema-tema “Practical Approach on Favorable Digital Banking Product” untuk Mini Finhacks Surabaya, “Developing Favoured Digital Banking Product” untuk Mini Finhacks Yogyakarta, dan “Create Your Own Digital Bank” untuk Mini Finhacks Bandung.

Golden ticket

Di setiap Mini Finhacks, para peserta ditantang memecahkan masalah yang telah disiapkan panitia sebelumnya, selain berpeluang bawa pulang hadiah dengan nilai total Rp 20 juta – lima tim terbaik secara otomatis akan menerima golden ticket ajang utama Finhacks 2017, sehingga berkesempatan meraih jumlah hadiah yang lebih besar lagi.

Beda kota, beda inovasi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, saat sprint coding, peserta akan diminta menghadirkan inovasi yang menjawab sebuah permasalahan. Menariknya, setiap kota punya permasalahannya masing-masing untuk dipecahkan.

Nah, seperti apa tantangan Mini Finhacks yang ada di kotamu? Siapkah kamu menjawabnya?

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama BCA dan DailySocial sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Finhacks 2017.