Ayo Simak Unboxing Laptop Gaming Asus ROG Strix G G531

Di antara begitu banyak laptop gaming racikan Asus, ROG Strix disiapkan sebagai spesialisnya permainan-permainan esports populer. Seri Strix meluncur di Indonesia pada tahun 2016 silam, dan dalam perjalanannya, perusahaan PC asal Taiwan itu telah beberapa kali meng-upgrade dan melakukan refresh hardware. Selain itu, Asus juga turut menerapkan strategi pemasaran unik khusus buat Strix.

Paham dengan tingginya minat gamer terhadap genre shooter dan MOBA, Asus memutuskan untuk membagi model Strix menjadi dua: Scar sebagai spesialis FPS dan Hero buat menangani permainan-permainan multiplayer online battle arena. Selanjutnya, sang produsen mengistirahkan varian Strix G standar, hingga akhirnya ia diperkenalkan kembali bersamaan dengan penyingkapan Strix generasi ketiga dan perangkat-perangkat ROG lain di bulan Juli 2019 kemarin.

Sebelum ROG Strix G G531 (atau alternatifnya, Strix G 2019) tersedia ke publik, Asus memperkenankan tim DailySocial untuk lebih dulu melakukan unboxing serta menguji laptop gaming ini secara singkat. Selain komposisi hardware terbaru, gimmick terunik dari Strix G G531 adalah perancangannya dilakukan secara kolaboratif oleh Asus dan tim BMW Designworks. Menariknya lagi, perangkat juga tidak dibanderol di harga terlalu tinggi.

Penasaran seperti apa penampilan dari ROG Strix G 2019 serta pernak-pernik yang Asus sertakan di dalam paket penjualannya? Silakan simak video Open Box DailySocial di bawah ini:

Asus ROG Strix G G531 sudah bisa Anda miliki. Produk dijual seharga mulai dari Rp 14,3 juta (varian berprosesor Intel Core i5-9300H dan GPU GeForce GTX 1050) hingga Rp 38 juta (dipersenjatai Intel Core i7-9750H dan kartu grafis GeForce RTX 2070). Alternatinya, Asus juga telah menyiapkan model berpanel 17-inci Strix G G731 dengan CPU i7-9750H dan GPU GeForce RTX 1650.

BMW Pamerkan Konsep Mobil Camper Hasil Kolaborasinya dengan The North Face

Pada event CES 2019 belum lama ini, BMW sempat memamerkan konsep mobil camper yang cukup menarik, hasil kolaborasinya bersama produsen pakaian outdoor, The North Face. Keistimewaannya terletak pada material yang menjadi kulit luarnya, yakni kain hasil eksperimen The North Face yang dinamai Futurelight.

Futurelight pada dasarnya merupakan kain yang tahan air, tapi istimewanya, ia juga breathable. Pencapaian ini dimungkinkan berkat teknologi Nanospinning yang diterapkan The North Face, di mana prosesnya berhasil menciptakan kain dengan lubang-lubang berukuran nano; bisa dilewati udara, tapi terlalu kecil untuk ditembus oleh air.

BMW camper concept

Futurelight jelas sangat ideal diproduksi menjadi pakaian, akan tetapi The North Face memilih BMW Designworks sebagai mitranya guna menunjukkan potensinya di luar ranah fashion. BMW sendiri bukan pertama kalinya merancang mobil konsep berbalut kain. Pada kenyataannya, konsep ini terinspirasi oleh BMW GINA Light Visionary Model yang diungkap di tahun 2008.

Sayangnya BMW tidak punya rencana untuk meneruskan konsep camper unik ini menjadi mobil produksi yang bisa dibeli konsumen. Sebaliknya, The North Face bakal memanfaatkan kain Futurelight pada deretan produk barunya yang diluncurkan pada musim semi nanti.

Sumber: SlashGear dan BMW.

BMW, Daimler, Ford dan VW Bersekutu Kembangkan Charger Mobil Elektrik Berdesain Anggun Sekaligus Canggih

Di titik ini, menurut saya lebih mudah menyebutkan nama pabrikan mobil yang belum mengembangkan mobil elektrik ketimbang yang sudah, sebab jumlah yang mengikuti jejak Tesla sudah sangat banyak. Namun mengapa Tesla masih merupakan yang terpopuler di segmen ini, terlepas dari statusnya sebagai pionir?

Salah satu jawabannya adalah terkait infrastruktur. Tesla memiliki jaringan pengisian Supercharger yang tersebar di ribuan titik di dunia. Situasinya jelas akan berubah seiring waktu, apalagi mengingat nama-nama besar di industri otomotif; spesifiknya BMW, Daimler, Ford dan Volkswagen Group, tengah mempersiapkan jaringannya sendiri.

Ketimbang bekerja sendiri-sendiri, keempat grup besar itu memutuskan untuk bersekutu dan membentuk joint venture bernama Ionity. Tidak tanggung-tanggung, Ionity menargetkan 400 stasiun pengisian yang tersebar di dataran Eropa pada tahun 2020 nanti. Stasiun pengisiannya pun bukan sembarangan, melainkan yang mengedepankan teknologi fast charging.

Ionity EV charger

Memangnya secepat apa? Charger besutan Ionity bisa menyalurkan daya sebesar 350 kW per unitnya, jauh lebih tinggi dibanding Tesla Supercharger yang ‘hanya’ 145 kW. Untuk sekarang memang belum ada mobil elektrik yang sanggup menerima daya sebesar itu, tapi ke depannya, mobil macam Porsche Mission E dapat menerima daya yang cukup untuk menempuh jarak 400 km dengan durasi pengisian sekitar 20 menit saja.

Sebagai bonus, stasiun pengisian milik Ionity ini tampaknya juga bakal menjadi lokasi favorit untuk mengambil selfie berkat desain unitnya yang begitu manis di mata. Adalah BMW Designworks yang dipercaya menjadi desainernya, dan hasil karyanya tampak sangat menarik meski baru sebatas gambar render.

Sumber: CNET.

Mini Augmented Vision Adalah Kacamata AR untuk Pengemudi Mobil

Februari kemarin, BMW dilaporkan tengah mengembangkan perangkat AR (augmented reality) yang dirancang khusus untuk pengemudi mobil sehingga ia dapat melihat menembus ke luar.

Continue reading Mini Augmented Vision Adalah Kacamata AR untuk Pengemudi Mobil