Hypefast dan Lazada Teken “Joint Business Plan”, Mudahkan Brand Lokal Jual Produk

Startup brand aggregator Hypefast menandatangani kerja sama eksklusif dengan Lazada Indonesia untuk kolaborasi jangka panjang mendorong pertumbuhan brand lokal.

Konkretnya dituangkan melalui Joint Business Plan (JBP) antara Lazada Indonesia dengan brand yang dinaungi Hypefast, termasuk di antaranya exclusive launch products, joint event, marketing barter, training and development, hingga inovasi lainnya untuk mendukung pertumbuhan brand lokal.

Dalam kesempatan yang sama, Hypefast juga memperkuat kerja sama dengan Cosmax Indonesia, perusahaan maklon untuk produk health and beauty. Bentuk konkretnya juga mirip, brand di bawah Hypefast memiliki akses untuk transfer teknologi melalui penelitian dan pengembangan produk.

Langkah ini diambil dalam rangka menyambut antusiasme masyarakat terhadap kehadiran brand lokal yang terus meningkat. Data Ipsos Global Trends 2023 menyebut, sebanyak 51% masyarakat meyakini kualitas brand lokal mampu bersaing dengan brand global. Artinya, saat ini brand lokal memiliki peran yang kian signifikan dan mampu berkontribusi lebih besar untuk membangun perekonomian nasional.

“Kepercayaan masyarakat terus meningkat terhadap brand lokal saat ini unprecedented, dan diprediksi akan terus meningkat, seiring penetrasinya yang meluas dan menjangkau hingga pelosok negeri. Momentum ini adalah kesempatan emas untuk mendorong dominasi brand dan produk lokal,” ujar Founder dan CEO Hypefast Achmad Alkatiri, Rabu (29/11).

Menyabut komitmen bersama ini, CEO Lazada Indonesia James Chang menyampaikan, pihaknya menyambut baik inisiatif dari Hypefast untuk memajukan brand lokal secara bersama-sama. Di Lazada sendiri sudah ada lebih dari 500 brand lokal ternama yang sudah bergabung di platformnya.

Chang juga menyampaikan, ekosistem penunjang juga sangat dibutuhkan oleh bisnis lokal agar mereka dapat terus bertumbuh. Saat ini, ekosistem e-commerce di Indonesia kian matang, makanya tak heran semakin banyak bisnis lokal yang menampakkan diri.

“Kami percaya, komitmen kerja sama ini menjadi penguat ekosistem bisnis lokal untuk dapat terus tumbuh bersama, terutama dengan berbagai fasilitas dan fitur yang Lazada sediakan untuk brand lokal yang bergabung ke Lazada,” kata Chang.

Terkait alasan kerja sama dengan Cosmax, Mad, panggilan akrab dari Achmad, menuturkan berangkat dari data internal Hypefast yang dihimpun dari lebih dari 3000 brand lokal Indonesia, salah satu tantangan terbesar dalam bisnis brand lokal adalah supply chain, product development, dan proses produksi yang membutuhkan profesionalisme dengan standar kualitas tinggi –khususnya untuk kategori health and beauty.

Oleh karenanya, dibutuhkan kemitraan dengan Cosmax yang memiliki fasilitas produksi berstandar internasional. President Director Cosmax Indonesia, Cheong Min-Kyoung menyampaikan, perusahaan berkomitmen untuk menghadirkan produk-produk health and beauty berkualitas dan relevan dengan kebutuhan pasar Indonesia.

“Keterlibatan mitra lokal memegang peranan penting dalam mewujudkannya; melalui kolaborasi dengan brand lokal dalam mengembangkan produk yang tidak hanya memenuhi standar global kami, tetapi juga merespons secara langsung preferensi dan kebutuhan pasar lokal.”

Prediksi tren bisnis

Mad melanjutkan, dari hasil riset internal perusahaan bersama pemain industri, diprediksi bahwa produk kategori mom and kids, terutama personal care akan unggul pada dua hingga tiga tahun mendatang. Alasannya, kategori health and beauty yang mulai jenuh dengan pertumbuhan yang tidak sefantastis sejak awal.

Di industri, pasar ini memang tergolong memiliki margin tebal walau butuh riset yang berbulan-bulan. Dari laporan Hypefast, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk meluncurkan produk health and beauty mencapai 4-6 bulan dan modal minimal Rp50 juta. Kendati demikian, laba kotor yang bisa diperoleh rata-rata 65% dan pembelian berulang hingga 58%.

“Produk health and beauty mulai saturated, sekarang mulai terjadi shifting kategori mom and kids, terutama personal care. Kami proyeksikan [kategori ini] akan unggul pada dua tahun mendatang.”

Tren ini juga tercermin dari kinerja Hypefast. Dalam data terakhir yang dipublikasi, kategori mom and kids berkontribusi terhadap 49% dari total pendapatan perusahaan. Lalu disusul, beauty (34%) dan fesyen (17%). Bila dilihat berdasarkan EBITDA, urutannya juga sama, yakni mom and kids (62%), beauty (35%), dan fesyen (3%).

Kanal penjualan kini didominasi oleh jalur offline (52%) dan online (48%). Salah satu brand di bawah Hypefast, Luxcrime, mencatat kanal offline terus catatkan pertumbuhan. Angkanya dari 12% di 2020 menjadi 48% pada 2023.

Diklaim, Hypefast mencapai pendapatan bersih sebesar $43 juta pada 2022, tumbuh dari $22 juta pada 2021. Disebutkan perusahaan telah berinvestasi untuk lebih dari 15 brand lokal dengan nilai mencapai Rp 434 miliar. Beberapa brand tersebut antara lain, Luxcrime, Roughneck, Bonnels, Soleram, Nyonya Nursing Wear, Adeola Scarf, Fabil Natural, dan Bohopana.

Application Information Will Show Up Here

Hypefast PHK 30% Karyawan Demi Kejar Target Profit

Startup brand agregator Hypefast mengonfirmasi telah merumahkan 30% karyawan, termasuk kontrak dan tetap dengan posisi yang tumpang tindih. Perusahaan berdalih langkah ini diambil demi mengejar pertumbuhan berkelanjutan, ditandai dengan profitabilitas yang lebih baik dan arus kas yang positif.

Tak hanya itu, Founder & CEO Hypefast Achmad Alkatiri menyampaikan langkah tersebut juga diambil sebagai bentuk respons perusahaan menghadapi beberapa tantangan yang diperkirakan terjadi pada tahun depan, termasuk peningkatan biaya penjualan seperti biaya merchant yang lebih tinggi yang ditetapkan berbagai channel, biaya logistik dan biaya terkait lainnya, serta kondisi makroekonomi.

“Kami telah memperoleh EBITDA yang menguntungkan sejak awal tahun 2022, namun ini adalah upaya kami untuk merespons dan bersiap menghadapi beberapa tantangan yang diperkirakan terjadi tahun depan [..] Tujuannya adalah untuk terus menghasilkan keuntungan dan mencapai arus kas bebas yang positif sambil meningkatkan pendapatan kita,” ucap dia dalam keterangan resmi, Rabu (23/8).

Dalam data terakhir yang diungkap perusahaan, tercatat jumlah karyawan Hypefast mencapai lebih dari 350 orang yang tersebar di Asia Tenggara (Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura, dan Bangkok). Dengan demikian, diestimasi karyawan terdampak mencapai 105 orang.

Kepada karyawan terdampak, ia memastikan akan terus mendukung mereka dengan penempatan kerja dan peluang karier di masa depan semaksimal mungkin. Berikut benefit yang akan diberikan:

  • Karyawan yang terkena dampak akan menerima pesangon yang sepenuhnya sesuai dengan peraturan Indonesia;
  • Asuransi kesehatan lanjutan untuk seluruh keluarga sampai akhir tahun;
  • Norma ESOP yang dilonggarkan;
  • Dukungan pekerjaan:
    • Daftar Bakat Alumni — Hypefast akan meluncurkan situs web untuk membantu talenta yang terkena dampak menemukan pekerjaan baru. Terdapat halaman profil karyawan, resume, dan contoh pekerjaan yang dapat diakses oleh calon pemberi kerja.
    • Tim Penempatan Alumni — Selama beberapa bulan ke depan, sebagian besar tim perekrutan akan diubah menjadi Tim Penempatan Alumni untuk memberikan dukungan kepada karyawan yang akan berangkat guna membantu mereka menemukan pekerjaan berikutnya.
    • Dukungan Alumni yang Ditawarkan Karyawan — Hypefast juga mendorong semua karyawan yang tersisa untuk ikut serta dalam program ini guna membantu talenta yang keluar menemukan peran mereka selanjutnya.

“Setiap pemberi kerja akan beruntung memiliki para alumni Hypefast karena kualitas, dedikasi, dan anti-kerapuhan mereka yang telah terbukti. Para talenta ini bekerja bersama kami untuk menskalakan dengan cepat sambil membangun bisnis yang menguntungkan, dan kami berkomitmen untuk membantu mereka menemukan pemberi kerja yang ingin memiliki bakat seperti itu,” tutup Achmad.

Diklaim, Hypefast mencapai pendapatan bersih sebesar $43 juta pada 2022, tumbuh dari $22 juta pada 2021. Kinerja tersebut dicapai tanpa adanya akuisisi merek baru pada portofolionya, sehingga sebagian besar didorong oleh pertumbuhan organik pada merek-merek utama sekaligus mendiversifikasi kehadiran saluran ritel.

Perusahaan telah berinvestasi untuk lebih dari 15 brand lokal dengan nilai mencapai Rp 434 miliar. Beberapa brand tersebut antara lain, Luxcrime, Roughneck, Bonnels, Soleram, Nyonya Nursing Wear, Adeola Scarf, dan lainnya.

Tjufoo Kejar Kualitas daripada Kuantitas Saat Akuisisi Brand

Startup brand agregator Tjufoo mengungkapkan perusahaan akan terus menjaga kualitas brand lokal yang telah diakuisisi untuk tumbuh bersama, ketimbang mengejar kuantitas. Mengejar pertumbuhan brand menuju scalable growth menjadi fokus perusahaan yang dirintis oleh Tj Tham ini.

“Kita enggak mau terlalu banyak [akuisisi], bantu yang existing saja tapi harus high quality [bisnisnya]. Sekarang ada enam brand, akan ada lagi. Totalnya enggak penting, yang penting mereka bisa bangun bersama dengan kami,” terang Co-founder dan CEO Tjufoo Tj Tham saat Buka Bersama Media pada pekan lalu, (6/4).

Tj menekankan bahwa pihaknya mengincar brand secara agnostik alias tidak terpaku pada satu industri tertentu saja. Terhitung, saat ini Tjufoo sudah mengakuisisi enam brand lokal, yakni:

  1. ACMIC: brand untuk produk mobile accessories,
  2. Granova: brand cemilan sehat,
  3. Cypruz : produk wajan anti gores untuk ibu muda,
  4. Dew It : brand skin care berbahan dasar vegan,
  5. Muscle First: brand untuk suplemen fitness,
  6. Dapur Cokelat: brand kue dan cokelat yang memiliki beragam menu signature.

Menariknya, keputusan Dapur Cokelat untuk bergabung dilatarbelangi oleh pertimbangan manajemen yang turut dipengaruhi oleh pandemi yang berlangsung pada dua tahun lalu. CEO Dapur Cokelat Silvano Christian yang turut hadir dalam kesempatan tersebut menyampaikan, expertise dan ekosistem yang kuat menjadi alasan utama Dapur Cokelat bergabung dengan Tjufoo.

Menurut dia, pandemi ‘sukses’ memaksa perusahaan untuk lebih agile dan membuka mata bahwa Dapur Cokelat butuh dukungan dari partner eksternal agar dapat terus bertumbuh. “Harapannya brand Dapur Cokelat dapat awareness lebih tinggi, bisa stay strong dan bisa ke seluruh Indonesia,” ujar Silvano.

Dapur Cokelat sudah beroperasi sejak 2001 dengan toko pertamanya berlokasi di Jalan Ahmad Dahlan, Jakarta. Kini tokonya sudah tersebar di 32 titik dan 56 delivery points. Delivery points adalah proyek yang dirintis perusahaan saat pandemi, memanfaatkan potensi dari cloud kitchen untuk mendekatkan diri ke konsumen di area perumahan dan perkantoran.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Founder Muscle First Sally Varsly. Menurutnya, ia dan tim memiliki pengalaman yang mendalam sebelum menyeriusi bisnis suplemen untuk fitness, bisa mengembangkan produk dan tahu apa yang disukai pasar. Akan tetapi untuk menjadikan Muscle First sebagai bisnis yang berkelanjutan secara jangka panjang, butuh orang yang berpengalaman di bidangnya.

“Muscle First ini baru 2017. Tapi kami sudah berjualan sejak 2012 sebagai suplemen impor, kami belajar market di sini sukanya apa, hingga akhirnya tercetus ide untuk buat brand sendiri. Sekarang kami butuh partner yang jago di bidangnya untuk buat Muscle First berkembang lebih besar lagi,” jelas Sally.

TJ menjelaskan proses dari setiap brand yang diakuisisi, biasanya mereka akan mendapat investasi tak cuma dalam bentuk ekuitas, juga ada bantuan kapital untuk pengembangan bisnis, misalnya berbentuk inventory financing. “Karena mereka kini bagian dari grup besar, jadinya ini safe cost ketimbang ambil pinjaman dari bank atau p2p lending.”

Karena akuisisi, bisa menjadi sarana bagi founder untuk exit. Kendati begitu sebelum dialihkan, TJ ingin memastikan bagaimana Tjufoo bisa tetap melanjutkan warisan dari founder lama dengan baik. Mengingat bisnis yang diambil alih ini sudah dirintis founder dari hari pertama, seperti merawat bayinya sendiri.

Dukungan Tjufoo

TJ melanjutkan passion untuk membangun brand-brand lokal berawal dari tiga kendala yang ia temukan sering menimpa brand. Pertama, brand seringkali tidak investasi dengan merekrut tim berpengalaman untuk menumbuhkan bisnisnya. Kedua, brand seringkali tidak investasi di biaya operasional karena short-term mindset yang tidak berfokus pada sustainability bisnis jangka panjang.

Terakhir, brand kerap kali belum banyak menggunakan data untuk membuat keputusan bisnis untuk hasil yang efektif. Hadirnya Tjudoo berperan sebagai house of brands dengan membangun ekosistem yang tepat untuk brand bisa naik kelas. Mulai dari tim yang berpengalaman dengan hyper-local market, corporate governance, dukungan operasional bisnis, serta keahlian dalam mengolah data dan menggunakannya sebagai bagian dari strategi.

Diklaim dengan dukungan finansial dan tim Tjufoo, sejumlah brand di bawah Tjufoo sukses membuat mereka naik kelas. Contohnya, ACMIC kini memiliki 500 titik penjualan offline semenjak bergabung dari sebelumnya hanya mengandalkan penjualan online. Berikutnya, Granova memiliki 400 titik penjualan offline di berbagai mitra dan toko serba ada, serta meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar.

Selanjutnya, Cypruz yang sebelumnya mengandalkan distribusi penjualan offline kini berhasil meningkatkan online sales hingga 7 kali lipat dan memberikan kapasitas produksi untuk distribusi ke seluruh Indonesia. Adapun untuk Dew It, Tjufoo memberikan dukungan strategi pemasaran dan pendanaan, mengembangkan inventaris hingga berhasil meningkatkan volume penjualan hingga 3 kali lipat dalam enam bulan.

Diklaim, Tjufoo berkomitmen untuk menyalurkan investasi kepada UMKM di Indonesia senilai Rp1,8 triliun. TJ tidak bersedia merinci lebih lanjut mengenai angka tersebut dan kapan target tersebut akan dirampungkan. Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, TJ mengatakan Rp1,8 triliun untuk UMKM masih terbilang kecil. Namun di Indonesia, Rp 1,8 triliun adalah angka yang besar untuk UMKM.

“Tapi ini sangat besar kalau kita bandingkan pendanaan khusus untuk UMKM. Banyak negara lain enggak dapat pendanaan khusus sebesar ini untuk UMKM, tapi pendanaan ke bidang teknologi atau startup,” pungkas dia.

Una Brands Tutup Pendanaan Senilai 457 Miliar Rupiah Dipimpin Northstar Group

Startup agregator brand e-commerce Una Brands menutup putaran pendanaan seri C senilai $30 juta (sekitar 457,6 miliar Rupiah) dipimpin oleh Northstar Group. Dana raihan ini terdiri dari ekuitas dan debt yang akan digunakan untuk operasional dan akuisisi merek baru selama dua tahun mendatang.

Sebagai catatan, pada Oktober 2022, Una Brands menutup putaran seri B senilai $30 juta yang dipimpin oleh White Star Capital dan Alpha JWC Ventures, menjadikan total pendanaan yang diraih perusahaan mencapai $60 juta dalam setahun terakhir.

Dalam keterangan resmi, Una Brands berencana untuk mengembangkan lebih lanjut platform multichannel yang didukung oleh kemampuan teknologi dan pembangunan merek, serta berinvestasi pada penguatan rantai pasokan dan jaringan distribusi di pasar operasi utama. Perusahaan juga akan mengakuisisi lebih banyak merek e-commerce berkualitas tinggi dalam kategori Home & Living, Mom & Baby, dan Beauty & Personal Care.

“Sejalan dengan tren konsolidasi yang terjadi di pasar negara maju, Una Brands juga akan mencari peluang strategis untuk meningkatkan pertumbuhan dan memantapkan posisinya sebagai agregator e-commerce multichannel terkemuka di Asia-Pacific (APAC),” terang CEO Una Brands Kiren Tanna, Rabu (1/3).

Tanna juga mengaku antusias dengan bergabungnya Northstar ke dalam jajaran investor. Menurut Tanna, Northstar memiliki rekam jejak investasi kuat di Asia Tenggara, termasuk unicorn teknologi, seperti Gojek dan Advance Intelligence Group. “Kami percaya pengetahuan mendalam mereka tentang pasar Asia Tenggara dan pengalaman e-commerce yang kuat akan sangat berharga karena kami ingin menggandakan cakupan operasional di seluruh wilayah.”

Managing Director Northstar Group Sreejan Choudhary menuturkan bahwa pihaknya optimistis dengan potensi ekonomi e-commerce Asia Tenggara dan meyakini bahwa Una Brands memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan penarik industri ini. Pihaknya juga percaya dengan tim Una Brands dan kemampuan operasional mereka.

“Apa yang menentukan perusahaan ini berbeda adalah infrastrukturnya yang luas dibangun di sekitar multichannel e-commerce operations, serta kemampuan teknologinya yang unggul dalam mendukung hal ini. Kami tahu kapabilitas merupakan bagian integral dari perusahaan dan yakin ini akan membantu Una Brands mempertahankan kepemimpinan pasar di ruang e-commerce APAC,” ucap Choudhary.

Pencapaian Una Brands

Pada tahun lalu, Una Brands berhasil mengakuisisi beberapa merek, termasuk merek DTC premium yang melayani ibu menyusui di Malaysia dan salah satu merek perawatan bibir TikTok terpopuler di Indonesia. Salah satu merek yang sudah diakuisisi adalah ErgoTune dan EverDesk yang kini sudah tersedia di banyak negara kawasan APAC dan sekitarnya.

Una Brands terutama beroperasi di kategori utama, seperti Home & Living, Mom & Baby, dan Kecantikan & Perawatan Pribadi. Tech stack dari Una Brands mendukung semua fungsi bisnis mulai dari manajemen merek, pemasaran & pertumbuhan, rantai pasokan, dan akuntansi & keuangan, untuk mengoptimalkan efisiensi operasional.

Saat ini, Una Brands beroperasi di enam negara APAC, di antaranya Singapura, Indonesia, Malaysia, Australia, India, dan Tiongkok. Secara grup, Una Brands memprediksi pendapatan run-rate $70 juta dan diharapkan mencapai profitabilitas EBITDA grup pada tahun ini.

Sebagai catatan, run-rate revenue adalah adalah metode peramalan yang sangat sederhana untuk memperkirakan pendapatan tahunan perusahaan (jumlah total uang yang dihasilkan dalam setahun).

Startup D2C “Evo Commerce” Tutup Pendanaan Pra-Seri A Senilai 31 Miliar Rupiah

Startup direct-to-consumer (D2C) asal Singapura Evo Commerce mengumumkan telah menyelesaikan putaran pendanaan pra-seri A sebesar $2 juta (lebih dari 31,2 miliar Rupiah). Dalam putaran ini dipimpin oleh GSR Ventures, diikuti investor utama lainnya, termasuk 33 Capital, JJ Chai (Rainforest), Hiro Kiga (Wallex), Emile Etienne (BrideStory), dan investor pada putaran sebelumnya, East Ventures.

Dana segar tersebut nantinya akan digunakan untuk eksekusi rencana ekspansi global, memperkuat lini e-commerce dan kanal online, serta meningkatkan kapabilitas manufaktur dan R&D dari berbagai kategori produk baru.

Putaran teranyar ini merupakan lanjutan keberhasilan perusahaan pada putaran awal yang diperoleh sebesar $600 ribu yang dipimpin East Ventures pada Oktober 2022. Pada saat itu, sejumlah angel investor dari petinggi startup turut berpartisipasi, salah satunya ialah Aaron Tan (Carro).

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (05/1), Partner GSR Ventures David Yin menyampaikan, sektor kesehatan dan kebugaran telah tumbuh secara eksponensial selama pandemi. Diprediksi nilainya akan mencapai $675 triliun pada 2030 mendatang.

Menurutnya, produk-produk yang didukung dengan penelitian, seperti yang dilakukan Evo Commerce ini, akan membantu mentransformasikan industri kesehatan dan kebugaran dengan memenuhi kebutuhan pelanggan yang terus berkembang.

“Seperti yang ditunjukkan oleh pertumbuhan dan ketahanan mereka yang kuat selama pandemi, mereka menangani konsumen yang menginginkan produk yang transparan, mudah dipahami, berkualitas tinggi, dan mudah diakses,” ucap Yin.

Perkembangan Evo Commerce

Sebelum memakai merek Evo Commerce, startup ini dikenal dengan nama Evolut Holdings, merupakan perusahaan D2C yang fokus menghadirkan berbagai produk berkualitas yang didukung oleh penelitian untuk konsumen. Evo Commerce menjual produk kesehatan, kecantikan, dan kebugaran.

Perusahaan bekerja sama dengan pabrik berkualitas yang memproduksi untuk merek-merek besar, dan menjual produk tersebut langsung ke konsumen akhir dengan biaya yang lebih murah. Saat ini ada lebih dari delapan produk yang sudah dijual, salah satu andalannya adalah Bounceback, solusi anti hangover yang kini tersedia di 10 pasar secara global. Selain itu, terdapat merek MANTOU, yakni solusi rambut anti rontok alami, dan Stryv, yakni produk kecantikan dan perawatan rambut.

Co-founder & CEO Evo Commerce Roy Ang mengatakan, perusahaan akan terus meningkatkan upayanya dalam menghadirkan produk berkualitas terbaik dengan harga terjangkau ke pasar dengan pengalaman pelanggan yang semakin baik. Dana segar ini akan digunakan untuk memperluas kemampuan R&D dan manufaktur, memperluas jangkauan produk kesehatan dan kebugaran, dan menskalakan bisnis lokal ke kancah global.

“Kami berharap untuk terus tumbuh sebesar 10 kali lipat pada tahun 2023, dan pada saat yang bersamaan mempertahankan profitabilitas dengan ekspektasi untuk meluncurkan beberapa produk di tahun mendatang,” imbuhnya.

Diklaim sepanjang tahun lalu, perusahaan mencatat peningkatan pendapatan topline sebesar 12 kali lipat dan telah mengumpulkan pendanaan eksternal sebesar $2,5 juta hingga saat ini. Didirikan oleh dua orang, kini Evo Commerce telah memiliki 20 karyawan yang mampu melayani lebih dari 20 ribu pelanggan di 10 pasar global.

Hangry Terus Genjot Pertumbuhan Lewat Strategi Dapur Virtual dan “F&B Brand Aggregator”

Startup kuliner multi-brand Hangry mengungkapkan akan melanjutkan ekspansi merek makanan label privat dan jaringan dapur virtual ke lebih banyak kota di seluruh Indonesia. Perusahaan berambisi ingin menjadi penyedia kuliner berkualitas terbaik dengan harga terjangkau untuk masyarakat melalui berbagai saluran.

Ambisi tersebut sejalan dengan keyakinan perusahaan dan tren yang ditawarkan oleh platform pesan-antar makanan ke depannya bakal terus menjadi penyokong utama bisnis. Terlihat dari jumlah dapur virtual Hangry lebih mendominasi daripada gerai restoran yang menerima dine-in.

“Perkembangan food delivery market sangat pesat dari 2019-2020 sebelum pandemi. Yang terjadi saat pandemi, tren itu dipercepat sehingga potensi market-nya sangat besar dan kita expect hal tersebut akan terus berlanjut. Makanya bisnis utama kami adalah [online] delivery,” kata Co-founder dan President Hangry Andreas Resha saat konferensi pers yang digelar kemarin (17/11).

Memasuki hari jadinya yang ke-3, kini Hangry telah memperluas daerah cakupan dapur virtualnya ke lebih dari 70 titik. Lokasinya tersebar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar. Adapun untuk gerai restorannya ada di tiga lokasi di sekitar Jakarta, yakni Senopati, Kemang, dan Pondok Indah. Ketiganya merupakan restoran khusus merek makanan di bawah Hangry, yakni Moon Chicken.

Mengutip dari laporan Grab di 2022, secara regional, pengeluaran bulanan untuk layanan pesan-antar makanan dan belanja harian meningkat sebesar 30% lebih tinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan November 2021. Kemudian, pengeluaran untuk pengiriman makanan dan bahan makanan meningkat 1,3 kali lipat antara 2021-2022.

Di Indonesia saja, rata-rata jumlah uang yang dibelanjakan per pesanan di layanan GrabFood meningkat sebesar 54% dari 2019-2022. Adapun untuk jumlah pembelanjaan terbesar tahun ini mencapai Rp9 juta. Sedangkan untuk GrabMart, rata-rata jumlah pembelanjaan per pesanan tumbuh 90% lebih tinggi dari 2020.

Secara terpisah, mengutip dari laporan Momentum Works, di Asia Tenggara total GMV mencapai $15,5 miliar pada 2021, naik 30% dari tahun sebelumnya. Adapun Indonesia saja kontribusinya sebesar $4,6 miliar. Dari segi penggunaan aplikasi, pangsa pasar GrabFood adalah yang terbesar dengan GMV sebesar $7,6 miliar. Angka tersebut melampaui FoodPanda sebesar $3,4 miliar dan Gojek $2 miliar.

Resha pun menyadari posisi perusahaan yang lahir tak lama sebelum pandemi merebak, juga tak terlepas dari dampak ekonomi yang timbulkan, seperti gejolak global di perusahaan teknologi, kenaikan harga bahan bakar, dan kenaikan suku bunga acuan. Perusahaan pun mencoba lebih sensitif dengan kondisi-kondisi di atas.

Namun ia merasa bersyukur dengan posisi Hangry yang berada di dunia kuliner sebagai penyuplai, yang selalu memiliki permintaan karena berkaitan dengan kebutuhan primer seluruh manusia.

“Sebagai perusahaan yang sediakan suplai untuk mengisi demand, artinya kami selalu dicari masyarakat. Untuk itu kami berusaha berikan yang terbaik, dari sisi produk apa yang bisa ditingkatkan atau dikompromikan, dan selalu dengarkan feedback dari konsumen.”

Perkembangan Hangry

Hangry sendiri saat ini memiliki tujuh merek label privat. Mereka adalah Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo, Dari Pada, Pizza Gang, Wai Thai Food, dan Accha – Indian Soul Food. Khusus merek terakhir adalah hasil terakhir yang dilakukan perusahaan setelah melebarkan sayap menjadi brand aggregator pada awal Maret 2022.

Merek terbaru yang baru dirilis adalah Wai Thai Food. Berdasarkan riset internal, sebanyak 68% orang Indonesia sangat menyukai makanan Thailand dan 41% dari mereka mengonsumsinya setidaknya dua-tiga kali dalam beberapa bulan.

Disebutkan sejak pertama kali dirilis di Agustus 2022, Wai Thai telah mencetak penjualan lebih dari Rp1 miliar pada bulan pertama dengan menjual 20 ribu porsi. “Kami ingin membawa makanan Thailand yang autentik dengan porsi yang pas,” kata Brand Manager Marketing Hangry Yohan Ariowibowo.

Menurutnya, Hangry mengembangkan banyak merek privat karena pihaknya ingin selalu menghadirkan yang baru agar konsumen tidak merasa bosan. Ke depannya, bakal ada merek baru dengan menu-menu dan harga yang lebih terjangkau bagi konsumen.

Diklaim, perusahaan saat ini memiliki 1,6 juta pelanggan unik dengan rating rata-rata 4,7/5,0 untuk setiap outlet di aplikasi jasa layanan pesan-antar. Tiap bulannya, Hangry menjual 1,8 juta porsi makanan dan minuman. “Revenue kami berkembang hingga 2,5 kali lipat dari akhir 2021 sampai sekarang,” tambah Resha.

Application Information Will Show Up Here

Startup Brand Agregator “Tjufoo” Umumkan Pendanaan Awal dari TNB Aura

Startup brand agregator Tjufoo hari ini (13/7) mengumumkan raihan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dari TNB Aura, VC asal Singapura. Modal segar ini akan dimanfaatkan Tjufoo mengakselerasi bisnisnya melalui pengembangan direct-to-consumer (D2C) brands di tanah air.

“Tjuffo fokus pada offline brand asli Indonesia, menyediakan modal pertumbuhan utama, dan menyediakan tim yang luar biasa yang dipimpin oleh para co-founder, TJ dan Aldrian Foo, yang membedakan mereka dari yang lain. Kami berharap dapat mendukung digitalisasi gelombang UMKM berikutnya di Indonesia,” ucap Founding Partner TNB Aura Vicknesh R Pillay dalam keterangan resmi.

Sejak berdiri pada awal tahun ini, Tjufoo hadir untuk mendukung kemajuan Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan, dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, dengan menyediakan akses di dalam ekosistem Tjufoo sesuai kebutuhan brand, meliputi saluran distribusi, riset, platform dana dan analitik, hingga optimalisasi infrastruktur dan rantai pasok. Perusahaan juga bekerja sama dengan pemilik brand untuk memberikan berbagai pilihan exit strategy dan menghasilkan uang dari strategi tersebut.

“Kami juga menghubungkan para brand dengan sosok-sosok ahli dan berpengalaman dari berbagai perusahaan kenamaan di Indonesia yang dapat memberi masukan strategis hingga kesempatan kerja sama untuk tumbuh bersama-sama. Kami pun berkomitmen dalam menciptakan industri yang lebih inklusif dalam mendukung pemberdayaan perempuan di dunia bisnis,” kata Co-founder dan CEO Tjufoo TJ Tham.

Sejauh ini, perusahaan lokal yang sudah dibantu oleh Tjufoo cukup beragam. Mereka adalah ACMIC, Cypruz, Granova, dan Dew It. Keseluruhan brand ini diklaim dapat tumbuh dua kali lipat dalam waktu kurang dari satu tahun, penjualan online naik 4x lipat dalam waktu kurang dari satu kuartal, menambah lebih dari 1.000 sales points baru, dan membuka akses kepada lebih dari 5 juta pengguna baru.

TJ menuturkan, pada tahun ini perusahaan menargetkan akan mengakuisisi lebih banyak brand potensial, baik dari dalam dan luar negeri. Untuk brand D2C dari luar negeri yang ingin ekspansi ke tanah air, Tjufoo akan menjadi mitra yang tidak hanya memberi investasi, namun juga keahlian menyeluruh akan strategi bisnis, mulai dari akuisisi, manajemen sumber daya manusia, sampai brand tersebut meluncur di Indonesia.

Inisiasi dukung pemberdayaan perempuan

Dalam kesempatan yang sama, TJ juga mengumumkan kolaborasi dengan Stellar Women, platform berbasis komunitas dari, oleh, dan untuk perempuan guna mencapai potensi diri secara personal dan profesional. Kolaborasi ini dinamakan AKSI Perempuan (Akselerasi Bisnis Perempuan), program inkubasi bagi bisnis yang dirintis perempuan.

Peserta program akan mengikuti pelatihan selama 3-6 bulan dari para praktisi berpengalaman. Di akhir program, akan dipilih hingga 10 bisnis yang akan mendapatkan pendampingan lebih lanjut dari Tjufoo untuk membawa bisnisnya ke level yang lebih tinggi.

“Kami memahami bahwa perempuan menghadapi banyak hambatan dalam menjalankan bisnis. Selain modal, perempuan juga dihadapkan dengan peran di keluarga, stigma, tekanan sosial, hingga minimnya akses terhadap informasi dan jejaring yang dibutuhkan. [..] Kami harap inisiatif ini dapat menginspirasi banyak perempuan untuk lebih berani dalam memulai bisnis,” tambah Co-founder dan CEO Stellar Women Samira Shihab yang juga menjadi Co-founder dan CEO Tinkerlust.