Kioson Segera Menjadi Startup Teknologi Pertama yang “Go Public” di Bursa Efek Indonesia

Kioson, startup e-commerce dan digital payment enabler berbasis O2O, segera menjadi startup teknologi pertama yang go public di Bursa Efek Indonesia. Di bawah bendera PT Kioson Komersial Indonesia, mereka berharap menjual 150 juta saham baru, atau sebesar 23,08% dari total, ke publik yang diharapkan mulai tercatat awal Oktober mendatang.

Menurut informasi, sebagian besar dana yang diperoleh disebutkan bakal digunakan untuk mengakuisisi saham perusahaan afiliasi yang saat ini menjadi mitra aggregator perusahaan telekomunikasi dan perusahaan-perusahaan teknologi mitranya.

Saat ini kepemilikan saham Kioson dipegang PT Artav Mobile Indonesia, PT Seluler Makmur Sejahtera, PT Sinar Mitra Investama, dan PT Media Komunikasi Nusantara Tbk.

Kioson berdiri sejak tahun 2015, dengan Founder Roby Tan dan Viperi Limiardi, bertujuan membantu UKM menjadi agen digital, serupa dengan Kudo dan Ruma/Arisan Mapan. Kioson mengubah pemilik toko kelontong menjadi pusat pembayaran (misalnya PLN, Telkom, PAM), bisnis ritel (pembelian pulsa telepon, token listrik, atau gadget), dan program keagenan pinjaman dan bank.

Disebutkan sudah ada 15 ribu mitra Kioson yang melayani sekitar 2 juta pelanggan di berbagai kota di Indonesia. Kioson juga sudah mulai memberikan pinjaman (dalam bentuk saldo Kioson) kepada para mitranya.

“Kioson merupakan perusahaan yang membuka akses bagi masyarakat Indonesia yang tidak memiliki rekening bank/kartu kredit untuk melakukan transaksi berbelanja online. Selain itu Kioson secara umum didirikan dalam rangka mengedukasi dan meramaikan bisnis e-commerce di Indonesia,” sebut CEO Jasin Halim kepada DailySocial di sebuah kesempatan.

IPO startup teknologi adalah hal yang baru di Indonesia. Startup-startup besar sekalipun, bahkan yang berstatus unicorn, sampai sekarang belum meniatkan diri untuk melantai di bursa.

Masuknya Kioson bakal menjadi test case bagaimana reaksi publik terhadap startup teknologi dan bagaimana startup teknologi, seperti Kioson, bisa menjawab keraguan publik tentang kemampuan perusahaan menjaga cashflow dan pendapatan.

Application Information Will Show Up Here

Fokus IDX Incubator Bantu Startup Cari Pendanaan dan Pengenalan “Good Corporate Governance” (UPDATED)

Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini tengah menyelenggarakan program IDX Incubator kloter pertama. Inkubator ini telah memiliki 23 startup peserta, saat ini semuanya masih dalam tahap pembinaan. Dengan program ini BEI berharap dapat membantu startup peserta dalam mencari pendanaan, mengembangkan produk, dan mengenal Good Corporate Governance (GCG).

Saat ini keseluruhan peserta melakukan pembinaan di fasilitas co-working space milik IDX Incubator. Di sana mereka mendapatkan pendampingan dan mentoring untuk akselerasi startup mereka selanjutnya. Dari penuturan Head of IDX Incubator Irmawati Amran, peserta yang bergabung di IDX Incubator memiliki beragam solusi dan permasalahan yang diselesaikan, seperti IoT, FinTech, layanan e-commerce, pendidikan, hingga pertanian. Demikian pula dengan stage atau kondisi bisnis startup. Ada yang baru diluncurkan ada pula yang sudah sampai tahap menghasilkan pemasukan.

Untuk batch pertama, demo day para peserta bakal dilakukan pada bulan November 2017. Namun untuk lebih membantu dari segi pendanaan pihak IDX Incubator juga sudah mengenalkan profil startup peserta ke beberapa venture capital yang mengunjungi IDX Incubator.

“Kami juga membuka akses kepada VC untuk memulai ‘engagement’ kepada startup binaan IDX Incubator,” papar Irma.

Serupa dengan inkubator lainnya, IDX Incubator juga memiliki komitmen untuk membantu startup dalam mengembangkan produk dan bisnisnya, termasuk mempertemukan mereka dengan calon investor hingga membantu mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk IPO suatu saat nanti.

Secara umum, diutarakan Irma, peserta masih belum paham mengenai proses IPO di BEI. Dengan mengikuti IDX inkubator ini diharapkan peserta bisa paham dan mengerti hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk IPO.

“Saat ini, IDX Incubator belum pada tahap proyeksi startup untuk pilot project IPO. Yang dilakukan saat ini adalah mempersiapkan startup untuk mengembangkan produk dan model bisnisnya dan mendirikan perusahaan yang mengenal GCG sejak dini. Dengan demikian, ketika secara bisnis perusahaan siap go public, secara tata kelola perusahaan pun siap untuk go public,” tutup Irma.

Untuk informasi tambahan, setelah menjalankan batch pertama ini IDX Incubator kembali membuka pendaftaran batch kedua. Pendaftaran sudah dibuka dan akan berakhir pada 14 Agustus 2017 mendatang.

Update : Informasi mengenai pembukaan batch ke-2

OJK Siap Longgarkan Aturan Listing Bursa Khusus Startup

Untuk mempermudah startup yang ingin melantai di bursa sekaligus menambah jumlah listing emiten, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah menggodok pelonggaran aturan listing khusus untuk startup digital. Rencananya aturan tersebut akan diterbitkan pada semester II/2017.

Beberapa poin utama yang akan dilonggarkan, misalnya perubahan definisi yang awalnya penawaran umum untuk UKM menjadi penawaran umum dengan usaha skala aset kecil dan menengah. Untuk kategori usaha skala aset kecil, OJK akan membatasinya dengan ketentuan modal minimal di bawah Rp50 miliar, sementara untuk usaha skala menengah memiliki modal minimal di bawah Rp100 miliar.

Hal lainnya yang akan dipermudah OJK, mengenai penggunaan laporan keuangan untuk prospektus dalam rangka penawaran umum cukup dengan perbandingan cukup satu tahun terakhir. Berbeda dengan ketentuan di perusahaan lainnya, mereka diharuskan untuk menggunakan laporan keuangan sejak tiga tahun terakhir.

Untuk pengumuman informasi atau prospektus, startup juga diperbolehkan mengumumkannya lewat situs tanpa harus menggunakan media cetak. Proses registrasi pun nantinya juga diperbolehkan secara online.

Concern yang kami tekankan dalam pelonggaran ini adalah masalah biaya saat ingin listing, kami berusaha menurunkan biaya listing bursa seminimal mungkin agar dapat mempermudah startup melantai di bursa. Kami dukung mereka secepat mungkin bisa melantai dan bisa masuk ke market sesuai targetnya karena bagi market sangat erat kaitannya dengan timing yang tepat dan harus kondusif,” terang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida, Kamis (23/3).

Nurhaida melanjutkan, selain itu masih ada hal lainnya yang didiskusikan dalam internal OJK mengenai jumlah ketentuan penawaran ke publik yang bisa diajukan. Apakah nilainya akan naik dari ketentuan lama atau tetap sama Rp40 miliar.

Regulator pun masih berdiskusi lebih lanjut mengenai besarannya sambil menimbang-nimbang baik dan buruknya, mengingat sebagian besar tujuan melantai di bursa adalah mencari dana segar.

“Jumlah penawaran ke publik kalau dari aturan lama sebesar Rp40 miliar, bisa jadi dipertahankan atau ditingkatkan. Ada kemungkinan dinaikkan karena semakin besar dana yang didapat dari publik semakin baik untuk perusahaan. Tapi ini semua masih dalam tahap diskusi internal OJK baik dan buruknya karena harus mempertimbangkan mitigasi risiko, capital structure, dan lainnya.”

Mengenai startup yang masih merugi namun sudah listing, menurut Nurhaida, hal tersebut diperbolehkan. Hal itu sudah diperbolehkan dalam papan pengembangan. OJK dan BEI juga tengah menyiapkan infrastruktur yang bisa mendukung emiten UKM dalam bertransaksi di pasar modal dengan membentuk papan UKM.

Saat ini, papan yang tersedia di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah papan utama untuk emiten kelas kakap dan papan pengembangan untuk emiten 2nd liner.

Untuk menjamin likuiditas saham UKM, BEI juga tengah mempersiapkan aturan penggerak perdagangan atau market maker khusus untuk startup. Direktur Utama BEI Tito Sulistio menjelaskan dengan adanya market maker investor pasar modal mendapat kepastian bahwa saham UKM yang diperdagangkan adalah aktif.

Market maker, sambung Tito, dapat secara aktif tanpa menunggu perintah nasabah untuk menjual atau membeli saham.

“Fokus BEI sekarang ini adalah membuat aturan mengenai garansi infrastruktur dan peraturan tentang likuiditas market maker. Untuk jadi market maker, brokernya harus kuat karena sifatnya mereka aktif jual dan beli sifatnya jadi seperti money changer. Aturannya sedang kami siapkan,” ucap Tito.

Nurhaida melanjutkan, saat ini terdapat lebih dari 60 ribu UMKM di Indonesia. Dia merinci, jika 1% atau 600 UMKM diedukasi dan separuh dari jumlah mereka berhasil melantai di bursa, maka dalam lima tahun akan ada 1.500 UMKM yang IPO.

“Jika sekarang ada 537 emiten sudah melantai di BEI, dalam lima tahun mendatang ada 1.500 UMKM sudah IPO, kita bisa mengalahkan Singapura dan Malaysia,” kata Nurhaida.

Peresmian IDX Incubator

Dalam kesempatan yang sama, BEI meresmikan IDX Incubator sebuah program inkubasi bisnis bagi startup digital selama enam bulan. Program inisiasi ini nantinya akan mengembangkan startup tidak hanya dari segi produk namun juga dari segala aspek bisnis.

Para startup yang bergabung akan dibina secara berkelanjutan sempai menjadi perusahaan yang dapat memonetisasi bisnis mereka dan diharapkan dapat memenuhi persyaratan untuk tercatat di BEI.

Beberapa program yang akan diberikan di antaranya pelatihan, bimbingan, akses pendanaan, serta penyelenggaraan acara yang berkaitan. Tahapan pelatihan dimulai dari Idea Validation, peserta akan memvalidasi ide atau proyek yang sedang dirintis menjadi ide atau proyek yang dapat dikembangkan menjadi suatu produk yang memiliki prospek bisnis.

Tahapan berikutnya, Product Development. Peserta mengembangkan ide atau proyek yang telah divalidasi menjadi produk yang siap diluncurkan ke masyarakat. Terakhir, tahap Business Development. Peserta akan diberikan pelatihan untuk membangun bisnis, mengembangkan bisnis, dan pengetahuan tentang go public.

Fasilitas yang disediakan IDX Incubator untuk peserta, mulai dari ruang kerja, ruang pelatihan, ruang rapat, ruang istirahat, loker, serta akses internet.

Saat ini ada 23 startup dengan total 43 orang yang tergabung dalam IDX Incubator, setelah melalui proses seleksi dari 65 startup yang mendaftar. IDX masih membuka kesempatan untuk startup lainnya yang ingin bergabung, entah mengikuti program pelatihan saja atau sekaligus memanfaatkan co-working space.

“Kami masih memiliki 60 kursi untuk diisi, sekarang ini baru terpakai 25 kursi dari 12 startup. Kami berencana untuk buka IDX Incubator lainnya di Yogyakarta, Bandung, Bali, Semarang, Medan, yang bakal bertempat di dekat kampus,” terang Tito.

Adapun biaya yang harus dibayarkan per kepala untuk menggunakan ruangan di IDX Incubator sekaligus mendapatkan ilmu sebesar Rp600 ribu per bulannya.

Pendaftaran IDX Incubator Diperpanjang

Beberapa waktu lalu BEI (Bursa Efek Indonesia) membuka pendaftaran batch pertama bagi startup yang ingin mengikuti program IDX Incubator. Sejatinya hari ini adalah batas terakhir pendaftaran program tersebut. Namun berdasarkan informasi yang kami terima pendaftaran program tersebut akan diperpanjang. Sehingga peluang bagi startup yang ingin mendaftar dan tergabung masih terbuka lebar.

Dihubungi DailySocial melalui pesan singkat, Kepala Unit Startup dan UKM BEI Aditya Nugraha menjelaskan akan ada penjadwalan ulang (reschedule) dan perpanjangan masa pendaftaran. Hal ini, menurut Aditya, merupakan upaya BEI untuk memberikan kesempatan lebih luas kepada calon peserta. Belum ada kepastian mengenai sampai kapan perpanjangan proses pendaftaran ini. Di laman resmi IDX Incubator pun masih tertera hari ini sebagai batas akhir pendaftaran.

IDX Incubator adalah salah satu inisiatif Bursa Efek Indonesia dalam rangka untuk membantu mengembangkan startup, dari segi bisnis, legal, hingga membantu startup untuk melenggang ke lantai bursa saham atau melakukan IPO.

Setelah selesai menjalani masa inkubasi selama 6 bulan, peserta masih bisa mendapatkan kesempatan mengikuti kegiatan workshop atau event yang diselenggarakan BEI.

Nantinya, dalam program ini, pihak BEI menjanjikan beberapa hal yang bisa didapatkan peserta. Di antaranya adalah co-working space yang rencananya akan terletak di Menara Bapindo I lantai 16, program pengembangan bisnis, akses ke pemodalan, dan workshop atau event lainnya yang tentunya bermanfaat bagi pengembangan bisnis startup.

Ada juga program dan fasilitas khas dari inkubator startup, lengkap dengan beberapa mentor yang akan dihadirkan. Selain mentor dari tim BEI, belum ada informasi lengkap mengenai siapa saja yang terlibat sebagai mentor program ini.

Program inkubator ini terselenggara berkat kerja sama BEI dan Bank Mandiri. Bank Mandiri sendiri juga memiliki perusahaan modal ventura (Mandiri Capital Indonesia) dan inkubator yang baru saja melangsungkan demo day untuk batch pertamanya.

Melepas Label Pasar Modal Si “Anak Bawang” Lewat Fintech

Pamor pasar modal sebagai salah satu layanan jasa keuangan (LJK) memang masih kalah dibandingkan institusi lainnya, seperti bank ataupun asuransi, sebagai alternatif tempat untuk berinvestasi. Tak heran label “anak bawang” hingga kini masih terus melekat di tubuh pasar modal.

Dari hasil survei edukasi keuangan terbaru yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga September 2016 terjadi kenaikan tingkat penetrasi dan inklusi mengenai pasar modal, masing-masing sebesar 5%-6% dan 1,1%, dari sebelumnya 3,79% dan 0,11% di tahun 2013.

Meski ada kenaikan tipis, pamor produk pasar modal masih tetap kalah dibandingkan produk jasa keuangan lainnya, perbankan (21,8%), asuransi (17,08%), pegadaian (14,85%), pembiayaan (9,8%), dan dana pensiun (7,13%).

Hasil survei tahunan Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) di Februari 2016 mengenai tingkat persepsi masyarakat terhadap investasi menyebutkan sebanyak 66% mengatakan bahwa mereka tahu mengenai investasi, sementara sisanya menjawab tidak tahu.

Mirisnya, ketika ditelusuri lebih dalam, tentang instrumen mana yang mereka pilih untuk berinvestasi, sebanyak 92% responden bilang mereka memilih tabungan dan deposito.

Bila hasil kedua survei ini didalami lebih jauh, Head of Technology & Innovation MAMI Tubagus Ilham menjelaskan hasil survei ini memperlihatkan meskipun tingkat literasi masih rendah, masyarakat Indonesia memiliki keinginan untuk berinvestasi.

Hanya saja instrumennya masih belum tepat bila ingin berinvestasi untuk masa depan, karena tingkat pengembalian dari deposito tidak setinggi reksa dana atau saham mengingat tingkat risikonya yang berbeda.

Menurutnya, strategi awal harus lewat edukasi lewat media sosial. Pendekatannya bukan langsung memberi tahu risiko bila berinvestasi di reksa dana atau saham, melainkan pengetahuan dasar tentang pengertian investasi itu sendiri.

Ilham menjelaskan strategi edukasi ini dilakukan oleh MAMI lewat akun Twitter sejak 2014. Sejak saat itu, pihaknya mencatat sebanyak 385 orang dari seluruh Indonesia yang menghubungi call center MAMI menunjukkan minatnya untuk mulai investasi.

Lokasinya tersebar dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Manado, hingga Papua. Lebih luas dari kantor cabang MAMI yang sementara ini masih terpusat di Jawa dan beberapa kota di Sumatera.

“Masyarakat Indonesia perlu pendekatan yang berbeda. Pengetahuan investasinya masih sangat konvensional. Makanya, kami lakukan edukasi lewat pemanfaatan teknologi Twitter,” ucapnya saat menghadiri acara diskusi Indonesia Fintech Forum Vol.3, kemarin (15/12).

Setelah proses edukasi, tahap berikutnya yang dilakukan adalah membuat aplikasi reksa dana KlikMAMI di April 2016. Aplikasi ini memungkinkan proses pembelian reksa dana bisa dilakukan secara full online, hingga data masuk ke bank kustodian tanpa harus ada proses tatap muka.

Lewat fintech seperti ini, sambungnya, sangat membantu pihaknya untuk menjangkau calon investor dari manapun. Di satu sisi, sangat membantu MAMI mengurangi beban pembukaan kantor, atau sumber daya manusia. Pihaknya mencatat, hingga kini jumlah investor yang membeli reksa dana lewat aplikasi mencapai 2.700 orang.

“Saat kami ingin launch KlikMAMI, benchmark yang kami anut adalah aplikasi layanan e-commerce. Harus sama feel-nya, seperti berbelanja online. Proses harus fully online dan menggandeng Midtrans agar pembelian reksa dana bisa connect ke semua bank.”

Sosialisasi sudah bagus, distribusi jadi tantangan tertinggi

OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak beberapa tahun belakangan cukup aktif menggalakkan edukasi demi meningkatkan literasi pasar modal. Selain menerbitkan POJK yang bertujuan memudahkan pelaku usaha, juga aktif mendirikan Galeri Investasi kini jumlahnya sudah menyentuh angka 235 unit galeri yang tersebar di seluruh Indonesia.

Direktur Pengembangan BEI Hosea Nicky Hogan memaparkan jumlah investor pasar modal dalam negeri terus meningkat. Bisa dilihat dari jumlah single investor identification (SID) jadi 490 ribu per Juli 2016, dibandingkan tahun sebelumnya 430 ribu.

Meski demikian, kenaikan ini tidak bisa dibilang banyak bila dibandingkan dengan tingkat populasi masyarakat Indonesia. Maka dari itu, lanjut Nicky, kuncinya adalah pemerataan distribusi pemasaran lewat pemanfaatan fintech.

“Fintech bisa bantu pasar modal untuk terus lakukan perbaikan, dengan keyakinan investasi di reksa dana atau saham bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.”

Ucapan Nicky turut diamini Tubagus. Menurutnya, edukasi yang dilakukan BEI dan OJK sudah cukup tinggi, sekarang tinggal memanfaatkan fintech sebagai jalur distribusi pemasaran untuk investasi.

Tubagus mengatakan dalam proses pengajuan aplikasi pembelian reksa dana, sebelumnya pihaknya harus melakukan proses tatap muka. Potensi gagal belinya cukup besar karena konsumen harus mengisi data yang lengkap di hadapan tenaga pemasar.

“Bagi sebagian orang Indonesia, pembicaraan mengenai keuangan dengan pihak lain masih dianggap tabu. Makanya banyak yang gagal mau beli reksa dana ketika ditemui oleh tenaga pemasar karena mereka tidak mau jujur dengan penghasilannya. Padahal ini sangat mempengaruhi penghitungan besaran investasi yang harus dikeluarkan secara rutin. Berkat bantuan dari fintech, sekarang jadi sangat membantu untuk menjembataninya.”

Robo advisor sebagai komplementer

Ilustrasi robo advisor / Pixabay
Ilustrasi robo advisor / Pixabay

Kehadiran fintech bagi pasar modal bisa dikatakan sebagai angin segar. Selain proses distribusi yang kini bisa makin meluas, peranan perencana keuangan sebagai pihak advisor saat berkonsultasi dengan klien secara berangsur-angsur mulai terbantu karena banyak memiliki kemudahan yang ditawarkan, misalnya lewat kalkulator otomatis.

Kalkulator tersebut memudahkan klien saat simulasi penghitungan berapa besar investasi yang harus rutin dikeluarkan untuk membeli suatu pencapaian di masa depan.

Di satu sisi, kehadiran robo advisor memang menjadi ancaman. Namun bila melihat dari kacamata yang luas, ada segmen tertentu yang masih membutuhkan kehadiran tenaga pemasar untuk berkonsultasi yakni kalangan investor yang sudah mature. Sementara, robo advisor bakal lebih banyak diperuntukkan untuk anak muda karena banyak kemudahan yang bisa mereka rasakan.

“Kehadiran fintech untuk advisor investasi jadi komplementer untuk tenaga pemasar. Di satu sisi, cakupan konsumen jadi lebih luas dijangkau, tidak butuh kontak fisik, dan bisa dilakukan sendiri. Implikasinya terhadap profesi perencana keuangan jadi besar berkat adanya teknologi,” ucap Andoko, Perencana Keuangan dari Oneshildt Consulting.

DompetSehat luncurkan DS-GO

Untuk mendukung profesi perencana keuangan, analis kredit, konsultan pajak, dan agen asuransi, startup penyedia layanan perencanaan keuangan pribadi DompetSehat meluncurkan aplikasi DompetSehat-GO (DS-GO). Aplikasi ini bakal siap diunduh pada Januari 2017 mendatang.

DS-GO didesain untuk mengakomodir pemberian masukan dari berbagai profesi tersebut kepada pengguna DompetSehat. Proses penggunaannya sama halnya dengan media sosial Facebook, ada fitur friend request dengan memasukkan username atau email yang digunakan pengguna DompetSehat.

Setelah request pertemanan diterima pengguna, mereka bisa bebas memilih informasi mana saja yang ingin didiskusikan dengan perencana keuangan, di mana sebelumnya seluruh data sudah dimasukkan ke dalam aplikasi DompetSehat.

“DompetSehat itu aplikasi untuk end user, sementara DS-GO adalah aplikasi mirror untuk perencana keuangan, konsultan pajak, dan analis kredit membantu pekerjaan mereka. Aplikasi ini cuma bisa kasi advice saja lewat data yang sudah di-share pengguna, tidak untuk transaksi pembelian apapun,” terang Founder & CEO DompetSehat Ibnu Hajar Ulinnuha.

Ke depannya akan banyak pengembangan yang bakal disiapkan untuk mendukung investasi di Tanah Air. Salah satunya, aplikasi DompetSehat bakal bisa mengakomodir pembelian produk reksa dana dari perusahaan manajer investasi.

“Dari hasil advice dari perencana keuangan, bisa jadi pertimbangan pengguna DompetSehat untuk membeli produk reksa dana. Sudah perusahaan MI yang mau kerja sama dengan kami, rencananya akhir Januari 2017 baru bisa diumumkan,” pungkasnya.

Menurut Ibnu, hadirnya DS-GO yang bisa terintegrasi dengan DompetSehat dapat membantu mengakselerasi target nasabah reksa dana sebanyak 5 juta nasabah dalam lima tahun mendatang, sebagaimana yang telah dicanangkan OJK.