Mengulik B2B Commerce, Strategi Baru Telkom Setelah Penutupan Blanja

Di situsnya, Blanja mengumumkan kepada para penggunanya, terhitung mulai 1 September 2020 seluruh kegiatan pembelian akan dihentikan. Dalam pernyataan resminya, pihak Telkom berdalih bahwa ini merupakan bagian dari transformasi bisnis e-commerce di perseroan, dalam upaya memperkuat profitabilitas perusahaan. Per 1 Oktober 2020, Telkom hanya akan fokus padae-commerce di segmen bisnis, baik menyasar korporasi maupun UKM.

Terkait rencana selanjutnya, kepada DailySocial pihak Telkom mengatakan, “Sesuai dengan rencana strategis Telkom, yang mengarah pada B2B Commerce bisa mengembangkan dari resource sendiri (build), bermitra dengan pihak lain (borrow), atau mengembangkan kompetensi eksternal (buy) termasuk dengan para startup.”

Blanja adalah bagian dari bisnis digital Telkom, berada di bawah kepemimpinan Fajrin Rasyid. Ditunjuknya co-founder Bukalapak tersebut untuk mendukung agenda peningkatan peluang bisnis dan potensi keuntungan perseroan dari bisnis digital.

Blanja tidak dikerjakan sendiri, Telkom menggandeng eBay sebagai mitra strategis. Untuk kelanjutan kerja sama mereka, pihak Telkom masih belum bisa berkomentar, “Nanti akan disampaikan kelanjutannya ya”. Sementara kami juga sudah mencoba meminta pernyataan resmi dari eBay Indonesia, namun sampai tulisan ini diterbitkan belum ada komentar apa pun yang disampaikan.

Menjelang akhir tahun 2019, kami sempat mewawancara CEO Blanja Jemy Confido. Ia mengklaim, dibanding tahun 2018 jumlah revenue yang didapat meningkat hingga 84%. Terjadi peningkatan EBITDA 11% dan Net Income sekitar 4%. Turut ditegaskan metrik utama perusahaan tidak lagi GMV, tetapi revenue.

Blanja sulit mengejar ketertinggalan

Sebagai platform e-commerce yang fokus pada B2C/C2C, posisi Blanja memang kurang menawan akhir-akhir ini. Salah satunya dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan iPrice, per kuartal kedua tahun 2020, posisi Blanja ada di peringkat 16 – satu ranking persis di bawah elevenia (PT XL Planet), yang sebelumnya turut dikelola perusahaan telco XL Axiata namun telah dilepas sepenuhnya ke Salim Group.

Dalam penelitiannya, iPrice menggunakan beberapa variabel, dua di antaranya statistik kunjungan situs dan peringkat aplikasi.

Riset iPrice tentang perkembangan e-commerce di Indonesia per Q2 2020
Riset iPrice tentang perkembangan e-commerce di Indonesia per Q2 2020

Dengan pengalaman mendirikan dan membesarkan Bukalapak, intuisi bisnis Fajrin jelas sudah terasah. Kendati tidak disampaikan detail, pastinya ada argumen kuat yang melandasi bahwa kemungkinan Blanja untuk memimpin pasar e-commerce lokal sangat kecil, tidak berbanding dengan effort yang dikeluarkan.

Pemimpin pasar diisi oleh para unicorn yang terus bersaing dan berinovasi menjadi yang terdepan. Cakupan bisnisnya pun sudah sangat luas, tidak sekadar sebagai tempat jual-beli online, melainkan meliputi aspek fintech (pembayaran dan pinjaman), logistik, online-to-offline (kemitraan dengan warung), dan lain-lain.

Padahal Blanja di tahun 2020 ini punya target untuk mempertajam produk digitalnya, termasuk pembayaran berbagai tagihan, asuransi, investasi, bahkan sampai produk digital untuk pendidikan. Strateginya dengan menggandeng pemain lain, untuk asuransi mereka memilih Invisee sebagai mitra; untuk pembayaran dan paylater ada LinkAja dan Finpay.

Tapi rencana tinggal rencana, sekarang semua akan diubah fokus ke B2B Commerce. Lalu bagaimana pangsa pasar dan peluang bisnis yang akan dijelajah Telkom tersebut?

Potensi B2B Commerce

B2B Commerce mengacu pada pertukaran barang dan jasa antarperusahaan melalui medium digital. Kebanyakan model bisnis yang diadopsi adalah marketplace atau direct-to-consumer.  Menurut laporan yang dirilis ecommerceDB.com bertajuk “In-depth: B2B e-Commerce 2019”, nilai pasar B2B Commerce di tahun 2019 mencapai $12,2 triliun, 6x lebih besar dari pasar B2C.

Menariknya, Asia Pasifik memimpin pasar dengan kontribusi hampir 80%, membuat para pemain global menginjakkan gas untuk menggarap unit B2B-nya di sini. Sejauh ini ada dua pemain yang paling menonjol, yakni Alibaba dan Amazon Business. Tak penutup kemungkinan akan lebih riuh lagi, karena lanskap kompetisinya mulai diramaikan Rakuten, Mercateo, Global Sources, IndiaMART, hingga Walmart.

Di Indonesia, sejauh ini ada Bhinneka, Mbiz, Bizzy, AXIQoe, Monotaro, dan Ralali. Untuk pemain B2C juga belum banyak yang bermain ke sana —  salah satu yang sudah terjun adalah Bukalapak melalui layanan BukaPengadaan. Sementara Bizzy pun pivot, alih-alih menyediakan e-commerce untuk bisnis, mereka kini mengutamakan layanan logistik dan distribusi.

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin, melalui wawancara terbarunya dengan DailySocial  menjelaskan, kontribusi bisnis dari B2B Commerce tembus 90%, ketimbang B2C pada tahun lalu. Selain B2B.id, beberapa fitur pendukung lainnya sudah digulirkan, termasuk Bhinneka Smart Procurement, mengembangkan omnichannel O2O, dan memiliki selected merchant.

Frost & Sullivan memproyeksikan capaian CAGR 59% di 2017-2022 untuk pertumbuhan B2B Commerce di Indonesia, sekitar dua kali lipat dari tingkat pertumbuhan B2C Commerce selama periode yang sama. UMKM berpotensi menjadi pendorong utama di lanskap ini – menurut BPS bisnis UMKM berkontribusi terhadap 60,3% PDB nasional.

DSResearch pernah merilis laporan “Indonesia B2B Commerce 2018”, di dalamnya membahas tentang perkembangan di sisi platform dan persepsi masyarakat. Seperti diketahui, salah satu keunikan dari B2B Commerce adalah memungkinkan bisnis mendapatkan sistem e-procurement, integrasi dengan ERP, e-invoicing, perpajakan, dan lain-lain – menyesuaikan dengan sistem pengadaan di perkantoran. Rata-rata platform B2B juga menyasar institusi pemerintahan, sehingga seringkali pemain mendefinisikan bisnisnya sebagai B2B2G.

Pasar B2B untuk e-commerce mungkin sedang masa pertumbuhan, mencoba mendemokratisasi sistem pengadaan yang sebelumnya ada. Potensinya jelas ada, seiring dengan makin akrabnya masyarakat dengan e-commerce. Di samping itu, memang banyak keuntungan yang bisa didapatkan oleh bisnis, termasuk kemudahan, transparansi, dan fleksibilitas.

Telkom di B2B Commerce

Disampaikan oleh pihak Telkom, upaya untuk membangun B2B Commerce sebenarnya sudah dimulai sebelumnya. Salah satunya melalui Pasar Digital (PaDi) UMKM, bekerja sama dengan 8 BUMN lainnya. Terdiri dari pusat data UMKM dan belanja BUMN (Control Tower Dashboard), pasar digital UMKM untuk BUMN (PaDi UMKM B2B), dan fitur pasar marketplace dengan akses terpusat bagi UMKM (PaDi UMKM B2C).

Telkom juga mendukung Kemendibud dalam pengadaan barang dan jasa sekolah yang dilakukan secara online melalui Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah). SIPLah dirancang untuk memanfaatkan marketplace yang memiliki fitur tertentu untuk merealisasikan rencana kerja anggaran sekolah dan memenuhi kebutuhan Kemendikbud dalam mengawasi penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kemungkinan akan lebih banyak lagi produk yang diinisiasi. Dengan infrastruktur dan posisi bisnisnya, Telkom berkemungkinan besar memaksimalkan potensi untuk membantu konsumen dari kalangan bisnis. Terlebih melalui banyak unitnya, transformasi digital terus digencarkan perusahaan, termasuk lewat MDI Ventures dengan berinvestasi ke startup digital.

Sempat beredar juga rumor rencana akuisisi Telkom terhadap platform Bhinneka untuk memperkokoh bisnis B2B Commerce, namun saat ditanya lagi pihak Telkom enggan memberikan komentar.

Ciayo Undur Diri Setelah Lebih dari Empat Tahun Beroperasi

Tahun 2020 tidak bisa dimungkiri menjadi tahun yang berat bagi banyak sektor industri, termasuk untuk online media. Ciayo, platform komik digital pertama yang dikembangkan oleh pengembang lokal, mengumumkan penghentian operasional bisnisnya di tanggal 30 Juli 2020. Situs Ciayo masih akan tetap bisa diakses hingga akhir Agustus 2020.

Walaupun tidak disampaikan secara langsung alasan dibalik penutupan bisnisnya, kasus ini turut menambah daftar perusahaan yang tumbang di masa pandemi Covid-19.

Vertikal bisnis perusahaan

Ciayo Corp memulai bisnis perkembangan intelektual properti (IP) dari aplikasi komik digital Ciayo Comics pada akhir tahun 2016. Mereka pernah berkolaborasi dengan BBM dengan merilis BBM Comics yang menyediakan ratusan komik digital yang dibuat oleh para ilustrator di Indonesia, seperti seri Si Juki, Rumah Mice, Patrick Jonbray, dan Si Nopal. Sebelum akhirnya BBM undur diri di pertengahan tahun 2019.

Sekitar satu tahun yang lalu, Ciayo Comics Plus+ meluncur sebagai layanan premium dari aplikasi Ciayo Comics. Harga yang dipatok adalah Rp30 ribu+ untuk bisa mengakses konten eksklusif serta bebas iklan.

Di lini lain, Ciayo Corp juga mengoperasikan studio pengembangan game, Ciayo Games. Dalam perjalanannya, Ciayo Games berkolaborasi dengan Agate Studio untuk menghadirkan permainan saduran dari konten IP ternama di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga sempat meluncurkan permainan mobile arcade berjudul “CHIPS: Monster Tap!” yang berhasil menjadi finalis Indonesia Game Contest oleh Google Play serta The Best Mobile Game of The Year oleh Popcon Asia 2017.

Bergerak sebagai media, Ciayo Corp juga menaungi Ciayo Blog. Portal ini membahas tren pop culture terbaru dan disebut telah menarik lebih dari 100 ribu pembaca setiap bulannya.

Di akhir tahun 2019, perusahaan mengumumkan kolaborasi dengan studio animasi Kumata Studio untuk menghadirkan konten-konten popular terbaik dari dalam dan luar negeri. Tak selang berapa lama, sebuah program loyalitas pelanggan berupa pengumpulan poin diluncurkan, memungkinkan sekitar 7 juta pengguna berkesempatan untuk memenangkan sejumlah hadiah.

Akhir kata

Tjahjadi Handaja selaku Co-founder Ciayo turut menyampaikan bahwa pihaknya telah kurang lebih 5 tahun membangun Ciayo dari nol hingga berjumlah 160 anggota tim, mulai dari jatuh bangun mempertahankan bentuk sebagai sosial media virtual, hingga akhirnya pivot dan beralih menjadi komik online. Setelah itu, melebarkan sayap ke online game juga di tahun 2016.

Beragam inovasi telah dilakukan, berbagai usaha telah dilancarkan, namun Ciayo Corp harus mengecap kenyataan pahit untuk mengusaikan bisnisnya pada titik ini. Mereka juga turut menyampaikan selamat tinggal melalui unggahan video 15 detik di media sosial Ciayo berisi kompilasi gambar serta tulisan mengucapkan terima kasih serta undur diri.

Dilansir dari SimilarWeb, trafik Ciayo mulai berkurang dari bulan April sebesar 55 ribu pengunjung hingga Juni 2020 di angka kurang lebih 40 ribu pengunjung. Dari hasil pengamatan tim DailySocial, berita terakhir yang dipublikasi di situs Ciayo adalah 4 bulan yang lalu.

WowBid to Discontinue Service Due to Shrinking Revenue During Pandemic

WowBid, an auction-concept marketplace had to discontinue its services at the end of June 2020. Pandemic caused revenue to shrink down significantly. Recently adapted to various strategies, but eventually, the shutdown was inevitable.

WowBid’s Founder & CEO, Rafli Ridwan shared stories on WowBid’s previous journey. One thing causing WowBid’s struggle during the pandemic was because the marketplace sold tertiary goods, while the majority of people allocated their spending funds to basic needs and health. Sales are going further down.

“Wowbid is actually an auction, we sell items such as smartphones, clothes, etc. We don’t sell basic items at all. During this pandemic, people were reluctant to buy smartphones, not interested in buying clothes. They are more interested in buying rice or APD [health uniform],” explained Rafli.

Before the pandemic, they were quite optimistic about their achievements. Statistics submitted, they already have 720 thousand registered users, with 180 thousand active monthly users. However, when the pandemic began to enter Indonesia WowBid services suddenly became quiet. The peak will be in March and April 2020.

“Before closing the service there are considerations to temporarily stop the service, to be able to operate again after the pandemic. After a long discussion with shareholders and recalculating the results we will still find it difficult to enter the top five marketplaces in Indonesia. Then, we make a decision (closing the service),” Rafli explained.

Employees affected by the shutdown were mostly transferred to other companies owned by the founder. The others were dismissed with agreed compensation.

“There is compensation agreed between the employee and the company,” Rafli said.

It was doing well at first

WowBid is one business marketplace that is brave enough, choosing the auction concept in the midst of fierce competition in the e-commerce industry. Rafli claims, within one-year, WowBid has managed to get 1 million downloads.

In 2019 WowBid managed to secure US$ 5 million Pre Series A funding or equivalent to Rp70 billion from PT Envy. Funding was then used to accelerate business growth. With a different concept than most, WowBid has the ambition to become an online shopping choice for Indonesian people, of course by prioritizing more attractive price offers.

“The reality is, to succeed as a marketplace in Indonesia, we need huge funds to compete. Wowbid customers are the same customers as Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, and others. They are the same people. The difference is, they have the opportunity to buy cheaper goods. It’s hard to compete with other businesses with more capital,” Rafli concluded.

Update: We added information from the founder regarding the employees condition post-shutdown.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pandemi Surutkan Omzet, WowBid Tutup Layanan

WowBid, marketplace dengan konsep lelang memutuskan untuk menutup layanannya di akhir Juni 2020 ini. Pandemi menyebabkan omzet bisnis turun drastis. Sempat menyesuaikan diri dengan berbagai strategi, tapi pada akhirnya penutupan layanan tak bisa dihindari.

Founder & CEO WowBid Rafli Ridwan berbagi cerita mengenai perjalanan WowBid sebelumnya. Salah satu yang menyebabkan perjuangan WowBid terasa berat di masa pandemi karena marketplace tersebut menjual barang-barang tersier, sementara masyarakat kebanyakan mengalokasikan dana belanja mereka ke kebutuhan pokok dan kesehatan. Penjualan pun anjlok.

“Wowbid itu kan aplikasi lelang ya, kami menjual barang-barang seperti smartphone, baju, dan lain-lain. Nah kita tidak menjual sama sekali barang-barang pokok. Di saat pandemi ini orang-orang enggan membeli smartphone, tidak tertarik beli baju. Mereka lebih tertarik beli beras atau APD,” terang Rafli.

Sebelum pandemi mereka cukup optimis dengan apa yang mereka capai. Statistik yang disampaikan, mereka telah memiliki 720 ribu pengguna terdaftar, dengan 180 ribu pengguna aktif bulanan. Namun, ketika pandemi mulai masuk Indonesia layanan WowBid mendadak menjadi sepi. Puncaknya pada Maret dan April 2020.

“Sebelum menutup layanan ada pertimbangan untuk memberhentikan sementara layanan, untuk bisa beroperasi lagi setelah pandemi. Setelah diskusi panjang dengan para pemegang saham dan menghitung ulang hasilnya kita tetap akan susah masuk top five marketplace di Indonesia. Sehingga kita ambil keputusan (menutup layanan),” jelas Rafli.

Karyawan yang terdampak penutupan WowBid sebagian besar dipindahkan ke perusahaan lain milik founder. Yang lainnya, diberhentikan dengan diberikan kompensasi.

“Ada kompensasi yang disetujui antara karyawan dan perusahan,” terang Rafli.

Sebelumnya semua tampak baik-baik saja

WowBid adalah salah satu bisnis marketplace yang cukup berani, memilih konsep lelang di tengah persaingan yang cukup ketat di industri e-commerce. Rafli mengklaim, satu tahun berjalan WowBid sudah berhasil mendapatkan 1 juta unduhan.

Pada tahun 2019 silam WowBid berhasil mengamankan pendanaan pra-seri A sebesar US$5 juta atau setara Rp70 miliar dari PT Envy. Pendanaan itu kemudian dimanfaatkan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis. Dengan konsep yang berbeda dengan kebanyakan, WowBid berambisi untuk menjadi salah satu pilihan berbelanja online masyarakat Indonesia, tentunya dengan mengedepankan penawaran harga yang lebih menarik.

“Kenyataannya adalah untuk sukses sebagai marketplace di Indonesia kita butuh dana yang besar untuk bersaing. Pelanggan Wowbid itu adalah pelanggan yang sama dengan pelanggan Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, dan lainnya. Mereka orang yang sama. Jadi yang membedakan adalah, mereka berkesempatan membeli barang lebih murah. Berat untuk berkompetisi dengan bisnis lain yang lebih banyak modalnya,” tutup Rafli.

Update: Kami menambahkan keterangan dari founder mengenai kondisi para karyawan pasca-penutupan perusahaan

Airy to Shut Down Business Permanently, Putting other OTAs in Jeopardy

Such unfortunate news came from the local OTA (Online Travel Agency) industry. Airy or Airy Rooms will terminate its operations permanently by the end of May 2020. We receive the news from a source involved in the company’s operations. It was later discovered that several property partners had received official notification emails regarding the service termination.

DailySocial has been trying to reach the management since Wednesday (5/6), yet the information still sealed – although they didn’t deny the rumor.

The layoff situation has gone wild in the Airy ecosystem, the number is monitored through SEAcosystem.com – a collaborative worksheet initiated by some Southeast Asia’s venture capitalists to help affected talents and startups due to Covid-19. A reliable source has confirmed the layoff.

In addition, as we observed, Airy is currently not displaying any property listings after May 31st, 2020.  It applies to the flight ticket, there will be no search results as per June 1st, 2020.

Since the beginning of the year, when the Covid-19 pandemic began to haunt the Southeast Asian region, there was a sharp decline for Airy service users. Exacerbated by the lockdown and physical distancing initiatives in almost all countries resulting in the declining number of traveling (out of town or abroad).

As general notes, in addition to offering low-cost lodging accommodations, Airy also provides a flight ticket booking feature.

Penurunan trafik kunjungan situs Airy, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
The declining number of Airy’s traffic, in PC and mobile platform / Similarweb

Earlier this year, the company had a succession by appointing Louis Alfonso Kodoatie as the new CEO. With 30 thousand rooms spread across 100 cities, they are confident enough to continue to penetrate the market. Particularly, after launching Airy for Business at the end of last year as a new initiative offering online services for company official travel management.

All OTAs afflicted, no exception

Last month, a news spread regarding Traveloka’s significant staff reduction. The temporary halt of inter-city public transportation modes, such as planes and trains, certainly has an impact on the decline in company revenue. Nearly zero tourist visits also make bookings for accommodation services such as hotels or recreation tickets drop sharply.

Penurunan trafik kunjungan situs Traveloka, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
The declining traffic of Traveloka’s site, in PC and mobile platform / Similarweb

Unlike Airy, Traveloka’s unicorn status ideally provides a longer runway. Particularly since last year, the company has been intensifying fundraising up to 7 trillion Rupiah. It was said by Co-Founder & CEO Ferry Unardi that the startup he founded was planned to take dual IPO listings in the next 2-3 years – it was before the pandemic.

Observing the current conditions, the Center of Reform on Economics (CORE) member, Yusuf Rendy Manilet told DailySocial that he believes all OTA players in Indonesia are devastated by Covid-19. However, Yusuf did not see this as hopeless.

“In my opinion, they can explore domestic tourists with more local potential, like culinary tourism,” Yusuf said.

A Traveloka representative, who was contacted separately, said he was concerned about the situation. But they refused to break down the whole impact. “Currently, our focus is to prioritize the safety and comfort of users in planning their trips,” Traveloka’s Head of Marketing, Transport, Andhini Putri said.

Pegipegi also facing a similar issue. The company’s response is not much different. They are still busy accommodating the needs of travelers who use their services, including in canceling reservations. “Currently, for customers who want to cancel their order, it can be done easily through the Pegipegi application using the Online Refund feature,” Pegipegi’s Corporate Communications Manager, Busyra Oryza told Dailysocial.

OTA in Indonesia

The local OTA business is filled with local and outside players, however, from the previous year’s trends, local players have a larger share of users. Of the many players, five of them have the biggest traction, including Traveloka, Pegipegi, Tiket, Airy, and Nusatrip.

Platform OTA lokal populer di Indonesia / DSResearch
Most popular local OTA platforms in Indonesia / DSResearch

The e-Conomy SEA 2019 report also shows that online travel is still the second most influential digital sector after e-commerce. In 2019 the industry recorded GMV at US$10 billion and is projected to grow to US$25 billion in the next five years.

The situation could change, after the end of the pandemic, “new normal” will be a challenge in all business sectors. In order to stay in the game while reaching its highest potential, every business must be able to adapt and innovate, including travel. The good thing is that this industry has grown rapidly, OTA players are no longer just about ticketing. More than that, each is transformed into a service with a variety of integrated features.

This is about how companies survive. Basically, traveling is a necessity, both for personal and business interests. When the dust settles, sooner or later, this sector will return to its pace.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Airy akan Tutup Bisnis secara Permanen, OTA Kalang Kabut Akibat Pandemi

Kabar buruk datang dari industri OTA (Online Travel Agency) lokal. Airy atau Airy Rooms akan menghentikan operasionalnya secara permanen per akhir Mei 2020. Kabar tersebut awalnya kami dapatkan dari seorang yang terlibat dalam operasional perusahaan. Belakangan diketahui, beberapa mitra properti telah mendapatkan email pemberitahuan resmi mengenai rencana penutupan layanan.

DailySocial mencoba menghubungi jajaran manajemen sejak Rabu (06/5), pihaknya masih belum bisa memberikan informasi – kendati tidak menampik kabar tersebut.

Badai PHK juga terus berlangsung di Airy, perkembangan jumlahnya terpantau melalui situs SEAcosystem.com – sebuah worksheet kolaboratif yang diinisiasi sejumlah pemodal ventura Asia Tenggara untuk membantu talenta dan startup yang terdampak layoff karena Covid-19. Narasumber kami pun membenarkan adanya PHK yang dilakukan secara bertahap.

Selain itu, dari percobaan kami, saat ini platform Airy sudah tidak menampilkan lagi daftar properti untuk pencarian di atas tanggal 31 Mei 2020. Pun untuk pemesanan tiket pesawat, jika memasukkan tanggal 1 Juni 2020 ke atas, tidak akan menampilkan hasil pencarian rute.

Sejak awal tahun, saat pandemi Covid-19 mulai menghantui kawasan Asia Tenggara, terjadi penurunan yang cukup tajam untuk pengguna layanan Airy. Diperburuk dengan insiatif lockdown dan physical distancing di hampir semua negara yang menjadikan kegiatan bepergian (ke luar kota atau luar negeri) nyaris tidak dilakukan oleh orang-orang.

Seperti diketahui, selain menawarkan akomodasi penginapan berbiaya rendah, Airy juga menyediakan fitur pemesanan tiket pesawat.

Penurunan trafik kunjungan situs Airy, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
Penurunan trafik kunjungan situs Airy, di platform dekstop dan mobile / Similarweb

Awal tahun ini perusahaan juga baru lakukan suksesi dengan menunjuk Louis Alfonso Kodoatie sebagai CEO baru. Beberbekal 30 ribu kamar yang tersebar di 100 kota, mereka cukup percaya diri bisa terus melanjutkan penetrasi pasar. Terlebih akhir tahun lalu Airy for Business juga baru diluncurkan, sebagai layanan yang menawarkan pelayanan online untuk manajemen perjalanan dinas perusahaan.

Semua OTA terdampak, tak terkecuali

Bulan lalu juga tersiar kabar mengenai pengurangan pegawai dengan jumlah yang cukup signifikan oleh Traveloka. Berhentinya operasional moda transportasi umum antarkota seperti pesawat dan kereta api tentu berimbas pada turunnya pemasukan perusahaan. Kunjungan wisata yang nyaris nol juga membuat pemesanan layanan akomodasi seperti hotel atau tiket rekreasi menurun tajam.

Penurunan trafik kunjungan situs Traveloka, di platform dekstop dan mobile / Similarweb
Penurunan trafik kunjungan situs Traveloka, di platform dekstop dan mobile / Similarweb

Berbeda dengan Airy, dengan status unicorn Traveloka idealnya memiliki runway yang lebih panjang. Terlebih sejak tahun lalu perusahaan juga tengah gencarkan fundraising hingga 7 triliun Rupiah. Disampaikan juga dalam sebuah kesempatan oleh Co-Founder & CEO Ferry Unardi bahwa startup yang didirikannya direncanakan tempuh dual-listing IPO dalam 2-3 tahun mendatang – kala itu belum ada asumsi worst case akibat pandemi.

Mengamati kondisi yang terjadi saat ini, kepada DailySocial ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet yakin pelaku OTA di Indonesia pasti terpukul akibat Covid-19. Akan tetapi Yusuf melihat mereka bukan tanpa harapan dalam situasi genting seperti sekarang.

“Menurut saya mereka bisa memanfaatkan potensi wisatawan domestik tapi yang sifatnya lebih lokal, seperti wisata kuliner,” ucap Yusuf.

Perwakilan Traveloka, yang dihubungi secara terpisah, mengaku prihatin atas situasi yang terjadi. Namun mereka menolak menjelaskan sejauh apa dampak yang mereka terima. “Saat ini fokus kami adalah mengutamakan keamanan dan kenyamanan pengguna dalam merencanakan perjalanannya,” ujar Head of Marketing, Transport, Traveloka Andhini Putri.

Pegipegi juga rasakan hal yang sama. Respons perusahaan tak jauh berbeda. Mereka masih sibuk mengakomodasi kebutuhan para pelancong yang menggunakan jasa mereka, termasuk dalam pembatalan reservasi. “Saat ini, bagi pelanggan yang ingin membatalkan pemesanan mereka, dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi Pegipegi dengan menggunakan fitur Online Refund,” terang Corporate Communications Manager Pegipegi Busyra Oryza kepada Dailysocial.

OTA di Indonesia

Bisnis OTA lokal dipenuhi oleh pemain lokal dan luar, kendati demikian dari tren-tren di tahun sebelumnya pemain lokal mendapatkan porsi pengguna yang lebih besar. Dari banyaknya pemain, lima di antaranya miliki traksi yang paling besar, meliputi Traveloka, Pegipegi, Tiket, Airy, dan Nusatrip.

Platform OTA lokal populer di Indonesia / DSResearch
Platform OTA lokal populer di Indonesia / DSResearch

Laporan e-Conomy SEA 2019 juga menunjukkan, online travel masih menjadi sektor digital yang paling berpengaruh nomor dua setelah e-commerce. Tahun 2019 industri tersebut catatkan GMV mencapai US$10 miliar dan diproyeksikan tumbuh jadi US$25 miliar dalam lima tahun ke depan.

Situasinya bisa jadi berubah, pasca pandemi berakhir pun “new normal” akan menjadi tantangan di semua sektor bisnis. Untuk tetap on-track mencapai potensi tertingginya, setiap bisnis harus mampu beradaptasi dan berinovasi, pun untuk travel. Baiknya, industri ini sudah berkembang pesat, para pemain OTA tak lagi hanya jajakan tiket. Lebih dari itu, masing-masing menjelma menjadi layanan dengan beragam fitur terpadu.

Ini adalah tentang bagaimana cara perusahaan bertahan. Pada dasarnya bepergian adalah sebuah kebutuhan, baik untuk pribadi maupun kepentingan bisnis. Saat situasinya mulai kondusif, cepat atau lambat, sektor yang tengah lunglai ini akan kembal bergas seperti sediakala.

Application Information Will Show Up Here

Layanan OTA Rajakamar Hentikan Operasional

Sempat tenar sebagai platform Online Travel Agency (OTA) di “era Blackberry”, Rajakamar memutuskan untuk tutup layanan. Diumumkan melalui situsnya, perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 2007 tersebut telah menghentikan operasional pemesanan per hari ini (08/5). Adapun bagi konsumen yang masih memiliki pemesanan, masih bisa terlayani melalui kanal online yang disediakan.

Sebelumnya Rajakamar didukung oleh tiga perusahaan perjalanan ternama, yakni yaitu Smailing, Panorama dan Dwidaya. Tahun 2013 mereka sempat menggencarkan ekspansi, manargetkan pasar Asia Dan Australia. Puluhan ribu basis data hotel sudah dimiliki, termasuk kemitraan dengan berbagai pemilik properti di Australia, Jepang, Korea, Makau, Taiwan, Tiongkok dan Vietnam.

Seiring perkembangan OTA yang sangat masif, Rajakamar justru tidak bisa mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar di Indonesia. Dalam survei yang dilakukan DailySocial, popularitas layanan OTA didominasi oleh pemain baru seperti Traveloka, Tiket, Pegipegi, Airy dan lainnya. Bahkan dalam survei tersebut Rajakamar tidak masuk ke dalam 10 besar.

Tahun 2018 digadang-gadang sebagai momentum layanan OTA untuk bertumbuh pesat. Menurut riset yang dilakukan Google-Temasek di pasar Asia Tenggara, online travel dinilai menjadi sektor digital dengan nilai terbesar di tahun 2018, angkanya mencapai $23 triliun.

MurahRek.com Stops Offering Discount Voucher

Few months ago, we wrote about two daily deals in Indonesia that stopped their service. They are DetikDeal and MaiPlay. Recently, there is another deal decided to discontinue its service.

This daily deals is MurahRek.com. This daily deals provide service in Surabaya and its surrounding. The information about MurahRek.com has been written on DailySocial in the early August.

Continue reading MurahRek.com Stops Offering Discount Voucher