Begini Keuntungan Cloud Bagi Kolaborasi Organisasi Startup

Together we stand, divided we fall.” Dari mana Anda pernah mendengar ungkapan ini? Poster film Marvel Civil War, atau dari literasi sejarah Amerika Serikat? Sebenarnya, tidak masalah Anda mengetahui dari mana pun, sebab yang terpenting Anda paham bahwa ungkapan tersebut perlu terpatri dalam berorganisasi, termasuk dalam pengelolaan tim internal di bisnis startup yang kini tengah Anda jalankan.

Dari aspek sumber daya manusia (SDM), ada beberapa langkah untuk komunikasi dan kolaborasi pekerjaan dalam startup yang bisa dilihat di sini. Di sini, manajemen kolaborasi startup akan dibahas dari sisi teknis, atau yang secara spesifik dilihat dari pemanfaatan teknologi cloud storage.

Fasilitas cloud pada dasarnya tak hanya memungkinkan para karyawan berkolaborasi untuk menyimpan pekerjaan di master document yang sama saja. Dengan cloud storage dan content delivery network, Anda kini dapat mengelola data dengan skala besar.

Jadi, bila Anda seorang startup owner, Anda akan dapat mengetahui bagaimana progres proyek-proyek besar yang dilakukan tim, bahkan meski mereka sedang tidak berada di pulau yang sama dengan Anda.

Penataan sistem kerja yang fleksibel dan remote seperti ini memang merupakan hal baik bagi para karyawan di era Internet. Tak hanya memudahkan Anda untuk memantau laju perusahaan, cara ini juga mendorong kolaborasi bisnis yang semakin baik antar karyawan meski tidak bekerja di satu atap.

Untuk mendorong kolaborasi seperti ini, Anda bisa memulainya dengan membudayakan implementasi gaya BYOD (Bring Your Own Device), agar para karyawan bisa lebih nyaman bekerja dengan device andalan mereka.

Hal lain yang tentunya perlu disadari untuk keutuhan startup ialah bahwa startup adalah fase di mana bentuk usaha masih berskala kecil dan bertumbuh. Maka, bagian operasional tak ubahnya sektor yang perlu dipantau terus menerus secara pokok.

Dari kacamata teknis, layanan NoSQL cloud database adalah pilihan tetap bagi back-office operation di kantor startup, agar kolaborasi antar karyawan tetap aman dengan failure detection.

Isi survey singkat Alibaba Cloud terkait penggunaan cloud di sini.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dan Alibaba Cloud.

Google Gandeng Improbable Buat Ciptakan Dunia Game Online Terbesar

Meskipun Google berhasil menghimpun lebih dari 600 ribu permainan mobile di Google Play, nama mereka memang belum sepopuler Sony, Microsoft serta Valve saat orang mulai membahas gaming. Namun hal ini boleh jadi akan berubah dalam waktu dekat, terutama di era kelahiran VR serta makin banyak tersedianya perkakas yang memudahkan para kreator berkarya.

Seberapa familierkah Anda dengan Improbable? Startup asal London yang didirikan oleh dua jebolan Cambridge itu belakangan jadi pusat perhatian berkat satu terobosan besar: sebuah solusi jenius yang memungkinkan perusahaan kecil menciptakan dunia virtual online sekelas World of Wacraft dan Second Life hingga membangun simulasi berbasis kota, sistem biologi serta ekonomi sungguhan. Kreasi mereka itu dinamai SpatialOS.

Sejauh ini, hanya ada sejumput developer yang telah menjajal teknologi tersebut. Namun tanggal 13 Desember kemarin merupakan momen bersejarah bagi Improbable. Alasannya, Google memutuskan buat bermitra dengan tim Inggris itu. Lewat kolaborasi ini, SpatialOS dapat dimanfaatkan oleh lebih banyak pengembang untuk menciptakan dunia virtual di dalam Google Cloud Platform.

Sederhananya, SpatialOS ialah layanan cloud computing untuk mengembangkan dunia virtual, entah apakah buat dijalankan di PC ataupun di perangkat VR. Lewat program baru ini, Google dan Improbable bermaksud memicu lebih banyak inovasi. SpatialOS sendiri memberikan kreaktor keleluasan menciptakan alam digital yang bisa mengakomodasi ribuan orang sekaligus secara real-time, jauh melewati kapasitas server game konvensional.

Simulasi-simulasi di sana diimplementasikan secara terus-menerus, juga kompatibel dengan proses komputasi rumit yang dibutuhkan untuk merelisasikan ide-ide inovatif dalam penciptaan game. Developer-developer ternama seperti Dean Hall (Day Z) serta Henrique Olifiers (CEO Bossa Studios, tim di belakang Worlds Adrift) sempat bilang bahwa ciptaan Improbable tersebut akan merevolusi ranah permainan multiplayer berskala besar.

Dan tak hanya video game saja, SpatialOS memberikan keleluasaan ruang bagi ilmuwan buat bereksperimen terhadap AI, misalnya melepas ‘agen’ kecerdasan buatan di simulasi dan mempelajari gerak-gerik mereka. Contoh lainnya adalah berfungsi jadi ruang latihan bagi AI di kendaraan driverless – sudah dilakukan oleh perusahaan Otto yang dimiliki Uber, memakai agen AI di permainan Grand Theft Auto sebagai pengganti kota Manchester.

CEO Improbable Herman Narula bilang bahwa cloud adalah masa depan industri gaming, dan kolaborasi antara timnya dengan Google membuka peluang lebih besar bagi developer dalam menciptakan terobosan baru.

Versi alpha SpatialOS dapat diunduh di website  Improbable.

Sumber: Venture Beat & Wired.

Menekankan Pemanfaatan Cloud untuk Bisnis Online

Kemarin (7/12), Microsoft Indonesia dan Bhinneka menyelenggarakan talkshow bertajuk “Optimize and Accelerate Your Online Business With Microsoft Cloud Solution”. Juga, turut mengundang perwakilan dari DyCode, perusahaan pengembang perangkat lunak lokal. Bhinneka dan DyCode merupakan pengguna platform komputasi awan dari Microsoft, yakni Microsoft Azure.

Microsoft Azure adalah salah satu solusi cloud computing platform yang melayani kebutuhan Infrastructure as a Service (IaaS) maupun Platform as a Service (PaaS), khusus menangani lonjakan traffic tidak tidak terduga. Juga dapat diintegrasikan dengan aplikasi pendukung dari Microsoft lainnya.

Rudy Sumadi, Channel Sales SMB Microsoft Indonesia, menerangkan komputasi awan ke depannya akan menjadi hal yang lumrah bagi seluruh bisnis online. Pasalnya, kini teknologi tidak harus dibangun secara sendiri-sendiri karena sudah ada pihak yang menyediakan layanan tersebut.

Mereka hanya tinggal membayar dan memilih teknologi mana saja yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Untuk mendukung layanan komputasi awan ini, Microsoft sudah menaruh banyak kocek dalam hal pengadaan data center.

Terhitung, Microsoft memiliki lebih dari 100 data center yang tersebar di 38 lokasi di seluruh dunia, namun belum di Indonesia. Di kawasan Asia Pasifik, Microsoft menyediakan 11 jaringan data center. Yang terbaru, pada Mei 2016 Microsoft mengumumkan penambahan data center untuk Azure di Seoul, Korea Selatan.

“Berbisnis cloud itu artinya berbicara tentang trust, sama halnya dengan perbankan. Trust itu adalah DNA-nya Microsoft. Kami juga sangat serius mengenai keamanan data pengguna, yang bisa mengakses data hanyalah pemilik saja. Kami juga aktif bangun data center,” ucap Rudy.

Keseriusan Microsoft menggarap lahan bisnis ini juga terlihat dari berbagai jenis sertifikat yang sudah diperolah, mulai dari skala global, nasional, hingga kepemerintahan.

Microsoft Azure sebagai pendukung bisnis online

Mengenai kesan-kesannya sebagai pengguna Microsoft Azure, Lodewijk Christoffel Tanamal selaku CTO Bhinneka mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera melakukan migrasi penuh ke Azure pada tahun depan. Kurang lebih, Bhinneka menjadi pengguna Azure sejak November 2015.

Lodewijk menjelaskan sebelum beralih ke Azure, penyimpanan data di cloud masih menggunakan server on premise. Dulunya, saat antisipasi menjelang momen flash sale, Bhinneka masih menggunakan cara manual yakni membeli server atau menggunakan server yang secara otomatis akan meningkatkan daya tampungnya ketika traffic melebihi ambang batas untuk mencegah terjadinya error.

Kedua cara ini memang masih digunakan oleh pelaku bisnis online pada umumnya. Akan tetapi, cara tersebut memiliki banyak kelemahan. Pasalnya, membeli server dalam jumlah banyak, penggunaannya hanya saat tertentu saja. Sementara pada hari normal, server tersebut akan jadi idle.

Di sisi lain, menggunakan server yang otomatis meningkatkan kapasitas juga terbilang terlambat. Hal ini disebabkan untuk menambah kapasitas butuh waktu yang tidak sebentar.

Menurut dia, ketika traffic sedang tinggi, Microsoft Azure memungkinkan Bhinneka untuk memperbesar skalabilitasnya secara otomatis. Ketika traffic sedang normal, skalabilitas juga akan kembali ke normal. Kemampuan seperti ini sangat membantu Bhinneka dalam memaksimalkan kenyamanan pelanggan dalam bertransaksi.

“Kami membayar resource di Azure sesuai kebutuhan karena Bhinneka ini kan layanan e-commerce jadi nature traffic-nya beda. Yang terpenting bagi bisnis e-commerce itu adalah menjaga proses bisnis tetap berjalan, terutama saat pembayaran online yang harus terekam. Itu yang terpenting,” terang Lodewijk.

Andri Yadi, CEO DyCode, menambahkan selain menggunakan Microsoft Azure untuk penyimpanan data, pihaknya juga menggunakan layanan pendukung lainnya seperti Azure Website, Mobile, Logic App, Azure Blob Storage, Azure IoT Hub, Azure Bot Service, dan lainnya.

Biaya yang dikeluarkan oleh pihaknya untuk mendapatkan seluruh layanan dari Microsoft Azure diklaim tidak lebih dari $500 per bulannya.

Menurutnya, keberadaan Microsoft Azure sangat membantu bisnisnya semisal Jepret yang membutuhkan integrasi real time antara device pengguna, cloud server, dan printer Jepret Allegra. Cara kerja Jepret ialah pengguna memotret foto dari perangkat mobile mereka dan mengunggah ke sosial media dengan menggunakan hashtag tertentu yang sebelumnya sudah ditentukan.

Setelah diunggah, foto akan otomatis melakukan printing. Ketiga unsur utama dalam Jepret membutuhkan cloud server yang besar untuk menampung seluruh foto. Printer pun harus secara otomatis bisa membaca data di server untuk mencetak foto.

“Untuk memproses jutaan foto, perlu kemampuan dan storage yang sebenarnya tidak perlu harus capai-capai bangun sendiri. Sudah ada layanan dari perusahaan teknologi yang menyediakan hal itu semua, tinggal pilih sesuai kebutuhan bisnisnya,” pungkas Andri.


Disclosure: DailySocial adalah media partner talkshow “Optimize and Accelerate Your Online Business With Microsoft Cloud Solution”. Pertanyaan mengenai paket untuk bisnis bisa diajukan ke [email protected].

Mengapa Cloud Berperan Sentral dalam Ekspansi Bisnis Online?

Proses validasi pasar dan bisnis telah dilewati. Key Performance Indicator (KPI) yang telah ditentukan di tahap awal sudah berhasil dicapai, dan sekarang pengembangan bisnis mulai menggunakan KPI baru yang berbasis pada pertumbuhan konsumen, revenue, market traction, dan market share, bersamaan dengan pengembangan kualitas produk. Bila belakangan ini Anda tidak asing dengan kegiatan-kegiatan yang disebutkan tadi, itu menandakan bisnis Anda memasuki tahap scaling dan ekspansi.

Upaya-upaya dari kacamata bisnis ini jelas perlu dilakukan, dan sebaiknya langkah tersebut juga senada baiknya dengan penguatan dari sisi teknologi penyimpanan dan penyebaran data yang terintegrasi dan dapat diandalkan, seperti cloud computing. Mengapa?

Begini. Dari sisi Platform as a Service (PaaS), perlu disadari bahwa bisnis online Anda memerlukan cloud solution yang elastis bagi bisnis Anda yang dinamis itu, guna dapat merasakan fasilitas cloud sesuai dengan skala terkininya. Terlebih, poin ini menjadi penting bila Anda sekarang tengah menggeluti bidang e-commerce yang dikenal memiliki lonjakan dan anjlokan traffic yang sering menghampiri situs.

Belum lagi, proses scaling yang banyak bertumpu pada pengambilan keputusan yang cepat dan terukur, membuat Anda mungkin memerlukan cloud service dengan insight real-time dari setiap transaksi hingga proses bisnis secara umum.

Microsoft punya solusi terpadu agar proses scaling up bisnis online Anda dapat berjalan sesuai rencana, yakni melalui Microsoft Cloud Solution.

Microsoft Cloud Solution dengan cabang-cabang solusinya dapat membantu Anda menjawab tantangan-tantangan bisnis Anda di tengah usaha optimalisasi kualitas produk bisnis Anda, dalam proses scaling. Misal, Microsoft Azure, yakni solusi cloud computing platform buatan Microsoft yang dikenal dapat menangani lonjakan traffic yang tidak terduga serta integrasi dengan aplikasi yang dikembangkan. Begitu pula dengan Microsoft Power Business Intelligence, analytic tools garapan Microsoft yang membantu pengguna memadukan sistem yang dibangun dengan aplikasi analisis data, sehingga Anda dapat dengan mudah ‘menampung’ limpahan data tersebut dan mempresentasikannya di kemudian hari.

Lantas, bagaimana solusi cloud seperti itu dapat memaksimalkan serta mempercepat laju pertumbuhan bisnis online Anda secara konkret? Bagaimana implementasi yang tepat di sektor e-commerce (atau bahkan di sektor pengembangan Internet of Things)?

Semua pertanyaan tersebut akan dibahas tuntas bersama empat pelaku industri digital yang tentunya telah mengalami kisah sukses dari pengembangan bisnis online dengan cloud computing, antara lain ialah Lodewijk Christoffel Tanamal (Chief Technology Officer Bhinneka.com), Rudy Sumadi (SMB Director Microsoft Indonesia), Andri Yadi (CEO DyCode), dan Wiku Baskoro (Chief Innovation Officer DailySocial), di sebuah talkshow bertajuk “Optimize/Accelerate Your Online Business With Microsoft Cloud Solution”.

Bersama Lodewijk (baca: Ludwig), Anda akan mendengarkan bagaimana cloud computing menjadi salah satu urat nadi dari bisnis e-commerce. Kemudian, Rudy akan membeberkan alasan mengapa Anda perlu mengadopsi sistem cloud dari Microsoft. Lalu Andri akan bercerita panjang lebar mengenai Microsoft Azure yang sukses membantu bisnis Internet of Things-nya bersama DyCode. Ketiganya akan berbincang bersama di satu panggung, dimoderatori oleh Wiku.

Bertempat di Lot 8 Resto & Bar, SCBD, Jakarta Selatan, talkshow hasil kerja sama Bhinneka.com, DailySocial.id, dan Microsoft ini akan digelar pada hari Rabu, 7 Desember 2016, pukul 18.00 sampai dengan selesai.

Selain pembahasan dan insight yang seru dari para pakar, para peserta juga akan mendapatkan paket goodie bag keren dari penyelenggaraan acara. Dengan pendaftaran acara yang dibuka gratis, rasanya sayang bila Anda melewatkan talkshow untuk para online business owner dan tech enthusiast ini.

Jadi, Anda siap untuk melebarkan sayap bisnis online Anda dengan cloud computing?

Disclosure: DailySocial adalah organizer dari talkshow Microsoft Cloud Solution yang didukung oleh Bhinneka.com dan Microsoft.

CloudKilat Rilis Kilat Iron, Teknologi Container Berbentuk PaaS

Penyedia layanan komputasi awan lokal CloudKilat yang berada di bawah naungan Infinys System Indonesia baru-baru ini memperkenalkan produk terbarunya bernama Kilat Iron. Kilat Iron merupakan sebuah layanan PaaS (Platform as a Service) yang terintegrasi dengan IaaS (Infrastructure as a Service) untuk menjalankan dan mengotomatisasi horizontal dan vertical scaling aplikasi di cloud server.

Berbeda dengan layanan virtual machine umum seperti Kilat VM yang terbatas dalam proses konfigurasi spesifikasi infrastruktur, Kilat Iron memungkinkan pengguna untuk merancang topologi arsitektur yang ingin digunakan. Skema ini juga mengizinkan pengembang untuk memilih bahasa pemrograman, aplikasi server, basis data, load-balancing, SSL, dan elemen lainnya.

Ekosistem arsitektur Kilat Iron bersifat elastis sehingga dapat menyesuaikan kebutuhan server secara otomatis, sehingga lonjakan traffic yang tak terduga bisa diatasi dengan segera tanpa berdampak serius pada layanan. Kustomisasi ini bisa dieksekusi hingga ke tingkat CPU dan RAM yang digunakan dengan dukungan teknologi Cloudlet yang menjadi acuan dari environment server. Tiap elemen dari environment mengonsumsi satu buah Cloudlet, sementara satu Cloudlet setara dengan 128MB RAM, dan 400MHz prosesor.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna dapat memilih pembayaran berdasarkan dua skema, yakni Reserved dan Dynamic. Perhitungan pembayaran dapat dilakukan berdasarkan dua skema yang tersedia, yakni Reserved dan Dynamic. Reserved mengizinkan pelanggan untuk memesan Cloudlet pada saat pembuatan environment, sehingga dapat mengetahui resource minimum yang tersedia untuk aplikasi yang dikembangkan. Sementara di skema Dynamic, resource tambahan dapat secara otomatis digunakan sesuai kebutuhan aplikasi dengan memanfaatkan fitur auto vertical scaling.

Kilat Iron sediakan lingkungan pengelolaan berbasis web yang dinamis / CloudKilat
Kilat Iron sediakan lingkungan pengelolaan berbasis web yang dinamis / CloudKilat

Seperti halnya produk sebelumnya, Kilat Plesk, Kilat Iron juga disesuaikan bagi para pengembang aplikasi yang kurang memiliki kemampuan mengelola jaringan infrastruktur. Karena dengan berbasis web, dasbor Kilat Iron didesain untuk mampu mengatur dan memonitor seluruh aplikasi server dengan UI/UX yang sangat intuitif. Pengembang juga dapat melakukan deploy kode pemrograman dari sumber manapun menggunakan GIT dan SVN hanya dalam beberapa langkah saja. Fitur ini menjadi krusial untuk produk online yang membutuhkan perbaruan dengan segera tanpa mengganggu kenyamanan para penggunanya.

Lima Langkah Membuat Akun Alibaba Cloud

Seperti yang pernah diberitakan DailySocial sebelumnya, Alibaba Cloud saat ini tengah berada dalam proses penetrasi pasar di Indonesia. Layanan komputasi awan yang merupakan bagian dari sayap bisnis taipan Jack Ma ini tercatat telah dimanfaatkan oleh 1,8 juta bisnis, yang mana rata-rata digunakan oleh pebisnis startup digital.

Bila diperhatikan dengan jelas, penggunaan layanan Alibaba Cloud yang dilakukan startup tersebut sejalan dengan kemampuan Alibaba Cloud dalam memenuhi kebutuhan bisnis yang masih dinamis, seperti yang terjadi di perusahaan startup pada umumnya.

Di sini, akan dijelaskan bagaimana bisnis startup Anda bisa mulai menggunakan jasa Alibaba Cloud. Caranya mudah, hanya lima langkah dan gratis untuk Anda!

1. Masuk ke situs resmi dari Alibaba Cloud.

Aliyun homepage

2. Klik ‘Login’ di ujung kanan homepage Alibaba Cloud.

Aliyun Step 1

3. Klik ‘Join Free’ untuk membuat akun baru Alibaba Cloud.

Aliyun Step

4. Ikuti langkah-langkah registrasi berikut dengan mengisi nomor telepon dan alamat email Anda yang valid.

  • Tahap 1: Mengisi form awal

Aliyun Step 2

  • Tahap 2: Verifikasi email

Aliyun Step (2)

  • Tahap 3: Verifikasi nomor telepon

Aliyun Step (3)

5. Lengkapi profil Anda dan metode pembayaran yang Anda pilih.

  • Tahap 1: Mengisi “Profile Management” Anda.

Aliyun Step (4)

Step 4

  • Tahap 2: Memperbarui metode pembayaran Anda.

Step 5

Aliyun Payment Method

Bila Anda tidak punya kartu kredit atau akun PayPal untuk pembayaran, tak perlu khawatir! Alibaba Cloud bisa membantumu di sini.

Sedikit banyak, itulah tadi langkah sederhana dalam membuat akun di Alibaba Cloud. Langkah yang mudah, bukan?

Kabar baik bagi Anda, sekarang Alibaba Cloud tidak hanya menyediakan fasilitas free trial. Anda juga bisa mendapatkan kupon Alibaba Cloud senilai USD 50, jika Anda melanjutkan pembayaran setelah masa free trial.

Cara mendapatkan kupon tersebut sangat lah mudah. Cukup dengan masuk ke laman Contact Sales, isi semua informasi dengan benar, dan ketik “USD 50 coupon” di bagian “How can we help?“. Contohnya dapat dilihat di bawah ini.

Keyword untuk USD 50 AliCloud Coupon


Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Alibaba Cloud.

Bincang-Bincang Soal Startup Scaling dari Aspek Teknis

Ruang bisnis startup Indonesia sepertinya perlu direnovasi atau, lebih tepatnya, diperbesar. Pasalnya, dari hari ke hari ide-ide kreatif yang merupakan embrio dari startup mulai muncul di berbagai komunitas, khususnya komunitas teknologi. Banyak memang yang meledak, beriringan dengan itu, tak sedikit pula yang gugur dimakan seleksi alam. Persoalan kegagalan startup dalam mengembangkan bisnisnya seringkali berujung pada diskusi di kedai kopi soal pendanaan yang kurang atau dompet perusahaan yang kering.

Pembicaraan soal uang tersebut tidak sepenuhnya salah. Fase startup scaling sejatinya memang akan bertemu rintangan, meski tidak melulu soal uang. Seperti sifat alamiahnya, startup hadir di masyarakat dengan daya gedor ide-idenya yang inovatif dan solutif. Hal ini bergulir satu nafas dengan bisnis mereka yang berorientasi pada kebutuhan user/customer.

Gebrakan ide harus terus bergulir bersamaan dengan sifat lainnya dari startup yakni dinamis. Ingatlah, naik-turun dari laju bisnis startup adalah lumrah, dan perlu disiasati dengan pembaruan ide serta sarana teknologi.

Menyoal sarana teknologi, cloud computing ternyata menjadi bagian dari kunci scaling yang dilakukan startup. Bayangkan, sayang sekali bila fitur atau sistem yang ditawarkan startup kepada user, ternyata tidak berujung pada conversion rate yang memuaskan, hanya karena sistem cloud computing yang kendor. Bisa jadi, inilah titik mimpi buruk startup.

Agar para pendiri startup yang sekarang mulai merangkak tidak mengalami hal tersebut, Alibaba Cloud bekerja sama dengan DailySocial menyelenggarakan sebuah talkshow bernama AliLounge, dengan tajuk “How to Scale Your Startup”.

AliLounge, talkshow hasil kolaborasi Alibaba Cloud dan DailySocial. / DailySocial
AliLounge, talkshow hasil kolaborasi Alibaba Cloud dan DailySocial. / DailySocial

AliLounge rencananya akan diselenggarakan di dua kota, yakni Yogyakarta (8 November 2016) dan Bandung (10 November 2016). AliLounge Yogyakarta akan mengambil tempat di Smart Lounge Lippo Jogja. Sedangkan untuk Bandung, AliLounge bertempat di Eduplex Dago.

Dua orang Cloud Architect Alibaba Cloud, Sabith Venkitachalapathy dan Ken Ly, akan menjadi pembicara tetap di AliLounge Yogyakarta dan Bandung. Selain itu, kursi pembicara dari praktisi industri teknologi dan startup akan diisi Randi Eka Yonida (Senior Editor DailySocial) untuk AliLounge Yogyakarta dan Tommy Dian Pratama (Chief Technology Officer DailySocial) untuk AliLounge Bandung.

Nah, apakah startup Anda sudah siap untuk melakukan scaling dari sisi teknis? Cari tahu dan temukan insight menarik di AliLounge Yogyakarta dan Bandung!

Oh iya, Anda juga bisa melakukan networking dengan rekan-rekan startup dan para pakar teknologi serta makan malam bersama lho.

Tak ketinggalan, tim Alibaba Cloud punya hadiah untuk 20 pendaftar pertama AliLounge di masing-masing kota, yang sebelumnya telah membuat akun Alibaba Cloud dan mendaftarkan kartu kredit atau akun PayPal-nya. Hadiah tersebut adalah kupon senilai $200.

Ayo, daftar sekarang juga, gratis! Info lengkap dan pendaftaran dapat Anda akses di tautan berikut untuk AliLounge Yogyakarta dan Bandung.


Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama Alibaba Cloud dan DailySocial untuk rangkaian kegiatan AliLounge.

Awasi Awan Agar Bisnis Terus Jalan

Selaras dengan ide-ide kreatif dari startup yang bermunculan di dekade ini, teknologi yang tercipta pun terlihat semakin menukik perkembangannya. Cloud computing atau sistem komputasi awan adalah salah satu yang terhitung banyak membantu stabilitas dan keberlanjutan bisnis-bisnis rintisan.

Dalam pemanfaatan fasilitas cloud computing, ada sebuah kegiatan yang mestinya tidak luput dari to-do list para technologist di perusahaan startup, yakni cloud monitoring. Metode yang satu ini bisa jadi syarat wajib agar bisnis startup yang dijalankan tidak berhenti di tengah jalan.

Memang, ada banyak faktor yang membuat startup bertahan, dari mulai konsep inovatif dan solutif yang ditawarkan sampai pengelolaan sumber daya manusia. Cloud monitoring menjadi krusial bagi keberlanjutan bisnis ketika kita semua tahu bahwa keamanan teknologi tak ubahnya ancaman di zaman 2.0 ini.

Cloud monitoring merupakan tahapan penting setelah Anda menemukan cloud vendor yang ‘berjodoh’ dengan usaha Anda. Layanan yang dijanjikan sejak awal oleh vendor memang sudah sepatutnya diawasi agar semua masih sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Oleh sebabnya, cloud monitoring adalah hal yang dapat menjunjung tinggi transparansi tersebut, dan penting untuk memiliki kemampuan-kemampuan utama berikut.

1. Service monitoring

Kesibukan Anda tidak perlu terganggu lagi oleh kekhawatiran terhadap sistem komputasi awan yang terserang ancaman selama implementasi service monitoring dapat dilakukan dengan mudah.

Pilihlah jasa cloud yang membuat Anda dapat secara otomatis melakukan monitoring terhadap penyebaran yang terjadi, termasuk dalam server dan database. Dengan begini, Anda akan dimudahkan dalam melacak dan mengumpulkan log file, dan memperoleh insight statistik yang dapat digunakan untuk pemanfaatan sumber daya dalam cloud.

2. Site monitoring

Tidak cukup hanya dengan memahami ketersediaan ukuran dalam aplikasi cloud, perangkat cloud monitoring yang Anda sewa juga harus diperkuat dengan kemampuan pelacakan pada situs Anda.

Pastikan layanan cloud yang telah sepakat bekerja sama dengan Anda menyediakan perhitungan statistik tentang status aplikasi situs. Hal ini akan lebih baik bila didukung dengan peringatan yang diberikan bila terjadi ancaman atau insiden keamanan pada aplikasi Anda.

3. Transactional monitoring

Apapun solusi yang ditawarkan startup Anda kepada masyarakat, transaksi sudah barang tentu terjadi di dalamnya. Kepercayaan konsumen Anda bergantung di pada sistem ini. Karena itu, perlu diyakinkan bahwa tahapan-tahapan dalam bertransaksi bekerja optimal sesuai dengan rangkaiannya (seperti initial authentication, database calls, middleware steps, dan lainnya) dengan layanan cloud yang handal.

Setidaknya, tiga jenis pemantauan ini adalah kemampuan yang tak boleh luput dalam perhatian startup dalam memilih cloud service. Pasalnya, mengawasi awan kini adalah salah satu ketentuan utama agar bisnis terus berjalan.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Alibaba Cloud.

Mengenal Elastisitas Cloud Computing untuk Startup

Sulit untuk dibantah bahwa perkembangan ragam inovasi bisnis startup yang ada saat ini semakin berwarna dan membawa manfaat bagi hidup banyak orang. Tak pelak, kemajuan ini membutuhkan sokongan teknologi yang mumpuni, mengingat akselerasi bisnis startup memiliki dinamika cukup tinggi. Salah satu alternatif yang dinilai mampu menjadi solusi andal adalah pemanfaatan teknologi cloud computing di lini startup. Banyak ragam keuntungan yang ditawarkan melalui layanan tersebut.

Salah satu keuntungan yang ditawarkan dari sifat cloud computing ialah elastisitas, sebuah kemampuan yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan startup di tengah perjalanan bisnisnya yang masih sering mengalami pasang-surut. Elastistas kerap dikaitkan dengan pengaturan daya dari sistem cloud (dalam hal ini stack/instace server) dalam scaling-up atau scaling-out, tanpa perlu mengganggu operasional sebuah sistem secara keseluruhan.

Laju bisnis startup yang identik naik-turun tentu membutuhkan kemampuan elastisitas dalam teknologi server sebagai fondasinya. Kadang sumber daya yang dibutuhkan tinggi, saat harus menghadapi traksi pengunjung yang besar, namun tak jarang juga harus menyesuaikan dengan angka kunjungan yang terbatas. Dengan elastisitas cloud, startup bisa lebih mudah mengelola sumber daya yang dimiliki, entah itu untuk menambahkan atau mengurangi, sesuai dengan kebutuhannya. Dampak yang akan dirasakan pasca proses scaling pun akan terasa minim dan bahkan bisa jadi tidak akan terasa dampaknya sama sekali terhadap layanan yang sedang hidup.

Pilihan perusahaan startup yang jatuh kepada layanan cloud computing memang seringkali didasari oleh bahasan tentang anggaran. Startup tentu mencari layanan hemat dengan efek bisnis hebat, termasuk dalam soal elastisitas cloud tadi.

Sebuah fitur dari produk Alibaba Cloud yang menggambarkan elastisitas penggunaan cloud. / Alibaba Cloud
Sebuah fitur dari produk Alibaba Cloud yang menggambarkan elastisitas penggunaan cloud. / Alibaba Cloud

Layanan hemat harus dipilih tanpa melupakan fitur komputasi cloud yang baik juga di sisi lain. Seperti yang dibahas sejak awal, bahwa variasi bisnis startup semakin berwarna sekarang. Karenanya, variasi dari CPU, memory, disk drive, dan bandwidth yang mumpuni juga diperlukan untuk kebutuhan-kebutuhan spesifik dari tiap-tiap startup. Semisal, untuk aspek bandwidth dan memori, cloud yang disewa startup sebaiknya mempunyai kapabilitas dalam upgrading secara cepat tanpa perlu mengalami down time sedikit pun.

Melihat kehadiran teknologi seperti ini, para pemilik startup seharusnya mulai sadar bahwa mereka tidak perlu lagi menyiapkan dana yang bengkak di awal penyewaan cloud computing. Sifat elastis dari produk cloud computing memungkinkan para wirausahawan teknologi untuk menggunakan anggaran sesuai kebutuhan, agar stabilitas operasional bisnis tetap terjaga dan berimbang.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dengan Alibaba Cloud.

Kiat CTO Memilih dan Merencanakan Server untuk Layanannya

Teknologi bagi startup digital bisa dianalogikan sebagai fondasi pada sebuah bangunan. Fondasi berperan besar dalam membuat bangunan terebut berdiri kokoh. Demikian pula teknologi (tentu bentuknya beragam) dalam menumbuhkan bisnis startup. Sebut saja bagi startup yang memberikan pelayanan melalui sebuah website atau aplikasi, maka sistem server di baliknya – selain aplikasinya itu sendiri – harus memiliki kekuatan yang mumpuni dalam memberikan dukungan.

Hal ini juga berlaku untuk layanan yang memiliki intensitas penggunaan yang tinggi, seperti Tiket.com sebagai salah satu pemimpin bisnis Online Travel Agency (OTA) di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder dan CTO Tiket.com Natali Ardianto memberikan beberapa tips terkait dengan perencanaan sistem server dan tindakan yang perlu dilakukan dalam disaster recovery. Layanan online Tiket.com sangat bergantung dengan keandalan server dalam menyuguhkan performa kepada pelanggan.

Pertimbangan startup dalam memilih server untuk layanannya

Menurut Natali, berdasarkan pengalamannya dalam mengelola teknologi sejenis, prioritas utama dalam memilih layanan hosting atau server adalah besaran pipa bandwidth. Kemudian pertimbangan yang kedua adalah kemudahan dalam scaling server. Dan yang ketiga baru tentang spesifikasi server. Pipa bandwidth menjadi unsur terpenting, karena bandwidth akan berujung pada kecepatan akses oleh pengguna.

Mengapa bukan kemampuan scaling server dulu? Natali mengatakan jika pun sistem dapat melakukan scaling dengan sangat cepat, namun jika pipa bandwidth yang disediakan kecil pengguna tidak dapat melakukan scaling trafik secara cepat. Dan Natali mengatakan bahwa tidak mudah dan murah untuk melakukan scaling network.

Scaling server sangat tergantung pada kemampuan hosting dalam mengelola skalabilitas sistemnya, entah itu virtualisasi atau SOP (Standard Operating Procedure) yang sangat bagus ketika ada demand server yang tiba-tiba banyak. Sedangkan spesifikasi server sangat mudah diputuskan, karena spesifikasi saat ini cukup homogen, tidak terlalu banyak variannya. Prosesor Intel, memory DDR4, harddisk drive SSD. Simple.”

Lalu ketika berbicara tentang startup umumnya dimulai dari kapabilitas sistem yang kecil, namun di tengah proses kadang lonjakan terjadi begitu saja dengan sangat tinggi. Kadang sistem tidak siap untuk menghadapi, akibatnya sistem mengalami down. Kemungkinan paling buruk justru membuat pengguna kecewa, sehingga traksi justru tidak meningkat tajam.

Sebagai langkah antisipasi, menurut Natali, sebuah startup teknologi memang perlu melakukan perencanaan sejak awal, tidak bisa hanya menganggap penggunaan teknologi cloud akan otomatis scaling dengan sendirinya. Ia menceritakan ketika Tiket.com masih di usia yang sangat dini beroperasi.

“Ketika usia Tiket.com baru live selama 6 bulan, kami sempat mengalami spike yang tinggi ketika ada penjualan konser Big Bang, di mana 6.000 tiket konser terjual dalam 10 menit. Ketika itu webserver yang aktif hanya tiga, namun dikarenakan sudah direncanakan sejak awal, dalam waktu kurang dari 5 menit, saya bisa menambah 10 webserver secara instan hanya dengan menggunakan iPad.”

Nyatanya perencanaan ini juga akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pemilihan stack teknologi yang akan digunakan dari layanan tertentu. Contohnya pengalaman tersebut kini membawa Tiket.com mampu melakukan skalabilitas sistem dengan baik. Bahkan dikatakan Natali ketika ada 40.000 concurrent user yang mengunjungi situs, seperti ketika penjualan tiket kereta lebaran, tidak terjadi isu dalam sistem karena sudah memanfaatkan teknologi auto-scaling dari provider yang saat ini digunakan Tiket.com.

Perdebatan “klise” yang masih sering terjadi, antara memilih layanan lokal atau internasional

“Jujur untuk saat ini saya memilih provider internasional. Di awal pengembangan Tiket.com, saya pernah meletakkan server di Jakarta. Ketika terjadi DDoS Attack yang massive sebesar 1,1 Gbps selama satu bulan, hosting provider lokal kesulitan untuk mengantisipasi load bandwidth yang besar ini, bahkan akses internasional mereka menjadi mampet karena serangan tersebut. Alhasil ujung-ujungnya situs Tiket.com yang diblokir, agar attacker berhenti.”

Setelah dipindahkan ke provider internasional, permasalahan bandwidth tersebut terselesaikan. Bahkan sempat terjadi serangan DDoS sebesar 3,3 Gbps di tahun 2015, namun dapat ditangani tanpa service disruption di layanan Tiket.com.

“Sebagai gambaran, saat ini saya memiliki server di Jakarta, dengan bandwidth dedicated rasio 1:1 2 Mbps, biayanya Rp 4 juta tiap bulannya. Di Singapura, server saya diberi bandwidth 100 Mbps gratis. Jika di-upgrade menjadi 1 Gbps, cukup menambah biaya kurang lebih Rp 260 ribu tiap bulannya. Bedanya jauh sekali bukan.”

Dan yang lebih ironis bagi Natali, hop count dari Jakarta-Singapura bisa lebih sedikit ketimbang Jakarta-Jakarta. Terjadi mismanage yang cukup kritis di routing network Indonesia saat ini.

Konsep high availability dan scalability sebagai strategi meningkatkan keandalan sistem

Hal ini terkait dengan strategi sebuah sistem online yang sudah mapan dan memiliki traksi pengguna yang tinggi untuk meminimalkan terjadinya down-time atau kegagalan sistem lainya. Perencanaan yang dilakukan oleh CTO Tiket.com ialah menggunakan konsep high availability dan scalability. High availability berarti selalu tersedia setiap saat. Caranya dengan memiliki jumlah lebih dari sepasang untuk masing-masing sistem. Load balancer sepasang, web server sepasang, database sepasang, cache system sepasang dan seterusnya.

Ketika salah satu server mati, masih ada server lainnya yang mengambil alih load server. Bahkan jika perlu, lokasi data center pun dipisah, sehingga jika terjadi disaster, entah itu power outtage, hardware malfunction atau bahkan bom nuklir, masih ada sistem lain di lokasi berbeda.

“Saya bahkan pernah diceritakan oleh teman provider hosting internasional, bahwa jarak antar dua data center dia sekian kilometer. Alasannya? Agar jika ada pesawat menghantam data center yang pertama, maka ledakannya tidak akan mengganggu data center yang kedua.”

Scalability sendiri harus dilakukan oleh kita sendiri sebagai pengguna. Ketika mendesain sebuah sistem, harus bisa distributed, dikarenakan dari server bisa berbeda-beda. Namun walau pun berbeda-beda lokasi, namun datanya sama persis satu dengan yang lainnya. Scalability ini yang paling rumit dan kompleks, umumnya kita belajar berdasarkan pengalaman.

Untuk melakukan duplikasi sistem tersebut kadang terkendala dengan perhitungan investasi dalam bisnis. Seringkali mendengar cerita, bahwa tim teknologi kadang kesulitan meyakinkan kepada CEO (terutama yang memiliki latar belakang non-teknis) untuk mau membayar lebih pada kebutuhan tersebut. Nyatanya ketika tidak terjadi kegagalan sistem, penambahan jumlah server atau pengutusan staf khusus untuk mengelola backup terlihat seperti buang-buang energi dan sumber daya. Tidak terjadi di semua bisnis, namun tak sedikit yang menghadapi.

“Jujur saja, saya juga dulu pernah melaluinya juga, selama dua tahun servernya hanya satu. Waktu itu jumlah server baru ditambahkan ketika saya laporkan ke investor tentang kondisi saya.”

Solusi yang bisa dilakukan berdasarkan pengalaman Natali menghadapi situasi yang sama adalah dengan meminta rekan yang lebih dipandang dan dikenal pula oleh CEO untuk membantu mengingatkan risiko yang sedang dihadapi. Mungkin juga diberikan artikel-artikel terkait mengenai sistem yang down karena tidak scaling.

Cita-cita memiliki data center sendiri untuk startup

CTO Tiket.com mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak berencana membangun data center sendiri. Ia cukup puas memanfaatkan teknologi cloud computing. Harga lebih murah, pengelolaan mudah, karena hanya mengurus software di masing-masing server, tidak perlu terlalu pusing dengan urusan networking, redundancy network dan lain sebagainya. Dengan pertumbuhan teknologi yang sangat pesat, sistem menjadi semakin kompleks. Jangan sampai kita turut disibukkan dengan hardware yang failing, memory yang corrupt, harddisk yang rusak.

Bayangkan jika kita memiliki server sendiri, dan storage disk-nya rusak, kita harus sudah punya stock untuk mengganti hardware yang lama. Belum lagi kalau kita hendak meng-upgrade server.

“Saya dulu pernah memiliki server fisik sendiri, dan ketika saya hendak meng-upgrade jumlah prosesor saya, ternyata heat sink server tersebut bentuknya khusus dan hanya tersedia di Singapura. Alhasil saya memesan heat sink tersebut ke Singapura, bermasalah di bea cukai karena dianggap barang mewah, dan baru sampai di tangan saya dua bulan kemudian. Bayangkan, hanya untuk upgrade prosesor butuh dua bulan.”

Natali pun turut menegaskan bahwa teknologi cloud itu bukan hanya virtualisasi saja.

“Saya sendiri memanfaatkan teknologi baremetal cloud. Artinya, server saya fisik, tanpa virtualisasi. Namun yang cloud adalah network-nya, dan juga pricing-nya yang diukur per jam maupun per bulan. Bahkan ketika saya matikan server tahun lalu, dan saya memesan server baru, dengan spesifikasi yang lebih tinggi, saya bisa mendapatkan harga yang sama. Kenapa bisa demikian? Karena adanya Moore’s Law. Kemampuan prosesor naik 2 kali lipat tiap 2 tahun.”

Application Information Will Show Up Here