Platform “HaluApp” Ingin Jadi Poros Ekosistem Anime-Comics-Games Indonesia

“Semua akan Weebs pada waktunya” diusung HaluApp untuk memosisikan platformnya sebagai jantung dari ekosistem Anime, Comics, Cosplay, and Gaming (ACG) di Indonesia.

Berbasis di Surabaya, HaluApp digarap oleh Andree Wijaya, Marcel T, Yoshi Gondokusumo, pada akhir 2022. Ketiganya adalah teman dekat yang memiliki ketertarikan erat di dunia ACG dan pengalaman kerja di industri kreatif.

Marketplace para wibu

Dalam wawancaranya dengan DailySocial.id, Andree Wijaya bercerita bagaimana ia dan teman-temannya terpikirkan ide untuk mengutilisasi ekosistem wibu. Pasarnya dinilai potensial, apalagi Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan basis terbesar penggemar wibu.

Selain itu, ia melihat belum banyak platform di Indonesia yang punya fitur yang komprehensif mendukung/memfasilitasi kreator dan penggemar konten ACG. Kebanyakan platform kreator di sini memonetisasi dengan skema bayar konten atau tipping, Misalnya, Sociabuzz, Saweria, Trakteer, dan KaryaKarsa.

“Selama ini, kreator wibu mempromosikan karyanya di media sosial. Jika ada yang ingin membeli konten atau memberikan tipping, proses pembayarannya masih manual. Kami akhirnya finalisasi ide HaluApp pada Desember 2022 dan merilis platformnya pada Januari 2023,” ungkap Andree.

Marketplace HaluApp mempertemukan kreator dan penggemar ACG. Di awal, platform HaluApp baru memfasilitasi transaksi jual-beli foto saja. HaluApp kemudian kembali menggali apa yang dibutuhkan para kreator selama tiga bulan pertama. Beberapa fitur yang direkomendasikan kreator, mulai dari voice note sampai video.

“Kami build slowly sampai seperti sekarang. Fokus utama kami adalah kreator cosplayer karena emotional spending—that’s how we call it—dari para penggemar itu tinggi. Sekarang konten yang dapat dibeli sudah bervariasi, antara lain comission, gacha, sampai mabar (main bareng),” paparnya.

Menurut catatannya, ungkap Andree, pengguna kebanyakan membeli foto atau paket foto dari kreator dan memberikan tipping. Adapun, tip yang diberikan dapat bervariasi mulai dari Rp2000. Mayoritas kreator di HaluApp adalah cosplayer, tetapi ada juga fotografer, fan artist, youtuber, hingga gamer.

“Banyak brand yang melihat cosplayer sebagai SPG. Namun, cara kami memerlakukannya berbeda karena bagi kami, ini adalah kategori baru influencer—apalagi full time cosplayer. Ini menjadi lebih menarik dan interaktif buat mereka.”

Klaimnya, belum ada marketplace sejenis yang membidik segmen wibu di Indonesia. Namun, Andree mengaku mendapat pertumbuhan agresif dan organik pada beberapa bulan awal HaluApp meluncur, tanpa mengeluarkan biaya marketing ataupun iklan digital.

HaluApp menetapkan 10% take rate untuk setiap transaksi. Persentase ini dikatakan ideal bagi HaluApp jika ingin scale up dan mencapai keuntungan. Saat ini, HaluApp memiliki sekitar 3.900 kreator dan 15.000 pengguna. Tingkat retensinya juga diklaim bagus dengan 30% returning user.

Perluas pasar

Angka 10.000 kreator menjadi tonggak pencapaian HaluApp selanjutnya yang ditarget dapat terealisasi akhir 2023. “Jika target ini tercapai, kami sudah cashflow positif. Platform ini easy scalable, opex rendah, dan tim kami tidak banyak,” tambahnya.

Pihaknya berniat untuk memperluas cakupan layanannya ke berbagai kota mengingat sebagian besar kreator (cosplayer) masih berdomisili di Pulau Jawa. Menurutnya, ada banyak sekali kreator di luar Pulau Jawa yang tertarik ingin menggunakan aplikasi HaluApp.

HaluApp

juga mempertimbangkan ekspansi regional ke Filipina tahun depan. “Mengapa kami yakin ekspansi ke luar? Karena operational cost kami sangat rendah, tim kami tidak sampai 20, we keep it very lean. Ekspansi cuma perlu perwakilan sebagai community management. Untuk saat ini yang dekat-dekat dulu [ekspansinya].”

HaluApp baru saja menggelar Haluween, sebuah acara bagi komunitas Anime, Comics, Cosplay, and Gaming (ACG) di Indonesia dengan mengundang 900 kreator dan 100 super fan. Pihaknya meyakini acara ini dapat mendorong kenaikan Monthly Active Creator di platformnya hingga 50%.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Ituloh Jembatani Kebutuhan Brand dengan Kreator, Kedepankan Konsep Review Jujur

Ekosistem kreator di Indonesia berkembang pesat, seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial. Ditambah, bisnis yang makin memperhitungkan platform komunikasi tersebut sebagai kanal untuk terhubung dengan pelanggan. Namun hingga kini masih banyak di antara kreator pemula yang memerlukan inspirasi, bimbingan, dan dukungan dari komunitas yang belum tersedia di platform lain.

Di sisi lain, pengguna media sosial saat ini sudah mulai jenuh dengan konten yang terkesan terlalu “hard-selling” dan kurang jujur dari mereka influencer berbayar, dan mulai mencari konten yang relevan, terpercaya dan organik dari pengguna biasa. Melihat peluang tersebut, “Ituloh” hadir menawarkan konsep serupa dengan layanan e-commerce enabler yang menjalin kerja sama dengan brand dan kreator untuk mempromosikan produk lewat video review jujur.

“Kami melihat bahwa walaupun penetrasi e-commerce tengah meningkat di Indonesia, pengalaman konsumen dalam menemukan informasi produk dan berbelanja online belum maksimal. Mayoritas konsumen cenderung mengandalkan rekomendasi produk dari teman dan keluarga, atau mulut ke mulut. Karena itu, kami ingin mendigitalkan pengalaman ini melalui Ituloh, aplikasi yang membuka akses bagi semua orang untuk menunjukkan hal-hal yang sesuai minat mereka, dari produk Korea kekinian sampai hotel treehouse di Bali,” ujar Co-founder & CEO Ituloh Christine Suwendy.

Dari hasil produk review tersebut nantinya kreator akan mendapat komisi untuk setiap penjualan yang didapatkan brand, melalui engagement atau dalam bentuk conversion yang dihasilkan. Brand juga bisa mengakses layanan marketing dari platform Ituloh untuk menjangkau target pengguna dan kreator dari komunitas untuk me-review dan mempromosikan produk atau jasa mereka secara organik.

Secara konten, aplikasi Ituloh mengedepankan video informatif dan review produk/jasa yang jujur dari pengguna organik. Semua pengguna baik kreator pemula atau profesional, mempunyai kesempatan untuk melakukan monetisasi konten mereka.

“Ituloh memiliki posisi yang strategis dibandingkan platform media sosial di pasaran, yang telah tersaturasi dengan konten berbayar. Dengan demikian, konsumen Indonesia tidak perlu lagi berpindah aplikasi antara mencari informasi produk dan review pemakaian produk di media sosial,” ujar Christine.

Selain Ituloh, sudah ada beberapa platform yang menyediakan wadah untuk content creator, influencer, dan brand untuk memanfaatkan kegiatan pemasaran dengan konsep serupa dan kesempatan melakukan monetisasi secara mandiri. Mulai dari platform seperti PartipostTipTip dan BintanGO.

Komunitas dan pengguna

Mengklaim sebagai platform lokal pertama yang mendigitalisasi cara untuk
menemukan rekomendasi produk berkualitas, Ituloh mentransformasi word-of-mouth dalam model short video. Aplikasi Ituloh memberi konsumen kesempatan untuk berbagi rekomendasi jujur tentang jasa, tempat ataupun produk yang mereka suka.

Dapat diunduh di Google Playstore dan Apple App Store, saat ini aplikasi Ituloh telah memiliki lebih dari 100.000 pengguna dan bekerja sama dengan lebih dari 10.000 kreator, mulai dari skala nano sampai mega.

Ituloh juga memiliki fitur komunitas, semua pengguna dapat membuat atau bergabung di komunitas sesuai dengan interest atau hobi mereka, sehingga memudahkan proses pencarian konten yang lebih relevan dan menyediakan wadah bagi pengguna untuk bertemu dengan pengguna dan kreator lainnya.

Dari produk link, konsumen bisa menggunakan situs atau marketplace seperti Shopee dan Tokopedia. Saat ini di semua feed atau konten video yang diunggah oleh semua pengguna, dapat menyertakan link ke situs produk atau jasa dari Tokopedia, Shopee, hingga Instagram.

Ke depannya perusahaan memiliki rencana untuk mengembangkan integrasi dan proses tracking user journey dari saat mereka melihat video di Ituloh sampai saat check-out di beberapa layanan e-commerce.

“Selain itu, kami juga berencana membangun integrasi dengan marketplace dan channel penjualan produk yang sedang trending dan disukai oleh pengguna, berdasarkan analitik dari engagement pengguna dan komunitas di aplikasi Ituloh,” ujar Co-founder Ituloh Riswanto.

Target perusahaan tahun 2023

Sejak tahun 2021, Ituloh sudah mendapatkan pendanaan pre-seed dari beberapa VC terkemuka seperti East Ventures, Antler, IWEF, dan Goodwater Capital senilai lebih dari SGD$1 Juta atau setara 11,5 miliar Rupiah. Tahun 2023 mendatang perusahaan memiliki target untuk megoptmalkan proses kolaborasi antara brand dan kreator

Tahun 2023 nanti Ituloh juga akan fokus untuk mengakuisisi dan mengedukasi pengguna tentang visi dan misi perusahaan. Ituloh juga akan menghubungkan kreator dengan lebih banyak mitra brands, sekaligus berencana mengembangkan fitur-fitur yang menarik, baik dari sisi tampilan UI/UX ataupun fitur monetisasi untuk kreator.

Application Information Will Show Up Here

Antler: Era Web3 Buka Kesempatan Kreator untuk Tingkatkan Sumber Monetisasi

VC tahap awal Antler baru saja merilis “The New Creator Economy Report” bersama Speedinvest. Laporan ini menyoroti tentang era teknologi Web3 dan dampaknya terhadap pertumbuhan industri creator economy dunia di sepanjang 2021.

Saat ini, industri creator economy global telah menyentuh angka $104,2 miliar. Pertumbuhan ini turut sejalan dengan meningkatnya keterlibatan investor terhadap creator economy. Antler mencatat investor global telah mengucurkan total sekitar $1,3 miliar ke platform creator economy di sepanjang 2021.

Dengan melihat angka pertumbuhan ini, Antler memperkirakan sebanyak 1 miliar orang akan mengidentifikasi dirinya sebagai kreator dalam lima tahun ke depan. Selain itu, pertumbuhannya di masa depan tak lepas dari era baru teknologi Web3 yang mengubah definisi dan kekuatan kreator, dari asas kreator itu sendiri menjadi berbasis komunitas. Artinya, komunitas akan punya peran besar untuk mendukung upaya monetisasi kreator.

Menurut laporan ini, kreator di era Web3 tak lagi dilihat sebatas memberikan nilai ke platform, tetapi juga membentuk cara baru lewat hubungan interaktif antara kreator dan penggemar. Ada peluang bagi kreator untuk menawarkan lebih banyak, tak hanya kepada penggemar, tetapi juga untuk kreator sendiri dan komunitas.

Di era Web3, Antler memproyeksi generasi kreator berikutnya akan punya kesempatan untuk meningkatkan sumber monetisasi konten atau karyanya. Tentu ini menjadi perubahan signifikan mengingat sebelumnya kreator banyak mengandalkan iklan dan sponsor merek untuk mendapatkan pemasukan.

Sumber: The New Creator Report by Antler

Teknologi Web3 memungkinkan lebih banyak orang untuk menjadi kreator di masa depan. Ruang eksplorasi konten juga semakin berkembang dengan kemunculan kripto, NFT, dan metaverse. Saat ini bahkan banyak kreator bermigrasi ke metaverse di mana mereka dapat memonetisasi karyanya, seperti digital art dan game.

Founder dan CEO Antler Magnus Grimeland mengatakan, kreator menjadi lebih menarik secara finansial karena platform yang ada saat ini memungkinkan mereka untuk memonetisasi karya berbasis komunitas. “Creator economy tidak hanya akan mengubah cara produksi konten, tetapi juga membuka dunia teknologi baru dan peluang monetisasi yang tidak mungkin dilakukan dengan di era Web2,” tambahnya.

Ia menyebutkan masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan oleh platform Web3, terutama tools yang berkaitan dengan konten dan komunitas. Menurutnya, cara untuk menghubungkan kreator ke penggemar atau komunitas menjadi salah satu peluang investasi yang paling menarik.

Sementara Partner di Floodgate Ventures Ann Miura-Ko menilai perkembangan teknologi saat ini memberikan nilai positif terhadap para kreator karena mereka dapat terlibat langsung dengan audiensnya tanpa harus terus-menerus merasa seperti hamster yang berlari di roda putar.

“Seiring bertambahnya audiens, kreator akan merasa dituntut untuk memenuhi selera mereka yang tidak akan ada habiskan, dan saya pikir ini akan menghabiskan banyak waktu. Platform yang memungkinkan kreator ‘memonetisasi saat mereka tidur’ adalah sesuatu yang ingin saya lihat,” tutupnya.

Creator economy di Indonesia

Indonesia juga ikut mengecap pertumbuhan industri creator economy selama beberapa tahun terakhir. Pelaku startup semakin banyak mengeksplorasi cara inovatif untuk membantu kreator memonetisasi karyanya.

Sebagai contoh, KaryaKarsa dan Storial menghubungkan kreator dengan pengguna langsung untuk menikmati konten, seperti cerita fiksi, komik, foto, hingga ilustrasi dengan skema beli karya satuan dan sistem tipping. Per bab (chapter) dapat dibeli mulai dari Rp2.000-Rp10.000. Ada juga Saweria yang menggunakan model donasi atau tip bagi kreator yang melakukan livestreaming di platform pihak ketiga.

Seluruh upaya ini juga tak lepas dari semakin lengkap ekosistem pembayaran digital sehingga memudahkan penggemar untuk memberikan dukungan finansial dengan nominal beragam.

Di samping itu, VC, konglomerasi media, hingga publik figur juga menunjukkan minat besarnya untuk mengambil kue di pasar creator economy. Di antaranya adalah platform konten on-demand Noice yang memperoleh pendanaan strategis dari RANS Entertainment, dan Famous All Stars (FAS) yang didukung oleh Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) Group.

“Website Builder” Lynk.id Permudah Kreator Monetisasi Pengikut Setia

Website builder tanpa kode Lynk.id diluncurkan bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator. Kepada DailySocial, Co-Founder Lynk.id Agusleo Halim mengklaim, berangkat dari pengalaman pribadinya, saat ini belum ada website builder yang memberikan layanan yang dibutuhkan dan personal kepada kreator.

“Sebagai seorang kreator yang memiliki eksistensi di YouTube dan media sosial seperti Instagram dan TikTok, [..] saya merasa di Indonesia kreator masih bergantung kepada brand endorsement. Kemudian saya mulai berpikir jika masih sulit untuk mendapatkan endorsement apa yang kemudian dibutuhkan. Mungkin bisa membuat produk baru seperti e-book atau apa pun yang bentuknya digital. Saya melihat saat ini belum ada tools yang meng-cater kesana.”

Mengklaim berbeda dengan platform seperti Shopify atau Linktree, menggunakan Lynk.id kreator bisa menyematkan informasi berupa tautan dengan konsep berbayar. Skema pembayaran ini bisa dilakukan menggunakan platform e-money, QRIS, transfer ke akun virtual, Indomaret, dan lain-lain.

Dengan konsep tersebut kreator bisa melakukan monetisasi langsung ke pengikut setia mereka di berbagai kanal media sosial.

Kreator juga disediakan pilihan untuk melakukan penjualan berupa merchandise. Untuk memudahkan semua proses, platform menyediakan pilihan seperti Chat Subscription, Video Call, Event hingga Digital product.

“Sebagai tools, Lynk.id bersifat agnostik, sehingga membebaskan para kreator untuk menyematkan link yang relevan untuk memudahkan mereka melakukan monetisasi. Selain dalam bentuk e-book, Lynk.id juga bisa dimanfaatkan untuk webinar,” kata Agusleo.

Saat ini Lynk.id telah memiliki sekitar 90 ribu kreator sejak diluncurkan April 2021 lalu. Harapannya tahun 2022 ini 500 ribu kreator bisa terjaring.

Di Indonesia sendiri platform atau tools yang menawarkan opsi hampir serupa di antaranya adalah Typedream dan SociaBuzz Tribe.

Strategi monetisasi

Kreator bisa memakai semua fitur di Lynk.id secara gratis, tapi jika terjadi transaksi akan dikenakan komisi 5%. Platform juga menyediakan pilihan PRO untuk pengguna yang ingin menurunkan komisinya dari 5% ke 3%. Nantinya mereka bisa melakukan custom domain untuk integrasi ke social commerce seperti Instagram Shopping dan melakukan manual withdraw.

Untuk bisa memasarkan tools ini lebih luas lagi, Lynk.id tidak menargetkan kreator secara khusus. Berapa pun jumlah pengikut masing-masing kreator di media sosial bisa menggunakan layanan ini.

Tercatat Top 10 kreator yang menggunakan Lynk.id adalah mereka yang memberikan edukasi seputar saham, kripto, Excel, fotografi, videografi, hingga fiksi (dalam bentuk e-book).

“Secara khusus kita justru menargetkan mereka yang masuk dalam kategori kreator mikro atau mereka yang belum memiliki pengikut dalam jumlah besar,” kata Agusleo.

Perusahaan saat ini telah memiliki angel investor yang memberikan pendanaan awal. Belum memiliki rencana penggalangan dana lanjutan, mereka membuka peluang bagi investor untuk memberikan dana segar.

“Melihat potensi generasi berikutnya yang melihat YouTube sebagai profesi, nantinya akan muncul middle class untuk kreator dan saya melihat harusnya menuju ke sana. Karena kreator adalah broadcaster, semua orang bisa berjualan,” kata Agusleo.

KreatifHub Jembatani Kebutuhan Pekerja Kreatif di Industri Film dan Media

Didirikan oleh Nicholas Aristia dan Heret Frasthio, KreatifHub hadir membantu para pekerja kreatif di Indonesia di bidang film dan media untuk berkarya, berkolaborasi, dan memperluas koneksi.

“KreatifHub merupakan platform pertama di Indonesia untuk casting online yang fokus pada bidang produksi di industri film dan media. Tidak seperti platform lainnya yang menerapkan fee untuk proyek yang dipasang di platformnya, kita sama sekali tidak mengambil fee dari proyek yang dijalankan oleh pengguna. Oleh karena itu, pengguna dapat memasang project yang sifatnya kolaborasi atau sama sekali tidak menerapkan budget,” kata CEO KreatifHub Nicholas Aristia.

Saat ini mulai banyak bermunculan platform lokal yang menawarkan wadah untuk mereka insan kreatif mempromosikan dan menawarkan langsung jasa mereka kepada publik. Mulai dari penulis, influencer, hingga komikus; termasuk membantu mereka melakukan monetisasi. Beberapa di antaranya adalah SociaBuzzTribe, KaryaKarsa, dan HAHO.

Fitur unggulan

Terdapat tiga fitur utama yang dimiliki oleh KreatifHub, yaitu Project Board, Talent Directory, dan Post a Project. Di halaman Project Board, pengguna dapat melihat proyek yang sedang dijalankan oleh pengguna lain dan bisa melamar untuk bergabung ke dalamnya.

“Selain itu, pengguna juga dapat memasang iklan proyek untuk menerima lamaran dari pengguna lain melalui fitur Post a Project. Setelah menerima lamaran, pengguna dapat mensortir kandidat yang ingin diajak bekerja sama. KreatifHub juga memiliki halaman Talent Directory yang merupakan daftar pengguna yang sudah mendaftar di KreatifHub. Di sini, pengguna dapat melihat semua profil pengguna lain dan mensortir melalui fitur filter yang tersedia,” kata Nicholas.

Bisnis model yang diterapkan oleh KreatifHub merupakan freemium. Penguna dapat menggunakan fitur-fitur di KreatifHub secara gratis, namun terbatas. Dengan membayar pro membership KreatifHub senilai Rp.75.000 per bulan, pengguna akan mendapatkan lebih banyak fitur dari akun mereka.

Di antaranya adalah mengirim lamaran project tidak terbatas, memasang project tidak terbatas, mengunggah portfolio lebih banyak di akun mereka, dan juga bisa langsung menghubungi pengguna lain yang ada di KreatifHub. Untuk pilihan pembayaran KreatifHub juga telah dilengkapi dengan berbagai pilihan, mulai dari transfer bank, kartu kredit, hingga GoPay.

Hingga saat ini, KreatifHub telah memiliki lebih dari 1300 pengguna dan lebih dari 1500 penggunjung aktif setiap bulannya. KreatifHub dapat dipakai di seluruh Indonesia.

Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana dalam waktu dekat, saat ini perusahaan belum melancarkan kegiatan tersebut. Ke depannya perusahaan masih ingin fokus mengembangkan bisnis, sekaligus merangkul lebih banyak pengguna dan mitra dalam platform.

“KreatifHub berharap dengan adanya platform kami, semakin banyak orang dapat menunjukan hasil karya mereka dan mempermudah orang untuk memulai karirnya di industri kreatif,” kata Nicholas.

Founder Institute Graduate Wujudkan Crowdfunds Creative Projects

One of the first batch of Jakarta Founder Institute graduates is Wujudkan.com. The site went live several days ago. As explained in its Facebook Page, Wujudkan is a website dedicated to Indonesian artists and creators gaining the support from all people to realize their creative work.

Sanny Gaddafi, a Director of Jakarta Founder Institute, in startuplokal mailing list explained that basically this is a crowdfunding website for a project. At this stage, Wujudkan has put one project online; a film by notable Indonesian filmmaker Riri Riza and producer Mira Lesmana.

Continue reading Founder Institute Graduate Wujudkan Crowdfunds Creative Projects