Berwujud Seperti Termos, Airwirl Ialah Unit Penyejuk Udara Portable

Memang tak mudah tinggal di wilayah tropis. Ketika penduduk negera empat musim hanya berjumpa dengan musim panas selama beberapa bulan saja, kita harus menghadapinya sepanjang tahun. Pendingin udara merupakan sahabat baik kita dalam berurusan melawan panas dan keringat, namun AC tidak banyak membantu jika Anda harus pergi ke luar ruangan.

Sudah ada banyak solusi perangkat pendingin tubuh portable ditawarkan developer, dari mulai AC mini hingga wearable. Perangkat-perangkat tersebut sangat unik, namun mungkin alasan mereka tidak populer di kalangan konsumen disebabkan oleh aspek desain yang kurang praktis, atau sebetulnya cuma sekadar memberikan ‘sensasi dingin’. Tapi perangkat bernama Airwirl ini berbeda karena betul-betul menawarkan portabilitas dan solusi pendingin sejati.

Perangkat unik garapan tim developer Florida tersebut mempunyai penampilan seperti tumbler/termos. Desain ini memastikannya mudah dibawa-bawa dan tidak membuat Anda jadi pusat perhatian. Airwirl mengusung sebuah solusi thermal baru, tidak seperti mister (penyemprot kabut) atau kipas bertenaga baterai, dan benar-benar menghadirkan zona temperatur yang pengguna inginkan.

Airwirl 1

Dengan begini, Anda dapat membawa udara sejuk ke mana pun, saat berjalan-jalan sambil membawa bayi di stroller, menonton pertandingan olahraga, atau ketika pergi ke gym. Dan tidak hanya menyejukkan, Airwirl juga bisa menjadi penghangat portable sewaktu Anda pergi ke daerah dingin. Bergantung dari kebutuhan, Anda bisa memasukkan es atau hand warmer ke wadahnya.

Airwirl 2

Airwirl memiliki struktur mirip termos, terbuat dari dua lapis baja anti-karat dengan ruang vakum di tengahnya. Tubuhnya didesain untuk menjaga temperatur internal tetap bertahan lama dan tidak keluar tanpa seizin Anda. Namun bagian paling istimewa di sana adalah tutupnya.

Airwirl 5

Bagian tersebut mempunyai sistem kipas turbin yang bekerja hening untuk ‘menyemprotkan’ udara dingin/hangat ke luar, dikombinasikan bersama pipa panjang dengan ujung yang diposisikan di tengah-tengah wadah – karena di zona inilah suhu berada di titik paling rendah/tinggi. Di sana, developer juga membubuhkan busa khusus buat mengisolasi temperatur.

Airwirl 3

Cara menggunakannya sangat mudah. Setelah memasukkan es atau hand warmer, Anda hanya tinggal mencantumkan tiga buah baterai AA di tempat yang tersedia, lalu menyalakannya dengan menekan tombol power. Anda bisa mengarahkan lubang exhaust langsung ke tubuh atau menyambungkan selang penyemprot. Airwirl diklaim mampu bekerja efisien, menyala seharian cuma berbekal tiga butir baterai (Anda bisa memilih varian lithium rechargeable).

Airwirl sudah dapat dipesan di Kickstarter, dan akan mulai dikapalkan pada bulan Agustus nanti. Seperti pada produk elektronik lain, portabilitas memang menuntut harga yang tidak murah. Airwirl dijajakan seharga mulai dari US$ 130 – setara atau bahkan lebih mahal dari air-cooler rumahan.

Potensi dan Tantangan Industri Agrotech di Indonesia

Di tengah daftar startup agro lokal yang terus bertambah, ada beberapa pemain yang justru makin memantapkan keberadaan dan bisnisnya. Salah satunya adalah TaniGroup yang mengembangkan platform TaniHub dan TaniFund. Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan saat ini platform TaniHub sudah digunakan secara aktif oleh 680 kelompok tani sebagai vendor. Kliennya sendiri sudah mencapai lebih dari 230 unit, meliputi supermarket, restoran, eksportir, industri, dan UKM.

Sedangkan untuk TaniFund, pihaknya mengklaim sudah berhasil menyalurkan dana hingga 19 miliar rupiah ke 34 proyek yang digarap kelompok tani. Pendanaan tersebut didapat secara crowdfunding (online) maupun KUR beberapa bank. Didirikan sejak Agustus 2016, TaniGroup juga telah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, dipimpin Alpha JWC Ventures.

Guna meningkatkan kapabilitas, tahun ini TaniHub meluncurkan aplikasi vendor untuk para petani agar dapat menjual produk mereka secara langsung. Terdapat juga aplikasi klien untuk memudahkan konsumen B2B membeli produk dari para petani tadi. Diharapkan dua aplikasi tersebut dapat mempercepat proses on-boarding maupun transaksi.

“Untuk TaniFund, kami sedang dalam proses peningkatan aplikasi untuk petani dan pendamping, sehingga petani dapat menggunakan aplikasinya untuk mendapatkan bantuan asistensi dalam pembudidayaan, seperti informasi cuaca, tumpang sari, metode perawatan tanaman dan lainnya,” ujar Ivan kepada DailySocial.

Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup
Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup

Tantangan di sektor agro

Faktanya tantangan untuk bisnis pertanian sangat banyak, baik yang secara substansi dalam rantai produksi maupun unsur lainnya seperti kapasitas petani. Hal tersebut turut dirasakan oleh tim TaniGroup dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Ivan tantangan terbesar adalah proses sosialisasi, baik kepada mitra petani maupun klien.

“Meski merupakan proses yang cukup costly dan painful, namun ini proses yang mungkin wajib dilalui oleh semua startup yang ingin membuat sebuah terobosan besar. Cara kami menjelaskan proses bisnis kepada petani-petani selama ini adalah dengan mengikuti acara-acara sosialisasi keliling daerah yang dilakukan oleh Kemenkoninfo, KemenkopUKM, OJK dan BI,” terang Ivan.

Keyakinan TaniGroup lambat laun teknologi akan mentransformasikan sistem pertanian Indonesia ke arah yang lebih produktif dan transparan. Ivan mencontohkan, dengan sistem digital terdapat peningkatan jumlah supply dari petani. Petani mengakui terbantu dengan adanya kepastian pasar. Mereka lebih berani menanam lebih banyak dan memperkerjakan orang lebih banyak di ladang.

“Para kelompok tani yang mengajukan pendanaan melalui TaniFund juga bisa mendapatkan pendanaan yang relatif lebih cepat. Selain di sisi marketplace commerce maupun lending, teknologi dapat membantu dalam hal asistensi lapangan bagi petani-petani yang ingin melakukan pembudidayaan yang tepat dan optimal,” lanjut Ivan.

Dengan capaian yang berhasil diraih, TaniGroup cukup percaya diri untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa di tahun ini. Pembaruan fitur masih akan terus digencarkan, mengikuti berbagai masukan dari kelompok tani dan klien B2B. Selain itu tahun ini TaniFund menargetkan angka yang lebih besar untuk pendanaan bagi petani, dengan tujuan meningkatkan dampak sosial, khususnya pada pertanian organik yang ramah lingkungan.

Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup
Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup

“Kue” di sektor pertanian masih besar

Seiring banyak yang menyadari potensi Indonesia sebagai negara agraris, banyak startup baru berbasis agrotech bermunculan. Permasalahannya memang banyak sekali, jika melihat data pertumbuhan sektor pertanian misalnya, menurut data BPS pada tahun 2016 pertumbuhannya cuma berkisar di angka 1,85 persen. Termasuk investasi di sektor pertanian yang tidak signifikan, padahal porsi industri pertanian secara nasional masih sekitar 13,56 persen.

Banyak yang tertantang untuk menyelesaikan, sehingga banyak pemain baru. Namun menurut Ivan hal tersebut justru harus disambut baik.

“Kami menganggap ‘kue’ di sektor pertanian sangat besar sehingga tidak perlu sesama agrotech menganggap satu sama yang lain sebagai kompetitor. Harapan kami, semua agrotech dapat saling berkolaborasi karena misi utama agrotech Indonesia haruslah pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak/nelayan, mempromosikan sustainable farming untuk menjaga keberlanjutan bisnis pertanian Indonesia, dan menjaga ketahanan makanan nasional,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Webcam Pintar Hello Segera Kedatangan Suksesor yang Lebih Andal Lagi

Sekitar dua tahun yang lalu, saya sempat menulis tentang Hello, sebuah webcam pintar yang dapat mengubah TV atau monitor apapun menjadi alat video conferencing, screen sharing maupun live broadcasting, semuanya lewat satu sambungan HDMI. Kampanye crowdfunding-nya terbukti sukses, dan kini Solaborate selaku pengembangnya sedang sibuk menyiapkan suksesornya.

Premis yang ditawarkan Hello 2 masih sama seperti pendahulunya: ketimbang harus membeli perangkat video conferencing yang umumnya berharga mahal, Anda hanya perlu menyambungkan Hello ke TV, lalu meletakkannya di atas TV supaya semua orang dalam ruangan bisa ikut berpartisipasi.

Solaborate Hello 2

Beberapa komponen penunjangnya masih dipertahankan, namun telah disempurnakan. Di antaranya ada sensor kamera 4K dengan kualitas yang lebih baik dan sudut pandang lebih luas (112°), 4 mikrofon beam-forming berteknologi noise dan echo-cancelling yang mampu menangkap suara dari jarak sejauh hampir 10 meter, serta prosesor 6-core yang menjadi otak semuanya.

Namun penyempurnaan hardware baru sebagian dari cerita lengkapnya, sebab platform-nya secara keseluruhan kini juga sudah dipoles lebih matang lagi berkat dukungan asisten virtual Alexa dan Google Assistant, serta dukungan fungsi home automation lewat platform Zigbee.

Solaborate Hello 2

Pengguna sekarang juga dapat meng-install berbagai aplikasi Android pada Hello 2, sehingga perangkat pun sejatinya dapat merangkap peran sebagai sebuah set-top-box untuk streaming video jika perlu. Integrasi berbagai layanan seperti Slack, Facebook Workplace, Dropbox, Google Drive dan Calendar kini juga telah tersedia secara default pada Hello 2.

Perannya sebagai kamera pengawas juga tidak dilupakan, bahkan lebih dipertegas lagi lewat penyempurnaan pada fitur night vision, serta pendeteksi suara dan gerakan. Bagi yang mementingkan masalah privasi, Hello 2 dilengkapi dua tombol untuk secara langsung memutus input video dan audio, meminimalkan peluang perangkat diretas secara remote.

Hello Touch dan keputusan menjadi open-source

Solaborate Hello 2

Di samping Hello 2, Solaborate rupanya turut mengembangkan perangkat lain bernama Hello Touch. Touch sejatinya merupakan TV 4K besar berbekal panel sentuh yang dapat digunakan untuk memudahkan proses kolaborasi secara real-time maupun sebagai papan tulis digital.

Semua yang dapat dilakukan Hello 2 juga bisa dilakukan Hello Touch, sebab seperti yang bisa Anda lihat, memang ada sebuah Hello 2 yang menancap di bagian atasnya. Secara keseluruhan, Touch sejatinya bisa menjadi alternatif terhadap Microsoft Surface Hub atau Google Jamboard, dan Solaborate pun memastikan harganya bakal cukup terjangkau guna meningkatkan nilai kompetitifnya.

Hal lain yang juga menarik untuk disorot adalah keputusan Solaborate membuka platform Hello 2 dan menjadikannya open-source. Dengan begitu, developer pihak ketiga bisa mengembangkan aplikasi untuk meningkatkan fungsionalitas Hello 2.

Solaborate Hello 2

Bukan cuma software, Solaborate juga membuka kesempatan bagi yang tertarik menggarap hardware untuk melengkapi Hello 2 maupun Hello Touch. Guna menginspirasi para kreator hardware, Solaborate pun telah menyiapkan dua aksesori berupa game controller dan programmable button untuk Hello 2.

Dari situ kreator dapat memonetisasi karya mereka masing-masing. Saat saya tanya lebih spesifik mengenai aspek monetisasi ini, Labinot Bytyqi selaku CEO Solaborate mengungkapkan bahwa detailnya masih sedang mereka diskusikan dan matangkan. Namun yang hampir bisa dipastikan, Hello nantinya juga bakal membawa semacam app store-nya sendiri demi mewadahi karya para developer pihak ketiga.

Rencananya, Hello 2 akan kembali ditawarkan melalui platform crowdfunding Kickstarter dan Indiegogo sekaligus dalam waktu dekat. Harganya masih belum diungkapkan, tapi semestinya tidak terpaut jauh dari pendahulunya. Sebagai informasi, selama masa kampanye crowdfunding, Hello generasi pertama ditawarkan seharga $189, tapi sekarang versi retail-nya dibanderol $449.

*Update: kampanye Kickstarter untuk Hello 2 saat ini sudah dimulai.

Foci Adalah Perangkat Wearable untuk Meningkatkan Fokus dan Melawan Kecanduan Teknologi

Tak dimungkiri, kalau keberadaan smartphone dapat menunjang aktivitas pekerjaan kita. Namun tidak sedikit pula orang-orang yang mudah ter-distract oleh ponsel pintar dan berujung gagal fokus.

Sebentar-bentar cek notifikasi, baca feed media sosial, balas chat atau email, belanja online, hingga bermain game. Lalu tanpa disadari, kita telah menghabiskan terlalu banyak waktu dalam menggunakan smartphone.

Menurut Tinylogics – perusahaan startup asal Inggris, para pekerja kantor ter-distract setiap tiga menit karena kecanduan teknologi. Melihat seriusnya gangguan tersebut, mereka akhirnya mengembangkan perangkat wearable bernama Foci.

foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-3
Foto: Foci di Kickstarter

Tujuannya adalah untuk melawan kecanduan teknologi dan meningkatkan fokus penggunanya. Bentukan Foci sangat kecil seperti flashdisk, perangkat ini memiliki sensor gerak. Foci menggunakan machine learning untuk membedakan hembusan nafas dengan suara berisik lainnya, termasuk dalam pengolahan datanya.

Cara kerjanya, jepit Foci ke pinggang. Foci akan melacak pola pernapasan kita untuk menangkap keadaan kognitif alam bawah sadar kita. Pola bernapas kita berubah ketika sedang stres atau santai, kita cenderung bernapas lebih cepat dan lebih dangkal ketika merasa tertekan.

Kemudian Foci akan menyuguhkan informasi melalui aplikasi yang kita install di smartphone, memvisualisasikan pikiran kita dengan tanda bulat yang berubah warnanya.

foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-2
Foto: Foci di Kickstarter
foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-4
Foto: Foci di Kickstarter

Dengan Foci, kita juga bisa mengetahui berapa lama kita fokus, tahu kapan kita kehilangan fokus, mengingatkan pengguna agar kembali fokus, dan mengetahui kondisi kita ketika sedang stres maupun kelelahan.

Jadi, kita bisa mengevaluasi kinerja dan cara meningkatkannya. Foci juga akan memberi saran secara real-time agar kita mampu melakukan pekerjaan sebaik yang kita bisa.

Foci diluncurkan sebagai project crowdfunding di Kicstarter dan telah melampui targetnya. Bila tertarik, Anda masih bisa mendukung project tersebut, harganya US$65 atau sekitar Rp900 ribuan, dan barang akan dikirim pada bulan Oktober 2018.

Sumber: Ubergizmo

Storyball Ialah Mainan Pintar Bebas-Layar Untuk Membangkitkan Imajinasi Anak

Terlepas dari keterbatasannya, layar sentuh memungkinkan interaksi manusia dengan konten digital jadi lebih intuitif. Kini ia merupakan standar penyajian gadget modern, dimanfaatkan di berbagai perangkat, dan digunakan di bidang produktif, hiburan hingga edukasi. Begitu menyebarnya pemakaian touchscreen, anak-anak pun sudah sangat familier menggunakannya.

Mungkin saat ini orang tua mulai kesulitan mengurangi ‘ketagihan’ buah hatinya terhadap perangkat berlayar. Hal tersebut tak sepenuhnya buruk karena layar bisa bermanfaat sebagai jendela mengakses ilmu pengetahuan. Namun jika Anda mulai merasa tak nyaman melihat si buyung menatap gadget setiap hari, kreasi Adi Maimon Geffen dan kawan-kawan ini dapat menjadi jalan keluar.

Melalui Kickstarter, startup dengan visi ‘tech-for-good‘ itu memperkenalkan Storyball, yakni mainan pintar yang disiapkan untuk mengurani ketergantungan anak-anak pada gadget berlayar, membuat mereka lebih aktif, serta dirancang sebagai alat pembangkit imajinasi. Ingatkah saat dahulu kita berkhayal dan bermain menjadi tentara, mata-mata, dokter, hingga penjaga kebun binatang? Hal ini yang ingin dihidupkan kembali oleh Storyball.

Storyball 1

Seperti namanya, Storyball hadir dalam wujud seperti bola dan mengandalkan suara sebagai interface-nya. Perangkat bisa menjadi rekan anak-anak berpetualangan secara imajinatif, menantang mereka melakukan tantangan-tantangan seru, hingga memberikan kuis. Si buyung dipersilakan berinteraksi dengan Storyball lewat gerakan dan suara. Menariknya lagi, mainan pintar ini juga dapat berinteraksi bersama lebih dari seorang user dan mendorong anak-anak bermain bersama.

Storyball 2

Bagian paling unik di Storyball terdapat pada cover-nya. Hadir dalam beragam rupa, skin memberikan Storyball karakteristik berbeda. Developer telah menyiapkan sejumlah persona, misalnya Agent Ayo, Pepper the Bear, dan Sesame sang unicorn. Masing-masing karakter ini difokuskan pada kemampuan berbeda, misalnya bahasa, skill motorik, imajinasi, kecakapan sosial, penyelesaian masalah, serta mendongkrak kreativitas.

Storyball 3

Developer juga telah berkolaborasi bersama sejumlah brand terkemuka di bidang hiburan anak buat mengekspansi karakter Storyball. Sejauh ini mereka telah menggaet Nickelodeon dan publisher buku HarperCollins. Dengan kerja sama itu, tim Storyball memperoleh lisensi untuk menciptakan cover dari tokoh-tokoh kartun Paw Patrol seperti Chase dan Skye, serta karakter dari buku anak-anak, semisal Magic Ballerina dan Snivel di Robo-Dog.

Storyball 4

Perlu diketahui bahwa Storyball tidak benar-benar bebas dari layar. Bluetooth dan smartphone tetap diperlukan untuk proses setup mainan pintar ini sebelum Anda memberikannya pada sang buah hati. Via aplikasi companion, kita juga dapat memonitor apa saja yang sudah anak-anak pelajari.

Selama kampanye crowdfunding Storyball masih berlangsung di Kickstarter, mainan ini bisa Anda pesan seharga mulai dari US$ 60, sudah termasuk satu jenis skin.

Komputer Single Board UDOO BOLT Siap Jalankan Game Kelas AAA

Kita semua tahu bahwa Raspberry Pi adalah komputer single-board (SBC) yang paling populer. Namun kalau ditanya mengenai SBC yang paling kencang performanya, sejatinya ada cukup banyak alternatifnya di luar sana. Salah satunya adalah yang bernama UDOO BOLT berikut ini.

Tim pengembang UDOO sendiri memulai kiprah mereka lewat sebuah SBC yang merupakan perkawinan antara Raspberry Pi dan Arduino, menawarkan fleksibilitas ekstra bagi komunitas maker dan DIY enthusiast. Seiring waktu, SBC besutan UDOO terus bertambah perkasa, dan UDOO BOLT masih mempertahankan tradisi ini.

Pada kenyataannya, UDOO BOLT diklaim sanggup menjalankan game kelas AAA secara mulus. Judul-judul seperti Overwatch atau Dota 2 bisa ia jalankan dalam resolusi full-HD tanpa masalah, bahkan game yang lebih berat seperti GTA V pun juga bisa, meski hanya dalam resolusi 720p saja.

UDOO BOLT

Rahasianya terletak pada SoC AMD Ryzen Embedded V1605B yang terdiri dari prosesor quad-core 3,6 GHz dan GPU Radeon Vega 8 (setara Nvidia GTX 950M). Slot RAM DDR4-nya sendiri ada sepasang, siap mengakomodasi hingga kapasitas 32 GB. Pengembangnya bilang bahwa performa BOLT hampir dua kali lebih cepat ketimbang MacBook Pro 13 inci dengan prosesor Intel Core i5, dan bahkan tiga kali lebih cepat daripada Mac Mini.

Begitu istimewanya performa BOLT, pengembangnya juga yakin ia bisa digunakan untuk memainkan game VR. Semuanya memang terkesan berlebihan untuk sebuah SBC, akan tetapi kapabilitasnya ini justru bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, termasuk yang sebelumnya tak bisa difasilitasi SBC lain dengan alasan kekurangan tenaga.

Untuk storage, ada eMMC 32 GB yang terintegrasi, namun pengguna juga dapat memasangkan SSD tipe NVMe maupun SATA. Konektivitasnya juga tak kalah impresif; BOLT dapat disambungkan dengan empat monitor 4K sekaligus (dua via HDMI 2.0, dan dua lagi via USB-C). Namun yang sudah menjadi ciri khas UDOO adalah tersedianya konektor Arduino, sehingga BOLT juga dapat mengotaki beragam proyek robotik.

UDOO BOLT

Semua itu dikemas di atas sebilah papan yang panjang tiap sisinya tidak lebih dari 12 cm. Sebagai perbandingan, model Raspberry Pi yang paling bertenaga memiliki dimensi 8,5 x 5,6 cm, tidak terpaut terlalu jauh dari UDOO BOLT.

Satu hal yang perlu dicatat, harga yang harus ditebus untuk satu unit UDOO BOLT tidak murah. Di Kickstarter, starter kit-nya yang mencakup RAM 4 GB dan power supply ditawarkan seharga $378. Kalau mau lebih berhemat lagi, ada varian lain yang hanya mengemas prosesor dual-core dan GPU Vega 3, di mana starter kit-nya ditawarkan seharga $298.

Via: TechCrunch.

Casing Ini Bekerja Seperti Airbag Demi Menyelamatkan Ponsel yang Terjatuh

Entah sudah berapa banyak nyawa yang terselamatkan oleh keberadaan airbag di dalam mobil. Lalu fantasi liar pun muncul: “Apakah bisa teknologi serupa diterapkan ke smartphone?” Tentunya ini dimaksudkan supaya ponsel tidak rusak meski terjatuh, sekaligus menjadi alternatif terhadap casing protektif yang bongsor dan tebal.

Jawabannya sebenarnya bisa saja. Tinggal sisipkan komponen-komponen yang dibutuhkan ke dalam sebuah casing smartphone, lengkap beserta sensor yang dibutuhkan untuk mendeteksi ketika smartphone tidak sengaja terlepas dari tangan, dan ponsel pun bisa terselamatkan dari maut.

Namun berdasarkan pengalaman seorang engineer muda asal Jerman, Philip Frenzel, cara ini sangat tidak praktis. Seperti yang kita tahu, airbag bersifat sekali pakai, dan harus diperbaiki setiap kali selesai meletup. Dari situ Philip mencoba bereksperimen dengan ide lain, spesifiknya seputar per atau pegas.

Tidak seperti kantong udara (airbag), pegas dapat kembali ke bentuk semula dengan sendirinya. Sifatnya pun juga memantul-mantul, sehingga ideal digunakan untuk meredam getaran dan menyelamatkan ponsel yang terjatuh. Konsep ini Philip realisasikan menjadi prototipe produk yang fungsional.

Mobile airbag

Sejauh ini produknya belum punya nama. Ada yang menyebutnya mobile airbag, ada juga active damping case. Intinya, cara kerjanya memang mirip airbag: casing dilengkapi sejumlah sensor untuk mendeteksi apakah benar ponsel terjatuh dari tangan, lalu mengirim sinyal supaya komponen penyelamat berkonsep pegas tadi bisa langsung aktif.

Pegasnya ini kelihatan seperti delapan tanduk yang muncul sesaat sebelum ponsel mencium tanah, terbuat dari logam tipis yang cukup fleksibel. Saat Anda mengambil ponsel yang jatuh tadi kembali, cukup lipat tanduknya tersebut, lalu dorong dan jejalkan kembali ke dalam casing.

Kabar baiknya, teknologi ini sudah dipatenkan oleh sang penciptanya, dan ia pun berencana untuk merealisasikannya lewat bantuan platform crowdfunding Kickstarter dalam waktu dekat. Semoga saja ia tidak menemui kesulitan dalam tahap manufaktur nantinya.

Sumber: TechCrunch dan Designboom.

Flip Grip Persilakan Anda Menikmati Game Arcade di Nintendo Switch Secara Vertikal

Karena bisa dinikmati sebagai handheld atau home console, Nintendo Switch boleh disebut sebagai perangkat game paling fleksibel yang tersedia saat ini. Salah satu faktor pendorong kesuksesannya adalah ketersediaan aksesori pendukung Switch, baik resmi dari Nintendo ataupun third-party, yang membuat kegiatan gaming di sana jadi lebih nikmat.

Selain game-game eksklusif dan judul-judul blockbuster multi-platform, Nintendo juga sudah menghadirkan permainan-permainan arcade klasik seperti Ikaruga, Pac-Man serta port resmi Donkey Kong. Dalam memanjakan konsumennya, sang perusahaan hiburan Jepang itu memang patut diacungi jempol. Namun ada satu masalah: bagian kickstand dan slot Joy-Con sejauh ini belum mendukung format vertikal game arcade.

Flip Grip 1

Solusi atas kendala ini diajukan oleh tim Fangamer. Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan Flip Grip, yaitu aksesori tambahan yang memungkinkan tablet Switch diposisikan secara vertikal di tengah-tengah controller. Jalan keluar dari Fangamer tersebut sederhana sekaligus brilian. Dengannya, tidak ada pixel di layar yang terbuang sia-sia.

Flip Grip hadir berupa adaptor. Di sisi kiri dan kanan terdapat slot untuk mencantumkan Joy-Con. Selanjutnya, tablet Switch dimasukkan ke celah secara vertikal. Ukuran Flip Grip telah disesuaikan dengan dimensi Switch sehingga ia tetap mengekspos port audio, slot kartu microSD serta game card. Aksesori ini juga tidak menutup console secara erat, memastikan sirkulasi udaranya tetap optimal.

Flip Grip 5

Dalam uji coba yang Fangamer lakukan, tidak ada peningkatan temperatur di Switch ketika dipasangkan ke Flip Grip, meskipun console hybrid itu digunakan secara intensif buat menjalankan game bergrafis berat seperti The Legend of Zelda: Breath of the Wild.

Fangamer merancang Flip Grip agar hanya bisa beroperasi di mode baterai. Ketika terpasang, Anda tidak dapat men-charge-nya. Dengan begini, Switch tidak bekerja secara ‘maksimal’, dimaksudkan agar tidak menghasilkan panas terlalu tinggi dan sistem pendingin beroperasi secara wajar.

Flip Grip 3

Anda juga tak perlu mencemaskan daya tahannya. Flip Grip terbuat dari plastik PC/ABS molded injection. Material ini ekonomis, serta lebih kuat dan lentur dari plastik 3D printer standar. Fangamer menjamin Flip Grip mampu ‘menahan tumpahan emosi yang mungkin Anda keluarkan saat bermain’, dan mengunci masing-masing komponen Switch (tablet serta Joy-Con) dengan mantap.

Selain judul-judul yang saya sebutkan di atas, ada cukup banyak game yang lebih optimal dimainkan secara vertikal, di antaranya: Terra Cresta, Danmaku Unlimited 3, Gunbarich, Gunbird 1 dan 2, Dig-Dug, Galaga serta Galaga ’88, Strikers 1945 dan sekuelnya, hingga Samurai Aces.

Flip Grip 2

Tidak ada dampak negatif dari membeli Flip Grip. Harganya murah, mudah dipasang, dan ia merupakan investasi berharga bagi pemilik Switch yang mencintai game-game arcade lawas. Aksesori ini bisa Anda pesan di Kickstarter, dijajakan seharga US$ 12 dan akan mulai didistribusikan pada bulan November 2018.

Biarkan si Kecil Berkreasi Menciptakan Kendaraan Sesuka Hati Dengan Infento

Tantangan terbesar orang tua setelah memperkenalkan keajaiban teknologi mobile pada buah hatinya ialah memastikan aktivitas sehari-hari mereka tetap seimbang. Konten-konten virtual bisa jadi sangat menarik sehingga anak-anak sulit melepaskan gadget. Hal ini menjadi perhatian dua orang inventor bernama Spencer Rotting dan Sander Letema.

Menurut kedua individu ini, menjaga anak-anak tetap penasaran pada lingkungan di sekitarnya serta menyemangati mereka buat bereksperimen adalah tanggung jawab orang tua. Berbekal teknologi modern dan konsep mainan fisik, Rotting dan Letema memperkenalkan Infento, yaitu mainan konstruksi yang mempersilakan si kecil menciptakan kendaraan sesuai imajinasi mereka. Pendekatannya mirip Lego atau Meccano, tetapi skala Infento lebih besar.

Infento 4

Infento adalah kit mainan modular, dirancang untuk anak-anak berusia 6 sampai 14 tahun. Dengannya, mereka bisa menciptakan beragam jenis kendaraan, dari mulai otoped dan sepeda dalam berbagai wujud, hingga ‘gerobak’. Infento juga memberikan kesempatan buat orang tua untuk menghabiskan waktu bersama buah hatinya sembari mengajarkan mereka ilmu konstruksi dasar.

Infento sebetulnya telah diperkenalkan di tahun 2015. Dan kampanye crowdfunding terkini di Kickstarter dimaksudkan untuk mengekspansi pilihan kendaraan. Dari enam kit yang tersedia, anak-anak bisa merakit 32 kendaraan berbeda. Produsen juga telah menyiapkan berbagai mekanisme gerakan dan kendali, misalnya menggunakan setang vertikal buat mengarahkan board, menciptakan skateboard, hingga memperkenankan kita membekalinya dengan motor listrik.

Infento 3

Untuk menjaga keamanan berkendara, tim Infento memanfaatkan sistem ‘Stabilizr’ berbasis tali karet. Sesuai tingkat kelenturannya, karet bisa disesuaikan dengan bobot dari pengendara. Dan seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kita bisa menyematkan motor listrik brushless ePulse di Infento. Motor ini punya dua level kecepatan, bisa melaju di 5-km/jam atau 11-km/jam.

Cara pemakaiannya mirip sepeda motor: putar setang ke belakang untuk maju, atau tekan tombol dan putar ke arah sebaliknya buat mundur. Motor ini ditenagai oleh baterai lithium-ion 4Ah. Posisi baterai bisa diubah-ubah, dan dapat beroperasi selama 60 menit non-stop dengan waktu pengisian cuma dua jam.

Infento 2

Gerbang penjualan Infento sudah dibuka, tapi sayang sekali baru konsumen dari negara-negara tertentu saja yang bisa memesannya. Untuk sebuah mainan keluarga, harganya tergolong masuk akal. Versi Pioneer Kit Infento dijajakan mulai dari US$ 180 di Kickstarter, sudah termasuk sistem Stabilizr dan ‘350 part‘ perakitan berkualitas tinggi.

Melihat potensi Infento, saya sangat berharap tim produsen terpanggil untuk memasarkannya secara lebih luas.

Lynq Adalah Pelacak Lokasi yang Dapat Digunakan di Area Terpencil Tanpa Bluetooth Maupun Jaringan Seluler

Saat hiking berkelompok lalu ada seseorang yang tertinggal, apa yang bisa kita lakukan? Simpel, telepon saja nomor ponselnya. Namun bagaimana seandainya jika lokasi tersebut belum ter-cover jaringan seluler dan indikator sinyal di ponsel menampilkan label “SOS” atau “No Service”?

Alternatif lain bisa menggunakan tracker Bluetooth, tapi yang namanya Bluetooth selalu terbatasi oleh jarak, yang umumnya tidak lebih dari 30 meter. Solusi lain yang lebih efektif mungkin adalah perangkat kecil bernama Lynq berikut ini.

Lynq murni merupakan pelacak lokasi. Bentuknya mirip karabiner dan dapat dikaitkan ke tas maupun pakaian. Ia mengemas sebuah layar monokrom kecil yang berfungsi menampilkan arah dan jarak seseorang yang sedang dilacak, yang sedang membawa Lynq juga tentunya.

Untuk melacak posisi, Lynq mengandalkan GPS yang diyakini akurat sampai 3 – 5 meter. Lalu untuk berkomunikasi satu sama lain, Lynq memanfaatkan frekuensi radio rendah (902 – 928 MHz) yang bisa menjangkau hingga sejauh 5 kilometer. Konsumsi dayanya pun sudah pasti irit, sebab dalam satu kali pengisian Lynq bisa beroperasi sampai tiga hari.

Lynq

Sebanyak 12 unit Lynq bisa digunakan secara bersamaan. Pengguna bisa menetapkan titik untuk bertemu pada perangkat maupun semacam zona aman. Jadi ketika ada seseorang yang keluar dari zona aman tersebut, anggota kelompok yang lain bakal mendapat notifikasi dalam bentuk getaran, deringan dan layar yang menyala.

Melihat fungsinya, jelas sekali Lynq diciptakan untuk berbagai aktivitas outdoor. Selain itu, ia juga ideal digunakan di tempat-tempat ramai, seperti di konser misalnya, atau sekadar untuk melacak posisi anak-anak maupun binatang peliharaan.

Kekurangannya mungkin adalah harganya yang cukup mahal. Selama masa kampanyenya berlangsung di Indiegogo, Lynq ditawarkan seharga $89, atau $174 untuk bundel isi dua, $255 bundel isi tiga, sampai yang paling mahal $898 isi 12.