Daftar Turnamen Esports Terpopuler Bulan Februari 2021

Tahun 2021 baru dimulai, begitu juga dengan berbagai turnamen esports yang memulai musim kompetisi barunya. Sejak bulan Februari 2021 lalu, beberapa game esports sudah memulai musim kompetisi mereka. Hal tersebut pun memancing rasa penasaran tersendiri, siapa turnamen esports terpopuler di bulan Februari 2021 kemarin? Mengutip data dari Esports Charts, berikut daftarnya.

 

#5 – LCK Spring 2021

Sumber Gambar - Esports Charts
Daftar 5 tayangan LCK terpopuler. Seperti yang Anda lihat, tayangan bulan Januari masih jadi yang paling perkasa sementara tayangan bulan Februari hanya ada di peringkat 4 saja. Sumber Gambar – Esports Charts.

Pada bulan-bulan sebelumnya, Liga LoL Korea (LCK) kerap tampil perkasa dari segi catatan peak viewers bulanan. Sayangnya LCK harus puas hanya berada di peringkat 5 saja bulan Februari ini. Pertandingan dengan peak viewers terbanyak bulan Februari 2021 ini adalah pertandingan antara T1 melawan Nongshim RedForce dengan catatan 525 ribu peak viewers lebih. Secara historis, penampilan T1 memang menjadi yang paling ditunggu dari liga LoL Korea. Hal tersebut terlihat dari kehadiran T1 di lima 5 pertandingan LCK dengan catatan peak viewers tertinggi.

Pertandingan antara T1 melawan Damwon Gaming di pekan pertama LCK masih belum bisa disalip. Pertandingan yang terselenggara bulan Januari tersebut berhasil mencatatkan 800 ribu lebih peak viewers dan mengisi peringkat 3 di daftar turnamen esports terpopuler bulan Januari 2021. Perubahan branding dan format menjadi liga franchise sepertinya tidak secara instan mendongkrak performa viewership dari LCK. Terlepas dari semua itu kehadiran LCK di dalam daftar ini masih membuktikan posisi League of Legends sebagai salah satu game esports utama secara internasional. Apalagi LCK sendiri juga hampir tidak pernah keluar dari daftar turnamen esports terpopuler bulanan.

 

#4 – BLAST Premier Spring 2021

Sumber Gambar - Esports Charts
Sumber Gambar – Esports Charts.

Selain League of Legends, CS:GO juga merupakan game esports lain yang bisa digolongkan sebagai game esports utama. Pada bulan ini, salah satu turnamen CS:GO yang masuk ke dalam daftar adalah BLAST Premier Spring 2021. Pertandingan yang membuat turnamen ini masuk ke dalam daftar adalah pertemuan antara FaZe Clan melawan NAVI yang mencatatkan 543 ribu lebih peak viewers pada tanggal 13 Februari 2021 kemarin.

Masih seperti sebelum-sebelumnya, bahasa Russia dan Portugis menjadi dua tayangan berbahasa lokal dengan catatan peak viewers terbanyak selain bahasa Inggris. Tayangan bahasa Russia mencatatkan 155 peak viewers lebih, sementara bahasa portugis mencatatkan 138 peak viewers lebih. Catatan tersebut jadi cukup wajar mengingat tim NAVI yang memang punya fanbase kuat di kawasan Rusia dan sekitarnya. Pada sisi lain, FaZe Clan memiliki Coldzera asal Brazil sebagai roster utama yang berpotensi banyak penonton berbahasa Portugis.

 

#3 – LEC Spring 2021

Sumber Gambar - Esports Charts
Sumber Gambar – Esports Charts.

Liga LoL Eropa (LEC) kali ini masuk di dalam peringkat ke-3 dari daftar turnamen esports terpopuler bulan Februari 2021. Pertandingan yang membuat liga ini masuk ke dalam daftar masih merupakan pertemuan paling ikonik dari skena kompetitif League of Legends di Eropa, yaitu G2 melawan Fnatic. Pertandingan tersebut merupakan pertandingan pekan ketiga LEC yang diselenggraakan 6 Februari 2021 kemarin dengan catatan 582 ribu lebih peak viewers.

Apabila ditilik lebih jauh, tayangan berbahasa Inggris masih menjadi primadona dari liga LEC 2021. Menurut catatan Esports Charts ada 361 ribu peak viewers lebih yang menonton tayangan LEC berbahasa Inggris. Tayangan bahasa lokal masih terpaut cukup jauh ketimbang tayangan bahasa Inggris. Pada peringkat 2 ada tayangan bahasa Prancis dengan 72 ribu peak viewers lebih dan tayangan bahasa Spanyol dengan 71 ribu peak viewers lebih di peringkat ke 3.

 

#2 IEM Katowice 2021

Sumber Gambar - Esports Charts
Sumber Gambar – Esports Charts.

CS:GO kembali muncul lagi di dalam daftar ini. Kali ini ada salah satu turnamen esports CS:GO terakbar yaitu Intel Extreme Masters Katowice 2021. Pertemuan antara NAVI dengan Team Liquid adalah pertandingan yang membawa IEM Katowice ke dalam daftar ini. Pertandingan yang diselenggarakan 21 Februari 2021 kemarin mencatatkan 596 ribu peak viewers dan merupakan pertandingan babak grup.

Menariknya, pertandingan babak Grand Final dari IEM Katowice justru kalah dari segi catatan peak viewers. Pertandingan Grand Final yang mempertemukan Gambit Esports dengan VP hanya mencatatkan 417K peak viewers dan berada di peringkat 4 dari 5 pertandingan IEM Katowice 2021 terpopuler. Tapi memang, pertemuan NAVI dengan Liquid menyajikan pertandingan yang sengit bahkan sampai memaksa hadirnya babak overtime pada game 3. Sementara pada sisi lain, walaupun Virtus Pro sempat memberi perlawanan di game 1 tetapi Gambit Esports berhasil melibas 3 game sisanya dengan dominasi yang kuat pada pertandingan Grand Final.

 

#1 MPL Indonesia Season 7

Sumber Gambar - Esports Charts
RRQ vs Bigetron Alpha adalah pertandingan MPL ID paling populer. Namun pertandingan tersebut terselenggara di bulan Maret sehingga yangmasuk ke dalam daftar ini adalah RRQ vs Alter Ego yang terselenggara bulan Februari 2021. Sumber Gambar – Esports Charts.

Nama yang cukup tidak terduga kali ini ada di peringkat pertama dari daftar turnamen esports di bulan Februari 2021. Nama tersebut adalah Mobile Legends: Bang Bang Professional League: Indonesia Season 7 (MPL ID Season 7). Esports MLBB sebenarnya sudah beberapa kali masuk ke dalam daftar turnamen esports terpopuler bulanan. Tetapi bulan ini mungkin adalah bulan pertama bagi MPL Indonesia bisa menjadi pemuncak daftar turnamen esports terpopuler versi Esports Charts.

Pertandingan yang membuat MPL ID Season 7 berada di dalam daftar ini adalah pertandingan di pekan pertama antara RRQ dengan Alter Ego yang diselenggarakan 27 Februari 2021 kemarin. Pertandingan tersebut berhasil mencatatkan 613 ribu lebih peak viewers. Pertandingan itu sendiri sebenarnya merupakan pertandingan terpopuler ke-3 dari daftar 5 pertandingan MPL Indonesia terpopuler. Pada peringkat pertama ada pertandingan antara RRQ melawan Bigetron Alpha yang terselenggara pekan lalu, 7 Maret 2021. Melihat angka yang ditorehkan, MPL ID Season 7 sepertinya punya kemungkinan yang besar masuk lagi ke dalam daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021 nanti.

 

Mobile Legends: Bang Bang Telah Menjadi Bagian Dari Game Esports Utama?

Sumber Gambar - Esports Charts
Sumber Gambar – Esports Charts

Mobile Legends: Bang-Bang berhasil mempertahankan namanya di dalam daftar turnamen esports terpopuler bulanan, bahkan MPL ID berhasil mengisi peringkat pertama di daftar bulan Februari 2021 ini. Pencapaian tersebut adalah sesuatu yang patut dibanggakan oleh ekosistem esports Indonesia. Hal tersebut mengingat banyaknya jumlah penonton tayangan MPL berbahasa Indonesia berhasil menyalip liga-liga esports game PC yang sudah jadi tontonan internasional, seperti League of Legends ataupun CS:GO.

*Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

3 Keuntungan yang Bisa Diraih dengan Menjadi Sponsor Akademi Esports

Regenerasi pemain masih menjadi salah satu masalah di dunia esports. Membuat akademi esports bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Sayangnya, menyelenggarakan akademi esports membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kabar baiknya, sekarang, ada banyak perusahaan yang tertarik untuk terjun ke dunia esports, baik merek endemik maupun non-endemik.

ASUS menjadi salah satu perusahaan yang tertarik untuk membuat akademi esports. Minggu lalu, mereka mengumumkan bahwa mereka akan membuat ROG Academy di India untuk para gamer yang ingin menjadi pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional. Dalam mengadakan akademi ini, ASUS juga menggandeng AFK Gaming, perusahaan media dan konten esports, serta SoStronk, platform esports yang mengkhususkan diri pada CS:GO.

Pertanyaannya: apa keuntungan yang bisa didapatkan oleh sebuah brand jika mereka ikut serta dalam membuat akademi esports?

 

Eksposur

Esports telah menjadi industri bernilai ratusan juta dollar dan jumlah fans esports mencapai ratusan juta orang. Jadi, tidak heran jika banyak pihak yang berbondong-bondong untuk masuk ke dunia esports, mulai dari perusahaan fashion seperti Louis Vuitton sampai klub sepak bola. Cara yang paling sering digunakan oleh sebuah entitas untuk mendekatkan diri dengan komunitas esports adalah dengan menjadi sponsor dari pelaku esports.

Beberapa merek internasional yang sudah terjun ke esports. | Sumber: The Esports Observer
Beberapa merek internasional yang sudah terjun ke esports. | Sumber: The Esports Observer

Secara garis besar, sebuah perusahaan punya dua opsi ketika mereka ingin menjadi sponsor di esports. Pertama, mensponsori jalannya turnamen atau liga esports. Kedua, menjadi sponsor dari pemain atau tim esports. Masing-masing opsi ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari mensponsori turnamen atau liga esports adalah audiens yang besar. Sebagai ilustrasi, total view dari Mobile Legeds Professional League (MPL) Season 5 mencapai lebih dari 73 juta di YouTube dan Facebook.

Satu hal yang harus diingat, durasi penyelenggaraan turnamen atau liga esports tidak lama. Turnamen esports biasanya diadakan pada akhir pekan dan hanya berlangsung selama 2-3 hari. Sementara liga esports di Indonesia biasanya berlangsung selama sekitar satu-dua bulan. Regular Season dari MPL berjalan selama 8 minggu. Sementara babak Playoffs dari liga tersebut hanya memakan waktu 3 hari. Hal itu berarti, dengan menjadi sponsor dari liga atau turnamen esports, sebuah merek memang akan mendapatkan eksposur tinggi, tapi eksposur itu tidak akan berlangsung lama.

Sementara jika sebuah brand ingin mendapatkan eksposur dalam waktu yang lebih lama, mereka bisa mempertimbangkan untuk mendukung tim atau pemain esports secara langsung. Selain itu, brand juga bisa mendukung tim akademi atau penyelenggaraan pelatihan esports. Mensponsori sebuah tim esports juga akan membuat para fans mengaitkan image pihak sponsor dengan tim yang mereka dukung. Hanya saja, fans sebuah organisasi esports atau seorang pemain esports tentunya tak sebanyak fans dari sebuah game esports.

Menjadi sponsor dari akademi esports bisa dianggap sebagai investasi jangka panjang, mengingat para peserta akademi masih belum menjadi pemain profesional. Namun, dengan menjadi sponsor dari akademi esports, sebuah brand akan punya waktu yang cukup untuk membuat peserta akademi dan fans esports familier dengan mereka.

 

Brand Loyalty

Di era serba diskon, membangun brand loyalty bukanlah masalah mudah. Konsistensi menjadi salah satu kunci penting bagi perusahaan untuk membuat konsumen menjadi setia. Hal lain yang bisa mereka lakukan adalah memenangkan hati target audiens mereka. Kabar baik bagi merek yang menargetkan fans esports, competitive gaming memiliki komunitas yang besar. Sayangnya, tidak mudah bagi brand untuk bisa masuk ke komunitas gaming atau esports. Alasannya, fans esports memiliki ekspektasi tinggi pada perusahaan yang mau masuk ke dunia competitive gaming.

Jumlah fans esports capai ratusan juta orang di dunia. | Sumber: CNBC
Jumlah fans esports capai ratusan juta orang di dunia. | Sumber: CNBC

“Fans esports adalah audiens yang sangat menuntut,” kata Chief Marketing Officer, ESL, Rodrigo Samwell, seperti dikutip dari McKinsey. “Salah satu hal pertama yang kami beritahukan pada rekan kami adalah mereka harus memikirkan cara yang otentik untuk bisa mendekatkan diri dengan para fans esports.”

Dengan kata lain, ketika hendak menargetkan fans esports, sebuah merek harus menunjukkan bahwa mereka serius dalam mendukung ekosistem esports. Mereka juga harus bisa menggunakan bahasa yang sama seperti yang digunakan oleh para penggemar esports. Jika tidak, mereka justru bisa mendapat cibiran. Mensponsori akademi esports bisa menunjukkan keseriusan sebuah brand dalam mendukung ekosistem esports. Selain waktu penyelenggaraan yang cukup lama, akademi esports juga punya peran penting dalam regenerasi pemain di dunia competitive gaming.

 

Data Gamer

Membangun komunikasi dengan target audiens merupakan salah satu cara lain bagi sebuah merek untuk membangun brand loyalty. Namun, perusahaan tak akan bisa menjalin komunikasi yang efektif tanpa mengenal konsumen atau target pasar mereka.

Jika target pasar sebuah merek adalah gamer dan fans esports, mensponsori akademi esports akan memungkinkan mereka untuk mendapatkan data tentang komunitas gamer. Data ini — yang bisa berupa Facebook page atau server Discord dan lain sebagainya — bisa mereka gunakan untuk langsung menjalin komunikasi dengan para fans esports. Data komunitas juga bisa digunakan oleh perusahaan untuk melakukan profiling sehingga mereka bisa membuat strategi yang sesuai untuk mendekatkan diri dengan konsumen yang mereka sasar.

Bagi merek endemik, seperti penyedia hardware, menjadi sponsor dari akademi esports juga memungkinkan mereka mendapatkan saran dan masukan akan produk mereka. Misalnya, saat meluncurkan ROG Phone II, ASUS mengaku bahwa para gamer profesional merupakan bagian dari “kerajaan gamer” mereka. Mereka juga mengungkap, mereka bekerja sama dengan tiga organisasi esports untuk mendapatkan feedback tentang smartphone gaming mereka.

Sumber header: Vulcan Post

Perjalanan Duo Pemain CS:GO Indonesia di Paper Rex Hingga Juara eXTREMESLAND Festival 2020: Southeast Asia

2020 menjadi tahun yang tidak mudah, apalagi bagi komunitas CS:GO di Asia Tenggara. Tidak hanya turnamen offline yang kian jarang karena pandemi COVID-19 yang merebak di seluruh dunia namun juga kehadiran VALORANT, game FPS dari Riot Games yang mengadakan rangkaian turnamen esports resmi lewat kehadiran First Strike.

Meski begitu, masih ada beberapa pemain yang masih bertahan di CS:GO walau hampir semua pemain yang eksis saat ini berada di tim luar Indonesia. Sebut saja Hansel “BnTeT” Ferdinand yang baru saja resmi berseragam EXTREMUM (tim esports asal Rusia) dan Kevin “xccurate” Susanto yang diumumkan menjadi pemain terbaru dari NG Esports, tim CS:GO asal Thailand.

CSGO IEG
Mindfreak dan f0rsakeN saat meraih juara IEG 2018 bersama BOOM Esports. Sumber: BOOM Esports

Namun, baru-baru ini komunitas CS:GO Indonesia patut berbangga akan pencapaian duo pemain Indonesia yakni Aaron “Mindfreak” Leonhart dan Jason “f0rsakeN” Susanto yang berhasil meraih gelar juara eXTREMESLAND Festival 2020: Southeast Asia bersama Paper Rex, tim CS:GO yang berada di Singapura. Kedua pemain ini sebelumnya pernah bermain di tim yang sama yakni BOOM Esports.

Bersama Hybrid, mereka menceritakan mengenai perjalanan mereka menjadi juara di eXTREMESLAND, CS:GO Asia Tenggara di 2020, tantangan bermain CS:GO secara kompetitif saat ini dan pendapat mereka akan BOOM Esports yang baru saja melepas tim CS:GO mereka ke MIBR.

 

Bisa diceritakan awal mula perjalanan kalian sebagai pemain professional di CS:GO?

Mindfreak: “Awalnya gua bermain CS:GO sejak Desember 2012 dan di tahun selanjutnya mulai bermain secara kompetitif. Di 2015 mulai berkarir di BDGS dan pindah ke Jakarta Juggernaut. Sempat bermain di Fortius bersama xccurate dan BnTeT, gua akhirnya menjadi stand-in di Kanaya Gaming hingga bergabung ke BOOM Esports di akhir 2016 sampai berpisah di Januari 2020.

f0rsakeN: “Awal karir saya waktu itu bermain bersama Recca Academy dan berhasil meraih juara 3 di turnamen LAN di Supernova Jakarta. Setelah berpisah dengan Recca dan bergabung ke Aerowolf Pro Team. Akhirnya saya dipinjamkan ke BOOM Esports hingga dikontrak secara permanen. Setelah dari BOOM, saya ditarik ke tim JMT dari China namun karena ada permasalahan organisasi, JMT diumumkan bubar dan akhirnya saya memutuskan pindah ke Paper Rex.

 

Bagaimana cerita kalian bisa bergabung ke Paper Rex?

paper rex
Skuad pertama Paper Rex Kiri ke kanan: Aequitas (pelatih Paper Rex), Bobosaur, d4v4i, Alecks, Mindfreak, Subbey, dan dsn (Co-Founder Paper Rex) (Sumber: Paper Rex)

Mindfreak: Gua bergabung ke Paper Rex setelah GeForce Pacific bersama BOOM. Setelah trial di bulan Januari, bulan selanjutnya bergabung sebagai pemain resmi. Sebelumnya, sudah mendapat tawaran lain dari Team Aster dan bahkan sempat trial di sana. Namun karena Team Aster ada 4 pemain China, saya memutuskan untuk menolak karena kendala bahasa dan memutuskan ke Paper Rex karena saya bisa menguasai bahasa Inggris.

f0rsakeN: “Saya dikontak secara langsung oleh DSN (pelatih Paper Rex) untuk menawarkan saya untuk menjadi pemain. Tanpa pikir panjang, saya menerima tawaran tersebut karena juga sudah keluar dari JMT saat itu.

 

Bagaimana perjalanan kalian selama turnamen eXTREMESLAND Festival 2020: SEA?

Mindfreak: “Sebelum turnamen ini, kami memutuskan untuk meningkatkan porsi latihan menjadi 8 jam sehari mengingat kami tidak latihan seusai liburan tahun baru. Kami juga lebih ke arah melihat tim lain bermain dan di waktu yang sama kami yakin dengan strategi kami yang lebih bagus hingga akhirnya menjadi juara.

ForsakeN: “Persiapan di turnamen ini, kami melakukan latihan, scrim, dan membahas kesalahan di latihan ataupun menonton demo dari tim luar negeri seperti Astralis, Vitality, dll.

 

Apa pendapat kalian mengenai CS:GO di Asia Tenggara?

Mindfreak: “Sebenarnya CS:GO SEA terbilang membosankan karena hanya bertemu tim itu-itu saja saat turnamen. Bahkan tim CS:GO SEA saat ini cukup sering membuat perubahan pemain termasuk kami di Paper Rex yang membuat tim CS:GO di SEA harus melakukan penyesuaian tim.

F0rsakeN: “Menurut saya CS:GO di Asia Tenggara untuk saat ini agak mundur untuk beberapa langkah karena game VALORANT yang sedang naik daun sehingga banyak para pemain CS:GO banyak berpindah ke VALORANT. Tapi saya berharap tim CS:GO Asia Tenggara bisa tetap eksis sampai sekarang.”

 

Lantas, bagaimana untuk wilayah lain di Asia seperti China dan Mongolia?

Mindfreak: “Mongolia justru malah semakin banyak tim CS:GO meski VALORANT merebak di Asia terlihat dari tim di turnamen ESEA yang didominasi tim Mongolia. Sama dengan China yang masih tetap aktif dan ramai tim Cs:GOnya karena gua sendiri jarang melihat pemain China di VALORANT.

f0rsakeN: “Justru sebaliknya dari Asia Tenggara, China dan Mongolia sedang berkembang pesat karena sedang menunjukkan dominasinya di berbagai turnamen CS:GO kancah Asia.

 

Menurut kalian apa tantangan bermain CS:GO sebagai pemain profesional untuk saat ini?

Mindfreak: “Turnamennya lagi jarang, tidak sebanyak dulu buat Asia. Ditambah lagi adanya COVID membuat terkadang bosan bermain CS. Ditambah lagi seperti yang gua bilang sebelumnya, lawan-lawannya yang itu-itu saja.

F0rsakeN: “Tetap bertahan dengan tujuan saya secara pribadi untuk bisa menembus turnamen major CS:GO dan menjadi tim nomor satu Asia.”

Sumber: BOOM Esports
Sumber: BOOM Esports

 

BOOM Esports baru saja melepas roster CS:GO mereka ke MIBR. Apa saran kalian terhadap manajemen BOOM, apakah lebih baik melanjutkan di Brazil, Asia, atau kembali ke ranah Indonesia?

Mindfreak: “Kalau saran gua sih tetap bertahan di scene Brazil ya buat CS:GO BOOM. Selain scene yang terbilang jauh lebih sehat secara kompetitif, komunitas mereka juga terbilang sangat aktif. Dibandingkan kembali membuat CS:GO di Asia, itu hanya membuang uang saja. Selain CS:GO yang meredup di Asia, pesaing CS:GO saat ini yaitu VALORANT juga memiliki roadmap yang lebih jelas terutama di kawasan Asia Tenggara

F0rsakeN: “BOOM Esports harus tetap eksis di CS:GO karena game ini masih jadi tolak ukur esports skena internasional. Mungkin saat ini pemain CS:GO Indonesia yang bersinar sedang berkarir di luar negeri namun tidak menutup kemungkinan bila saatnya tiba mereka akan kembali berkarir di Indonesia.

 

3 Organisasi Esports Terpopuler Dunia di Tahun 2020

Akhir tahun 2020 yang lalu, Hybrid.co.id sudah sempat membahas berbagai pencapaian besar dari ekosistem esports terutama dari ranah lokal. Kami mencoba membuat daftar tim esports lokal tersukses, turnamen esports dengan hadiah terbesar, kesepakatan bisnis esports terbesar pada tahun 2020, dan lain sebagainya.

Dari semua itu, satu yang mungkin masih jadi pertanyaannya adalah siapa tim esports terpopuler pada tahun 2020 kemarin? Mengutip data dari Esports Charts, berikut 3 organisasi esports terpopuler dunia beserta skena game yang jadi andalan dari masing-masing organisasi.

 

#3 – Team Liquid

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Sebenarnya ada banyak indikator yang bisa digunakan dalam menentukan popularitas sebuah organisasi esports. Jumlah pengikut media sosial mungkin bisa menjadi salah satunya, namun dalam hal ini yang jadi indikator adalah seberapa tertarik para penggemar esports untuk menyaksikan tim tersebut berlaga dengan menggunakan metrik total watch hours.

Pada peringkat ketiga ada Team Liquid dengan catatan mencapai 81 juta lebih total watch hours. Dari total watch hours tersebut, 32,7% datang dari skena Dota 2, 27.1% datang dari skena League of Legends, 28.6% dari CS:GO, dan sisanya dari berbagai cabang game lain sebesar 11.8%.

Team Liquid tercatat memiliki 13 divisi yang bertanding di 13 cabang game berbeda. 13 Cabang tersebut termasuk Free Fire ataupun Super Smash Bros. Cukup menarik melihat bagaimana divisi Dota 2 Team Liquid menjadi divisi yang banyak ditonton oleh para penggemar esports. Padahal divisi Dota 2 Team Liquid terbilang sedang cukup terseok pasca ditinggal roster bintangnya (Kuroky, Miracle, dan kawan-kawan) pada tahun 2019 lalu.

Sementara itu divisi CS:GO dan League of Legends memang juga merupakan beberapa divisi kuat milik Team Liquid. Divisi CS:GO punya karisma seorang Stewie2K dan divisi League of Legends memiliki karisma seorang Doublelift pada musim tersebut. Namun demikian, divisi CS:GO memiliki nasib yang kurang baik karena harus puasa gelar di musim 2020. Sementara divisi League of Legends sendiri berhasil menjadi juara di babak liga dan mendapat peringkat 3 di babak Playoff LCS 2020 Summer. Sayangnya Team Liquid sendiri mendapat hasil yang kurang memuaskan pada Worlds 2020 karena tidak berhasil lolos dari babak grup.

Dengan angka 81 juta lebih total watch hours, 54% di antaranya menonton pertandingan Team Liquid yang ditayangkan dengan menggunakan bahasa Inggris, 17,7% menggunakan bahasa Rusia, dan 12,9% menggunakan bahasa Portugis, dan 15,4% adalah sisanya.

 

#2 – Natus Vincere

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Organisasi esports asal Ukraina ini ternyata masih memiliki tajinya, walau memang popularitasnya di Indonesia menurun setelah sang mega bintang Dendi meninggalkan divisi Dota 2.

Navi mencatatkan 86 juta lebih total watch hours dengan 71.9% di antaranya berasal dari divisi CS:GO, 27.9 % dari Dota 2, 2% dari Rainbow 6, dan 0.3% dari divisi lainnya.

Divisi CS:GO Natus Vincere memang sedang kuat-kuatnya pada musim 2020 lalu. S1mple dan kawan-kawan berhasil mengantongi salah satu gelar juara terbesar di skena CS:GO yaitu Intel Extreme Masters XIV. Tak hanya itu, divisi CS:GO Navi juga berhasil menjuarai babak liga dan turnamen BLAST Premier: Global Final 2020 secara keseluruhan. Karena prestasi tersebut, tim CS:GO Navi pun kini berada di peringkat 3 dunia berdasarkan hltv.org.

Pada sisi lain, Dota 2 adalah mata tombak lain dari tim Navi. Setelah ditinggal Dendi pada sekitar tahun 2018, roster Dota 2 Navi terbilang cukup compang-camping, terus bergonta-ganti pemain, dan masih belum menemukan performa terbaiknya. Tahun 2020 pun juga terbilang bukan musim yang terbaik bagi Navi dengan sedikitnya gelar juara yang mereka dapatkan. Namun sepertinya mengingat nama Navi yang sudah begitu mengakar di kancah Dota 2 membuat tim tersebut tetap menjadi favorit tersendiri di hati penggemar esports Dota terutama di Rusia.

Dari total 86 juta lebih total watch hours, mayoritas penggemar menonton pertandingan Navi dengan bahasa Rusia yaitu sebanyak 43.4%. Lalu dilanjut dengan penonton pertandingan berbahasa Inggris sebanyak 41.3%, penonton berbahasa Portugis sebanyak 7.4%, dan sisanya sebesar 7.8% tergolong sebagai penonton bahasa lainnya digabungkan.

 

#1 – G2 Esports

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Tahun 2020 mungkin bisa dibilang sebagai tahunnya bagi G2 Esports. Organisasi esports asal Jerman tersebut mungkin tidak selamanya berhasil menjadi juara di sepanjang tahun 2020. Namun G2 Esports berhasil mendapatkan nama sebagai tim yang kuat di beberapa skena esports.

G2 Esports berhasil mencatatkan 92 juta lebih total watch hours dengan proporsi terbesar sebanyak 52.8% berasal dari League of Legends. Mengikuti setelahnya adalah sebesar 35.5% berasal dari CS:GO, 4.2% berasal dari Rainbow 6, dan dari beberapa game sisanya sebesar 6.9%.

Divisi League of Legends G2 Esports adalah salah satu yang terbaik di skena Eropa. Hal tersebut terbukti lewat usaha mereka yang hampir menyapu bersih seluruh gelar esports LoL Eropa di musim 2020.

PERKZ, Caps dan kawan-kawan berhasil menjadi juara di babak liga dan playoff dari LEC (Liga LoL Eropa) Spring, mendapat peringkat 3 di babak liga dan menjuarai babak playoff LEC Summer 2020. G2 Esports juga tampil dengan baik di gelaran Worlds 2020 kemarin. Menjadi harapan terakhir penggemar esports League of Legends barat, G2 Esports berhasil mencapai babak semi-final walau akhirnya harus tumbang 1-3 oleh Damwon Gaming.

Pada sisi lain roster CS:GO menjadi divisi lain yang cukup menarik perhatian para penggemar esports. Pencapaian terbesar mereka di musim 2020 adalah keberhasilan mereka mencapai puncak babak liga dari BLAST Premier: Spring. Sementara itu mereka juga berhasil mencapai babak final Intel Extreme Masters walau akhirnya harus terlibas 0-3 oleh Navi.

Dari total 92 juta lebih total watch hours, mayoritas penonton pertandingan mereka menonton tayangan berbahasa Inggris sebesar 57.6%. Penonton sisanya datang dari beberapa bahasa, mulai dari Portugis sebesar 8.3%, Rusia 6.3%, Spanyol 5.9%, Korea 5.6%, Prancis 4.9%, dan sisanya sebesar 11.6%.

 

Dota, CS:GO, dan League of Legends Masih Jadi 3 Besar Esports Dunia

Selain mempertunjukkan tim esports terpopuler, data tersebut juga menunjukkan tiga game esports terpopuler secara tidak langsung. Melihat dari game yang jadi mayoritas dan berdasarkan dari peringkat tim, bisa dibilang bahwa Dota 2 ada di peringkat ketiga, CS:GO berada di peringkat kedua, dan League of Legends berada di peringkat pertama.

Sumber Gambar - Esports Charts
Sumber Gambar – Esports Charts.

League of Legends dengan liga yang konsisten dan tersebar di berbagai wilayah sepertinya memang masih menjadi liga esports raksasa. Apalagi juga apabila kita melihat daftar tim esports terpopuler secara keseluruhan, 8 dari 10 tim yang berada di dalam daftar memiliki divisi League of Legends. Navi dan OG menjadi 2 tim yang tidak memiliki divisi League of Legends di dalam daftar tersebut. Namun dua tim tersebut memiliki aset di cabang lain berupa roster yang kuat di CS:GO bagi tim Navi dan dan pesona juara The International 2019 bagi tim OG.

*Disclosure: Esports Charts adalah partner dari Hybrid.co.id

Sumber Gambar Utama – gamesradar.co.uk

Razer Jadi Rekan Resmi M2 World Championship, PMGC Final Tertunda Karena Masalah Teknis

Pada minggu lalu, ada berbagai berita menarik terkait industri esports. Moonton menetapkan Razer sebagai rekan untuk M2 World Championship, sementara Team Vitality dari Prancis bekerja sama dengan Garmin. Sebanyak 35 pemain CS:GO dilarang bermain karena melanggar kode ESIC dan babak final PMGC harus ditunda karena masalah teknis.

ESIC Tetapkan Larangan Bermain untuk 35 Pemain CS:GO

Esports Integrity Commission (ESIC) mengumumkan bahwa mereka telah menetapkan hukuman larangan bermain pada 35 pemain Counter-Strike: Global Offensive. Durasi larangan bermain yang ditetapkan oleh ESIC beragam. Tergantung pada kesalahan yang pemain buat, mereka bisa mendapatkan ban selama 1 -5 tahun. Alasan para pemain CS:GO ini terkena ban adalah karena mereka membuat taruhan pada tim lain atau tim mereka sendiri, yang merupakan pelanggaran dari Anti-Corruption Code, lapor VP Esports.

Team Vitality Kena Denda Karena Lakukan Stream-Sniping

Selain menetapkan hukuman pada 35 pemain CS:GO, ESIC juga memberikan denda sebesar US$10 ribu pada pemain-pemain CS:GO dari Team Vitality. Pasalnya, mereka melakukan stream-sniping di BLAST Premier Global Final. Sebuah tim dianggap melakukan stream-sniping ketika mereka menonton siaran pertandingan untuk mengetahui posisi atau strategi musuh mereka. Di babak final BLAST Premier Global, Vitality dapat mengalahkan Team Liquid dengan skor 2-1, menurut laporan Talk Esport.

Babak Final PMGC Tertunda Karena Masalah Teknis

Babak final dari PUBG Mobile Global Championship sempat tertunda karena sebagian pemain mengalami masalah jaringan internet. Pada awalnya, pertandingan akhir dari PMGC hendak diadakan secara offline di Coca Cola Arena di Dubai. Namun, karena ada tiga pemain PUBG Mobile yang terbukti positif COVID-19, pihak penyelenggara akhirnya memutuskan untuk mengadakan PMGC Finals secara online, lapor Talk Esport. Perubahan mendadak ini menyebabkan pihak penyelenggara tidak siap untuk menghadapi sejumlah masalah yang muncul, termasuk jaringan internet yang buruk bagi sebagian pemain.

VSPN Dapatkan Investasi US$60 Juta

Versus Programming Network (VSPN), perusahaan penyedia solusi esports asal Tiongkok, mengumumkan bahwa mereka mendapatkan investasi Seri B sebesar US$60 juta. Ronde pendanaan ini dipimpin oleh Prospect Avenue Capital (PAC) dan diikuti oleh Guotai Junan International dan Nan Fung Group. Sementara itu, Lighthouse Capital menjadi satu-satunya penasehat finansial dalam pendanaan kali ini.

Berdasarkan pengumuman dari VSPN, mereka akan menggunakan dana ini untuk mengembangkan “teknologi inovatif” demi membuat produk dan konten esports baru. Investasi itu juga akan digunakan untuk ekspansi bisnis ke luar Tiongkok. Menurut laporan The Esports Observer, Dino Ying, Co-founder dan CEO VSPN, mengatakan bahwa saat ini, VSPN ingin memperkaya tipe produk dan konten esports yang mereka bisa mereka tawarkan pada rekan bisnis serta fans esports di dunia.

Razer Jadi Rekan Moonton di M2 World Championship 2021

Moonton menyambut Razer sebagai rekan peripheral resmi untuk turnamen Mobile Legends: Bang Bang, M2 World Championship 2021. Salah satu bentuk kerja sama ini adalah Razer akan membuat versi khusus dari gaming headset BlackShark V2. Dalam versi khusus M2 itu, BlackShark V2 akan menampilkan ilustrasi dari salah satu karakter Mobile Legends, yaitu Miya. Gambar Miya pada BlackShark V2 menjadi tanggung jawab dari Shane Tortilla, seniman asal Indonesia, lapor Esports Insider.

razer sponsor m2
Moonton gandeng Razer untuk M2 World Championship.

Team Vitality Bekerja Sama dengan Garmin

Team Vitality, organisasi esports asal Prancis, mengumumkan kerja sama dengan Garmin. Melalui kerja sama ini, Garmin akan menyediakan Instinct Esports Edition untuk Team Vitality. Selain itu, Garmin juga akan berkolaborasi dengan Team Vitality untuk melakukan riset dan mengembangkan produk esports dari Garmin.

“Setiap perusahaan punya keahlian mereka masing-masing. Garmin adalah perusahaan yang punya tim riset dan pengembangan yang berbakat,” kata CEO Team Vitality, Nicolas Maurer, seperti dikutip dari Esports Insider. “Sementara itu, kami punya para pemain profesional berpengalaman.”

Sumber header: ONE Esports

Di Balik Pelepasan Roster CS:GO Brazil BOOM Esports

Tanggal 15 Januari 2020 lalu, BOOM Esports mengumumkan bahwa mereka telah melepas roster CS:GO. Roster yang dilepas bukanlah para pemain Indonesia yang berisikan Sixfingers dan kawan-kawan, melainkan roster CS:GO BOOM Esports berisikan Boltz, Chelo, Shz, Yel, dan coach Apoka yang berbasis di Brazil. Pengumuman tersebut sedikit banyak membuat fans kecewa, walaupun fans CS:GO Brazil sebenarnya masih tetap bisa melihat perjuangan pemain-pemain tersebut ketika membela bersama tim MiBR nantinya.

Lalu apakah usaha BOOM Esports untuk ekspansi ke barat lewat CS:GO akan kandas begitu saja? Lewat sebuah sesi podcast yang dipandu oleh Dimas Dejet, Gary Ongko selaku Founder dan CEO BOOM Esports pun menjawab beberapa informasi penting yang sebelumnya mungkin masih mengganjal. Berikut beberapa poin penting yang perlu diketahui.

 

Terpaksa Melewatkan Banyak Kesempatan Karena Pandemi 

Apabila Anda hanya melihat pengumuman saja, Anda mungkin akan kebingungan dengan nasib pemain-pemain tersebut. Apakah mereka dilepas begitu saja? dipecat? Atau malah mungkin di-poaching? Kabar baiknya adalah tidak ada konflik apapun antara pemain dengan manajemen BOOM Esports dalam proses pelepasan tersebut.

Dalam podcast, Gary Ongko menceritakan alasan dia mengambil roster tersebut dan kembali menegaskan bagaimana pandemi berdampak sangat besar terhadap rencana-rencana besar yang tadinya akan dicapai manajemen BOOM Esports dan roster tersebut.

“Kami mengambil tim adalah pada Februari 2020. Waktu itu rencananya adalah to play at the biggest stage in the world. Kebetulan juga, mereka (para pemain yang akhirnya direkrut BOOM Esports) sudah mendapat undangan di tiga turnamen, ESL Pro League, WESG Final Brazil, satu turnamen lagi gue lupa apa tapi turnamen tersebut adalah turnamen besar. Gue lalu berpikir dan juga sadar bahwa tim tersebut akan mahal biayanya apabila gue ambil. Tapi gue merasa akan worth it dengan exposure dan berbagai hal lain yang akan gue dapat. Namun setelah itu musibah pun datang dalam bentuk pandemi COVID-19.” Gary Ongko bercerita awal rencana perekrutan roster tersebut.

Sumber Gambar - MiBR Official
Sumber Gambar – MiBR Official

Apa yang terjadi setelahnya adalah apa yang ditulis oleh manajemen BOOM Esports di dalam rilis. Rencana para pemain Brazil tersebut untuk bertanding di Amerika Serikat pun gagal.

“Kebetulan pada tahun tersebut Valve pun mengubah sistem kompetisi CS:GO jadi semacam Dota 2 DPC, kami pun jadi enggak bisa ke mana-mana. Kami sudah dapat poin di Brazil. Apabila memaksakan pindah ke NA maka kami harus kembali ke Brazil untuk kembali mendapatkan poin tersebut. Lalu setelah menang Tribo to Major, mendadak semua qualifier di NA dan Eropa berjalan berbarengan. Dengan waktu yang sempit, kami jadi enggak bisa ke NA ataupun Eropa. Kenapa? Karena harus karantina 14 hari apabila ingin masuk Amerika Serikat. Padahal ketika itu kami mendapat undangan untuk bertanding di Dreamhack dan BLAST. Timing-nya sangat tidak pas, jadi kita pada akhirnya pun menggeser rencana ke 2021. Tadinya sudah mau perpanjang kontrak dan rencana kami adalah ke Eropa di Januari 2021 ini, tapi ternyata the call came dari MiBR.” Gary Ongko meneruskan ceritanya.

Ia lalu membeberkan bagaimana MiBR sangat menginginkan roster BOOM Esports tersebut. Pada awalnya Gary tidak terlalu ingin melepas roster-nya, tetapi ia juga memikirkan nasib sang pemain yang akan lebih baik apabila mereka bersama MiBR. “Kebetulan MiBR memang ada partnership juga dengan BLAST dan turnamen Flashpoint. Dari segi pemain, mereka sudah bisa dipastikan dapat 4 turnamen dan US$1 juta berkat partnership MiBR dengan turnamen Flashpoint. Selain itu dari sisi manajemen, gue juga merasa tawaran MiBR terhitung “balik modal” dari investasi gue terhadap tim tersebut sebelumnya. Karena tiga pihak yaitu si pemain, gue, dan MiBR sama-sama senang, maka keputusannya adalah seperti sekarang ini. Cuma yang disayangkan adalah BOOM Esports yang tadinya punya divisi di 2 game besar dunia, sekarang jadinya ya balik jadi cuma satu tim lagi yaitu Dota 2.” Tutur Gary.

 

Nasib Usaha Ekspansi Internasional BOOM Esports di Tahun 2021

Dalam beberapa interview, Gary Ongko kerap menekankan soal keinginannya untuk bisa membuat BOOM Esports menjadi tim internasional. Dalam pembahasan DPC 2021, Gary mengatakan bahwa keinginannya adalah untuk mengejar kesuksesan tim seperti Cloud9, Team Liquid, dan kawan-kawannya sampai akhir dunia sekalipun. Namun tanpa CS:GO, usaha tersebut tentunya jadi belum terasa lengkap.

Lalu bagaimana nasib usaha ekspansi internasional BOOM Esports pasca dari pelepasan roster tersebut ke tim MiBR? Apalagi Gary juga mengatakan bahwa nilai transfernya tergolong “balik modal” yang artinya memberi kesempatan BOOM Esports untuk memulai roster CS:GO kembali di barat sana. “Kebetulan kejadian tersebut baru banget terjadi seminggu yang lalu, jadi kami internal manajemen BOOM Esports juga masih terus diskusi mempertanyakan soal mau dibawa ke mana investasi dari CS:GO nantinya.” ucap Gary membuka jawaban.

“Jujur gue pribadi masih mau banget di CS:GO. Gue juga enggak mau investasi yang dilakukan manajemen BOOM Esports selama satu tahun terbuang sia-sia begitu saja. Tapi berhubung sekarang juga tahun yang baru, semua tim masih baru siap-siap, dan dari apa yang gue lihat belum ada tim atau roster yang membuat gue tertarik sampai sejauh ini. Jadi posisi gue sendiri saat ini masih wait and see terhadap tim-tim yang potensial.” Gary melanjutkan jawabannya.

Dalam skena yang terbilang sudah cukup matang seperti CS:GO, memang mencari pemain adalah perkara yang terbilang cukup sulit. Ditambah lagi, organisasi esports seperti BOOM Esports juga tidak punya waktu untuk mengambil pemain-pemain yang belum bisa berkompetisi di tingkat teratas dari suatu skena esports. “Manajemen BOOM Esports juga punya ketertarikan dengan Rainbow Six Siege, karena juga memang scene-nya besar di Brazil. Tapi balik lagi, belum ada tim papan atas yang available. Mungkin kelanjutan hal tersebut baru mulai terlihat di bulan depan.” Tutup Gary Ongko menjelaskan.

Sebagai pengamat dan penggemar esports, saya sendiri tentu sangat berharap BOOM Esports bisa meneruskan perjuangannya mencapai panggung dunia. Mungkin tidak selamanya menggunakan pemain lokal Indonesia, tapi melihat nama BOOM Esports bisa bertanding di liga-liga esports besar juga terbilang sudah menjadi suatu kebanggaan tersendiri.

Esports Point Blank 2021 Diumumkan, Army Geniuses Masuk DPC SEA 2021 Lower Division

Pekan ketiga bulan Januari 2021 diwarnai oleh beberapa hal menarik di ekosistem esports. Melihat ke belakang, kita punya pengumuman esports Point Blank 2021 dari Zepetto, Army Geniuses yang secara tiba-tiba diundang masuk DPC SEA 2021 Lower division, BOOM Esports yang lepas divisi CS:GO, dan lain sebagainya. Berikut rangkuman berita esports di pekan ke-2 Januari 2020 (12-18 Januari 2021).

Zepetto Umumkan Rencana Esports Point Blank 2021

Hadapi tahun yang baru, Zepetto pun turut mengumumkan rencana esports terhadap game besutan mereka yaitu Point Blank. Melalui sebuah rilis, Zepetto mengatakan bahwa rencana rangkaian turnamen mereka akan dimulai dari bulan Januari ini hingga bulan Agustus 2021 mendatang. Akan ada empat turnamen dari rangkaian tersebut. Empat turnamen tersebut adalah Point Blank Day & Night, PB Rising Star, PB Ladies League, dan PB Star League. 20 tim terbaik dari rangkaian turnamen tersebut nantinya akan mendapatkan hak untuk bertanding di salah satu turnamen terbesar di dalam rangkaian tersebut, yaitu Point Blank National Championship yang akan diselenggarakan bulan September 2021 mendatang.

Army Geniuses Gantikan Team Assault di Lower Division DPC SEA 2021

Army Geniuses dipastikan masuk Lower Divison DPC SEA 2021. Sebelumnya Army Geniuses sendiri dipastikan gagal masuk Lower Division DPC SEA 2021 setelah kalah terhadap tim ZeroTwo (IYD, Dreamocel, dkk) pada fase tiebreaker di babak closed qualification fase 2. Namun beberapa hari setelahnya, PGL selaku penyelenggara DPC SEA 2021 membuat sebuah pengumuman yang cukup mengagetkan. Tim Assault yang sudah lolos ke dalam Lower Division DPC SEA sebelumnya ternyata terbukti melakukan account sharing (menggunakan joki) di dalam sebuah pertandingan. Akhirnya Assault pun didiskualifikasi dan digantikan oleh Army Geniuses.

Whitemon dan Kuku Resmi Jadi Pemain T1 Divisi Dota 2

Beberapa waktu yang lalu, Whitemon dan Kuku sebenarnya sudah masuk ke dalam roster Dota 2 T1. Namun demikian, dua pemain tersebut mungkin memang masih dalam masa percobaan ketika itu. Namun T1 sepertinya tidak butuh waktu lama untuk meresmikan kedua pemain tersebut. Melalui akun media sosialnya, T1 pun mengumumkan tergabungnya Kuku dan Whitemon ke dalam tim. Dengan diumumkannya dua pemain tersebut, maka T1 pun akan bertanding di DPC 2021 Upper Division dengan Jackky, Karl, Kuku, Xepher, dan Whitemon.

BOOM Esports Lepas Divisi CS:GO

BOOM Esports CSGO Picture

Tanggal 15 Januari 2021 lalu, BOOM Esports mengumumkan bahwa mereka secara resmi telah melepas divisi CS:GO asal Brazil yang mereka miliki. Mengutip dari rilis, situasi pandemi COVID-19 mungkin terbilang jadi salah satu alasan. “2020 menjadi tahun yang tidak kami sangka. Kami berencanan bertanding pada ESL Pro League di Malta dan melanjutkan berkompetisi di Amerika Utara denga berlatih di Kanada. Namun demikian COVID-19 banyak mengubah rencana kami. Meski mengalami kesulitan pada awal hingga akhir tahun, namun kami berhasil menorehkan 100% kemenangan di turnamen-turnamen yang kami ikuti, meraih kualifikasi major, meraih kualifikasi IEM serta ESL Pro League, dan menjadi salah satu tim terbaik di Amerika Selatan. Terima kasih atas prestasi yang didapatkan bersama kami dan saya berharap yang terbaik untuk karir kalian ke depannya.” Ucap Gary Ongko CEO BOOM Esports lewat rilis yang juga diterbitkan di laman boomid.gg.

MORPH Team Putus Kontrak Herli “Jeixy” Juliansyah.

Jeixy MORPH_Instagram @morphteam

Berita mengejutkan datang dari skena PUBG Mobile pada tanggal 13 Januari 2021 kemarin. MORPH Team mengumumkan bahwa manajemen mereka telah memutus kontrak terhadap salah satu pemain andalannya yaitu Jeixy. Mengutip dari Revivaltv.id, alasan Jeixy diputus kontrak adalah karena perilaku tidak sportif yang dilakukan sang pemain terhadap manajemen MORPH Team. Selain diputus kontrak, media sosial MORPH Team juga memberikan pinalti kepada Jeixy berupa larangan untuk bergabung dengan tim mana pun selama durasi waktu tertentu.

Pakistan Resmikan Esports Sebagai Bagian Dari Olahraga

Sumber: Esports Observer.
Sumber Gambar – Esports Observer

Fawad Hussain, Menteri IPTEK Pakistan mengungkap sebuah memorandum yang telah ditandatangani oleh Pakistan Sports Board dan Pakistan Science Foundation. Memorandum tersebut menyatakan status resmi esports sebagai bagian dari olahraga di negara Pakistan. Lebih lanjut, Fawad Hussain juga mendorong anak-anak muda untuk tidak lagi ragu apabila melihat ada peluang karir di bidang esports. Seiringan dengan pengumuman tersebut, kementrian Fawad juga mengumumkan rencana untuk mengadakan turnamen esports serta memberikan sertifikasi di bidang animasi dan game development di negara Pakistan.

Kit Kat Jadi Sponsor Vodafone Giants

https://twitter.com/GiantsGaming/status/1350035167742668802

Vodafone Giants baru saja mengumumkan kerja sama mereka dengan KitKat. Lewat kerja sama tersebut maka KitKat akan menjadi sponsor utama dari organisasi esports asal Spanyol tersebut. Sayangnya tidak ada informasi lebih lanjut terkait durasi ataupun nilai kontrak dari kerja sama tersebut. Apabila melihat dari informasi yang disiarkan di media sosial, maka kehadiran logo KitKat di bagian bahu jersey tim Vodafone Giants menjadi salah satu kesepakatannya. Vodafone Giants sendiri merupakan organisasi esports yang bertanding di beberapa cabang ternama internasional seperti League of Legends, Rocket League, FIFA 21, dan CS:GO.

Blizzard Umumkan Format dan Perubahan Overwatch League 2021

Memasuki musim baru, Blizzard pun mempersiapkan beberapa perubahan baru yang akan membuat Overwatch League menjadi semakin menarik untuk disaksikan. Salah satu perubahan terbesar adalah dengan membagi liga ke dalam dua grup, Barat dan Timur. Overwatch League grup Timur akan bertanding di Tiongkok dan Korea Selatan. Tim-tim yang mengisi grup timur adalah Chengdu Hunters, Guangzhou Charge, Hangzhou Spark, Los Angeles Valiant, New York Excelsior, Philadelphia Fusion, Shanghai Dragons, dan Seoul Dynasty. Grup Barat akan bertanding di Eropa dan Amerika Utara. Tim-tim yang mengisi grup barat adalah Atlanta Reign, Boston Uprising, Dallas Fuel, Florida Mayhem, Houston Outlaws, London Spitfire, Los Angeles Gladiators, Paris Eternal, San Francisco Shock, Vancouver Titans, Toronto Defiant, dan Washington Justice. Overwatch League 2021 akan dimulai bulan April dengan beberapa perubahan format lain yang bisa Anda saksikan pada video di atas.

Penyelenggara LPL Catatkan Total Pemasukan Sampai 155 juta dollar AS

TJ Sports_TheEsportsObservers
Sumber Gambar – TJ Sports

Tanggal 9 Januari 2021 kemarin, TJ Sports yang merupakan penyelenggara dari LPL mengungkap bahwa mereka telah berhasil mendapatkan US$155 juta pemasukan. Namun selain itu, TJ Sports juga mengumumkan bahwa liga LPL telah mengantongi 4 miliar total watch hour di berbagai platform yang menjadikan LPL sebagai salah satu most valuable esports intellectual properties. Esports Observer menjelaskan bahwa tiga pencapaian tersebut berhasil dicapai karena beberapa hal. Pertama adalah kerja sama LPL dengan platform stream terbesar di Tiongkok, Bilibili. Kerja sama tersebut dikabarkan memiliki nilai sebesar US$123 juta. Kedua adalah kerja sama senilai US$ 31 juta antara LPL dengan Nike . TJ Sports sendiri merupakan perusahaan hasil joint venture antara Tencent dengan Riot Games. Perusahaan tersebut ditemukan pada tahun 2019 lalu dan telah mencapai berbagai pencapaian tersebut hanya dalam kurang lebih 3 tahun saja.

Daftar 10 Tayangan Esports Terpopuler Bulan Oktober 2020

Situasi pandemi menciptakan tantangan tersendiri bagi ekosistem esports selama tahun 2020. Namun demikian ekosistem esports terbilang tetap tumbuh dengan cukup cepat hingga bulan November ini. Berhubung kita sudah berada di pertengahan bulan November, mari kita sedikit melihat ke belakang untuk menakar perkembangan industri esports sampai saat ini. Kali ini, tim redaksi Hybrid mengutip daftar turnamen esports terpopuler bulan Oktober 2020 dari Esports Charts sebagai referensi. Apa saja yang ada di dalamnya? Berikut daftarnya.

 

10. FIFA 21 Challenge

FIFA 21 rilis pada tanggal 6 Oktober 2020 lalu. Untuk menyambut perilisan tersebut, EA Sports mengadakan sebuah turnamen bertajuk FIFA 21 Challenge. Turnamen yang diadakan pada tanggal 29 Oktober 2020 ini mempertemukan para atlit sepak bola dengan pemain profesional FIFA 21 di dalam satu panggung kompetisi. Kompetisi ini menampilkan defender andal Liverpool yaitu Trent Alexander-Arnold dan juga sosok pemain esports FIFA 21 seperti Gravesen.

Dengan memanfaatkan pesona bintang sepak bola dan bintang esports, FIFA 21 Challenge pun berhasil bertengger di posisi ke-9 dari 10 turnamen esports terpopuler di bulan Oktober 2020. FIFA 21 Challenge mencatatkan 328.008 peak viewers dengan average viewers sejumlah 260.302. FIFA 21 Challenge mencatatkan total konsumsi konten selama 1.019.513 total watch hours dari 4 jam durasi penayangan konten.

Dari catatan watch hours kita bisa melihat bagaimana para penggemar sepak bola sepertinya benar-benar menyimak acara ini. Pertandingan FIFA 21 Challenge memang berjalan dengan sangat sengit. Contohnya seperti skor seri 3 sama yang dihasilkan dalam pertandingan puncak saat Tekkz bertemu dengan Gravesen. Setelah pertarungan yang sengit tersebut, Tekkz dan Trent Alexader-Arnold pada akhirnya keluar sebagai juara dengan skor tim 8-4.

 

9. Liga Brasileira de Free Fire 2020 Series A

Lagi-lagi turnamen Free Fire kembali masuk ke dalam daftar. Kali ini di peringkat ke-8 Liga Brasileira de Free Fire LBFF yang merupakan liga kasta utama Free Fire di Brazil. Seperti kebanyakan liga esports, LBFF memiliki babak Regular Season dan Playoff atau Finals. Babak Regular Season diadakan mulai dari 22 Agustus sampai 18 Oktober 2020, sementara babak Finals diadakan pada 31 Oktober sampai 1 November 2020. 18 tim Free Fire terbaik di Brazil bertarung untuk merebut total hadiah sebesar 100.000 real Brazil (sekitar Rp265 juta).

Turnamen ini berhasil mencatatkan 372.891 peak viewers dengan average viewers sebanyak 194.579 orang. Dari 60 jam total durasi penayangan, LBFF berhasil mencatatkan 11.593.612 total watch hours. Negara Amerika Latin terutama Brazil, memang terkenal sebagai negara dengan penonton esports yang sangat antusias. Bukti atas pernyataan tersebut mungkin bisa dilihat dari contoh kasus LOUD Esports asal Brazil yang berhasil menjadi organisasi esports pertama dengan 1 miliar views di YouTube. Kasus lain mungkin bisa kita lihat juga dari keputusan BOOM Esports memilih negara Brazil sebagai usaha ekspansi bisnis dan menembus dunia kompetitif CS:GO internasional.

Pertandingan hari terakhir adalah pertandingan dengan jumlah penonton terbanyak dari keseluruhan pertandingan karena persaingan ketat yang harus dihadapi SS Esports untuk bisa menjadi juara.

 

8. PUBG Mobile Pro League SEA – Fall Split 2020

Setelah serbuan turnamen-turnamen Free Fire barulah kita menemukan turnamen esports PUBG Mobile di peringkat ke-7 dari daftar. Turnamen PUBG Mobile yang masuk ke dalam daftar ini adalah PMPL SEA – Fall 2020. Kompetisi yang jadi momen bagi Bigetron RA untuk melengkapi pialanya ini berjalan mulai dari 23 hingga 25 Oktober 2020. PMPL SEA – Fall 2020 mempertandingkan tim terbaik dari 5 negara di Asia Tenggara (Thailand, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dengan US$150.000 (sekitar Rp2,1 miliar) sebagai total hadiah untuk diperebutkan.

Sampai saat ini, Asia Tenggara terbilang masih merupakan salah satu pasar terbesar bagi game dan tayangan esports PUBG Mobile. PMPL SEA – Fall 2020 berhasil mencatatkan 490.874 peak viewers dengan average viewers sebanyak 179.933 orang. Dari 18 jam total durasi tayangan konten, PMPL SEA – Fall 2020 berhasil mengumpulkan 3.223.799 total watch hours. Jumlah total watch hours PMPL SEA memang terbilang kalah cukup jauh jika dibandingkan dengan LBFF. Namun hal tersebut cukup wajar mengingat Esports Charts menghitung total watch hours LBFF sejak dari babak liga.

PMPL SEA – Fall 2020 sendiri menampilkan antar peserta yang begitu ketat. Apalagi ditambah dengan dinamika performa tim primadona Indonesia yaitu Bigetron RA pada hari pertama dan kedua turnamen. Alhasil, pertandingan hari ke-3 pada ronde ke-15 pun menjadi tayangan turnamen yang paling banyak menyedot perhatian penonton berkat sajian pertandingan kompetitif yang ditambah dengan kemenangan dramatis dari Bigetron RA.

 

7. BLAST Premier Series 2020 Fall – Group Stage

Setelah jajaran tayangan esports mobile games, esports pc games baru masuk ke dalam daftar di peringkat ke-6. Tayangan esports pc games yang masuk ke dalam daftar ini adalah BLAST Premier 2020 Fall Series – Group Stage yang merupakan tayangan esports Counter-Strike: Global Offensive. Kebanyakan turnamen esports diubah menjadi format online selama masa pandemi, tak terkecuali BLAST Premier Series 2020 Fall. Turnamen tersebut dibagi menjadi dua divisi kompetisi online yaitu divisi Amerika dan Eropa. Peratndingan yang masuk dalam daftar ini adalah pertandingan divisi Eropa yang diselenggarakan mulai dari 26 Oktober hingga 4 November 2020 dengan US$150.000 (sekitar Rp2,1 miliar) sebagai total hadiah.

BLAST Premier Series sedikit banyak membuktikan masih tingginya minat para gamers menonton tayangan esports CS:GO, terutama untuk negara-negara kawasan barat (Amerika dan Eropa).  BLAST Premier Series mencatatkan 512.971 peak viewers dengan average viewers sebanyak 190.662 orang. Dari 70 jam total durasi tayangan, BLAST Premier Series berhasil mencatatkan total konsumsi konten mencapai 13.346.309 total watch hours.

Salah satu pertandingan yang paling diminati adalah pertarungan antara Astralis melawan MiBR. Pertandingan tersebut bisa dibilang sebagai salah satu pertandingan tersengit sepanjang turnamen ini. Astralis sampai harus menjalani overtime untung memenangkan game pertama. MiBR membalas di game kedua, itu pun dengan skor 16-13. Baru pada akhirnya Astralis menang dengan meyakinkan di game ketiga dengan skor 16-5 di map Inferno. Karena pertandingan yang sengit, tidak heran kalau Astralis vs MiBR jadi tayangan yang berhasil mencetak peak viewers di dalam turnamen ini.

 

6. Liga NFA Season 4

Lagi-lagi tayangan Free Fire yang masuk ke dalam daftar. Kini giliran Liga NFA Season 4 yang masuk ke dalam peringkat ke-6 dari daftar 10 tayangan esports terpopuler bulan Oktober 2020. Satu fakta menariknya adalah Liga NFA yang ternyata bukanlah turnamen resmi pihak pertama seperti LBFF. Turnamen diselenggarakan sejak Juli dengan gelaran puncak pada tanggal 4 Oktober 2020. Turnamen memperebutkan 40.000 real Brazil (sekitar Rp105 juta).

Tayangan berhasil mencatatkan 558.414 peak viewers dengan average viewers sebesar 109.697 orang. Dari 101 total durasi tayangan, Liga NFA Season 4 berhasil mencatatkan total konsumsi konten hingga 11.115.865 total watch hours. Liga NFA juga jadi bukti lain dari tingginya antusiasme penggemar game di Brazil terhadap tayangan esports Free Fire. Apalagi juga mengingat status dari liga NFA yang bukan merupakan liga kasta utama, namun masih disaksikan oleh banyak orang.

 

5. ESL Pro League Season 12  – Europe

CS:GO kembali muncul pada peringkat 5 dari daftar ini. Tayangan esports tersebut adalah ESL Pro League Season 12 – Europe.  ESL Pro League Season 12 – Europe diselenggarakan sejak bulan September dengan puncaknya diselenggarakan pada bulan Oktober 2020. Diselenggarakan secara online, kompetisi tersebut mempertandingkan 16 tim asal Eropa dengan memperebutkan total hadiah sebesar US$450.000 (sekitar Rp6,4 miliar).

Seperti BLAST Premier, ESL Pro League Season 12 juga terbilang jadi bukti lain atas tingginya minat gamers negara kawasan barat terhadap esports CS:GO. Kompetisi tersebut mencatatkan 568.406 peak viewers dengan 121.244 average viewers. Dari total 226 jam total durasi tayangan, ESL Pro League Season 12 mencatatkan konsumsi konten hingga 27.411.211 total watch hours. Total watch hours yang tinggi bisa jadi disebabkan karena Esports Charts mencatat data watch hours sejak dari babak liga.

Pertandingan Astralis lagi-lagi menjadi tayangan yang paling banyak ditonton oleh khalayak. Kali ini giliran pertandingan Grand Final yang mempertemukan Astralis dengan Natus Vincere. Seperti pada kompetisi BLAST Premier, Astralis lagi-lagi harus bertarung sengit di babak final dari gelaran ESL Pro League Season 12. Astralis baru bisa memperoleh kemenangan setelah bertanding 5 game dengan satu kali overtime di game ke-4 saat melawan NAVI.

 

4. MPL PH Season 6

Mobile Legends bisa dibilang jadi satu-satunya tayangan esports dari game bergenre MOBA yang masuk ke dalam daftar 10 tayangan esports terpopuler bulan Oktober 2020. Peringkat ke-4 diisi oleh MPL Philippines Season 6. MPL PH Season 6 dibagi menjadi dua babak, Regular Season pada bulan September dan Playoff pada bulan Oktober. Kompetisi tersebut mempertandingkan 10 tim dan memperebutkan total hadiah sebesar US$120.000 (sekitar Rp1,7 miliar).

Selain Indonesia, Filipina terbilang jadi pasar besar lain bagi game ataupun tayangan esports MLBB. MPL PH mencatatkan 765.915 peak viewers dengan 132.893 average viewers. Dari 159 jam total durasi tayangan, MPL PH Season 6 mencatat angka konsumsi konten hingga 21.118.776 total watch hours. Fakta menariknya adalah, pertandingan MPL PH Season 6 yang berhasil mencatatkan jumlah peak viewers justru pertandingan yang terbilang tidak segitu istimewa.

Pertandingan tersebut adalah pertemuan antara Bren Esports dengan NXP.Solid. Pertemuan tersebut terbilang kurang istimewa karena pertandingan tersebut bukanlah pertandingan Grand Final dan Bren Esports berhasil menang 3-0 dari seri best-of 5. Terlepas dari itu, Bren Esports sendiri memang bisa dibilang sebagai tim kuat Filipina yang jadi panutan dari banyak penonton tayangan esports MLBB. Hal tersebut bisa jadi alasan untuk menjawab kenapa pertandingan tersebut jadi yang paling banyak ditonton.

 

3. Free Fire League 2020 Clausura

Free Fire League 2020 – Clausura yang sempat menjadi buah bibir ternyata berada di peringkat ke-3 dari daftar ini. Turnamen ini terbagi menjadi dua fase, Group Stage yang diselenggarakan pada Agustus hingga Oktober dan Season Finals yang diselenggarakan pada 7 November 2020 kemarin. Babak Group Stage diikuti oleh 24 tim sementara Season Finals diikuti oleh 12 tim dengan memperebutkan total hadiah sebesar US$46.500 (sekitar Rp667 juta).

Merupakan liga kasta utama bagi skena kompetitif Free Fire di Amerika Latin, FF League 2020 Clausura mencatatkan 1.257.058 peak viewers dengan 113.211 average viewers. Dari total 55 jam durasi tayangan, FF League 2020 Clausura mencatatkan konsumsi konten selama 6.217.122 total watch hours. Fakta menariknya adalah, tayangan yang paling banyak ditonton dari turnamen ini adalah pada ronde 1 di pertandingan final. Padahal persaingan poin antar tim tebilang sangat ketat bahkan sampai akhir pertandingan sekalipun.

 

2. MPL ID Season 6

Walaupun genre MOBA tidak banyak mengisi daftar ini, namun MPL Indonesia berhasil menjadi raja dan mengemban tahta sebagai tayangan esports mobile terpopuler bulan Oktober 2020. MPL ID terbagi ke dalam dua babak, Regular Season yang diselenggarakan sejak Agustus dan Playoff yang diselenggarakan bulan Oktober 2020. MPL ID menggunakan model liga franchise dengan 8 tim peserta yang memperebutkan total hadiah sebesar US$300.000 (sekitar Rp4,2 miliar).

Sebelumnya MPL ID Season 6 sempat menciptakan catatan jumlah penonton yang mengejutkan, bahkan hampir mendekati jumlah penonton babak grup League of Legends World Championship 2020. MPL ID Season 6 mencatatkan 2.848.970 peak viewers dengan 378.529 average viewers. Dari total 179 jam durasi tayangan, MPL ID Season 6 mencatatkan konsumsi konten hingga 67.567.331 total watch hour.

Pertandingan final antara RRQ melawan Alter Ego menjadi tayangan yang paling banyak ditonton. Ada beberapa faktor yang membuat tayangan tersebut jadi banyak disaksikan menurut analisis kecil-kecilan saya. Pertama adalah karena fanbase RRQ di skena MLBB yang cukup besar (kalau tidak bisa dibilang paling besar). Kedua adalah karena pertandingan final tersebut yang memang sangat sengit. Alter Ego bahkan hampir menjuarai turnamen tersebut. Walau demikian RRQ terbukti lebih tangguh secara mental sehingga mereka berhasil keluar sebagai juara.

1. League of Legends World Championship 2020

Bulan Oktober juga terbilang menjadi hari raya bagi para pecinta esports League of Legends karena gelaran World Championship 2020. Kompetisi tersebut diselenggarakan sejak bulan September 2020 dengan babak final digelar pada tanggal 31 Oktober 2020 kemarin. Sebagai salah satu helatan esports terbesar dunia, tidak heran jika Worlds 2020 berhasil mencatatkan angka viewership yang begitu megah.

Worlds 2020 berhasil mencatatkan 3.882.252 peak viewers dengan 1.113.702 average viewers. Dari 126 jam total durasi tayangan, Worlds 2020 mencatatkan konsumsi konten selama 139.862.355 total watch hours. Pertandingan babak Grand Final antara Damwon Gaming melawan Suning Gaming memang patut menjadi tayangan yang paling banyak ditonton.

Damwon Gaming harus melalui pertarungan yang sulit untuk bisa mendapatkan kemenangan dengan skor 3-1 di babak Grand Final Worlds 2020. Terlebih, Grand Final tahun ini juga dianggap sebagai momen kembalinya keseruan final Worlds, setelah pertandingan final dua tahun sebelumnya yang cenderung dianggap berjalan one-sided.

Mengintip Potensi Bisnis Skin Esports Sebagai Sumber Pemasukan Baru di Ekosistem

Bulan lalu, tepatnya 24 September 2020, saya memberitakan soal wujud skin dari para tim peserta esports Rainbow Six: Siege yang tergabung dalam program R6 SHARE. Program tersebut membagi tim peserta ke dalam 3 tingkat (tier), dengan masing-masing tier menerima set skin yang berbeda. Tim yang berada di tier 1 mendapat set skin paling lengkap, mulai dari Headgear, Uniform, Weapon Skin, dan Charm di dalam Rainbow Six Siege. Jika Anda cuma ingin satu bagian skin saja, Anda bisa membayar 600 R6 Credits untuk Headgear, 700 R6 Credits untuk Uniform, 500 R6 Credits untuk Charm, dan 300 R6 Credits untuk Weapon. Tapi, Anda juga bisa membeli satu set skin yang dijual seharga 1600 R6 Credit (sekitar US$5). Hasil penjualan skin tak hanya mendukung esports Rainbow Six tapi  juga mendukung organisasi esports terkait, dengan sistem bagi hasil dari pemasukan yang didapatkan atas penjualan skin.

Melihat pengumuman ini, saya jadi bertanya-tanya sendiri mengapa sistem ini tidak diterapkan juga di esports lain? Selain bentuk skin-nya yang memang bagus, model seperti ini juga membuat penggemar esports bisa secara langsung mendukung tim yang digemari.

Sumber: Ubisoft
Sumber: Ubisoft

Apakah mungkin bisnis penjualan skin esports (skin berisi/bertemakan turnamen atau tim yang dibuat secara kerja sama dengan pihak terkait), bisa menjadi solusi model bisnis baru yang sama-sama menguntungkan bagi organisasi/tim peserta dan penyelenggara kompetisi? Untuk mencari tahu jawaban atas pertanyaan tersebut, mari coba kita kupas satu per satu terkait potensi skin esports sebagai model bisnis baru.

 

Mengenal Ragam Bentuk Penjualan Skin Esports

Walaupun Ubisoft baru mengumumkan model R6 SHARE pada September 2020 lalu namun sebenarnya model bagi hasil penjualan skin terbilang menjadi praktik yang cukup umum di ranah esports. Skena esports yang terbilang sebagai mempionirkan penerapan model ini adalah  Counter Strike: Global Offensive (CS:GO). Tahun 2014, Valve memperkenalkan item kosmetik bernama “Stickers” yang bisa ditempelkan pada senjata yang jadi favorit Anda.

Setelah diperkenalkan, Stickers pun menjadi bagian dari esports CS:GO.  Turnamen pihak ketiga yang ditasbihkan sebagai “Major”oleh Valve akan mendapatkan hak untuk membuat Stickers bergambar turnamen tersebut. Hasil penjualan Stickers tak hanya masuk ke pundi-pundi Valve tetapi juga dibagi ke penyelenggara turnamen. Selain penyelengara turnamen, Stickers juga menyertakan tim esports dan tanda tangan pemain seperti BnTeT dengan hasil penjualannya dibagi kepada pihak-pihak terkait.

Sumber: Steam Community Market
Sumber: Steam Community Market

Selain CS:GO, Overwatch juga jadi skena esports lain yang menerapkan hal serupa. Pengenalan Overwatch League (OWL) di tahun 2018 cukup menggemparkan skena esports karena mereka menjadi yang pertama dalam memperkenalkan liga esports franchise ala liga olahraga Amerika Serikat, dengan cara penyajian yang hampir serupa. Organisasi esports ternama seperti Cloud9 ataupun Gen.G Esports tidak menggunakan nama mereka sendiri di dalam Overwatch League.

Overwatch League “memaksa” investor liga franchise memulai usaha branding dari awal, dengan membuat nama tim berdasarkan nama kota. Organisasi esports populer tetap terlibat namun pada OWL nama mereka diubah, seperti Gen.G Esports menjadi Seoul Dynasty, NRG Esports menjadi San Francisco Shock, atau Cloud9 menjadi London Spitfire.

Bukan cuma itu, Overwatch League juga menyajikan skin untuk masing-masing tim peserta OWL, yang tersedia lengkap untuk semua Hero. Skin tersebut juga menjadi semacam jersey digital yang akan digunakan oleh pemain pada setiap pertandingan Overwatch League. Setiap skin dijual seharga sekitar US$5 dan sebagian hasil penjualan skin tersebut diterima oleh tim terkait.

Sumber: Steam Community Market
Skin tim peserta Overwatch League untuk musim 2020, dari kiri ke kanan ada Chengdu Hunters (Genji), Hangzhou Spark (Varya), dan San Francisco Shock (Tracer). Sumber: Blizzard Official

League of Legends, salah satu skena esports terbesar di dunia, juga menerapkan model serupa. Namun memang, model yang diterapkan berbeda dengan Overwatch League ataupun CS:GO. Dalam skena League of Legends, skin untuk tim esports dibuat sebagai penghargaan bagi tim yang berhasil menjadi juara World Championship.

Maka dari itu, skin esports di League of Legends menampilkan tim, tema, dan Champion yang berbeda-beda setiap tahunnya tergantung dari karakter serta Champion andalan tim juara tersebut. Tahun 2019 contohnya, FunPlus Phoenix sebagai juara World Championship 2019 diabadikan dalam bentuk skin yang tersedia untuk Gangplank andalan Gimgoon, Lee Sin andalan Tian, Malphite andalan Doinb, Vayne andalan Lwx, dan Tresh andalan Crisp.

Dalam konteks lokal, MLBB juga mulai menerapkan model serupa. EVOS Legends yang berhasil memenangkan M1 World Championship 2019, mendapatkan skin untuk hero Harith sebagai bentuk apresiasi atas kemenangan tersebut. Selain itu, pada 24 September 2020 lalu, Moonton mencoba melanjutkan langkah tersebut dengan menyajikan Battle Emote 8 tim peserta liga franchise MPL Indonesia. Battle Emote dijual seharga 109 diamonds (kira-kira sekitar 30 ribu rupiah) namun Moonton tidak menjelaskan apakah ada sistem bagi hasil atas penjualan Battle Emote ataupun skin tersebut.

Sudah ada beberapa ekosistem esports menerapkan model bagi hasil lewat skin esports, namun bagaimana potensi bisnis terhadap model tersebut? Akankah hal tersebut menjadi tren masa depan bisnis esports?

 

Peluang Skin Esports Sebagai Model Bisnis Esports di Masa Pandemi

Newzoo sebagai salah satu perusahan riset pasar gaming/esports sempat mengubah prediksi nilai industri esports tahun 2020, dari yang tadinya US$1,1 milllar pada Februari 2020 menjadi  950,3 juta dollar AS pada 7 Oktober 2020 lalu.  Perubahan tersebut bukan yang pertama. Newzoo sempat mengubah angka prediksi menjadi US$1,059 miliar pada April 2020, lalu direvisi menjadi 973,9 juta dollar AS pada Juli 2020.

Perubahan prediksi nilai industri esports tersebut berubah karena pandemi membuat banyak event esports tatap muka jadi batal sehingga tidak ada peluang pemasukan dari penjualan tiket. Dalam pembahasan tersebut Newzoo juga menyebutkan soal peluang pemasukan merchandise yang juga menurun, dari diprediksi sebesar 76,2 juta dollar AS menjadi 52,5 juta dollar AS.

FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire
FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire

Newzoo mengatakan alasan turunnya prediksi pemasukan dari penjualan merchandise merupakan efek domino atas banyaknya event offline yang dibatalkan. Asumsinya adalah, kebanyakan penggemar membeli merchandise tim secara impulsif (jersey, syal, atau apapun) karena terhanyut dalam euforia pertandingan offline.

Asumsi tersebut mungkin tidak sepenuhnya salah karena salah satu buktinya dapat kita lihat di ekosistem lokal lewat laporan Chief Editor Hybrid.co.id, Yabes Elia. Dalam laporan tersebut, Yabes Elia menemukan bahwa EVOS Esports berhasil meraup 150 juta rupiah dari penjualan merchandise pada event offline M1 World Championship 2019, dan MPL ID Season 4.

“Item-nya soldout semua di 2 event tadi (MPL ID S4 dan M1). Kalau enggak kehabisan, mungkin bisa sampai Rp200 juta.” Tutur Yansen Wijaya selaku Merchandise Manager EVOS Esports kepada Yabes Elia dalam laporan tersebut.

Tapi, kejadian tersebut terjadi di tahun 2019. Tahun 2020 pandemi terjadi sehingga banyak turnamen tatap muka jadi dibatalkan. Dalam konteks lokal, MPL ID berubah format menjadi online. Begitu juga dengan Mobile Legends Southeast Asia Cup (MSC) 2020 yang dibatalkan.

Dampak atas hal tersebut, tim seperti EVOS Esports jadi tidak bisa berjualan merchandise secara offline. Ya… penggemar sih bisa saja membeli merchandise tim esports secara online. Tapi, rasanya kurang puas bukan jika mengenakan merchandise tersebut di rumah saja tanpa ditunjukkan di pertandingan esports offline?

Maka dari itu, skin esports seperti Battle Emote atau jersey digital tim esports seperti yang ada di Rainbow Six atau Overwatch League bisa menjadi alternatif potensi untuk jadi sumber pemasukan baru tim esports. Perubahan tersebut juga dirasakan dan dibahas dalam analisis Newzoo pada 25 Februari 2020 lalu. Dalam analisis tersebut, Newzoo melakukan perubahan pada sumber pemasukan ekosistem esports dan menambahkan kelompok “Digital” dan Streaming.

Dalam analisis tersebut, Newzoo menjelaskan bahwa pemasukan Digital adalah termasuk penjualan skin atau in-game items yang berkaitan dengan organisasi esports. “Penggemar dan para pemain atas game tersebut bisa membeli skin untuk menunjukkan kegemarannya terhadap suatu tim seraya menciptakan pemasukan bagi tim terkait.” Tulis Newzoo membahas soal sumber pemasukan ekosistem esports terbaru.

Lewat laporan tersebut, baik versi bulan Feburari ataupun Oktober, Newzoo memprediksi bahwa sumber pemasukan dari sumber Digital adalah sebesar 21,5 juta dollar AS (sekitar Rp317 miliar), meningkat sekitar 60,9% dibanding tahun sebelumnya pada bulan yang sama.

Jumlah tersebut memang bukan yang terbesar, karena berada di peringkat ke-5 dibanding dengan sumber pemasukan lain di ekosistem esports. Sumber pemasukan terbesar masih dipegang oleh Sponsorship, dengan jumlah sebesar 584,1 juta dollar AS.

Apalagi, selain keuntungan secara materi, skin esports (seperti yang ada di Overwatch League) juga memberikan benefit bagi tim esports untuk dapat melakukan branding lebih gencar.

Mengapa demikian? Hal tersebut mengingat sebuah turnamen esports yang lebih banyak menyajikan tayangan in-game daripada menayangkan sang pemain itu sendiri. Dalam konteks olahraga, tim yang masuk liga utama berarti punya kesempatan lebih banyak untuk melakukan branding karena jersey beserta segala sponsor yang tertempel di sana tampil dalam tayangan pertandingan yang berjalan setidaknya 45 menit x 2 babak.

Bagaimana dengan esports? Mari coba kita kira-kira dengan melihat MPL Indonesia. Dalam MPL ID, setiap pertandingan biasanya menyajikan 4 hal, pertama proses drafting dengan menunjukkan kondisi pemain yang sedang berdiskusi, kedua pertandingan yang hanya memperlihatkan kondisi in-game saja, ketiga suasana kemenangan tim, yang ditutup dengan post-match interview yang kembali menampilkan sang pemain.

Durasi proses drafting kurang lebih sekitar 5-10 menit. Selama proses tersebut, pemain yang sedang diskusi diperlihatkan dengan menggunakan jersey, itu pun secara berganti-gantian antara tim yang bertanding. Lalu fase pertandingan biasanya berjalan dengan durasi sekitar 15-25 menit, tergantung seberapa ketat persaingan antar 2 tim. Pasca pertandingan MPL ID biasanya akan menunjukkan suasana kemenangan tim yang bertanding dan post-match interview, dengan total durasi sekitar 10-15 menit.

Berdasarkan urutan tayangan tersebut, berarti MPL ID menyorot pemain yang mengenakan jersey beserta para sponsor yang tertempel selama sekitar 15-25 menit. Sementara 15-25 menit sisanya tim esports jadi minim branding karena sarana branding di dalam game bagi tim esports memang minim, hanya overlay logo serta nama tim di bagian atas tayangan dan tag nama tim yang ada di depan nickname para pemain.

Untungnya sekarang sudah ada Battle Emote yang kebetulan memang rajin digunakan oleh para pemain untuk taunting sehingga branding tim esports peserta liga franchise MPL bisa jadi lebih maksimal. Namun sponsor tim terkait yang hanya mendapatkan logo di jersey terbilang jadi kurang maksimal karena hanya tampil di 15-25 menit ketika fase drafting dan sorotan momen kemenagan. Tetapi untungnya juga MPL menyajikan talkshow bertajuk MPL Quickie yang memberi tim lebih banyak waktu menampilkan jersey beserta logo sponsor yang tertempel.

Namun, itu hanya baru menghitung dari apa yang ditayangkan MPL ID saja. Di luar itu, para organisasi esports sebenarnya sudah melakukan branding masing-masing terhadap sponsor-sponsor yang mereka miliki entah lewat konten video ataupun media sosial. Terlepas dari itu, penambahan skin esports/branding in-game memiliki potensi untuk bisa memaksimalkan, menarik sponsor baru, dan bahkan menciptakan sumber pemasukan baru bagi liga.

Sejauh pembahasan ini, kehadiran skin esports bisa dibilang banyak untungnya bagi tim esports. Tetapi keputusan dan pembuatan skin esports tetap dipegang oleh pihak pertama, yaitu developer/publisher game terkait. Bagaimana potensi skin esports sebagai sumber pemasukan baru bagi sang developer? Bikin untung atau justru bikin buntung?

 

Skin Esports Menguntungkan Tim Esports, Tapi Bikin Buntung Developer?

Satu hal yang pasti adalah menciptakan sebuah konten di dalam game membutuhkan waktu serta tenaga yang tidak sedikit. Laporan Business Insider tahun 2019 lalu mengatakan bahwa game developer kadang dipaksa untuk bekerja lembur secara intens, yang populer disebut sebagai “crunch culture“. Permasalahan Crunch Culture sempat menyeruak pada tahun 2019 lalu, ketika banyak pekerja di industri game di barat bersuara soal budaya kerja di perusahaan game yang toxic.

Crunch Culture mungkin tidak terjadi di semua perusahaan game. Tetapi dari kasus tersebut kita bisa belajar bagaimana pembuatan sebuah kontengame bisa membuat pekerja kreatif sampai batuk darah atau mengalami trauma berat, pada tingkat yang paling ekstrim.

Salah satu pembahasan yang bisa dijadikan gambaran terhadap bagaimana pembuatan konten in-game (termasuk skin esports) berdampak kepada para pekerjanya adalah dari Epic Games mengasuh Fortnite. Kalau Anda sedikit banyak mengikuti perkembangan Fortnite, Anda mungkin tahu bagaimana game Battle Royale besutan Epic Games tersebut terkenal punya banyak sekali ragam konten menarik yang bisa dibeli ataupun dinikmati di dalam game.

Berjualan barang digital dalam bentuk skin memang terbukti menguntungkan bagi Fortnite dan Epic Games. Laporan Venture Beat bulan Juni 2020 mengatakan, bahwa Epic Games secara umum berhasil meraup pemasukan sebesar 4,2 triliun dollar AS. Sementara Fortnite sendiri berhasil mencetak pemasukan sebesar 400 juta dollar pada bulan April 2020.

Namun, biaya atas kemakmuran tersebut adalah “kerja rodi” yang dilakukan oleh para pegawainnya. Laporan Polygon tahun 2019 mengatakan jika beberapa pekerja harus bekerja sampai 70 jam per pekan (jam kerja normal adalah sekitar 40 jam per pekan), dan bahkan ada beberapa pekerja lain yang harus bekerja sampai dengan 100 jam per pekan.

Salah satu alasan atas hal tersebut adalah karena Fortnite berusaha menyajikan konten in-game (skin atau update apapun) secepat mungkin, sesering mungkin. Mengusung model bisnis Games as a Service membuat Epic Games punya keinginan membuat Fortnite terus relevan bagi para pemainnya.

Agar tetap relevan, game harus terus menyertakan sesuatu yang baru, entah itu konten skin, pembaruan di dalam game, ataupun konser virtual. Konten skin dan pembaruan dalam game tersebut tentunya dibuat oleh pekerja manusia, yang berdasarkan laporan Polygon, dieksploitasi oleh perusahaan.

Selain itu, hal lain yang perlu diingat adalah esports dan olahraga tradisional memang punya satu perbedaan jelas, yaitu kehadiran pihak pertama sebagai pemilik dari permainan yang dipertandingkan. Dalam olahraga tradisional seperti sepak bola, misalnya, tidak ada orang atau perusahaan yang memiliki permainan sepak bola. Permainan sepak bola akan terus ada selamanya, selama masih ada yang main dan ingat peraturan olahraga permainan tersebut.

Tetapi dalam esports, suatu permainan bisa saja mati bila yang maha kuasa (developer) telah berkehendak, walaupun masih banyak orang yang ingin main game tersebut. Contoh nyatanya pun ada, yaitu Vainglory, yang dimatikan secara halus lewat perubahan sistem menjadi Community Edition walau sebenarnya masih cukup banyak orang ingin memainkan game tersebut.

Bahkan jika bicara dalam konteks esports, pengembang game sebenarnya juga bisa saja fokus berjualan game tanpa menghadirkan esports kalau mereka mau, seperti kasus Nintendo dengan komunitas esports Super Smash Bros. Jangankan Nintendo, Valve pemilik Dota 2 yang jelas-jelas berhasil mengumpulkan 40 juta dollar AS dari komunitas berkat iming-iming esports bahkan pernah mempertanyakan soal apa pentingnya esports dan kehadiran tim yang bertanding. Hal tersebut terungkap lewat tulisan shoutcaster Dota 2 asal Amerika Serikat, Kyle Freedman yang menceritakan pertemuan antara Valve dengan tim-tim peserta The International 9. Dalam pertemuan tersebut, Valve bertanya, “kami tidak mengerti, apa yang dilakukan oleh tim (esports) terhadap Dota 2. Kenapa kami membutuhkan kalian?”

Jadi jika ditanya bagaimana potensi skin esports sebagai model bisnis baru? Mungkin ada, apa yang dilakukan Ubisoft lewat program R6 SHARE mungkin bisa dibilang sebagai bentuk usaha Ubisoft menguji potensi tersebut. Tapi penentuan apakah suatu konten harus ada atau tidak di dalam game, tetap ada di tangan developer yang tentunya harus memikirkan apakah biaya, waktu, serta tenaga yang digunakan untuk membuat sebuah skin bisa setimpal hasilnya.

MYBORNEO Invitational Siap Digelar dan Turnamen Baru CS:GO Tingkat Global Buka Kualifikasi

Sarawak Esports Association (SESA) bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga Malaysia (KBS) untuk menyelenggarakan turnamen MYBORNEO EFORCE Invitational 2020. Diadakan selama satu bulan, turnamen tersebut akan mengadu empat game sekaligus, yaitu PUBG Mobile, MotoGP 20 PC, Dota 2, dan Mobile Legends: Bang Bang.

Berikut jadwal dari turnamen MYBORNEO beserta total hadiah dari masing-masing divisi game:

  • Kompetisi PUBG Mobile akan diadakan pada 16-18 Oktober 2020, dengan total hadiah RM2.700 (sekitar Rp9,8 juta)
  • Kompetisi MotoGP 20 PC akan diadakan pada 23-25 Oktober 2020, dengan total hadiah sebesar RM1.000 (sekitar Rp3,5 juta)
  • Kompetisi Dota 2 akan diadakan pada 30 Oktober-1 November 2020, dengan total hadiah sebesar RM3.150 (sekitar Rp11,2 juta)
  • Kompetisi MLBB akan diadakan pada 6-8 November 2020, dengan total hadiah sebesar RM3.150 (sekitar Rp11,2 juta)

Saat ini, sejumlah tim esports asal Kalimantan telah diundang untuk bertanding di masing-masing kategori game, menurut laporan IGN.

Turnamen CS:GO Flashpoint 2 Kembali Diselenggarakan

Sementara itu, di scene esports internasional, turnamen Counter-Strike Flashpoint akan kembali diadakan. Flashpoint 2 akan menawarkan total hadiah sebesar US$1 juta (sekitar Rp14,7 miliar). Babak kualifikasi dari Flashpoint 2 akan diadakan pda 9-22 November 2020. Sementara babak playoff akan diselenggarakan pada 30 November-5 Desember 2020 dan babak final pada 6 November 2020. Tim yang memenangkan turnamen ini akan mendapatkan hadiah sebesar US$500 ribu (sekitar Rp7,4 miliar) dan trofi AK-47.

Pemenang Flashpoint Season 2 akan mendapatkan trofi berbentuk AK-47. | Sumber: HLTV
Pemenang Flashpoint Season 2 akan mendapatkan trofi berbentuk AK-47. | Sumber: HLTV

Karena pandemi COVID-19, Flashpoint 2 akan diadakan secara online. Untuk itu, semua tim yang berlaga di turnamen ini akan dikarantina di Eropa. Commissioner dan President of Brand Flashpoint, Christopher “MonteCristo” Mykles serta Creative Director dan Broadcast Talent, Duncan “Thorin” Shields juga akan ikut dikarantina di sana.

“Kami senang karena kami bisa pergi ke London untuk menyelenggarakan Flashpoint. Sejak awal, kami memang ingin mengadakan turnamen ini di Eropa,” kata Mykles pada The Esports Observer. “Kami telah berusaha keras untuk menyiapkan konten yang unik. Kami juga mencari cara untuk menyelesaikan masalah yang muncul akibat pandemi COVID-19.” Dia mengaku bangga karena masih bisa menyelenggarakan dua turnamen Flashpoint dalam satu tahun, meski keadaan industri esports tengah tidak menentu akibat pandemi.