Terapkan Konsep D2C, Dropezy Kembangkan Layanan “Mobil Toko”

Startup online grocery Dropezy mengembangkan layanan “Mobil Toko (MoTo)” berkonsep direct-to-consumer (D2C). Layanan tersebut diperuntukkan untuk menjangkau segmen konsumen yang sudah terbiasa belanja offline di pasar, yang belum tersentuh teknologi agar lebih familiar dengan layanan online grocery.

MoTo adalah bentuk lokalisasi dari pedagang sayur yang berdagang dengan gerobaknya setiap hari berkeliling di sekitar area perumahan warga. Dengan berbagai peningkatan kemampuan, Dropezy dilengkapi dengan kendaraan mini truk, yang disertai fitur pembayaran digital dari pemain e-money, perbankan, juga pembayaran tunai.

Kepada DailySocial, Co-Founder & COO Dropezy Nitesh Chellaram menyampaikan inisasi MoTo dilatarbelakangi oleh kondisi pembatasan sosial di tengah pandemi yang membuat masyarakat tidak memiliki akses ke supermarket atau pasar basah. Segmen ini umumnya didominasi oleh pelanggan yang belum terlalu paham teknologi dan mungkin belum pernah belanja online.

“Saat itulah kami benar-benar memutuskan untuk mendekatkan nuansa pasar dengan mereka melalui MoTo. Pelanggan dapat membeli sayuran dengan jumlah kecil, tanpa khawatir tentang kelebihan stok, boros, atau khawatir dengan biaya pengirimannya lagi,” terang Nitesh.

Konsep yang terlokalisasi ini juga sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia saat berbelanja di pedagang sayur langganannya, yakni langsung memegang dan memilih barang dengan jumlah yang diinginkan. Pelanggan pun tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harga yang standar tanpa harus ke pasar.

Dia optimis, solusi MoTo yang terlokalisasi ini dapat menjadi pintu gerbang bagi Dropezy memperkenalkan layanan online grocery secara lebih luas. “Bagi pelanggan yang menginginkan akses ke lebih dari 1.000 SKU yang kami sediakan secara online, staf kami yang ramah juga akan membantu pelanggan untuk mengunduh aplikasi di ponsel mereka dan melatih mereka untuk memesan secara online.”

Menurutnya, tidak ada perbedaan signifikan pengalaman berbelanja di pedagang sayur dengan MoTo. Pelanggan cukup mendatangi lokasi MoTo terdekat untuk berbelanja, tidak perlu mengunduh aplikasi apa pun. Hanya saja, kini disematkan opsi pembayaran digital dengan saldo e-money, transfer bank, juga uang tunai. “Sesederhana berbelanja di minimarket terdekat atau pasar tradisional.”

Berdayakan pedagang sayur lokal

Nitesh mengakui digitalisasi UMKM adalah suatu keniscayaan pada era saat ini. Oleh karenanya, ia tidak ingin menciptakan kompetisi antara pedagang sayur yang ada saat ini, melainkan menggandeng mereka sebagai mitra di MoTo. Selama ini, mereka sebagai vendor memiliki rangkaian produk yang berbeda dan harga yang bervariasi. Dari sisi pelanggan, tidak ada jaminan kualitas dan kapan mereka lewat depan rumah.

“Anda akan beruntung jika melihat mereka berjualan di lingkungan Anda, jika tidak, Anda harus menunggu sampai hari berikutnya. Beberapa vendor bahkan akan membawa produk yang tidak lagi segar karena mereka tidak memiliki cukup uang untuk beli stok baru. Kami bukan ingin bersaing dengan mereka, kami justru memberi kesempatan untuk bergabung dengan kami.”

Saat ini ada mitra yang sebelumnya pedagang sayur telah bergabung di MoTo. Adapun, sementara ini MoTo baru tersedia satu unit di Jakarta Timur. “Bekerja dengan kami, memberi mereka pendapatan tetap bulanan dan tidak perlu khawatir menggunakan uang mereka sendiri untuk mengisi ulang stok. Mereka hanya cukup fokus pada apa yang selama ini mereka lakukan, yaitu menjual.”

Rencana berikutnya

Nitesh menuturkan pihaknya akan memperluas jangkauan unit MoTo ke lebih banyak lokasi, seperti area apartemen dan perumahan agar pelanggan dapat memperoleh akses belanja sehari-hari lebih cepat. Kendati begitu, bisnis online grocery Dropezy masih tetap akan menjadi penopang bisnis utama perusahaan.

“Seluruh ide ini adalah secara perlahan pengguna offline [dari MoTo] menjadi pengguna online sehingga mereka bisa mendapatkan akses ke berbagai macam barang dan memanfaatkan promosi harian kami yang sedang berlangsung. Kami membantu pengguna offline dengan unduhan aplikasi, sehingga mereka dapat mengumpulkan poin setiap kali mereka membeli item dan menebusnya untuk pembelian di masa mendatang.”

Terkait perkembangan bisnisnya, meski tidak dijelaskan secara rinci, Nitesh mengaku pertumbuhan Dropezy secara konstan secara bulanannya. Tren tersebut masih dipengaruhi oleh pembatasan sosial selama pandemi yang mengubah perilaku pelanggan saat berbelanja online dan berdampak pada lonjakan transaksi.

Ia melihat, pelanggan yang awalnya tidak pernah membeli buah dan sayuran secara online, sekarang memesan seluruh kebutuhan sehari-hari mereka dengan nyaman dari rumah mereka dalam hitungan detik. “Pelanggan menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang yang mereka cintai dan mengandalkan cara lain untuk membuat hidup mereka lebih mudah dan tidak rumit. Dropezy hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak lainnya,” pungkasnya.

Kesempatan layanan online grocery memang masih begitu besar peluangnya di Indonesia. Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista

Startup D2C dr soap Perkuat Strategi Omnichannel, Bukukan Pendanaan dari SALT Ventures

Didirikan oleh kakak-adik Eunike Selomith dan Joycellynne Stefanie, dr soap hadir menawarkan produk personal care dan household needs yang higienis. Masih rendahnya kesadaran masyarakat di Indonesia tentang pentingnya kebersihan, menjadi salah satu alasan diluncurkannya startup tersebut.

Kedua pendiri memiliki ide untuk mengemas dr soap dalam paket yang cantik dan menarik, agar menarik untuk dibagikan di media sosial. Untuk bisa mendukung konsep tersebut, mereka juga membuat produk kimia berkualitas yang ampuh membersihkan kotoran dan bakteri. Produk yang ditawarkan oleh dr soap saat ini di antaranya adalah home care, personal care, refill (isi ulang), dan aksesoris.

We aim to make simple and effective products with the safest and cleanest ingredients, dan ini adalah karya anak bangsa Indonesia, dengan harga yang terjangkau berkualitas internasional,” kata Eunike.

Sukses menjalankan bisnis sejak tahun 2015 lalu, dr soap, telah mengantongi dana segar dari SALT Ventures. Kepada DailySocial, Managing Partner SALT Ventures Danny Sutradewa mengungkapkan, alasan mereka berinvestasi ke dr soap karena besarnya pertumbuhan industri home care dalam waktu dua tahun terakhir. Pemicunya adalah pandemi yang memaksa banyak orang untuk tinggal di rumah dan semakin peduli akan kebersihan yang higienis.

Salt Ventures sendiri saat ini makin banyak berinvestasi kepada startup yang memiliki konsep D2C. Di antaranya adalah Sneakershoot, Hangry, Syca dan  Amazara.

Dana segar tersebut selanjutnya akan dimanfaatkan oleh dr soap untuk melakukan ekspansi dengan pendekatan omnichannel, terutama memperkuat positioning mereka secara offline. Rencana lainnya adalah melakukan konvergensi model bisnis D2C dan non-D2C dalam kondisi new normal, meluncurkan produk baru, memperluas produk yang sudah ada, merekrut talenta baru dan melakukan brand building.

“Dengan mengedepankan moto perusahaan yaitu sebagai life saver, mimpi dr soap lainnya adalah menjadi top of mind untuk basic daily hygiene needs masyarakat Indonesia,” kata Joycellynne.

Direct to Consumer

Memanfaatkan konsep direct to consumer (D2C), dr soap mengklaim juga tengah melakukan eksperimen model distribusi. Hal ini dilakukan setelah menyadari kompleksnya persoalan logistik saat ini. Perusahaan memutuskan untuk melancarkan proses tersebut dan memperkuat kehadiran mereka dengan menjalin kolaborasi dengan pengecer dan brand lainnya .

Secara keseluruhan, saat ini dr soap telah tersedia di seluruh Indonesia. Selain menyediakan akses langsung di situs web, mereka juga memanfaatkan kanal layanan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada.

“dr soap menawarkan lebih dari sekadar bisnis, tapi pengalaman pelanggan yang konsisten. dr soap mengemas produk dengan bahan-bahan premium, desain yang bagus dan berkomitmen untuk sustainable, selaras dengan nilai perusahaan yaitu creativity, safety, sustainability,” kata Eunike.

dr soap juga ingin mengajak lebih banyak orang membuat keputusan terbaik. Salah satu caranya adalah melalui gerakan sosial bernama dr soap Heals Earth, dan membuat beberapa kampanye CSR juga loyalty program seperti “Return & Earn” (Program Pengembalian Botol) dan “1 botol = 1 liter air bersih” (pendanaan untuk amal).

Tercatat perusahaan telah mendekati 95% sama sekali tidak menggunakan plastik dan kertas dalam pengemasan online shipment. Bahkan dengan mengembalikan botol bekas pakai dr soap, pelanggan juga diberikan reward menarik.

“Jadi bisa dikatakan yang sangat membedakan kami yaitu produk yang sangat bagus kualitasnya dan kemasannya, terjangkau dan mudah didapat dimana-mana, bahkan memberi rasa aman dan bangga kepada pengguna,” kata Joycellynne.

Model bisnis yang sustainable

Konsep seperti ini sebelumnya telah ditawarkan oleh The Honest Compay. Perusahaan asal Amerika Serikat yang berawal sebagai startup namun saat ini menjadi perusahaan sukses dan telah IPO. Didirikan pada tahun 2012, The Honest Company telah mengumpulkan lebih dari $530 juta melalui tujuh putaran pendanaan.

Perjalanan pendanaan The Honest Company / Source : Owler
Perjalanan pendanaan The Honest Company / Source : Owler

Diposisikan sebagai penyedia produk bayi dan perlengkapan rumah yang ramah lingkungan dan alami, The Honest Company lahir dari pencarian pendiri mereka yaitu aktris Jessica Alba. The Honest Company mengalami pertumbuhan yang luar biasa di tahun pertama mereka, mencapai pendapatan $12 juta pada tahun 2012. Kemudian tumbuh menjadi $150 juta pada tahun 2014, dan akhirnya lebih dari $1 miliar pada tahun 2015.

Meskipun memiliki produk yang berbeda, namun dari sisi model bisnis dan pendekatan terhadap proses hingga kegiatan pemasaran yang mengandalkan media sosial, menjadikan dr soap dan The Honest Company memiliki kesamaan.

“Kami yakin hal yang sudah berhasil dilakukan di Amerika Serikat atau dimanapun juga bisa berhasil di Indonesia. Namun kami akan melakukannya dengan pendekatan yang lebih localize dan relevan sesusai kondisi dan customer behavior di Indonesia,” kata Eunike.

dr soap kemudian berupaya untuk menganalisis permasalahan, dan selalu menciptakan atau menghadirkan inovasi yang bisa menjadi jawaban, diharapkan dr soap bisa menjadi solusi. Tidak hanya itu mereka juga terus berupaya untuk menjadi yang pertama dalam membuat produk-produk terobosan yang belum pernah ada di Indonesia, khususnya dalam personal care & home care industry.

“Pada intinya, kami ingin membangun legacy brand yang memberikan nilai yang menjadi perhatian dari pelanggan dan bisa tetap relevan untuk generasi yang akan datang,” kata Joycellynne.

Hypefast Dikabarkan Mendapat Pendanaan Seri A Senilai 203,5 Miliar Rupiah (UPDATED)

*Pembaruan per 23 July 2021: Pihak Hypefast mengoreksi bahwa perusahaannya mengakuisisi startup “Digital & E-commerce Native Brands” alih-alih “Direct to Consumer”. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal distribusi brand produk, yakni melalui e-commerce dan kanal sendiri.

Hypefast dikabarkan telah membukukan pendanaan seri A senilai $14 juta atau setara 203,5 miliar Rupiah. Dari data yang kami peroleh, putaran ini dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures dengan partisipasi Jungle Ventures, Strive, dan Amand Ventures.

Ketika dihubungi, Founder & CEO Hypefast Achmad Alkatiri memilih tidak memberikan komentar terkait pendanaan ini.

Ia menyampaikan, saat ini perusahaannya sedang fokus untuk menumbuhkan merek yang ada dalam portofolionya. Sampai saat ini, sudah ada lebih dari 20 brand yang ada dalam jaringannya, mengelola lebih dari 150 tim di seluruh Asia Tenggara. Dengan model bisnis yang dijalankan, Hypefast juga mengaku sudah profitable sejak tahun pertamanya.

Seperti diketahui, Hypefast berinvestasi dan mengakuisisi startup “Digital & E-commerce Native Brands” yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi brand global. Selain dukungan kapital, di dalamnya pemilik merek juga mendapatkan banyak dukungan mulai dari pemasaran, produksi dan operasi, hingga pemanfaatan data untuk membantu analisis bisnis.

Brand yang diakuisisi seperti pengembang produk busana, makanan, perawatan tubuh, dan lain sebagainya — yang diproduksi, dipasarkan, dan dijual secara langsung ke konsumen melalui berbagai kanal, khususnya online marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dll. Dua contoh startupnya adalah Boonles dan NOORE Sport Hijab.

D2C mendapat momentum

Startup D2C atau new economy memang tengah menjadi perhatian di tengah perkembangan digital saat ini.  Di Indonesia juga mulai ada beberapa investor yang mulai menjamah secara serius startup D2C, di antaranya East Ventures, Alpha JWC Ventures, ANGIN, BRI Ventures, dan Salt Ventures.

Di kancah global, khususnya Amerika Serikat, putaran investasi ke startup D2C sudah cukup kencang sejak beberapa tahun terakhir. Kendati demikian, menurut data CBInsights, secara global performanya menurun di tahun 2020, salah satunya diakibatkan oleh pandemi.

Di Indonesia D2C justru seperti tengah mendapatkan momentum di tengah kehadiran [yang cukup marak] generasi entrepreneur baru. Faktor penting yang menjadi penyokong adalah tingginya minat konsumen dalam berbelanja di platform online marketplace – setiap tahun trennya mengalami pertumbuhan pesat membukukan GMV yang signifikan. Data terbaru dari Google, Temasek, dan Bain&Company per tahun 2020 GMV e-commerce Indonesia mencapai $32 miliar, terbesar di regional.

Kreativitas pemasaran melalui kanal digital, seperti media sosial, membuat para pengembang brand mendapat perhatian dan meraup untung dari pasar lokal. Strateginya bermacam-macam, ada yang berkolaborasi untuk menghadirkan produk limited bersama influencer ternama, membuat strategi pemasaran viral, dan lain-lain.

Di samping itu menurut survei yang dilakukan Facebook, ada kecenderungan konsumen di Indonesia untuk membeli produk dari banyak brand. Ini menjadikan kompetisi pasar menjadi lebih dinamis, dibanding dengan basis konsumen yang loyal terhadap produk tertentu saja.

Raksasa digital di Indonesia juga memiliki perhatian khusus ke startup D2C. Misalnya yang dilakukan decacorn Gojek, mereka memanfaatkan program akselerator Xcelerate untuk menjaring startup D2C lokal untuk dibina dan dibantu melalui kekuatan di ekosistem layanannya.

AnyMind D2C Diluncurkan, Fasilitasi Influencer Mendirikan Brand Produknya Sendiri

Setelah sebelumnya diklaim mengalami kesuksesan di Jepang dan Thailand, AnyMind Group meluncurkan AnyMind D2C (direct-to-consumer) for Influencer di Indonesia. Layanan dihadirkan untuk mendongkrak bisnis mandiri yang dimiliki oleh influencer, menyediakan teknologi dan solusi bagi influencer, pemasar, publisher, dan pemilik bisnis.

Untuk permulaan di pasar Indonesia, AnyMind mengumumkan peluncuran SNH, yang merupakan brand pakaian gaya hidup bekerja sama dengan aktris Nathalie Holscher. Ini adalah brand D2C influencer pertama yang dibuat.

“Peluncuran SNH oleh Nathalie Holscher hanyalah permulaan, dan kami akan terus membantu pemasar, influencer, dan publisher menjadi lebih tanpa batas,” kata Country Manager AnyMind Group Indonesia Lidyawati Aurelia.

AnyMind akan menanggung semua biaya awal untuk brand mereka, termasuk perencanaan dan konseptualisasi, evaluasi potensi, pembuatan barang, serta pengoperasian e-commerce dan logistik. Singkatnya, influencer tidak perlu mengeluarkan biaya dari awal, dan monetisasi dilakukan melalui pembagian pendapatan berdasarkan penjualan barang.

Inovasi semacam ini memang perlu digulirkan, terlebih di Indonesia persaingan platform yang mengakomodasi para influencer sudah cukup banyak. Selain AnyMind, ada beberapa pemain yang menjembatani kebutuhan pemasar dengan influencer, di antaranya Allstars yang baru jalin kerja sama dengan Gojek, ada juga SocialBuzz, Hiip, Partipost, Verikool, dan lain sebagainya.

Target perusahaan

Sejak diluncurkannya AnyMind D2C for Influencer, diklaim sudah banyak respons positif dari para influencer yang ingin mengembangkan bisnis mereka secara mandiri. AnyMind telah meluncurkan beberapa brand dengan influencer di Thailand dan Jepang. Perusahaan juga mengatakan telah memiliki lebih dari 40 brand di pipeline untuk waktu 6 bulan ke depan.

“Pada paruh kedua tahun 2019, kami mulai merencanakan dan mengeksplorasi konsep ini, dan secara resmi meluncurkan model bisnis baru dan produk pertama AnyFactory pada Maret 2020,” kata Co-founder & CEO AnyMind Group Kosuke Sogo.

Lini platform yang kini dikelola AnyMind Group / AnyMind
Lini platform yang kini dikelola AnyMind Group / AnyMind

Untuk memudahkan semua proses, AnyMind telah bekerja sama dengan beberapa brand (bisnis) untuk meningkatkan kapabilitas D2C mereka. Termasuk di dalamnya manufaktur produk melalui AnyFactory, penyediaan infrastruktur e-commerce melalui AnyShop dengan menggunakan alat dari AnyMind Group seperti AnyManager (analisis situs) dan AnyCreator (analisis dan manajemen media sosial).

Perusahaan juga menyediakan versi alpha dari platform logistik, AnyLogi untuk mengelola rantai pasokan dengan mudah, mulai dari pergudangan produk, manajemen inventaris, dan sinkronisasi dengan AnyShop untuk stok produk, hingga penyediaan layanan dukungan pelanggan.

“Pada akhirnya, misi kami adalah menjadikan setiap bisnis tanpa batas, dan kami ingin menyediakan infrastruktur untuk bisnis generasi berikutnya di seluruh Asia. Infrastruktur ini mencakup perangkat lunak untuk intelijen bisnis, manufaktur, e-commerce, pemasaran, dan logistik, yang memungkinkan calon pemilik bisnis di mana pun di dunia untuk membuat, menjual, memasarkan, dan memenuhi produk mereka sendiri kepada pelanggan,” tutup Sogo.

Grup Ritel D2C Hypefast Kembali Berikan Pendanaan ke Pengembang Brand Lokal, Giliran NOORE Sport Hijab

Grup ritel direct-to-consumer (D2C) Hypefast kembali mengumumkan pendanaannya untuk pengembang brand lokal. Dengan nominal yang tidak disebutkan, perusahaan berinvestasi ke NOORE Sport Hijab. Startup fesyen olahraga mulsimah tersebut didirikan sejak tahun 2017 di Bandung oleh Adidharma Sudradjat.

Mengadopsi model bisnis D2C, NOORE fokus mengakomodasi penjualan melalui kanal online langsung ke konsumen. Saat ini mereka juga telah memiliki kehadiran di Malaysia, yang menjadi pasar prioritas selanjutnya setelah Indonesia.

“Sejak awal, kami telah mengagumi ambisi Hypefast untuk mendorong brand Indonesia menjadi brand regional bahkan global, dengan segala support system yang dimiliki untuk mempercepat pertumbuhan bisnis. Selain itu, kesamaan visi antara NOORE dan Hypefast menjadi pendorong yang kuat untuk kerja sama ini,” ujar Adidharma.

Selanjutnya Adidharma akan bergabung ke tim Hypefast dan terus aktif untuk mengembangkan NOORE.

Sementara itu, Founder & CEO Hypefast Achmad Alkatiri menambahkan, “NOORE adalah brand yang inovatif dan disruptif di kategori activewear, karena dirancang khusus dalam memberikan kenyamanan maksimal untuk muslimah berhijab ketika berolahraga, dengan tetap menjunjung nilai kesopanan melalui desain yang stylish dan cutting yang longgar.”

NOORE menawarkan koleksi sportwear hijab yang cukup lengkap, mulai dari hijab, atasan, celana, outerwear, hingga berbagai pilihan baju renang dan aksesoris dalam harga yang relatif terjangkau.

Akhir Desember 2020 lalu, Hypefast juga baru mengumumkan pendanaannya untuk Bonnels (brand produk kesehatan dan kecantikan) besutan Denny Santoso. Sehingga secara keseluruhan perusahaan telah berinvestasi pada 14 pengembang brand lokal dari berbagai kategori.

Bisnis Hypefast adalah mengembangkan tim, ekosistem, dan dana untuk membantu brand berkembang dan berekspansi dengan cepat. Selain modal usaha, layanan yang diberikan termasuk membantu dari sisi pemasaran, produksi, operasi, hingga pengelolaan data melalui teknologi.

Pertumbuhan sektor D2C

D2C atau new economy, mulai mewarnai industri startup di Indonesia beberapa waktu terakhir. Beberapa brand produk bermunculan, mulai dari makanan, kopi, kesehatan, kecantikan dan lain-lain. Beberapa pemodal ventura pun juga mulai melirik sektor tersebut.

Pemain besar seperti Gojek juga mulai melirik sektor tersebut. Pendekatannya sedikit berbeda, mereka memilih memanfaatkan program akselerator Xcelerate untuk menjaring startup D2C lokal untuk dibina dan dibantu melalui kekuatan di ekosistem Gojek.

Selain Hypefest, di Indonesia ada beberapa kalangan investor yang juga sudah mulai menjamah startup D2C, beberapa di antaranya East Ventures, Alpha JWC Ventures, ANGIN, BRI Ventures, dan Salt Ventures.

Affle and D2C Creates ad2c, Aims Mobile Ads Market in India and Indonesia

A media firm based in Singapore, Affle, and a Japanese marketing agency, D2 Communications (D2C), announced a partnership by creating ad2c. ad2c is a mobile advertising and marketing agency that will operate in India (and later Indonesia). As cited from several sources, ad2c targets a market worth $30 million – which expected to grow to $200 million in five years. For starters, ad2c acquired India-based MobiMasta.

ad2c is led by Madan Sanglikar and has 10 personnel. Currently, ad2c has offices in Delhi and Mumbai, and by the end of this year plans to open other offices in Bangalore and Indonesia. D2C is a joint venture owned by two well-known Japanese companies, DoCoMo and Dentsu advertising agency and is a major mobile ad-agency in the world with 80% of its market is in Japan.

Continue reading Affle and D2C Creates ad2c, Aims Mobile Ads Market in India and Indonesia

Affle dan D2C Bentuk ad2c, Bidik Pasar Iklan Mobile di India dan Indonesia

Firma media yang berbasis di Singapura, Affle, dan agensi pemasaran Jepang, D2 Communications (D2C), mengumumkan kerjasama dengan membentuk ad2c. ad2c adalah agensi pemasaran dan iklan mobile yang akan beroperasi di India (dan berikutnya Indonesia). Seperti dikutip dari beberapa sumber, ad2c membidik pasar senilai $30 juta — yang diprediksi akan berkembang menjadi $200 juta dalam lima tahun mendatang. Sebagai permulaan, ad2c mengakuisisi MobiMasta yang berbasis di India.

ad2c dipimpin oleh Madan Sanglikar dan terdiri dari 10 personel. Saat ini ad2c memiliki kantor di Delhi dan Mumbai, serta tahun ini  berencana untuk membuka kantor di Bangalore dan Indonesia di akhir tahun ini. D2C merupakan joint venture yang dimiliki oleh dua perusahaan ternama Jepang, DoCoMo dan agensi periklanan Dentsu, dan merupakan agensi mobile ad-network terbesar di dunia dengan 80% pasarnya berada di Jepang.

Pasar iklan mobile di Indonesia memang bisa dibilang masih kecil. Tapi seperti di India, dalam beberapa tahun mendatang pasar segmen ini akan booming dan menjadi incaran berbagai agensi besar. Apalagi dengan penetrasi pengaksesan Internet melalui perangkat mobile yang pertumbuhannya lebih pesat ketimbang desktop. Saat ini pasar di Indonesia dikuasai oleh AdMob, InMobi, dan Buzzcity.

[sumber gambar]