Epic Games Store Tawarkan Assassin’s Creed Syndicate Secara Cuma-Cuma Selama Seminggu

Menyediakan game gratisan yang berbeda setiap minggunya merupakan cara jitu yang diterapkan Epic Games Store guna menarik minat konsumen. Seperti yang kita tahu, usia EGS masih sangat muda, dan taktik-taktik semacam ini tergolong esensial dalam meruntuhkan loyalitas konsumen Steam.

Tren game gratisan setiap minggu ini sudah EGS jalankan sejak mereka resmi beroperasi di akhir 2018, dan masih terus berlanjut sampai sekarang. Minggu depan, game yang digratiskan malah cukup istimewa, yakni Assassin’s Creed Syndicate, plus sebuah card game ala Hearthstone berjudul Faeria.

Syndicate memang bukan yang terbaik di sepanjang seri Assassin’s Creed, namun tetap saja ia merupakan salah satu judul blockbuster yang dirilis di tahun 2015. Bagi yang belum pernah memainkannya, Syndicate mengisahkan seorang assassin muda bernama Jacob Frye, dengan setting kota London di era Revolusi Industri.

Assassin's Creed Syndicate

Syndicate juga merupakan game Assassin’s Creed terakhir yang masih menerapkan ‘formula lama’. Setelah Syndicate, Ubisoft merilis Assassin’s Creed Origins dengan gameplay yang berubah cukup drastis dan elemen RPG yang lebih kental. Formula baru ini pada akhirnya terus disempurnakan sampai game yang terbaru, Assassin’s Creed Odyssey.

Assassin’s Creed Syndicate dan Faeria bisa kita dapatkan secara cuma-cuma di EGS pada tanggal 21 – 28 Februari 2020. Tidak ada syarat tertentu yang harus dipenuhi. Cukup buka situs EGS, login atau daftarkan akun, lalu klik “Get” pada laman masing-masing game. Setelahnya, game-nya bisa kita unduh dan mainkan kapan saja kita mau.

Sumber: PC Gamer.

Bos Epic Games Ingin Developer Berhenti Gunakan Sistem Loot Box

Di industri game, loot box adalah salah satu topik kontroversial yang sering dibahas. Tahun lalu, pemerintah Amerika Serikat bahkan berencana membuat regulasi tentang loot box. Loot box menjadi pembicaraan hangat karena belakangan, semakin banyak game yang menggunakan sistem tersebut. Game-game populer sekalipun menggunakan sistem loot box, seperti Overwatch, Apex Legends, dan FIFA. Memang, penggunaan sistem loot box terbukti menguntungkan. Belum lama ini, Nintendo mendapatkan US$1 miliar dari game mobile. Game yang memberikan kontribusi paling besar adalah Fire Emblem, yang merupakan game gacha. Namun, CEO Epic Games, Tim Sweeney merasa, developer harus berhenti menggunakan sistem loot box atau gacha demi mendapatkan untung.

“Kita harus bertanya pada diri kita sendiri, sebagai industri, kita mau menjadi industri seperti apa? Apa kita ingin seperti Las Vegas, yang penuh dengan perjudian… atau kita mau dikenal sebagai kreator dari produk yang bisa dipercaya oleh konsumen?” kata Sweeney, menurut laporan Dexerto. Dia merasa, saat ini, industri game sedang berada di persimpangan jalan dan mereka harus memilih jalan yang benar. “Kita harus berhati-hati dalam menciptakan game yang pengalaman bermain para pemain dipengaruhi oleh jumlah uang yang dihabiskan. Sistem loot box memiliki mekanisme yang sama dengan judi. Hanya saja, Anda tidak bisa mendapatkan uang Anda kembali di loot box.”

X-ray Llama dalam Fortnite. | Sumber: Dexerto
X-ray Llama dalam Fortnite. | Sumber: Dexerto

Sweeney memang tidak hanya besar omong. Fortnite sempat mengimplementasikan sistem loot box, yang berbentuk Llama, dalam mode Save the World. Ketika penggunaan sistem loot box ini dianggap “predatory”, Epic memutuskan untuk mengubahnya. Mereka membuat agar pemain bisa tahu item yang mungkin mereka dapatkan ketika mereka membeli sebuah Llama. Selain itu, setelah Epic mengakuisisi Psyonix — developer Rocket League — pada 2019, Sweeney juga mengubah sistem loot box yang ada dalam game Rocket League.

Keputusan Epic memengaruhi beberapa developer lain untuk melakukan hal yang sama. Salah satunya adalah Bungie yang memutuskan untuk menghilangkan sistem konten random berbayar pada Destiny 2. Mengingat Fortnite masih menghasilkan uang untuk Epic — pada tahun 2019, Epic mendapatkan US$1,8 miliar dari Fortnite — keputusan Sweeney mungkin akan mendorong developer lain untuk berhenti menerapkan sistem loot box.

Sweeney mengatakan, untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang, sebuah developer harus bisa membuat hype tentang game-nya. Dia memberikan contoh kerja sama Fortnite dengan Star Wars dan Marvel. Dia menambahkan, sekarang, game tak hanya dimainkan untuk menghilangkan stres, tapi telah menjadi “tempat” bagi para pemain untuk berkumpul. Karena itu, industri game memiliki tanggung jawab atas jutaan orang yang bermain game mereka setiap hari.

Sumber header: Polygon

Rangkul 108 Juta Pengguna, Epic Games Akan Terus Bagikan Game Gratis Tiap Minggu di 2020

Salah satu daya tarik utama layanan premium seperti PlayStation Now dan Xbox Live Gold adalah game gratis. Namun bagi gamer PC, permainan premium cuma-cuma bisa ditemukan di mana saja selama kita jeli: Steam, GOG, Humble Store, hingga IndieGala. Dan sejak meluncur di penghujung tahun 2018, platform Epic Games Store secara konsisten terus membagikan game gratis hingga hari ini.

Dan baru saja, tim pencipta Fortnite dan Unreal Engine itu mengumumkan rencana untuk melanjutkan program bagi-bagi permainan tiap minggu di tahun 2020 sebagai ungkapan terima kasih pada para pengguna. Melalui infografis, developer menyingkap pencapaian membanggakan Epic Games Store, seperti keberhasilan merangkul 108 juta pengguna dalam waktu setahun dan dipercaya gamer sebagai platform distribusi digital tempat mereka menghabiskan uang sebesar US$ 680 juta.

Terhitung mulai bulan Desember 2018 sampai Januari 2020, Epic Games sudah melepas 73 game berbayar (bukan free-to-play) secara gratis, hampir seluruhnya dikembangkan oleh studio third-party. Jika semuanya dijumlahkan, nilainya mencapai US$ 1.455. Permainan-permainan tersebut kabarnya telah diklaim sebanyak lebih dari 200 juta kali (dan saya adalah orang yang paling rajin mengecek apakah ada game gratis baru di Epic Store).

Pada awalnya, Epic Games membagikan permainan cuma-cuma seminggu sekali. Namun menjelang pergantian tahun, frekuensinya melonjak. Di 12 hari terakhir 2019, Epic merilis satu judul gratis setiap hari. Tak berhenti sampai di sana, di tanggal 1 Januari 2020, Epic Games membuka akses ke tiga game lagi yang bisa diperoleh tanpa membayar sepeser pun, yaitu Darksiders, Darksiders II dan Steep.

Yang perlu Anda lakukan untuk mendapatkan permainan gratis hanyalah log-in di Epic Games Store dan memasukkannya ke library dengan melakukan transaksi – hanya konfirmasi, tanpa pembayaran. Selama game berada di library, Anda bisa mengunduh dan memainkannya kapan pun.

Selain pengumuman terkait pencapaian dan kelanjutan program game gratis, Epic Games tak lupa mengabarkan sejumlah agenda ke depan. Mereka akan terus ‘memastikan store tetap bersahabat bagi developer‘ dengan mempertahankan pembagian keuntungan 88 banding 12. Epic juga melakukan kemitraan bersama Humble Store buat menghadirkan metode transaksi keyless. Kerja sama rencananya akan diperluas ke storefront digital lain.

Di usianya yang belia, fitur Epic Games Store memang belum selengkap raksasa seperti Steam, tapi kedua platform setidaknya punya satu kesamaan. Baik Steam maupun Epic Store menerapkan penyesuaian harga game terhadap wilayah/negara asal pengguna. Misalnya buat pelanggan di Indonesia, judul-judul semisal Control, Metro Exodus, Jedi: Fallen Order dan MechWarrior 5 dijual lebih murah dari harga global. Dan jangan kaget jika Anda menemukan beberapa judul di Epic Store yang harganya lebih rendah dari Steam.

Infografis pencapaian Epic Games Store dapat Anda lihat di bawah.

Epic Store 1

Peran Unreal Engine Dalam Serial Star Wars: The Mandalorian

The Rise of Skywalker rencananya akan jadi film Star Wars ‘terakhir’ sebelum Disney mengistirahatkan sementara franchise sci-fi raksasa ini. Sayang sekali, banyak fans skeptis pada Episode IX setelah dikecewakan oleh arahan sutradara Rian Johnson di The Last Jedi. Namun kabar baiknya, masih ada harapan bagi Star Wars. Perhatian para penggemar kini tertuju pada serial The Mandalorian yang tayang di layanan Disney+.

Jika Anda mengikuti The Mandalorian, mungkin Anda melihat sesuatu yang menarik ketika film ini usai dan bagian credit ditampilkan. Di sana, Lucasfilm/Disney mencantumkan nama yang tidak biasa di ranah perfilman: Epic Games, yaitu studio di belakang permainan Fortnite dan Unreal Tournament. Alasannya? Ternyata Jon Favreau selaku penulis sekaligus pencipta seri ini memanfaatkan teknologi Unreal Engine dalam pembuatan The Mandalorian.

Unreal sendiri ialah engine yang menjadi basis banyak permainan, baik blockbuster maupun independen: The Outer Worlds, We Happy Few, Street Fighter V, Sea of Thieves, hingga Star Wars Jedi: Fallen Order – ada deretan panjang game yang mengusungnya. Engine ini menjadi salah satu pilihan favorit developer karena ‘tingginya portabilitas tinggi’, fleksibilitas, serta kemudahan modifikasi. Pertanyaannya, apa yang dilakukan Unreal di film The Mandalorian?

Di sesi diskusi di konferensi SIGGRAPH 2019, Favreau menjelaskan bagaimana Unreal Engine betul-betul membantu proses previsualisasi. Mereka menggunakan sistem V-cam untuk membuat film dalam bentuk VR, mengirimkannya pada editor dan membiarkan mereka melakukan penyuntingan. Selain itu, kombinasi Unreal Engine serta sejumlah teknologi juga sangat berguna memuluskan alur produksi.

Satu contohnya: Unreal Engine bisa dimanfaatkan untuk membangun lingkungan virtual (computer-generated), kemudian pemandangan tersebut diproyeksikan ke dinding LED. Berdasarkan posisi kamera dan jenis lensa yang digunakan, perspektif pada hasil proyeksi dapat berubah secara natural dan otomatis. Dengan begini, teknologi Unreal dapat memberikan informasi visual langsung untuk para aktor, serta menyediakan sistem pencahayaan akurat bagi tim VFX.

Cara kerjanya seperti ini:

Pada pengambilan adegan tertentu, bergantung dari setting dan jenis lensa, kru dapat melihat jelas letak kamera, seperti apa pencahayaannya, interaksi cahaya terhadap objek/aktor, layout, latar belakang serta horizon. Mereka tidak perlu menyatukan bagian-bagian tersebut lagi karena engine sudah me-render lingkungan/pemandangan secara real-time.

Salah satu keuntungan utama dari metode visualisasi on-set berkat dukungan Unreal adalah, para aktor tak lagi mesti menebak-nebak. Seorang aktor mungkin dapat mendeteksi anomali saat melihat layar LED dari dekat, tapi dalam berakting ia bisa mengetahui jelas kondisi set, letak horison serta pencahayaan berkat pemakaian dinding LED – memastikan proses akting jadi lebih simpel.

Di luar akting, dukungan teknologi Unreal Engine menciptakan situasi yang memperkenankan lebih banyak kru di set memahami adegan yang sedang atau akan diambil. Itu berarti, tiap orang bisa lebih mudah berbagi ide dan saling memberikan masukan.

Peran Unreal Engine di serial The Mandalorian bisa Anda simak lebih lengkap di artikel Venturebeat ini.

Gambar header: StarWars.com.

Tak Mau Kalah dari Steam, Epic Store Tambahkan Fitur Wishlist dan Integrasi OpenCritic

Minggu ini merupakan waktu menggembirakan bagi pengguna Steam karena update library yang ditunggu-tunggu tiba untuk semua orang. UI yang tadinya terlihat padat kini jadi lebih atraktif, informatif serta ringkas. Steam juga memperkenankan kita mengumpulkan game-game favorit ke satu tempat, membuat akses jadi lebih simpel. Detail mengenai desain Steam library baru bisa Anda simak di sini.

Dengan bertambahnya fitur Steam, ada banyak hal yang harus dilakukan kompetitor demi mengejar ketinggalan mereka. Sejak meluncur di penghujung tahun lalu, Epic Games Store mengambil sejumlah langkah agresif: menawarkan pembagian keuntungan lebih besar ke developer hingga melakukan kesepakatan-kesepakatan eksklusif. Epic juga terus memperkaya kapabilitas platform distribusinya. Saat ini mereka tengah fokus pada pembaruan desain, penambahan fungsi wishlist serta integrasi ke situs OpenCritic.

Epic Store 1

Di versi terbaru Epic Games Store, developer merombak penampilan storefront. Anda dapat segera melihat judul-judul yang sedang tren serta mem-filter game berdasarkan genre. Daftar permainan juga dibagi berdasarkan kategori seperti ‘rilis terbaru’, ‘penjualan terlaris’, ‘yang akan hadir’, ‘sedang diskon’, ‘terpopuler’ dan lain-lain. Selanjutnya, permainan gratis dapat segera Anda dilhat di bagian Free Game Every Week.

Epic Store Update 3

Ke depannya, Epic Games berencana untuk membubuhkan wishlist. Fungsinya sama seperti wishlist di Steam, yaitu menotifikasi Anda begitu permainan yang diinginkan sedang dijual di harga lebih murah. Dan tak mau kalah dari Steam, Epic punya agenda buat memperbarui penampakan library. Nantinya, grid view akan jadi lebih rapi dan padat. Saat ini, gambar/poster permainan masih memakan ruang. Dengan koleksi game yang mulai bertambah banyak, banyak orang mau tak mau memanfaatkan list view.

Epic Store Update 2

Bagi saya, aspek paling menarik dari update Epic Store adalah upaya developer mengintegrasi layanan OpenCritic ke layanannya. Beroperasi lebih transparan dari Metacritic, OpenCritic ialah situs agregat review khusus permainan video. Ke depan, Anda bisa langsung melihat rata-rata skor sebuah game berdasarkan ulasan dari media. Fitur ini sangat unik karena melaluinya, Epic mencoba menyaingi integrasi skor Metacritic di Steam library (dapat diakses via menu Sort By).

Epic Store Update 1

Semua ini terdengar menjanjikan, tapi sejujurnya, Epic Games Store masih menyimpan banyak kendala teknis. Hal ini yang seharusnya jadi fokus utama developer.

Terkadang, software client Epic Store sangat lambat dalam memuat gambar dan informasi. Lalu saya perlu melewati proses yang cukup kompleks untuk mendapatkan versi terkini Epic Store. Karena software client tak kunjung ter-update, saya mengunduh file installer dari website dan mencoba menghapus Epic Store terlebih dulu dari Windows.

Namun prosedurnya jadi rumit karena software berjalan di background, dan selama masih beroperasi, app tidak bisa dihapus. Akhirnya, saya terpaksa menonaktifkannya via Task Manager. Baru setelah itu, instalasi bersih dapat dilakukan. Itu juga, instalasi tetap tidak bebas dari masalah. Saya sempat menemui pesan error ketika software tengah melakukan update dan mesti mengulang beberapa tahapan…

Sumber: Epic Games.

Pemain Profesional Fortnite Buat Asosiasi untuk Dialog dengan Developer

Ketika mencari pekerjaan, biasanya seseorang akan berusaha untuk masuk ke perusahaan besar. Alasannya sederhana, karena perusahaan besar memiliki kemungkinan lebih kecil untuk bangkrut. Lalu, bagaimana dengan pemain esports, yang hidupnya tergantung pada sebuah game? Sama seperti atlet olahraga tradisional, pemain esports profesional juga berlatih secara rutin. Hanya saja, berbeda dengan basket atau sepak bola yang cara bermainnya takkan berubah, dalam esports, game yang dimainkan pasti akan mendapatkan update. Terkadang, update tersebut memengaruhi gameplay. Dan ini bisa menyebabkan masalah bagi pemain profesional.

Inilah alasan mengapa para pemain Fortnite profesional membentuk Fortnite Professional Players’ Association (FNPPA). Dalam pernyataan resminya, FNPPA menyebutkan bahwa tujuan mereka adalah untuk menjadi wadah bagi para pemain Fortnite profesional untuk berdialog dengan pihak developer dan membantu pemain Fortnite profesional menyampaikan aspirasinya terkait masa depan Fortnite sebagai esports. Saat ini, organisasi tersebut memiliki 16 anggota, 8 pemain berasal dari Amerika Utara dan 8 lainnya berasal dari Eropa. Salah satunya adalah Kyle “Bugha” Giersdorf, remaja berumur 16 tahun yang memenangkan kompetisi Solo dalam Fortnite World Cup. Pemain-pemain profesional dari tim ternama seperti NRG Esports, 100 Thieves, FaZe Clan, Fnatic, dan Team SoloMid juga ikut tergabung dalam organisasi itu, menurut laporan The Esports Observer.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Popularitas Fortnite membuat developer dan publisher Epic Games tertarik untuk mengembangkan ekosistem esports dari game tersebut. Epic mengumumkan keberadaan Fortnite World Cup pada Februari 2019. Dengan total hadiah US$30 juta, Fortnite World Cup menarik perhatian banyak orang. Popularitas Fortnite sebagai game esports meroket. Namun, itu bukan berarti tidak ada masalah dalam scene esports Fortnite. Salah satu keluhan para pemain profesional terkait integritas Fortnite sebagai game esports. Sebelum ini, Epic pernah merilis patch yang berdampak pada gameplay tepat sebelum pertandingan. Selain itu, belum lama ini, Epic juga memperkenalkan B.R.U.T.E mech suit, yang membuat para streamer dan juga pemain profesional frustasi karena mech suit itu dianggap membuat game menjadi tidak seimbang.

Alasan lain FNPPA dibentuk adalah untuk mencegah muncul masalah serupa konflik antara FaZe Clan dan streamer Turner “Tfue” Tenney. Tenney menuntut FaZe Clan pada Mei 2019. Ketika itu, salah satu tuduhan Tenney adalah FaZe Clan telah melanggar regulasi buruh di California. Sebagai jawaban, FaZe Clan balas menuntut Tenney atas tuduhan pelanggaran kontrak. Sejak saat itu, masalah ini belum terselesaikan. FNPPA bukanlah organisasi pemain profesional pertama. Pada 2018, Counter-Strike Professional Players’ Association (CSPPA) didirikan dengan bantuan dari Scott “SirScoots” Smith dan Danish Elite Athletes Association. CSPPA dapat membantu pemain untuk menyelesaikan masalah terkait gaji pemain atau jadwal pertandingan.

Epic Games Keluarkan $10,45 Juta Demi Memperoleh Hak Eksklusif Penjualan Game Control

Kompetisi ialah hal positif bagi konsumen. Terlepas dari bagaimana Steam memanjakan penggunanya dengan berbagai fitur dan kemudahan, saya menyambut gembira siapa pun yang mencoba menawarkan alternatif dari platform distribusi digital terbesar di dunia itu. Dan kita tahu, satu nama berambisi besar buat menyaingi Steam terlepas dari umurnya yang begitu belia: Epic Games Store.

Epic Games Store meluncur di bulan Desember silam sebagai ekspansi dari software launcher Fortnite. Sejak awal, Epic langsung menawarkan pembagian keuntungan menggiurkan untuk pihak kreator, yaitu 88 persen – ketika Steam waktu itu hanya bisa memberikan 70 persen. Banyak developer tergoda, dan kurang lebih sembilan bulan setelah tersedia, Epic Games Store menjadi rumah bagi banyak judul blockbuster eksklusif semisal Borderlands 3, Metro Exodus, Control, hingga game-game upcoming seperti MechWarrior 5 sampai Ghost Recon Breakpoint.

Banyak orang kecewa pada keputusan developer/publisher dalam memasarkan produk mereka sebagai permainan eksklusif Epic Store meski sejujurnya, banyak orang tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun yang baru-baru ini cukup menghebohkan adalah adanya kabar yang mengungkapkan bahwa Epic Games membayarkan uang sangat besar demi mengamankan kesepakatan eksklusif dengan publisher.

Informasi tersebut datang dari laporan finansial Digital Bros, yaitu perusahaan induk 505 Games yang berperan sebagai publisher dari Control. Control adalah permainan action terbaru garapan Remedy Entertainment (tim di belakang Max Payne, Alan Wake, Quantum Break), mendapatkan banyak pujian berkat perpaduan gameplay shooter seru dengan tema misteri/supernatural serta desain arsitektur brutalis yang menawan.

Dalam data finansial tersebut, Digital Bros mengaku telah menerima uang sebesar € 9,49 juta atau setara US$ 10,45 juta dari Epic Games agar Control hanya dipasarkan lewat platform distribusi milik pencipta Fortnite. 45 persen dari jumlah itu masuk ke kantong 505 Games, sedangkan sisa 55 persennya diberikan pada Remedy. Menghitung secara kasar, pihak developer berarti memperoleh sekitar US$ 5,75 juta.

Pembayaran seperti ini biasanya berfungsi sebagai royalti yang dilakukan di muka. Artinya, baik Remedy dan 505 Games tidak akan menerima pemasukan lagi hingga Control menghasilkan US$ 10,45 bagi Epic Games. Kesepakatan eksklusif serupa sempat diterima dan dijelaskan oleh developer Ooblets. Dan besar-kecilnya jumlah uang kemungkinan besar ditentukan oleh potensi keuntungan penjualan permainan di platform berbeda.

Control ialah salah satu game terunik di 2019, berhasil memperoleh skor rata-rata 84/100 dari reviewer terkemuka (via Opencritic), lebih tinggi dari Borderlands 3 dengan beragam masalah teknisnya. Khusus di Epic Store, Control juga dijual di harga yang kompetitif, yaitu US$ 23 atau kurang lebih Rp 330-an ribu.

Via PC Gamer.

Epic Games Akuisisi Perusahaan Developer Rocket League, Psyonix

Sebuah kabar yang bisa jadi kabar baik atau kabar buruk tergantung dari pandangan Anda, baru-baru Epic Games mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan developer Rocket League, Psyonix. Akuisisi ini diumumkan oleh Psyonix lewat situs resminya pada hari Rabu, tanggal 1 Mei 2019 kemarin. Namun Psyonix juga menjelaskan bahwa saat ini akuisisi tersebut masih dalam proses, yang akan berakhir sekitar akhir Mei hingga awal Juni 2019.

Anda mungkin bisa menebak apa dampak akuisisi ini terhadap Rocket League. Menurut Psyonix, di jangka pendek, Rocket League tidak akan mengalami perubahan. Mereka tetap akan memberi dukungan serta konten-konten baru di seluruh platform. Namun di jangka panjang, Psyonix ingin memboyong Rocket League ke Epic Games Store. Menurut pernyataan mereka, perpindahan platform ini akan membantu mereka “menumbuhkan game ini di cara-cara yang sebelumnya tidak memungkinkan”.

Rocket League - Screenshot
Sumber: Psyonix

Psyonix tidak menyebut soal eksklusivitas dalam situs resminya. Namun dalam laporan Kotaku yang bersumber dari siaran pers Epic Games, tampaknya hal itu akan terjadi. Hingga akhir 2019 Rocket League akan tetap dijual di Steam, tapi begitu Rocket League pindah ke Epic Store, penjualan versi Steam akan dihentikan. Mereka yang sudah memiliki Rocket League di Steam tetap akan mendapat dukungan update seperti versi lainnya.

Selain masalah perpindahan marketplace, Psyonix menyatakan bahwa pada dasarnya tidak akan ada yang berubah. Tim dalam Psyonix tetap sama, komitmen mereka untuk menghadirkan hiburan lewat Rocket League tetap sama. Bedanya, sekarang mereka memiliki pengalaman dan kekuatan dari Epic Games sebagai sokongan.

Sementara itu dari segi esports, Psyonix juga merasa bahwa langkah ini merupakan langkah tepat karena mereka kini jadi bisa memperoleh jangkauan audiens serta sumber daya yang jauh lebih besar. Mereka menjanjikan esports yang lebih menarik di masa depan, salah satunya adalah final Rocket League Championship Series (RLCS) Season 7 yang akan digelar pada tanggal 21 – 23 Juni di Prudential Center, Newark, New Jersey. Namun selain itu mereka tidak membeberkan rencana lebih jauh.

“Perang” antara Epic Games Store dan Steam hingga kini masih terus berlanjut, dan penambahan Rocket League ke dalam pustaka milik Epic Games merupakan langkah besar yang membuat persaingan tersebut kian memanas. Menurut CEO Epic Games, Tim Sweeney, Valve sebagai perusahaan induk Steam memiliki masalah besar dengan program mereka yang mengambil hingga 30% keuntungan dari para developer game.

Sweeney sempat berkata bahwa ia akan menghentikan perang eksklusivitas ini apabila Valve mau menurunkan potongan keuntungan. Epic Games Store sendiri hanya mengambil keuntungan sebesar 12% dari developer, menjadikannya lahan bisnis menjanjikan yang dengan cepat mendapat simpati dari banyak developer besar. Hingga kapan persaingan dua marketplace ini akan berlangsung, kita tunggu saja bagaimana langkah Valve ke depannya.

Sumber: Psyonix, Epic Games

Epic Games Store Tantang Steam untuk Terapkan Sistem Bagi Hasil yang Sama

Di titik ini, saya yakin hampir semua gamer PC sudah mendengar soal Epic Games Store, alternatif baru Steam yang menawarkan sederet game blockbuster secara eksklusif, macam The Division 2, Metro Exodus, maupun Borderlands 3. Epic Games tentunya bukan pemain baru di industri gaming, tapi itu bukan alasan utama mengapa mereka mampu memperoleh hak distribusi eksklusif dari developer.

Alasan utamanya tidak lain dari sistem bagi hasil yang jauh dari kata pelit: 88% developer, 12% Epic Games Store. Steam yang tadinya begitu mendominasi, sekarang jadi kehilangan beberapa klien prioritasnya. Dari sini mungkin banyak yang melihat Epic Games sebagai pihak antagonis, akan tetapi Epic justru memanfaatkan momen ini untuk menantang balik Steam.

Lewat Twitter, Tim Sweeney selaku pendiri sekaligus CEO Epic Games, menjelaskan bahwa apabila Steam berkomitmen mengganti sistem bagi hasil mereka menjadi sama seperti Epic Games Store tanpa syarat-syarat yang memberatkan, maka Epic akan segera mengabaikan hak distribusi eksklusif yang mereka peroleh (dengan catatan pihak developer memberi lampu hijau), sehingga game yang tadinya eksklusif untuk Epic Games Store juga bisa didistribusikan lewat Steam.

Dari sini sebenarnya bisa kita lihat bahwa strategi agresif yang diterapkan Epic Games Store bukanlah murni untuk mengejar hak distribusi eksklusif saja. Mereka juga punya visi jangka panjang untuk membenahi apa yang mereka anggap salah dari industri ini, yaitu sistem bagi hasil yang terlalu memberatkan developer, terutama developer kecil/indie.

Steam, seperti yang kita tahu, menerapkan sistem bagi hasil 70%:30%. Belum lama ini, mereka sempat mengubah kebijakannya agar rasio tersebut bisa naik menjadi 75%:25% atau bahkan 80%:20%, akan tetapi itu baru berlaku apabila total penjualan suatu game berhasil mencapai $10 juta dan $50 juta.

Inilah yang dimaksud Tim Sweeney sebagai “syarat yang memberatkan”, sebab realistisnya sulit bagi developer kecil/indie untuk menembus angka penjualan $10 juta, bahkan untuk game andalannya sekalipun. Sayangnya sejauh ini belum ada respon sama sekali dari Valve selaku penggagas Steam.

Epic Games Store merebut klien prioritas Steam mungkin terkesan antagonistis, namun seandainya Steam menyetujui ide yang digagaskan Epic, maka yang diuntungkan adalah semua pihak; developer bebas memasarkan karyanya di banyak platform dan mengambil keuntungan yang maksimal, dan di saat yang sama konsumen pun juga tidak harus terbelenggu oleh satu platform tertentu.

Sumber: Variety.

Sederet Game Blockbuster dan PlayStation Kini Jadi Judul Eksklusif Epic Games Store

Di momen peluncuran Epic Games Store, CEO Tim Sweeney sempat menyampaikan bahwa platform distribusi mereka itu tidak diciptakan untuk menyaingi Steam. Tapi kenyataannya, kompetisi tak bisa dihindari. Porsi pembagian keuntungan yang menggiurkan pertama-tama mendorong developer indie untuk bermigrasi. Lalu tak lama, studio-studio besar tergoda buat melakukan kesepakatan eksklusif dengan Epic.

Alhasil, game-game kelas berat seperti Metro Exodus dan The Division 2      sementara ini cuma bisa dibeli di Epic Games Store. Dan dalam waktu dekat Jumlahnya dipastikan akan bertambah banyak setelah perusahaan melakukan pengumuman besar di Game Developers Conference minggu ini. Epic mengabarkan bahwa ada sederet judul blockbuster lain yang dijadwalkan buat meluncur di layanan mereka, termasuk sejumlah permainan buatan Quantic Dream yang dahulu cuma tersedia di PlayStation.

Jangan tanya bagaimana mereka bisa merayu studio asal Perancis itu, namun hal ini merupakan kabar gembira bagi gamer PC dan – dilihat dari perspektif lebih luas – sebuah langkah strategis brilian Epic Games untuk menghimpun lebih banyak konsumen. Ada tiga game Quantic Dream yang nantinya bisa dinikmati via Epic Games Store, dua di antaranya adalah judul console last-gen Sony, yaitu Beyond: Two Souls, Heavy Rain, dan Detroit: Become Human. Betul sekali, Anda tak perlu membeli PS4 untuk memainkan Detroit.

Selain kreasi Quantic Dream, setidaknya ada dua permainan ‘most wanted‘ di 2019 yang rencananya hanya bisa diakses dari Epic Store, yakni game action-adventure baru karya tim pencipta Max Payne, Control; dan RPG fiksi ilmiah first-person buatan Obsidian, The Outer Worlds. Daftarnya tidak berhenti sampai di sana. Akan ada Afterparty (buatan talenta di belakang Oxenfree), Ancestors: The Human Odyssey, The Cycle, Industries of Titan, Kine, Journey to the Savage Planet dan Trover Saves di Universe.

Kejutan masih belum berhenti. The Sinking City dan Dangerous Driving turut bergabung di Epic Games Store dan bisa di-pre-order. Selanjutnya, sang penyedia layanan telah resmi meluncurkaan Roller Coaster Tycoon Adventures dan Satisfactory.

Kita tahu bahwa Epic Games melalui tahun 2018 dengan sangat sukses. Di tahun itu, mereka kabarnya meraup keuntungan sebesar US$ 3 miliar, dan perusahaan diestimasi memiliki nilai US$ 15 miliar. Tak sulit ditebak, keberhasilan Epic mendorong mereka untuk melakukan manuver-manuver agresif, seperti melakukan perjanjian dengan publisher/developer third-party serta menerapkan program bagi-bagi game gratis secara konsisten.

Saya sempat mendengar keluhan sejumlah rekan gamer pengguna Steam terkait kehadiran game secara eksklusif di Epic Store. Namun saya pribadi berpendapat, kompetisi ialah hal positif buat konsumen. Dengan munculnya penantang, Steam akan terdorong untuk terus menyempurnakan plaform-nya dan cara mereka ‘melayani’ developer.

Sumber: Epic Games.