MNC: Bisnis Esports dan Gaming Akan Menjadi Katalis Bagi Pertumbuhan MNC

Pandemi mengakselerasi pertumbuhan industri esports dan gaming. Baik secara global maupun lokal, industri esports dan gaming memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengalami penurunan. Buat raksasa media sekelas MNC, ini merupakan alasan utama untuk semakin menggenjot bisnis mereka di bidang esports dan gaming.

Direktur Utama MNC, Noersing, belum lama ini memaparkan langkah-langkah yang bakal MNC ambil untuk memperkuat bisnis esports dan gaming-nya ke depannya.

“Pendapatan gaming di Indonesia juga diperkirakan akan melebihi $2 miliar tahun ini, dan akan tumbuh di range 25% – 35% untuk dua sampai tiga tahun ke depan. Dan Indonesia akan menjadi potensi gaming terbesar di Asia Tenggara,” tuturnya dalam acara Public Expose Live 2021 yang dihelat pada tanggal 7 September kemarin.

Menurutnya, bisnis esports dan gaming akan menjadi salah satu katalis bagi pertumbuhan MNC ke depannya. Sebagai informasi, MNC Group memang sudah punya unit bisnis bernama Esports Star Indonesia (ESI) sejak tahun 2019 lalu. Sebagian dari kita mungkin mengenal ESI sebagai ajang pencarian bakat esports, namun ESI sebenarnya sudah punya banyak agenda lain di luar bidang talent search.

Agenda yang paling dekat adalah merilis game pertamanya yang berjudul Rapid Fire. Game mirip PUBGM dan Free Fire ini merupakan hasil garapan studio asal Korea Selatan bernama LightningVR.co. Ltd. (LVR), dan ESI sudah mengamankan hak publikasinya untuk pasar Indonesia sejak bulan Juni lalu. Menurut Noersing, Rapid Fire siap meluncur secara resmi pada akhir September atau awal Oktober 2021.

Oktober nanti, MNC juga akan menayangkan Esports Star Indonesia Season 2, dan ESI pun siap menangani manajemen tim-tim esports baru yang terbentuk dari acara tersebut. Perihal penyelenggaraan kompetisi esports, kita tahu bahwa Free Fire Master League Season 4 sudah dimulai, dan itu pun merupakan hasil kolaborasi ESI bersama Garena sejak tahun lalu.

Terakhir, ESI juga berperan sebagai games aggregator untuk platform RCTI+. Dalam presentasinya, Noersing sempat menyampaikan bahwa jumlah pengguna aktif bulanan RCTI+ sudah menembus angka 50 juta pada akhir Agustus lalu, dan salah satu faktor penggerak utamanya adalah konten gaming sekaligus esports.

Via: Investor Daily.

Lewat LEAD by IndiHome, Telkom Ingin Bangun Mentalitas Atlet di Kalangan Player Esports

Telkom hari ini (10 September 2021) secara resmi memperkenalkan Limitless Esport Academy (LEAD) by IndiHome. LEAD by IndiHome merupakan program akademi esports yang mengedepankan konsep athlete enablement, yaitu memberdayakan seorang gamer (player) yang semula bermain game sebatas hobi, menjadi professional player yang bermental atlet.

Henov Iqbal Assidiq, Head Coach LEAD by IndiHome, menjelaskan bahwa program ini didesain untuk mengisi kekosongan yang ada di bidang pengembangan esports di Indonesia. Ketimbang hanya berfokus melatih skill set pemain seperti kebanyakan akademi esports lain yang sudah ada di Indonesia, LEAD juga akan berfokus melatih mentalitas pemain.

“Jadi bukan hanya dia berlatih untuk menjadi jago, tapi juga berlatih untuk menjadi seorang atlet. Makanya prinsipnya yang dipakai itu adalah athlete enablement; bagaimana seorang player esports mampu berpikir, bertindak, dan mengambil keputusan layaknya seorang atlet,” tutur pria yang kerap disapa Coach Henov tersebut dalam acara virtual yang digelar via Zoom.

Buat IndiHome sendiri, program ini bisa dilihat sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap jutaan pelanggan yang setiap harinya menggunakan layanan IndiHome untuk bermain game. E. Kurniawan, Vice President Marketing Manager Telkom Indonesia, menjelaskan bahwa sebagai penyedia konektivitas, IndiHome juga ingin mencoba untuk mendidik mereka yang sudah punya passion di game, dan mengarahkannya menjadi profesional.

Untuk angkatan pertama, game yang dipilih adalah League of Legends: Wild Rift. Kenapa Wild Rift? Kalau menurut Coach Henov, karena Wild Rift sudah punya skena esports yang cukup matang meskipun game-nya sendiri masih tergolong baru.

Telkom saat ini sudah membuka pendaftaran untuk LEAD sampai tanggal 1 Oktober 2021. Setelahnya, mereka akan melakukan penyaringan melalui turnamen kualifikasi. Turnamennya sendiri dibagi menjadi dua, yakni Region Barat dan Region Timur.

Dari setiap region, LEAD akan mengambil 4 tim, yang berarti total bakal ada 8 tim terbaik, masing-masing beranggotakan lima orang. Dari situ 8 tim tersebut bakal masuk ke fase pembinaan yang pertama. Fase pertama ini melibatkan materi-materi basic dan akan berlangsung selama sekitar dua setengah minggu.

Setelahnya, semua peserta akan mengikuti ujian, dan dari ujian tersebut akan disaring lagi menjadi 14 awardee terbaik. Yang tidak lolos ujian masih akan tetap diakui sebagai alumni LEAD, sementara 14 awardee yang lolos akan dibagi menjadi dua tim dan lanjut ke fase pembinaan kedua.

Di fase kedua ini, barulah disampaikan materi-materi advanced, termasuk yang menyangkut keatletan itu tadi. Deretan mentor yang bakal dihadirkan juga banyak yang berasal dari cabang olahraga konvensional. Fase kedua ini berlangsung selama sekitar dua bulan sampai menjelang akhir tahun 2021.

Tahap yang terakhir adalah kelulusan, dan ini akan dikemas dalam bentuk turnamen yang bersifat invitational tertutup. Menurut Coach Henov, turnamen ini akan menjadi showcase dari hasil pelatihan yang dijalani masing-masing peserta, sekaligus sebagai ajang bagi tim-tim esport untuk scouting. Lebih lanjut, LEAD juga bakal merilis data progres para pemain dan menyebarkannya ke tim-tim esport, termasuk halnya tim esport internasional.

LEAD by IndiHome sejauh ini baru tersedia untuk para pemain Wild Rift / Riot Games

Apakah Telkom tidak berniat menciptakan tim sendiri yang berisikan para lulusan LEAD? Menurut E. Kurniawan, arahnya memang ke sana, tapi lulusan LEAD dibebaskan untuk membuat keputusan sendiri terkait karier esports profesionalnya.

Ia juga menambahkan bahwa seandainya program ini mendapat respon positif, Telkom tentu bakal terus melanjutkannya. Malahan, bukan tidak mungkin seandainya ke depannya bakal ada LEAD skala regional, yang berarti akan ada lebih banyak program akademi yang dijalankan secara bersamaan di tujuh region yang berbeda.

Selengkapnya mengenai syarat dan ketentuan LEAD by IndiHome dapat langsung dilihat di situs resminya.

SEACL 2021 Selesai Digelar, Indonesia Rengkuh Posisi 3

SEACL 2021 baru aja selesai digelar, ajang tahunan PES yang musim ini digelar secara online mempertemukan para jagoan PES dari 8 negara di kawasan Asia Tenggara: Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Vietnam, Thailand, termasuk Indonesia.

Dimulai sejak tahun 2015, kompetisi SEACL berawal dari komunitas online di sosial media, baru pertama kali digelar secara offline pada tahun 2016 di Kota Hanoi, Vietnam. Berlanjut 2017 diadakan di Kota Bandung, Indonesia; 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia; dan 2019 Bangkok Thailand tahun dimana Rizky Faidan meraih Juara Asia dan Tim WANI menjadi Tim COOP Runner-up World Finals. Tahun 2020 gelaran SEACL harus batal terselenggara dikarenakan pandemi, dan di Tahun 2021 ini, Liga1PES sebagai wadah sekaligus organizer kembali menggulirkan ide “kembali ONLINE” untuk SEACL musim ini.

“Awal-nya agak kurang pede sih, karena melihat kondisi pandemi dan juga cukup lama vakum dari komunitas esports PES sejak awal pandemi.”, ujar Valent selaku Founder Liga1PES. Tapi alhasil event yang bisa dibilang “iseng”, justru mendapat respon sangat positif dan antusiasme yang luar biasa tidak hanya komunitas di Indonesia, melainkan juga komunitas regional di Asia Tenggara, terbukti 7 negara mengkonfirmasi keikutansertaan mereka di musim ini dengan menggelar kualifikasi di negara mereka masing-masing dan mengirimkan wakilnya untuk berpartisipasi di putaran final SEACL 2021 Online 28-29 Agustus kemarin.

Di musim sebelumnya, SEACL menggunakan format individu dimana setiap negara yang mengirimkan 4 orang wakil, setiap pemain yang dikirimkan akan bertanding secara individu, sehingga gelar Juara akan diperoleh oleh individu yang berhasil menjadi pemenang di babak Final. Sedangkan di musim 2021 memiliki format yang berbeda, meski setiap negara mengirimkan jumlah personil sama yaitu 4 orang, tapi kali ini mereka akan bermain sebagai SATU TIM mewakili negara masing-masing, sehingga penampilan 1 orang akan mempengaruhi keseluruhan Tim atau Negara tersebut. Hal tersebut dilakukan karena melihat perkembangan esports PES sekarang ini yang terus berkembang menuju format kompetisi menggunakan Tim, seperti Eleague Thailand dan Efootball.Pro di Eropa.

Format TIM yang digunakan pada SEACL kali ini menggunakan format 3 GAMES, yaitu 1v1, COOP 2v2 dan 1v1. Kualifikasi Indonesia musim ini pun diselenggarakan berbeda dimana kualifikasi dilakukan terbuka hanya untuk pemain yang belum memiliki pengalaman di tingkat PRO atau yang belum pernah bermain di kompetisi PRO. Alhasil 4 pemain Indonesia yang berhasil lolos dan menjadi wakil Indonesia di SEACL kali ini adalah para pemain yang memang secara pengalaman belum memiliki jam terbang di level internasional. Dan inilah yang menjadi VISI Liga1PES dengan event SEACL kali ini.

“Kami mengharapkan Liga1PES melalui SEACL bisa menjadi wadah bagi para pemain PES Indonesia yang mau memulai karir di esports untuk berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, baik secara skill, mental, maupun pengalaman bertanding. Yang diharapkan melalui wadah ini Indonesia bisa terus melahirkan pemain-pemain PRO baru seperti Faidan dkk yang lahir dari tahun-tahun sebelumnya yang sekarang banyak dari mereka mulai memiliki karir dengan klub-klub sepakbola atau esports PRO, baik di Liga Thailand atau IFEL yang ada di Indonesia.” Kata Valent.

SEACL 2021 berlangsung selama 2 hari, Hari Sabtu 28 Agustus dimulai dengan babak grup dimana seluruh negara bertanding dengan format “Round Robin” yang hasilnya 4 negara teratas berhak lolos dan tampil ke babak gugur yang dimainkan Hari Minggu. Indonesia berhasil menduduki posisi runner-up selisih 1 POIN di bawah Vietnam, diikuti oleh Malaysia dan Thailand.

Sebagai pemuncak dan runner-up klasemen Vietnam & Indonesia berhak menempati “Upper Bracket” di babak gugur, sedangkan Malaysia & Thailand yang berada di posisi 3 & 4 babak grup harus memulai babak gugur dari posisi “Lower Bracket”. Pertemuan pertama Tim Indonesia dengan Tim Vietnam yang berisikan 4 pemain PRO yang berlaga di ELeague Thailand di babak grup, Tim Vietnam benar-benar menghajar habis-habisan tim Indonesia dengan memenangkan seluruh 3 GAME tanpa balas. 4-2, 2-1, dan 2-0.

Memasuki babak gugur Hari Minggu, kepercayaan diri Tim Indonesia sebenarnya cukup tinggi dan sangat siap menghadapi Tim Vietnam, tapi pengalaman para pemain Vietnam di liga PRO memang menjadi salah satu aspek terpenting dalam kompetisi setingkat SEA yang hasilnya, Tim Indonesia harus kembali mengakui keunggulan Tim Vietnam dan harus turun ke “Lower Bracket” untuk bersaing dengan Tim Malaysia yang berhasil unggul atas Thailand pada putaran pertama “Lower Bracket”.

Indonesia yang tampil sangat baik di putaran babak grup, lagi-lagi harus menelan pil pahit melawan Tim Malaysia yang berisikan juga para pemain PRO, termasuk 2 pemain Asian Games 2018 yang bermain di kategori COOP. Jika di babak grup Indonesia mampu memenangkan 2 GAME melawan Tim Malaysia dengan skor 2-2 PK, 1-0, 4-2, di babak grup justru Tim Malaysia berhasil membalikkan keadaan dengan penampilan memukau mereka dan mengalahkan Tim Indonesia dengan memenangkan 2 GAME langsung 2-2 PK dan 2-1. Alhasil Indonesia gagal lolos ke babak Grand Final dan harus puas sebagai Tim posisi ke-3 di babak grup.

Seluruh pertandingan Tim Indonesia dapat disaksikan melalui channel youtube Liga1PES: youtube.com/liga1pes

Di babak Grand Final, Tim Vietnam benar-benar mendominasi pertandingan, meski Tim COOP Malaysia mencuri 1 GAME dari Tim Vietnam, namun dominasi dan pengalaman pemain Vietnam di musim ini benar-benar menjadikan mereka layak sebagai Juara di regional SEA. Skor 5-1, 1-2, dan 5-0 memastikan Vietnam keluar sebagai Juara SEACL musim 2021.

Tetap semangat untuk Tim PES Garuda SEACL 2021! Jangan patah semangat, terus bermimpi untuk meraih prestasi! Kompetisi bukan soal memenangkan segalanya, tapi kompetisi untuk kita terus bertumbuh dan menjadikan pribadi kita yang lebih baik dari sebelumnya. GO esports & PES Indonesia!

Artikel ini ditulis oleh Valentinus Sanusi, founder dari Liga1PES. Penyesuaian ringat untuk tulisan agar sesuai dengan arahan media Hybrid.co.id. 

Esports Will Be Officially Contested as an Exhibition in PON XX Papua 2021

A new chapter is being written in the history of Indonesian esports, as esports will be included as an exhibition at the forthcoming PON (National Games) XX Papua 2021.

Esports is one of ten sports that will be competed at the PON XX Papua 2021 Exhibition. This commitment was acquired after the official establishment of the Indonesian Esports Executive Board (PBESI) as a member of the Indonesian National Sports Committee (KONI).

Ascertainment of esports as an exhibition sport of XX Papua PON 2021 along with nine other sports was based on Central KONI Decree No. 67 of 2021. The aim, according to PBESI Secretary-General Frengky Ong, is to have three games participate in the PON XX Papua 2021 Exhibition. eFootball PES 2021, Mobile Legends, and Free Fire are the three games.

“Three esports genres of three different titles will be fought during the exhibition, including battle royale, MOBA, and football,” Frengky said at a virtual press conference on Wednesday (18/8/2021).

Photo via JPNN

PBESI intends to use the 2021 PON XX Papua Exhibition to evaluate athletes who would subsequently represent Indonesia in international events or competitions. The top-performing esports players at the 2021 PON XX Papua esports exhibition will be invited to attend a training camp at the National Training Center and will be trained directly by PBESI.

“They will be prepared to compete in international esports competitions and will represent Indonesia in multi-event championships such as the SEA Games, Asian Games, and others,” Frengky said.

From 26 August to 5 September 2021, the qualifying round will be conducted. It will be split into six categories specifically for eFootball PES 2021. This provincial qualifying round is open to the public and will be conducted virtually. This round will determine the top individual or team in each category.

“Later on, the qualification process for each esports title will be held in each province. The challenge is to identify the finest one. As a result, we’ll eventually have 34 team representatives from each game title.”On Wednesday (18/8/2021), he said in a press release.

PBESI Secretary-General Frengky Ong also commented that potential participants must register on the Garudaku platform for the registration stage. Registration will begin on August 18, 2021. Participants must represent their respective areas on the KTP or KIA in accordance with their domicile area.

Cover photo courtesy of Bolaskor.

Sekolah Ini Punya Klub Esports Khusus Perempuan

Memiliki klub esports di sekolah mungkin semakin lumrah hari-hari ini. Dengan semakin populernya esports, maka banyak sekolah-sekolah yang membuatkan klub esports agar para siswanya bisa mulai mengasah skill-nya sejak dini.

Di Jepang, klub esports di sekolah ini memang sudah menyebar ke banyak sekolah dari berbagai daerah. Namun mayoritas klub tersebut berisikan siswa laki-laki. Salah satu yang mencoba menggebrak hal tersebut adalah SMA Wanita Jin-Ai yang berada di Prefektur Fukui.

SMA ini mendirikan klub esports-nya pada Oktober lalu dan langsung mendapat banyak perhatian dari berbagai media nasional. Pendirian klub ini merupakan salah satu bentuk peraturan dari Prefektur Fukui untuk menyebarkan esports di daerah terrsebut. Mereka membetuk organisasi esports yang kemudian menghubungi sekolah-sekolah untuk mendirikan klub esports-nya masing-masing.

Image credit: Mainichi.jp

Untuk sekarang, sudah ada 12 siswa perempuan yang menjadi member dari klub esports SMA Wanita Jin-Ai. SMA tersebut mengubah kantor humas mereka menjadi ruang klub yang dilengkapi dengan enam komputer untuk digunakan para anggotanya untuk bermain dan berlatih.

Dilansir dari media lokal Mainichi.jp, presiden klub esports tersebut, Mayu Mura mengatakan bahwa sesi praktek dari klub mereka layaknya acara perkumpulan. Namun dirinya juga mengatakan bahwa mereka tengah melakukan diskusi serius tentang bagaimana mereka dapat mengimprovisasi kemampuan mereka.

“Kemampuan Anda, bukan gender Anda, itu yang terpenting. Karena ada juga pemain (esports) perempuan di dalam tim profesional,” ungkap Mayu yang kini berada di kelas 12.

Image credit: Mainichi.jp

Hal yang menarik dari keberadaan klub esports ini adalah murid dari tingkat apapun dapat menjadi satu tim. Hal ini memang baru bagi remaja di Jepang karena sebelumnya ada hirarki yang kuat antar murid yang berbeda tingkatan kelas.

Namun status senpai (senior) dan kouhai (junior) itu tidak diterapkan di dalam klub tersebut, yang ternyata malah membuat adanya rasa kesetaraan pada anggota klub. Hal tersebut membuat para anggota merasa bahwa kemampuan mereka untuk berkomunikasi meningkat.

Ke depannya, target dari klub esports SMA Wanita Jin-Ai adalah untuk memenangkan turnamen tingkat nasional seperti Kejuaraan esports tingkat SMA.

DS/innovate Rilis Laporan Singkat Tentang Esports

Dalam perkembangan ekosistem esports yang terus tumbuh, terutama di Indonesia, menjadi menarik untuk melihat dan menganalisa, potensi apa saja yang bisa baik dari sisi model bisnis atau dari sisi pelakunya sendiri.

Ekosistem esports cukup luas, mulai dari publisher game, event organizer, organisasi esports, wasit, broadcast company, brand, media dan masih banyak lagi turunan dari masing-masing elemen.

DS/innovate sebagai sebuah firma riset baru-baru ini merilis laporan singkat terkait esports berjudul Esports Report: Market Overview 2021. Dalam laporan singkat ini ditampilkan berbagai data global, regional dan lokal untuk memberikan perspektif akan ekosistem esports yang kini masih terus berkembang.

Laporan bersifat singkat dan merangkum data dari berbagai sumber, data yang dihadirkan meliputi paparan sejarah singkat perkembangan esports, informasi singkat tentang ekosistem yang ada di esports sampai dengan data tentang pangsa pasar dan tren di esports. Data juga mencakup data global dan regional.

Untuk pasar Indonesia, laporan ini juga mengumpulkan data-data menarik, termasuk game yang paling sering ditonton, pertumbuhan pasar di Indonesia untuk gaming dan esports, platform populer untuk menonton esports sampai dengan data singkat tentang key player untuk esports di Indonesia.

Beberapa data menarik

Dari laporan singkat ini ada beberapa data menarik antara lain tentang layanan populer untuk streaming di Indonesia dan perangkat apa yang populer untuk menonton serta topik terkait item di game.

Tiga layanan untuk streaming yang paling populer di Indonesia menurut data bulan Januari 2021 adalah Youtube, Nimo TV dan Gox. Youtube memang menjadi salah satu channel atau saluran utama pagi penikmat esports di Indonesia dalam menikmati konten, baik itu live streaming turnamen atau konten lain dari para konten kreator termasuk organisasi esports. Popularitas Youtube di ranah game juga terbantu oleh penggunaan platform ini sebagai layanan utama untuk menikmati konten di luar gaming seperti musik, teknologi dan lainnya.

Dua layanan lain, Nimo TV dan Gox sering menjalankan program termasuk kerja sama dengan turnamen esports untuk mengajak audiense menikmati konten live streaming di layanan mereka. Nimo TV juga bekerja sama dengan organisasi esports untuk menghadirkan koten di platform mereka. Sedangkan GOX merupakan pendatang baru yang di awal kehadirannya cukup agresif dalam mengajak penikmat game untuk beraktivitas di platform mereka.

Untuk 3 perangkat smartphone yang paling populer digunakan dalam menonton tayangan terkait esports adalah Samsung, Xiaomi dan OPPO. Tiga perangkat ini merupakan brand yang populer di Indonesia. Samsung dan OPPO juga aktif mendukung kegiatan esports. Sedangkan Xiaomi merupakan perangkat yang cukup populer dengan harga terjangkau tetapi spesifikasi cukup tinggi.

Selain data tentang platform streaming ada pula data tentang item apa yang paling sering dibeli oleh gamers tanah air. Dari data yang tersedia item yang paling sering dibeli antara lain diamond atau currency di game, character items dan characer skin.

Sedangkan alat bayar yang paling pupuler di gunakan adalah Gopay, OVO dan DANA. Tiga layanan bayar ini memang telah menjadi alat pembayaran digital di tanah air, digunakan pula untuk berbagai keperluan seperti membeli makanan atau alat transportasi, integrasi dengan berbagai layanan voucher atau game juga menjadikannya semakin populer untuk membeli item di game.

Esports Report: Market Overview 2021 merupakan laporan singkat terbaru yang dirilis DS/innovate dan bisa Anda dapatkan secara gratis. Dua informasi singkat di atas hanya sebagian kecil dari keseluruhan laporan.

Anda bisa mengunduh Esports Report: Market Overview 2021 lewat tautan ini.
Esports Report: Market Overview 2021.

PUBG Mobile dan Free Fire Masuk Nominasi Esports Game of The Year di Esports Awards 2021

Esports Awards kembali mengumumkan nominasinya untuk berbagai kategori. Berbagai kategori seperti media, perusahaan, publisher game, influencer, dan kategori lainnya dibuat untuk memberikan penghargaan bagi semua elemen pendukung yang telah berjasa memajukan esports.

Esports Awards juga dibagi menjadi 2 kategori besar yaitu untuk kategori Community dan Industry.

Berikut ini adalah daftar lengkap kategori (Industry) beserta nominasinya.

Commercials Partner of the Year

  • StateFarm
  • Intel
  • Redbull
  • Logitech
  • CashApp
  • FTX
  • BMW
  • Mountain Dew
  • Kitkat
  • Alienware
  • HyperX
  • Verizon

Esports News Coverage Website

  • The Esports Observer
  • Inven Global
  • Esports Insider
  • Dexerto
  • Upcomer
  • ESPM
  • HLTV.org
  • Dot Esports
  • Liquipedia
  • SiegeGG

Game of the Year

  • League of Legends
  • DotA 2
  • CS:GO
  • Valorant
  • Call of Duty
  • Overwatch
  • RocketLeague
  • Free Fire
  • RS6
  • PUBG Mobile

Hardware of the Year

  • Corsair
  • Alienware
  • Razer
  • Secret Lab
  • Logitech
  • ASUS
  • AMD
  • SteelSeries
  • Nvidia
  • Intel
  • HyperX
  • Elgato

Journalists of the Year

  • Richard Lewis
  • Wasif Ahmed
  • Kevin Hitt
  • H. B. Duran
  • Ashley Kang
  • Jacob Wolf
  • FionOnFire
  • Liz Richardson
  • Pablo ‘Bloop’ Suarez
  • Adam Fitch

Publisher of the Year

  • Tencent
  • Blizzard
  • Riot Games
  • Epic Games
  • Valve
  • Ubisoft
  • Garena
  • Electronic Arts
  • Psyonix

Supporting Service of the Year

  • Discord
  • Mobalytics
  • The Story Mob
  • AfterShock Media Group
  • Prodigy
  • CAA
  • ESEA
  • Hitmaker
  • Paper Crowns
  • Character Select Agency

Broadcast & Production Team of the Year

  • BeyondTheSummit
  • Nerd Street Gamers
  • FACEIT
  • Esports Engine
  • BLAST Premier
  • ESL
  • Psyonix
  • Blizzard
  • Riot Games
  • Garena

Sedangkan untuk bagian Community, berikut ini adalah kategori penghargaan yang ada di Esports Awards 2021.

  • Esports Apparel of the Year
  • Esports Content Creator of the Year
  • Esports Mobile Game of the Year
  • Esports Personality of the Year
  • Esports Play of the Month May 2021
  • Streamer of the Year

Acara penghargaan Esports Awards 2021 rencananya akan digelar pada tanggal 20 Nover 2021 di Esports Stadium Arlington. Jika Anda tertarik untuk memberikan voting, Anda dapat langsung menuju laman resminya di tautan ini.

Di tahun sebelumnya, Free Fire juga sempat memenangkan penghargaan dari Esports Awards untuk kategori Esports Mobile Game of the Year. Sedangkan salah satu pro player asal Indonesia, Made Bagas ‘Zuxxy’ Pramudita dari Bigetron RA berhasil menjadi Esports Mobile Player of the Year.

Meski acara semacam ini memang menarik, sayangnya, pembuat acara penghargaan ini nampaknya hanya terpaku dengan skena esports dan seputarnya yang laku di pasar barat sana.

Game Esports Gundam Tengah Dikembangkan oleh Bandai Namco

Gundam adalah salah satu franchise yang mampu bertahan begitu lama dan juga berhasil diadaptasi ke berbagai media, termasuk video game. Meski begitu, Bandai Namco kelihatannya masih melihat peluang untuk memperluas Gundam untuk ikut masuk ke dalam esports.

Hal ini diumumkan pada Konferensi Gundam Pertama di Tokyo. Chief Gundam Officer dari Bandai Namco, Koji Fujiwara mendiskusikan masa depan dari franchise ini dan bagaimana untuk memperkuatnya.

Dari beberapa rencana termasuk memperluas penjualan mainan gunpla dan juga merilis film live-action, Bandai Namco menyebutkan tentang kompetisi esports yang akan dinamai GGGP (Gundam Game Grand Prix).

image credit: ggame-grandprix

Kompetisi ini sebenarnya masih dalam tahap pengembangan oleh Bandai Namco. Untuk awalnya, kompetisi ini akan menggunakan game Gundam EXTREME VS. Maxi Boost On yang sebenarnya sudah ada di arcade sejak 2010 dan sudah masuk ke dalam ranah esports. Versi PlayStation 4-nya yang dirilis pada 2016 (Jepang)/2020 (Worldwide) bahkan akan masuk ke dalam turnamen sekunder Evo 2021.

Ke depannya, Bandai juga menargetkan perkembangan kompetisi ini menjadi event esports berskala global yang akan memusatkan fokusnya pada Amerika Utara. Varian game Gundam yang akan diperlombakan juga akan diperluas pada Mobile Suit Gundam Battle Operation 2 (PlayStation 5/PlayStation 4) dan juga Gundam Breaker Mobile (iOS/Android).

Selain judul-judul yang telah dirilis, Bandai Namco juga mengatakan bahwa mereka akan mengembangkan sebuah judul Gundam baru yang memang dikhususkan untuk kompetisi esports. Fujiawara juga meminta para fans untuk menunggu informasi lanjutanya.

image credit: pushsquare

Game Gundam berkonsep PvP (Player-versus-player) sebenarnya telah beberapa kali dicoba oleh Bandai Namco sebelumnya. Salah satunya adalah New Gundam Breaker yang dirilis pada 2018 lalu. Namun sayangnya game ini mendapat respon yang kurang positif  dari para fans.

Kali ini bukanlah usaha pertama Bandai Namco menggarap game yang memang dipersiapkan untuk esports. Meskipun memang sebelumnya mayoritas game esports yang mereka buat adalah game fighting (Tekken, Dragon Ball FighterZ, Soul Calibur 6).

Hadirnya konsol next-gen sebenarnya juga memberikan kesempatan bagai Bandai Namco untuk mengembangkan sebuah game Gundam yang benar-benar baru dengan grafik, gameplay, dan bahkan mekanisme yang benar-benar dipersiapkan sebagai game kompetitif.

Jual-Beli Nama Tim Esports: Dampak Pada Sponsor dan Tim

Beberapa tahun belakangan, semakin banyak merek non-endemik yang memutuskan untuk mendukung pelaku esports, termasuk organisasi esports. Ketika sebuah perusahaan menjadi sponsor dari tim esports, salah satu hal yang bisa mereka dapatkan adalah pemasangan logo atau nama perusahaan di jersey pemain, sama seperti yang dilakukan perusahaan ketika mereka mensponsori tim olahraga konvensional. Sayangnya, siaran pertandingan esports jauh berbeda dari kompetisi olahraga.

Saat Anda menonton siaran pertandingan olahraga, Anda akan sering melihat para atlet. Namun, sebagian besar pertandingan esports justru menunjukkan jalannya pertandingan dalam game. Jadi, para pemain justru jarang disorot. Alhasil, nama sponsor yang terpasang pada jersey pemain menjadi kurang terekspos. Karena itu, ada beberapa perusahaan yang memilih untuk menjadi naming sponsor. Dengan begitu, nama perusahaan atau brand mereka akan dipadankan langsung dengan nama tim.

Kontrak Naming Rights dan Organisasi Esports yang Telah Melakukannya

Pada 2020, pemasukan industri esports diperkirakan hampir mencapai US$1 miliar. Sponsorship dan hak siar media memberikan kontribusi hampir 75% dari total pemasukan tersebut. Sementara itu, bagi organisasi esports, sponsorship justru memberikan kontribusi yang lebih besar lagi pada keuangan mereka. Menurut Gaming Street, sekitar 90% dari total pemasukan organisasi esports berasal dari sponsorship.

Tentu saja, ketika perusahaan menjadi sponsor esports, mereka punya tujuan yang ingin mereka capai. Berdasarkan studi Sponsorship in Esports, kebanyakan perusahaan yang menjadi sponsor esports biasanya punya tujuan jangka panjang, yaitu ingin membangun reputasi mereka, khususnya di kalangan fans esports. Para sponsor esports biasanya tidak berusaha untuk mencari Return of Investments (ROI) dalam jangka pendek, seperti peningkatan penjualan.

Memang, menjadi sponsor esports akan membantu perusahaan untuk memenangkan hati para generasi milenials dan Gen Z, yang merupakan demografi penonton esports. Menurut studi Sponsoring Esports to Improve Brand Image, ketika perusahaan menjadi sponsor esports, maka satu per tiga fans esports akan menjadi lebih menyukai brand mereka. Dengan asumsi jumlah audiens esports mencapai 474 juta orang pada 2021, maka sebuah brand akan bisa menjangkau sekitar 158 juta orang ketika mereka menjadi sponsor esports.

Pertumbuhan jumlah penonton esports. | Sumber: Newzoo

Secara garis besar, ada empat jenis sponsorship, yaitu media sponsor, promotional sponsor, in-kind sponsor, dan sponsor finansial. Media sponsor bertugas untuk mengiklankan sebuah acara, baik di media televisi, koran, ataupun channel digital, seperti situs dan blog. Sementara itu, promotional sponsor memiliki tugas yang sama dengan media sponsor. Hanya saja, jika media sponsor biasanya diisi oleh perusahaan media, promotional sponsor biasanya merupakan individu.

In-kind sponsor merupakan sponsor yang memberikan bantuan berupa jasa atau produk yang mereka buat. Misalnya, jika merek minuman menjadi sponsor dari turnamen esports, maka mereka akan menyediakan minuman mereka bagi pemain dan penonton esports yang hadir. Terakhir, sponsor finansial. Dibandingkan dengan tiga jenis sponsorship lainnya, sponsor finansial adalah yang paling sering dibahas. Sesuai namanya, sponsor finansial akan memberikan bantuan berupa uang pada turnamen, event, atau tim yang mereka sponsori.

Salah satu hal yang bisa ditawarkan oleh tim esports pada sponsor mereka adalah memasang logo atau nama sponsor di jersey pemain. Hanya saja, wajah pemain profesional tak terlalu sering disorot kamera, berbeda dengan atlet olahraga konvensional. Karena itu, beberapa perusahaan lebih memilih untuk menjadi naming sponsor. Dengan begitu, nama perusahaan atau brand akan disandingkan dengan nama tim esports. Sejauh ini, ada beberapa organisasi esports yang telah menandatangani kontrak naming rights dengan brand, baik brand endemik maupun non-endemik.

Kia Motor jadi naming sponsor dari DAMWON Gaming. | Sumber: Esports Insider

Salah satu organisasi esports yang punya naming sponsor adalah DAMWON Gaming, organisasi esports asal Korea Selatan yang memenangkan League of Legends World Championship pada 2020. Pada Desember 2020, DAMWON mengumumkan bahwa Kia Motor akan menjadi naming sponsor mereka mulai 2021. Nama mereka pun berubah menjadi DWG KIA. Selain itu, mereka juga memperkenalkan logo dan seragam baru untuk pemain League of Legends mereka. Hyugho Kwon, Head of Korea Business Division, Kia Motors menjelaskan, alasan Kia Motors mendukung DAMWON Gaming adalah karena mereka ingin “merevitalisasi” ekosistem esports global. Tak hanya itu, mereka juga ingin mempromosikan merek Kia pada fans esports di seluruh dunia.

Organisasi esports lain yang baru saja menandatangani kontrak naming rights adalah JDG Gaming. Organisasi itu merupakan bagian dari divisi esports milik Jing Dong, perusahaan e-commerce asal Tiongkok. Perusahaan yang menjadi naming sponsor JD Gaming adalah Intel. Melalui sponsorship ini, nama JDG Gaming diubah menjadi JDG Intel Esports Club. Kontrak naming rights ini berlangsung selama dua tahun. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kontrak naming rights ini.

Team SoloMid (TSM) juga baru saja menandatangani kontrak naming rights pada awal Juni 2021. Perusahaan yang menjadi naming sponsor dari TSM adalah bursa cryptocurrency asal Hong Kong, Future Exchange (FTX). Kontrak naming rights antara TSM dan FTX berlangsung selama 10 tahun dan bernilai US$210 juta. Setelah menandatangani kontrak itu, TSM akan dikenal dengan nama TSM FTX. Tujuan FTX menjadi naming sponsor untuk TSM adalah karena mereka ingin membuat masyarakat Amerika Serikat mengenal brand mereka.

Setelah Genflix menjadi naming sponsor, nama Aerowolf pun berubah. | Sumber: Twitter

Di Indonesia, juga ada tim esports yang pernah menandatangani kontrak naming rights, yaitu Aerowolf. Pada Mei 2019, Aerowolf mengumumkan bahwa Genflix, platform streaming video lokal, resmi menjadi naming sponsor mereka. Alhasil, mereka mengubah nama mereka dari Aerowolf Roxy menjadi Genflix Aerowolf. Sama seperti FTX, tujuan Genflix menggandeng Aerowolf adalah untuk meningkatkan brand awareness. Hanya saja, Genflix menyasar generasi muda, yang memang merupakan demografi penonton esports.

Untung-Rugi dari Kontrak Naming Rights

Setiap perusahaan pasti ingin punya brand yang kuat dan positif. Alasannya, di tengah ketatnya persaingan, reputasi brand yang positif bisa membuat perusahaan lebih unggul dari persaingannya. Ketika sebuah brand punya reputasi yang baik di mata konsumen, kemungkinan besar produk dari brand tersebut dibeli akan menjadi lebih tinggi. Sponsorship menjadi salah satu cara perusahaan untuk membangun reputasi brand mereka. Menjadi sponsor dari kegiatan atau tim olahraga merupakan salah satu cara terbaik bagi perusahaan untuk membangun brand yang positif, menurut Winnan. Sekarang, perusahaan-perusahaan juga mulai menunjukkan ketertarikan untuk menjadi sponsor dari pelaku esports. Apalagi, ketika perusahaan menargetkan generasi milenial dan Gen Z.

Bagi perusahaan, salah satu keuntungan dari menjadi naming sponsor dari tim esports adalah meningkatkan brand awareness. Saat perusahaan menjadi naming sponsor dari tim esports, brand mereka akan disandingkan dengan nama tim. Dalam siaran kompetisi esports, para pemain memang jarang disorot kamera, membuat logo dan nama pada jersey pemain menjadi kurang terlihat. Namun, lain halnya dengan nama tim. Nama tim esports pasti akan selalu disebut dalam siaran kompetisi esports. Tak hanya itu, selama pertandingan, nama tim juga biasanya ditampilkan pada layar. Jadi, dengan menjadi naming sponsor dari tim esports, perusahaan bisa meningkatkan eksposur konsumen — khususnya penonton esports — akan brand mereka.

Keuntungan lain yang bisa didapatkan oleh perusahaan ketika mereka menjadi naming sponsor dari tim esports adalah kesetiaan para fans. Dalam buku berjudul The eSports Market and eSports Sponsoring, penulis Julian Heinz Anton Stroh, menyebutkan bahwa kebanyakan fans esports sadar, perusahaan yang menjadi sponsor dari tim kesayangan mereka punya tujuan komersil, seperti meningkatkan penjualan. Namun, para fans juga sadar, industri esports membutuhkan para sponsor untuk bisa bertahan. Jadi, komunitas esports biasanya tidak membenci perusahaan yang menjadi sponsor. Sebaliknya, mereka biasanya justru mengapresiasi para sponsor.

Fans esports punya antusiasme yang tinggi. | Sumber: ESTNN

Sejumlah studi juga menunjukkan, para fans tidak keberatan jika merek non-endemik yang tidak ada sangkut pautnya dengan game atau esports turut mendukung skena competitive gaming. Studi oleh Stroh menunjukkan, 70% dari fans esports berharap, akan ada semakin banyak merek non-endemik yang ikut mendukung esports. Walau memang, mereka lebih menyukai merek endemik.

Menjadi sponsor esports memang bisa membuat reputasi perusahaan menjadi lebih positif di mata fans. Hanya saja, ada beberapa faktor lain yang juga memengaruhi citra sebuah perusahaan, seperti metode activation yang digunakan oleh sponsor, target audiens, dan produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Dan tak bisa dipungkiri, komunitas esports memiliki antusiasme yang tinggi. Jika sebuah brand sukses memenangkan hati mereka, maka mereka akan secara aktif memuju brand di media sosial. Word-of-mouth dari para fans bisa membuat memperkuat reputasi brand di kalangan penonton esports. Sayangnya, antusiasme fans esports ini layaknya pedang bermata dua. Jika pesan yang perusahaan coba sampaikan melalui sponsorship tidak tersampaikan, para fans justru bisa menyebarkan pesat negatif akan brand. Hal ini juga berlaku dalam kontrak naming rights.

Ketika perusahaan menandatangani kontrak naming rights dengan tim esports, brand mereka akan disandingkan dengan nama tim. Jadi, brand dan tim esports yang bekerja sama akan saling diasosiasikan dengan satu sama lain. Hal ini bisa menimbulkan masalah ketika salah satu pihak — baik perusahaan maupun tim esports — terkena skandal. Misalnya, jika sebuat tim esports terbukti pernah bermain curang, maka, tak hanya reputasi tim esports saja yang akan rusak, tapi juga brand yang menjadi sponsor. Begitu juga dengan sebaliknya. Jika sponsor terkena skandal, tak tertutup kemungkinan, tim esports yang bekerja sama dengan perusahaan juga mendapatkan cap negatif dari masyarakat.

Tujuan utama perusahaan menjadi naming sponsor dari tim esports adalah untuk membuat fans mengasosiasikan merek mereka dengan tim. Hanya saja, kontrak naming rights terkadang tidak berlangsung lama. Dan jika nama tim terus berganti, fans justru bisa menjadi tak peduli pada naming sponsor. Kemungkinan lain yang mungkin terjadi adalah fans akan mengingat sponsor lama dari tim karena sudah terbiasa.

Hal ini pernah terjadi pada Candlestick Park, stadion yang menjdi markas dari San Francisco 49ers dan San Francisco Giants, menurut laporan Chron. Stadion itu dikenal dengan nama Candlestick Park sejak 1960. Pada 1995-2002, nama stadion itu berubah menjadi 3Com park. Nama stadion kembali berubah pada 2004-2008, menjadi Monster Park. Namun, pada akhirnya, nama yang diingat oleh fans adalah Candlestick Park. Hal ini menunjukkan, jika kontrak naming rights hanya berlangsung sebentar, ada kemungkinan fans tidak akan mengasosiasikan tim dengan merek sang sponsor. Meskipun begitu, jika kontrak naming rights berlangsung lama — seperti yang terjadi antara TSM dan FTX — hal ini juga bisa merugikan kedua belah pihak.

Team SoloMid baru saja menandatangani kontrak dengan FTX. | Sumber: Dot Esports

Keputusan tim esports untuk menjual naming rights pada sponsor bisa dibandingkan dengan keputusan startup untuk menerima tawaran akuisisi dari perusahaan yang lebih besar. Baik kontrak naming rights maupun akuisisi punya potensi untuk kedua belah pihak untung atau buntung. Akuisisi yang menguntungkan bagi perusahaan adalah ketika startup/perusahaan yang diakuisisi bisa memberikan kontribusi pemasukan yang lebih besar dari nilai belinya. Contohnya adalah akuisisi Instagram oleh Facebook. Pada 2012, Facebook membeli Instagram — yang hanya memiliki 13 karyawan — senilai US$1 miliar. Sekarang, Instagram memiliki lebih dari 1 miliar pengguna dan memberikan kontribusi sebesar US$20 miliar pada pemasukan Facebook setiap tahunnya.

Namun, tidak semua startup/perusahaan akan menerima tawaran akuisisi atau merger dari perusahaan yang lebih besar. Biasanya, alasan perusahaan menolak tawaran itu adalah karena mereka percaya, mereka akan bisa tumbuh besar tanpa bantuan dari perusahaan yang ingin mengakuisisi. Atau, mereka percaya, nilai perusahaan mereka di masa depan akan menjadi lebih besar dari nilai tawar saat ini. Contoh perusahaan yang menolak akuisisi perusahaan besar adalah Discord. Microsoft sempat menawarkan US$12 miliar untuk mengambil alih Discord sepenuhnya. Namun, pihak Discord menolak dan memilih untuk fokus melakukan IPO di masa depan, menurut laporan Bloomberg.

Hal yang sama juga bisa terjadi pada kontrak naming rights. Mari kita ambil kontrak naming rights antara TSM dan FTX sebagai contoh. Kontrak yang berlangsung selama 10 tahun itu bernilai US$210 juta. Hal itu berarti, saat ini, nilai merek TSM memang hanyalah US$210 juta. Namun, ke depan, ada kemungkinan TSM akan menjadi organisasi esports yang lebih besar dan dikenal oleh lebih banyak orang, yang berarti, nilai brand mereka bisa naik. Sebaliknya, dalam 10 tahun, tidak tertutup kemungkinan, performa TSM justru menurun, yang menyebabkan nilai atas nama organisasi juga merosot. Dalam kasus ini, maka FTX yang akan dirugikan karena mereka sudah terlanjur membayar ratusan juta di awal kontrak.

Kontrak Naming Rights di Olahraga Konvensional

Tak hanya di esports, kontrak naming rights juga lumrah terjadi di dunia olahraga konvensional. Misalnya, beberapa tim basket di Indonesia telah menjual naming rights pada sponsor. Salah satu tim basket Indonesia yang punya naming sponsor adalah Satria Muda. Sejak didirikan pada 1993, tim Satria Muda telah menandatangani kontrak naming rights beberapa sponsor. Pada 1997, merek AdeS dari The Coca-Cola Company menjadi sponsor utama dari tim basket asal Jakarta tersebut. Alhasl, nama tim pun berubah menjadi AdeS Satria Muda. Satu tahun kemudian, pada 1998, nama tim kembali berubah, menjadi Mahaka Satria Muda. Alasannya, karena sponsor utama tim berubah menjadi PT Abdi Bangsa Tbk milik Erick Tohir.

Tak berhenti sampai di situ, pada 2004, BRI melalui BritAma mensponsori tim Satria Muda. Ketika itu, nama tim pun menjadi Satria Muda BritAma. Tak hanya itu, markas Satria Muda juga dinamai The BritAma Arena. Namun, pada 2015, sponsor utama Satria Muda kembali berganti, menjadi Pertamina. Seiring dengan perubahan itu, nama tim basket tersebut pun berubah menjadi Satria Muda Pertamina. Tim basket nasional lain yang juga punya naming sponsor adalah Amartha HangTuah. Ketika didirikan pada 2003, tim basket itu hanya menggunakan nama HangTuah. Mereka mengganti nama menjadi HangTah Sumsel Indonesia Muda pada 2008. Nama tersebut digunakan hingga 2019, ketika Amartha memutuskan untuk menjadi naming sponsor dari HangTuah. Setelah itu, tim basket tersebut pun dikenal dengan nama Amartha HangTuah.

Saat Amartha jadi naming sponsor HangTuah. | Sumber: Kompas

Tentu saja, tidak semua tim olahraga bersedia menjual naming rights dari tim mereka. Klub sepak bola Eropa misalnya, mereka biasanya hanya menjual naming rights dari stadion yang menjadi markas mereka, tapi tidak naming rights atas klub itu sendiri. Contohnya, maskapai asal Uni Emirat Arab, Emirates, membeli naming rights atas stadion markas Arsenal pada 2004. Diperkirakan, kontrak yang berlangsung selama 15 tahun itu bernilai £100 juta. Selain hak atas nama stadion, Emirates juga mendapatkan placement logo di jersey pemain Arsenal sejak musim 2006-2007. Tahun lalu, Barcelona juga baru menjual naming rights atas markas mereka, Camp Nou. Hanya saja, dana yang Barcelona dapatkan dari penjualan naming rights atas Camp Nou tidak masuk kantong mereka sendiri, tapi akan diberikan untuk kegiatan amal terkait COVID-19.

Sementara itu, alasan mengapa klub sepak bola ternama tidak menjual naming rights atas klub mereka adalah karena nama mereka sudah dikenal banyak orang. Berbeda dengan tim esports yang masih relatif muda, klub-klub sepak bola Eropa sudah berumur lebih dari 100 tahun. Empat klub besar di Inggris didirikan sebelum tahun 1900: Arsenal pada 1886, Liverpool pada 1892, Manchester City pada 1880, dan Manchester United pada 1878. Jadi, kecil kemungkinan mereka akan rela mengganti nama hanyay demi mendapatkan sponsor. Sekalipun ada tim sepak bola yang mau menjual naming rights mereka, belum tentu ada perusahaan yang rela membelinya karena harganya yang pasti mahal. Selain itu, jika sponsor hanya ingin meningkatkan brand awareness, mereka bisa mendapatkannya dengan menjadi sponsor biasa dari tim sepak bola. Toh, penempatan logo atau nama pada jersey pemain bola sudah dapat memberikan eksposur.

Kontrak naming rights tidak hanya terbatas pada tim olahraga atau organisasi esports. Ada juga perusahaan yang bersedia menjadi naming sponsor dari pertandingan olahraga atau kompetisi esports. Contohnya, liga sepak bola nasional Thailand dikenal dengan nama Toyota League Cup karena perusahaan Jepang itu memang menjadi sponsor utama dari liga tersebut. Sementara di esports, salah satu perusahaan yang membeli naming rights atas turnamen adalah Intel, yang memunculkan Intel Extreme Masters dan Intel Grand Slam. Di Indonesia, JD.id merupakan contoh perusahaan yang menandantangai kontrak naming rights dengan turnamen esports, yaitu High School League, yang diadakan oleh Yamisok. Tujuan JD.id menjadi sponsor dari HSL adalah untuk meningkatkan brand awareness di kalangan pemain dan penonton esports SMA.

Penutup

Ketika Anda pergi ke supermarket, ada berapa banyak merek sabun yang Anda lihat? Ketika dua perusahaan menawarkan produk yang sama dengan kualitas dan harga yang mirip, bagaimana Anda akan memilih produk yang akan Anda beli? Di tengah ketatnya persaingan di pasar, salah satu cara bagi perusahaan untuk unggul dari pesaingnya adalah dengan membangun reputasi merek yang baik. Salah satu cara yang bisa perusahaan lakukan untuk membangun reputasi brand adalah dengan menjadi sponsor di bidang olahraga, termasuk esports.

Memasang logo atau nama perusahaan pada jersey pemain merupakan salah satu bentuk sponsorship paling standar. Namun, bagi perusahaan yang ingin mengekspos brand-nya lebih jauh, mereka bisa memilih untuk menjadi naming sponsor dari organisasi esports. Dengan begitu, fans akan mengasosiasikan nama brand dengan tim kesayangan mereka. Hanya saja, jika tidak hati-hati dalam memilih tim esports yang dijadikan sebagai rekan, perusahaan justru bisa terkena masalah.

FaZe Clan Menjadi Organisasi Esports Pertama yang Masuk di Majalah Sports Illustrated

Ranah esports baru saja mendapat kabar baik dengan pencapaian terbarunya melalui FaZe Clan. Pasalnya, Sports Illustrated, salah satu publikasi majalah olahraga tertua di Amerika Serikat, baru saja mengeluarkan edisi majalah terbarunya yang menampilkan FaZe Clan di sampul majalahnya. Ini adalah kali pertama esports masuk di majalah bergengsi seperti Sports Illustrated.

Sekilas tentang Sports Illustrated, mereka adalah majalah olahraga mingguan AS yang diterbitkan oleh Time Warner. Memiliki jumlah pelanggan 3 juta dan dibaca oleh 23 juta orang dewasa setiap minggu, termasuk lebih dari 18 juta laki-laki, 19% dari orang dewasa laki-laki di AS. Majalah ini adalah yang pertama dengan peredaran di atas 1 juta eksemplar yang memenangkan National Magazine Award untuk General Excellence dua kali.

Majalah tersebut menampilkan beberapa tokoh penting FaZe Clan, yaitu NICKMERCS, Swagg, Rug, dan Temperr bersama dengan Quarterback Arizona Cardinals Kyler Murray dan putra LeBron James, Bronny James.

https://twitter.com/FaZeClan/status/1403133802461941761

Menghiasi sampul Sports Illustrated adalah sebuah kehormatan bagi setiap atlet olahraga. Sampul edisi tersebut menampilkan streamer dan anggota manajemen FaZe Clan, bersama dengan Murray dan James. Namun, berbagai kritik datang dari ranah komunitas karena sampul majalah tersebut tidak menampilkan satupun atlet esports. Satu-satunya tim esports FaZe Clan yang disebutkan adalah Atlanta FaZe yang disebutkan sekilas di paragraf kedua dari belakang dan terakhir.

Salah satu kritik bahkan datang dari jurnalis esports ternama Ryan dari RushBMedia. “Oh itu keren, namun di mana pemain professional esports yang Anda pekerjakan di sampul ini?” sebutnya.

Walaupun mendapat kritik, masuknya FaZe Clan ke Sports Illustrated merupakan sebuah pencapaian baru bagi FaZe Clan dan esports secara keseluruhan karena semakin masuk ke ranah mainstream. Hingga saat ini, FaZe Clan adalah salah satu organisasi esports terbesar di dunia.

Dimulai sebagai tim trickshot di Call of Duty, penghasilan YouTube membantu memperluas skuad mereka dari YouTuber ke tim esports. FaZe memiliki tangan di hampir setiap titel game esports di penjuru benua Amerika hingga Eropa.

FaZe dikenal dengan perpaduan antara gaya hidup, game, dan esports. Selain itu, FaZe mengandalkan merchandise untuk menjadi pilihan yang layak bagi organisasi asal Amerika Serikat ini untuk menghasilkan uang di luar pembuatan konten dan iklan. Jika Anda tertarik untuk membaca lebih lanjut tentang sejarah perkembangan FaZe Clan, kami pernah menuliskannya lengkap sebelumnya.