MNC Group Kembali Berinvestasi ke Migo Senilai 302 Miliar Rupiah dalam Putaran Seri C1

Migo mengumumkan telah menyelesaikan penutupan putaran pertama investasi seri C1 senilai $20 juta (lebih dari 302,5 miliar Rupiah) dari investor sebelumnya, MNC Vision Network, bagian dari MNC Group. Putaran berikutnya disebutkan bakal rampung dalam beberapa bulan mendatang.

Dalam keterangan pers yang disampaikan Migo hari ini (10/2), dana segar akan didedikasikan untuk memperluas jaringan Migo, mengincar pengguna dengan jumlah setengah dari populasi Indonesia. Kemudian, memperdalam teknologi, dan ekspansi ke negara lain di luar Indonesia.

CEO Migo Indoneesia Dan Connor menyampaikan, konten MNC memiliki daya tarik yang sangat kuat di mata para pengguna Migo dan menjadi kontributor penonton terbesar di antara mitra-mitra lainnya. Konsumen yang sebelumnya hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk mengakses konten digital on-demand, sekarang mereka dapat menikmati konten MNC dengan rating tertinggi tanpa bergantung pada koneksi data tradisional yang mahal, lambat, dan tidak dapat diandalkan.

“Kami sudah mempunyai kolaborasi yang bermanfaat dengan MNC sejauh ini dan kami sangat bersemangat untuk memperluas kemitraan itu dengan investasi ini,” papar Connor.

Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menambahkan, “Sejak tahu tentang Migo, saya selalu berpikir mereka memiliki konsep yang sangat menarik. Saya memahami keuntungan unik dari platform distribusi mereka, yaitu mengirimkan data, lebih murah, lebih cepat, dan tanpa masalah internet yang biasa terjadi. 18 bulan sejak memulai kolaborasi strategis kami, pandangan kami tidak berubah, bahwa Migo diposisikan secara unik untuk mendigitalkan pemirsa TV tradisional.”

Kerja sama Migo dan MNC

Hubungan Migo dengan MNC Vision Networks dimulai pada saat investasi yang dikucurkan pada September 2021 sebesar $40 juta. Dalam kesepakatan tersebut, sekaligus mengumumkan Presiden Direktur MNC Vision Networks Ade Tjendra dan Marketing Head Presiden Direktur MNC Vision Networks Clarissa Tanoesoedibjo sebagai Dewan Komisaris Migo Indonesia.

Sejak saat itu, kini jangkauan jaringan Migo tembus mencapai 30 juta orang, dengan lebih dari 2 juta pelanggan mendapatkan akses ke konten digital on-demand yang sebelumnya sulit diakses melalui jaringan telekomunikasi tradisional, dan lebih dari 1 juta pelanggan berbayar.

Teknologi distribusi data Migo yang unik mampu mengirimkan data kepada konsumen dengan biaya kurang dari 1% dari biaya jaringan seluler biasa. Hal ini memungkinkan pelanggan Migo untuk mengunduh data gratis tanpa batas dengan super cepat. Ambil contoh, satu film berdurasi panjang dapat diunduh ke perangkat konsumen dalam waktu kurang dari satu menit.

Kerja sama strategis dengan MNC Group, memungkinkan Migo untuk menawarkan konten baru dan terbaik kepada konsumen di mana pun yang memiliki smartphone, sementara kolaborasi marketing yang mendalam diklaim berhasil membawa jutaan pengguna ke ekosistem digital on-demand yang sebelumnya terbatas pada segmen ekonomi kelas atas saja.

Disampaikan lebih lanjut, saat ini perusahaan sedang mengembangkan teknologi baru untuk transfer konten langsung dengan aman, yang akan mengubah setiap perangkat pelanggan menjadi bagian dari jaringan kecepatan tinggi, yang secara efektif memperluas jangkauan Migo ke mana pun pengguna Migo pergi.

“Fitur baru ini memungkinkan pelanggan untuk mentransfer konten secara langsung antar perangkat hanya dalam 30 detik, sama sekali tanpa koneksi ke jaringan eksternal apapun,” tutup Connor.

Migo pertama kali hadir pada 2020, diklaim saat ini memiliki lebih dari 1.700 jaringan yang tersebar di Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Produknya adalah paket-paket langganan mikro (saset) yang menyediakan akses bagi pelanggan ke konten hiburan, pendidikan, produk keuangan, dan layanan gaya hidup digital terkait lainnya di cloud lokal (Migo Download Station/MDS) yang tersedia di lokasi ritel.

Di titik jaringan tersebut, menyediakan jaringan Wi-Fi yang dapat dihubungkan dengan perangkat untuk mengunduh konten film sepuasnya. Setiap film yang tersedia di Migo hanya kurang dari 60 detik untuk diunduh. Konten tersebut dapat dinikmati tanpa buffering, makan kuota internet, dan iklan. Pengguna dapat memilih paket seharga Rp3 ribu untuk sehari dan termahal Rp120 ribu untuk satu tahun. Pilihan lainnya mulai dari tujuh hari, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan.

Application Information Will Show Up Here

Unit E-commerce MNC Group “AladinMall” Gandeng SIRCLO untuk Pacu Transaksi

AladinMall (PT MNC Aladin Indonesia), unit bisnis e-commerce MNC Group, mengumumkan kerja sama dengan penyedia solusi omnichannnel commerce SIRCLO. Dalam kesepakatan ini, AladinMall dapat meningkatkan pilihan barang secara lebih luas kepada para konsumennya, mengingat SIRCLO telah menjaring 700 brand prinsipal. Pun dari sisi SIRCLO, brand dapat memperluas kanal penjualan ke lebih banyak platform.

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (29/8), COO AladinMall Bambang Triharto menuturkan gabungan kekuatan yang besar dari kedua perusahaan, dapat memberikan proposisi unik untuk konsumen. Seluruh brand yang telah masuk ke dalam ekosistem MNC Group dapat terintegrasi ke seluruh konten media milik grup untuk menjaring transaksi. Untuk SIRCLO yang kuat dengan solusi omnichannel, dapat memberikan nilai tambah bagi brand prinsipal untuk memberikan pelayanan belanja online yang lebih baik.

“Mitra usaha yang tepat akan memberikan nilai tambah pada kekuatan usaha yang telah ada, untuk itu AladinMall memilih SIRCLO sebagai mitra usaha untuk saling memberikan nilai tambah pada usaha masing-masing dan membangun kekuatan bersama untuk bertumbuh lebih kuat dan lebih besar,” kata dia.

Dari ragam layanan yang dihadirkan SIRCLO untuk usaha dari berbagai skala, AladinMall memanfaatkan SIRCLO Commerce, yakni solusi end-to-end channel management dari SIRCLO untuk brand berskala besar yang ingin memperluas pasarnya secara online.

SIRCLO Commerce menawarkan opsi bagi brand untuk memperluas jangkauannya melalui AladinMall. Tak hanya itu, brand yang bergabung di AladinMall lewat SIRCLO Commerce dapat melakukan penambahan produk atau product assortment ke platform AladinMall.

Founder dan CEO SIRCLO Group Brian Marshal menambahkan, melalui SIRCLO Commerce, pihaknya akan menghadirkan support maintenance dari segi inventori dan order fulfillment bagi setiap brand yang tergabung di AladinMall. Untuk tahap selanjutnya, kedua perusahaan akan mengintegrasikan API yang memungkinkan brand untuk dapat mengautomasi operasionalnya, termasuk saat listing SKU.

Adapun bagi brand, tidak hanya membantu mereka untuk menambah kanal penjualannya melalui AladinMall, aktivasi pemasaran akan menjadi poin penting yang dihadirkan oleh SIRCLO. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan traffic maupun transaksi brand-brand yang bersangkutan.

“SIRCLO berupaya untuk hadir sebagai jembatan antara AladinMall dan brand agar kedua belah pihak dapat saling memperkuat posisinya di ekosistem e-commerce Indonesia. Kami bertekad untuk terus melakukan perbaikan serta menghadirkan inovasi baru yang mampu memperkuat sinergi antara AladinMall dan SIRCLO, terlebih dalam membantu banyak brand dalam menjangkau konsumennya dan berjualan secara online,” ucap Brian.

Dia melanjutkan, “SIRCLO memastikan segala macam proses dari pembelian hingga barang sampai bisa lancar dan experience yang sempurna. Dengan demikian, AladinMall bisa memberikan pengalaman terbaik dari konten-kontennya untuk attract the traffic, yang bisa di-convert jadi penjualan.”

Proposisi AladinMall

Bambang menambahkan, sebelum kerja sama dengan SIRCLO dilakukan, perusahaan sebelumnya harus menyortir brand secara satu persatu untuk masuk ke dalam platform-nya. Hal tersebut di satu sisi memperlamban kerja AladinMall karena harus approach satu per satu perusahaan. Masuknya SIRCLO akan menyelesaikan isu tersebut.

“Sejumlah brand besar yang sudah bekerja sama dengan SIRCLO sekarang bisa jadi bagian dari kami. Dengan bantuan API, brand bisa lebih mudah berjualan di AladinMall.”

Sebagai catatan, AladinMall dirintis sejak 2020, melengkapi solusi commerce yang dimiliki grup setelah Mister Aladin, platform OTA. Situs e-commerce ini menawarkan produk, mulai dari fesyen, makanan dan minuman, kecantikan dan kesehatan, perlengkapan rumah, ibu & anak, voucher & jasa, hingga elektronik. Solusi yang ditawarkan AladinMall, di satu sisi tidak jauh berbeda dengan kebanyakan pemain e-commerce lainnya.

Meski demikian, Bambang mengakui bahwa kue pangsa pasar e-commerce masih punya ruang yang bisa digarap oleh perusahaan. Dibandingkan dengan transaksi offline saja, kue belanja online belum mampu mendominasi. “Gabungan antara media dengan commerce jadi kekuatan kami. Kami memfasilitas seluruh mitra brand yang beriklan di MNC Group dapat terintegrasi dengan seluruh jaringan media di grup kami.”

Bambang tidak menjelaskan secara rinci bagaimana pencapaian AladinMall sejauh ini. Namun bila melihat yang dikumpulkan iPrice, per kuartal I 2022, AladinMall tidak mampu masuk dalam urutan 38 besar dari seluruh situs e-commerce terbanyak dikunjungi di Indonesia. Kunjungan terbanyak secara berurutan adalah Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, dan Orami.

Application Information Will Show Up Here

MNC Group Kini Pakai Brand “Motion” untuk Seluruh Layanan Keuangan Digital

Langkah MNC Kapital (BCAP), anak usaha khusus layanan keuangan di bawah MNC Group, untuk menyatukan seluruh talenta fintech di bawah naungan Motion Technology (MotionTech) menjadi pembuktian dari stakeholder untuk bersaing dengan serius di ranah keuangan digital. Keputusan tersebut berdampak pada perubahan seluruh brand di bawah BACP menjadi Motion.

Peneliti INDEF Nailul Huda berpendapat strategi ini dimaksudkan untuk mengajak konsumen baru mengenal lebih dekat dengan brand Motion yang terkesan segar, menghilangkan kesan MNC Group yang selama melekat lewat brand lama. “Kalau MNC punya branding kuat di perusahaan TV-nya. Saya rasa ini tepat untuk bersaing,” kata Huda kepada DailySocial.id.

Kesempatan itu juga didorong oleh masih luasnya kesempatan BCAP untuk menggarap penetrasi produk keuangan yang masih terfragmentasi di Indonesia. Di antaranya, sub pangsa pasar yang belum digarap, tingginya jumlah masyarakat unbanked dan underbanked. “Jadi persaingan tampaknya akan sangat seru.”

Pernyataan Huda ini sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Produk keuangan digital yang beredar saat ini masih terpusat di kota besar dan masih butuh waktu untuk memperkenalkan ke pelosok daerah. Masing-masing dari vertikal fintech ini belum ada yang menjadi pemain dominan di pasar.

Ambil contoh terdekat adalah kehadiran bank digital yang ramai-ramai digarap oleh banyak pihak untuk menyasar segmen baru. Dengan kemudahan proses pengajuan, tanpa harus datang ke kantor cabang, jadi kemudahan awal yang diberikan agar dapat lebih mudah on boarding nasabah baru.

Akan tetapi, menurut pantauan DailySocial.id, semua fitur yang hadir saat ini di banyak aplikasi bank digital ini tingkat urgensi untuk menggunakannya masih ada di tahap “nice to have”, alias belum mendesak untuk menggantikan dari layanan yang dipakai sebelumnya.

Meski begitu, kesempatan bank digital lebih memiliki untuk hadir di tengah masyarakat sangat memungkinkan berkat keberadaan teknologi embeded finance/Banking-as-a-Service yang disematkan di berbagai aplikasi konsumer populer. Langkah tersebut sudah diujicobakan, salah satunya oleh Cermati yang bekerja sama dengan blu by BCA Digital yang sudah hadir di aplikasi Blibli.

Mimpi besar yang disampaikan lewat teknologi tersebut adalah di masa depan masyarakat tidak lagi melihat di mana uangnya disimpan, di mana kantor cabang, jumlah ATM, dan lainnya, sama halnya saat menggunakan aplikasi e-money GoPay atau OVO. “Dengan fenomena adopsi internet dan smartphone selama satu dekade ini, bisnis bank akan tetap sama, tetapi delivery-nya saja yang kini mulai berbeda,” ucap Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah.

MotionTech

Lebih lanjut, dalam keterangan resmi disampaikan bahwa MotionTech akan mengawasi semua inisiatif BCAP sebagai penyedia layanan keuangan digital terdepan, terlengkap, dan terintegrasi. BCAP memiliki berbagai lini produk keuangan, mulai dari perbankan digital, pembiayaan, perdagangan saham, asuransi, manajemen aset, e-money, dan lainnya.

Pertama, MotionBanking merupakan aplikasi perbankan digital yang akan menjadi lokomotif penggerak keseluruhan brand Motion. Di dalam MotionBanking terdapat kartu debit dan kredit virtual MotionVisa dan MotionMasterCard. Kedua, MotionPay, platform e-money, e-wallet, dan transfer digital. Ketiga, MotionTrade untuk aplikasi online trading saham yang sebelumnya bernama MNC Trade New sudah dirilis sejak 2016. Terakhir, MotionInsure, aplikasi insurtech.

Dalam rencana pengembangan, segera hadir MotionCredit sebagai aplikasi lending termasuk menghadirkan BNPL; MotionFunds sebagai platform reksa dana online; dan MotionSeeds sebagai aplikasi securities crowdfunding.

Ekosistem fintech MNC Group lewat Motion Technology / MNC Kapital

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menjelaskan langkah ini memperlihatkan komitmen BCAP untuk menempatkan inovasi digital sebagai poros binsis perbankan dan jasa keuangan memasuki babak baru dengan pembentukan talent pool ahli fintech yang berdedikasi untuk membangun Motion Technology, ekosistem fintech end-to-end milik MNC Financial Services.

“Setiap aplikasi fintech dalam ekosistem MotionTech memiliki peran strategis untuk saling menunjang satu sama lain. Di samping itu, dengan ekosistem Open API, BCAP juga akan terus berkolaborasi dengan pihak ketiga untuk saling melengkapi dan menguatkan ekosistem MotionTech secara seamless,” ungkap Hary dalam keterangan resmi.

SPAC Terlalu Riuh, MNC Urungkan Niat Bawa Vision+ ke Bursa NASDAQ

Sejak paruh kedua 2020, Asia Vision Network (AVN) atau dikenal dengan produk aplikasinya Vision+ mulai mempertimbangkan untuk melantai ke bursa saham Amerika Serikat melalui kendaraan SPAC. Malaca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC) kemudian digandeng untuk menjadi mitra strategis. Hingga kuartal pertama tahun ini rencana tersebut masih optimis dijalankan, hingga mereka memiliki target untuk menuntaskan kesepakatan di kuartal kedua 2021.

Namun dari keterbukaan teranyar yang disampaikan MNC Vision, sebagai induk AVN, perusahaan memutuskan untuk tidak melanjutkan transaksi. Ada dua hal yang disorot. Pertama, tahun 2021 ini terjadi banyak transaksi SPAC di NASDAQ, sehingga berpengaruh pada valuasi MLAC di bawah nilai nominal $10 per saham. Menurut data EY, per H1 2021 terdapat 634 transaksi SPAC yang berhasil dijalankan, menjadi rekor baru di bursa saham setempat.

Alasan kedua yang disampaikan, pihak MNC melihat adanya gairah investor di BEI terhadap perusahaan yang bergerak di bidang digital. Walaupun tidak disebutkan detail, kami rasa keberhasilan Bukalapak IPO di Indonesia menjadi salah satu tolok ukur yang digunakan. Bisnis utama AVN sendiri adalah platform video streaming, operator TV berbayar, dan layanan broadband.

Sebelumnya proses penandatanganan Business Combination Agreement sudah dilakukan per 22 Maret 2021 oleh AVN dan MLAC. Proyeksi valuasi perusahaan adalah senilai $573 juta atau setara 8 triliun Rupiah — mencerminkan rasio EV/EBITDA di 5,8 kali dari nilai tersebut. Kombinasi bisnis juga diperkirakan akan menambah modal segar sekitar $135 juta — jika tidak ada penebusan pemegang saham publik MLAC.

Penguatan proposisi nilai

Menurut data yang dihimpun Statista, revenue untuk bisnis video streaming di Indonesia akan mencapai $237 juta pada tahun 2021. Diproyeksikan akan terus meningkat hingga $467 juta di tahun 2025 dengan CAGR 18,55%. Peningkatan tersebut disokong peningkatan penetrasi mencapai 6,4% tahun ini. Pandemi yang membatasi kegiatan di luar rumah membuat layanan video streaming menjadi salah satu alternatif hiburan.

Sebagai perusahaan media, MNC Vision (IDX: IPTV) melihat ini sebagai potensi untuk meningkatkan platform mereka di bawah AVN. Vision+ hadir mengakomodasi kebutuhan konten on-demand untuk penikmatnya, termasuk untuk menyuguhkan opsi streaming untuk penonton TV yang membutuhkan alternatif medium menonton tayangan jaringan MNC. Konten lokal tentu menjadi satu kekayaan dimiliki perusahaan, banyak IP yang sudah dihasilkan, baik dalam film, sinetron, maupun video berkonsep lainnya.

Inovasi pun terus digencarkan, termasuk melalui kemitraan strategis dengan pemain serupa. Terbaru, MNC Vision memberikan investasi $40 juta atau setara 570 miliar Rupiah untuk aplikasi video streaming Migo. Tujuannya untuk memanfaatkan teknologi yang dikembangkan startup tersebut, yakni memungkinkan penonton aplikasi video streaming untuk menikmati konten secara online.

Teknologi Migo berupa online to offline (O2O) videos-to-go yang memungkinkan pengguna menonton film secara offline tanpa buffering. Distribusi konten dilakukan melalui Wargo (Warung Migo) atau Migo Download Stations (MDS). Pengguna hanya perlu menuju lokasi warung kelontong mitra untuk mengunduh konten lalu bisa dinikmati secara offline di aplikasi.

Peta persaingan layanan video streaming di Indonesia sendiri cukup ketat, diramaikan oleh pemain lokal dan luar.

Persaingan aplikasi video streaming Indonesia
Persaingan aplikasi video streaming Indonesia

SPAC lainnya berpotensi tertunda

Tidak hanya AVN, beberapa perusahaan digital lokal lainnya dikabarkan mempertimbangkan SPAC sebagai jalur untuk memasuki bursa saham. Nama-nama yang santer dibicarakan antara lain Tiket.com, Traveloka, GoTo, hingga yang terbaru Kredivo — bahkan yang terakhir ini sudah mengumumkan secara resmi tentang aksi korporasinya tersebut.

Kredivo akan merger dengan VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB) yang merupakan afiliasi dari Victory Park Capital (VPC), firma investasi global yang sudah beberapa kali memberikan fasilitas kredit untuk Kredivo. Dengan penggabungan ini, FinAccel (induk Kredivo) akan memiliki valuasi pro-forma ekuitas di kisaran $2,5 miliar, dengan asumsi tidak ada penebusan.

Sebelumnya berhembus kabar unicorn Traveloka akan membuat kesepakatan dengan Bridgetown Holdings Ltd. untuk SPAC. Namun baru-baru ini, tersiar informasi bahwa dewan direksi Traveloka memutuskan untuk tidak melanjutkan langkah tersebut. Alasannya kurang lebih sama dengan MNC, karena antusiasme SPAC telah berkurang seiring tingginya frekuensi di pasar. Perusahaan kemungkinan akan menjajaki proses IPO tradisional, tetap di bursa AS, menurut sumber Bloomberg.

Perusahaan lain, Grab juga telah mengumumkan secara resmi rencana go-public di bursa saham Amerika Serikat menggunakan SPAC dengan perusahaan cek kosong (blank check company) Altimeter Growth Corp (NASDQ: AGC). Grab membidik valuasi $39,6 miliar (sekitar Rp580 triliun) dan perolehan dana segar $500 juta dari $AGC dan melalui PIPE (Private Investment in Public Equity) senilai $4 miliar. $750 juta di antaranya merupakan komitmen Altimeter.

Awal mulanya, kesepakatan tersebut akan dituntaskan pada pertengahan tahun 2021 ini. Namun dalam kabar terbaru, Grab menunda merger tersebut dengan alasan adanya permintaan audit keuangan dari otoritas bursa setempat. Kemungkinan rencana ini akan mundur hingga akhir tahun 2021.

Application Information Will Show Up Here

MNC Vision Pours 570 Billion Rupiah Funding to Migo, Planning for Collaboration

MNC Vision Networks (IDX: IPTV), a subsidiary of MNC Group which oversees several OTT business units, announced its investment in Migo Indonesia worth of $40 million or equivalent to 570 billion Rupiah. The funds will be used to increase service coverage with a target of 100 million users by 2022.

This funding continues Migo’s acquisition in 2020 in the series B round. The amount is not stated, a series of venture capitalists and angel investors are involved, including Temasek, Provident Capital, Ray Zage (Commissioner of Gojek and Lippo Karawaci), Steve Chen (Co-founder & ex -CTO Youtube), and Pandu Sjahrir.

Compared to other streaming video services, Migo’s technology is quite unique in the form of online to offline (O2O) videos-to-go which allows users to watch movies offline without buffering. Content distribution is done through Wargo (Warung Migo) or Migo Download Stations (MDS). Users only need to go to the partner grocery store location to download the content to be played offline on the application.

Content distribution mechanism on Migo app / Migo

In particular, Migo’s target market is the mass market segment with data issues and without sufficient connectivity at home. Migo started its jouney in Indonesia since March 2020, before finally launching in the global market in June 2020 with a paid model. Currently, the service (the presence of partners) only covers area around Jakarta and Bekasi.

Furthermore, with the funds, Migo also targeting to provide MDS points in 10 thousand new locations in Java.

“Migo uniquely and exclusively innovates for 3 billion consumers in emerging markets. As the largest country in Southeast Asia, Indonesia is home to more than 200 million under-innovated people. These individuals and families basically want to fully participate in the digital age, and Migo can make that happen,” Migo’s Founder & CEO, Barrett Comiskey said.

Partnership with MNC

The IPTV corporate action will be followed by a series of strategic collaborations, continuing the integration of Vision+ in the Migo application which has been carried out since June 2021. The goal is to bring an OTT Vision+ viewing experience to offline customers. With the additional capital, Migo is quite optimistic about setting a target of 20 million monthly paid subscribers for the Vision+ service on Migo by 2025. Migo’s subscription fee iranging from Rp15 thousand per month.

“Working with MNC Group, which provides enormous domestic resources and experience, to accelerate Migo’s scale and increase the impact of Migo on society. MNC Vision Networks is an excellent partner while simultaneously expanding our network nationally in order to realize our mission We aim to change the digital life of Indonesians every day,” Barrett added.

In addition, the agreement also includes the appointment of the President Director of MNC Vision Networks Ade Tjendra and the Marketing Head of the President Director of MNC Vision Networks Clarissa Tanoesoedibjo as the Board of Commissioners of Migo Indonesia.

“Supported by MVN’s superior content and Migo’s rapidly growing reach, we aim to reach tens of millions of people without access to OTT services, or are limited by data connection. In addition, we believe that this service is to change people’s lives because they will have better access to entertainment and educational content,” MNC Vision Networks’ President Director, Ade Tjendra said.

MNC Group OTT Business

This year, MNC Vision Networks has announced several important plans. One that is quite significant is the plan to go public on the United States stock exchange for its subsidiary Asia Vision Networks (AVN) or known for its application product Vision+. The corporate action began with the signing of a merger agreement with a SPAC (Special Purpose Acquisition Company), Malacca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC), .

In addition to OTT (over the top) via video streaming applications, AVN also oversees MNC Play as a pay TV and broadband service operator.

MNC’s strenght is evident in the content diversification provided. Moreover, they have television broadcast assets that dominate the national rating. The VOD application presented also bridges access to these shows, while providing post-show replay options. Migo’s presence is certainly a good bridge to reach new people – especially to convert television viewers to VOD.

According to data presented in the disclosure early this year, Vision+ currently has 5.6 million subscribers, and 1.6 million of them are paid subscribers. Meanwhile, its competitors, according to Media Partners Asia data, until early this year Disney+ Hotstar already had 2.5 million paid subscribers in Indonesia, Viu had 1.5 million subscribers, and Vidio had 1.1 million subscribers. While Netflix has 800 thousand.

Meanwhile, according to their popularity (accessed today [14/9] via the analytics service AppBrain), the following is a list of the most popular VOD applications on the Android platform:

Google Play Rank (Entertainment) Application
1 WeTV
2 Vidio
7 iQIYI
8 Mola TV
12 Viu
14 RCTI+
15 Netflix
16 Iflix
20 Disney+ Hotstar
27 Vision+
37 MAXstream
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MNC Vision Beri Pendanaan 570 Miliar Rupiah ke Migo, Agendakan Sejumlah Kolaborasi

MNC Vision Networks (IDX: IPTV), anak usaha MNC Group yang membawahi beberapa unit bisnis OTT, mengumumkan investasinya ke Migo Indonesia senilai $40 juta atau setara 570 miliar Rupiah. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk meningkatkan jangkauan layanan dengan target 100 juta pengguna di tahun 2022.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan Migo pada tahun 2020 lalu dalam putaran seri B. Nilainya tidak disebutkan, sejumlah pemodal ventura dan angel investor terlibat, termasuk Temasek, Provident Capital, Ray Zage (Komisioner Gojek dan Lippo Karawaci), Steve Chen (Co-founder & ex-CTO Youtube), dan Pandu Sjahrir.

Dibandingkan layanan video streaming lain, teknologi Migo cukup unik berupa online to offline (O2O) videos-to-go yang memungkinkan pengguna menonton film secara offline tanpa buffering. Distribusi konten dilakukan melalui Wargo (Warung Migo) atau Migo Download Stations (MDS). Pengguna hanya perlu menuju lokasi warung kelontong mitra untuk mengunduh konten lalu bisa dinikmati secara offline di aplikasi.

Mekanisme distribusi konten di aplikasi Migo / Migo

Secara khusus target pasar Migo adalah segmen pasar masal yang memiliki isu dengan data dan tidak memiliki konektivitas memadai di rumah. Migo mulai menapaki perjalanan di Indonesia sejak Maret 2020, sebelum kemudian meluncur penuh di pasar global Juni 2020 dengan model berbayar. Saat ini cakupan layanannya (keberadaan mitra) baru seputar Jakarta dan Bekasi.

Selanjutnya, dengan dana yang didapat, Migo juga punya target untuk menambah titik MDS di 10 ribu lokasi baru di Jawa.

“Migo secara unik dan eksklusif berinovasi bagi 3 miliar konsumen di pasar negara berkembang. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 200 juta masyarakat yang under-innovated. Para individu dan keluarga tersebut pada dasarnya ingin berpartisipasi penuh dalam abad digital kita, dan Migo dapat mewujudkan hal tersebut,” ujar Founder & CEO Migo Barrett Comiskey.

Kemitraan dengan MNC

Aksi korporasi IPTV akan dilanjutkan dengan sejumlah kerja sama strategis, melanjutkan integrasi Vision+ di aplikasi Migo yang sudah dilakukan sejak Juni 2021 lalu. Tujuannya untuk menghadirkan pengalaman menonton OTT Vision+ kepada pelanggan offline. Dengan modal tambahan yang diberikan, Migo cukup optimis mematok target 20 juta pelanggan bulanan berbayar bagi layanan Vision+ di Migo pada tahun 2025. Biaya berlangganan Migo sendiri di kisaran Rp15 ribu per bulan.

“Bekerja sama dengan MNC Group, yang memberikan sumber daya dan pengalaman dalam negeri yang sangat besar, untuk mempercepat skala Migo dan memperbesar dampak dari Migo bagi masyarakat. MNC Vision Networks adalah mitra yang luar biasa dengan sekaligus mengembangkan jaringan kami secara nasional dalam rangka mewujudkan misi kami untuk mengubah kehidupan digital masyarakat Indonesia setiap harinya,” imbuh Barrett.

Selain itu, kesepakatan tersebut juga mencakup penunjukan Presiden Direktur MNC Vision Networks Ade Tjendra dan Marketing Head Presiden Direktur MNC Vision Networks Clarissa Tanoesoedibjo sebagai Dewan Komisaris Migo Indonesia.

” Didukung dengan berbagai konten unggulan milik MVN dan jangkauan Migo yang terus berkembang pesat, kami berharap dapat menjangkau puluhan juta orang yang tidak memiliki akses ke layanan OTT, atau memiliki keterbatasan atas beban kuota data berkelanjutan. Selain itu, kami meyakini bahwa dengan adanya layanan ini akan mengubah kehidupan masyarakat karena mereka akan memiliki akses yang lebih baik ke konten hiburan dan pendidikan,” sambut Presiden Direktur MNC Vision Networks Ade Tjendra.

Bisnis OTT MNC Group

Tahun ini, MNC Vision Networks telah mengumumkan sejumlah rencana penting. Satu yang cukup signifikan, rencana go-public di bursa Amerika Serikat untuk anak usahanya Asia Vision Networks (AVN) atau dikenal dengan produk aplikasinya Vision+. Aksi korporasi tersebut dimulai dengan penandatanganan perjanjian penggabungan usaha dengan Malacca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC), sebuah SPAC (Special Purpose Acquisition Company).

Selain mengoperasikan OTT (over the top) lewat aplikasi streaming video, AVN juga membawahi MNC Play sebagai operator TV berbayar dan layanan broadband.

Kekuatan MNC jelas pada diversifikasi konten yang diberikan. Terlebih, mereka memiliki aset siaran televisi yang menguasai rating nasional. Aplikasi VOD yang disajikan turut menjembatani akses ke tayangan tersebut, sembari menyajikan opsi pemutaran ulang pascatayang. Hadirnya Migo tentu menjadi jembatan yang apik juga untuk menjangkau kalangan baru – khususnya untuk mengonversi penonton televisi ke VOD.

Menurut data yang disampaikan dalam keterbukaan, hingga awal tahun ini Vision+ saat ini memiliki 5,6 juta pelanggan, dan 1,6 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar. Sementara kompetitornya, menurut data Media Partners Asia, hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan berbayar di Indonesia, Viu memiliki 1,5 juta pelanggan, dan Vidio 1,1 juta pelanggan. Sementara Netflix memiliki 800 ribu.

Sementara itu, menurut popularitasnya (diakses hari in [14/9] melalui layanan analitik AppBrain), berikut daftar aplikasi VOD terpopuler di platform Android:

Peringkat di Google Play (Entertainment) Aplikasi
1 WeTV
2 Vidio
7 iQIYI
8 Mola TV
12 Viu
14 RCTI+
15 Netflix
16 Iflix
20 Disney+ Hotstar
27 Vision+
37 MAXstream
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MNC: Bisnis Esports dan Gaming Akan Menjadi Katalis Bagi Pertumbuhan MNC

Pandemi mengakselerasi pertumbuhan industri esports dan gaming. Baik secara global maupun lokal, industri esports dan gaming memang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengalami penurunan. Buat raksasa media sekelas MNC, ini merupakan alasan utama untuk semakin menggenjot bisnis mereka di bidang esports dan gaming.

Direktur Utama MNC, Noersing, belum lama ini memaparkan langkah-langkah yang bakal MNC ambil untuk memperkuat bisnis esports dan gaming-nya ke depannya.

“Pendapatan gaming di Indonesia juga diperkirakan akan melebihi $2 miliar tahun ini, dan akan tumbuh di range 25% – 35% untuk dua sampai tiga tahun ke depan. Dan Indonesia akan menjadi potensi gaming terbesar di Asia Tenggara,” tuturnya dalam acara Public Expose Live 2021 yang dihelat pada tanggal 7 September kemarin.

Menurutnya, bisnis esports dan gaming akan menjadi salah satu katalis bagi pertumbuhan MNC ke depannya. Sebagai informasi, MNC Group memang sudah punya unit bisnis bernama Esports Star Indonesia (ESI) sejak tahun 2019 lalu. Sebagian dari kita mungkin mengenal ESI sebagai ajang pencarian bakat esports, namun ESI sebenarnya sudah punya banyak agenda lain di luar bidang talent search.

Agenda yang paling dekat adalah merilis game pertamanya yang berjudul Rapid Fire. Game mirip PUBGM dan Free Fire ini merupakan hasil garapan studio asal Korea Selatan bernama LightningVR.co. Ltd. (LVR), dan ESI sudah mengamankan hak publikasinya untuk pasar Indonesia sejak bulan Juni lalu. Menurut Noersing, Rapid Fire siap meluncur secara resmi pada akhir September atau awal Oktober 2021.

Oktober nanti, MNC juga akan menayangkan Esports Star Indonesia Season 2, dan ESI pun siap menangani manajemen tim-tim esports baru yang terbentuk dari acara tersebut. Perihal penyelenggaraan kompetisi esports, kita tahu bahwa Free Fire Master League Season 4 sudah dimulai, dan itu pun merupakan hasil kolaborasi ESI bersama Garena sejak tahun lalu.

Terakhir, ESI juga berperan sebagai games aggregator untuk platform RCTI+. Dalam presentasinya, Noersing sempat menyampaikan bahwa jumlah pengguna aktif bulanan RCTI+ sudah menembus angka 50 juta pada akhir Agustus lalu, dan salah satu faktor penggerak utamanya adalah konten gaming sekaligus esports.

Via: Investor Daily.

The Trade Desk Umumkan Kemitraan Strategis dengan RCTI+ dan IndiHome

The Trade Desk (TTD) mengumumkan kemitraan strategis dengan dua platform OTT lokal, yakni RCTI+ dan IndiHome. Melalui kemitraan ini, pihaknya berupaya untuk mendorong pengembangan ekosistem OTT lokal di Indonesia melalui layanan programmatic advertising.

Sekadar informasi, The Trade Desk merupakan perusahaan teknologi berbasis di Amerika Serika yang menawarkan layanan inventory iklan untuk berbagai situs web, aplikasi, podcast, dan platform streaming Over The Top (OTT). Selain menjangkau cakupan audiens lebih luas, layanan ini juga memungkinkan marketer untuk mendapatkan laporan dan insight dari campaign yang dilakukan.

Country Manager The Trade Desk Indonesia Florencia Eka mengatakan, saat ini belum banyak layanan yang menawarkan layanan serupa di Indonesia. Dapat dikatakan, The Trade Desk menjadi pionir dengan model ini. “Kami ingin mengedukasi pentingnya [pemasaran melalui] Connected TV (CTV) bagi marketer,” ujarnya dalam konferensi pers virtual.

Florence mengakui perkembangan teknologi telah mengubah cara masyarakat berperilaku digital. Perubahan ini juga berdampak pada cara masyarakat mengonsumsi konten dari offline ke online. Dengan terjadinya shifting ini, pihaknya melihat peluang bagi pengiklan untuk menjangkau audiens melalui perangkat dan terhubung dengan journey mereka di platform digital.

Menurutnya, pemasaran dengan model linear TV, dinilai memiliki kelemahan dalam menentukan target pasar yang presisi. Linear TV merupakan konsep tradisional beriklan di mana audiens menonton program TV terjadwal saat disiarkan dan disalurkan lewat channel aslinya.

Sementara, pemasaran melalui Connected TV (CTV) dapat menjangkau penonton berdasarkan preferensi konten, profil audiens, dan tidak hanya ketika acara disiarkan. Pemasaran via CTV dinilai lebih presisi karena ditunjang dengan kekuatan data.

Selain itu, ia juga menilai tren pemasaran global mulai mengarah ke OTT dan VTC di mana adopsinya tumbuh secara signifikan saat pandemi Covid-19. Mengadopsi model ini akan mempercepat akselerasi pemasaran dari TV tradisional ke TV internet.

“Kemitraan ini menawarkan akurasi dan presisi sehingga marketer bisa menghindari pemborosan budget. Layanan ini juga lebih efisien karena mereka tidak perlu menghubungi, melakukan negosiasi, atau mendapatkan invoice satu per satu. Marketer dapat melewatkan peluang baru jika hanya fokus pada model lama dan terpaku pada media sosial saja,” ujarnya.

Seperti diketahui, RCTI+ merupakan platform OTT milik MNC Group, yang memiliki jaringan televisi free-to-air MNC, RCTI, Global TV, dan iNews. Sementara, IndiHome merupakan penyedia IPTV milik operator telekomunikasi pelat merah, Telkom Group.

“Layanan kami dapat membantu pengiklan untuk menjangkau 3,6 juta pengguna IndiHome dan 14 juta pemirsa potensial di lebih dari 300 kota di Indonesia, serta lebih dari 30,5 juta pengguna aktif bulanan RCTI+.” Tambahnya.

Indonesia gemar streaming

Dalam kesempatan ini, The Trade Desk sekaligus memaparkan hasil riset yang dilakukan bersama Kantar. Laporan ini menyebutkan, masyarakat Indonesia streaming konten OTT hampir tiga miliar jam per bulan. Temuan ini menjadikan Indonesia sebagai negara terbanyak menonton OTT di kawasan Asia Tenggara.

Tak hanya itu, laporan ini mengungkap bahwa konsumen Indonesia paling toleran terhadap iklan. Sebanyak 95% responden pemirsa menonton iklan untuk dapat menikmati konten gratis, dan 66% mengaku mengingat merek, produk, dan iklan yang mereka lihat.

Hal ini juga turut diperkuat temuan Integral AD Science (IAS), pionir penyedia verifikasi iklan digital, yang mengungkap bahwa mayoritas konsumen Indonesia pengguna CTV menunjukkan perilaku baru, yaitu terbiasa menonton konten gratis diselingi iklan.

Ini menandakan adanya peluang besar pada OTT/CTV bagi marketer. Pasalnya, laporan ini mengungkap, peluang untuk menjangkau audiens secara lebih cepat justru terjadi di platform open internet (62%). Contoh platform open internet antara lain CTV/OTT (Viu, Vidio, Iflix), Video (dailymotion), Audio (Spotify, JOOX), Display (detiknetworl. KLY), Native (triplelift). Sedangkan, 38% dari platform sosial, seperti Facebook, YouTube, dan Instagram.

Tandai Era Baru, Bisnis OTT MNC Group Segera “Go Public” di Bursa Amerika Serikat Melalui SPAC

MNC Vision Networks, (IDX: IPTV) melalui anak usahanya Asia Vision Network (AVN) atau dikenal dengan produk aplikasinya Vision+, mengumumkan telah resmi menandatangani perjanjian penggabungan usaha dengan Malacca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC), sebuah SPAC (Special Purpose Acquisition Company).

Rumor ini sudah beredar sejak Februari 2021 lalu. Melalui surat tanggapan yang dipublikasikan melalui IDX, pihak IPTV mengonfirmasi soal rencana tersebut. Hanya saja disampaikan bahwa proses filling belum dilakukan, sehingga belum bisa menginformasikan lebih lanjut ke otoritas.

Berdasarkan informasi terbaru yang disebarkan ke media, proses merger ditargetkan tuntas pada akhir Q2 2021. Proses penandatanganan Business Combination Agreement sudah dilakukan per 22 Maret 2021 oleh kedua pihak. Proyeksi valuasi perusahaan adalah senilai $573 juta atau setara 8 triliun Rupiah — mencerminkan rasio EV/EBITDA di 5,8 kali dari nilai tersebut. Kombinasi bisnis juga diperkirakan akan menambah modal segar sekitar $135 juta — jika tidak ada penebusan pemegang saham publik MLAC.

Selain mengoperasikan OTT (over the top) lewat aplikasi streaming video, AVN juga membawahi MNC Play sebagai operator TV berbayar dan layanan broadband.

Merger ini bakal menandai perjanjian perdana antara startup teknologi Indonesia dan SPAC untuk melantai di bursa saham Amerika Serikat. Sebelumnya sejumlah startup unicorn telah ramai dirumorkan mengambil langkah serupa, tetapi sejauh ini belum ada konfirmasi realisasi.

Gambaran kompetisi pasar

Berdasarkan data yang dihimpun di Statista Digital Market Outlook 2020revenue layanan video-on-demand (VOD) di Indonesia diprediksikan mencapai $411 juta atau setara 5,9 triliun Rupiah pada 2021 dengan penetrasi pengguna mencapai 16,5% dengan rata-rata revenue per pengguna (ARPU) $9.02. Sub-segmen yang menyumbangkan nilai terbesar adalah video streaming (SVoD), dengan kisaran $237 miliar.

Vision+ menjadi bagian dari ekosistem ini, berkompetisi sengit dengan para pemain lainnya. Dari pemetaan pemain SVOD yang dirangum dalam Startup Report 2020, setidaknya saat ini ada 21 varian layanan dengan berbagai spesialisasi konten. Ditinjau dari statistik penggunaan layanan lokal, aplikasi Vidio, RCTI+, dan Maxstream masih memimpin tiga besar yang paling banyak dipakai.

Kuat di siaran TV (baik gratis maupun berbayar) tidak menghentikan Vision+ untuk meningkatkan value propsition-nya. Karena ini mereka juga mulai banyak merilis seri orisinal film, dan beberapa tayangan eksklusif lainnya. Saat ini aplikasi sudah diunduh lebih dari 5 juta pengguna di Google Play dengan rating  4.4/5.0.

Sementara jika membandingkan dengan pemain global, ada beberapa pesaing berat yang saat ini terus menggencarkan penetrasinya di Indonesia. Dari Tencent, mereka punya dua amunisi, yakni WeTV dan iflix, dengan diversifikasi konten seri orisinal produksi Tiongkok. Kemudian ada Netflix sebagai pemimpin pasar SVOD global, juga Disney+ Hotstar yang mulai debut tahun 2020 lalu dengan konten khasnya.

Peta persaingan VOD di Indonesia

Pembatasan sosial akibat pandemi juga banyak mendatangkan pengguna baru, sebagai alternatif hiburan selama di rumah saja. Salah satunya divalidasi oleh survei McKinsey pada Maret s/d April 2020, sebanyak 45% responden mengaku mengeluarkan lebih banyak uang untuk hiburan di rumah dan berdampak pada pertumbuhan konsumsi konten video sebesar 53% dari sebelumnya.

Menurut data Media Partners Asia, hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan di Indonesia, Viu memiliki 1,5 juta pelanggan, dan Vidio 1,1 juta pelanggan (premium). Sementara Netflix memiliki 800 ribu. Disney+ Hotstar gencar memberikan paket akses premium gratis, di-bundling dengan paket internet dari Telkomsel (mitra peluncurannya di Indonesia). Menurut keterangan MNC, Vision+ saat ini memiliki 5,6 juta pelanggan, dan 1,6 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar.

DNA bisnis MNC Group sebagai korporasi media tentu menjadi nilai plus jika mengharapkan Vision+ dapat menjadi pemimpin pasar di Indonesia. Setidaknya mereka telah membuktikan lewat kanal siaran televisi dengan menguasai 48% market share nasional. Namun pelanggan SVOD (dalam konteks pengguna premium) dengan pemirsa televisi bisa saja memiliki irisan demografi dan karakteristik yang berbeda, sehingga memang harus divalidasi lebih lanjut.

Fixed broadband dan TV kabel

Terkait fixed-broadband atau jaringan internet rumahan, menurut data yang dihimpun Techinasia per Juni 2020, setidaknya ada 11 pemain yang saat ini menyuguhkan layanannya termasuk MNC Play. Kebanyakan layanan TV kabel juga disuguhkan bersanding dengan paket internet yang diberikan.

Fixed Broadband Layanan Hiburan Penawaran Kecepatan Biaya Langganan Dasar Cakupan
MNC Play TV Kabel, VOD 10Mbps s/d 70Mbps Rp290ribu s/d Rp1juta Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Malang
Indosat Ooredoo GIG TV Kabel, VOD 20Mbps s/d 100Mbps Rp280ribu s/d Rp1juta DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten
Biznet Networks TV Kabel, VOD 75Mbps s/d 150Mbps Rp325ribu s/d Rp725ribu Wilayah Pulau Jawa, Batam, dan Bali
First Media TV Kabel, VOD 15Mbps s/d 300Mbps Rp361ribu s/d Rp3,1juta Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Purwakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Kediri, Malang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Bali, Medan, Batam
CBN Fiber TV Kabel, VOD 30Mbps s/d 200Mbps Rp299ribu s/d Rp1,3juta Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Denpasar, Medan, Palembang, Surabaya, Jember Kediri, Madiun, Malang, Sidoarjo, Semarang
Indihome TV Kabel, VOD 10Mbps s/d 50Mbps Rp169ribu s/d Rp625ribu Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua
Groovy TV Kabel 10Mbps s/d 80Mbps Rp269ribu s/d Rp568ribu Jabodetabek, Bandung
MyRepublic TV Kabel, VOD 30Mbps s/d 300Mbps Rp329ribu s/d Rp1,2juta Jabodetabek, Bandung, Malang, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya
Oxygen.ID TV Kabel, VOD 25Mbps s/d 100Mbps Rp273ribu s/d Rp493ribu Jabodetabek, Bandung, Pekalongan
XL Home TV Kabel, VOD 100Mbps s/d 1Gbps Rp349ribu s/d Rp999ribu Jabodetabek, Bandung, Banjar Baru, Banjarmasin, Bekasi, Balikpapan, Bantul, Denpasar, Makassar, Sleman
Transvision TV Kabel, VOD 30Mbps s/d 1Gbps Rp269ribu s/d – Jabodetabek

Bersumber dari Key Market Indicators Statista, data statistik berikut menunjukkan perkiraan jumlah rumah tangga dan penetrasi penggunaan TV internet berlangganan (iptv) di Indonesia hingga tahun 2025 mendatang. Konsep iptv menggunakan internet sebagai transmisi layanan.

Urgensi untuk memiliki layanan internet rumahan dapat menjadi pendorong utama peningkatan penetrasi layanan ini – terlebih pandemi memang banyak mendorong konsumsi internet di tengah masyarakat Indonesia, baik untuk menunjang kebutuhan work from home (WFH), learning/school from home (LFH), atau untuk hiburan.

Penetrasi IPTV di Indonesia

Sementara itu, menurut data International Telecommunication Union pelanggan layanan internet rumahan (fixed broadband) di Indonesia hingga tahun 2019 sudah melebihi angka 10 juta. Jika menghubungkan pada tabel sebaran penyedia layanan di atas, masih banyak daerah yang belum diakomodasi oleh layanan tersebut. Artinya angka ini juga masih terus berpotensi bertumbuh seiring peningkatan adopsi dan ekspansi dari penyedia bisnis itu sendiri.

Fixed Broadband Subscription in Indonesia

Dari hasil survei yang dilakukan oleh Nusaresearch periode April 2020 melibatkan 2.792 responden, diungkapkan beberapa penyedia layanan broadband (mencakup mobile dan fixed) di Indonesia. Dengan cakupan yang masih cukup terbatas, MNC Play masih menempati posisi 10 besar dan menjadi 1 dari 4 layanan fixed yang paling banyak digunakan. Dari rilis yang diedarkan, MNC Play saat ini juga telah memiliki sekitar 300 ribu pelanggan.

Internet provider Indonesia 2020

Penguatan lini bisnis

Dalam keterbukaannya juga disampaikan, bahwa saat ini AVN sedang menyelesaikan akuisisi 100% saham K-Vision. Transaksi ditargetkan rampung pada akhir bulan ini. K-Vision sendiri adalah perusahaan penyedia layanan TV kabel yang berinduk pada perusahaan yang sama. Diharapkan pasca akuisisi bisa menambahkan pilihan konten di layanan SVOD Vision+, termasuk sinaran populer dari RCTI, GTV, MNCTV, iNews, dan 13 saluran lokal ainnya. Saat ini K-Vision telah memiliki sekitar 6 juta pelanggan.

Secara struktur bisnis, AVN akan membawahi tiga unit perusahaan, termasuk Playbox sebagai pengembang OTT BOX Android untuk penyiaran televisi berbayar.

Struktur MNC Media Group

Di luar grup bisnis media, MNC juga terus memperkuat ekosistem digitalnya. Beberapa waktu lalu kami sempat mewawancara Direktur MNC Kapital Jessica Tanoesoedibjo, dalam pemaparannya saat ini perusahaan tengah memperkuat penetrasi aplikasi pembayaran SPIN, termasuk dengan mengintegrasikan ke berbagai lini bisnis lainnya, termasuk Vision+, MNC Play, dan lain-lain.

Application Information Will Show Up Here

Strategi MNC Group Perkuat Lini Bisnis Fintech

MNC Group melalui unit MNC Kapital makin agresif mengembangkan layanan fintech. Setelah meluncurkan platform pembayaran SPIN (Smart Payment Indonesia) pada akhir 2019 lalu, mereka mengenalkan Flash Mobile untuk menjadi sistem payment gateway. Layanan tersebut juga sudah mendapatkan lisensi penuh dari Bank Indonesia, meliputi payment gateway, fraud detection, dan invoicing service.

Di luar itu, sebenarnya MNC juga sudah memiliki beberapa aplikasi finansial. Contohnya adalah Hario sebagai platform insurtech yang mengintegrasikan dengan unit perusahaan asuransi MNC Life. Ada juga BangKredit Mobile, aplikasi pengajuan kredit mobil atau rumah yang terintegrasi dengan PT MNC Finance.

Untuk membahas lebih lanjut mengenai visi perusahaan mengembangkan ekosistem fintech-nya, DailySocial berkesempatan melakukan wawancara dengan Jessica Tanoesoedibjo. Ia saat ini menjabat Direktur MNC Kapital, Managing Director SPIN, dan Managing Director Flash Mobile.

“Di struktur MNC Kapital, kami memiliki ekosistem layanan finansial menyeluruh mulai dari bank, sekuritas, aset manajemen, asuransi, multifinasial, dan lain-lain. Tapi seperti yang kita ketahui, sekarang semua sudah merambah ke digital, jadi jika ingin kompetitif dan memberi layanan terbaik maka harus masuk ke sana. Dan kalau kita lihat di ekosistem MNC, maka salah satu yang bisa melengkapi di awal adalah pembayaran, maka dari itu fintech pertama kita adalah e-money dan e-wallet,” jelas Jessica.

Direktur MNC Kapital Jessica Tanoesoedibjo / MNC Group
Direktur MNC Kapital Jessica Tanoesoedibjo / MNC Group

Flash Mobile sendiri bukan unit baru di perusahaan. Sebelumnya platform tersebut sudah bernaung di Infokom (anak usaha MNC di bidang infrastruktur) sebagai biller aggregator, ditujukan untuk menjadi jembatan dengan platform pembayaran di luar MNC. Contohnya memudahkan pengguna membayar langganan TV berbayar lewat aplikasi digital wallet atau platform e-commerce.

“Kami melihat potensi payment gateway cukup besar di pasar, jadi kami migrasikan dari di bawah unit media ke layanan finansial,” imbuhnya.

Peran payment gateway memang cukup krusial untuk ekonomi internet saat ini. Layanan tersebut memungkinkan berbagai aplikasi digital atau situs web untuk terhubung dengan berbagai sistem pembayaran. Menggunakan sambungan API, pemilik bisnis bisa menyuguhkan berbagai opsi pembayaran, mulai dari dompet digital, transfer bank, hingga kartu kredit. Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang menyajikan layanan serupa, termasuk Midtrans (Gojek Group), Doku, Xendit, Faspay, dan Cashlez.

Terintegrasi dengan ekosistem bisnis

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam Fintech Report 2020, ada lima aplikasi pembayaran digital yang paling banyak digunakan menurut responden. Secara berurutan meliputi Gopay (87%), OVO (80,4%), Dana (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%). Kondisi pasar memang sangat kompetitif, untuk itu penting bagi pengusung layanan untuk mampu menunjukkan unique selling point yang relevan sehingga dapat memikat pangsa pasar.

Samuel Mulyono, Komisaris SPIN dan COO Flash Mobile, memberikan pandangannya. Ia menjelaskan ada beberapa aspek yang diyakini dapat memperkuat posisi layanan fintech MNC. Salah satu yang dominan adalah kekuatan media.

“Kami hadir bukan sebagai single player, tapi sebagai satu buah ekosistem yang memberikan solusi terintegrasi dengan seluruh layanan kami. SPIN dan Flash Mobile akan berdiri di tengah sebagai center dari seluruh ekosistem keuangan kami. Selain itu kami juga akan menggabungkan dengan kekuatan media yang dimiliki perusahaan, untuk benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Samuel.

Lebih lanjut Jessica menambahkan, integrasi dengan platform digital lain juga menjadi salah satu prioritas dalam menumbuhkan bisnis. “Sebenarnya di MNC ada [platform] e-commerce (salah satunya The F Thing), kita ada Mister Aladin yang beranjak menjadi AladinMall, selain itu ada juga MNC Shop. Di internal kita sudah ada ekosistem digital. Tentunya SPIN dan Flash Mobile akan diintegrasikan. Cuma tidak menutup kemungkinan untuk memperluas cakupan ke luar, karena yang kita tawarkan bukan sekadar pembayaran, melainkan ekosistem yang menyeluruh.”

Lebih lanjut Jessica mencontohkan, kepada rekanannya mereka juga akan memberikan keuntungan seperti exposure media untuk membantu memaksimalkan pemasaran.

Dalam waktu dekat, MNC akan melahirkan inovasi e-TVmall, mengintegrasikan integrasi layanan media, pembayaran, dan e-commerce. Platform ini memungkinkan penonton menjadi lebih interaktif. Saat konsumen melihat iklan di televisi, mereka bisa langsung memindai QRIS yang ditampilkan untuk selanjutnya berbelanja dan melakukan pembayaran. Pendekatan ini juga dinilai akan menguntungkan pengiklan. Jika tadinya promosi hanya untuk meningkatkan awareness, sekarang bisa sekaligus menghasilkan transaksi.

Fokus bisnis tahun 2021

[Ki-Ka] Yudi Hamka (Director SPIN & Director Flash Mobile), Almais Tandung (COO SPIN), Jessica Tanoesoedibjo (Direktur MNC Kapital, Managing Director SPIN & Flash Mobile), Maya Sari Dewi (CFO SPIN & Flash Mobile), Samuel Mulyono (COO Flash Mobile), Darma Widjaja (CFO Benih Baik) / MNC Group
[Ki-Ka] Yudi Hamka (Director SPIN & Director Flash Mobile), Almais Tandung (COO SPIN), Jessica Tanoesoedibjo (Direktur MNC Kapital, Managing Director SPIN & Flash Mobile), Maya Sari Dewi (CFO SPIN & Flash Mobile), Santi Paramita (Direktur Legal MNC Group), Samuel Mulyono (COO Flash Mobile), Darma Widjaja (CFO Benih Bersama) / MNC Group
Di tahun 2020, SPIN dihadapkan pada tantangan pandemi. Namun Jessica justru melihatnya sebagai momentum. Dibantu kekuatan media, mereka mencoba menyampaikan pesan bahwa di era new normal ini model transaksi contactless bisa menjadi pilihan untuk meminimalkan persebaran virus. “One of the good things, karena kita memiliki media masa, pesannya juga bisa kita sampaikan secara luas, tidak perlu door to door satu per satu,” imbuh Jessica.

Kolaborasi juga diyakini menjadi variabel penting dalam ekonomi digital saat ini. Berbicara tentang roadmap MNC di lini digital, sudah ada beberapa hal yang akan disiapkan di waktu mendatang. Mereka akan masuk ke lini venture capital dan crowdfunding. Selain itu akan ada semacam konsep “sandboxing”, sehingga bisa berbaur dengan pemain lain. Semua itu akan dilakukan secara bertahap.

Beberapa korporasi di Indonesia sekarang mengandalkan pendekatan corporate venture capital (CVC) untuk melakukan konsolidasi dengan startup. Tujuannya untuk mengakselerasi transformasi digital di lini bisnis – alih-alih mengembangkan layanan digital secara mandiri, mereka merangkul startup di bidang terkait untuk berjalan bersama, sehingga meminimalkan effort untuk membuat segala sesuatunya dari nol, termasuk edukasi pasar dan mempersempit persaingan.

Dengan bisnis model yang ada, MNC Kapital juga melihat potensi besar di kota tier 2 dan 3, sekaligus di luar Jawa. SPIN maupun Flash Mobile cukup percaya diri mampu masuk ke area tersebut, karena fokusnya memberikan manfaat sekaligus komplementer bagi kebiasaan sehari-hari mereka. Lagi-lagi kekuatan market share 48% di kancah nasional, MNC yakin bisa gesit memberikan edukasi pasar secara tepat.

“Kekuatan media coba kita kolaborasikan. Dengan market share tersebut media kita telah mencakup ke daerah-daerah tadi, yang literasi digitalnya masih perlu ditingkatkan, sehingga kita masih cukup percaya diri bisa membuka pasar baru sekaligus bersaing dengan bisnis lain,” imbuh COO SPIN Almais Tandung.

Beberapa aplikasi yang sudah ada, seperti insurtech, lending, dan securities crowdfunding, ke depannya ingin diintegrasikan menjadi sebuah satu kesatuan sistem. Jessica mengatakan, “Kita punya Hario dan beberapa aplikasi lainnya. Harapannya itu bukan jadi standalone app. Sekarang masih di fase awal, tapi ke depannya semua mengerucut ke satu combined ecosystem.”

“Fitur produk akan terus dikembangkan, baik SPIN, Flash Mobile, dan platform lainnya. Tahun ini juga ada target user acquisition lebih luas lagi,” tutup Jessica.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here