Siasat Studio Gim Lokal dan Ekosistem di Tengah Pesatnya Esports di Indonesia

Esports menghadirkan model bisnis baru dalam permainan digital. Popularitasnya melejit kencang, menjadikan gim yang awalnya hanya sebagai kanal hiburan, kini bisa dijadikan pilihan karier profesional. Tak ayal, salah satu hasil riset mengemukakan kapitalisasi pasar esports akan mencapai $1,7 triliun di tahun 2022 mendatang.

“Asia Tenggara tidak hanya menjadi tempat berkembangnya industri game, kawasan ini juga menjadi pusat dari esports secara global,” ujar Lisa Cosmas Hanson selaku Managing Partner Niko Partners.

Berbicara Asia Tenggara, maka tidak bisa terlepas dari Indonesia. Melihat perkembangannya sejauh ini, ekosistem esports lokal mulai terbentuk dengan baik. Banyak “startup esports” bermunculan, banyak di antaranya telah mendapatkan dukungan finansial dari investor dan/atau brand pendukung.

Di tengah pembicaraan tentang esports lantas muncul sebuah pertanyaan, “Bagaimana game developer/studio lokal menghadapi tren ini? Apakah dipandang sebagai kesempatan atau sebaliknya, justru menjadi tantangan berat karena penikmat gim sudah naik kelas?”

Adapt or die?

Adapt or Die
Quote populer dari Charles Darwin mengenai pentingnya melakukan adaptasi / LeadershipQuote

Di bisnis teknologi, banyak pelajaran kegagalan yang bisa dipelajari tentang kemauan pengembang produk untuk beradaptasi dengan pasar. Sebut saja popularitas Nokia yang merosot tajam di tengah perkembangan Android dan iOS; atau penutupan satu per satu platform sosial yang dimiliki Yahoo di tengah meningkatnya pengguna media sosial. Kejadian seperti itu tentu tidak diinginkan oleh pebisnis, termasuk para pemilik studio gim lokal.

Kami mencoba berbincang dengan beberapa pihak, salah satunya Co-Founder & COO Anantarupa Studios Diana Paskarina. Seiring tenarnya esports, mereka memilih untuk mengadaptasi perkembangan pasar. Realisasinya, saat ini mereka tengah mengembangkan gim esports dengan genre MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) berjudul “Lokapala”. Saat ini sudah masuk pra-registrasi dan akan meluncur penuh di awal tahun 2020.

Diana turut memberikan tanggapan mengenai ekosistem produk gim di Indonesia, “Melihat esports yang sangat besar dan masih terus berkembang, kami melihat ini tentunya sebagai potensi. Walaupun pada kenyataannya sampai saat ini produk gim, tidak hanya esports, masih didominasi pemain asing, namun pasar terus berkembang dan kebutuhan konten gim baru sangat tinggi.”

Studio lainnya, yakni Agate, juga memiliki rencana yang sama. Dalam waktu dekat mereka akan meluncurkan produk yang sesuai dengan kriteria esports. Mereka juga melihat esports sebagai peluang yang baik, karena membantu mempromosikan produk-produk gim itu sendiri ke khalayak luas. Dan membantu mempromosikan bahwa gim bisa menjadi kegiatan produktif.

“Ada beberapa gim yang saat ini sedang digarap dan direncanakan untuk dapat dikompetisikan di esports. Namun kami belum bisa menceritakan lebih detail karena masih tahap pengembangan. Kami juga akan segera meluncurkan gim esports manager untuk tingkat global. Gim ini sudah mendapatkan penghargaan Big Indie Pitch Game Developer Conference 2018 di San Francisco,” terang PR Manager Agate Studio Alwine Brahmana.

Di kancah regional, Garena menjadi salah satu tolok ukur perusahaan yang telah sukses berbaur di era esports. Melalui beberapa produk andalannya, salah satunya Free Fire, perusahaan berbasis di Singapura tersebut berhasil membukukan pendapatan setara $1 miliar.

Katalisator ekosistem

Federasi Esports Indonesia
Acara peluncuran Federasi Esports Indonesia / Hybrid

Setelah sebelumnya berdiri Indonesia Esports Association (IESPA), pada Juli 2019 lalu Menkominfo Rudiantara meresmikan Asosiasi Olahraga Video Games Indonesia (AVGI). Kemudian awal Oktober 2019 kemarin Federasi Esports Indonesia (FEI) juga dikenalkan ke publik. Dengan visi untuk memajukan esports nasional, masing-masing miliki misi berbeda. FEI misalnya, mereka mulai menyoroti standardisasi kontrak pekerja esports.

“Federasi hadir menjawab permasalahan para pelaku esports khususnya di level paling bawah, yaitu player, caster, media. Mereka sejauh ini belum ada yang menaungi. Selama ini mungkin mereka perlu ada perbaikan tapi mau ke mana mereka meminta bantuan? Mau dibantu seperti apa? Hal ini yang menurut saya yang perlu dibenahi dan yang menjadi peran utama FEI,” terang Ketua Umum FEI yang juga merupakan CEO RRQ Andrian Pauline Husen.

Pembentukan organisasi-organisasi tersebut –yang melibatkan stakeholders dan pelaku bisnis—dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekosistem esports di Indonesia, sekaligus jadi langkah preventif.

Sebelum dilebur dengan Kementerian Pariwisata, Bekraf pernah menjadi badan pemerintahan yang turut memberikan dorongan untuk pengembang gim lokal berkiprah lebih. Selain mengadakan acara nasional seperti Game Prime, mereka turut membawa para kreator ke acara di tingkat nasional, seperti Game Connection America dan Tokyo Game Show.

Menuju perjalanan panjang esports Indonesia

Piala Presiden Esports
Acara konferensi pers Piala Presiden untuk ajang esports / Hybrid

Di tingkatan atlet dan perusahaan yang menaungi, perkembangan esports begitu terasa. Hingga pemodal ventura pun mulai memberikan porsi tersendiri untuk menyalurkan dana kelolaannya ke sana. Sementara bagi para pengembang gim lokal, saat ini masih menjadi fase yang sangat awal untuk mulai berkecimpung ke esports.

Ada banyak sinergi yang bisa dilakukan agar pertumbuhan bisa terjadi secara menyeluruh. Misalnya, pemerintah punya program seperti Piala Presiden untuk Esports untuk menemukan bakat-bakat yang akan diperlombakan ke ajang seperti SEA Games, ketika produk dari studio lokal tadi sudah selesai dikembangkan, selayaknya mendapatkan porsi untuk dijadikan salah satu objek dalam kompetisi.

Atau melalui berbagai asosiasi yang sudah didirikan, para pengembang, pebisnis esports, dan brand mulai merumuskan roadmap terpadu, mengelaborasikan sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki masing-masing. Karena pada dasarnya setiap elemen dalam ekosistem akan memiliki peran sentral untuk perjalanan pajang esports Indonesia ke depan.

Atlet Esports Butuh Pembekalan Psikologis untuk Menghadapi Tekanan Kompetisi

Menjadi atlet esports dan atlet olahraga konvensional memang jelas berbeda dari sisi kegiatan yang dilakukan, akan tetapi sebetulnya kedua profesi ini juga punya banyak kemiripan. Disamping sama-sama membutuhkan tubuh yang sehat, atlet esports rupanya juga menghadapi tantangan psikologis yang sama seperti atlet biasa.

Dilansir dari ScienceDaily, fakta ini dikemukakan oleh sejumlah peneliti yang melakukan riset di University of Chichester, Inggris. Dalam riset tersebut, mereka menemukan bahwa atlet-atlet esports menghadapi 51 jenis tantangan psikologis dalam kegiatan mereka berkompetisi di ajang besar. Termasuk di antaranya adalah masalah komunikasi, serta kesulitan dalam bertanding di hadapan penonton. Kondisi mental serupa juga terjadi pada atlet profesional lainnya, misalnya atlet sepak bola atau rugbi, yang bermain di kompetisi level tinggi.

Esports telah menjadi bisnis jutaan poundsterling yang menarik audiens dari seluruh penjuru dunia, tapi masih sedikit riset tentang faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi para pemain,” ujar Dr. Phil Birch, dosen senior psikologi olahraga dan gerak badan di University of Chichester sekaligus co-author dari riset di atas.

University of Chichester - Esports Programme
University of Chichester memiliki program studi esports dengan gelar BA (Hons) | Sumber: University of Chichester

“Kami menemukan bahwa para gamer terpapar stres yang signifikan ketika bertanding di kontes tingkat tinggi. Dengan mengisolasi stresor-stresor ini, kita dapat membantu para pemain esports mengembangkan coping strategy untuk menghadapi stresor-stresor tersebut dan mengoptimalkan performa ketika sedang bermain di level tertinggi,” ujarnya.

Riset ini telah diterbitkan di International Journal of Gaming and Computer-Mediated Simulations (IJGCMS), dengan judul jurnal “Identifying Stressors and Coping Strategies of Elite Esports Competitors”. University of Chichester memang dikenal sebagai salah satu kampus yang meneliti gaming dari sudut pandang saintifik. Mereka juga memiliki program studi esports dengan gelar Bachelor of Arts with Honors alias BA (Hons).

Salah satu stresor kunci yang muncul di antara para pemain ketika mereka berada dalam situasi tertekan adalah buruknya komunikasi. Ketika hal ini terjadi, para pemain dapat merespons kondisi tersebut dengan cara menjadi agresif terhadap satu sama lain, atau justru menghindari komunikasi sama sekali. Keduanya sama-sama mengakibatkan turunnya performa.

Rob Black
Rob Black, COO ESL UK | Sumber: Birmingham City University

Untuk menghadapi masalah-masalah seperti ini, para peneliti merekomendasikan supaya atlet-atlet esports diberikan pembekalan psikologis untuk mempelajari teknik-teknik guna menghadapi situasi-situasi tersebut. Harapannya, dengan demikian para atlet bisa lebih siap berada di lingkungan kompetisi level tinggi yang penuh tekanan. Untungnya, organisasi-organisasi esports sudah banyak yang menyadari masalah ini dan mengambil tindakan. Contohnya seperti EVOS Esports yang di tahun 2019 ini telah mendatangkan psikolog untuk membantu atlet-atletnya.

Chief Operating Officer ESL UK, Rob Black, membenarkan apa yang diungkap dalam riset Dr. Phil Birch dan kawan-kawannya. Ia berkata, “Sebagai industri kami sudah lama tahu bahwa stresor pada pemain-pemain top dapat memberi dampak negatif bagi performa mereka. Studi ini membuktikannya dan memperkuat apa yang telah kami suarakan selama bertahun-tahun. Butuh pengembangan lebih jauh di area ini, dan hal itu akan jadi kunci untuk memastikan jumlah pemain (esports) profesional terus tumbuh di seluruh dunia.”

Sumber: ScienceDaily, IGI Global, Dot Esports

Laporan DSResearch: Perkembangan Pangsa Pasar Esports 2019 di Indonesia

Bukan lagi sekadar komoditas hiburan, permainan digital atau game telah bertransformasi menjadi lanskap yang patut diperhitungkan. Esports dewasa ini santer diperbincangkan melalui berbagai media, sebagai ekosistem yang menaungi industri permainan digital tersebut. Antusiasmenya juga cukup terasa di Indonesia, baik dari kalangan pelaku, yaitu gamer, media, broadcaster, startup, hingga penikmat.

Untuk lebih jeli melihat perkembangan esports di Indonesia, DSResearch dan Hybrid.co.id, kanal media yang fokus memberitakan perkembangan seputar ekosistem esports, menginisiasi sebuah proyek riset bertajuk “Esports Market Trend 2019”. Berbagai perspektif coba ditangkap melalui kegiatan survei dan analisis. Melalui platform jajak pendapat Jakpat Mobile Survey, sebanyak 1445 orang penikmat esports terlibat sebagai responden.


Berikut ini beberapa hasil temuan menarik survei:

  • Mobile Legends adalah platform terpopuler, paling banyak dimainkan, dan paling banyak ditonton di Indonesia
  • Meskipun kebanyakan titel populer berada di ranah mobile, PUBG, FIFA, dan Dota 2 adalah judul-judul PC dan console game yang masih mendapatkan tempat khusus

Selain dua poin di atas, masih banyak temuan yang disajikan dalam laporan survei. Untuk informasi dan data selengkapnya, unduh gratis Esports Market Trend 2019.

Startup di Bidang Esports Matcherino dan Anzu.io Dapatkan Investasi

Pendapatan di industri esports diperkirakan akan mencapai US$1,1 miliar pada tahun ini, menurut laporan Newzoo.

Newzoo membagi sumber penghasilan di industri esports menjadi empat, yaitu sponsorship, hak media, iklan, merchandise dan tiket, serta bayaran untuk publisher game. Dari semua itu, yang memberikan kontribusi terbesar adalah sponsorship, sebesar 34,3 persen atau senilai US$456,7 juta.

Membahas esports memang tak lepas dari para tim dan pemain profesional. Setelah memenangkan hadiah sebesar US$3 juta di Fortnite World Cup, Kyle “Bugha” Giersdorf tak luput dari sorotan media mainstream. Meskipun begitu, masih ada banyak pihak lain yang membuat industri esports tumbuh sepesat sekarang.

Seiring dengan perkembangan esports, startup yang mendukung esports juga menarik perhatian para investor, seperti Matcherino.

Matcherino adalah startup asal Seattle, Amerika Serikat yang menyediakan software untuk memudahkan penyelenggaraan turnamen esports. Startup tersebut baru saja mendapatkan kucuran dana segar dari Galaxy EOS VC Fund dan Wells Fargo Strategic Capital.

Dana sebesar US$1,5 juta ini merupakan bagian dari pendanaan seri A-1. Pada pengumpulan dana ronde ini, Matcherino juga pernah mendapatkan investasi dari beberapa investor lain seperti Seven Peaks Ventures, Madrona Venture Group, aXiomatic, dan Vulcan Capital. Dengan tambahan dana terbaru ini, berarti, Matcherino telah mendapatkan dana sebesar US$4,1 juta.

Menurut laporan GeekWire, CEO Matcherino, John Maffei mengklaim bahwa setiap bulannya, Matcherino telah membantu diselenggarakannya 500 turnamen. Jenis turnamen yang diadakan beragam, mulai dari Apex Legends, CS:GO, Dota 2, Fortnite, League of Legends, sampai PUBG. Secara total, Matcherino disebutkan telah membantu diselenggarakannya lebih dari 6.000 turnamen.

Dengan investasi ini, Matcherino berencana untuk memperkuat bisnis mereka dan memperluas jangkauan mereka.

“Produk kami menawarkan alat-alat yang diperlukan untuk menghubungkan pemain, merek, penyelenggara turnamen, dan bahkan fans. Ini akan menguntungkan semua pihak secara finansial serta memberikan pengalaman yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat,” kata Maffei, seperti yang dikutip dari Esports Insider.

Industri esports memang tengah bertumbuh. Hal ini terlihat dari banyaknya merek endemik dan non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor. Namun, ada kekhawatiran bahwa pertumbuhan esports ini akan berakhir.

Turnamen esports sekarang semakin menjamur. Tidak hanya itu, total hadiah yang ditawarkan pun semakin besar. Sayangnya, salah satu masalah bagi penyelenggara turnamen adalah sulitnya untuk mendapatkan keuntungan.

Masalah inilah yang berusaha Matcherino selesaikan. Startup tersebut ingin memundahkan proses monetisasi turnamen esports. Beberapa hal yang ditawarkan oleh Matcherino pada penyelenggara turnamen adalah penjualan DLC langsung dari publisher, penjualan dan pengiriman merchandise, serta penjualan tiket, baik untuk pemain maupun penonton.

“Matcherino menawarkan merek kesempatan untuk menjangkau fans esports di puluhan judul game dan ratusan turnamen setiap bulan dan mendekatkan diri dengan fans esports,” kata Maffei, dikutip dari GeekWire.

Matcherino bukanlah satu-satunya startup yang bergerak di bidang esports yang mendapatkan investasi baru-baru ini. Startup lainnya yang mendapatkan investasi adalah Anzu.io. Startup yang menyediakan platform untuk menampilkan iklan dalam game ini baru saja mendapatkan dana US$6,5 juta.

Pendanaan seri A ini dipimpin oleh BITKRAFT Esports Ventures dan didukung partisipasi oleh WPP dan Axel Springer Digital Ventures.

anzu official
Contoh iklan dalam game dari Anzu.io.

Apa yang ditawarkan oleh Anzu adalah in-game advertising yang terintegrasi langsung dengan gameplay. Tujuannya adalah agar iklan yang muncul dalam sebuah game tidak mengganggu para pemain.

Iklan dalam game telah ada sejak lama. Satu hal unik yang coba Anzu tawarkan adalah iklan yang lebih dinamis dan bukannya iklan statis yang selama ini ada.

Setelah mendapatkan pendanaan ini, Anzu berencana untuk menampilkan iklan-iklan di game AAA untuk PC dan konsol. Selain itu, mereka juga berencana untuk memperkuat bisnis mereka di Amerika Utara dan Eropa.

“Ada 2,4 miliar gamer di seluruh dunia, dunia virtual dan gaming yang merupakan tempat para gamer itu berada sampai sekarang masih jadi pasar yang belum dieksplor,” kata Founder dan Managing Partner dari BITKFRAFT Esports Ventures, Jens Hilgers, seperti yang dikutip dari Esports Insider.

“Kami percaya visi Anzu untuk mengintegrasikan game-game online besar dan esport dengan iklan melalui platform mereka akan membuka kesempatan yang sangat besar, tidak hanya pada publisher game, tapi juga untuk tim profesional dan streamer yang ingin mendapatkan sumber pemasukan baru.”

Sumber: Newzoo, Esports Insider, VentureBeat, GeekWire, Esports Insider.

Konten Obrolan Santai Bisa Dekatkan Streamer dengan Penonton

Menjadi atlet esports kini tidak hanya sebuah mimpi yang sulit digapai. Namun, jika Anda tidak tertarik untuk menjadi atlet esports profesional, ada beberapa pekerjaan lain yang bisa Anda pertimbangkan, misalnya saja caster, manajer, dan bahkan pelatih.

Anda juga bisa mempertimbangkan untuk menjadi seorang streamer. Menurut Dotesports, penghasilan streamer bisa melebihi pendapatan atlet esports, setidaknya jika Anda sukses menjadi streamer populer. Alasannya, karena streamer memiliki berbagai sumber pendapatan, seperti sponsor dan donasi para penonton.

Namun, ini bukan jalan yang mudah. Anda harus siap untuk bersaing dengan puluhan ribu streamer lainnya. Berdasarkan data TechCrunch, per Februari 2018, Twitch memiliki 27 ribu streamer. Itu tidak termasuk streamer yang menggunakan platform lain, seperti YouTube dan Facebook.

Jika atlet esports memamerkan keahlian mereka, streamer biasanya menawarkan hal yang lain. Ketika mengobrol dengan Hybrid, Agree Cory, Public Relation & Social Media Executive dari Game.ly mengatakan bahwa sekadar jago bermain game saja tidak cukup untuk menjadi seorang streamer.

Game.ly salah satu layanan streaming game di Indonesia. Sumber: Hybrid
Game.ly salah satu layanan streaming game di Indonesia. Sumber: Hybrid

Dia menyebutkan, ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh streamer selain jago bermain, seperti humoris, punya personalitas yang unik, dan juga passion terhadap apa yang dia lakukan.

Untuk tampil unik, masing-masing streamer biasanya memiliki gayanya sendiri. Belakangan, mulai muncul tren streamer yang membuat video tidak saat mereka bermain, tapi sekadar berbincang-bincang dengan penonton atau menunjukkan kehidupan mereka di dunia nyata.

Keberadaan fitur Just Chatting pada Twitch memudahkan para streamer untuk melakukan ini. Seperti namanya, dalam sesi Just Chatting, streamer biasanya hanya mengobrol dengan para penonton, misalnya dengan membaca pesan yang diberikan penonton dan menonton video yang disarankan fans.

Dari segi penonton, pertumbuhan penonton sesi Just Chatting di Twitch memang tidak stabil. Meskipun begitu, Just Chatting tetap bisa menjadi cara bagi streamer untuk mendekatkan diri dengan penonton mereka.

Ini bisa memperkuat emotional attachment penonton pada streamer. Penonton yang memiliki emotional attachment lebih kuat pada seorang streamermemiliki kesempatan lebih tinggi untuk membeli produk yang mendapatkan endorsement dari sang streamer.

Berdasarkan riset Transforming celebrities through social media: the role of authenticityand emotional attachment oleh Christine M. Kowalczyk dan Kathrynn R. Pounders, media sosial membantu selebritas untuk mendekatkan diri dengan fansnya. Fans melihat bahwa interaksi seorang artis di media sosial lebih otentik jika dibandingkan dengan apa yang sang artis lakukan di depan kamera. Ini justru membuat mereka lebih menyukai sang selebritas.

Interaksi yang lebih otentik akan memperkuat emotional attachment seorang fan dengan seorang selebritas. Ini membuat para fans menjadi lebih mau untuk membeli barang yang ditawarkan oleh sang artis. Dalam kasus streamer, interaksi dalam Just Chatting juga bisa membuat para penontonnya mau untuk memberikan donasi.

Photo by Caspar Camille Rubin on Unsplash
Photo by Caspar Camille Rubin on Unsplash

Bagaimana dengan pasar lokal

Tim-tim esports di Indonesia biasanya memiliki kanal YouTube resmi dan di layanan streaming lain seperti Nimo TV. Biasanya, kanal ini digunakan untuk memberikan pengumuman, seperti kemunculan tim baru atau persiapan mereka menjelang turnamen. Namun, tidak sedikit juga video yang berisi konten non-gaming.

Misalnya, RRQ pernah membuat video tentang “penggerebekan” markas tim mereka. Contoh lainnya adalah ketika EVOS membuat video tentang pengalaman mereka mencari jajanan di Singapura.

Selain sebagai cara untuk berinteraksi dengan penonton, video seperti ini juga bisa digunakan oleh tim esports untuk iklan. Ini pernah EVOS lakukan bersama Lenovo pada 2017. EVOS tidak mempromosikan layanan service center Lenovo secara terang-terangan. Sebagai gantinya, mereka membuat skenario untuk menunjukkan kualitas service center Lenovo.

Pilihan untuk menggunakan saluran resmi tim untuk konten non-gaming sebenarnya sah-sah saja, bahkan sepertinya followers akun juga banyak yang menyukai. Namun kalau menilik dari sisi branding, ada jalan lain yang bisa dilakukan. Misalnya membedakan channel yang digunakan untuk strategi engagement dan akun yang memang menyasar pemirsa esports, yang ingin melihat update jadwal, pembaruan terkini dan hal lain terkait tim esports.

Jika interaksi yang ingin dikejar, kanal resmi yang dikelola tim bisa pula sebenarnya menampilkan anggota tim yang melakukan streaming (lewat akun resmi bukan akun pribadi si atlet), dan membuka interaksi dengan penonton. Atau membuka sesi latihan untuk bisa ditonton agar para fans bisa mengerti, seberapa keras tim berlatih, ini bisa juga membangkitkan dukungan ketika tim akan bertanding.

Obrolan santai saat latihan yang kemudian menjadi konten penting sebenarnya lagi menjadi tren di esports. Setidaknya di genre Fighting Game (Street Fighter V). Para pemain asal Jepang sering kali melakukan streaming sambil mengobrol dengan para penonton atau fans. Dan terkadang dalam orbolan ini hadir konten-konten penting yang akhirnya dibahas media. Beberapa contohnya adalah ketika Daigo membahas tentang hitbox controller atau ketika Bonchan membahas tentang Punk di konten streaming lalu mereka bertemu di pertandingan resmi. Pertarungan tersebut menjadi sengit bukan karena memang match-nya seru tapi ada ‘bumbu’ lain karena obrolan streaming sebelumnya.  Tim esports Echo Fox juga kerap melakukan sesi streaming santai yang dibagikan lewat akun resmi.

Obrolan dengan fans atau penonton yang dilakukan streamer tidak hanya bisa membentuk personalitas yang unik agar menjadi pembeda dengan streamer lain. Namun bisa juga menjadi sarana untuk memberikan relasi dengan para penonton, fans atau penggemar. Ini bisa pula dilakukan oleh anggota tim esports baik dengan akun personal atau akun tim.

Sumber gambar header:  Con Karampelas on Unsplash.

Mengulik Tim Esports yang Menyediakan Merchandise untuk Para Fans

Sama seperti tim olahraga lain, kemenangan adalah sesuatu yang penting bagi tim esports. Namun, itu saja tidak cukup.

Tim esports banyak yang beroperasi layaknya startup. Agar dapat membiayai dan menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh pemain, tim esports harus punya manajemen keuangan yang baik.

Salah satu sumber pemasukan tim esports adalah sponsor. Mulai tren mengikuti di luar negeri, di Indonesia, merek non-endemik pun mulai tertarik untuk menjadi sponsor, sebut saja seperti GoPay, Pop Mie, dan Dua Kelinci. Ketiga merek itu tidak bergerak di bidang game atau industri terkait game. Tapi itu tidak menghentikan mereka untuk menjadi sponsor dari tim-tim esports ternama.

Masing-masing tim esports biasanya memiliki caranya sendiri untuk mengatur keuangannya. Misalnya, CEO RRQ, Andrian Pauline memfokuskan timnya untuk mendapatkan kemenangan.

Sementara EVOS ingin agar namanya tidak hanya dikenal sebagai tim esports, tapi juga brand lifestyle. Tidak ada pilihan yang salah karena masing-masing tim memang biasanya memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda.

Untuk bisa menjadi brand lifestyle, EVOS memutuskan untuk bekerja sama dengan brand streetwear Thanksinsomnia. Meski terkesan tidak biasa, strategi seperti yang dijalankan EVOS ini juga digunakan di dunia internasional.

Organisasi esports Andbox baru saja mengumumkan kerja samanya dengan Mother Design dan Public School untuk membuat merchandise bagi para fans esportsMerchandise pertama yang akan diluncurkan oleh Andbox beragam, mulai masker, kaos kaki, hingga jaket hoodie.

andbox 01

Tidak semua orang bermimpi untuk menjadi atlet esports profesional. Ada pula orang-orang yang sudah puas dengan menjadi penonton. Sama seperti fans olahraga seperti basket atau sepak bola, para fans tim esports bisa menunjukkan kecintaannya pada tim favoritnya dengan cara beragam. Salah satunya, membeli dan menggunakan merchandise.

Inilah yang menjadi sasaran Andbox dengan membuat merchandise.

Co-founder dari fashion brand Public School, Maxwell Osborne berkata bahwa desain merchandise Andbox akan didasarkan pada gaya street wear khas New York dan menggunakan warna-warna mencolok yang biasa ditemukan di dunia digital.

“Kami berusaha untuk berpikir layaknya gamer, menempatkan diri kami di posisi mereka dan mengerti cara pikir mereka,” kata Osborne. Dia menjelaskan, proses membuat merchandise untuk para fans esports ini tidak jauh berbeda dengan membuat merchandise untuk para fans olahraga konvensional lainnya.

Pada akhirnya, Public School harus mempertimbangkan jenis pakaian yang biasa fans esports gunakan, baik ketika mereka menonton turnamen esports langsung atau pakaian sehari-hari mereka.

Merchandise bukanlah satu-satunya bisnis Andbox.

Andbox pertama kali diperkenalkan pada bulan Juni oleh Sterling.VC, pemilik tim New York Excelsior (NYXL) yang berlaga di Overwatch League. Andbox dibuat dengan tujuan untuk “merepresentasikan” komunitas gaming di New York.

Andbox bertanggung jawab atas NYXL dan tim yang akan berlaga di turnamen Call of Duty. Tidak hanya itu, Andbox juga akan mengadakan berbagai acara untuk mendekatkan diri dengan komunitas penggemar esports di New York.

Sejak awal, para fans esports di New York memang sering mengadakan acara nonton bareng, layaknya penggemar olahraga lainnya. Tim NYXL sendiri juga mendukung hal ini. Mereka bekerja sama dengan para penyelenggara untuk mengadakan acara dengan komunitas, seperti nobar atau meet-and-greet.

Sekarang, para fans sepak bola atau basket bisa menggunakan baju atau jaket dari tim kesayangannya secara luas untuk menunjukkan dukungan mereka. Tentunya sama sekali tidak menutup kemungkinan, hal yang sama akan terjadi pada fans esports di masa dekat.

Sumber: Adweek, Bloomberg, Business Insider.

Kalahkan EVOS, BOOM ID Dominasi ESL Indonesia Championship Season 2

BOOM ID masih mendominasi ESL Indonesia Championship Season 2.

Tim ini tidak hanya menduduki peringkat satu pada pekan ke-4 turnamen, mereka juga tidak pernah kalah dalam 8 pertandingan. Dua minggu lalu, Muhammad “InYourDream” Rizky kembali bermain untuk BOOM ID. Bersama tim barunya, InYourDream berhasil mengalahkan EVOS Esports, yang merupakan mantan timnya.

Saat ini, EVOS Sports dan Alter Ego ada di posisi kedua dan ketiga dengan poin 15. Keduanya berhasil memenangkan 5 pertandingan dari 8 pertandingan. Posisi ke-4 diisi oleh PG.Barracx yang berhasil memenangkan 4 pertandingan dari 7 laga, termasuk pertandingan melawan The Prime.

current standing

Sementara itu, pertandingan antara Antrophy dan PG.Orca berakhir dengan imbang. Antrophy merupakan tim baru meski mereka memiliki Yabyoo dan Nafari sebagai pemain senior, sementara PG.Orca adalah tim Pondok Gaming yang terdiri dari pemain-pemain muda.

Alter Ego, yang kini diperkuat oleh Farand “KoaLa” Kowara yang sudah dikenal dari zaman DotA, berhasil mengalahkan tim baru Hans Pro Gaming.

ESL Indonesia Championship Season 2 merupakan liga Dota 2 yang menggunakan sistem double round-robin. Itu artinya, dalam 7 minggu selama kompetisi berlangsung, 8 tim yang bertanding dalam liga ini akan bertanding dengan satu sama lain sebanyak 2 kali. Empat tim terbaik akan mendapatkan tiket untuk bertanding di Grand Final ESL Indonesia Championship Season 2.

Turnamen yang memiliki total hadiah sebesar US$20 ribu (setara Rp280 juta) ini didukung oleh Mercedez sebagai Premium Sponsor serta Acer Predator dan Logitech sebagai Official Partner.

Dari 8 tim yang bertanding dalam Season 2 ini, 4 di antaranya merupakan tim-tim teratas dalam ESL Indonesia Championship Season 1, yang telah selesai diadakan pada awal tahun ini.

Empat tim sisanya akan masuk ke fase relegasi. Di sini, 4 tim tersebut harus bertanding dengan 4 tim terbaik dari babak kualifikasi terbuka. Pertandingan 8 tim dalam fase relegasi diadakan pada 15 dan 16 Juni lalu. Empat tim terbaik akan lolos untuk bertanding di ESL Indonesia Championship Season 2.

Turnamen ini akan berlangsung selama 7 minggu. Empat minggu pertama berakhir pada 31 Juli lalu. Minggu ke-5 akan dimulai pada 27 dan 28 Agustus mendatang. Sementara babak semifinal akan diadakan pada 7 dan 8 September.

Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa melihat jadwal pertandingan dalam turnamen ini di bawah:

• Week 1: 16 & 20 Juli 2019
• Week 2: 21 & 22 Juli 2019
• Week 3: 23 & 24 Juli 2019
• Week 4: 30 & 31 Juli 2019
• Week 5: 27 & 28 Agustus 2019
• Week 6: 3 & 4 September 2019
• Week 7: 5 & 6 September 2019
• Semifinal: 7 & 8 September 2019

Season 1 dari ESL Indonesia Championship dimulai sejak November 2018 dan berakhir pada Maret lalu. Dalam turnamen tersebut, BOOM ID keluar sebagai pemenang setelah bertanding dengan Aura Esports dalam babak final. Dua semifinalis lainnya adalah PG.Barracx dan The Prime.

Menariknya, meski The Prime sempat menjadi semifinalis Season 1, kali ini, mereka justru menjadi juru kunci. Setelah bertanding dalam 7 laga, mereka hanya berhasil memenangkan 1 pertandingan. Mereka kini memiliki 2 pemain baru dari Filipina. Tampaknya, mereka masih belum bisa menemukan ritme yang sesuai.

Ini menunjukkan bahwa tak selamanya tim yang mendominasi akan selalu keluar sebagai pemenang. Ini memunculkan pertanyaan apakah BOOM ID akan bisa mempertahankan posisi mereka sebagai tim yang mendominasi di scene Dota 2 Indonesia? Atau akan ada tim lain yang akan muncul menjadi yang pengganti.

Disclosure: Hybrid adalah perwakilan Media Relations untuk ESL Indonesia Championship Season 2

Prediksi Masa Depan Esports Menurut Pendiri Fnatic

Fnatic merayakan ulang tahunnya yang ke-15 pada akhir Juli lalu. Dalam sebuah wawancara, Founder Fnatic, Sam Mathews mengatakan harapannya Fnatic akan bisa bertahan di industri esports di masa depan.

Saat ini, Fnatic memiliki tim profesional di berbagai game, seperti Street Fighter V, League of Legends, Fortnite, FIFA, Dota 2, CS:GO, Apex Legends, sampai Clash Royale.

Kebanyakan game yang dilombakan sekarang ini memang game untuk PC atau konsol. Namun, Mathews percaya, di masa depan, mobile esports akan berjaya.

“Saya rasa, mobile esports akan menjadi tren di masa depan. Dulu, orang-orang hanya berpikir mereka bisa bermain di PC atau konsol. Namun, sekarang, semua orang punya perangkat mobile dan perangkat itu memang menjadi semakin powerful,” katanya dalam wawancara dengan BBC.

Industri esports diperkirakan akan tumbuh pesat. Nilai industri esports diperkirakan akan mencapai US$1 miliar pada 2020. Menurut Mathews, agar potensi nilai industri esports bisa direalisasikan, pemerintah sebaiknya tidak membuat regulasi yang terlalu ketat atau malah memblokir esports.

Menurutnya, esports selama ini telah menjadi pasar bebas dengan ekosistem terbuka, terutama di kawasan Asia dan Eropa. Kalau melihat ekosistem di tanah air, sejauh ini, pemerintah Indonesia justru tertarik untuk mendukung pengembangan industri esports.

Pada awal tahun, Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi mengatakan bahwa esports bukanlah olahraga yang bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, esensi menjadi gamer profesional tak jauh berbeda dengan menjadi atlet profesional.

“Di sini, bukan semata-mata bermain tapi diajarkan bagaimana menjaga kebugaran, nutrisi dan psikologinya. Yang paling penting adalah menghormati karena sportivitas itu esensi dari olahraga,” kata Imam seperi dikutip dari Medcom.

Meskipun begitu, Mathews sadar bahwa pasti akan ada orang yang menentang keberadaan esports. “Ketika sesuatu menjadi pembicaraan hangat, memang akan selalu ada orang-orang yang tidak setuju dan berpikir, ‘apa ini sehat?'” katanya.

Selain membahas tentang harapannya di masa depan, Mathews juga bercerita tentang pengalamannya mendirikan Fnatic.

Fnatic didirikan di London, Inggris pada 2004. Sampai sekarang, tim ini dihitung sebagai tim Eropa meskipun banyak pemainnya yang berasal dari negara-negara Asia, seperti Kim Doo-young alias DuBu yang berasal dari Korea Selatan dan Daryl Koh Pei Xiang yang dikenal sebagai iceiceice dari Singapura.

Mathews masih berumur 19 tahun ketika dia mendirikan Fnatic. Dia mengaku, ketika itu, membuat sebuah perusahaan manajemen gamer profesional adalah sesuatu yang sulit untuk dibayangkan.

“Ketika saya 19 tahun, jangankan membuat perusahaan yang para pekerjanya hanya bermain game, menjadi gamer profesional tak lebih dari mimpi,” katanya.

Menurutnya, salah satu hal yang mendorong perkembangan industri esports adalah adanya layanan streaming video. Dengan keberadaan layanan seperti YouTube dan Twitch, ini memudahkan para fans game untuk menonton jagoannya bermain.

Sumber: BBC, Medcom.

IDN Media Resmi Akuisisi Media Esports GGWP.id (UPDATED)

IDN Media secara resmi telah mengumumkan akuisisi terhadap salah satu media esports GGWP.id (GGWP). GGWP akan menjadi bagian dari keluarga besar IDN Media yang di dalamnya terdapat IDN Times, Popbela, Popmama, Yummy, IDN Creative, IDN Event, dan IDN Creative Network.

Setelah proses akuisisi ini rampung, GGWP tetap dipimpin Ricky Setiawan yang akan membawahi 60 anggota tim. Akuisisi ini dilandasi oleh pergerakan industri esports yang terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir, terutama di Indonesia.

Pihak IDN Media percaya pertumbuhan esports yang terjadi saat ini hanyalah permulaan. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya jumlah pemain, penonton, dan penggemar esports di Indonesia dan diproyeksikan akan terus meningkat di tahun 2019 dan 2020.

“Kami sangat bersemangat untuk memasuki industri esports dan bekerja dengan Ricky dan seluruh tim GGWP.id. Kami percaya bahwa fenomena esports baru saja dimulai. Dengan GGWP.id kami memimpikan untuk perusahaan esports terbesar dan paling berpengaruh di wilayah ini untuk milenial dan Gen Z,” jelas Founder & CEO IDN Media Winston Utomo.

GGWP sendiri saat ini menjalankan 4 jenis unit bisnis di kancah e-sports yang cukup lengkap. Tanya media mereka juga memiliki tim dan tournament platform. Unit-unitnya meliputi esports media, esports tournament platform, esports team, dan esports creative.

Selain itu GGWP juga menyelenggarakan salah satu acara game terbesar di Indonesia, Game Prime, bersama dengan BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) dan AGI (Asosiasi Game Indonesia).

“Kami sangat senang dengan bergabung dengan IDN Media dan untuk bekerja sama dengan Winston, William, dan seluruh tim IDN Media. Sebagai perusahaan media terkemuka untuk milenial dan Gen Z di Indonesia, IDN Media dapat membantu kami menjangkau lebih banyak audien dan mempercepat kami visi untuk membuat esports tersedia untuk semua orang,” jelas founder dan CEO GGWP Ricky Setiawan.

Visi esports untuk semua

Kepada DailySocial, Winston menceritakan bahwa setelah akuisisi mereka akan fokus untuk mencapai visi melalui unit-unit bisnisnya. Unit esports mediaesports tournament platformesports team, dan esports creative yang dimiliki GGWP akan dioptimalkan untuk memenuhi visi “to make esports available for everyone“, selaras dengan visi dari IDN Media yaitu “membawa dampak positif untuk masyarakat”.

Dengan akuisisi ini teknologi GGWP akan dimigrasikan ke teknologi milik IDN Media, termasuk cross distribution di media sosial.

“Jadi basically, tetep di bawah IDN Media, tapi secara operasional tetap independen tapi semuanya tetap kolaborasi,” terang Winston menjelaskan posisi GGWP pasca akuisisi.

Winston melihat bahwa industri esports di Indonesia saat ini masih ada pada tahap awal meski sudah mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Jumlah pemain, jumlah media, jumlah kompetisi dan jumlah elemen-elemen yang ada di industri ini memang sudah cukup banyak, tapi masih berpeluang untuk tumbuh lebih banyak. Peluang tersebut yang coba dimaksimalkan melalui keahlian yang dimiliki tim GGWP.

Permainan game, menurut Winston, pada dasarnya juga memberikan dampak positif seperti melatih kerja sama dan fokus.

Winston berharap, dengan majunya ekosistem dan industri esports di Indonesia juga menjadi peluang bagi industri game tanah air untuk bisa tumbuh dan berkembang, memiliki IP (intellectual property) sendiri yang dikenal masyarakat luas.

“Jumlah pemain di industri ini bertambah, tapi harusnya masih bisa banyak lagi. Dan bagaimana GGWP itu bisa bikin esports bisa tersedia untuk semuanya, baik meraka yang ada di daerah atau orang yang sama sekali belum pernah bersentuhan dengan game atau esports,” imbuh Winston.

[Guest Post] Cerita Dibalik EVOS Esports yang Hampir Tamat | Evolving EVOS #2

Editorial: Artikel ini adalah artikel kedua, tentang perjalanan EVOS Esports. Anda bisa membaca artikel pertama di tautan ini

Semua berjalan secara baik dan sampai titik ini, saya dan partner masih menjalankan EVOS sebagai proyek sampingan dan hobi saja. Tim EVOS berkembang secara baik di tingkat lokal namun stagnan. Dan saya ingin mencari peluang baru untuk bertumbuh, karena saat itu pasar di Indonesia masih baru. 

Melebarkan Sayap

Waktu itu saya sedang melakukan riset tentang judul game apa yang bisa dipilih untuk EVOS sebagai perkembangan selanjutnya dan akhirnya saya berkesempatan untuk mempelajari Vietnam, lebih spesifik, game League of Legends di negara tersebut. Vietnam menjadi menarik karena memiliki 1 x-faktor, angka. 

The VCSA in Vietnam Was Getting A Lot of Viewership & Had High Potential

Tahun 2017, Vietnam memiliki basis pemain ke dua/tiga terbesar untuk LoL di dunia, hanya tertinggal dari Tiongkok dan setara dengan pemain besar seperti Korea. Secara natural, ketika basis pemain sangat besar, maka penonton dari liga profesional lokal juga akan besar. VSCA rata-rata memiliki 60 ribu CCU (concurrent viewers) di tahun 2017, sedangkan di Indonesia hanya bisa mencapai kurang lebih 10 ribu saja. Potensinya ada, EVOS hanya perlu memuikikan bagaimana caranya masuk pasar Vietnam.

Kemitraan Baru

Seperti yang saya sebutkan di artikel pertama, EVOS didirikan bersama oleh 4 orang. Michael, Hartman, saya sendiri – yang kesemuanya adalah teman satu SMA – dan satu lagi Wesley. Orang yang saya sebutkan terakhir ini adalah alasan kenapa EVOS bisa punya kesempatna untuk masuk pasar Vietnam. 

Fortius was the champions of Indonesia but couldn't beat the rest of the SEA teams.

Wesley memiliki tim di Indonesia dengan nama Fortius. Untuk berkompetisi di skena LoL di Indonesia. Wesley menggunakan pemain asing dari Vietnam di timnya, namun hasil dari tim tersebut tidak berjalan baik. Kami berdua bertemu dan akhirnya muncul rencana untuk menggabungkan kekuatan dan memindahkan divisi LoL ke Vietnam uagar bisa bermain di liga profesional di sana, VSCA. Kami membahas ide tersebut dengan partner lainnya di EVOS dan mereka setuju. Dalam waktu cepat, Vietnam menjadi target EVOS

Persiapan di Vietnam

Langkah pertama dalam proses ekpansi ke negara Vietnam adalah mendirikan tim yang kuat. Seperti halnya sebuah negosiasi umum, Anda harus memiliki pengaruh tertentu untuk mendapatkan deal terbaik. Untuk membuat roster yang kuat, kami membutuhkan pemain yang berpengaruh sebagai daya tarik bagi pemain-pemain bagus agar mau bergabung.

No alt text provided for this image

Untungnya, ketika Fortius bergabung ke EVOS Esports, kami bisa mempertahankan Beyond. Ia adalah salah satu pemain terkenal di Vietnam waktu itu, jadi kami mimiliki pondasi yang solid untuk membangin roster yang bagus. Selanjutnya, kami ingin mendapatkan YiJin di tim, salah satu pemain yang paling terkenal di skena LoL. Kami sadar, jika kami bisa mendapatkan dua pemain ini di tim, maka kami bisa memiliki pengaruh yang cukup untuk menarik pemain bagus lain untuk ikut bergabung. 

Kami telah memiliki rencana, menjalankannya dengan seksama dan akhirnya tim LoL bintang kami terbentuk, tim ini diisi oleh pemain dengan potensi yang sangat baik. Beberapa minggu berikutnya, saya dan partner super sibuk menyiapkan infrastruktur di Vietnam. Membangun gaming house dari nol. Merekrut manajer untuk memenej pemain, dan merekrut pekatih untuk membantu tim berlatih. Kami ingin memastikan bahwa kami memiliki peluang yang baik untuk lolos ke VCSA. 

The First EVOS Esports Roster

Banyak orang tidak menyadari bahwa tugas perusahaan/pemberi kerja untuk menyiapkan infrastruktur yang kuat bagi para karyawan mereka untuk tumbuh. Jika Anda gagal menyiapkan pondasi yang kuat, maka karyawan tidak akan melihat adanya peluang untuk tumbuh, mereka akan pergi. Demikianlah halnya dengan mendirikan tim esports, Anda harus menyediakan dukungan terbaik yang bisa Anda berikan agar pemain bisa berkembang. 

Rintangan Pertama

Kami telah mengatur semuanya dengan baik dan hasilnya juga mulai muncul. Kurang labih hanya satu bulan waktu yang kami miliki sebelum bermain di babak kualifikasi, dan tim dalam kondisi kompak serta percaya diri. Tim kami bisa bermain dengan standar yang sangat tinggi dan tidak pernah satu kali pun kalah dalam masa latihan, dengan skor pertandingan 25-0. Angka fantastis ini didapatkan dengan berlatih melawan tim terbaik di Vietnam. Kami menjadi tim yang ditakuti di Vietnam

No alt text provided for this image

Namun seiring perjalanan waktu, pemain kami menjadi terlalu percaya diri. Anda bisa melihat bahwa EVOS Esports yang sekarang memiliki banyak sekali staff manajemen yang menjaga agar para pemain sehat secara mental dan menjaga kondisi pemain dalam performa yang baik, namun tidak pada waktu itu. Kami tidak tau apa-apa, kami kira pemain yang percaya diri adalah sebuah keuntungan, namun kami sangat salah. 

No alt text provided for this image

Satu hari sebelum pertandingan kualifikasi, mulai muncul masalah. Pemain mulai saling komplain satu dengan yang lain, saling menyalahkan untuk kesalahan kecil dan saling klain bahwa ia paling layak diberi predikat pemain paling jago di tim. Ego mulai muncul dan kami tidak tahu harus bagaimana mengatasinya. Namun, kami tetap yakin dengan kemampuan tim kami. Bgaimana tidak? Menang 25 kali vs kalah 0 dalam pertandingan latihan. 

Karena kualifikasi VSCA akan berjalan seharian, saya dan partner saya, Harman beranggapan bahwa kami tidak perlu hadir di turnamen sejak awal, lebih baik menambah waktu tidur dan istirahat, anggapan kami, tim setidaknya bisa bertahan sampai setelah makan siang. Mengingat kualitas bermain mereka, sepertinya tidak akan mengalami kendala berarti. 

Namun, kami salah. Tim kami kalah di ronder pertama. The. First, Round. 

Di tepi jurang 

Bagaimana caranya kemabli pulih dari keadaan seperti itu? Kami telah memberikan semua usaha kami dengan harapan bisa masuk VSCA. Ini harusnya menjadi langkah awal untuk EVOS agar bisa berada di peta esports dunia. Namun kenyataannya, kami malah menjadi 

Saya ingin menyerah dan menutup secara keseluruhan EVOS Esports.

Saat itu saya masih menjalankan 3 bisnis secara bersamaan, dan kondisi ini mulai memberikan dampak pada diri saya. Mulai muncul masalah kesehatan, khususnya punggung saya, mulai tidak nyaman. Selain itu, kondisi keuangan EVOS Esports juga mulai memburuk. Saya berpikir ini waktu yang tepat untuk menyerah dan fokus ke bisnis saya yang lain. 

Perubahan Nasib

Untungnya, tidak tidak semua hasil buruk menimpa EVOS Esports. Di Indonesia, strategi kami untuk membuat tim terkenal dengan memberikan porsi yang cukup besar di media sosial mulai mendapatkan hasil. Pemilik merek di Indonesia mulai melirik potensi tim esports dan ingin menjadi sponsor di EVOS Esports. 

No alt text provided for this image

Brand pertama yang bekerjasama dengan EVOS adalah Lenovo, mereka menawarkan deal pada kami dengan angka kurang lebih 7 ribu USD perbulan untuk kontrak satu tahun. Ini adalah salah satu kesepakatan sponsor terbesar di Indonesia pada tahun 2017. Selain itu, kami juga berhasil mendapatkan kontrak dari Traveloka dengan angka 8 ribu USD perbulan untuk satu tahun. Menjadi  kesepatakan sponsor terbesar ntuk merek non-endemic di Indonesia pada waktu itu. Tiba-tiba saja, kami memecahkan beberapa rekor. 

Dua kesepatakan ini saja membuat EVOS Esports bisa berjalan dan memberikan keuntungan untuk organisasi EVOS. Namun yang lebih penting, hal ini memberikan sebuah gambaran bagi saya dan partner, bahwa kerja keras kami mulai membuahkan hasil. 

Perubahan Strategi 

Kesepakatan dengan dua brand tersebut juga membuat kami mengubah strategi dalam mendirikan tim, alih-alih membangun tim secara kuat langsung, kami mencoba untuk membuat tim yang populer dan disukai oleh orang. Dengan cara ini, para penggemar memiliki tim populer yang bisa didukung, di sisi lain, brand bisa melihat pengikut yang besar yang bisa kami kumpulkan dari tim dan tertarik untuk menjadi keluarga EVOS. Menciptakan pengaruh.  

Jadi sekarang, daripada mencoba untuk menemukan pemain besar untuk meningkatkan performa tim, saya ingin mencari cara untuk membangun brand menjadi nama utama kami. Langkah selanjutnya adalah mencari brand ambassador, tim lain telah memiliki relasi dengan pemain game umum, EVOS membutuhkan keunggulan lain. 

Well, kami menemukannya secara cukup harafiah dalam seorang ‘angel’.

No alt text provided for this image

Di salah satu turnamen DOTA, para pemain EVOS berfoto dengan para merek pendukung, dan mereka membicarakan salah satu perempuan cantik, namanya Angel. Di tidak terkenal atau istimewa, tetapi tim DOTA saya suka dengannya karena kerehamannya. Saya jadi berpikir, jika pemain saya saja suka, mungkin gamers yang lain juga akan menyukainya. Mengapa tidak mengajaknya untuk bergabung dan menjadi EVOS Esports ambassador, tujuannya untuk membantu mengembangkan brand EVOS. 

Kami  berkomunikasi dan sisanya adlaah sejarah. Ketika Angel bergabung dengan EVOS, ia adalah seorang model untuk acara-acara dengan hanya 200 follower di IG. Kini, ia adalah seorang ikon gaming dnegan lebih dari 200 ribu follower dan menjadi muka dari EVOS Esports. 

Itulah strateginya: Menemukan talen potensial, bantu mereka berkembang. 

Titik paling rendah hidup saya

Semua berjalan baik, performa tim kami berjalan baik, bahkan tim LoL Vietnam kami juga bisa bermain di babak kualifikasi VSCA setelah saya membeli slot dari tim lain. Semuanya seperti memberikan harapan untuk keberhasilan. 

Well, tidak juga. 

Suatu hari di bulan Agustus tahun 2017, ketika saya ingin pergi mengunjungi para pemain di tim, saya menyadari bahwa tiba-tiba saya kehilangan tenaga. Saya merasa untuk berjalan menaiki tangga saja terasa sulit. Saya tidak ambil pusing, lalu pergi ke dokter untuk cek ringan karena saya pikir ini hanya masalah punggung biasa. Ternyata bukan. Saya didiagnosis dengan Kennedy Disease, sebuah penyakit genetik yang tidak tersembuhkan. 

Untuk yang tidak mengerti apa penyakit tersebut, tenang saja, saya juga tidak. Ini sebuah tutan untuk Anda mempelajari sendiri jika tertarik: https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/6818/kennedy-disease

No alt text provided for this image

Saat itu, saya tidak akan pernah melupakan apa yang dokter katakan pada saya. 

“Anda hanya punya 5 tahun lagi untuk bisa berjalan, makan atau berbicara secara normal”. Saya terhenyak. 

Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa tidak mau melakukan apapun. Sepertinya hidup saya jadi tidak punya tujuan lagi karena toh pada akhirnya itu akan pergi dari saya juga. Saya mengurung ini d irumah sendirian, berusaha untuk menemukan makna apa yang harus saya lakukan. 

Ketika itulah saya menyadari bahwa saya merasa paling bahagia ketika saya menonton EVOS Esports berkompetisi dan bertanding. Akhirnya, saya menemukan alasan untuk bangkit. 

One Last Stand

Anda bisa lihat, bahwa saya mengatakan pada diri saya untuk tidak menjadi orang yang munafik. Ketika tim LoL Vietnam saya gagal lolos ke VCSA, para pemain ingin menyerah dan berhenti. Hanya saya sendiri yang meyakinkan mereka untuk terus bertahan, untuk terus berjuang, membuat mereka percaya bahwa akan ada jalan terang di ujung sana. 

Saya tidak bisa menjadi seorang yang munafik. Saya tidak bisa menyerah. 

Saya mengerti bahwa di titik ini saya tidak rugi satu apapun, waktu adalah esensinya. Saya berhenti mengurus semua bisnis saya untuk mengurus EVOS Esports secara penuh dan menentukan tujuan saya. membangun kerajaan media dan hiburan terbesar di Asia Tenggara dalam waktu 5 tahun.

Sekarang waktunya bekerja. 

Bersambung ke tulisan berkutnya.

Tulisan berseri ini adalah tulisan tamu dan ditulis oleh Ivan Yeo – Chief Executive Officer dan co-founder EVOS Esports. Tulisan asli dalam bahasa Inggris pertama kali dimuat di laman LinkedIn Ivan Yeo. Publikasi dan terjemahan dilakukan tim Hybrid dan telah mendapatkan izin penulis.