Profesor MIT: Harassment Adalah Penyebab Esports Kurang Diminati Perempuan

Esports adalah bidang kompetisi yang secara alami lebih inklusif dari olahraga konvensional. Karena bidang ini tidak menuntut kemampuan fisik yang tinggi, esports bisa dimainkan oleh segala macam orang, baik itu laki-laki ataupun perempuan, bahkan pemain difabel. Akan tetapi pada kenyataannya, ekosistem esports masih belum memaksimalkan potensi inklusivitas tersebut, khususnya dalam hal kesetaraan gender.

Hal ini diungkapkan oleh T.L. Taylor, profesor bidang studi media komparatif di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dilansir dari Montana Kaimin, Taylor berkata bahwa saat ini kaum perempuan di dunia game kompetitif masih lebih banyak jadi penonton saja.

Taylor merupakan pendiri dari organisasi bernama AnyKey, sebuah organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan diversitas, inklusivitas, serta aksesibilitas dunia esports sejak tahun 2015. AnyKey menemukan bahwa partisipasi perempuan di esports, baik sebagai anggota klub atau pemain elit, masih sedikit sekali dibandingkan pertumbuhan jumlah gamer perempuan. Padahal studi Pew Research pada tahun 2018 menunjukkan bahwa 83% remaja perempuan di Amerika Serikat adalah gamer, jauh meningkat dari angka 50% di tahun 2017.

Team Bumble
Team Bumble, divisi Fortnite Gen.G khusus perempuan

Mengapa hal ini terjadi, salah satu penyebabnya menurut Taylor adalah karena lingkungan audiens esports masih kurang ramah. Masih banyak kasus harassment (penggangguan) terjadi, utamanya terhadap perempuan. “Penggangguan online bukan semata-mata serangan individu,” kata Taylor, “Ini tidak hanya menyakiti orang yang jadi target. Hal ini bergerak secara sosial. Menyiprat kepada semua orang yang melihatnya.”

Taylor berkata bahwa harassment terus-menerus bisa membuat streamer atau atlet esports terdorong untuk berhenti, juga menghalangi pemain baru untuk bergabung ke ekosistem ini. Aktivitas semacam ini tidak boleh ditolerir jika kita ingin esports dipandang sebagai hal serius. “Jika kita memahami live streaming sebagai sektor pengembangan media dan kultural yang semakin hari semakin signifikan, maka isu ini adalah isu yang harus diangkat di posisi paling depan,” paparnya.

Contoh bentuk harassment itu misalnya seperti diceritakan oleh Nikita Ware, salah satu pemain esports perempuan dari tim Grizzly Esports. Begitu audiens laki-laki melihat bahwa ada perempuan bermain League of Legends secara kompetitif, mereka langsung berkata, “Ya Tuhan! Ada cewek main League (of Legends). Boleh minta nomormu tidak?”

Sumber: Instagram EVOS Esports
Violetta berkata bahwa perempuan masih sulit berkompetisi di kondisi esports sekarang | Sumber: Instagram EVOS Esports

Violetta “Caramel” Aurelia dari EVOS Esports juga pernah berkata dalam wawancara dengan Hybrid bahwa pemain esports perempuan saat ini masih sedikit. “Walaupun nggak ada batasan fisik buat pemain, tapi pada kondisi esports sekarang, pemain perempuan jadi sulit ikut berkompetisi di kompetisi resmi karena alasan seperti, perempuan itu susah dikendalikan emosinya, baperan, dan lain sebagainya,” ujar Violetta saat itu.

Untungnya belakangan sudah mulai muncul beberapa pihak yang sadar akan masalah ini dan berusaha untuk mencari solusinya. Dating app Bumble misalnya, beberapa bulan lalu meluncurkan tim esports khusus perempuan untuk mendorong partisipasi mereka di ekosistem kompetitif. Bumble, meskipun sebenarnya merupakan aplikasi kencan, rupanya juga banyak digunakan sebagai sarana komunikasi antar gamer perempuan karena di aplikasi ini mereka merasa bisa berkomunikasi secara aman.

Mungkin masih akan butuh waktu lama sampai dunia esports bisa benar-benar mencapai kesetaraan gender. Bahkan di dunia olahraga konvensional pun hal ini masih belum 100% terwujud, padahal industri olahraga sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Akan tetapi setidaknya dengan adanya awareness akan isu ini, pihak-pihak yang punya suara di industri esports—seperti influencer, atlet, atau organisasi—bisa turut mengadvokasi pengurangan aksi harassment. Harapannya, dengan begitu ekosistem esports akan tumbuh lebih sehat, tidak hanya bagi atlet perempuan tapi bagi semua orang di dalamnya.

Sumber: Montana Kaimin

Hasil Positif EVOS AOV di Tengah Banyaknya Rintangan Selama AIC 2019

Arena of Valor International Championship (AIC) 2019 telah dimulai sejak 5 November 2019 lalu, dan kini pertandingan sudah hampir mencapai puncaknya. Tinggal tersisa 4 tim, HTVC IGP Gaming, Team Flash, Buriram United Esports, dan Hong Kong Attitude, bertarung memperebutkan total hadiah sebesar US$500.000 (sekitar Rp7 miliar).

Sayangnya, kita tidak bisa melihat wakil Indonesia dari daftar 4 tim yang masuk babak Semifinal. Wakil Indonesia untuk AIC 2019 adalah EVOS Esports, juara ASL Season 3, yang telah berhasil memenangkan liga AOV kasta satu tingkat nasional sebanyak 3 kali berturut-turut.

Sumber: Twitter @AOVWorld
Sumber: Twitter @AOVWorld

Walau tidak berhasil lolos sampai babak Semifinal, namun perjalanan EVOS di AIC 2019 merupakan sebuah kemajuan terbesar bagi Indonesia di kancah AOV internasional. Tahun 2018 lalu Indonesia kalah telak di dua kompetisi AOV internasional. EVOS yang mewakili Indonesia di AOV World Championship 2018 kalah telak, gugur di babak grup dengan tanpa kemenangan satu kali pun. Saudara E-Sports yang jadi wakil Indonesia di AOV International Championship 2018 juga mengulang kisah yang sama, kalah telak, gugur di babak grup dengan tidak mendapat satu kali pun kemenangan.

Tahun ini, perjuangan Satria Adi “Wiraww” Wiratama dan kawan-kawan membuahkan hasil yang cukup manis. Pada babak grup, EVOS Esports berhasil lolos walau harus menghadapi tim-tim kuat, seperti ahq e-Sports Club atau Hong Kong Attitude.

Masuk babak 8 besar, tantangan berat menanti EVOS Esports. Mereka harus menghadapi Buriram United Esports, tim asal Thailand, yang merupakan juara ROV Pro League (RPL) Season 4. Selama ini tim asal liga RPL selalu dianggap sebagai tim terkuat di kancah AOV Internasional, mengingat status RPL yang bisa dibilang sebagai liga paling kompetitif di AOV.

Alhasil Buriram United Esports layaknya ahq e-Sports Club zaman tahun 2018, yang memberi masalah besar kepada lawan yang dihadapinya. “Menurut gue Buriram United Esports memang tim yang sangat kuat, tim calon juara.” ucap Priyagung “RuiChen” Satriono, coach EVOS AOV, kepada redaksi Hybrid.

Priyagung "RuiChen" Satriono, sosok tangan dingin di balik rentetan kemenangan tim EVOS AOV. Sumber: ESL Indonesia
Priyagung “RuiChen” Satriono, sosok tangan dingin di balik rentetan kemenangan tim EVOS AOV. Sumber: ESL Indonesia

“Kualitas pemain mereka juga terbilang mengerikan, salah satunya adalah FirstOne (Sanpett Marat). Talenta super berbakat, mekanik permainannya apik, bisa command tim, juga bisa draft.” Agung (sapana Priyagung) melanjutkan ceritanya. Mencoba melawan dengan sekuat tenaga, EVOS Esports harus rela tertekuk lutut di hadapan Buriram United Esports. Mereka kalah 4-1 dari seri pertandingan best-of-7.

“Sebetulnya dari awal turnamen, kami merasa mentalitas tanding kami sudah siap. Namun karena menghadapi banyaknya masalah di hari pertama babak grup dan penambahan rules secara mendadak yang cukup merugikan, sedikit banyak mempengaruhi mental para pemain.” tukas Hilmy Khairy, manajer divisi AOV EVOS Esports.

“Harus cepat adaptasi dengan hal baru, mau tidak mau kami harus latihan lagi sambil mengembalikan mentalitas pertandingan para pemain. Sebetulnya cukup berat, karena hitungannya kami hanya punya satu hari untuk mengubah berbagai macam hal. Untungnya satu seri dan satu menang pada hari pertama berhasil memberikan hawa positif kepada tim kami.” Hilmy melanjutkan cerita perjuangan tim EVOS AOV selama AIC 2019.

Terhenti di babak 8 besar EVOS Esports berhak membawa uang tunai sebesar US$16.000 (sekitar Rp200 juta). Dengan semua perjuangan dan hasil positif yang sudah ditorehkan, Agung mengaku kurang puas dengan apa yang didapat selama AIC 2019.

“Sejujurnya kami cukup ambisius dengan AIC 2019. Kami cukup percaya diri dengan segala persiapan yang kami lakukan, jadi ekspektasi saya dan tim adalah setidaknya bisa mendapat 4 besar, atau malah jadi runner-up. Namun apa mau dikata, soal masalah teknis, dan menghadapi Buriram di babak 8 besar, memang merupakan hal-hal terduga yang ada di luar kendali kami.” Agung bercerita soal harapan tim EVOS Esports untuk AIC 2019.

Pertandingan AIC 2019 masih berlanjut sampai tanggal 23-24 November 2019 mendatang, untuk menentukan siapa juaranya. Terlepas dari semua hal yang terjadi, ini adalah perjalanan luar biasa bagi EVOS Esports! Tetap berjuang, semoga EVOS AOV bisa menjadi lebih baik lagi di masa depan!

EVOS Esports Juara Dunia di M1 World Championship 2019

Gegap gempita ribuan pengunjung di Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, jadi saksi pertandingan paling bergengsi untuk para jawara Mobile Legends dari seluruh penjuru dunia. M1 World Championship 2019 (11-17 November 2019) akhirnya sukses menyelesaikan pertaruhan gengsi antara 16 tim dari 14 negara untuk menyebut diri mereka yang terbaik di seluruh dunia.

M1 Group Stage

Sekilas ke belakang, 16 tim yang bertanding awalnya terbagi dalam 4 grup (masing-masing 4 tim) dalam babak Group Stage dengan pembagian berikut ini:

Grup A Grup B Grup C Grup D
EVOS SG (MPL MY/SG) Burmese Ghouls (MPL MYANMAR) Sunsparks (MPL PHILIPPINES) EVOS LEGENDS (MPL INDONESIA)
RRQ (MPL INDONESIA) AXIS Esports Club (MPL MY/SG) Todak (MPL MY/SG) ONIC Esports PH (MPL PHILIPPINES)
IMPUNITY KH (M1 Cambodia Qualfiier) Candy Comeback (M1 Thailand/Laos Qualfiier) GEO Esports (M1 Brazil Qualifier) Deus Vult (M1 Rusia Qualifier)
VEC Fantasy Main (M1 Vietnam Qualifier) Team Gosu (M1 US Qualifier) Evil Esports (M1 Turkey Qualifier) 10Second Gaming (M1 Japan Qualifier)


Ada beberapa hal menarik yang terjadi dari hasil pertandingan babak Group Stage.

Pertama, dari 8 tim yang lolos ke babak Playoffs, hanya 2 tim non-MPL yang ada di sini; yaitu 10Second Gaming+ dari Jepang dan VEC Fantasy Main dari Vietnam. Sisanya, ada EVOS Legends (ID) dan RRQ dari MPL ID, Sunsparks dari MPL PH, Todak dan Axiata Esports dari MPL MY/SG, dan Burmese Ghouls dari MPL Myanmar.

Kedua, EVOS SG yang merupakan juara MPL MY/SG dan ONIC PH yang merupakan juara MPL PH justru gagal menunjukkan performa terbaik mereka. Ketiga, dua tim non-MPL yang lolos juga menarik — meski memang 10Second Gaming mungkin lebih menarik karena jadi satu-satunya tim dari luar regional Asia Tenggara yang berhasil lolos ke Playoff.

Sumber: MET Indonesia
Sumber: MET Indonesia

M1 Playoff

Babak Playoff pun berjalan. Peringkat pertama dari masing-masing grup, yaitu RRQ, Burmese Ghouls, Todak, dan EVOS Legends mengawali perjalanan Playoff dari Upper Bracket. Sedangkan peringkat kedua dari masing-masing grup yakni VEC Fantasy Main, AXIS Esports, Sunsparks, dan 10Second Gaming harus berjalan dari Lower Bracket.

RRQ dan EVOS dari Indonesia berhasil memenangkan pertandingan mereka masing-masing dengan hasil yang cukup telak. RRQ menaklukan Todak sedangkan EVOS menggulingkan Burmese Ghouls — dengan skor masing-masing 2-0 tanpa balas. El Classico Mobile Legends Indonesia pun terjadi di panggung dunia, di Negeri Jiran. 

Di sisi Lower Bracket, VEC Fantasy Main harus pulang pertama setelah digunduli oleh Sunsparks. Sedangkan 10s Gaming berhasil memupuskan harapan salah satu tim tuan rumah AXIS Esports. Pertandingan tim Lower Bracket pun berlanjut. Kejutan pun terjadi. Burmese Ghouls berhasil menaklukan Sunsparks dengan skor 2-1. Hal ini mengejutkan karena Filipina biasanya dikenal cukup baik dalam bermain game-game MOBA.

Dengan hasil tadi, pupus sudah semua perwakilan dari Filipina. Hal ini juga menarik mengingat, baru 1 tahun yang lalu di MSC 2018, tim-tim Filipina benar-benar mendominasi turnamen tersebut dengan mengirimkan 2 timnya ke pertandingan final (all-Philippines final) — Bren Esports (Aether Main) dan DigitalDevils Pro Gaming.

Di pertandingan Lower Bracket lainnya, 10s Gaming harus dipaksa pulang oleh tim favorit tuan rumah, Todak. Dengan ini, semua tim yang tersisa adalah 4 tim asal Asia Tenggara; 2 tim Indonesia (EVOS dan RRQ di Upper Bracket), 1 tim Myanmar (Burmese Ghouls), dan 1 tim Malaysia. Meski begitu, perjalanan 10s Gaming di turnamen ini membuktikan bahwa MLBB juga ternyata jadi perhatian serius oleh gamer mobile di sana. 

Burmese Ghouls pun harus berhadapan dengan Todak. Namun tim dari Myanmar ini nampaknya memang masih belum dapat mengalahkan tim tuan rumah yang bermain di depan ribuan pendukungnya. Sedangkan di Upper Bracket, EVOS masih melanjutkan tren baik mereka sejak MPL ID S4 dengan memukul mundur RRQ.

RRQ pun harus turun ke Lower Bracket menghadapi Todak. Untungnya, Lemon, Tuturu, dan kawan-kawannya memang terbukti lebih ganas dibanding Cikuuuuu dan pasukan Todak lainnya. All-Indonesian final pun terjadi, mengulang sejarah MSC 2019 (19-23 Juni 2019). Uniknya, meski sama-sama mempertandingkan 2 tim Indonesia, keduanya berbeda. Pada MSC 2019, finalnya terjadi antara ONIC Esports melawan Louvre — dengan kemenangan telak untuk ONIC. Belum satu tahun berjalan, kedua tim terkuat dari Indonesia dan Asia Tenggara sudah berganti. Selain itu, yang tak kalah menarik dari pertandingan final kali ini adalah terulangnya grand final dari MPL ID S4 (26-27 Oktober 2019) antara RRQ melawan EVOS Esports. 

Dengan terulangnya all-Indonesian final di 2 turnamen internasional, hal ini membuktikan bahwa memang Indonesia menjadi kawasan terkuat untuk dunia persilatan Mobile Legends, tak hanya tingkat Asia Tenggara namun juga tingkat dunia di 2019.

EVOS vs RRQ

Pertandingan antara EVOS dan RRQ pun terjadi sebagai penutup M1 World Championship. Pertandingan kedua antara dua tim besar ini pun lebih menarik dibanding yang pertama. Muasalnya, RRQ bahkan berhasil mencuri poin pertama di pertandingan final dengan format Best-of-seven (Bo7). Game kedua, EVOS pun menyamakan kedudukan. Namun demikian, permainan Tuturu, Lemon, Xin, Vyn, dan Liam ternyata lebih ganas dari pertandingan mereka sebelumnya. Mereka pun meraih 2 poin kemenangan berturut-turut. Kedudukan sementara 3-1 untuk RRQ. Pertandingan pun berlanjut ke game kelima. Oura dan kawan-kawannya berhasil mencuri poin lewat permainan cepat mereka. Skor berubah jadi 3-2, masih dengan keunggulan untuk RRQ. 

Bisa jadi, inilah pertandingan MLBB paling mendebarkan sepanjang masa. Pasalnya, EVOS menolak untuk kalah di game keenam dan mereka berhasil menyamakan kedudukan 3-3. Game ketujuh pun harus dijalankan. Siapapun pemenangnya, ketujuh pertandingan final kali ini layak untuk disaksikan kembali oleh semua fans esports ataupun gamer MLBB. Game terakhir, EVOS tampil begitu brutal dan memenangkan pertandingan dengan cepat.

Kemenangan ini pun menorehkan cerita yang begitu berkesan untuk EVOS. Muasalnya, setelah 3x gagal membawa pulang piala MPL ID, mereka tak hanya berhak menyandang gelar tim terbaik se-Indonesia tapi juga sedunia.

Sumber: M1 World Championship
Sumber: M1 World Championship

Dengan hasil tadi, M1 pun selesai digelar. Berikut ini adalah distribusi prize pool-nya:

Juara 1 (EVOS Esports): USD 80,000

Runner-Up (RRQ): USD 40,000

Peringkat 3 (Todak): USD 20,000

Peringkat 4 (Burmese Ghouls): USD 12,000

Peringkat 5-6 (10s Gaming dan Sunsparks): USD 8,000

Peringkat 7-8 (VEC Fantasy Main dan AXIS Esports): USD 6,000

Peringkat 9-12 (EVOS SG, Team GOSU, Evil Esports, Deus Vult): USD 4,000

Peringkat 13-16 (Impunity KH, Candy Comeback, GEO Esports, ONIC PH): USD 3,000

Dominasi tim-tim Indonesia kali ini membuat Indonesia akan jadi tuan rumah dari M2 tahun depan. Apakah Indonesia masih bisa mempertahankan gelar juara mereka? Apakah wilayah Asia Tenggara masih mendominasi ajang esports MLBB? Apakah ada tim-tim di luar Asia Tenggara yang akan memberikan kejutan layaknya 10s Gaming dari Jepang kali ini?

EVOS Esports Raup Rp150 juta Lewat Penjualan Merchandise di M1 dan MPL ID S4

M1 World Championship 2019 yang merupakan kejuaraan dunia untuk Mobile Legends: Bang Bang sedang berlangsung di Axiata Arena, Kuala Lumpur Malaysia (11-17 November 2019).

Pada babak Playoffs yang terbuka untuk umum, di stadion yang mampu menampung sekitar 16000 orang ini, EVOS Esports pun menggelar booth untuk menjual berbagai merchandise mereka; mulai dari kaos, jaket, jersey, ataupun produk apparel lainnya. Sebelumnya, EVOS juga menggelar booth penjualan merchandise saat Playoffs MPL ID S4 (26-27 Oktober 2019) yang digelar di Tennis Indoor Stadium Gelora Bung Karno. Menurut penuturan Yansen Wijaya, Merchandise Manager EVOS, mereka berhasil meraup pendapatan Rp150 juta dari penjualan merchandise di kedua event besar tadi.

Menariknya lagi, angka pendapatan tersebut harusnya bisa lebih besar. “Item-nya sold out semua di 2 event tadi (MPL ID S4 dan M1). Kalau engga kehabisan, mungkin bisa sampai Rp200 juta.” Ujar Yansen saat kami berbicang di depan hotel PARKROYAL Kuala Lumpur.

Mungkin memang faktanya, EVOS adalah salah satu organisasi esports dengan jumlah fans terbanyak di Indonesia, apalagi tim MLBB-nya. Namun ternyata, selain jumlahnya yang besar, loyalitas fans mereka pun layak diacungi jempol. Hal ini juga menarik mengingat penonton esports kita masih sedikit enggan membayar jika ‘hanya’ menonton saja. Meski begitu, mereka malah mau membeli merchandise yang harganya lebih mahal dari tiket — mengingat harga tiket esports di Indonesia untuk turnamen MLBB memang belum ada yang seharga kaos.

Di sisi lainnya, pendapatan mereka yang juga besar di Malaysia bisa berarti 2 hal. Pertama, karena EVOS juga mengikuti MPL MY/SG, bisa saja para pembeli merchandise di sini juga memberikan dukungan ke tim tersebut. Namun demikian, ada kemungkinan bahwa tim EVOS Esports dari Indonesia, yang berisikan Oura, Donkey, Rekt, dan kawan-kawannya, punya fans yang tidak sedikit juga di Negeri Jiran.

Satu hal yang pasti, sumber pendapatan dari merchandise ternyata memang menarik untuk ditekuni oleh organisasi esports. EVOS sendiri memang bisa dibilang organisasi esports yang paling fokus menggarap lini merchandise mereka. Sebelumnya, 9 Agustus 2019, EVOS bahkan sudah membuka flagship store pertama mereka Mall One Belpark, Jakarta Selatan.

Atlet Esports Butuh Pembekalan Psikologis untuk Menghadapi Tekanan Kompetisi

Menjadi atlet esports dan atlet olahraga konvensional memang jelas berbeda dari sisi kegiatan yang dilakukan, akan tetapi sebetulnya kedua profesi ini juga punya banyak kemiripan. Disamping sama-sama membutuhkan tubuh yang sehat, atlet esports rupanya juga menghadapi tantangan psikologis yang sama seperti atlet biasa.

Dilansir dari ScienceDaily, fakta ini dikemukakan oleh sejumlah peneliti yang melakukan riset di University of Chichester, Inggris. Dalam riset tersebut, mereka menemukan bahwa atlet-atlet esports menghadapi 51 jenis tantangan psikologis dalam kegiatan mereka berkompetisi di ajang besar. Termasuk di antaranya adalah masalah komunikasi, serta kesulitan dalam bertanding di hadapan penonton. Kondisi mental serupa juga terjadi pada atlet profesional lainnya, misalnya atlet sepak bola atau rugbi, yang bermain di kompetisi level tinggi.

Esports telah menjadi bisnis jutaan poundsterling yang menarik audiens dari seluruh penjuru dunia, tapi masih sedikit riset tentang faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi para pemain,” ujar Dr. Phil Birch, dosen senior psikologi olahraga dan gerak badan di University of Chichester sekaligus co-author dari riset di atas.

University of Chichester - Esports Programme
University of Chichester memiliki program studi esports dengan gelar BA (Hons) | Sumber: University of Chichester

“Kami menemukan bahwa para gamer terpapar stres yang signifikan ketika bertanding di kontes tingkat tinggi. Dengan mengisolasi stresor-stresor ini, kita dapat membantu para pemain esports mengembangkan coping strategy untuk menghadapi stresor-stresor tersebut dan mengoptimalkan performa ketika sedang bermain di level tertinggi,” ujarnya.

Riset ini telah diterbitkan di International Journal of Gaming and Computer-Mediated Simulations (IJGCMS), dengan judul jurnal “Identifying Stressors and Coping Strategies of Elite Esports Competitors”. University of Chichester memang dikenal sebagai salah satu kampus yang meneliti gaming dari sudut pandang saintifik. Mereka juga memiliki program studi esports dengan gelar Bachelor of Arts with Honors alias BA (Hons).

Salah satu stresor kunci yang muncul di antara para pemain ketika mereka berada dalam situasi tertekan adalah buruknya komunikasi. Ketika hal ini terjadi, para pemain dapat merespons kondisi tersebut dengan cara menjadi agresif terhadap satu sama lain, atau justru menghindari komunikasi sama sekali. Keduanya sama-sama mengakibatkan turunnya performa.

Rob Black
Rob Black, COO ESL UK | Sumber: Birmingham City University

Untuk menghadapi masalah-masalah seperti ini, para peneliti merekomendasikan supaya atlet-atlet esports diberikan pembekalan psikologis untuk mempelajari teknik-teknik guna menghadapi situasi-situasi tersebut. Harapannya, dengan demikian para atlet bisa lebih siap berada di lingkungan kompetisi level tinggi yang penuh tekanan. Untungnya, organisasi-organisasi esports sudah banyak yang menyadari masalah ini dan mengambil tindakan. Contohnya seperti EVOS Esports yang di tahun 2019 ini telah mendatangkan psikolog untuk membantu atlet-atletnya.

Chief Operating Officer ESL UK, Rob Black, membenarkan apa yang diungkap dalam riset Dr. Phil Birch dan kawan-kawannya. Ia berkata, “Sebagai industri kami sudah lama tahu bahwa stresor pada pemain-pemain top dapat memberi dampak negatif bagi performa mereka. Studi ini membuktikannya dan memperkuat apa yang telah kami suarakan selama bertahun-tahun. Butuh pengembangan lebih jauh di area ini, dan hal itu akan jadi kunci untuk memastikan jumlah pemain (esports) profesional terus tumbuh di seluruh dunia.”

Sumber: ScienceDaily, IGI Global, Dot Esports

Pentingnya Regulasi di Tengah Perkembangan Pesat Esports

Saat ini, semakin banyak merek non-endemik yang masuk ke dunia esports. Jadi, jangan heran jika Anda melihat merek makanan seperti Sukro melekat di jersey tim esports seperti RRQ atau mendengar merek AXE bekerja sama dengan EVOS Esports. Dan hal ini terjadi secara global. Menurut laporan Esports Observer, pada Q3 2019, ada 75 kontrak sponsorship dari merek non-endemik, baik sponsor untuk tim profesional ataupun liga esports. Dalam acara Social Media Week yang digelar di Senayan City, Co-founder EVOS Esports, Hartman Harris mengatakan bahwa esports bisa menjadi jalan bagi merek yang ingin mendekatkan diri dengan generasi muda. Memang, menurut Goldman Sachs, 79 persen penonton esports memiliki umur di bawah 35 tahun. Kabar baik bagi para sponsor esports, jumlah penonton esports diperkirakan masih akan terus naik. Pada tahun ini, jumlah penonton esports secara global diperkirakan mencapai 194 juta orang, sementara pada 2022, angka ini diduga akan naik menjadi 276 juta orang.

“Industri esports sekarang sedang bagus-bagusnya. Banyak merek non-endemik yang melirik, merek makanan dan minuman dan lain sebagainya,” kata Ketua Federasi Esports Indonesia (FEI), Andrian Pauline, yang juga merupakan CEO RRQ. “Pada lima atau sepuluh tahun lalu, semua sponsor di esports itu pasti perusahaan yang ada kaitannya dengan komputer atau dengan industri. Tahun ini, esports juga sudah mulai dilirik pemerintah karena terpilih sebagai salah satu cabang untuk SEA Games di Filipina.”

Sementara itu, dari sudut pandang sponsor, Assistant Vice President, BCA, Rendy Alimudin mengatakan bahwa ketika mereka hendak mendukung liga atau tim esports, mereka telah mempertimbangkan target yang ingin mereka capai. “Kita sudah memikirkan soal ROI (Return of Investment) dari awal,” katanya. Dia mengatakan, salah satu tujuan BCA terjun ke esports adalah untuk memperkenalkan produk mereka ke komunitas gamer. “Mendengar dari para gamer, mereka butuh apa, agar kami bisa membuat produk yang sesuai dengan hobi mereka sehingga produk kami bisa digunakan dalam waktu lama,” ujarnya. Selain itu, dia mengatakan, mereka juga ingin mendukung komunitas gamer agar bisa tumbuh dan berkembang.

Sumber: Dokumentasi Hybrid
Sumber: Dokumentasi Hybrid

Walau industri esports semakin matang, tapi masih ada banyak masalah yang harus dihadapi oleh para pelaku esports. Menurut AP, salah satunya adalah ketiadaan regulasi dan standarisasi. Pemain esports profesional juga biasanya sangat muda, mereka bisa memulai karir ketika mereka berumur belasan tahun dan pensiun sebelum mereka berumur 30 tahun. Karena pemain esports biasanya masih muda dan belum memiliki pengalaman bekerja di dunia profesional, ini memunculkan risiko eksploitasi pemain. “Banyak kasus, tim-tim esports memanfaatkan ketidaktahuan sang atlet. Di sinilah fungsi FEI, untuk melindungi pemain. Dalam jangka panjang, jika industri ingin sustain, talent harus dijaga. Kalau mereka merasa dimanfaatkan, dan tidak ada regenerasi, tidak ada pemain baru, industri bisa collapse,” kata AP.

Hartman juga mengakui akan adanya masalah ini. “Kita punya tanggung jawab untuk memberikan edukasi, menjadi esports player itu seperti apa. Dari sisi kontrak, ketika menjadi pemain pro atau semi-pro, mereka bisa mendapatkan benefit sepertii apa,” katanya. Dia menyebutkan, jika para pemain merasa mereka tereksploitasi, ini dapat menyebabkan masalah. Tanpa keberadaan pemain esports, pada akhirnya tim esports juga akan menghilang. Memang, di luar Indonesia, para pemain esports bahkan telah membuat asosiasi sebagai wadah mereka untuk berkomunikasi dengan developer, seperti yang dilakukan oleh para pemain Fortnite dan Counter-Strike: Global Offensive profesional.

FEI sendiri baru berdiri pada akhir Oktober 2019. Salah satu fokus mereka adalah untuk membuat standarisasi kontrak untuk pekerja esports, termasuk kontrak pemain dan talenta. AP mengatakan, FEI berusaha untuk inklusif, mengakomodasi semua kepentingan pelaku esports, mulai pemain, tim, talent, sampai penyelenggara turnamen. Untuk memastikan bahwa tidak ada pertikaian antara para pelaku esports — contohnya antara pemilik tim dan pemain — FEI memastikan bahwa mereka memiliki perwakilan dari semua pihak. “Misalnya, untuk talent, kita memang ada perwakilan yang memang bekerja sebagai talent,” ungkapnya. Dengan begitu, orang yang mewakilkan memang bisa mengerti apa yang terjadi. “Kita juga cukup transparan. Tujuan kami adalah memastikan industri esports sustainable.”

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Social Media Week

EVOS Esports Dapatkan Pendanaan Sebesar Rp61 Miliar

EVOS Esports mungkin memang bisa dibilang sebagai salah satu organisasi / startup esports paling sukses yang berasal dari Indonesia. Meski baru berdiri dari tahun 2017, mereka langsung mencuri perhatian banyak pelaku industri dari dalam dan luar negeri. Sekarang, mereka juga bisa dianggap sebagai salah satu yang paling berhasil di kawasan Asia Tenggara.

Saat artikel ini ditulis, EVOS memiliki 13 tim di 6 game berbeda (dengan total 62 pemain), yang berada di 5 negara. Saat ini, EVOS juga sudah memiliki sekitar 120 karyawan, 100 di antaranya berasal dari Indonesia.

Bagi Anda yang ingin cari tahu lebih jauh mengenai perjalanan EVOS Esports jadi sebesar ini, Anda bisa membaca sendiri terjemahan tulisan dari Ivan Yeo, CEO dan Co-Founder EVOS Esports yang terbagi jadi 4 bagian.

Menurut Business Times, tahun ini (2019), mereka bahkan berhasil mendapatkan pendanaan seri A dengan jumlah fantastis sebesar US$4,4 juta (atau setara dengan Rp61 miliar). Pendanaan pertama, yang hampir mencapai angka US$3 juta, mereka dapatkan dari Insignia Venture Partners di awal tahun. Sedangkan sisanya, US$1,4 juta, mereka dapatkan dari sekelompok angel investor yang terdiri dari sejumlah konglomerasi asal Indonesia dan juga petinggi dari pemain ecommerce asal Tiongkok.

Menariknya, meski sebagai klub esports yang kompetitif, EVOS tak bisa dipandang remeh di AOV (yang langganan juara nasional dari musim pertama ASL), MLBB (yang baru saja memenangkan MPL ID S4 dan juga MPL MY/SG), Free Fire, ataupun PUBG Mobile, pendanaan ini justru difokuskan untuk EVOS sebagai manajemen influencer.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Manajemen influencer dari EVOS sendiri saat ini diklaim sudah mengatur 50 influencer eksklusif dan bekerja sama dengan 250 talent. Menurut Ang Teng Jen, Chief Strategic Officer EVOS, saat diwawancarai oleh Business Times, “Agustus lalu, influencer gaming papan atas dunia, Tyler “Ninja” Blevins, meninggalkan Twitch untuk kontrak eksklusif dengan Mixer dari Microsoft; dengan nilai kontrak yang perkiraannya mencapai US$20-30 juta.

Kami melihat tren yang sama di Asia Tenggara, dengan influencer papan atas di kawasan ini yang mendapatkan sekitar US$30-60 ribu sebulan — seratus kali lebih besar dari gaji kebanyakan fresh graduate.”

Ivan Yeo juga sempat memberikan pendapatnya di artikel yang sama. Menurutnya, esports memang jadi salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat secara global. Namun ada banyak potensi yang belum dimaksimalkan di wilayah Asia Tenggara. Untungnya, sekarang lebih banyak brand yang mulai melirik esports — nilai sponsorship sekarang sudah lebih dari US$500 ribu, dibandingkan dulu yang masih di kisaran US$10 ribu saat EVOS baru mulai.

“Intinya, Ivan dan timnya memiliki rencana yang gamblang untuk mendominasi pasar Asia Tenggara, memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak-pihak penting di kawasan ini.” Ujar Tan Yinglan, Founding Managing Partner dari Insignia Ventures Partners.

Sumber Feature Image: ESL Indonesia

Hari Kedua Babak Playoff MPL ID Season 4: Buah Manis Penantian Panjang Si Harimau Putih

Ribuan pasang mata tertegun menatap ke layar besar di panggung MPL Indonesia Season 4 (MPL ID Season 4). Wajar, laga Grand Final mempertemukan rivalitas tersengit sepanjang sejarah kancah esports Mobile Legends di Indonesia. The El Classico, RRQ melawan EVOS, dua tim yang banyak diidolakan para penonton sejak dari Season 1 dulu.

Sesaat EVOS ataupun RRQ menciptakan momen, penonton menggemuruh, meneriakkan nama tim yang mereka dukung. Di sisi kanan para penggemar dengan atribut serba kuning meneriakkan nama RRQ sekuat tenaga mereka. Di sisi kiri juga tak mau kalah, penonton dengan atribut serba biru menyebut nama EVOS Esports yang memekakkan telinga penonton lainnya di Tennis Indoor Senayan.

Ini mungkin bisa dibilang jadi MPL Indonesia paling emosional sepanjang sejarah. Kemenangan yang sudah diidam-idamkan si Harimau Putih akhirnya tiba juga. Tim ini sudah jadi favorit juara sejak awal Season 1. Namun sayang, kemenangan tersebut tak kunjung tiba. Dua kali mereka harus puas jadi runner-up saja, di MPL ID Season 1 dan Season 2. Tapi di Season 4, semua usaha keras mereka, kesetiaan Oura yang tak pernah sekalipun beranjak dari tim, akhirnya terbayar. EVOS Esports jadi juara MPL Indonesia Season 4.

Laga Grand Final antara EVOS melawan RRQ sebenarnya adalah rematch dari Upper Bracket Final MPL ID Season 4, bahkan juga bisa dibilang rematch dari MPL ID Season 2. Namun kali ini EVOS Esports datang dengan persiapan lebih matang. Persiapkan tersebut membuat EVOS bisa melaju dengan cukup mulus saat babak Upper Bracket Final. RRQ dibabat habis 2-0 oleh EVOS dalam durasi yang cukup cepat.

Kekalahan ini memaksa RRQ turun ke Lower Bracket Final dan kembali menghadapi Alter Ego. Namun sepertinya Alter Ego pun masih sangat kebingungan menghadapi permainan RRQ. Berkali-kali Rmitchi dan kawan-kawan berusaha sebisanya untuk mencari celah di pergerakan tim RRQ, namun mereka masih tak juga mendapatkannya. Alter Ego gagal membalaskan dendamnya saat di Upper Bracket Semi-Final kemarin, RRQ berhasil menang 2-0.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Alter Ego gagal membalaskan dendamnya saat harus mengahadapi RRQ lagi di babak Lower Bracket Final. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Jelang melaju ke Grand Final, RRQ sempat berbagi soal persiapannya untuk melawan EVOS. “Sebetulnya saat Upper Bracket Final kami banyak coba-coba dan melakukan eksperimen. Kami sedang menguji seberapa efektif suatu hero tertentu yang jarang dipakai jika digunakan untuk pertandingan tingkat tinggi. Makanya kalau untuk Grand Final kita sudah mempersiapkan sesuatu yang khusus yang tentunya tak akan diduga oleh EVOS.” ucap R7 menjawab alasan kekalahannya saat sesi konfrensi pers.

Benar saja, Grand Final berjalan seperti yang direncanakan oleh RRQ, walau cuma untuk game pertama saja. RRQ ketika itu berhasil membungkam Grock dari Donkey yang keganasannya sudah melegenda di kancah kompetitif Mobile Legends. Donkey dipaksa bermain Chou berhasil membuat permainan RRQ jadi di atas angin. Apalagi pada game pertama permainan RRQ juga lengkap lewat lihainya Kaja dari Vyn, ganasnya Badang dari R7, serta sadisnya Lunox dari Lemon, yang membuat EVOS jadi kelabakan. Akhirnya, setelah satu kali Lord, Game pertama dimenangkan oleh RRQ.

Donkey kembali dipaksa menggunakan Chou di Game kedua, membuat dirinya jadi bulan-bulanan bagi tim RRQ. Wajar, permainan Donkey memang cenderung barbar, membuat hero yang mengutamakan timing dan kedisiplinan seperti Chou jadi kurang cocok untuknya. RRQ pun segera memanfaatkan momen ini untuk menguasai permainan. Sayangnya RRQ belum sepenuhnya menguasai permainan, karena Claude dari Rekt diam-diam terus mengumpulkan pundi-pundinya. Belum lagi RRQ juga menggunakan hero yang cukup eksperimental dalam pertandingan ini, yaitu Gord untuk Lemon.

Benar saja, masuk fase pertengahan permainan, RRQ mulai keteteran. Claude dari Rekt terus menerus membuat kekacauan. Ia bisa dengan seenak hati menembus ke jantung serangan RRQ dengan Blazing Duet dan melenggang kabur dengan mudah menggunankan Battle Mirror Image. Mereka kebingungan, mencari cara untuk menghentikan Rekt, termasuk Gord dari Lemon.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Ditambah lagi, Lord yang harusnya bisa didapatkan RRQ tercuri oleh X-Borg dari Oura di menit 18, yang mungkin semakin menambah beban mental pada permainan mereka. Akhirnya memasuki menit 23 RRQ tak lagi mampu menahan gempuran tersebut. EVOS menangkan game kedua, skor jadi 1-1.

Kini pertarungan sampai kepada game ketiga. Giliran EVOS yang bermain eksperimental. Kali ini mereka menggunakan Zhask untuk Rekt. Tapi satu hal yang paling ditakuti datang di game ini, Donkey akhirnya mendapatkan Grock. Tak butuh waktu lama, Grock dari Donkey terus menerus membuat RRQ jadi kewalahan. Eksperimen EVOS juga berhasil pada game ini, Zhask terus-terusan memakan Turret demi Turret tim RRQ. Dalam 8 menit, semua Turret terluar tim RRQ habis. Dengan satu kali lord, EVOS pun segera memenangkan game ketiga dalam durasi 10 menit saja.

Masuk game keempat, pertandingan jadi semakin menegangkan bagi tim RRQ, karena ini adalah momen hidup dan mati. Dengan skor sementara 2-1, EVOS berarti cukup menangkan satu game lagi dari seri best-of-five, untuk bisa menjadi juara.

Tetapi blunder besar dilakukan oleh RRQ saat fase draft pick. Pertama, Grock terbebas dan berhasil diambil oleh EVOS saat first pick. Kedua, Claude juga lepas, yang segera diambil oleh EVOS saat kesempatan second pick. Tapi RRQ sendiri sebenarnya mengamankan hero-hero andalan mereka seperti Karrie dan Kaja.

Menariknya, saat pertandingan dimulai RRQ malah mengungguli EVOS di awal permainan, setidaknya dari sisi kill point. Sayang hal itu belum cukup untuk membungkam EVOS, karena mereka masih imbang secara net-worth. Alhasil, dengan segera Claude yang dimainkan Rekt mengacak-acak pergerakan tim RRQ. R7 dan kawan-kawan mulai kalang kabut, kordinasi mereka mulai tak karuan. Jalan EVOS jadi semakin mulus setelah mereka unggul 8 ribu net-worth, dan menyapu bersih semua Turret terluar tim RRQ. Akhirnya dengan satu kali Lord, semua Turret terdalam RRQ hancur, serangan pun tak lagi dapat dibendung, EVOS Esports menjadi juara MPL ID Season 4.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Histeria Donkey mendapatkan piala MPL Indonesia setelah mendambakannya dengan cukup lama. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Ini jadi kemenangan yang sangat manis bagi pemain-pemain senior seperti Oura, Donkey, dan juga Rekt, yang sudah sangat mendamba-dambakan piala MPL Indonesia sejak lama. Kemenangan ini jadi tambah lengkap karena keberhasilan mereka membawa para pendatang baru, Wann dan Luminaire, jadi juara di MPL pertama yang mereka ikuti. “Karena dari season 1 sudah berjuang keras demi MPL ini, jadi perasaan senang atas kemenangan di MPL Season 4 ini benar-benar luar biasa.” Ucap Oura saat sesi konfrensi pers pasca kemenangannya.

EVOS dan RRQ selaku masing-masing berhak mendapatkan hadiah sebesar US$150.000 (Sekitar Rp2,1 miliar) dan US$70.000 (Sekitar Rp980 juta). Keduanya juga berhak mewakili Indonesia untuk gelaran Mobile Legends World Championship (M1). Turnamen ini jadi pertama kalinya ajang kompetitif MLBB untuk tingkat dunia. M1 akan menyajikan total hadiah lebih dari US$250,000 dan diselenggarakan pada 15-17 November 2019 di Axiata Arena, Malaysia.

Selamat bagi EVOS Esports! Semoga EVOS maupun RRQ bisa membanggakan nama Indonesia nantinya di kancah internasional lewat gelaran Mobile Legends World Championship (M1).

Hari Pertama Babak Playoff MPL ID Season 4: Si Landak Kuning yang Gagal Bangkit

26 Oktober 2019 adalah hari pertama babak Playoff Mobile Legends Professional League Indonesia Season 4 (MPL ID Season 4). Tennis Indoor Senayan penuh sesak oleh para fans yang ingin menyaksikan penampilan salah satu dari The Big Six yang bertanding untuk memperebutkan titel MLBB paling bergengsi se-Indonesia.

Pertarungan sengit babak Playoff dibuka dengan pertemuan antara AURA Esports melawan ONIC Esports. Di atas kertas, AURA Esports yang berada di peringkat 5 pada akhir Regular Season, seharusnya lebih unggul jika dibanding ONIC yang berada di peringkat 6. Namun ONIC sepertinya hanya menyembunyikan permainan sejatinya saja selama Regular Season. Si Landak Kuning pun mengamuk, membuat AURA Esports luluh lantah.

Pada game pertama, AURA sebenarnya punya kesempatan menang yang besar. Tetapi ONIC menggila setelah melewati fase pertengahan, membuat Phoenix dan kawan-kawan jadi kewalahan. Kekalahan di game pertama sepertinya menyisakan beban mental yang cukup kentara bagi AURA Esports. Walhasil, ONIC segera menyabet kesempatan tersebut tanpa ragu lagi, memenangkan pertandingan dengan skor 2-0, dan melaju ke Semi Final upper bracket.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Pertandingan berikutnya adalah Bigetron Esports melawan Alter Ego, matchup yang mungkin kurang terasa rivalitasnya. Kendati demikian, pertarungan ini berjalan dengan sengit. Alter Ego yang disebut sebagai The Dark Horse oleh Wibi “8Ken” Irbawanto, sempat terpeleset di game kedua. Masuk game ketiga, Maungzy, Celiboy dan kawan-kawan mendapatkan yang membuat penonton histeris bla-bla. Akhirnya tim

Memasuki babak upper bracket semi-finals Playoff MPL ID Season 4, rivalitas antar tim jadi semakin ketat. Apalagi ketika ONIC dan EVOS bertemu, sang juara bertahan MPL ID S3 melawan tim favorit juara MPL ID S4. EVOS memang sedang begitu solid dan konsisten di MPL ID Season 4. Apalagi dengan kehadiran Rekt yang disebut-sebut melengkapi the missing puzzle yang selama ini dicari-cari oleh si Harimau Putih.

“Roster sekarang jadi lebih kuat mungkin karena kami punya visi, usaha, serta impian sama, sehingga lebih mudah untuk menyatukan chemistry.” ujar Oura pada sesi konfrensi pers. Ini jadi memunculkan pertanyaan, jangan-jangan EVOS jadi gagal meraih juara karena pemain terdahulu punya visinya menjadi lebih terkenal bukan jadi juara?

Kembali membahas permainan, pertadingan dibuka dengan EVOS yang bermain dengan galak. Tetapi ONIC tak gentar, Drian dengan Grock bahkan dengan santainya mencuri Turtle pertama yang sedang diambil EVOS kala itu. EVOS terus mendesak, kill demi kill didapatkan, tapi ONIC dengan rotasi yang lihai tetap mempertahankan keunggulan net-worth sampai menit 8.

Lord pertama menjadi momentum terbaik bagi ONIC menuai kemenangan dari keunggulan net-wroth yang sudah diamankan. Tapi pergerakan lihai Selena dari Luminaire berhasil merebut sang Lord. Tapi hal tersebut tak terlalu berarti. Setelahnya EVOS malah harus kehilangan 4 pemainnya, terculik satu per satu oleh ONIC yang terus bergerang secara berbarengan. Momentum ini akhirnya digunakan ONIC untuk mengamankan game pertama.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

EVOS mengulang permainan galak mereka di game kedua, tapi bedanya, eksekusi mereka kali ini lebih rapih. Sebegitu rapihnya, bahkan EVOS kali ini tak memerlukan Lord untuk memenangkan permainan. ONIC yang bersiaga di area Lord malah tertangkap basah oleh EVOS yang sedang melakukan patroli. ONIC terkena Wipe-Out, EVOS pun segera menghancurkan markas dari tengah tanpa ragu lagi.

Meski ini adalah kesempatan terakhir bagi ONIC untuk bertahan di upper bracket, namun kekalahan di game kedua sepertinya sangat memukul mental Anti-Mage dan kawan-kawan. Pada game ketiga, walau ONIC lagi-lagi kelabakan menghadapi permainan agresif dari EVOS, namun mereka tetap bertahan sekuat tenaga di game ini.

Sempat kehilangan 3 pemain dan markasnya dalam satu kali pertarungan, ONIC terus mencoba bangkit melawan EVOS. Terutama Masha dari Anti-Mage, yang berkali kali bikin EVOS jadi sakit kepala. Tapi semua usaha tersebut dari ONIC ternyata tidak cukup, setelah Masha akhirnya terhentikan di menit 21. EVOS langsung saja mendesak lewat tengah, dan menghancurkan markas di menit 21. EVOS mengalahkan ONIC 2-1 dan melaju ke upper-final.

“Permainan ONIC memang berubah saat babak Playoff, sangat kuat melebihi Regular Season.” Oura sempat berpendapat pada sese konfrensi pers. “Tetapi kami sendiri memang merasa di pertandingan tadi masih kurang maksimal, masih banyak hal yang harus diperbaiki, terutama jika ingin menjadi juara.” Donkey melanjutkan.

Pertarungan selanjutnya adalah pertemuan antara RRQ melawan Alter Ego, the old star, Lemon, melawan the rising star, Celiboy. Tak hanya dari segi dua pemain kuncinya saja, secara tim sendiri RRQ memang adalah jagoan lama di MPL, terutama di Season 1 dan 2. Sementara Alter Ego adalah pendatang baru yang permainannya sedang sangat prima di musim ini.

Pertarungan pertama, Alter Ego mendapat momentum sejak dari awal-awal permainan. RRQ sempat beberapa kali mencoba untuk merebut momen tersebut, sayangnya usaha R7 dan kawan-kawan masih belum cukup. Sementara itu pada game kedua, Alter Ego mencoba mengulang kesuksesannya, sayang, kini RRQ telah menemukan cara untuk melawan keganasan Haritz dari Celiboy. Setelah tak mampu lagi membendung Masha dari RRQ.R7 yang sangat liar, mau tak mau Alter Ego harus kembali mempersiapkan diri untuk game 3.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Sebagai penentuan untuk menuju ke babak final upper bracket, Alter Ego mencurahkan segala daya usahanya demi memukul the old king turun ke lower bracket. Sayangnya Alter Ego yang memilih Valir untuk LeoMurphy ternyata membuat mereka kesulitan sendiri.

Berkali-kali ia terculik, membuat usaha Alter Ego untuk mengalahkan RRQ di dalam pertarungan jadi lebih berat. Tapi RRQ sendiri ketika itu kerap terlalu memaksa menjebol lewat tengah, ketika masih ada Turret di lane bawah. Pertarungan RRQ melawan Alter Ego akhirnya jadi saling tarik-ulur, sampai spawn Lord keenam di menit 30. Alter Ego akhirnya tak mampu lagi menahan serbuan RRQ yang bertubi, sang raja akhirnya berhasil membuktikan posisinya sebagai tim yang lebih senior dari Alter Ego. RRQ melaju ke upper final dengan skor 2-1.

Penutup di hari pertama, Alter Ego harus bermain lagi di lower bracket, melawan ONIC yang sebelumnya kalah oleh EVOS di upper bracket semi-final. Haritz untuk Celiboy kembali digunakan sebagai ujung tombak tim Alter Ego. Sementara ONIC mencoba menggunakan Lunox dari Udil sebagai ujung tombak untuk game pertama.

Kontes adu kemampuan kedua tim berlangsung dengan cukup cepat, ONIC pun tak mampu menahan Alter Ego yang masih panas-panasnya setelah pertandingan sebelumnya. Setelah satu kali Lord, ONIC langsung tumbang di game pertama. Hal ini pun seakan terulang di game kedua. Terlepas dari penggunaan Grock untuk Sasa, namun permainan ONIC memang terlihat kurang maksimal dalam pertandingan ini. Alter Ego berhasil menjajah teritori ONIC sepanjang early game. Masuk menit 10, Lord yang berhasil didapatkan Maungzy dan Caesius segera mengamankan kemenangan bagi Alter Ego di game kedua.

MPL ID Season 4 akan melanjutkan pertandingan hari keduanya pada Minggu 27 Oktober 2019 ini. Laga pertarungan langsung dibuka dengan pertemuan RRQ melawan EVOS, pertandingan el classico. Akankah MPL ID Season 4 memunculkan juara baru? Atau malah RRQ bisa mengulang masa kejayaannya seperti di MPL ID Season 2?

Anda dapat menonton langsung di Tennis Indoor Senayan, atau menyaksikannya lewat livestreaming yang ditayangkan pada MLBB Indonesia Official Facebook Page.

The Big Six: Enam Pentolan Tim Finalis MPL ID Season 4

Grand Final MPL Indonesia Season 4 (MPL ID Season 4) sudah di depan mata. Akhir pekan nanti (26-27 Oktober 2019), Tennis Indoor Senayan akan menjadi saksi penobatan gelar tim Mobile Legends: Bang-Bang terbaik di Indonesia. Dari total 8 tim yang bertanding selama 8 pekan Regular Season, babak Playoff kini tinggal menyisakan 6 tim saja.

Geek Fam dan Genflix Aerowolf menjadi korban ganasnya pertarungan MPL ID Season 4 di panggung XO Hall MPL Arena. Kini tinggal tersisa EVOS Esports, RRQ, Alter Ego, AURA Esports, ONIC Esports, dan Bigetron Esports, yang siap bertarung di panggung megah Grand Final MPL ID S4.

Enam tim ini, memiliki permainan khas dan juga ujung tombaknya masnig-masing. Enam ujung tombak ini bisa dibilang sebagai “The Big Six”, pemain atau pelatih yang membuat enam tim tersebut punya gaya main yang beda, entah dari strategi rotasi ataupun draft pick unik yang menghibur para penonton.

Membicarakan sosok-sosok tersebut, redaksi Hybrid berbincang dengan Wibi “8KEN” Irbawanto. Ia membagikan pandangannya mengenai sosok yang patut diacungi jempol di balik performa tim yang berhasil lolos hingga ke babak Playoff. Siapa saja sosok sosok tersebut?

Ruben Sutanto (Coach) – Bigetron Esports

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

Membuka obrolan, Wibi langsung menyebut sosok di balik layar dari Bigetron esports yaitu Ruben Sutanto. “Ruben, pelatih dari Bigetron Esports. Selain permainan para pemain yang memang konsisten, saya sedikit banyak memberikan kredit terhadap permainan Bigetron di first half Regular Season kepada sang pelatih.” ucap Wibi.

“Pemolesan taktik serta drafting hero terlihat banyak dialihkan kepada sang pelatih ruben, yang memang mantan veteran esports dengan koleksi juara yang sangat banyak. Saya menyukai drafting Bigetron dengan varian counter pick yang digunakan sang pelatih untuk menghentikan laju permainan lawan. Well deserved recognition untuk sang pelatih.” Wibi menutup pembahasan soal Ruben.

Sebelum menjadi pelatih, Ruben sempat bermain League of Legends secara kompetitif. Walau mungkin belum berhasil membawa prestasi tingkat internasional, namun sepak terjang Ruben di kancah lokal terbilang luar biasa. Tercatat, ia pernah merebut 3 juara League of Legends Garuda Series di 3 tahun berbeda, yaitu tahun 2016, 2017, dan 2018.

Peran serat coach ini jadi terlihat dari kemampuan Bigetron dalam bekerjasama dalam pertandingan di MPL ID Season 4. Hal ini tercermin lewat beberapa statistik yang mereka catatkan seperti KDA tertinggi (5.2), partisipasi kill terbesar kedua (63,27%) dengan rata-rata game tercepat yang diselesaikan pada waktu 12:38 menit.

Yehezkiel “Phoenix” Patric – AURA Esports

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

Veteran esports lain yang turut masuk ke dalam daftar adalah Yehezkiel “Phoenix” Patric; yang juga mantan pemain League of Legends. Phoenix bisa dibilang sebagai salah satu pemain tank yang paling bersinar di antara pemain-pemain lainnya selama MPL ID Season 4.

Wibi sendiri mengatakan, “Untuk AURA, menurut gue jatuh kepada Phoenix. Meskipun rotasi Tank mulai menjadi suatu hal yang awam pada musim ini, namun Phoenix membawa suatu gaya bermain yang berbeda dari pemain lainnya. Sebagai seorang Tank, dia terbilang sangat rinci. Ia memperhatikan ekonomi tim (jumlah minion, level, HP turret, posisi hero, dan spell usage) dan fase lanning sebelum melakukan rotasi, sehingga eksekusi gank dari Phoenix jadi sangat akurat”.

“Konsep ‘Lane Equilibrium’ atau garis tengah lane jadi identik dengan gaya bermain Phoenix yang gesit ketika melkaukan gank. Hampir setiap gank ia lakukan ketika musuh sedang melakukan push di garis tengah lane. Konsistensi dia terhadap prinsip ganking ini. serta kalkulasinya dalam melakukan gank yang dapat mengubah alur permainan di awal sangat menarik perhatian. Maka layak jika sosok Phoenix menjadi perhatian pada tim Aura Esports.” Wibi menjelaskan lebih lanjut.

Pergerakan Phoenix sebagai tank yang secara aktif dan konsisten membantu kawan-kawannya, tercermin lewat statistik merata dari segi Gold Share, Kill Participation dan Assist. Perannya sebagai penyelamat juga sangat terasa, jadi walau ia hanya mengamankan 511 GPM (Gold per Minute) saja, tapi dia berhasil memberi lahan farming untuk sang Marksman, Alive, sehingga ia bisa mendapat catatan 730 GPM.

Gustian “Rekt” – EVOS Esports

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

EVOS Esports kerap menjadi jagoan bagi para penonton MPL ID sejak dari Season 1. Namun entah apa yang terjadi, tim Harimau Putih ini hanya berhasil menguasai babak Regular Season saja, namun kerap gagal mengamankan titel juara ketika bertanding di Grand Final. Kegagalan di partai final pun seakan menjadi kutukan yang terus menghantui tim EVOS walau kerap memainkan jajaran pemain penuh bintang.

Musim ini, EVOS kembali menguasai fase Regular Season di MPL ID S4, tapi apakah pada akhirnya akan dapat mengamankan titel juara? Untuk itu ada sosok Rekt, yang menurut Wibi akan menjadi penyelamat EVOS di musim ini.

“Rekt is a definite powerhouse for EVOS,” Wibi membuka penjelasannya. “dia melambangkan era baru untuk EVOS yang tidak pernah membawa piala selama 3 Season terakhir. Dengan Rekt sebagai ujung tombak tim yang selalu memberi performa konsisten selama musim ini, saya pribadi punya banyak harapan terhadap EVOS yang sedang terlahir kembali.

Menyebut Rekt sebagai penyelamat EVOS di musim ini bukan hanya omong kosong belaka. Secara statistik, mantan pemain Bigetron ini terbukti menjadi ujung tombak tajam yang selama ini diidam-idamkan oleh EVOS Esports. Ia mencatatkan diri sebagai pemain dengan KDA tertinggi (6.9), Kill terbanyak kedua (188 kill), dan GPM tertinggi dengan 778 Gold per Minute.

Muhammad Julian “Udil” Ardiansyah – ONIC Esports

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

Tim ini berhasil menyodok dan menjadi bahan perbincangan pada MPL ID S3 kemarin. Mendominasi scene lokal hampir sepenuhnya, mencatatkan kemenangan beruntun selama musim kompetisi 2018-2019, bahkan menjadi juara se-Asia Tenggara lewat gelaran MLBB Southeast Asia Cup 2019 (MSC 2019). Siapa sosok di balik kemenangan tersebut? “ONIC Esports? Definitely Udil” Wibi menjawab dengan sangat tegas.

“Bisa dibilang tim ONIC terlalu terpusat pada power play yang dilakukan oleh Udil. Jika ia bisa membawa 120% kemampuannya lagi, maka ia bisa tampil layaknya seorang Hokage dengan kekuatan rubah ekor sembilan. Dengan begitu, jelas ONIC akan menjadi tim yang amat sangat ditakuti pada babak Playoff mendatang.” Wibi yang ternyata seorang wibu, menjelaskan dengan menggunakan referensi anime Naruto.

Peran Udil sebagai ujung tombak tim ONIC Esports memang masih terlalu dominan. Tercatat Udil hampir merajai semua aspek yang ditorehkan oleh ONIC Esports mulai dari GPM, KDA, Damage per Minute, hingga Kill Participation.

Ini bisa menjadi pedang bermata dua bagi si Landak Kuning. Pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan adalah mencari cara untuk memberi ruang gerak sebebas-bebasnya bagi Udil agar dapat farming dengan leluasa. Dengan keuntungan level dan equip, Udil bisa menggila lalu melibas musuh-musuhnya dengan tanpa takut apapun. Pertanyaannya, jika ruang gerak Udil berhasil dibatasi oleh tim musuh, akankah ONIC Esports bisa kembali merengkuh piala MPL ID di musim ini?

Muhammad “Lemon” Ikhsan – Rex Regum Qeon

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

“Untuk tim Rex Regum Qeon saya pilih Lemon. Salah satu pemain mechanical Mage terbaik yang pernah ada di ranah esports MLBB.” Wibi langsung menjawab, ketika ditanya siapa pemain ujung tombak yang punya peran paling besar dari tim RRQ.

“Sang pemain ikonik tersebut ingin membuktikan bahwa dia dan RRQ bisa kembali ke tahta juara layaknya penampilan mereka di MPL Season 2. Banyak yang harus dibuktikan oleh Lemon di Season 4 dan babak Playoff ini adalah panggung untuk membuuktikan kembali ke dunia bahwa dirinya memang pantas berada di tahta juara.” Wibi lanjut menjelaskan.

Musim ini, RRQ menjadi yang memiliki 10 orang pemain menjadi salah satu tim dengan pemain terbanyak di MPL ID S4. Pembagian jatah bermain serta variasi strategi yang ditunjukkan terbukti berhasil membuat lawan kebingungan. Tapi nyatanya, Lemon tetap tampil sebagai pemain Mage yang wajib disegani.

Kendati demikian, Lemon tidak terlalu mencolok secara statistik, mengingat kolaborasinya dengan Tuturu di setiap pertandingan berlangsung. Lemon menempati posisi kedua di seluruh statistik dan data yang ditorehkan RRQ selama gelaran Regular Season. Apalagi perannya di dalam tim juga terbilang hanya menjadi “pedang kedua” bila Tuturu gagal dalam pertarungan yang berlangsung.

Eldian “Celiboy” Rahardian Putra – Alter Ego

Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4
Sumber: Dokumentasi Resmi MPL ID S4

Bukan rahasia lagi bahwa Celiboy adalah pemain yang paling memberi kesan selama gelaran Regular Season MPL ID S4. “Alter Ego, The Dark Horse. Tim yang selalu mengalami kesulitan menembus juara satu, walau selalu mengekori para juara setiap Season di gelaran MPL. Celiboy adlaah pemain yang layak disimak jika melihat tim Alter Ego.” Wibi menyatakan pendapatnya.

“The Miracle Boy berjasa banyak dalam meletakkan Alter Ego sebagai tim peringkat ketiga di Regular Season. Jika performa Celiboy dan para pemain Alter Ego lainnya bisa konsisten hingga babak Playoff, bukan tidak mungkin MPL Season 4 menjadi trofi perdana tim Alter Ego.” Tutup caster yang punya nama panggung dengan pelafalan HachiKen.

Celiboy menjadi Miracle Boy bukan cuma asal sebut saja, karena pemain ini benar-benar bermain gemilang dan membawa Alter Ego bangkit ke papan atas MPL ID S4. Salah satu contohnya saja, dia merupakan pemain dengan status Kill terbanyak (215) selama gelaran Regular Season MPL ID S4. Tapi memang, tubuh tim Alter Ego secara keseluruhan juga sedang dalam kondisi prima. Melihat ke sisi lain, pemain Tank Alter Ego, LeoMurphy bahkan juga mencatatkan statsitik assist yang tinggi sebanyak 306 assist; menggeser torehan “Raja Assist” RRQ.Vyn.

Gensi dan ambisi setiap tim untuk mengukuhkan gelar juara MPL Indonesia Season 4 akan tersaji di babak Playoff yang berlangsung di Tennis Indoor Senayan. The Big Six pasti akan menunjukkan permainan serta siasat terbaiknya agar dapat mendapatkan titel paling bergengsi di kancah MLBB lokal tersebut.

Mampukah ONIC Esports mengembalikan gengsinya sebagai tim terbaik Asia Tenggara dan mempertahankan gelar juara MPL? Sanggupkah EVOS Esports menjaga kans juara yang terbangun sejak babak Regular Season? Atau, prediksi juara baru dari tim-tim papan tengah akan terwujud dengan berbagai kejutan menarik?

Jangan lupa, saksikan langsung gelaran Grand Finals MPL ID Season 4 di Tennis Indoor Senayan pada tanggal 26-27 Oktober 2019 karena acara ini gratis! Dapatkan pula hadiah berupa diamonds selama acara untuk penonton yang beruntung.