FishLog Secures Seed Funding Led by Insignia Ventures Partners

B2B fish marketplace platform “FishLog” announced its seed funding round. This funding was led by Insignia Ventures Partners, however, the total value received was not further stated.

Participated also in this round, Arise, KK Fund, Ango Ventures, a startup from India called Captain Fresh, and several angel investors, including Kopi Kenangan’s Co-founder & CEO, Edward Tirtanata, AwanTunai’s Co-founder Windy Natriavi, Shipper’s CMO Jessica Hendrawidjaja, and several other names.

The company plans to use the fresh money to expand the digital products ecosystem and fisheries services in Indonesia, scale-up regional networks across the country, making it possible for new partners to join the ecosystem, also to build-up teams and capabilities. FishLog had participated in several competitions and acceleration programs, including DSLunchpad ULTRA.

“Through Fishlog, we are building an inbound market driver for all fisheries stakeholders in Indonesia, streamlining their supply chain processes to be more efficient and transparent in a more sustainable way,” the Co-Founder & CEO, Bayu Anggara said.

Similar to other logistics services, such as Ritase to Shipper, FishLog wants to focus on middle-chain logistics. Currently, FishLog has joined partnerships with 25+ supply side savers in coastal areas. The company has served 10+ cities, from Aceh to Papua. There are around 100 fishermen who claim to have been helped by the services offered by FishLog.

Fishery supply chain solution

While some startups already developed solutions that focused on the fisherman or the farmer side of the supply chain, Fishlog wants to bring technology into the fisheries supply chain, providing a robust distribution channel for fishermen, and easy access for B2B to get real-time fish availability.

FishLog is present in terms of logistics and supports the fishery supply chain in Indonesia. The platform is also equipped with applications that can help partners to record warehouse operations, access raw materials, and market access. Since implementing this model, FishLog has increased revenue nearly 20-fold year over year in addition to this unique approach to Indonesia’s fragmented supply chain.

They have also provided digital solutions for cold storage warehouses to increase their utility by connecting with more suppliers and buyers, also enabling these suppliers to have easier access to goods.

“With the on-site experience and local network of the founding team, the momentum is just right since its launching, and with its focus on digitizing cold storage distribution, Fishlog is well positioned to take the lead in addressing longstanding inefficiencies in the Indonesian fishing industry,” Insignia Ventures’ Founding Managing Partner, Yinglan Tan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

FishLog Kantongi Pendanaan Awal Dipimpin Insignia Ventures Partners

Platform marketplace perikanan B2B “FishLog” mengumumkan telah merampungkan pendanaan tahap awal. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima, pendanaan ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners.

Turut terlibat dalam investasi ini Arise, KK Fund, Ango Ventures, startup dari India bernama Captain Fresh, dan sejumlah angel investor seperti Co-founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, Co-founder AwanTunai Windy Natriavi, CMO Shipper Jessica Hendrawidjaja, dan beberapa nama lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk memperluas ekosistem produk digital dan layanan perikanan di Indonesia, melakukan scale-up jaringan regional di seluruh negeri, sehingga memungkinkan bagi mitra baru untuk bergabung dengan ekosistem, dan membangun tim dan kemampuannya. FishLog sempat mengikuti sejumlah kompetisi dan program akselerasi, termasuk DSLaunchpad ULTRA.

“Melalui Fishlog, kami membangun penggerak pasar masuk untuk semua pemangku kepentingan perikanan di Indonesia, merampingkan proses rantai pasokan mereka menjadi lebih efisien dan transparan dalam cara yang lebih berkelanjutan”, ujar Co-Founder & CEO Bayu Anggara.

Serupa dengan layanan logistik lainnya, seperti Ritase hingga Shipper, FishLog ingin fokus di middle-chain logistik. Saat ini FishLog telah menjalin kemitraan dengan 25+ penyimpan sisi pasokan di daerah pesisir. Mereka telah melayani 10+ kota, dari Aceh hingga Papua. Ada sekitar 100 nelayan yang diklaim sudah terbantu layanan yang ditawarkan FishLog.

Solusi untuk rantai pasok perikanan

Meskipun sudah ada solusi yang dikembangkan oleh startup yang berfokus pada nelayan atau sisi petani dari rantai pasokan, Fishlog ingin membawa teknologi ke dalam rantai pasokan perikanan, menyediakan saluran distribusi yang kuat bagi nelayan, dan akses mudah untuk B2B mendapatkan ketersediaan ikan secara real-time.

FishLog hadir dari sisi logistik dan mendukung supply chain perikanan di Indonesia. Platform tersebut juga dilengkapi aplikasi yang bisa membantu mitra untuk pencatatan operasional gudang, akses bahan baku, dan akses pasar. Sejak menerapkan model ini, FishLog telah meningkatkan pendapatan hampir 20 kali lipat dari tahun ke tahun selain keunikan ini pendekatan terhadap rantai pasokan Indonesia yang terfragmentasi.

Mereka juga telah menyediakan solusi digital untuk gudang penyimpanan dingin untuk meningkatkan utilitasnya dengan terhubung dengan lebih banyak pemasok dan pembeli, juga memungkinkan pemasok ini menjadi lebih mudah akses ke barang.

“Dengan pengalaman di lapangan dan jaringan lokal dari tim pendiri, momentum yang cepat yang telah mereka capai sejak diluncurkan, dan fokus mereka pada digitalisasi distribusi cold storage, Fishlog berada di posisi yang tepat untuk memimpin dalam mengatasi inefisiensi yang sudah berlangsung lama dalam industri perikanan Indonesia,” kata Insignia Ventures Partners Founding Managing partner Yinglan Tan.

Application Information Will Show Up Here

Aruna dan Revolusi Digital di Industri Kelautan Indonesia

Aruna dan PasarLaut (bagian dari Aruna) menjadi salah satu startup yang mengawali debut di sub-sektor ekonomi kelautan. Dalam sebuah kesempatan, DailySocial mewawancara Co-Founder dari Aruna Farid Naufal membahas tentang potensi di industri maritim dan bagaimana strategi bisnisnya dalam menangani industri terkait di Indonesia dengan pendekatan digital.

Mengawali perbincangan, Farid memaparkan beberapa data tentang potensi sumber daya laut di Indonesia yang belum dioptimalkan. Data tersebut ia kutip dari pemaparan Prof. Rokhim Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia periode 2001-2004. Nilai industri kelautan di Indonesia bisa mencapai lebih dari $1 triliun.

Khusus untuk perikanan sendiri, data dari Worldfish Assosiation dan Kementerian menyebutkan bahwa nilai dari perdagangan ikan di Indonesia mencapai $5,3 miliar, dengan pertumbuhan industri sebesar 8,91% per tahun, terbesar dari sektor lain di Indonesia. Saat ini juga masih di peringkat pertama di Asia Tenggara untuk nilai dan jumlah ekspor komoditas laut, bersaing dengan Thailand.

Ekonomi kelautan belum memberikan dampak optimal kepada para pelakunya

Melihat keadaan tersebut, Co-Founder Aruna Farid Naufal Aslam, Indraka Fadhlillah, dan Utari Octavianty berpikir seharusnya besarnya potensi tersebut mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Setidaknya taraf hidup nelayan lebih sejahtera dan daerah pesisir pun tergolong ke tatanan daerah maju. Faktanya jika merangkum dari data Badan Pusat Statistik (BPS) penghasilan rata-rata nelayan per bulan hanya sebesar Rp 1,1 juta.

Kecilnya pendapatan untuk membuat peminatnya pun derastis turun, dalam 10 tahun terakhir jumlah nelayan berkurang hingga 50%, menjadi hanya sekitar 800 ribuan di seluruh Indonesia. Selain itu tingkat konsumsi ikan nasional pun bila dibandingkan dengan negara (maju) lain masih rendah, Indonesia masih ada di kisaran 40 kg per kapita per tahun.

“Kami melihat hal tersebut bisa terjadi salah satunya karena masalah konektivitas informasi antara titik produksi, dalam hal ini sentra-sentra nelayan, dengan pasar dan industri yang tidak maksimal,” ujar Farid.

Keadaan di lapangan, nelayan kesulitan mencari pembeli selain dari para pengepul yang ada di daerahnya saja. Dampaknya bargaining power mereka sangat lemah, dan harga sering kali dikendalikan oleh pengepul dan tengkulak. Begitu juga sebaliknya, para pembeli ikan skala besar (pemborong) kesulitan mencari persediaan ikan yang mereka perlukan, karena minimnya informasi ke berbagai daerah produksi perikanan Indonesia. Sehingga tidak jarang mereka juga dipermainkan oleh “middle-man” yang mengambil keuntungan karena memiliki informasi persediaan ikan tertentu.

Teknologi informasi dan internet diyakini menjadi jawaban

Aruna melihat teknologi informasi dan internet bisa membantu memecahkan permasalahan ini. Untuk itu ada dua hal yang dilakukan Aruna sebagai realisasi dari solusi permasalahan tersebut. Pertama dengan mendigitalkan data di sisi nelayan dan membuatnya bisa diakses secara real-time setiap hari. Dan kedua membuka akses data tersebut kepada siapa saja, terutama pihak yang berkepentingan memajukan industri perikanan (pemborong hasil laut hingga konsumen biasa).

“Untuk yang pertama kami membuat aplikasi bernama eTPI, versi digital dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), sebuah platform manajemen data untuk pengelola TPI dan koperasi nelayan yang berada di pesisir Indonesia. Aplikasi ini memiliki fitur sesuai dengan proses bisnis yang terjadi di TPI dan Koperasi Nelayan seperti pencatatan hasil tangkap (inventory), aplikasi kasir (point of sales), pencatatan data nelayan, akuntansi dll,” jelas Farid.

Dengan aplikasi tersebut Aruna ingin membantu pengelola TPI dan Koperasi bisa mengelola datanya secara lebih efisien. Adanya data digital juga memungkinkan untuk dilakukan integrasi dengan platform online agar bisa diakses siapa saja.

Farid melanjutkan, “Untuk yang kedua, saat ini kami membuat portal PasarLaut.com, untuk membantu menghubungkan potensi nelayan di daerah langsung dengan industri dan pelaku jual beli ikan dalam skala besar. Data-data yang kami tampilkan di PasarLaut.com merupakan data-data yang kami peroleh langsung dari aplikasi eTPI, sehingga kami bisa menampilkan data potensi sesuai dengan kondisi real yang ada saat itu.”

Aruna ingin menjadi bagian revolusi di bidang ekonomi kelautan

Tim Aruna

Tiga pendiri Aruna mengaku memiliki spesialisasi berbeda. Ketiganya bertemu lantaran berkuliah di jurusan dan universitas yang sama, yakni Manajemen Bisnis IT di Telkom University. Farid Naufal Aslam memiliki latar belakang dalam pengembangan teknologi digital dan e-commerce, Indraka Fadhlillah memahami operasional karena berasal daerah pesisir sehingga tahu persis keadaan di wilayah tersebut, dan Utari Octavianty juga berasal dari sebuah daerah pesisir di Balikpapan yang dipercaya mengurus berbagai hal terkait pemasaran dan finansial.

Awalnya mereka mendapat ide untuk membuat platform e-commerce untuk hasil laut dan perikanan untuk diikutsertakan dalam berbagai perlombaan, dan beberapa kali menang. Dan dari situlah ketiga co-founder tersebut akhirnya memutuskan untuk terus mengembangkan idenya sampai sekarang, didukung dengan masuknya beberapa rekanan dan anggota tambahan tim. Saat ini tim Aruna berjumlah 8 orang.

Sejalan dengan visinya, tahun 2017 ada beberapa yang ingin dicapai oleh Aruna. Secara garis besar mereka berencana meluncurkan platform trading yang lebih lengkap untuk para pelaku di industri perdagangan perikanan, berkaca dari pengalaman bertransaksi selama ini. Di sisi cakupan wilayah, Aruna berencana melakukan ekspansi (menambah jumlah partner koperasi/TPI) ke daerah lain dengan potensi perikanan besar. Hal tersebut diharapkan mampu meningkat jumlah transaksi yang ada, sehingga bisa meningkatkan revenue.

“Dari progress di Q4 tahun 2016 lalu kami mendapatkan total inquiry lebih dari 3500 ton pemesanan ikan dalam jumlah besar, namun kapasitas koperasi kami hanya mampu menyuplai 100 ton per bulannya. Sehingga diharapkan dengan adanya tambahan mitra, terjadi peningkatan jumlah transaksi melalui platform kami,” ujar Farid.

Target pangsa pasar Aruna adalah segmen B2B, bisnis yang memesan ikan dalam jumlah besar. Jumlah minimal pembelian yang kami layani adalah 100 kg untuk sekali transaksi melalui portal PasarLaut.com.

“Posisi Aruna sebagai perusahaan digital yang sangat dekat bisnis riil perdagangan perikanan di Indonesia. Sebenarnya ada beberapa model revenue stream yang bisa kami jalankan saat ini agar bisnis ini bisa sustainable ke depannya, tapi saat ini yang kami gunakan adalah sebagai perantara antara pihak koperasi dengan pembeli akhir. Kami mengambil transaction fee dari setiap trading yang terjadi dengan rata-rata fee sebesar 10%,” pungkas Farid.