Nintendo Habiskan Rp12,4 Triliun untuk R&D, Square Enix dan Bandai Bakal Meriahkan E3 2021

Nintendo merilis laporan keuangan terbarunya pada minggu lalu. Dari sana, diketahui bahwa mereka telah mengeluarkan US$880 juta (sekitar Rp12,4 triliun) untuk divisi riset dan pengembangan. Selain itu, mereka juga menyebutkan bahwa total angka penjualan Switch mencapai 84,59 juta unit. Sementara itu, penyelenggara E3 mengumumkan nama dari perusahaan-perusahaan game yang telah mengonfirmasi kehadiran mereka, termasuk Square Enix dan Bandai Namco.

Nintendo Alokasikan Rp12,4 Triliun untuk R&D

Dalam laporan keuangan terbaru Nintendo, diketahui bahwa perusahaan Jepang itu mengalokasikan US$880 juta (sekitar Rp12,4 triliun) untuk divisi riset dan pengembangan (R&D) untuk periode satu tahun yang dimulai pada April 2020 sampai 31 Maret 2021. Juru bicara Nintendo mengungkap, alasan mengapa mereka rela mengucurkan banyak uang untuk divisi R&D adalah karena Switch telah memasuki paruh dari lifecycle-nya. Artinya, biaya untuk membuat game dan mengembangkan fitur online serta fitur-fitur lain untuk Switch naik.

Selain itu, dana R&D dari Nintendo juga digunakan untuk mengembangkan “platform berikutnya, yang akan terus mengintegrasikan software dan hardware”. Komentar itu bisa berarti bahwa Nintendo tengah mengembangkan versi baru dari Switch, yang dikabarkan akan dirilis pada tahun ini. Namun, bisa jadi, Nintendo juga sedang mengembangkan konsol yang sama sekali baru  untuk diluncurkan setelah lifecycle Switch habis, seperti yang disebutkan oleh Dot Esports.

Total Penjualan Switch Tembus 84,59 Juta Unit

Dalam laporan keuangan terbarunya, Nintendo juga mengungkap total penjualan Switch dalam periode satu tahun fiskal, yang dimulai pada April 2020 dan berakhir pada 31 Maret 2021. Secara keseluruhan, total penjualan Switch telah menembus 84,59 juta konsol. Sementara total game Switch yang terjual mencapai 587,12 juta unit. Sebagai perbandingan, total penjualan Nintendo 3DS adalah 75,94 juta konsol dengan angka penjualan game mencapai 386,48 juta unit. Nintendo memperkirakan, dalam 1 tahun ke depan, hingga 31 Maret 2022, mereka akan bisa menjual 26,5 juta Switch, menurut laporan VentureBeat.

Square Enix, Sega, dan Bandai Namco Konfirmasi Kehadiran di E3 2021

Penyelenggara E3 baru saja mengumumkan sejumlah perusahaan game yang akan ikut serta dalam E3 2021, yaitu Square Enix, Sega, Bandai Namco, Xseed Games, dan Gearbox Entertainment. Sebelum ini, ada beberapa perusahaan game yang juga telah mengonfirmasi kehadiran mereka di E3, seperti Nintendo, Xbox, Capcom, Ubisoft, Take-Two Interactive, Warner Bros. Games, dan Koch Media.

Bandai Namco dan Square Enix telah mengonfirmasi kehadiran mereka di E3 2021.

Salah satu perusahaan yang tidak akan hadir di E3 walau mereka sempat mengonfirmasi kehadiran mereka adalah Konami, lapor Polygon. Mereka menyebutkan, alasan mereka untuk tidak hadir di E3 adalah karena waktu yang kurang tepat. Namun, mereka meyakinkan para fans bahwa mereka kini tengah mengembangkan sejumlah proyek penting. E3 2021 akan digelar pada 12-15 Juni 2021 mendatang.

Tiongkok Perketat Regulasi Terkait Durasi Bermain Game

Tiongkok mengesahkan regulasi baru bernama Online Game Anti-Addiction Real-name Authentication System pada Februari 2021. Melalui regulasi itu, pemerintah mencoba untuk membatasi lama waktu bermain dan jumlah uang yang bisa dihabiskan oleh anak-anak dan remaja di game. Misalnya, semua anak di bawah 18 tahun tidak boleh bermain game pada pukul 10 malam sampai 8 pagi. Tak hanya itu, mereka juga hanya bisa bermain selama 90 menit pada hari sekolah. Sekarang, pemerintah memperketat regulasi itu.

Dalam regulasi versi terbaru, semua perusahaan game harus memvalidasi identitas pemain melalui jaringan yang disediakan pemerintah. Sebelum ini, mereka bisa melakukan validasi dengan bantuan pihak ketiga. Tak hanya itu, sekarang, durasi bermain semua pemain harus dicatat, tidak peduli umur dari para gamers, lapor Pocket Gamer.

Metacore Dapat Rp2,5 Triliun dari Supercell untuk Kembangkan Game Kasual

Studio mobile game Metacore telah mendapatkan dana US$179,9 juta (sekitar Rp2,5 triliun) dari Supercell. Dana ini akan mereka gunakan untuk terus mengembangkan game kasual mereka, Merge Mansion. Sejak meluncurkan Merge Mansion pada akhir 2020, pemasukan tahunan Metacore telah mencapai US$54 juta (sekitar Rp764,6 miliar). Dengan begitu, Metacore berpotensi untuk menjadi salah satu studio game dengan pertumbuhan paling cepat di Eropa.

Merge Mansion buatan Metacore.

Merge Mansion adalah game puzzle dengan jumlah pemain harian mencapai lebih dari 800 ribu orang. Kucuran dana segar ini akan membantu Metacore untuk memperkuat operasi global mereka dan memungkinkan mereka untuk menambah tim utama mereka, lapor VentureBeat.

Among Us Bakal Dirilis untuk PS4 dan PS5, Epic Games Beli ArtStation

Pada minggu lalu, ada dua perusahaan besar yang melakukan akuisisi di ranah game. Pertama, Epic Games yang baru saja mengakuisisi ArtStation. Kedua, Facebook membeli Downpour Interactive, developer dari game VR. Sementara itu, developer Singapura berencana untuk meluncurkan game simulasi manajemen kebun binatang baru, yaitu Let’s Build a Zoo.

Epic Games Beli ArtStation

Minggu lalu, Epic Games mengakuisisi ArtStation. Sayangnya, mereka tidak menyebutkan jumlah dana yang mereka keluarkan untuk membeli platform tersebut. Satu hal yang pasti, ArtStation masih akan beroperasi secara mandiri, walau mereka harus bekerja sama dengan tim Unreal Engine. Epic mengungkap, bersama ArtStation, mereka berharap bisa memberdayakan komunitas pelaku kreatif, menurut laporan GamesIndustry.

Meskipun ArtStation disebutkan akan beroperasi secara mandiri, Epic telah membuat dua perubahan. Salah satunya, Epic membuat layanan streaming video, ArtStation Learning, gratis hingga akhir tahun. Selain itu, mereka juga menurunkan biaya yang harus dibayar para seniman ketika mereka menjual karya mereka di ArtStation Marketplace. Tadinya, para seniman harus membayar biaya sebesar 30%. Sekarang, ArtStation hanya akan mengambil 12%. Persentase ini sama seperti yang Epic ambil dari para developer game yang menjual game mereka di Epic Games Store.

Springloaded dari Singapura Bakal Luncurkan Let’s Build a Zoo

Developer asal Singapura, Springloaded akan meluncurkan game baru, berjudul Let’s Build a Zoo. Sesuai namanya, game tersebut merupakan simulasi manajemen kebun binatang. Sama seperti game simulasi manajemen lainnya, tujuan Anda di game ini adalah membangun kebun binatang terbaik, mulai dari segi dekorasi, hingga operasional.

Di Let’s Build a Zoo, Anda bisa menggabungkan DNA dua binatang yang berbeda. | Sumber: IGN

Sama seperti Jurassic World Evolution, di Let’s Build a Zoo, Anda juga bisa melakukan mix-and-match dari DNA dua binatang yang berbeda untuk membuat binatang hibrida yang sama sekali baru. Di game ini, Anda juga bisa melanggar regulasi demi mendapatkan keuntungan ekstra, lapor IGN. Satu hal yang membuat Let’s Build a Zoo unik dari simulasi manajemen lainnya adalah game itu punya art pixel. Sementara itu, kebanyakan game simulasi yang menggunakan visual 3D.

Among Us Bakal Rilis untuk PS4 dan PS5

Sony mengungkap, Among Us akan bisa dimainkan di PlayStation 4 dan PlayStation 5 pada tahun ini. Ketika diluncurkan untuk PS4 dan PS5, Among Us akan punya skin baru, yaitu Ratchet dan Clank. Seperti yang disebutkan oleh VentureBeat, Among Us diluncurkan unuk PC dan mobile pada 2018. Namun, game itu baru menjadi populer pada 2020. Seiring dengan semakin populernya Among Us, developer InnerSloth pun meluncurkan game itu di platform lain. Pada Desember 2020, Among Us diluncurkan di Switch. Sementara versi Xbox dari game tersebut juga akan dirilis pada tahun ini.

Bandai Namco Malaysia Buat Tech Demo Pamerkan Kemampuan Ray Tracing

Membuat tech demo adalah salah satu cara bagi perusahaan game untuk memamerkan kemampuan mereka. Selama ini, visual khas anime jadi salah satu ciri khas Bandai Namco. Namun, pada tahun ini, Bandai Namco Studios Malaysia mencoba untuk membuat tech demo yang menonjolkan gaya visual yang lain. Kali ini, mereka ingin menampilkan tech demo dengan visual yang realistis. Selain itu, mereka juga fokus untuk menonjolkan penggunaan ray tracing di Unreal Engine, lapor IGN.

Demo tech dari Yggdrasil menunjukkan visual yang sangat realistis. | Sumber: IGN

Facebook Akuisisi Downpour Interactive

Minggu lalu, Facebook juga mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi Downpour Interactive. Dengan begitu, jumlah developer di Oculus Studio bertambah satu. Downpour adalah developer dari Onward, game tactical FPS VR. Game itu telah masuk dalam tahap Early Access selama lima tahun di Steam. Meskipun begitu, Facebook tetap tertarik dengan Downpour. Alasannya, karena mereka menganggap Downpour telah sukses membangun komunitas yang besar untuk game VR, seperti dikutip dari GamesIndustry.

Game Sebagai Alat Propaganda, Memang Bisa?

Game sering menjadi kambing hitam setiap ada penembakan massal di Amerika Serikat. Tidak sedikit kaum konservatif yang juga masih sangat antipati dengan kegiatan bermain game — baik di luar sana ataupun di sekitar kita. Bahkan, dalam laporan threat assessment milik FBI terkait pelaku penembakan di sekolah, disebutkan bahwa salah satu karakteristik murid yang berisiko melakukan penembakan adalah ketertarikan dengan media hiburan bertema kekerasan, mulai dari seri TV, musik, sampai game. Namun, sejauh ini, studi ilmiah juga menunjukkan bahwa game tidak menyebabkan seseorang melakukan kekerasan, seperti penembakan. Lalu, kenapa game bisa digunakan sebagai media propaganda, alat untuk memengaruhi pemikiran seseorang?

 

Apa Itu Propaganda?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti harfiah dari propaganda adalah penerangan (paham, pendapat, dan sebagainya) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Sekarang, propaganda punya konotasi negatif. Padahal, pada awalnya, kata propaganda bersifat netral.

Pada dasarnya, tujuan propaganda adalah untuk memengaruhi pendapat atau pandangan seseorang. Ada banyak media yang bisa digunakan sebagai alat propaganda, mulai dari poster, pamflet, kartun, siaran, radio, dan film. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, situs dan bot pun bisa menjadi alat untuk menyebarkan propaganda. Di media sosial, Anda pasti sering melihat bot menyebarkan pesan yang sama berulang kali.

Salah satu alat paling efektif untuk menyebarkan propaganda adalah film. Alasannya, karena film bisa menjangkau banyak orang. Film propaganda sendiri bisa muncul dalam berbagai format, mulai dari dokumenter, non-fiksi, sampai berita. Selain film, game kini juga bisa menjadi alat propaganda yang efektif. Pasalnya, game telah menjadi industri raksasa yang menjangkau banyak orang, khususnya generasi muda.

Industri game pada 2020. | Sumber: Newzoo

Pada 2020, nilai industri game mencapai US$159 miliar. Sementara menurut Statista, nilai industri film pada 2020 mencapai US$42 miliar. Hal itu berarti, nilai industri game mencapai lebih dari tiga kali lipat dari industri film. Tak hanya itu, keberadaan mobile game yang punya entry barrier rendah membuat jumlah gamer meningkat pesat. Pada 2021, jumlah gamer diperkirakan akan mencapai 3 miliar orang. Melihat banyaknya orang yang bisa dijangkau melalui game, tentu saja ada pihak yang sadar bahwa game bisa menjadi alat yang efektif untuk propaganda.

 

Contoh Film dan Game Propaganda

Retorika merupakan bagian penting dalam membuat propaganda. Dalam film propaganda, biasanya, audiens akan dibuat untuk bersimpati dengan sang tokoh utama, menimbulkan perasaan bahwa mereka dan sang tokoh utama ada di kubu yang sama. Sebaliknya, sang penjahat akan digambarkan sedemikian rupa sehingga penonton akan merasa antipati pada mereka.

Menurut sejarawan Hilmar Farid, film Pengkhianatan G30S/PKI merupakan contoh film propaganda. Memang, proses pembuatan film itu ditangani langsung oleh Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN) dengan restu Soeharto. Dalam kasus film Pengkhiatan G30S/PKI, film itu bercerita tentang kejadian pada 30 September 1965 dari sudut padang Orde Baru, menurut laporan Tempo.co. Tujuan dari film itu adalah untuk membuat masyarakat membenci PKI. Caranya, dengan menggambarkan anggota PKI sebagai orang-orang biadab. Dalam film, diperlihatkan anggota PKI menari-nari di Lubang Buaya saat para jenderal di bawa ke sana. Padahal, hal itu tidak terjadi, menurut Sularmi, mantan anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), partai cabang PKI.

Contoh film propaganda lainnya adalah Rambo: First Blood Part II. Dalam laporan berjudul “Propaganda Amerika Atas Kekalahan Perang Vietnam Dalam Film ‘Rambo II: First Blood Part II’: Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk“, penulis M. Syaifuddin S. menjelaskan bagaimana film First Blood Part II mencoba untuk membentuk opini penonton akan peran AS di Perang Vietnam. Alasannya, sentimen negatif masyarakat akan campur tangan AS di Vietnam. Memang, saat Perang Vietnam berlangsung pada 1964-1973, banyak warga AS yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah untuk mengirimkan pasukan ke Vietnam.

Dalam Rambo: First Blood Part II, Rambo digambarkan sebagai ahli gerilya. | Sumber: Fiction Machine

Di awal film First Blood Part II, Rambo, seorang veteran Vietnam, ditunjukkan sedang ada di penjara. Namun, tidak dijelaskan mengapa dia dipenjara. Adegan ini merupakan simbol bahwa “tentara AS” yang telah melakukan kejahatan di Vietnam telah dihukum. Dan memang, tentara AS pernah melakukan kejahatan perang di Vietnam. Dalam pembantaian My Lai, sekitar 347-504 warga Vietnam Selatan dibunuh oleh tentara AS. Kebanyakan dari korban merupakan warga sipil. Selain itu, First Blood Part II juga menggambarkan Rambo sebagai seorang tentara yang ahli dalam perang gerilya. Padahal, alasan mengapa pasukan AS terpaksa mundur dari Vietnam adalah karena penggunaan strategi gerilya oleh pasukan Vietnam.

Sementara itu, salah satu contoh game propaganda adalah America’s Army. Game itu bahkan dianggap sebagai game resmi dari Militer AS. Memang, game FPS itu dirilis dan didanai oleh pemerintah AS. Dan walau game itu memakan biaya US$33 juta, game tersebut bisa diunduh dan dimainkan secara gratis. Tujuan game itu dibuat adalah untuk mendorong para pemain untuk bergabung dengan militer AS. Tak hanya itu, game tersebut juga berusaha untuk membuat para pemain menjadi familier dengan keadaan di militer AS, seperti jenis senjata yang digunakan.

Ada banyak game FPS yang mengisahkan peperangan atau pertikaian antara dua pihak yang bertentangan. Lalu, apa yang membuat America’s Army berbeda dari game FPS lain? Dalam laporan Video Game As Propaganda Tool: Representation of the USA, sang penulis Dina Erad membandingkan America’s Army dengan Counter Strike.

Salah satu hal yang membedakan America’s Army dan Counter-Strike adalah, di CS, pemain bisa memilih tim yang mereka mainkan: sebagai teroris atau sebagai pasukan anti-terroris. Namun, di America’s Army, pemain hanya bisa bermain sebagai militer AS. Tak hanya itu, gameplay America’s Army juga berbeda dengan CS, walau keduanya sama-sama game FPS. Ketika memainkan CS, Anda tidak perlu melalui bagian latihan khusus. Namun, lain halnya dengan America’s Army. Di game ini, ada bagian latihan yang wajib semua pemain lewati. Dalam bagian latihan tersebut, para pemain akan belajar tentang alat komunikasi dan mekanik di militer AS.

America’s Army. | Sumber: Army.mil

Setelah itu, pemain juga harus mendapatkan kualifikasi sebagai penembak jitu atau penggunaan senapan. Senjata yang digunakan di America’s Army juga realistis, sesuai dengan senjata yang digunakan oleh tentara AS di dunia nyata. Tak hanya itu, America’s Army juga akan memberikan poin ekstra bagi pemain yang menunjukkan “nilai-nilai militer”, seperti kesetiaan, tanggung jawab, saling menghormati, integritas, keberanian, dan harga diri.

Contoh lainnya adalah Six Days of Fallujah. Walau game itu belum dirilis, ia sudah menuai banyak kontroversi. Alasannya, karena game itu bercerita tentang Second Battle of Fallujah, yang menjadi bagian dari Perang Irak. Pertempuran di kota Fallujah itu merupakan salah satu pertempuran paling berdarah dalam sejarah militer AS. Di pertempuran itu, diperkirakan, lebih dari 100 pasukan AS dan Inggris menjadi korban. Tak hanya itu, mengingat pertempuran itu terjadi di dalam kota, jumlah warga sipil yang menjadi korban juga tidak sedikit. Diperkirakan, jumlah warga sipil Irak yang menjadi korban mencapai sekitar 800 orang atau bahkan lebih.

Kepada Polygon, Peter Tamte, Head of Victura, publisher dari Six Days of Fallujah mengatakan bahwa pihak developer tidak mencoba untuk membuat komentar politik terkait Perang Irak dengan Six Days of Fallujah. Ketika itu, dia berkata, tujuan Six Days of Fallujah dibuat adalah untuk membuat para pemain merasa simpati dengan pasukan AS yang dikirim ke Irak, membuat mereka mengerti betapa kompleksnya pertarungan di dalam kota. Namun, satu bulan setelah wawancara dengan Polygon, akun resmi Twitter dari Six Days of Fallujah mengeluarkan pernyataan bahwa game itu tidak bisa dilepaskan dari unsur politik.

Sebenarnya, Six Days of Fallujah bukan satu-satunya game yang mengambil sudut padang tentara militer. Hanya saja, game itu membuat cerita berdasarkan perang di dunia nyata. Selain itu, legitimasi dari alasan AS untuk ikut dalam Perang Irak juga dipertanyakan. Pada awalnya, pemerintah AS menyebutkan, mereka berperang karena Irak diduga punya senjata pembunuh massal. Padahal, nantinya diketahui bahwa hal itu salah. Selain itu, sama seperti dalam Perang Vietnam, di Perang Irak, tentara AS juga diduga pernah melakukan kejahatan perang, seperti penggunaan fosfor putih (white phosporous) di kawasan perkotaan yang masih ditinggali oleh warga sipil.

Anita Sarkeesian, kritikus media dan executive director dari Feminist Frequency merasa, game Six Days of Fallujah berpotensi memperkuat stereotipe akan orang-orang Timur Tengah di mata masyarakat AS. Padahal di AS, sentimen anti-Muslim dan anti-Timur Tengah telah menjamur sejak peristiwa 9/11.

“Saat ini, jelas bahwa media Amerika sering menggambarkan orang-orang Arab sebagai teroris gila yang benci ‘demokrasi’ dan ‘kebebasan’,” kata Sarkeesian pada IGN. Namun, media hiburan AS, seperti film atau game, tidak berusaha untuk membangun rasa empati pada orang-orang Arab. “Jika developer ingin membuat game yang mendorong empati, mana game yang bercerita tentang orang-orang Arab hidup seperti biasa, berkompetisi dalam olahraga, belajar musik, jatuh cinta, bagaimana agama memberikan dampak positif pada hidup mereka, melawan orangtua, atau memasak dengan kakek-nenek mereka?”

Council on American-Islamic Relations (CAIR) adalah salah satu pihak yang menentang peluncuran Six Days of Fallujah. Mereka bahkan meminta PlayStation, Xbox, dan Valve untuk tidak merilis game shooter itu di platform mereka. CAIR menyebutkan, game seperti Six Days of Fallujah hanya akan menormalkan kekerasan pada Musilim di Amerika atau di dunia. Selain itu, game tersebut juga mengglorifikasi kekerasan yang merenggut ratusan jiwa masyarakat sipil Irak. Ditakutkan, game tersebut juga akan memperkuat sentimen anti-Muslim. Apalagi karena Tamte sendiri pernah terlibat dalam proyek untuk membuat sistem latihan bagi para Marinir AS. Memang, Victura membantah bahwa mereka punya keterlibatan dengan militer. Namun, klaim itu tidak menyurutkan kecurigaan sebagian orang.

 

Bagaimana Game Bisa Menjadi Alat Propaganda?

Film dan media massa merupakan alat efektif untuk propaganda. Alasannya, karena keduanya bisa menjangkau banyak orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah gamer, tidak heran jika sebagian pihak mulai melihat potensi game sebagai media propaganda.

Berdasarkan data dari Entertainment and Software Association (ESA) pada 2016, sekitar 40% rumah tangga di AS punya konsol game dan 67% dari anggota keluarga senang bermain game.  Kebanyakan gamer memang ada di rentang umur 18-44 tahun. Meskipun begitu, sebanyak 25% dari orang-orang berumur 70 tahun ke atas mengaku juga suka bermain game. Hal ini menunjukkan betapa luasnya audiens game.

Jumlah gamer bedasarkan kawasan pada 2020. | Sumber: Statista

Sementara itu, berdasarkan riset dari Pew Research Center pada 2008, sebanyak 99% remaja laki-laki dan 94% remaja perempuan di AS bermain game. Para remaja juga bermain game setiap hari. Selain itu, mereka juga menganggap, gaming bukanlah sekadar permainan, tapi juga cara untuk bersosialisasi. Tren ini semakin terlihat ketika pandemi virus corona melanda pada 2020. Jumlah gamer dan durasi bermain yang terus naik, dua hal ini mendorong terciptanya budaya gaming. Sekarang, orang-orang tidak hanya suka bermain game, tapi juga suka menonton orang bermain game. Faktanya, tren inilah yang memungkinkan industri game streaming dan esports berkembang.

Menurut laporan berjudul “Video Games as a Propaganda Tool: Representation of the USA“, juga dibahas bagaimana game bisa menjadi cultural agency, yaitu kegiatan yang punya kontribusi pada masyarakat. Alasannya, game merupakan alat yang efektif untuk menggambarkan sesuatu atau seseorang. Karakter dalam game bahkan bisa digunakan untuk menciptakan reputasi baru bagi sebuah negara, seperti yang Inggris pernah lakukan

Pada tahun 1990-an, Inggris pernah mengadakan kampanye untuk mengubah citra negara di mata masyarakat. Mereka ingin agar Inggris tak hanya dikaitkan pada hal-hal klasik seperti bus tingkat, tapi juga hal-hal yang lebih modern. Karena itu, mereka mencoba untuk melekatkan image negara dengan sesuatu yang lebih baru dan populer, seperti Spice Girls, Oasis, The Verve, dan lain sebagainya. Tak berhenti sampai di situ, Inggris juga menggunakan salah satu karakter game, Lara Croft, dalam kampanye itu.

Lara Croft dianggap sebagai salah satu karakter legendaris dalam dunia gaming. Inggris percaya, Lara Croft bisa menggambarkan tokoh Inggris yang kuat. Memang, sebagian orang menganggap, Lara Croft punya image yang terlalu sensual. Namun, Lara Croft tetap dianggap sebagai karakter feminis yang tangguh karena dia tidak hanya cerdas, tapi juga punya kemampuan fisik yang mumpuni. Pemerintah Inggris bahkan menjadikan Lara Croft sebagai duta dari kecerdasan ilmiah. Semua ini menunjukkan bagaimana game atau karakter dalam game bisa digunakan untuk menciptakan atau mengubah persepsi seseorang akan sesuatu.

Lara Croft dianggap sebagai karakter perempuan Inggris yang cerdas dan tangguh. | Sumber: Steam

Dalam jurnal yang berjudul Gaming History: A Framework for What Video Games Teach About the Past, Scott Alan Metzger dan Richard J. Paxton menjelaskan bahwa game bisa memengaruhi pemikiran para pemainnya layaknya film Disney memengaruhi pemikiran anak-anak. Efek ini serupa dengan “Disney Effect”, yaitu fenomena ketika film animasi Disney mengubah pandangan seseorang akan sesuatu. Sementara menurut Afflerbach and VanSledright, murid-murid SMP cenderung lebih percaya pada sejarah yang ditampilkan dalam film daripada sejarah yang sebenarnya.

 

Kesimpulan

Setiap orang punya idealisme masing-masing. Jadi, wajar jika kita saling berusaha untuk memengaruhi satu sama lain. Dan jika developer ingin memasukkan idealisme ke game buatannya, hal itu sah-sah saja. Karena game bisa menjadi media untuk menyampaikan ide — melalui cerita, gambar, cutscene, dan lain sebagainya — tidak heran jika sebagian orang mulai melirik game sebagai media propaganda. Menurut saya, hal itu bukan masalah. Toh, propaganda sebenarnya tidak melulu harus buruk, tergantung pada ide yang ingin disampaikan oleh developer.

Pasalnya, game bisa digunakan untuk menyampaikan dua ide yang saling bertentangan. Misalnya, Taxlandia mengedukasi pemainnya tentang pajak. Dalam game itu, juga terselip pesan bahwa pajak merupakan hal yang positif, karena semakin besar pajak yang dikumpulkan dalam game, semakin baik. Namun, Tax Evaders justru memberikan pesan yang sama sekali berbeda. Di game Tax Evaders, pajak dianggap sebagai ancaman yang harus dilawan.

Kesimpulannya, game memang bisa dijadikan sebagai propaganda, alat untuk mengubah pemikiran para pemainnya. Namun, satu hal yang perlu dicatat, manusia tidak bisa berubah hanya karena satu hal semata. Faktanya, tidak mungkin ada satu orang yang memang tak memiliki kecenderungan kekerasan sama sekali langsung tiba-tiba berubah jadi beringas hanya karena bermain game. Kami juga pernah membahas berbagai pandangan negatif tentang game yang lemah argumentasinya.

Masalah baru muncul ketika ada banyak media mulai dari lingkungan sekitar, keluarga, game, film, media sosial, berita-berita, tokoh politik, ataupun tokoh masyarakat yang sengaja menghasut dan menyebarkan kebencian.

Kominfo: Kebanyakan Developer Game Lokal Pakai Dana Sendiri

Ada banyak industri yang terkena dampak buruk dari pandemi virus corona. Industri game menjadi salah satu industri yang tidak hanya bertahan, tapi justru bisa tumbuh. Jadi, tidak heran jika pemerintah semakin peduli akan industri game di Tanah Air. Untuk mengetahui keadaan industri game lokal, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Asosiasi Game Indonesia (AGI) untuk melakukan survei terkait ekosistem game di Indonesia. Survei ini dilakukan pada 2020. Data dari survei itu mencakup banyak hal, mulai dari biaya produksi developer, target pasar para pelaku industri game, sampai tantangan yang mereka hadapi dan harapan mereka pada pemerintah.

Berikut ulasan lengkapnya.

Pasar Game di Indonesia

Nilai industri game di Indonesia pada 2017 mencapai Rp7,1 miliar. Angka ini naik 33,67%, menjadi Rp10,6 miliar pada 2019. Namun, jika dibandingkan dengan pasar game internasional, industri game di Indonesia masih kecil. Sebagai perbandingan, nilai industri game global pada 2017 adalah Rp20,8 miliar, hampir tiga kali lipat dari besar market game di Indonesia pada tahun yang sama. Dalam dua tahun, pasar game di global naik 57,68%, menjadi Rp30,9 miliar.

Di Indonesia, developer game punya ukuran bisnis yang beragam. Dalam laporannya, Kominfo membagi developer lokal ke dalam tiga kategori: Usaha Menengah, Usaha Kecil, dan Usaha Mikro. Pada 2019, sebanyak 8,7% developer Indonesia masuk dalam kategori usaha menengah. Angka ini naik hampir 3% dari 5,8% pada 2017. Sementara itu, pada 2019, sebanyak 18,84% developer masuk dalam kategori usaha kecil dan 72,46% usaha mikro. Besar perusahaan juga punya pengaruh pada serapan tenaga kerja. Jumlah rata-rata pegawai dari perusahaan game kelas menengah adalah 136 orang. Sementara perusahaan di kategori usaha kecil rata-rata punya pegawai 16 orang, dan usaha mikro 6 orang.

Ukuran perusahaan game juga bisa dilihat dari biaya produksi per tahun yang mereka keluarkan. Kebanyakan developer game Indonesia — sekitar 29,23% — punya biaya produksi kurang dari Rp10 juta. Namun, hal itu bukan berarti tidak ada developer dengan biaya produksi besar. Buktinya, walau sedikit — hanya 3,08% — ada developer yang punya biaya produksi mencapai Rp2-5 miliar. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat grafik di bawah.

Pembagian developer Indonesia berdasarkan biaya produksi. | Sumber: Kominfo

Besar skala usaha sebuah developer juga memengaruhi cara promosi yang mereka gunakan. Misalnya, para developer yang masuk dalam kategori usaha menengah, semuanya melakukan promosi offline. Kebanyakan dari mereka — 98,55% — juga melakukan promosi online. Sementara untuk developer yang merupakan usaha kecil, sebanyak 97,1% melakukan promosi offline dan 91,3% membuat promosi online. Di kalangan developer mikro, hanya 82,61% dari mereka yang melakukan promosi offline. Jumlah developer mikro yang melakukan promosi online bahkan lebih sedikit, hanya mencapai 53,62%.

Dana Developer Lokal

Biaya produksi yang dibutuhkan oleh developer berbeda-beda. Pertanyaannya, dari mana mereka mendapatkan dana tersebut? Berdasarkan survei Kominfo, sebanyak 67,8% responden mengaku, mereka menggunakan dana pribadi. Hanya 10% responden yang mendapatkan dana dari angel investors. Dan jumlah responden yang mendapatkan investasi dari venture capital dan incubator/accelerator juga jauh lebih sedikit, hanya 4,8% untuk VC dan 3,6% untuk incubator/accelerator. Sumber pendaan yang paling jarang dimanfaatkan oleh developer adalah crowdfunding. Hanya 1,2% responden yang menggunakan metode crowdfunding untuk mengumpulkan dana. Salah satu developer yang sukses mengumpulkan dana via crowdfunding adalah Stairway Games dengan Coral Island. Developer asal Yogyakarta itu berhasil mendapatkan US$1,6 juta dari 36 ribu pendukung.

Fakta bahwa kebanyakan dari developer Indonesia menggunakan dana pribadi untuk membuat game menunjukkan bahwa pendanaan menjadi salah satu masalah terbesar di industri game Tanah Air. Sebanyak 35,29% responden dari survei Kominfo merasa bahwa modal adalah masalah besar. Dua masalah besar lain yang dihadapi oleh developer kurangnya SDM dan kegagalan teknis. Meskipun begitu, di industri game, sebagian besar pekerjanya memiliki gelar S1. Baik orang-orang yang bekerja di bidang produksi/pemrograman/pengujian dan kualitas, art/audio/desain, ataupun administrasi dan support, sebagian besar pekerja merupakan lulusan sarjana.

Tingkat pendidikan pekerja di industri game Indonesia. | Sumber: Kominfo

Lalu, bagaimana cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh developer game Indonesia? Hampir semua responden di survei Kominfo merasa, pemerintah harus turun tangan dalam mengembangkan industri game di Indonesia. Hanya 2,9% responden saja yang merasa, pemerintah tidak perlu turun tangan. Salah satu bentuk bantuan yang diharapkan oleh developer dari pemerintah adalah kucuran dana. Bantuan lain yang bisa pemerintah berikan adalah melakukan sosialisasi dan marketing terkait game lokal. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa membantu dalam pengembangan SDM dan pembangunan infrastruktur.

Sementara itu, dalam laporannya, Kominfo menyebutkan, mereka telah memberikan bantuan pada pelaku industri game dalam beberapa tahun belakangan. Salah satunya adalah dengan mengadakan showcase di event internasional. Selain itu, mereka juga mengadakan business matchmaking dan menyediakan co-working space. Mereka juga menyiapkan regulasi terkait dunia game.

Target Pasar Developer Indonesia

Lebih dari 30% target pasar developer lokal adalah gamer Indonesia, menurut studi dari Kominfo. Negara yang menjadi target pasar terbesar kedua dari developer Indonesia adalah Amerika Serikat. Dua puluh lima persen target pasar developer lokal adalah gamers AS. Beberapa negara lain yang menjadi incaran developer Indonesia adalah Tiongkok, India, dan Inggris. Dari segi gender, kebanyakan game buatan developer Indonesia menyasar gamer laki-laki. Ada 69,77% game yang menargetkan gamer laki-laki dan hanya 25,58% game yang menargetkan gamer perempuan. Sementara persentase game yang menargetkan keduanya hanya mencapai 4,65%. Padahal, menurut InMobi, 59% gamer di Indonesia merupakan perempuan.

Soal platform, sebagian besar developer lokal membuat game untuk Android. Segmen terbesar kedua adalah PC, diikuti oleh iOS. Memang, ada developer Indonesia yang membuat game untuk konsol PlayStation, Nintendo, dan Xbox. Namun, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di bawah, persentase game untuk PlayStation dan Xbox serta Nintendo tidak lebih dari 10%.

Platform-platform yang jadi sasaran developer Indonesia. | Sumber: Kominfo

Dari segi genre, action menjadi genre paling populer. Sebanyak 11,6% game buatan developer Indonesia ada di genre tersebut. Simulation dan game educational jadi dua genre terbesar kedua. Masing-masing punya market share sebesar 11,1%. Dan genre yang paling populer ketiga dan keempat adalah adventure game (10,1%) dan roleplaying game (7,2%).

Bagi para gamer yang menggunakan platform selain mobile, Steam menjadi toko digital favorit untuk membeli game PC. Lebih dari 552 ribu game dibeli melalui Steam. Sementara itu, jumlah penjualan game untuk Nintendo mencapai lebih dari 62,8 ribu game dan toko retail untuk game PC menjual 54 ribu game.

Transaksi Bisnis di Industri Game Kuartal 1 2021 Tembus US$25 Miliar

Momentum yang didapatkan oleh industri gaming pada 2020 tampaknya msaih berlanjut pada tahun 2021. Buktinya, nilai keseluruhan transaksi bisnis yang ditandatangani selama Q1 2021 justru lebih besar jika dibandingkan total transaksi bisnis sepanjang 2020.

Menurut data dari InvestGame, sepanjang 2021, ada 249 transaksi bisnis yang telah ditandatangani. Total nilai transaksi tersebut mencapai US$25 miliar. Selain itu, juga ada 31 transaksi bisnis yang sudah diumumkan tapi belum disahkan. Total nilai transaksi tersebut adalah US$14 miliar. Jadi secara total, keseluruhan nilai transaksi bisnis di industri game sepanjang 2021 mencapai US$39 miliar.

Transaksi bisnis yang sudah ditangatangani pada tahun ini beragam, mulai dari investasi, merger dan akuisisi, sampai IPO. Berikut penjelasan tentang kontribusi dari masing-masing jenis transaksi.

Merger dan Akuisisi

Segmen merger dan akuisisi (M&A) memberikan kontribusi terbesar pada total nilai transaksi bisnis di industri game pada Q1 2021. Secara keseluruhan, ada 52 transaksi M&A yang telah disahkan. Sementara total nilai transaksi itu adalah US$14,3. Kebanyakan transaksi M&A terjadi di sektor PC dan konsol. Sebanyak 26 transaksi, atau setengah dari total deals, merupakan transaksi di sektor PC dan konsol. Sementara itu, sektor mobile memberikan kontribusi sebesar 23% dari total transaksi atau sekitar 12 deals.

Pembagian total investasi pada Q1 2021. | Sumber: Mobile Marketing Reads

Salah satu transaksi M&A terbesar pada Q1 2020 adalah akuisisi Moonton oleh ByteDance. Perusahaan induk TikTok itu rela mengeluarkan US$4 miliar untuk mengakuisisi developer Mobile Legends. Selain akuisisi Moonton, pada Maret 2021, regulator Uni Eropa juga sudah menyetujui akuisisi Bethesda oleh Microsoft, yang nilainya mencapai US$7,5 miliar, menurut laporan Mobile Marketing Reads.

EA menjadi perusahaan lain yang punya peran besar dalam mendorong total nilai transaksi bisnis pada Q1 2021. Pasalnya, pada Februari 2021, mereka mengakuisisi dua perusahaan game sekaligus. Pertama, mereka menghabiskan US$1,2 miliar untuk mendapatkan Codemaster, developer asal Inggris yang dikenal dengan berbagai game racing mereka. Kedua, mereka mengakuisisi Glu Mobile senilai US$2,1 miliar. Transaksi bernilai besar lain yang terjadi pada Q1 2021 adalah merger antara Embracer Group dengan EasyBrain. Transaksi itu bernilai US$765 juta.

Public Offerings

Sementara itu, di segmen public offerings — yang mencakup IPO, PIPE (Private Investment in Public Equity), fixed income, dan lain sebagainya — ada 21 transaksi bernilai US$2,7 miliar yang telah ditandatangani. Di segmen ini, IPO memberikan kontribusi paling besar, lebih dari 50% dari total nilai transaksi. Memang, selama 3 bulan pertama dari 2021, ada 7 perusahaan game yang melakukan iPO.

Playtika melakukan IPO pada Januari 2021. Ketika itu, mereka sukses mengumpulkan US$1,88 miliar. Playtika merupakan perusahaan asal Israel yang fokus untuk membuat game dengan model bisnis free-to-play. Per tahun ini, mereka memiliki 35 juta pemain aktif. Perusahaan lain yang melakukan IPO pada Q1 2021 adalah Roblox. Saat mereka IPO pada Maret 2021, nilai pasar perusahaan game itu mencapai US$38 miliar. Di Q1, Krafton juga telah mengajukan izin untuk melakukan IPO.

Jumlah dan nilai transaksi di segmen public offerings. | Sumber: Mobile Marketing Reads

Perusahaan lain yang IPO-nya menjadi sorotan adalah AppLovin. Dengan nilai saham US$80 per lembar, AppLovin berhasil mendapatkan US$2 miliar saat IPO. Memang, mereka bukan developer game. Namun, mereka punya visi untuk mengembangkan ekosistem aplikasi mobile. Salah satu caranya adalah dengan membantu developer untuk merilis, menganalisa, dan memonetisasi aplikasi buatan mereka melalui platform marketing, iklan, dan analitik mereka.

Investasi Venture Capital dan Korporat

Kegiatan investasi di industri game juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada Q1 2021. Selama 3 bulan, ada 87 transaksi yang ditandatangani. Sementara total nilai investasi tersebut mencapai US$2,2 miliar, naik 235% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Salah satu perusahaan yang berhasil mendapatkan investasi besar pada Q1 2021 adalah Roblox. Pada Januari 2021, perusahaan itu memperoleh kucuran dana sebesar US$520 juta. Dengan dana investasi tersebut, nilai perusahaan Roblox mencapai US$29,5 miliar. Pada Maret 2021, Rec Room berhasil mendapatkan investasi sebesar US$100 juta dan satu bulan setelahnya, pada April 2021, Epic Games mendapatkan kucuran dana segar sebesar US$1 miliar. Setelah mendapatkan investasi, valuasi Rec Room mencapai US$1,25 miliar, sementara valuasi Epic Games menembus US$28,7 miliar.

Jumlah dan nilai investasi dari VC dan korporat. | Sumber: Mobile Marketing Reads

Sementara itu, total nilai investasi dari venture capital (VC) sepanjang Q1 2021 mencapai US$226 juta. Jumlah deals yang ditandatangani adalah 45 transaksi, yang terdiri dari 35 pendanaan tahap Seed dan 10 pendanaan Seri A. Dari US$226 juta, lebih dari 55% dari dana tersebut masuk ke pendanaan tahap awal. Nilai investasi rata-rata dari pendanaan tahap awal pada Q1 2021 adalah US$4,7 juta, naik 120% jika dibandingkan dengan Q1 2020. Sementara nilai investasi rata-rata untuk pendanaan Seri A mencapai 11,8 juta, naik 25% dari tahun lalu.

Dream Games merupakan salah satu perusahaan game yang mendapatkan investasi dengan nilai yang cukup signifikan. Pada Maret 2021, perusahaan asal Istanbul itu mendapatkan investasi Seri A senilai US$50 juta. Selama ini, Dream Games selalu fokus pada puzzle game. Namun, dengan modal segar ini, mereka berencana untuk membuat game dengan genre lain. Perusahaan lain yang mendapatkan modal cukup besar adalah Theorycraft, yang berhasil mengumpulkan US$37,5 juta. Menariknya, perusahaan ini baru berdiri selama lima bulan ketika mereka mendapatkan pendanaan itu. Tak hanya itu, mereka juga hanya terdiri dari enam orang. Namun, tampaknya para investor percaya pada mereka karena mereka pernah bekerja di Riot Games.

5 Fitur yang Buat Mobile Game Populer di AS dan Tiongkok

Setiap negara punya budaya gaming yang berbeda-beda. Misalnya, kebanyakan warga Indonesia mengenal internet pertama kali berkat smartphone. Jadi, sebagian besar gamer di Tanah Air adalah mobile gamer. Karena itu, untuk memaksimalkan pendapatan, developer bisa memasang fitur yang disukai oleh gamers yang menjadi target mereka. Contohnya, bagi gamer Tiongkok, bermain game merupakan salah satu cara untuk bersosialisasi dengan teman. Alhasil, gamers Tiongkok menganggap fitur co-op dan PvP penting.

Untuk mengetahui fitur di mobile game yang membuat para gamer rela menghabiskan uang, GameRefinery menganlisa 200 game iOS paling populer di Tiongkok dan Amerika Serikat. Berikut lima fitur pada mobile game yang membuatnya menjadi populer di pasar AS dan Tiongkok, seperti yang disebutkan oleh VentureBeat.

1. Gacha di Game RPG

Gacha alias loot box adalah salah satu fitur yang biasa ditemukan di mobile game, khususnya game RPG. Biasanya, game yang memiliki fitur gacha menawarkan banyak karakter yang bisa dikoleksi. Game-game RPG populer biasanya punya lebih dari satu tipe gacha, seperti gacha untuk karakter, pet, senjata, dan lain sebagainya. Salah satu tipe gacha yang sering diterapkan oleh developer adalah gacha eksklusif dengan batasan waktu. Jadi, pemain hanya bisa mendapatkan karakter/senjata/pet khusus selama periode waktu tertentu saja. Memang, eksklusivitas item menjadi salah satu alasan mengapa seorang gamer rela membeli item dalam game.

Anda membutuhkan orbs untuk mendapatkan karakter baru di Fire Emblem Heroes. | Sumber: US Gamer

Cara lain yang developer gunakan untuk mendorong para pemain membeli loot box adalah dengan menawarkan bonus. Contohnya, jika Anda membeli 100 orbs/gems untuk gacha, Anda akan mendapatkan potongan harga atau orbs/gems ekstra. Contoh game RPG populer yang menggunakan model gacha adalah Fire Emblem Heroes dan Genshin Impact. Pada awalnya, sistem gacha dipopulerkan oleh developer Asia. Namun, belakangan, game gacha juga semakin populer di kalangan gamers Barat.

2. Item Kosmetik: Skin dan Aksesori

Jika model gacha dipopulerkan oleh developer Asia, item kosmetik menjadi populer berkat game-game buatan developer Barat. Pada awalnya, item kosmetik banyak ditemukan di game shooters. Sekarang, item kosmetik juga ada di banyak mobile game, bahkan game kasual sekalipun. Rupa item kosmetik beragam, mulai dari kostum untuk karakter, stiker, sampai emote. Sesuai namanya, item kosmetik hanya berfungsi untuk mempercantik tampilan karakter dalam game. Namun, para gamers tetap rela mengeluarkan uang untuk membeli item kosmetik karena item-item itu memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri mereka. Sama seperti model gacha, developer juga bisa menawarkan skin/item kosmetik khusus dalam jangka waktu tertentu untuk mendorong pemain membeli item tersebut.

3. Guild

Sekarang, fitur guild punya peran penting dalam mempertahankan para mobile gamers untuk terus bermain. Fitur guild sendiri bisa diimplementasikan ke mobile game dengan cara yang berbeda-beda. Misalnya, guild bisa digunakan untuk membuat para pemain saling bekerja sama dengan satu sama lain. Sebaliknya, guild juga bisa digunakan untuk mengadu para pemain. Menariknya, saat ini, fitur guild tidak hanya digunakan pada game-game RPG, tapi juga game kasual seperti Homescapes. Game seperti Cookie Run pun punya sistem guild.

Saat pertama kali diluncurkan, fitur guild pada Homescapes sangat sederhana. Fitur itu hanya memungkinkan para pemain untuk saling mengobrol dan saling memberikan lives. Seiring dengan waktu, fitur guild di game itu terus berkembang. Sekarang, fitur guild di Homescapes juga memungkinkan para anggota untuk membantu satu sama lain demi mendapatkan hadiah tertentu. Tak hanya itu, developer Playrix juga menambahkan Team Tournament event, yang merupakan perlombaan antar guild.

Honor of Kings adalah salah satu game Tiongkok yang menerapkan sistem double guild. } Sumber: VentureBeat

Uniknya, game-game dari Tiongkok punya sistem “double guild“. Jadi, selain  sistem guild standar, game Tiongkok juga punya “guild” yang lebih kecil.  Jumlah anggota yang lebih sedikit memungkinkan pemain untuk menjalin hubungan yang lebih akrab. Salah satu game yang menggunakan model double guild adalah Honor of Kings.

4. Battle Pass

Dalam satu tahun terakhir, battle pass jadi salah satu fitur yang paling banyak diadopsi oleh developer mobile game. Setelah Fortnite mempopulerkan penggunaan battle pass, banyak developer mobile game lain yang mengikuti jejak Epic Games. Playrix menjadi salah satu developer yang memasang fitur battle pass pada puzzle game kasual mereka. Di Homescapes, battle pass akan memberikan berbagai boosters untuk para pemain. Sementara itu, di Tiongkok, game PvP, Battle of Balls juga meluncurkan fitur battle pass. Satu hal yang menarik, seorang pemain bisa memilih seorang temannya untuk berkontribusi pada progression dari battle pass itu.

5. Event Kolaborasi dengan Game Lain

Membuat event kolaborasi menjadi salah satu cara developer mobile game untuk meningkatkan engagement dan spending dari para pemainnya. Biasanya, event ini hanya akan dilangsungkan dalam jangka waktu tertentu. Untuk game yang menawarkan banyak opsi playable characters, developer juga bisa memperkenalkan karakter baru saat event.

Pemasukan Dragalia Lost naik ketika ada event kolaborasi. | Sumber: VentureBeat

Salah satu contoh game yang mengadakan event kolaborasi adalah Dragalia Lost dari Nintendo. Pada April 2019, game itu menyelenggarakan event khusus bersama franchise Fire Emblem. Event tersebut menampilkan PvE campaign yang fokus pada narasi dan juga karakter eksklusif, seperti Alfonse dan Marth. Setelah itu, Dragalia Lost juga mengadakan event kolaborasi dengan Megaman. Dalam event itu, pemain bisa mendapatkan Megaman dan equipment eksklusif lain. Belum lama ini, mereka juga mengadakan kolaborasi dengan Monster Hunter.

Kenapa Amazon Game Studios Kesulitan Buat Game Sukses?

Amazon Game Studios (AGS) baru saja mengumumkan bahwa mereka telah membatalkan pengembangan game MMO dari Lord of the Rings. Pertama kali diumumkan pada 2019, game yang ditujukan untuk PC dan konsol itu dikembangkan oleh AGS dengan bantuan Athlon Games dan Leyou.

Namun, AGS akhirnya memutuskan untuk menghentikan pengembangan dari game itu karena mereka punya beda pendapat dengan Tencent, yang mengakuisisi Leyou pada Desember 2020. Game Lord of the Rings ini bukanlah game pertama yang pengembangannya dibatalkan oleh AGS. Faktanya, sejak didirikan pada 2012, mereka belum berhasil membuat game yang sukses.

Dalam TwitchCon pada 2016, AGS mengungkap bahwa mereka tengah mengembangkan tiga game, yaitu Breakaway, Crucible, dan New World. Saat itu, mereka juga mengembangkan Nova, game MOBA yang serupa dengan League of Legends dari Riot Games, walau mereka tidak mengungkapnya ke publik. Dan sekarang, New World jadi satu-satunya game yang masih AGS pertahankan. Memang, game shooter Crucible sudah dirilis pada Mei 2020. Sayangnya, dua bulan sejak diluncurkan, game itu justru ditarik dari publik dan kembali masuk ke tahap closed beta. Pada Oktober 2020, pengembangan dari game tersebut resmi dihentikan.

Pengembangan Crucible akhirnya dihentikan beberapa bulan setelah diluncurkan.

Padahal, selama empat tahun pengembangan Crucible, AGS dikabarkan telah menghabiskan dana sekitar US$300 juta. Dana AGS untuk mengembangkan game-game lain juga tidak kecil, mencapai sekitar US$500 juta per tahun. Tak hanya itu, AGS juga mempekerjakan beberapa veteran ternama di dunia developer games, seperti Kim Swift, designer dari Portal dan Clint Hocking, Director dari Far Cry 2. Lalu, kenapa AGS belum dapat meluncurkan game yang sukses?

Pemimpin yang Tidak Paham Pengembangan Game

Amazon Game Studios dipimpin oleh Mike Frazzini. Walau dia telah bekerja di Amazon sejak lama, dia tidak punya pengalaman dalam membuat game. Namun, hal itu bukan berarti dia sama sekali buta akan potensi industri game. Faktanya, dia adalah orang yang mendorong Amazon untuk mengakuisisi Twitch, yang terbukti merupakan keputusan tepat. Di bawah kepemimpinannya, AGS juga mengakuisisi beberapa studio game. Tak berhenti sampai di situ, dia juga berhasil menarik sejumlah veteran ternama di dunia game, termasuk Richard Hilleman, kreator dari game american football Madden dan John Smedley, co-founder dari Verant Interactive Inc. yang kemudian menjadi Sony Online Entertainment setelah diakuisisi oleh Sony Pictures Entertainment. Sekilas, AGS punya semua hal yang diperlukan untuk membuat game AAA yang sukses: dana yang tak terbatas, developer berbakat, dan infrastruktur yang mumpuni.

Hanya saja, walau Frazzini mempekerjakan sejumlah veteran industri game ternama, dia sering mengacuhkan nasihat mereka. Hal ini dikemukakan oleh banyak pekerja dan mantan pegawai AGS pada Bloomberg. Frazzini juga sering menegaskan bahwa game buatan AGS harus sukses menjadi franchise bernilai miliaran dollar. Pada saat yang sama, banyak proyek ambisius AGS yang kekurangan staff. Fakta bahwa Frazzini tidak punya pengalaman dalam membuat game juga membuatnya kesulitan dalam memberikan kritik dan saran pada para developer dalam sesi review game. Seorang pegawai AGS yang tak mau disebut namanya bercerita, Frazzini bahkan tidak bisa membedakan antara footage game dan live gameplay.

Mike Frazzini dari AGS.

Membuat game AAA untuk PC atau konsol bisa memakan waktu yang tidak sebentar. Rata-rata, pengembangan game AAA membutuhkan tim berisi 150-200 orang dan waktu sekitar 2-3 tahun. Namun, dalam meeting, Frazzini sering meminta timnya untuk membuat game yang tengah populer. Alhasil, tim AGS tidak bisa fokus dan hanya berusaha meniru game yang sedang naik daun. Misalnya, AGS pernah ingin membuat game MOBA serupa League of Legends. Proyek yang dinamai Nova itu akhirnya dihentikan pada 2017. Sementara Fortnite dari Epic Games menginspirasi AGS untuk membuat game berjudul Intensity. Namun, game itu juga dibatalkan pada 2019. AGS terinspirasi untuk membuat Crucible karena Overwatch dari Activision Blizzard. Sayangnya, pengembangan game itu akhirnya dihentikan beberapa bulan setelah ia dirilis.

Budaya Perusahaan di AGS

Jason Child, mantan pegawai AGS di departemen finansial yang telah bekerja selama lebih dari 10 tahun mengungkap, salah satu karakteristik utama yang Amazon pertimbangkan ketika mereka memilih pemimpin dari sebuah proyek adalah apakah orang itu mengerti tentang prinsip Amazon sebagai perusahaan. “Amazon memang mempekerjakan para ahli dari berbagai industri, tapi mereka ingin agar orang-orang itu yang menyesuaikan dengan budaya perusahaan Amazon,” ujar Child, seperti dikutip dari Bloomberg.

Masalah lainnya adalah AGS terlalu ambisius. Di satu sisi, mereka ingin membuat game yang bisa dimainkan oleh banyak orang. Pada saat yang sama,  mereka ingin agar game itu tetap terasa fun saat dimainkan sendiri. Mereka juga ingin membuat game yang sukses seperti franchise Call of Duty, tapi game itu juga harus inovatif dan unik. Bagi para developer, membuat game dengan semua kriteria itu adalah sesuatu yang mustahil.

AGS ingin membuat franchise game yang sukses seperti Call of Duty.

Insentif menjadi masalah lain di AGS. Kebanyakan perusahaan game biasanya akan memberikan insentif pada karyawan mereka berdasarkan kesuksesan dari game yang mereka rilis. Hal ini akan mendorong para pegawai untuk membuat game sebaik mungkin. Namun, AGS tidak menerapkan sistem insentif ini. Sebagai gantinya, mereka memberikan insentif berupa saham Amazon yang akan diberikan berdasarkan lama waktu seseorang bekerja di AGS. Alhasil, sebagaian pegawai fokus untuk menghindari konflik dan menyenangkan hati para atasan, seperti Frazzini, agar mereka bisa tetap bekerja di AGS.

Hal lain yang menjadi masalah di AGS adalah seksisme. Sama seperti kebanyakan perusahaan game, AGS juga menerapkan “bro culture”, yang mengutamakan pekerja laki-laki. Empat developer perempuan di AGS mengungkap, budaya seksis di AGS sangat parah. Mereka bercerita, pekerja perempuan sering diacuhkan atau disepelekan oleh para eksekutif, yang mendorong para developer perempuan untuk keluar.

Analisa Tren Industri Game PC dan Konsol Sepanjang 2020 di Australia, AS, Jepang, Inggris, dan Eropa

Tahun 2020 adalah tahun yang unik bagi industri game, khususnya industri game PC dan konsol. Di tengah krisis ekonomi global, industri game justru tumbuh. Tak hanya itu, pandemi juga mengubah kebiasaan para gamer dalam membeli game. Selama ini, para gamer memang sudah mulai terbiasa membeli game di toko digital, seperti Steam, PlayStation Store, Nintnedo Eshop, dan lain sebagainya. Tren membeli game digital semakin populer karena ketetapan lockdown yang diputuskan oleh berbagai pemerintah di dunia.

GamesIndustry membuat laporan tentang tren di industri game PC dan konsol di Australia, Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris selama 2020. Berikut ulasannya.

 

Australia

Pada 2020, total penjualan game di Australia naik 35% menjadi 15,8 juta unit. Data itu dikumupulkan oleh Games Sales Data (GSD), yang melacak penjualan digital dan fisik dari game-game yang dirilis sepanjang 2020. Sayangnya, ada beberapa publisher yang enggan untuk memberikan data penjualan mereka pada GSD, seperti Nintendo dan Bethesda.

Jika dibandingkan dengan pasar game di Eropa atau Amerika Serikat, pasar game di Australia unik karena di sana, game fisik masih lebih digemari. Pada tahun lalu, angka penjualan game fisik mencapai 8,5 juta unit, naik 15% jika dibandingkan dengan pada 2019. Meskipun begitu, pertumbuhan penjualan game digital tetap lebih pesat, mencapai 68%. Sepanjang 2020, sebanyak 7,3 juta unit game digital terjual melalui PSN, Xbox Live, Steam, dan Nintendo Eshop.

Di Australia, game favorit para gamers adalah Animal Crossing: New Horizons. Hal ini menarik karena Nintendo tidak menjual New Horizons secara digital di sana. Jadi, semua penjualan New Horizons di Australia dilakukan secara offline. Sementara itu, game terpopuler kedua adalah Grand Theft Auto V. Angka penjualan game dari itu naik 23% jika dibandingkan dengan tahun 2019. Peringkat lima diduduki oleh Mario Kart 8: Deluxe. Total penjualan game itu selama 2020 naik 88% dari tahun 2019. GTA V diluncurkan pada 2013, sementara Mario Kart 8: Deluxe dirilis pada 2014. Meningkatnya penjualan dari dua game ini menunjukkan, para gamers di Australia kembali tertarik untuk membeli game-game lama selama pandemi COVID-19.

Daftar 10 game terpopuler di Australia.
Daftar 10 game terpopuler di Australia.

Meningkatnya penjualan game di Australia tak lepas dari meningkatnya penjualan konsol. Pada 2020, sebanyak 1,2 juta konsol terjual. Jika dibandingkan dengan 2019, penjualan konsol pada 2020 naik 49%. Salah satu hal yang mendorong penjualan konsol adalah popularitas Nintendo Switch, yang menjadi konsol paling populer di Australia pada 2020. Total penjualan Switch pada 2020 naik 88% dari 2019. Sementara PlayStation 4 harus puas dengan posisi konsol terpopuler kedua. PlayStation 5 ada di posisi ketiga, diikuti oleh Xbox One pada peringkat empat.

 

Eropa

Untuk menganalisa tren penjualan game dan konsol di Eropa, GamesIndustry juga menggunakan data dari GSD. Kawasan Eropa mencakup Belgia, Belanda, Luxemburg, Prancis, Jerman, Swiss, Austria, Spanyol, Portugis, Denmark, Norwegia, Swedia, Finlandia, Islandia, dan Polandia. Berdasarkan data dari GSD, pada 2020, ada 123,7 juta unit game yang terjual di Eropa. Jika dibandingkan dengan penjualan game pada 2019, angka penjualan game pada 2020 naik 19%. Dari total penjualan game tersebut, sebanyak 58,7 juta unit terjual secara online.

Untuk menganalisa penjualan game digital di Eropa, GamesIndustry tidak menyertakan negara-negara yang tidak menghitung penjualan game secara fisik dan digital. Selain itu, mereka juga tidak menghitung penjualan dari game-game buatan Nintendo, Bethesda, dan CD Projekt. Pasalnya, ketiga perusahaan itu tidak memberikan data penjualan game digital mereka. Dengan memperhitungkan dua faktor ini, total game digital yang terjual di Eropa pada 2020 mencapai 59% dari penjualan game secara keseluruhan. Sebagai perbandingan, pada 2019, angka penjualan game digital kurang dari 48%. Namun, populernya game digital pada 2020 bukan berarti orang-orang berhenti membeli game secara offline. Buktinya, sekitar 65 juta unit game terjual secara offline di Eropa pada 2020.

Tren industri gaming PC dan konsol di Eropa.
Tren industri gaming PC dan konsol di Eropa.

PlayStation 4 jadi platform paling populer untuk pembelian game digital. Sekitar 52% dari total penjualan game digital dilakukan di PS4. Pembelian game digital juga populer di PC, yang menyumbangkan 27% dari total penjualan game digital pada 2020. Sementara itu, PS4 juga mendominasi penjualan game secara offline. Sekitar 43% dari total penjualan game secara offline merupakan game untuk PS4. Selain game PS4, game untuk Nintendo Switch juga sering dibeli secara offline. Dari keseluruhan penjualan game secara offline di Eropa, sekitar 41% merupakan game untuk Switch.

Di Eropa, game paling populer adalah FIFA 21. Mengingat masyarakat Eropa memang merupakan penggemar sepak bola, hal ini tidak aneh. Sementara game terpopuler kedua adalah Grand Theft Auto V. Game buatan Rockstar itu bukan satu-satunya game yang tidak dirilis pada 2020 yang berhasil dalam daftar 10 game terpopuler di Eropa. Beberapa game lama lain yang juga populer di kalangan gamer Eropa sepanjang tahun lalu antara lain FIFA 2020, Red Dead Redemption 2, Mario Kart 8 Deluxe, dan Call of Duty: Modern Warfare.

 

Jepang

Di Jepang, total penjualan konsol sepanjang 2020 mencapai 6,85 juta unit, menurut data dari Famitsu. Nintendo Switch memberikan kontribusi 87% — sekitar 6 juta unit — dari total penjualan tersebut. Versi standar dari Switch terjual sebanyak 3,9 juta unit, sementara versi Lite lebih dari 2 juta unit. Setelah Switch, PlayStation 4 menjadi konsol kedua dengan penjualan terbanyak. Hanya saja, total penjualan dari konsol Sony itu jauh lebih sedikit dari Switch. Total penjualan PS4 hanya mencapai 543 ribu unit. Sementara penjualan konsol PlayStation 5 hanya mencapai 255 ribu unit.

Pada 2020, pemasukan industri game di Jepang tumbuh 12,5% dari 2019, menjadi US$3,5 miliar. Segmen yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah penjualan hardware konsol, yang tumbuh sebesar 16,4%, menjadi US$1,8 miliar. Selain itu, segmen penjualan game offline juga naik 9% dari 2019, menjadi US$1,75 miliar. Famitsu menyebutkan, tahun 2020 merupakan kali pertama penjualan konsol dan game offline naik secara bersamaan sejak 2017.

Daftar 10 game PC dan konsol terpopuler di Jepang.
Daftar 10 game PC dan konsol terpopuler di Jepang.

Di Jepang, Animal Crossing: New Horizons menjadi game dengan penjualan fisik terbanyak. Diluncurkan pada Maret 2020, game itu terjual sebanyak 6,4 juta unit. Posisi kedua diisi oleh Ring Fit Adventure, yang terjual sebanyak 1,6 juta unit. Sebenarnya, game itu diluncurkan pada 2019. Dan pada tahun peluncurannya, game tersebut hanya terjual sebanyak 500 ribu unit. Game terpopuler ketiga di Jepang adalah Momotaro Dentetsu: Showa Heisei Reiwa mo Teiban! dengan total penjualan 1,23 juta unit.

 

Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, total belanja para gamers mencapai US$56,9 miliar pada 2020, naik 27% dari 2019. Software memberikan kontribusi sebesar 86% dari total belanja tersebut. Sementara itu, total penjualan konsol naik 35%, dari US$3,9 miliar pada 2019, menjadi US$5,3 miliar pada 2020. Sama seperti di Jepang, Nintendo Switch menjadi konsol paling populer. Dari segi nilai penjualan, PlayStation 5 ada di posisi kedua. Namun, dari segi total unit yang terjual, PlayStation 4 yang lebih unggul.

Menariknya, penjualan hardware dan aksesori gaming PC di AS pada 2020 juga naik. Total belanja untuk hardware dan aksesori gaming PC mencapai US$4,5 miliar, naik 62% jika dibandingkan dengan pada 2019. Tak hanya itu, total penjualan game digital PC juga naik 19%, menjadi US$7,5 miliar. Stephen Baker, Technology Industry Advisor, NPD, mengungkap bahwa tahun 2020 adalah tahun yang bersejarah bagi industri gaming PC. Pasalnya, baik penjualan hardware PC maupun aksesori gaming PC mengalami kenaikan. Total pertumbuhan penjualan hardware PC mencapai 57%, sementara pertumbuhan penjualan aksesori mencapai 81%.

Tahun 2020 menjadi tahun penting bagi industri gaming PC di AS.
Tahun 2020 menjadi tahun penting bagi industri gaming PC di AS.

Pada 2021, Baker memperkirakan, penjualan hardware dan aksesori gaming PC akan naik 3%. “Lockdown selama pandemi COVID-19 punya peran penting dalam mendorong pertumbuhan industri gaming PC. Alasannya, banyak orang yang berusaha untuk mencari hiburan selama mereka tidak boleh keluar dari rumah,” kata Baker.

 

Inggris

Mengikuti tren global, industri game di Inggris juga berkembang pada 2020. Sepanjang 2020, ada 42,7 juta unit game yang terjual, naik 34% dari 2019. Sebagian besar — sekitar 24,5 juta unit — terjual secara digital. Hal itu berarti, penjualan game digital di Inggris naik 74% pada 2020 dari 2019. FIFA 21 menjadi game yang paling laku. Game sepak bola itu terjual sebanyak 2,2 juta unit pada 2020. Sementara posisi kedua diduduki oleh Call of Duty: Black Ops Cold War, yang terjual sebanyak 1,42 juta unit.

Pada 2020, perilaku gamers di Inggris juga mulai berubah. Sekarang, mereka lebih sering membeli game via toko digital. Faktanya, sekitar 67% dari keseluruhan game yang terjual pada 2020 dibeli melalui PSN, Xbox Live, Nintendo Eshop, dan Steam. Sebagai perbandingan, pada 2019, hanya 52% game yang dibeli secara digital. Sebelum pandemi, perubahan perilaku gamers di Inggris ini memang sudah terlihat. Namun, pandemi COVID-19 membuat semakin banyak gamers membeli game via toko digital. Walau penjualan game digital terus naik, masih banyak orang yang membeli game secara offline. Buktinya, sebanyak 18,2 juta unit game terjual secara offline pada 2020, naik 2% dari 2019.

Tak hanya penjualan game, penjualan konsol di Inggris juga naik. Sepanjang 2020, total penjualan konsol di Inggris mencapai 3,16 juta unit, naik 29,4% dari tahun 2019. Nintendo Switch menjadi konsol paling populer di Inggris selama 11 bulan. Angka penjualan Switch naik 52,2% jika dibandingkan dengan penjualan pada 2019. Sementara penjualan konsol lain justru turun. Misalnya, penjualan PlayStation 4 turun 35,3% dan Xbox One turun 42,3%. Setelah Nintendo Switch, konsol paling populer kedua di Inggris adalah PlayStation 5. Padahal, konsol itu baru dirilis pada pertengahan November 2020 dan Sony kesulitan untuk memenuhi tingginya permintaan dari konsol tersebut.

Epic Games Store Bakal Tawarkan 3 Game Gratis, Pemasukan Timi Studio Milik Tencent Tembus US$10 Miliar

Pada minggu lalu, Epic Games mengungkap bahwa mereka akan menawarkan tiga game gratis selama sepekan, yaitu pada 15-22 April 2021. Sementara Atari mengumumkan bahwa mereka akan membagi perusahaan menjadi dua divisi, yaitu divisi gaming dan divisi blockchain. Selain itu, Play Ventures mengumumkan, mereka telah berhasil mengumpulkan dana sebesar US$135 juta untuk diinvestasikan pada startup game. Di Tanah Air, IGAMERWORLD membuka cabang ketiga mereka di Jakarta.

Atari Kini Punya Divisi Gaming dan Blockchain

Atari kini terbagi menjadi dua divisi. Divisi Atari Gaming akan fokus pada game, sementara divisi Atari Blockchain akan berurusan dengan blockchain. Fred Chesnais, mantan CEO Atari, akan menjadi pemimpin dari divisi blockchain. Posisi CEO Atari Gaming akan diduduki oleh Wade Rosen, yang sebelum ini menjabat sebagai acting chairman. Divisi blockchain Atari kini sedang mengembangkan cryptocurrency Atari Token serta blockchain games. Divisi ini mungkin akan menjadi perusahaan mandiri di masa depan, menurut laporan VentureBeat.

IGAMERWORLD Buka Kantor Cabang di Jakarta

Pada 8 April 2021, IGAMERWORLD membuka toko cabang ketiga mereka di Jakarta. Untuk lebih tepatnya, di Komplek Harco Mangga Dua Ruko Blok N19, Jl. Mangga Dua Raya No. 11, Jakarta Pusat. IGAMERWORLD didirikan oleh Bayu Nugroho dan Tommy Switanto pada 2010. Ketika itu, visi mereka dalah untuk membuat gaming store yang lengkap dengan barang-barang berkualitas.

Acara pembukaan toko cabang ketiga dari IGAMERWORLD.
Acara pembukaan toko cabang ketiga dari IGAMERWORLD.

Pada awalnya, IGAMERWORLD fokus untuk menjual produk gaming secara online via forum-forum komunitas game. Pada 2012, mereka membuka toko offline di Surabaya dan di Bekasi. Sekarang, IGAMERWORLD membuka toko offline ketiga. Pembukaan toko di Jakarta dihadiri oleh beberapa influencers ternama, seperti Clausie, Gaby Wijaya, dan Edelyn.

Bandai Namco Rilis Pac-Man 99, Versi Battle Royale dari Pac-Man

Bandai Namco memperkenalkan Pac-Man 99 pada 6 April 2021. Satu hari setelahnya, game itu diluncurkan. Pac-Man 99 menggabungkan unsur battle royale ke game klasik Pac-Man. Dalam game ini, akan ada 99 pemain yang bermain Pac-Man. Mereka akan bersaing hingga hanya satu pemain tersisa. Anda bisa memainkan game itu secara gratis jika Anda berlangganan Nintendo Switch Online. Tahun lalu, Bandai Namco telah bereksperimen dengan Pac-Man ber-genre battle royale. Ketika itu, mereka meluncurkan game Pac-Man Mega Tunnel Battle, yang mendukung 64 pemain, lapor VentureBeat.

Pemasukan Timi Studios Capai US$10 Miliar

Pada 2020, pemasukan Timi Studios, developer dari Call of Duty Mobile, dikabarkan mencapai US$10 miliar, menurut laporan Reuters. Dengan begitu, Timi Studios, yang ada di bawah Tencent, menjadi developer terbesar di dunia. Beberapa minggu lalu, Tencent merilis laporan keuangan tahunan mereka. Mereka mendapatkan US$23,8 miliar dari game online. Para narasumber Reuters mengungkap, Timi memberikan kontribusi sebesar 40% dari total pemasukan game Tencent.

Honor of Kings alias Arnea of Valor jadi salah satu game buatan Timi Studio.
Honor of Kings alias Arnea of Valor jadi salah satu game buatan Timi Studios.

Didirikan pada 2008, Timi pada awalnya dikenal dengan nama Jade Studio. Selain Call of Duty Mobile, Timi juga membuat Honor of Kings alias Arena of Valor. Pada akhir tahun lalu, Honor of Kings berhasil mendapatkan pengguna aktif harian sebanyak 100 juta orang. Tak hanya itu, game tersebut juga masuk dalam daftar lima game mobile dengan pemasukan US$1 miliar pada 2020, menurut laporan GamesIndustry.

Play Ventures Kumpulkan US$135 Juta untuk Ditanamkan ke Startup Gamea

Play Ventures berhasil mengumpulkan dana sebesar US$135 juta untuk diinvestasikan ke startup game. Play Ventures Fund II memiliki nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dana investasi yang disiapkan oleh Play Venture sebelum ini, yang hanya mencapai US$40 juta. Secara total, Play Ventures telah menyediakan dana investasi untuk developer game sebesar US$175 juta. Sejak Desember 2018, Play Ventures telah menanamkan investasi di 24 perusahaan game yang berasal dari 10 negara.

“Perusahaan-perusahaan game ini, walau mereka masih kecil, telah memberikan dampak besar,” kata Harri Manninen, Founding Partner, Play Ventures, lapor GamesBeat. “Kami yakin, ke depan, mereka akan membuat sesuatu yang menarik dan akan memperkaya portofolio kami. Kami percaya, tim developer game terbaik bisa muncul dari mana saja. Kami berencana untuk terus berinvestasi pada developer game muda dan startup layanan gaming. Kami juga akan melakukan ekspansi ke negara-negara yang menarik minat kami, seperti India dan Amerika Latin.”

Epic Games Tawarkan 3 Game Gratis

Epic Games mengungkap, mereka akan menawarkan tiga game PC gratis, yaitu The First Tree, Deponia: The Complete Journey, dan The Pillars of Earth. Ketiga game ini akan ditawarkan secara gratis selama satu minggu, dimulai pada 15 April sampai 22 April 2021, menurut laporan ComicBook.

Epic game gratis
The First Tree akan menjadi salah satu game yang Epic tawarkan secara gratis.

The First Tree merupakan game indie yang diluncurkan pada 2017. Di game itu, Anda akan bermain sebagai seekor rubah yang bisa menjelajah di sebuah open world. Sementara Deponia merupakan game adventure dari Daedalic Entertainment yang dikenal berkat ceritanya yang lucu. Terakir, The Pillars of Earth juga merupakan game adventure buatan Daedali. Game yang didasarkan pada novel dengan judul yang sama ini mengambil setting waktu di Inggris pada abad ke-12.

Sony Pictures Entertainment Jalin Kontrak dengan Netflix

Sony Pictures Entertainment baru saja menandatangani kontrak dengan Netflix. Dengan ini, film-film buatan Sony Pictures akan tersedia secara eksklusif di Netflix setelah masa tayang film-film tersebut di bioskop selesai. Kontrak ini mencakup film Uncharted yang baru akan ditayangkan di bioskop pada Juli 2021, Morbius, Where the Crawdad Sing, dan Bullet Train. Semua film itu akan tersedia di Netflix pada 2022. Tak hanya itu, sekuel dari Spider-Man: Into the Spider-Verse dan beberapa film Sony yang melibatkan karakter Marvel, termasuk Venom dan Spider-Man, juga akan bisa ditonton di Netflix, menurut laporang GamesIndustry.

Semua yang Perlu Diketahui tentang Age of Empires IV

Empat tahun setelah diumumkan pertama kali, Age of Empires IV akhirnya punya jadwal rilis: musim gugur 2021. Meski tidak menyingkap tanggal yang pasti, Microsoft dan Relic Entertainment selaku pengembangnya sudah siap untuk membeberkan seabrek detail baru.

Di artikel ini, saya akan mencoba merangkum semua detail penting yang perlu diketahui mengenai Age of Empires IV, mulai dari deretan suku bangsa atau peradaban yang dapat dimainkan, sampai beberapa mekanisme baru yang bakal menambah keseruan bermain game RTS (real-time strategy) ini.

8 peradaban dan 4 historical campaign

Di awal peluncurannya nanti, total akan ada 8 peradaban yang bisa dimainkan. Sejauh ini empat dari antaranya sudah dikonfirmasi: English, Mongols, Chinese, dan Delhi Sultanate (pertama kalinya di franchise AoE). Seperti biasa, masing-masing suku bangsa memiliki unit spesialnya tersendiri, dan untuk Delhi Sultanate, tentu saja ada unit yang menunggangi gajah.

Delapan mungkin terkesan sedikit, akan tetapi Relic memastikan bahwa peradaban lain bakal menyusul ke AoE IV pasca perilisannya. Kemungkinan besar peradaban-peradaban baru ini akan dirilis dalam bentuk DLC, mirip seperti yang diterapkan 2K pada Civilization VI.

Permainan juga bakal menawarkan 4 historical campaign yang berdasar pada sejarah. Sejauh ini baru satu campaign yang sudah diumumkan, yakni Norman Conquest yang melibatkan peperangan antara bangsa Norman dan Inggris yang dimulai di tahun 1066. Campaign ini akan disajikan dengan gaya mirip dokumenter, lengkap dengan narasi dan footage dari lokasi perang yang sebenarnya.

Mekanisme-mekanisme baru di AoE IV

Seperti halnya AoE III, AoE IV juga menerapkan mekanisme pergantian era (age up). Total ada empat era, yaitu Dark Age, Feudal Age, Castle Age, dan Imperial Age. Apa saja yang dapat dibangun tentu berbeda tergantung kemajuan teknologi dari zaman ke zaman.

Menariknya, yang bakal berubah mengikuti zaman di AoE IV bukan hanya bangunan-bangunannya saja, melainkan juga audio yang tersaji. Contohnya, jika Anda memilih peradaban English, percakapan antar unitnya di era Dark Age bakal susah dipahami karena bahasa Inggris yang digunakan adalah versi kuno yang jauh berbeda dari yang kita pakai sekarang.

Seiring waktu, bahasa yang mereka gunakan bakal berevolusi sampai akhirnya sama seperti yang kita kenali sekarang. Contoh lainnya, musik yang mendampingi sesi bermain juga bakal berbeda dari zaman ke zaman. Jadi kalau di awal permainan cuma melibatkan beberapa instrumen saja, di era Imperial Age akan berubah menjadi orkestra dengan formasi lengkap.

Age of Empires IV

Variasi lokasi dalam AoE IV juga akan berpengaruh terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing peradaban. Contohnya, map dengan banyak area terbuka bakal sangat menguntungkan buat bangsa Mongol, sebab di AoE IV mereka juga memiliki kemampuan untuk mengemas dan memindahkan markasnya dari satu titik ke yang lain (nomaden). Sebaliknya, map dengan banyak chokepoint adalah lokasi idaman bangsa Inggris yang terkenal amat defensif.

Mekanisme baru lain yang tak kalah menarik adalah ambush. Jadi di AoE IV, pemain bisa menempatkan unit-unitnya di area yang tersembunyi dan sulit terpantau, semisal di tengah hutan, untuk kemudian menyergap rombongan musuh secara tiba-tiba. Dengan adanya mekanisme ambush seperti ini, tentu saja peran unit scout akan semakin esensial.

AoE IV juga bakal memperkenalkan mekanisme wall combat, di mana peperangan antar unit tak hanya bisa terjadi di luar tembok kastil saja, melainkan juga di atas tembok kastil, sangat berguna untuk menggerus benteng pertahanan musuh yang banyak diisi pasukan pemanah.

Terakhir, trailer terbaru AoE IV juga menampilkan cuplikan naval combat. Pengembangnya turut memastikan bahwa semua yang ditunjukkan di trailer terbaru AoE IV ini benar-benar langsung diambil dari in-game engine.

Sebagai informasi, sebelum dipercaya menggarap AoE IV, Relic Entertainment memang sudah sangat berpengalaman di genre RTS lewat judul-judul seperti Homeworld dan Warhammer 40,000: Dawn of War yang bertema sci-fi, maupun Company of Heroes yang mengambil setting Perang Dunia II. Tentunya akan sangat menarik melihat bagaimana mereka menyajikan aksi pertempuran di zaman yang jauh lebih kuno lagi.

AoE II dan AoE III masih akan terus di-update

Eksistensi AoE IV bukan berarti AoE II Definitive Edition dan AoE III Definitive Edition langsung tidak relevan begitu saja. Pada kenyataannya, Microsoft selaku pemilik franchise telah menjanjikan sejumlah konten anyar untuk kedua game tersebut.

Yang pertama, AoE II DE akan menerima expansion pack keduanya yang berjudul Dawn of Dukes, dengan fokus pada peradaban di kawasan Eropa Timur. Juga menarik dan tidak kalah penting adalah, AoE II DE bakal kedatangan fitur co-op multiplayer, pertama kalinya di seri AoE II semenjak game aslinya dirilis di tahun 1999.

Untuk AoE III DE, update terbarunya bakal menghadirkan Amerika Serikat sebagai peradaban baru yang dapat dimainkan. Update ini bisa didapat secara cuma-cuma bagi yang berhasil memenuhi challenge, atau dibeli secara terpisah lewat Steam atau Microsoft Store mulai 13 April 2021.

Seperti yang saya bilang di awal, AoE IV sendiri akan dirilis di musim gugur tahun ini, yang semestinya akan berlangsung antara bulan September sampai Desember. Permainan akan tersedia di platform PC maupun Xbox.

Sumber: Xbox.