App Annie Report: Game-Game Mobile Terpopuler di 2020

Memasuki tahun 2021, industri mobile masih menunjukkan tren naik. Pada Q1 2021, total spending dari pengguna perangkat mobile di dunia mencapai US$32 miliar, menurut laporan App Annie. Game mobile menjadi salah satu pendorong pertumbuhan industri mobile. Total belanja gamer di iOS mencapai US$13 miliar pada Q1 2021, naik 30% dari periode yang sama pada tahun lalu. Sementara total belanja pemain Android naik 35% dari Q1 2020, menjadi mencapai US$9 miliar.

Berikut ulasan terkait tren industri aplikasi dan game mobile di dunia dan Indonesia sepanjang 2020.

 

Tren Game Mobile Secara Global

Pada 2020, semakin banyak orang yang menggantungkan diri pada perangkat mobile. Buktinya, total download untuk aplikasi dan game mobile naik 7% menjadi 218 miliar download. Tak hanya itu, total belanja dari pengguna mobile juga naik. Pada 2020, total spending pengguna mobile naik 20% dari tahun sebelumnya, menjadi US$143 miliar.

Berbanding lurus dengan naiknya jumlah download aplikasi, total download dari game mobile juga naik. Salah satu alasannya adalah keberadaan game-game kasual, seperti Among US, Roblox, dan My Talking Tom Friends. Pada tahun lalu, sekitar 78% dari total download game mobile merupakan game kasual, sementara core game hanya berkontribusi 20% dari total download. Namun, dari segi pemasukan, core gamers masih memberikan kontribusi yang lebih besar. Tahun lalu, total belanja mobile gamer mencapai US$120 miliar. Core gamers memberikan kontribusi sebesar 66%, sementara gamer kasual hanya 23% .

Total download dan total pemasukan dari game mobile pada 2020. | Sumber: App Annie
Total download dan total pemasukan dari game mobile pada 2020. | Sumber: App Annie

Setiap game mobile biasanya punya model monetisasi tersendiri. Ada yang game yang menggunakan iklan, ada yang menjual item dalam game. Menurut App Annie, ada beberapa fitur dalam game yang bisa mendorong para pemainnya untuk mengeluarkan uang. Secara global, keberadaan events dalam game menjadi salah satu hal yang mendorong para pemainnya untuk berbelanja. Selain itu, fitur leaderboards dan kebebasan untuk melakukan kustomisasi juga bisa mendorong para gamer untuk menghabiskan uang dalam game.

Sementara di kawasan Asia Pasifik, fitur yang mendukung competitive multiplayer biasanya bisa meningkatkan pemasukan sebuah game mobile. Misalnya, di Tiongkok dan Korea Selatan, salah satu fitur yang mendorong Average Revenue per User (ARPU) adalah fitur chat. Sementara di jepang, fitur yang bisa meningkatkan ARPU adalah daily & logins. Memang, di Tiongkok dan Korea Selatan, bermain game dianggap sebagai kegiatan sosial. Jadi, tidak heran jika fitur-fitur yang mendorong para pemainnya untuk berinteraksi dengan satu sama lain bisa membuat para gamers rela untuk membeli item dalam game.

Tahun lalu, industri game mobile tumbuh pesat berkat pandemi virus corona. Namun, hal itu bukan berarti para publisher bisa berpangku tangan begitu saja. Faktanya, tahun 2020 adalah waktu yang tepat untuk melakukan akuisisi pengguna. Dan salah satu strategi yang publisher bisa gunakan adalah dengan menggandeng pihak dari luar industri game, seperti musisi atau grup musik. Contohnya, kerja sama antara PUBG Mobile dengan Blackpink. Dimulai sejak 20 September 2020, kolaborasi antara keduanya berlangsung selama kurang lebih sebulan.

Bentuk kerja sama antara PUBG Mobile dan Blackpink beragam, mulai dari memutar lagu Blackpink dalam gameskin khusus, sampai hadiah eksklusif, menurut Dot Esports. Keputusan PUBG Mobile untuk menggandeng Blackpink berbuah manis. Pasalnya, pada 13-15 November 2020, jumlah download harian dari game itu naik menjadi 431 ribu downloads. Sementara pada 2 minggu sebelumnya, angka itu hanya mencapai 251 ribu downloads.

 

Industri Game Mobile di Indonesia dan Asia Pasifik

Selain membahas tren game mobile secara global, App Annie juga membahas tren di tiga wilayah yang berbeda, yaitu Amerika, Asia Pasifik, serta Timur Tengah dan Afrika. Untuk kawasan Amerika, App Annie fokus pada lima negara, yaitu Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Kanada, dan Meksiko. Kecuali di Brasil, Among Us menjadi game yang paling sering diunduh di kawasan Amerika. Di AS, Argentina, Kanada, dan Meksiko, game yang paling banyak diunduh kedua juga sama, yaitu Brain Test: Tricky Puzzles. Sementara di Brasil, game yang mendapatkan download paling banyak justru My Talking Tom Friends, diikuti oleh PK XD.

Untuk kawasan Asia Pasifik, App Annie fokus pada enam negara, yaitu Australia, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Jika dibandingkan dengan kawasan Amerika, selera gamers di Asia Pasifik jauh lebih beragam. Alasannya, game yang paling banyak diunduh di negara-negara Asia Pasifik hampir selalu berbeda dari satu sama lain. Dari segi download, game paling populer di Indonesia adalah WormsZone.io. Sementara di India, gelar itu dipegang oleh Hunter Assassin dan di Tiongkok, Love Matching. Di Jepang, Dragon Quest Tact menjadi game dengan angka download paling besar. Hanya Australia dan Korea Selatan yang sama. Di kedua negara itu, Among Us menjadi game dengan jumlah download terbanyak.

Daftar game dengan download terbanyak di Asia Pasifik. | Sumber: App Annie
Daftar game dengan download terbanyak di Asia Pasifik. | Sumber: App Annie

Walau WormsZone.io adalah game yang paling sering diunduh di Indonesia, game itu bukanlah game mobile yang paling sering mainkan. Dari segi hours spent (jumlah jam yang pemain habiskan untuk bermain game), game mobile yang paling populer di Tanah Air adalah Mobile Legends: Bang Bang. Game MOBA dari Moonton itu sukses duduk di peringkat satu, sementara WormsZone.io ada di peringkat dua. Tiga game lain yang paling sering dimainkan oleh gamer Indonesia sepanjang 2020 adalah Free Fire, Roblox, dan Among Us.

10 game moobile dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak pada 2020. | Sumber: App Annie
10 game moobile dengan jumlah pengguna aktif bulanan terbanyak pada 2020. | Sumber: App Annie

Sebenarnya, tidak aneh jika Mobile Legends menjadi game dengan hours spent paling tinggi. Alasannya, game itu juga punya jumlah pengguna aktif bulanan paling besar pada 2020. Menariknya, di Indonesia, jumlah pemain bulanan atau hours spent tidak selalu berbanding lurus dengan total spending dari para pemain. Buktinya, lima game dengan pemasukan terbesar pada tahun lalu sama sekali berbeda dari lima game dengan jumlah pemain aktif bulanan terbesar.

Berikut lima game dengan pemasukan terbesar di Indonesia pada tahun lalu:

  1. State of Survival

  2. Higgs Domino Island

  3. Coin Master

  4. Rise of Kingdoms

  5. Roblox

Nimo TV Bakal Siarkan Konten Wild Rift, Pengiriman Monster Hunter Rise Tembus 4 Juta Unit

Dalam sepekan terakhir, ada beberapa berita menarik yang muncul di dunia game dan esports. Sebagian merupakan berita baik, sebagian yang lain berupa berita buruk. Kabar baik datang dari Nimo TV, yang menjalin kerja sama dengan Riot Games. Melalui kerja sama ini, Nimo TV akan menyiarkan konten dari game-game Riot, termasuk Wild Rift. Sementara itu, Nielsen mengungkap bahwa mereka berencana untuk menutup divisi SuperData mereka.

Nimo TV Bakal Siarkan Konten Game-Game Riot

Nimo TV, merek milik platform game streaming Tiongkok Huya, mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan hak siar dari Riot Games di Brasil. Dengan begitu, mereka berhak untuk menayangkan konten serta pertandingan dari game-game Riot, seperti League of Legends, Teamfight Tactics, Valorant, dan Wild Rift. Dua turnamen yang akan Nimo TV siarkan antara lain League of Legends Championship di Brasil dan Valorant Challengers untuk Brasil.

Kerja sama antara Nimo TV dan Riot, yang berlangsung sepanjang 2021, tidak bersifat eksklusif. Hal itu berarti, Riot akan tetap menyiarkan turnamen esports mereka di channel YouTube dan Twitch resmi mereka. Namun, Riot tengah menyiapkan konten eksklusif dari Wild Rift untuk Nimo TV. Pasalnya, Nimo TV memang lebih fokus pada mobile game, lapor The Esports Observer.

Pengiriman Monster Hunter Rise Capai 4 Juta Unit

Capcom mengumumkan, secara global, pengiriman Monster Hunter Rise menembus 4 juta unit. Padahal, game itu baru diluncurkan pada 26 Maret 2021. Besarnya volume pengiriman dari Rise membuktikan bahwa para gamer Switch memang menginginkan game Monster Hunter. Sebagai perbandingan, pengiriman Monster Hunter World — yang diluncurkan untuk Xbox One dan PlayStation 4 — mencapai 5 juta unit, hanya 1 juta unit lebih banyak dari Monster Hunter Rise.

Monster Hunter Rise baru diluncurkan pada akhir Maret 2021 untuk Switch.
Monster Hunter Rise baru diluncurkan pada akhir Maret 2021 untuk Switch.

Kesuksesan dari peluncuran global World memperkuat keyakinan Capcom bahwa Rise juga bisa sukses jika game itu langsung diluncurkan di seluruh dunia. Monster Hunter World adalah game Monster Hunter pertama yang dirilis secara global dan langsung tersedia di Xbox One dan PS4. Sebelum itu, game-game Monster Hunter selalu diluncurkan di Jepang terlebih dulu dan hanya tersedia secara eksklusif untuk konsol PlayStation atau buatan Nintendo, lapor Games Industry.

VSPN Akuisisi Famulei, Perusahaan Manajemen Streamers

Versus Programming Network (VSPN) mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan manajemen streamer asal Tiongkok, Famulei. Sayangnya, tidak diketahui nilai dari akuisisi ini. Satu hal yang pasti, Famulei akan beroperasi secara mandiri di bawah VSPN. Operasi Famulei mencakup manajemen talenta, marketing, licensing, dan e-commerce di sektor esports, hiburan, dan livestreaming. Sejauh ini, mereka telah menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi dan pemain esports internasional, seperti Team Liquid, T1, Gen.G, dan Lee “Faker” Sang-hyeok, menurut laporan Esports Insider. Setelah akuisisi ini, VSPN dan Famulei akan fokus pada monetisasi dari influencer dan konten esports.

Nielsen Bakal Tutup Departemen SuperData

Nielsen berencana untuk menutup divisi gaming mereka, SuperData. Alasannya, performa dari divisi itu tidak sesuai harapan. Nielsen mengakuisisi SuperData Research pada akhir 2018. Ketika itu, Nielsen mengungkap, mereka berharap akuisisi ini akan membantu Nielsen Gaming dan Nielsen Esports untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

Sementara itu, SuperData menyebutkan, setiap bulan, mereka melacak lebih dari 160 juta gamers secara global. Mereka bisa menyediakan data untuk tim dan liga esports serta pelaku esports lainnya. Namun, Nielsen tetap memutuskan untuk menutup departemen SuperData, seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer.

Graffiti Games Mendapatkan Investasi Sebesar US$1,5 Juta

Graffiti Games, publisher game-game indie, mengungkap bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$1,5 juta. Dalam wawancara dengan VentureBeat, CEO dan Co-founder Graffiti Games, Alex Josef menyebutkan, nilai perusahaan sekarang mencapai US$4,5 juta, lapor Games Industry.

Blue Fire adalah salah satu game dari Graffiti Games.
Blue Fire adalah salah satu game dari Graffiti Games.

Kucuran dana segar ini akan Graffiti gunakan untuk menambah jumlah pekerja dan mencari proyek-proyek baru. Sepanjang 2020, pemsaukan dari publisher ini naik 10%. Graffiti Games bukan satu-satunya program Josef terkait indie developer. Pada November 2020, dia dan Co-founder Graffiti lainnya, Alex Van Lepp meluncurkan India Game Coach, yaitu jasa konsultasi untuk para developer indie yang bisa didapatkan dengan harga terjangkau atau bahkan gratis.

Nexon Menanamkan US$874 Juta ke Hasbro, Bandai, Konami, dan Sega

Perusahaan game online raksasa, Nexon, baru saja menanamkan investasi sebesar US$874 juta di empat perusahaan ternama, yaitu manufaktur mainan Hasbro serta tiga publisher game: Bandai Namco, Konami, dan Sega Sammy. Keputusan ini diambil setelah dewan Nexon setuju untuk menyuntikkan US$1,5 miliar ke perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang hiburan. Karakteristik perusahaan yang mereka cari adalah perusahaan yang dapat membangun intellectual property yang menarik dan mempertahankannya secara global.

Mengingat Nexon baru mengalokasikan 58% dari total dana yang mereka siapkan, Games Industry menyebutkan, Nexon kemungkinan akan membuat pengumuman investasi baru di masa depan. Nexon menyebutkan, investasi yang mereka berikan bersifat jnagka panjang dan mereka tidak berencana untuk mengakuisisi perusahaan yang menerima pendanaan mereka di masa depan.

Rumor Seputar Nintendo Switch Pro dan Signifikansinya

Microsoft dan Sony meluncurkan konsol baru mereka pada November 2020. Menurut rumor yang beredar, Nintendo juga akan meluncurkan Switch baru pada tahun ini. Pada awalnya, sempat beredar kabar bahwa versi terbaru dari Switch ini akan diluncurkan di awal 2021. Meskipun begiu, hingga sekarang, Nintendo belum memberikan konfirmasi apapun.

Menurut laporan Economic Daily News, Nintendo masih berencana untuk merilis versi terbaru Switch pada 2021. Perusahaan Jepang itu dikabarkan telah mengunjungi perusahaan-perusahaan di Taiwan demi mendapatkan layar yang sesuai untuk konsol Switch baru mereka. Berikut kumpulan rumor terkait Switch terbaru dan juga penjelasan tentang bagaimana keberadaan Switch baru akan memengaruhi developer dan gamers.

 

Dugaan Spesifikasi dan Harga dari Switch Baru

Ada banyak rumor yang beredar tentang Switch yang baru. Menurut laporan Bloomberg, Nintendo akan menggunakan layar OLED 720p sebesar 7 inci untuk Switch terbaru. Baik Switch dan Switch Lite juga memiliki layar dengan resolusi 720p. Hanya saja, keduanya masih menggunakan layar LCD. Selain itu, ukuran layar Switch dan Switch Lite juga lebih kecil, hanya 6,2 inci untuk Switch dan 5,5 inci untuk Switch Lite. Dikabarkan, Nintendo akan menggunakan layar OLED buatan Samsung pada Switch terbaru mereka. Kabar tentang penggunaan layar OLED pada Switch Pro atau Switch 2 memang sudah muncul sejak tahun lalu. Hanya saja, saat itu, Nintendo tidak disebutkan akan menunjuk Samsung sebagai manufaktur layar untuk konsol mereka, lapor CNET.

Selain penggunaan layar OLED, Switch terbaru ini dikabarkan akan menggunakan chip NVIDIA yang lebih baru dan sudah mendukung teknologi Deep Learning Super Sampling (DLSS). Pada dasarnya, DLSS merupakan teknologi yang memanfaatkan artificial intelligence untuk menampilkan grafik yang lebih tajam dengan lebih efisien. Hal itu berarti, Switch baru akan dapat menampilkan game pada resolusi 4K ketika terhubung ke TV, berdasarkan laporan Bloomberg.

DLSS menggunakan teknologi AI untuk tampilkan resolusi 4K.
DLSS bisa bantu Switch baru untuk untuk tampilkan resolusi 4K.

“Keputusan Nintendo ini akan mendorong semakin banyak orang di luar para developer untuk mendukung Switch, yang akan meningkatkan penjualan hardware dan software,” kata analis Morningstar Research, Kazunori Ito pada Bloomberg. “Nintendo tampaknya belajar dari kesalahan mereka di masa lalu, ketika Wii kehilangan momentum karena konsol itu tidak mendukung grafik dengan resolusi tinggi.”

Dengan spesifikasi yang lebih tinggi, jangan heran jika Switch yang baru punya harga yang lebih mahal dari Switch yang ada sekarang. Menurut Matthew Kanterman dari Bloomberg Intelligence, harga Switch yang baru bisa naik hingga US$100 (Rp1,4 juta). Saat ini, Switch dihargai US$299 atau sekitar Rp4,5 juta di Indonesia. Jadi, Switch yang baru kemungkinan akan dijual dengan harga sekitar Rp5,9 juta.

 

Kenapa Nintendo Tertarik untuk Rilis Switch Baru?

Nintendo meluncurkan Switch pada Maret 2017. Pada Agustus 2019, mereka merilis Switch dengan baterai yang lebih baik. Satu bulan kemudian, mereka meluncurkan Switch Lite. Di Switch, Nintendo menggunakan system-on-chip (SOC) NVIDIA Tegra X1, yang dirilis pada 2014. Keputusan Nintendo untuk menggunakan SOC yang sudah berumur tiga tahun saat peluncuran Switch sebenarnya tidak aneh. Sejak lama, menggunakan komponen terbaru dengan performa terbaik memang bukan prioritas Nintendo. Meskipun begitu, jika mereka meluncurkan Switch baru pada tahun ini, kemungkinan besar, mereka akan menggunakan SOC baru yang lebih powerful.

Memang, menggunakan komponen lama bisa menghemat biaya produksi. Meskipun begitu, Nintendo tidak bisa terus-terusan menggantungkan diri pada Tegra X1. Ke depan, mereka harus mengganti prosesor yang mereka gunakan. Membuat pabrik untuk memproduksi chip baru memang akan membutuhkan biaya besar. Meskipun begitu, Nintendo bisa menekan biaya ini dengan bekerja sama dengan Samsung atau Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), yang sudah bisa membuat SOC dengan proses fabrikasi 8nm dan 7nm. Jadi, jika Nintendo bisa menemukan rekan untuk memproduksi komponen yang lebih baru sekarang, hal ini akan membantu mereka untuk menekan biaya produksi konsol di masa depan.

Nintendo Switch baru
Switch masih menggunakan NVIDIA Tegra X1. | Sumber: Tweak Town

Lalu, apa dampaknya bagi konsumen?

Jika Nintendo meluncurkan Switch baru dengan spesifikasi yang lebih baik — layar OLED yang lebih besar dan SOC yang lebih baru — maka keuntungan yang pasti akan didapatkan oleh konsumen adalah performa yang lebih baik. Pada Switch, Nintendo tidak hanya menggunakan SOC yang sudah cukup lama, tapi mereka juga menurunkan performa dari chip itu untuk mencegah panas berlebih dan membuat baterai bisa bertahan lebih lama. Jika Nintendo memang memasang chip dari NVIDIA yang lebih baru pada Switch, maka performa konsol itu akan jauh lebih baik dari Switch yang ada sekarang.

Menurut perkiraan VentureBeat, tanpa DLSS, performa Switch baru mungkin menyamai performa PlayStation 4 Slim atau Xbox One S. Namun, dengan DLSS, Switch terbaru akan bisa punya performa yang sama seperti PlayStation 4 Pro. Hal ini tidak hanya akan menguntungkan konsumen, tapi juga para developer. Dengan konsol yang lebih mumpuni, developer akan bisa merilis game mereka ke Switch tanpa harus menurunkan kualitas grafik dari game mereka.

Tak hanya itu, jika Switch bisa memberikan performa yang lebih baik, tidak tertutup kemungkinan, developer akan memboyong lebih banyak game dari PC dan PlayStation ke Switch. Hal ini akan membantu developer-developer besar untuk menjangkau para pengguna Switch. Keuntungan terakhir bagi developer adalah jumlah pengguna Switch yang akan bertambah. Jika performa Switch yang baru jauh lebih baik dari konsol yang ada sekarang, kemungkinan, para gamer hardcore akan membeli konsol baru tersebut dan menjual Switch lama mereka. Konsol Switch second-hand itu mungkin akan dibeli oleh gamer kasual yang belum pernah menggunakan Switch sama sekali.

Sejarah Epic Games: Lalui 4 Fase yang Berbeda-Beda

Epic Games baru saja mendapatkan investasi sebesar US$1 miliar. Dengan ini total nilai perusahaan itu mencapai US$28 miliar, menurut laporan Sky News. Epic terakhir kali mengumpulkan dana pada Juli 2020. Ketika itu, Sony menjadi salah satu investor mereka dengan menanamkan modal sebesar US$250 juta. Fortnite menjadi salah satu game terpopuler buatan Epic. Sejauh ini, jumlah pemain game battle royale tersebut telah mencapai 350 juta oarng. Selain itu, Epic juga dikenal berkat Unreal Engine mereka.

Lalu, bagaimana Epic Games bisa menjadi perusahaan game raksasa seperti sekarang? Tim Sweney, Co-founder Epic Games mengungkap, selama 30 tahun berdiri, Epic Games melalui empat fase.

 

Epic 1.0

Di era Epic 1.0 — yang berlangsung pada 1991-1997 — Epic Games bahkan belum menggunakan nama itu. Sweeney mendirikan Potomac Computer Systems (PTC) pada 1991. Ketika itu, dia masih bekerja dari rumah orangtuanya. Game pertama yang PTC rilis adalah ZZT, game action-adventure puzzle yang bisa dimainkan di MS-DOS. Sweeney membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan game tersebut. Dia memperkirakan, game tersebut terjual hingga ribuan unit.

profil epic games
ZZT terjual hingga ribuan unit. | Sumber: Wikipedia

PTC berubah menjadi Epic MegaGames pada 1992. Alasan Sweeney mengubah nama perusahaannya adalah karena dia ingin serius mengembangkan bisnisnya. “Saya sadar perlu menggunakan nama yang serius. Dan tercetus ide untuk menggunakan nama “Epic MegaGames’ — agar terlihat seperti perusahaan besar,” kata Sweeney, seperti dikutip dari Gamasutra.

Dalam beberapa tahun ke depan, Epic MegaGames merilis beberapa game, seperti Jill the Jungle, Epic Pinball, dan Ken’s Labyrinth. Pada 1994, mereka meluncurkan Jazz Jackrabbit, yang didesain oleh Cliff Bleszinski dan Arjan Brussee. Jazz Jackrabbit adalah salah satu game side-scrolling platformer pertama yang diluncurkan untuk Windows dan Mac.

 

Epic 2.0

Era Epic 2.0 dimulai pada 1998. Di era ini, Epic mulai tumbuh sebagai perusahaan. Jumlah karyawan mereka naik, dari 15 orang menjadi 25 orang. Mereka juga mulai menyadari, untuk bisa menggaji semua karyawan mereka, mereka perlu membuat game yang lebih besar. Mereka lalu bekerja sama dengan GT Interactive sebagai publisher.

Pada 1998, Epic MegaGames meluncurkan Unreal, game 3D first-person shooter yang mereka kembangkan bersama dengan Digital Extremes. GT Interactive menjadi publisher dari game tersebut. Di tahun yang sama, Epic juga mulai menjual lisensi dari Unreal Engine ke developer-developer game lain. Satu tahun kemudian, Epic MegaGames kembali berubah nama, menjadi Epic Games. Bersamaan dengan itu, Epic pindah markas ke North Carolina. Masih pada 1999, Epic meluncurkan game Unreal Tournament. Sama seperti game Unreal pertama, Unreal Tournament dikembangkan dengan bantuan Digital Extremes dan dirilis oleh GT Interactive. Hanya saja, Unreal Tournament lebih fokus pada fitur multiplayer.

profil epic games
Unreal Tournament fokus pada fitur multiplayer. | Sumber: Steam

“Era Epic 2.0 berakhir karena maraknya pembajakan game PC. Menjual game single-player ketika itu hampir mustahil,” kata Sweeney, menurut laporan Polygon. “Ketika itu, kami memperkirakan, untuk setiap orang yang membeli game kami, ada empat orang yang memilih untuk memainkan versi bajakan.”

 

Epic 3.0

Epic memasuki era Epic 3.0 pada 2006. Fokus mereka pun berubah: dari membuat game untuk PC menjadi game untuk konsol. Di tahun 2006, Epic juga meluncurkan game shooter, Gears of War, untuk Xbox 360 dan PC. Microsoft Game Studios menjadi publisher dari game tersebut. Gears of War begitu sukses sehingga Epic memutuskan untuk membuat dua sekuel dari game itu. Berkat kesuksesan Gears of War, komunitas gamer konsol mulai mengenal Unreal, baik sebagai game engine maupun franchise game.

Pada Desember 2010, Epic meluncurkan Infinity Blade. Game action RPG ini dikembangkan oleh Epic dengan bantuan Chair Entertainment. Game ini merupakan game iOS pertama yang menggunakan Unreal Engine. Infinity Blade dibuat dengan tujuan untuk memamerkan versi terbaru dari Unreal Engine di iOS. Dan game tersebut sangat populer. Hanya dalam waktu empat hari sejak diluncurkan, Infinity Blade berhasil mendapatkan US$1,6 juta. Pada akhir 2011, total pemasukan untuk game ini mencapai US$23 juta.

Satu tahun kemudian, pada 2011, Epic meluncurkan Bulletstorm, yang dibuat bersama  dengan People Can Fly, studio game dari Polandia. Bulletstorm dirilis oleh Electronic Arts untuk PlayStation 3, Xbox 360, dan PC. Pada Agustus 2012, Epic membeli People Can Fly, yang kemudian turut mengerjakan Gears of War: Judgment. Masih pada 2011, Epic mengumumkan keberadaan Fortnite. Ketika itu, game tersebut hanyalah multiplayer survival game yang terinspirasi dari game jam internal di Epic.

profil epic games
Biaya produksi Gears of War 3 sudah jauh lebih besar dari game original-nya. | Sumber: Microsoft

Era Epic 3.0 berakhir karena biaya pembuatan game yang terus naik. Sebagai ilustrasi, biaya produksi game Gears of War pertama adalah US$12 juta. Sementara biaya produksi dari Gears of War 3 memakan biaya 4-5 kali lipat dari game pertama.

“Kami memperkirakan, jika kami tetap membuat Gears of War 4, biaya yang kami perlukan akan mencapai lebih dari US$100 juta. Jika game itu sukses, kami akan bisa balik modal. Namun, jika tidak, kami justru bisa bankrut,” cerita Sweeney. Hal inilah yang mendorong Epic untuk mengubah model bisnis mereka. Faktor lain yang membuat Epic tertarik untuk mengganti model bisnis mereka adalah masalah pada versi multiplayer di Gears of War: Judgment.

Sweeney menjelaskan, Epic lalu membahas rencana mereka dengan Microsoft. Namun, Microsoft tidak setuju dengan mereka. Pasalnya, apa yang ingin Epic lakukan tidak sesuai dengan rencana Microsoft. Ketika itu, Sweeney sadar bahwa publisher justru bisa menjadi penghalang bagi developer. Pada saat yang sama, Epic mulai sadar bahwa salah satu proyek mereka, Fortnite — yang awalnya dibuat sebagai game indie kecil-kecilan — bisa menjadi populer jika Epic menggunakan model bisnis free-to-play untuk game itu.

 

Epic 4.0

Pada akhir era Epic 3.0, Epic mulai menyadari bahwa game-game populer adalah live game yang kontennya terus mendapatkan update dan bukannya game AAA. Mereka pun sadar, mereka harus mengubah model bisnis mereka.

“Kami mulai berubah dari developer dengan fokus sempit pada konsol menjadi developer yang fokus pada game multiplatform dan menjadi publisher dari game kami sendiri,” ujar Sweeney. Hanya saja, untuk berubah, Epic akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Jadi, kami membuat keputusan yang gila. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Epic, kami mengajak investor dari luar, yaitu Tencent.”

Pada Juni 2012, Tencent mengeluarkan US$330 juta untuk membeli 48% saham Epic. Selain saham, Tencent juga mendapatkan hak untuk memilih dua orang dari tujuh anggota dewan direksi Epic. Namun, Tencent tidak akan mencampuri urusan pembuatan game. Keputusan Tencent ini sesuai dengan modus operandi perusahaan Tiongkok tersebut. Dengan pembelian saham Epic oleh Tencent, era Epic 4.0 pun dimulai. Di fase ini, Epic kembali fokus membuat game PC.

Setiap Epic berevolusi, Sweeney menyebutkan, mereka selalu mencari rekan yang bisa membantu mereka melakukan hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan. Tak terkecuali Tencent. Menurut Sweeney, Tencent adalah rekan yang cocok untuk Epic. Alasannya, Tencent tidak hanya sukses untuk menjadi publisher nomor satu di Tiongkok, mereka juga sangat ahli dalam mengoperasikan live game.

“Tencent bukan developer game,” kata Sweeney. “Namun, mereka ahli dalam mengoperasikan game dalam skala besar dan menarik hati para konsumen. Dan kami sadar, mereka punya visi dan misi yang mirip dengan kami sehingga kami bisa belajar banyak dari mereka.”

 

Game-Game yang Merefleksikan Era Epic 4.0

Sweeney merasa, karakteristik dari setiap fase yang Epic lewati tercermin dalam game-game yang mereka buat di era tersebut. Dua game yang mencerminkan karakteristik fase Epic 4.0 adalah Paragon dan Fortnite. Kesamaan dari kedua game itu adalah dua-duanya diluncurkan dalam keadaan tidak sempurna. Tujuannya, agar para gamer bisa memainkan game-game tersebut secepat mungkin dan memberikan masukan serta saran pada Epic.

profil epic games
Paragon merupakan MOBA dengan sudut pandang orang ketiga. | Sumber: VentureBeat

“Kami tahu bahwa komunitas gamer akan selalu lebih besar dari tim kami,” kata John Wasilczyk, yang pindah ke Epic setelah bekerja selama dua tahun di Infinity Ward, mengembangkan game-game Call of Duty. “Jadi, kami berusaha untuk mendekatkan diri dengan mereka secepat mungkin. Hal itu berarti, kami merilis fitur baru bahkan sebelum ia sempurna. Dan jika komunitas merasa fitur itu tidak perlu, kami tidak akan menyempurnakan fitur tersebut. Dengan begitu, kami bisa menghemat waktu.”

Pada awalnya, Epic hendak meluncurkan Fortnite di Xbox. Namun, mereka sadar, Fortnite bisa dibuat menjadi live game yang terus mendapatkan update dari waktu ke waktu. Darren Sugg, Lead Designers dari Fortnite menjelaskan bahwa Fortnite merupakan percobaan untuk Epic. Game itu bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ambisi Epic. Dia merasa tidak ada yang salah dengan itu. Menurutnya, di era modern seperti sekarang, tidak ada kata tamat untuk game online. Ke depan, sebuah game online masih akan terus tumbuh, menjadi lebih sempurna dengan fitur yang lebih banyak.

“Saya rasa, kebanyakan game online tidak akan tamat, selama kita masih bisa merilis update dan para pemain masih tertarik untuk memainkan game itu,” ujar Sugg. “Kami akan terus mendukung Fortnite selama masih ada orang yang memainkan game tersebut.”

 

Unreal Engine

Epic tidak hanya dikenal sebagai developer game. Mereka juga dikenal berkat Unreal Engine. Engine itu pertama kali digunakan pada game Unreal, yang dirilis pada 1998. Walau pada awalnya Unreal digunakan untuk membuat game FPS, engine itu bisa digunakan untuk mengembangkan game dari berbagai genre, mulai dari platformer, MMORPG, sampai fighting.

Pada awalnya, Epic menjual lisensi penggunaan Unreal Engine. Namun, pada 2015, mereka membiarkan Unreal Engine diunduh secara gratis. Sebagai gantinya, mereka menggunakan model bisnis royalti. Dengan model bisnis ini, Epic akan mendapatkan 5% dari total penjualan game yang menggunakan Unreal Engine. Keputusan Epic untuk menggratiskan Unreal Engine berbuah manis. Setelah Unreal Engine bisa digunakan secara gratis, ada semakin banyak developer yang tertarik menggunakan engine tersebut.

“Dulu, komunitas Unreal Engine sangat terbatas. Para developers AAA menggunakan engine kami untuk membuat game besar dan kami mengenal mereka semua. Ternyata, ada banyak developer indie berbakat — yang punya pengalaman dalam membuat game AAA atau baru pertama kali membuat game — yang juga tertarik dengan Unreal Engine. Dan mereka bisa membuat sesuatu yang hebat yang tidak pernah terpikirkan oleh kami,” ujar Sweeney.

Ke depan, Epic juga ingin mempromosikan Unreal Engine ke industri lain di luar gaming. Sweeney menyebutkan, Unreal Engine juga bisa digunakan di industri arsitektur, desain kendaraan, pembuatan film, dan lain sebagainya.

Sejak Rilis, PUBG Mobile Raup Rp73,6 Triliun, Final Fantasy XI Reboot Dibatalkan

Razer mengumumkan laporan keuangan mereka untuk tahun 2020 pada minggu lalu. Mereka mengungkap, untuk pertama kalinya, pemasukan mereka berhasil menembus US$1 miliar. Sementara itu, menurut perkiraan Sensor Tower, pemasukan PUBG Mobile sejak game battle royale itu dirilis telah mencapai US$5,1 miliar atau sekitar Rp73,6 triliun.

Total Pemasukan PUBG Mobile Capai Rp73,6 Triliun

Sejak diluncurkan, PUBG Mobile telah mendapatkan total pemasukan sebesar US$5,1 miliar atau sekitar Rp73,6 triliun, menurut data dari Sensor Tower. Sementara itu, Games Industry melaporkan, pemasukan PUBG Mobile pada 2020 mencapai US$2,7 miliar  (Rp39 triliun). Pada tahun lalu, setiap hari, para gamer PUBG Mobile menghabiskan sekitar US$7,4 juta (Rp107 miliar). Semua ini berarti, PUBG Mobile mendapatkan lebih dari setengah pemasukan mereka pada tahun lalu.

Pemasukan PUBG Mobile pada tahun ini juga menunjukkan tren naik. Pada Q4 2020, pemasukan PUBG Mobile mencapai US$555 juta (Rp8 triliun). Sementara pada Q1 2021, game battle royale itu berhasil mendapatkan US$709 juta (Rp10,2 triliun). Tiongkok masih menjadi pasar PUBG Mobile terbesar. Gamer dari Tiongkok menyumbangkan US$2,8 miliar (Rp40,4 triliun) atau sekitar 55,4% dari total pemasukan PUBG Mobile. Padahal, Sensor Tower hanya menghitung spending dari gamer yang menggunakan iOS di Tiongkok.

Pengembangan Final Fantasy XI Reboot Dibatalkan

Proyek Square Enix dan Nexon untuk membuat versi reboot dari Final Fantasy XI telah dibatalkan. Padahal, pengembangan dari game itu telah berjalan selama lima tahun. Alasan Square Enix dan Nexon untuk membatalkan proyek ini adalah karena game tersebut dianggap tidak memenuhi ekspektasi, menurut laporan Gamebiz.jp.

final fantasy xi dibatalkan
Walau telah dikembangkan lama, Final Fantasy XI akhirnya diberhentikan. |Sumber: WCCF Tech

Dikabarkan, proses pengembangan dari game ini telah dihentikan pada akhir tahun lalu. Meskipun begitu, Nexon baru mengonfirmasi bahwa mereka memang akan membatalkan pengembangan versi reboot dari Final Fantasy XI ketika mereka mengumumkan laporan keuangan terbaru mereka pada Februari 2021, seperti yang disebutkan oleh Games Industry.

Pemasukan Razer Tembus Rp17,3 Triliun

Minggu lalu, Razer baru saja mengumumkan laporan keuangan mereka. Mereka mengungkap, pemasukan mereka naik 48% dari tahun lalu, menjadi US$1,2 miliar (Rp17,3 triliun). Kali ini adalah pertama kalinya Razer berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar (Rp14,4 triliun). Seperti yang disebutkan oleh Games Industry, divisi hardware Razer memberikan kontribusi terbesar. Pemasukan segmen hardware mencapai US$1,08 miliar (Rp15,6 triliun), naik 51,8% dari tahun lalu. Sementara itu, pemasukan dari divisi Fintech naik 66,8% menjadi US$128,4 juta (Rp1,9 triliun). Sayangnya, Razer tidak mengungkap pemasukan mereka di divisi software.

Tahun Ini, Pasar Cloud Gaming Naik 2 Kali Lipat

Pasar cloud gaming diperkirakan akan mencapai US$1,4 miliar (Rp20,2 triliun) pada akhir 2021, menurut studi terbaru dari Newzoo. Sementara pada akhir 2020, nilai pasar cloud gaming diduga mencapai US$633 juta (Rp9,6 triliun). Hal itu berarti, pasar cloud gaming pada 2021 akan tumbuh hingga lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu.

Menurut laporan Games Industry, pemasukan cloud gaming naik berkat bertambahnya jumlah pengguna cloud gaming. Pada akhir 2021, jumlah pengguna cloud gaming diperkirakan akan mencapai 23,7 juta orang. Ke depan, cloud gaming diduga masih akan tumbuh. Pada akhir 2023, Newzoo memperkirakan, pasar cloud gaming akan mencapai US$5,14 miliar (Rp74,2 triliun). Kami pernah membahas soal potensi cloud gaming di Indonesia di sini.

Riot Games Akui Tengah Buat Game MMO

Pada Desember 2020, para developres di Riot Games mengungkap bahwa mereka tengah mengembangkan spinoff dari League of Legends yang ber-genre MMO. Sekarang, Riot secara resmi mengumumkan kabar itu di situs mereka. Jika Anda mengunjungi worldofruneterra.com, hal pertama yang akan Anda lihat adalah pernyataan: “Kami sedang membuat MMO.”

Riot akui tengah buat game MMO dari League of Legends.
Riot akui tengah buat game MMO dari League of Legends.

Satu hal yang harus diingat, Riot biasanya menggunakan situs ini untuk menawarkan pekerjaan atau membantu tim developer dalam mengembangkan game yang tengah mereka buat. Jadi, kecil kemungkinan mereka akan merilis trailer dari game MMO terbaru mereka dalam waktu dekat, menurut laporan VentureBeat.

Bagaimana Industri Game & Esports Indonesia dan Tiongkok Merefleksikan Karakteristik Negara

Indonesia dan Tiongkok punya beberapa kesamaan, seperti jumlah populasi yang besar. Tiongkok merupakan negara dengan populasi terbesar pertama sementara Indonesia duduk di peringkat empat. Dari segi geografis, Indonesia dan Tiongkok juga cukup dekat. Hal ini memudahkan pertukaran budaya antara kedua negara. Jadi, tidak heran jika gaya kepemimpinan pemerintah Indonesia punya kesamaan dengan pemerintah Tiongkok. Tapi tenang, kesamaan antara pemerintah Indonesia dan Tiongkok bukan berarti Partai Komunis Indonesia kembali bangkit.

Kali ini, saya akan menjelaskan kesamaan regulasi pemerintah Indonesia dan Tiongkok di bidang game dan esports. Setelah itu, saya akan membandingkan pendekatan pemerintah Indonesia dan Tiongkok di beberapa sektor lain, seperti infrastruktur internet, smartphone, dan BUMN. Tujuannya adalah untuk melihat apakah regulasi yang pemerintah Indonesia dan Tiongkok tetapkan di industri game dan esports muncul akibat hukum di bidang lain yang terkait.

Berikut pembahasannya.

 

Industri Game

Menjunjung nasionalisme merupakan salah satu kesaamaan antara Indonesia dan Tiongkok di industri game. Di Indonesia, masih ada game-game yang dipasarkan dengan menggunakan sentimen “game buatan anak negeri!” Tak bisa dipungkiri, memang ada orang-orang yang tertarik dengan game-game tersebut. Hanya saja, strategi marketing itu bisa menjadi bumerang jika game tidak dilengkapi dengan gameplay yang menarik. Pada akhirnya, seseorang bermain game demi mendapatkan kepuasan bermain dan bukannya untuk mendukung kedaulatan negara. Satu hal yang harus diingat, developer bisa menjadikan budaya lokal dalam game sebagai daya tarik jika mereka memang bisa menempatkan konten lokal dengan porsi yang pas.

Rasa nasionalisme juga dijunjung tinggi di Tiongkok. Beijing bahkan turun tangan secara langsung untuk memastikan semua game yang dirilis di Tiongkok tidak mengandung konten yang bertentangan dengan ideologi negara. Hal ini juga berlaku untuk para publisher asing yang hendak merilis game-nya di Tiongkok. Nasionalisme di Tiongkok begitu dijunjung hingga semua teks dalam game harus berupa Simplified Chienese. Menurut laporan Niko Partners, bahkan ada game yang dilarang rilis karena menampilkan kata seperti “Winner” atau “Attack” dalam bahasa Inggris dan bukannya Simplified Chinese.

Di Tiongkok, jumlah game yang dirilis setiap tahun juga dibatasi. Game yang mempromosikan budaya atau sejarah Tiongkok juga akan diprioritaskan. Hal ini menjadi bukti lain bagaimana nasionalisme menjadi poin penting dalam industri game Tiongkok. Tujuan pemerintah memprioritaskan game yang menunjukkan budaya dan sejarah Tiongkok adalah untuk meningkatkan kualitas game dan memperluas audiens yang bisa dijangkau oleh sebuah game. Dengan membatasi game buatan asing yang dirilis di Tiongkok, secara tidak langsung, pemerintah melindungi developer game lokal dengan membatasi persaingan.

Di Indonesia, pemerintah tidak membatasi jumlah game yang bisa dirilis atau menyaring game-game yang akan diluncurkan. Bentuk dukungan pemerintah pada developer lokal bukan dalam bentuk membatasi jumlah game asing yang beredar. Salah satu bentuk dukungan pemerintah Indonesia adalah dengan mengadakan event bagi developer lokal untuk unjuk gigi, seperti Game Prime. Selain itu, mereka juga berusaha untuk memfasilitasi developer lokal agar bisa mendapatkan investasi serta mempromosikan game lokal, seperti Lokapala.

Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Norman Marcioano sempat berkunjung ke markas Anantarupa Studios — developer Lokapala — pada Desember 2020. Ketika itu, dia menyatakan keinginannya agar KONI ikut mempromosikan Lokapala sebagai game esports nasional, seperti dikutip dari Kompas. Caranya, dengan memasukkan mobile game itu ke Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. Selain itu, Lokapala juga pernah diadu di Piala Menpora.

Lokapala jadi salah satu game yang diadu di PON 2021. | Sumber: Suara
Lokapala jadi salah satu game yang diadu di PON 2021. | Sumber: Suara

Selain sama-sama menjunjung nasionalisme, Indonesia dan Tiongkok juga punya kesamaan lain, yaitu kecenderungan untuk memblokir game. Pada 2017, Kementerian Komunikasi dan Informatika sempat memblokir game berjudul Fight of Gods. Alasannya, game itu menampilkan karakter berupa tokoh agama atau dewa dari berbagai negara, seperti Yesus, Buddha, Zeus, dan Anubis. Saat itu, Kominfo menjelaskan tujuan mereka memblokir game itu adalah demi mencegah terjadinya pertengkaran antara penganut agama.

Selain itu, di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan fatwa haram akan PUBG Mobile. Hal ini mendorong Aceh untuk mengharamkan PUBG Mobile dan game-game serupa lainnya. Pertimbangan MUI adalah karena PUBG dan game serupa dianggap bisa mengubah perilaku pemainnya dan mengganggu kesehatan, menurut laporan CNBC Indonesia. Hal ini memicu rumor bahwa Kominfo juga akan memblokir PUBG Mobile. Dan memang, pada Maret 2019, Kominfo mengaku siap untuk memblokir PUBG jika MUI menganggap pemblokiran memang perlu dilakukan. Meskipun begitu, pada akhirnya, Kominfo mengklaim bahwa kabar tentang pemblokiran PUBG Mobile tidak lebih dari hoaks.

Lucunya, PUBG Mobile juga diblokir di Tiongkok. Padahal, game itu dirilis di bawah bendera Tencent Games. Alasan pemerintah melakukan hal itu adalah karena PUBG Mobile dianggap menampilkan kekerasan eksplisit. Alhasil, pada Mei 2019, Tencent menarik PUBG Mobile. Sebagai gantinya, mereka meluncurkan Game for Peace alias Peacekeeper Elite. Game itu punya gameplay yang sama persis dengan PUBG Mobile. Hanya saja, tema yang diusung dalam game itu adalah perang melawan terorisme dan bukannya saling membunuh demi bisa bertahan hidup.

 

Industri Esports

Tak hanya di industri game, keputusan pemerintah Indonesia dan Tiongkok terkait industri esports juga punya kesamaan. Keduanya sama-sama mendukung esports. Hanya saja, lagi-lagi, dukungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dan Tiongkok pada pelaku industri esports berbeda.

Di Tiongkok, salah satu dukungan pemerintah pusat pada pelaku industri esports adalah dengan menyatakan pemain profesional sebagai pekerjaan resmi. Semantara itu, pemerintah lokal justru tidak segan untuk mengucurkan dana demi mengembangkan fasilitas esports. Shanghai menjadi salah satu kota yang peduli akan ekosistem esports. Pada 2019, pemerintah lokal Shanghai bahkan menyatakan keinginan mereka untuk menjadikan Shanghai sebagai “ibukota esports“. Mereka berharap untuk merealisasikan rencana itu dalam waktu 3-5 tahun ke depan.

Shanghai bukan satu-satunya kota yang peduli akan industri esports. Pemerintah Huangzhou juga menunjukkan ketertarikan untuk menjadikan kota turis itu sebagai pusat esports. Untuk itu, pemerintah Huangzhou menyiapkan US$280 juta untuk membangun komplek esports seluas 360 ribu meter persegi. Keputusan pemerintah Huangzhou ini mendorong LGD Gaming dan Allied Gaming untuk membuka kantor di komplek tersebut. LGD Gaming merupakan organisasi esports yang punya beberapa tim sukses, termasuk tim League of Legends. Sementara Allied Gaming mengoperasikan jaringan esports di Tiongkok. Hal ini menunjukkan sinergi antara pemerintah dengan pelaku swasta dari industri esports, bagaimana pemerintah bisa menunjukkan dukungan secara nyata pada pelaku esports.

Chongqing Zhongxian E-Sports Stadium. | Sumber: SCMP
Chongqing Zhongxian E-Sports Stadium. | Sumber: SCMP

Pada Januari 2021, pemerintah Shanghai memamerkan desain dari esports hub yang hendak mereka bangun. Esports hub yang dinamai Shanghai International New Cultural and Creative Esports Center ini akan dibuka pada 2024. Untuk membangun fasilitas seluas 500 ribu meter persegi ini, pemerintah Shanghai menggelontorkan uang sebanyak US$900 juta. Salah satu fungsi esports hub itu adalah untuk menjadi tempat diselenggarakannya turnamen esports. Memang, esports hub tersebut dapat menampung penonton hingga enam ribu orang. Setelah esports hub ini jadi, ia akan menjadi salah satu stadion esports terbesar di dunia. Sejauh ini, kebanyakan stadion khusus esports punya kapasitas kurang dari enam ribu orang. Sebagai perbandingan, Esports Stadium Arlington, stadion esports terbesar di Amerika Utara, hanya memiliki kapasitas 2,5 ribu penonton.

Dua fasilitas tadi bukan stadion khusus esports pertama yang dibangun di Tiongkok. Pada 2018, di Tiongkok, telah dibangun Chongqing Zhongxian E-Sports Stadium, yang memiliki kapasitas 7 ribu orang. Stadion ini juga dilengkapi dengan plaza di bagian luar yang bisa menampung hingga 13 ribu orang. Para penonton yang ada di luar akan bisa menonton jalannya pertandingan melalui layar LED raksasa yang terpasang pada dinding luar stadion.

Sementara di Indonesia, salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah dengan membentuk organisasi yang memayungi esports, yaitu Pengurus Besar Esports alias PB Esports, yang dipimpin oleh Jendral Pol (Purnawirawan) Budi Gunawan. Hanya saja, sebelum PB Esports dibentuk pada Januari 2020, telah ada beberapa organisasi yang menaungi para pelaku dunia game dan esports, seperti Asosiasi olahraga Video Game Indonesia (AVGI) yang dibentuk pada Juli 2019 atau Federasi Esports Indonesia (FEI), yang didirikan pada Oktober 2019.

Pada pelantikan anggota PB Esports, Budi Gunawan menjelaskan, pemerintah ingin menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pelaku industri esports melalui PB Esports, mulai dari regulasi sampai training center. Tempat yang dipilih untuk menjadi pusat pelatihan esports adalah Sentul, Bogor. Sayangnya, sampai saat ini, saya tidak lagi mendengar kabar tentang proses pembangunan training center tersebut.

Bentuk dukungan lain dari pemerintah Indonesia adalah dengan menyatakan esports sebagai olahraga berprestasi pada Agustus 2020. Ketika itu, perwakilan PB Esports mengungkap, salah satu langkah konkret yang mereka lakukan untuk mengembangkan ekosistem esports adalah dengan menjaring bibit unggul. Mereka akan mencari para pemain berbakat di tingkat provinsi sebelum mengadu para bibit unggul itu di tingkat nasional. Selain itu, PB Esports juga hendak melakukan pembinaan pada para atlet unggul tersebut.

Berkaca dari akun Instagram resmi PB Esports, mereka telah mengadakan berbagai kompetisi esports di tingkat provinsi dengan game yang beragam, termasuk PUBG Mobile, Mobile Legends, dan PES. Tak hanya itu, mereka juga mengadakan berbagai turnamen esports tingkat nasional, seperti Piala Pelajar yang menawarkan total hadiah hingga Rp500 juta dan Piala KONI yang memiliki total hadiah sebesar Rp200 juta.

Piala KONI juga memasukkan esports. | Sumber: Esports.id
Piala KONI juga memasukkan esports. | Sumber: Esports.id

Dari segi budaya game dan esports, Indonesia juga punya kemiripan dengan Tiongkok. Baik di Indonesia maupun Tiongkok, mobile esports berkembang pesat. Di Tiongkok, hal ini terjadi karena Beijing memang sempat melarang penjualan konsol. Mereka baru mengizinkan penjualan konsol pada 2015. Alhasil, industri game yang berkembang di sana adalah game PC dan mobile game.

Sementara di Indonesia, mobile game dan esports tumbuh karena kebanyakan orang Indonesia memang mengenal internet pertama kali melalui smartphone. Tidak heran, mengingat harga smartphone jauh lebih murah dari PC atau konsol.  Selain itu, kebanyakan mobile game bisa diunduh dan dimainkan gratis. Karenanya, jumlah pemain mobile game bisa lebih banyak dari game PC atau konsol. Dan hal ini memudahkan ekosistem mobile esports tumbuh dan berkembang. Psst, kami juga pernah menjelaskan mengapa game esports yang populer adalah game gratis di sini.

 

Infrastruktur Internet dan Bisnis Smartphone

Suka atau tidak, industri game dan esports tidak berdiri sendiri. Keberadaan dan pertumbuhan dua industri ini sangat tergantung pada industri lain, seperti industri smartphone. Selain itu, infrastruktur internet juga memengaruhi perkembangan industri game dan esports. Tidak peduli sejago apa seseorang, dia tetap tidak akan bisa bermain game online atau bertanding di kompetisi esports jika dia tidak mendapatkan akses ke internet yang memadai. Jaringan internet yang buruk bahkan bisa memaksa tim mundur dari turnamen. Hal ini terjadi pada tim nasional Dota 2 dalam babak kualifikasi IESF World Championship 2020 untuk wilayah Asia Tenggara.

Indonesia dan Tiongkok sama-sama negara berkembang. Meskipun begitu, dari segi kecepatan internet, apalagi internet mobile, Tiongkok sudah jauh lebih baik. Berdasarkan data dari Speedtest, kecepatan internet mobile di Tiongkok mencapai 113,35 Mbps, hanya kalah dari Korea Selatan yang memiliki internet mobile dengan kecepatan 121 Mbps. Sementara kecepatan internet mobile di Indonesia hanya mencapai 16,7 Mbps. Kecepatan internet broadband di Tanah Air juga tidak jauh lebih baik, hanya mencapai 22,35 Mbps. Sementara di Tiongkok, kecepatan internet broadband sudah mencapai 138,66 Mbps. Sebagai perbandingan, Singapura — yang menjadi negara dengan kecepatan broadband tertinggi — memiliki kecepatan internet hingga 226,6 Mbps.

Namun, pemerintah Indonesia dan Tiongkok punya pendekatan yang sama soal internet: keduanya sama-sama peduli akan penyensoran. Tiongkok tidak hanya dikenal dengan Tembok Besar mereka, tapi juga dengan The Great Firewall of China. Memang, begitu Anda memasuki kawasan Tiongkok, akses internet Anda akan dibatasi. Bahkan perusahaan sekelas Facebook dan Google pun dilarang beroperasi di sana.

Secara garis besar, ada tiga alasan mengapa Beijing menyensor internet. Pertama, untuk mengendalikan massa. Media sosial dan internet bisa digunakan untuk mengumpulkan massa demi memprotes pemerintah. Memang, hashtag yang menjadi trending di jagat Twitter tidak melulu berakhir dengan tindakan di dunia nyata. Meskipun begitu, tidak sedikit kasus yang menunjukkan the power of netizens. Seminggu lalu, akun Instagram dari All England sempat hilang karena serbuan netizen Indonesia. Pasalnya, skuad Indonesia dianggap dicurangi, dilarang untuk bertanding karena ada kasus positif corona dalam pesawat yang mereka naiki.

Akun Instagram All England sempat hilang. | Sumber: CNN Indonesia
Akun Instagram All England sempat hilang. | Sumber: CNN Indonesia

Alasan lain pemerintah Tiongkok membatasi akses ke internet adalah untuk mengendalikan informasi sensitif. Dengan membatasi akses masyarakat akan internet, Beijing membatasi informasi yang bisa mereka terima atau bagikan. Jadi, secara teori, pemerintah bisa mengendalikan informasi yang sampai ke tangan masyarakat, khususnya terkait topik sensitif, seperti protes di Hong Kong. Alasan terakhir mengapa Tiongkok menyensor internet adalah untuk melindungi industri lokal. Pemerintah Tiongkok melarang perusahaan asing raksasa seperti Google dan Facebook karena mereka lebih suka untuk menggunakan jasa perusahaan lokal, seperti Baidu, yang menawarkan jasa seperti Google dan dan Weibo, platform media sosial serupa Twitter.

Sama seperti Tiongkok, pemerintah Indonesia juga melakukan penyensoran pada internet. Hanya saja, di sini, alasan pemerintah membatasi akses internet adalah untuk menyensor konten “negatif”, seperti pornografi. Untuk itu, Kominfo bahkan rela menyiapkan Rp194 miliar untuk mendapatkan mesin pengais (crawling). Meskipun begitu, saya cukup yakin saya masih melihat konten pornografi berseliweran di internet. Pada Maret 2018, Kominfo juga pernah memblokir Tumblr. Pemblokiran itu bisa diakali menggunakan VPN. Dua hal ini menunjukkan betapa (tidak) efektifnya penyensoran internet di Tanah Air tercinta.

Sama seperti Tiongkok, pemerintah Indonesia juga tidak hanya menyensor pornografi, tapi juga konten sensitif. Misalnya, pada Agustus 2019, pemerintah melakukan throttling kecepatan internet di Papua sebelum memblokir akses internet sama sekali. Alasannya, pemerintah mengklaim, adalah untuk “menangkal hoaks” yang muncul setelah masyarakat Papua melakukan protes besar-besaran akibat perlakuan rasis pada mahasiswa Papua di Surabaya, seperti dikutip dari Tirto.

Pemerintah Indonesia sempat memblokir internet di Papua. | Sumber: Deposit Photos
Sumber: Deposit Photos

Sekarang, mari kita melirik industri smartphone. Selama ini, Tiongkok dikenal karena punya banyak pabrik, termasuk pabrik smartphone. Sementara Indonesia mulai membahas tentang ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pada 2015. Komponen lokal yang bisa dimasukkan ke dalam smartphone berupa hardware, software, atau investasi. Untuk memenuhi TKDN, perusahaan smartphone terkadang bekerja sama dengan pabrik lokal atau bahkan membuat pabrik sendiri. Namun, alasan pembuatan pabrik smartphone di Indonesia dan Tiongkok agak berbeda. Indonesia menerapkan TKDN dengan harapan untuk memajukan industri komponen lokal.

Sementara itu, kebanyakan perusahaan smartphone memang memilih untuk memproduksi ponsel mereka di Tiongkok. Salah satu alasannya adalah karena di Tiongkok, gaji pegawai relatif lebih rendah daripada Amerika Serikat. Selain itu, Tiongkok juga punya banyak pekerja. Dan kebanyakan dari mereka tidak keberatan untuk tinggal di asrama yang dekat dengan pabrik demi memangkas waktu pulang-pergi. Selain dari sisi sumber daya manusia, Tiongkok juga menawarkan keuntungan secara geografis. Pasalnya, lokasi Tiongkok lebih dekat dengan negara-negara pemasok bahan baku untuk membuat smartphone. Jarak yang lebih pendek berarti waktu pengiriman bahan baku yang lebih singkat, yang akan berujung pada waktu produksi yang lebih juga lebih pendek.

Tak terbatas pada infrastruktur internet dan bisnis smartphone, Indonesia dan Tiongkok punya kesamaan di sektor lain, seperti BUMN. Seperti namanya, BUMN alias Badan Usaha Milik Negara merupakan perusahaan yang sahamnya dikuasai oleh pemerintah. Di sebagian BUMN, pemerintah menguasai keseluruhan saham perusahaan, sementara di sebagian BUMN yang lain, pemerintah hanya menguasai setidaknya 51% saham perusahaan. Secara garis besar ada dua jenis BUMN, yaitu BUMN yang berorientasi pada keuntungan — seperti PT Telekomunikasi Indonesia alias Telkom dan PT Garuda Indonesia — dan BUMN yang fokus pada menyediakan barang atau layanan berkualitas pada masyarakat dengan harga terjangkau, seperti Perum Damri, Perum Perumnas, dan lain sebagainya. Hal yang sama juga berlaku di Tiongkok.

Sementara itu, di sektor keuangan, Jakarta dan Beijing juga membuat peraturan yang ketat. Mengingat uang memang masalah yang sensitif, tidak heran jika sektor finansial menjadi sektor yang diregulasi secara ketat. Di Indonesia, salah satu bentuk nyata campur tangan pemerintah adalah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada startup fintech. Pada September 2018, OJK mengeluarkan 9 pokok peraturan baru soal fintech, termasuk pemantauan dan pengawasan startup fintech.

Di Tiongkok, regulasi di sektor keuangan malah lebih ketat lagi. Beijing bahkan tidak membiarkan investor asing untuk menanamkan investasi di perusahaan Tiongkok begitu saja. Jika investor asing ingin menanamkan modal, mereka harus memenuhi setidaknya satu kriteria dari daftar persyaratan yang diberikan oleh Beijing, seperti tinggal di Tiongkok, bekerja di perusahaan ternama asal Tiongkok, atau punya tempat tinggal di Tiongkok. Dan jika seorang investor memang memenuhi kriteria itu, maka pemerintah akan melakukan background check yang ketat sebelum mengizinkan sang investor membeli saham perusahaan Tiongkok. Saham yang bisa dibeli sang investor pun hanyalah saham non-voting. Dengan kata lain, investor asing tidak akan bisa menentukan arah perusahaan, termasuk keputusan untuk melakukan merger atau penunjukan anggota dewan direksi.

Pada Januari 2021, pemerintah Indonesia berencana untuk membatasi investor asing sehingga mereka hanya bisa menanamkan modal di Indonesia dengan nilai di atas Rp10 miliar. Tak hanya itu, menurut CNN Indonesia, investor asing juga harus membuka PT jika mereka ingin melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Namun, peraturan ini tidak berlaku untuk startup teknologi yang ingin berinvestasi di kawasan ekonomi khusus. Walau peraturan terkait investasi asing Indonesia tidak seketat Tiongkok, BUMN biasanya masih mendominasi pasar. Buktinya, IndiHome masih menjadi penyedia layanan internet dengan jangkauan terluas dan pelanggan terbanyak walau sering mendapatkan keluhan.

 

Kesimpulan

Pemerintah Tiongkok tidak segan-segan untuk membatasi akses masyarakat akan internet. Alasan mereka adalah untuk mencegah protes dan melindungi perusahaan lokal dari persaingan global. Hal ini tercermin dalam keputusan yang pemerintah buat di industri game dan esports. Beijing tak segan-segan untuk melarang peluncuran sebuah game buatan developer asing jika game itu tidak sesuai dengan peraturan yang mereka buat atau mengandung konten yang bertentangan dengan ideologi negara.

Sementara itu, pemerintah Tiongkok juga tidak ragu untuk mendukung para pelaku industri esports, termasuk dalam mengeluarkan uang ratusan juta dollar demi membangun fasilitas esports. Keputusan pemerintah Tiongkok untuk melarang penjualan konsol juga memengaruhi ekosistem esports yang tumbuh. Di Tiongkok, ekosistem esports yang berkembang pesat adalah mobile esports dan PC.

Berbagai keputusan yang diambil Beijing membuat mereka dianggap sebagai pemerintahan yang opresif. Meskipun begitu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Ash Center, masyarakat Tiongkok merasa puas dengan kinerja pemerintah pusat. Pada 2016, sebanyak 95,5% responden mengaku “cukup puas” atau “sangat puas” akan kinerja pemerintah pusat. Menariknya, tingkat kepuasan masyarakat akan pemerintah lokal justru sangat rendah. Hanya 11,3% responden yang mengatakan bahwa mereka “sangat puas” dengan kinerja pemerintah lokal, seperti yang disebutkan oleh Harvard Gazette.

Walau pemerintah Indonesia punya banyak kemiripan dengan pemerintah Tiongkok, ada juga beberapa perbedaan antara keduanya. Salah satunya adalah konsistensi. Pemerintah Tiongkok lebih konsisten dalam menegakkan peraturan yang mereka tetapkan. Mereka juga tidak segan-segan untuk memblokir perusahaan sekelas Google atau Facebook. Bahkan Apple dan NBA pun harus mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Beijing jika mereka ingin berbisnis di Tiongkok.

Feature Image via: CGTN

Niantic Bakal Buat Lebih Banyak Lagi Game AR dari Franchise Nintendo, Diawali dengan Pikmin

Developer Pokemon Go, Niantic, sedang sibuk menyiapkan proyek augmented reality (AR) baru yang terdengar sangat menarik. Lewat sebuah blog post, Niantic mengumumkan bahwa mereka tengah mengembangkan game AR baru untuk platform mobile, kali ini yang berasal dari franchise Pikmin.

Detail mengenainya memang belum banyak, akan tetapi Niantic bilang bahwa gameplay-nya dirancang agar bisa mendorong pemain untuk berjalan kaki, sekaligus membuat kegiatan berjalan kaki itu sendiri jadi lebih menyenangkan. Kalau Anda pernah memainkan Pokemon Go, Anda semestinya sudah sangat familier dengan formula ini.

Franchise Pikmin sendiri diciptakan oleh Shigeru Miyamoto pada tahun 2001, sekitar satu bulan setelah console Nintendo GameCube dirilis. Dari sisi naratif, Pikmin berfokus pada suatu planet mirip bumi bernama PNF-404 yang dihuni oleh Pikmin, makhluk unik yang tampak seperti gabungan dari hewan sekaligus tumbuhan.

Sepanjang permainan, pemain akan mengeksplorasi planet asing tersebut selagi berjumpa dengan banyak spesies Pikmin. Lucunya, Pikmin yang nyaris punah ini sama sekali tidak bisa bertahan hidup tanpa ada satu sosok yang memimpin. Itulah mengapa mengawinkan lore Pikmin dengan gameplay ala Pokemon Go jadi terdengar sangat masuk akal.

Kalau kata Shigeru sendiri dalam sebuah siaran pers, “Teknologi AR Niantic memungkinkan kita untuk menjelajahi dunia seakan-akan Pikmin hidup dan bersembunyi di sekitar kita.” Sekali lagi, premisnya terdengar sangat mirip seperti Pokemon Go, tapi kita juga harus ingat bahwa Pikmin bukanlah makhluk yang diciptakan untuk bertarung seperti Pokemon.

Belum diketahui kapan pastinya game ini akan dirilis, tapi Nintendo dan Niantic menargetkan jadwal perilisan global di tahun ini juga. Game ini bakal jadi game pertama yang dikembangkan oleh Niantic Tokyo Studio, cabang Niantic yang didirikan di tahun 2018. Pikmin juga baru satu dari beberapa franchise Nintendo yang akan dibuatkan game AR-nya oleh Niantic, sebab kedua perusahaan memang telah menandatangani kontrak kerja sama baru.

Sumber: Games Industry dan Niantic.

Samudra Menangkan Unity for Humanity Grant, Ubitus Dapat Investasi dari Tencent dan Sony

Minggu lalu, ada kabar baik di industri game Indonesia. Samudra berhasil memenangkan program Unity for Humanity. Sementara itu, di tingkat global, perusahaan cloud gaming Ubitus mengumumkan bahwa mereka baru mendapatkan investasi dari Tencent, Sony, dan Square Enix.

Samudra Jadi Salah Satu Pemenang Unity For Humanity Grant

Samudra, game puzzle buatan developer Indonesia, Khayalan Arts, berhasil menjadi salah satu pemenang dari Unity for Humanity Grant. Program tersebut merupakan bagian dari Unity Social Impact. Tujuannya adalah mendukung para developer gameyang menggunakan teknologi real-time 3D untuk mendorong perubahan di dunia nyata.

Ada empat game lain yang juga memenangkan Unity for Humanity. Keempat game itu adalah Ahi Kā Rangers, game yang terinspirasi dari budaya Maori, Future Aleppo, yang bercerita tentang seorang anak yang bercita-cita untuk membangun rumahnya kembali di Suriah, serta Dot’s Home dan Our America, yang memberikan komentar sosial tentang keadaan di Amerika Serikat. Dengan memenangkan Unity for Humanity, para developer dari kelima game ini akan mendapatkan dana, mentorship, serta dukungan teknis untuk menyempurnakan game mereka, lapor IGN.

2K Sports Akuisisi HB Studios, Tanda Tangan Kontrak dengan Tiger Wood

Minggu lalu, Take-Two Interactive, perusahaan induk dari 2K Sports, mengumumkan bahwa mereka baru saja mengakuisisi developer dari PGA Tour 2K, HB Studios. Tak hanya itu, mereka juga mengungkap bahwa mereka telah menandatangani kontrak dengan Tiger Woods, salah satu pemain golf terbaik di dunia. Sayangnya, 2K Sports tidak mengungkap nilai dari kontrak mereka dengan Woods. Satu hal yang pasti, PGA Tour 2K21 telah terjual sebanyak 2 juta unit sejak ia diluncurkan pada Agustus 2020. Salah satu alasannya, menurut VentureBeat, adalah karena HB Stidios berhasil membuat gameplay yang mudah dimengerti.

Secretlab Gandeng Designer Mainan dari Filipina, Quiccs

Secretlab, perusahaan pembuat kursi gaming, menggandeng graphic designer asal Filipina, Quiccs. Melalui kerja sama ini, keduanya akan membuat kursi gaming edisi terbatas, Quiccs Edition Secretlab. Kursi itu akan tersedia sebanyak 200 unit. Quiccs merupakan designer mainan dan graffiti artist dari Filipina, lapor IGN. Dia tumbuh besar menonton seri TV Jepang, seperti Bioman, Voltes V, dan Daimos. Hal ini memengaruhi gayanya dalam berkarya.

Quiccs merupakan graphic designer dari Filipina. | Sumbe: IGN
Quiccs merupakan graphic designer dari Filipina. | Sumbe: IGN

Quiccs bercerita, kerja sama ini diprakarsai oleh Secretlab. Dia menyebutkan, Secretlab tampaknya sudah melakukan riset tentangnya dan karyanya sebelum mengajaknya bekerja sama. Karena itu, kolaborasi antara keduanya berjalan dengan mulus. Quiccs juga menjelaskan, salah satu alasan mengapa kursi hasil kolaborasinya dengan Secretlab hanya tersedia dalam jumlah terbatas adalah karena mereka ingin membuat kursi itu menjadi istimewa.

Tencent, Square Enix, dan Sony Investasi di Perusahaan Cloud Gaming Ubitus

Perusahaan cloud gaming Ubitus baru saja mendapatkan kucuran dana segar. Ronde investasi kali ini dipimpin oleh Tencent dan diikuti oleh Sony Innovation Fund by IGV, Square Enix, serta Actoz, menurut laporan GamesIndustry. Sayangnya, Ubitus tidak mengungkap berapa nilai investasi yang mereka terima. Namun, menurut narasumber Bloomberg, Ubitus mendapatkan investasi sekitar US$45 juta. Ubitus didirikan di Taiwan pada 2007. Sekarang, mereka bermarkas di Jepang. Pada 2013, Samsung memimpin ronde investasi senilai US$15 juta untuk Ubitus.

Mengupas Otak Kecerdasan Buatan: Di Balik Cara Berpikir Artificial Intelligence di Game

Apa yang muncul di benak Anda ketika Anda mendengar istilah kecerdasan buatan alias artificial intelligence? Mesin pembunuh seperti Terminator? Atau justru robot yang lucu seperti Wall-E? Menurut Oxford Languages, artificial intelligence adalah sistem komputer yang dapat melakukan tugas yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh manusia, seperti mengambil keputusan, menerjemahkan bahasa, atau mengenali gambar dan suara.

Sekarang, AI sebenarnya telah banyak digunakan di dunia nyata, walau pengaplikasian AI mungkin tidak sedramatis Detroit: Become Human. Salah satu contoh penggunaan AI di dunia nyata adalah asisten digital, seperti Siri, Cortana, Alexa, dan Google Assistant. Selain pada asisten digital, Google juga menggunakan AI pada mesin pencari mereka. Tak hanya Google, perusahaan e-commerce seperti Amazon pun sudah menggunakan AI.

Lalu, bagaimana AI diterapkan dalam game? Dan, bagaimana caranya jika Anda ingin mencoba berkreasi membuat AI sendiri di game?

 

AI Di Game dan Di Kehidupan Sehari-Hari

Jika Anda pernah bermain game, Anda pasti pernah berinteraksi dengan AI, tak peduli genre game yang Anda mainkan. Dalam game, salah satu penggunaan AI adalah untuk membuat Non-Player Characters alias NPC menjadi terlihat manusiawi. Ketika Anda berinteraksi dengan NPC — baik lawan atau kawan — dia akan bereaksi sesuai dengan aksi yang Anda lakukan.

Misalnya, dalam game shooter seperti Borderlands, jika Anda berlari ke arah musuh begitu saja, tentu musuh akan menembak Anda. Sementara dalam game yang fokus pada cerita, dialog dan aksi yang Anda pilih akan memengaruhi persepsi NPC pada Anda. Dalam Stardew Valley atau game serupa, jika Anda ingin memenangkan hati para love interest, maka Anda harus memberikan item yang mereka sukai.

Dalam membuat AI di game, salah satu metode yang developer biasa gunakan adalah Finite State Machine (FSM), menurut laporan Harvard. Pada dasarnya, dengan metode ini, sang developer akan mempertimbangkan semua interaksi yang mungkin terjadi antara AI dengan pemain dan memprogram semua reaksi yang mungkin dilakukan oleh sang NPC. Misalnya, ketika seorang pemain berada tidak jauh dari musuh, maka musuh akan menyerang. Dan ketika pemain berlari menjauh, musuh akan mengejar sang pemain.

Ilustrasi model FSM. | Sumber: Harvard
Ilustrasi model FSM. | Sumber: Harvard

Metode FSM telah digunakan dalam game sejak tahun 1990-an. Beberapa contoh game yang menggunakan metode ini antara lain Call of Duty, dan Tomb Raider. Namun, metode ini tetap punya kelemahan, yaitu respons AI akan tindakan pemain terbatas. Jadi, setelah memainkan game yang menggunakan FSM beberapa kali, pemain mungkin akan merasa bosan.

Selain FSM, metode lain yang bisa digunakan untuk membuat AI dalam game adalah Monte Carlo Search Tree (MCST). Model algoritma ini digunakan pada Deep Blue, AI pertama yang bisa mengalahkan juara catur pada 1997. Dengan MCST, AI akan mencoba untuk memecahkan masalah dengan melakukan tindakan secara random sebelum mempertimbangkan semua opsi tindakan yang bisa ia ambil.

Dalam kasus Deep Blue, sebelum mengambil langkah, ia akan mempertimbangkan semua langkah yang bisa ia ambil. Kemudian, ia akan memperkirakan semua langkah bisa dilakukan lawannya sebagai respons. Setelah itu, ia akan kembali mempertimbangkan semua opsi yang ia punya, dan begitu seterusnya. Deep Blue kemudian akan mengambil langkah yang dianggap memberikan hasil paling baik. Lalu, ia akan kembali mempertimbangkan langkah yang bisa ia dan musuhnya ambil. Contoh game yang menggunakan metode MCST adalah Civilization.

Skema MCST. | Sumber: Harvard
Skema MCST. | Sumber: Harvard

AI dalam game mungkin bisa bertindak layaknya manusia. Namun, AI dari NPC stagnan. Ia tidak akan bisa berevolusi atau mengubah strategi yang ia gunakan berdasarkan gaya bermain para pemain. Padahal, sejatinya, salah satu karakteristik AI adalah kemampuan untuk belajar. Fakta bahwa AI dalam game bersifat stagnan membuatnya jauh berbeda dari Ai yang bisa kita temukan sehari-hari, seperti pada Google Search. Ketika seseorang menggunakan Google Search untuk mencari kata kunci tertentu, hasil pencarian biasanya akan disesuaikan dengan kebiasaan browsing orang tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa AI dalam game dan AI dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda. Salah satunya adalah karena AI pada game dan AI di kehidupan nyata punya fungsi dan tujuan yang berbeda. Dalam game, fungsi AI hanya satu, yaitu membuat pengalaman bermain para gamer menjadi lebih seru. Sementara dalam kehidupan nyata, AI punya fungsi yang berbeda-beda.

Contohnya Google, yang menggunakan AI pada berbagai produk mereka, mulai dari Search, Gmail, Maps, sampai Assistant. Walau sama-sama menggunakan AI, tapi fungsi AI pada masing-masing produk Google itu berbeda-beda. Di Gmail, AI berfungsi untuk mendeteksi email spam. Sementara di Search, fungsi AI adalah untuk menampilkan hasil yang paling relevan dengan kata kunci yang digunakan seorang pengguna. Dalam Maps, AI berfungsi untuk mencari rute terbaik atau memperkirakan kemacetan. Sementara Assistant harus bisa memahami perintah suara yang diberikan pengguna.

Alasan lain mengapa AI dalam game berbeda dari AI di kehidupan nyata adalah karena ruang lingkup game yang jauh lebih sempit. Jika dibandingkan dengan dunia nyata, dunia game jauh lebih kecil. Hal itu berarti, data yang bisa diakses oleh AI dalam game juga terbatas. Jadi, jangan heran jika AI dalam game cenderung stagnan sementara AI di kehidupan nyata akan terus berevolusi.

Selain itu, besar dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membuat AI juga akan memengaruhi kualitas AI itu. Developer punya dana yang terbatas dalam membuat game. Sementara itu, perusahaan seperti Google atau Amazon punya dana yang jauh lebih besar. Sebagai perbandingan, pemasukan Alphabet, perusahaan induk Google pada 2020 mencapai US$182,5 miliar. Sementara sepanjang 2020, pemasukan Nintendo hanya mencapai US$12,12 miliar. Selain itu, performa AI pada Search atau situs e-commerce Amazon juga akan berdampak langsung pada pemasukan perusahaan. Karena itu, tidak heran jika mereka rela mengeluarkan dana besar untuk mengembangkan AI mereka.

Tak hanya di dunia gaming, AI juga pernah digunakan di ranah esports. Pada 2019, OpenAI mengadu AI buatan mereka — OpenAI Five — melawan OG, tim Dota 2 terbaik dunia ketika itu. Dalam pertandingan best-of-three, OpenAI berhasil menang 2-0.

Satu hal yang membedakan OpenAI Five dengan kebanyakan AI pada game adalah OpenAI Five bisa belajar. Faktanya, perusahaan OpenAI tidak memprogram Five agar bisa bermain Dota 2. Mereka membuat AI itu agar ia bisa belajar. Pada awalnya, AI itu sama sekali tidak mengerti bagaimana cara bermain Dota 2. Namun, setelah “latihan” selama 45 ribu tahun, AI tersebut dapat mengalahkan OG. Kemampuan OpenAI Five untuk belajar memungkinkan AI itu untuk terus berevolusi dan menyesuaikan strateginya dengan gaya bermain musuh.

Kabar baik bagi para pemain esports, OpenAI Five tidak dibuat untuk menggantikan posisi para pro player. Tujuan OpenAI membuat AI yang bisa bermain Dota 2 adalah untuk membuktikan bahwa sebuah AI bisa mengerjakan sesuatu yang kompleks, seperti bermain game MOBA. Dan jika AI bisa belajar bermain game, hal itu berarti AI juga akan bisa belajar cara untuk mengerjakan tugas kompleks di dunia nyata, lapor The Verge.

 

Bagaimana Cara Membuat AI?

Dalam membuat AI, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi masalah yang hendak diselesaikan. Di sini, seorang programmer harus bisa memjawab pertanyaan: masalah apa yang ingin saya selesaikan dengan AI? Memang, AI terbukti bisa mengerjakan tugas yang kompleks. Namun, hal itu bukan berarti AI bisa menyelesaikan semua masalah. Biasanya, AI digunakan untuk menyelesaikan satu masalah tertentu. Misalnya, di dunia kedokteran, ada AI yang digunakan untuk mendeteksi kanker paru-paru. Alasannya, kebutuhan akan radiologi semakin meningkat, sementara jumlah radiolog yang ada tidak mencukupi. Selain itu, AI ini dapat mendeteksi kanker paru-paru dengan lebih akurat.

Ketika seseorang hendak membuat AI untuk game atau AI yang bisa bermain game, langkah pertama yang harus dilakukan pun sama, yaitu mengidentifikasi masalah. Berikut video penjelasan tentang bagaimana seorang programmer membuat AI yang bisa bermain Fall Guys.

Dalam video di atas, Clarity Coders menjelaskan bahwa dia ingin membuat AI yang bermain layaknya manusia. Hal itu berarti, AI yang dia buat tidak akan mengeksploitasi bug dalam game. Dia juga menjelaskan bahwa dia akan membatasi aksi yang bisa diambil oleh AI. AI yang dia buat hanya bisa melakukan tiga hal, yaitu bergerak ke kiri dan ke kanan, serta melompat. AI itu tidak bisa melakukan aksi lain seperti dive.

Langkah kedua dalam membuat AI adalah menyiapkan data untuk melatih AI. Semakin banyak data yang Anda gunakan, semakin baik performa dari AI yang Anda buat. Pada dasarnya, ada dua jenis data yang bisa Anda gunakan. Pertama adalah data yang terstruktur, seperti nama, tanggal lahir, alamat dan sebagainya. Kedua adalah data tidak terstruktur, seperti gambar, audio, infografis, percakapan di email atau platform chatting, dan lain sebagainya. Dalam video Clarity Coders, data yang digunakan untuk melatih AI masuk dalam kategori data tak terstruktur, karena data berupa gambar screenshot dari beberapa ronde yang sang YouTuber mainkan.

Jika Anda menggunakan data tidak terstruktur untuk melatih AI, maka Anda harus “membersihkan” data itu terlebih dulu. Contohnya, ketika Anda ingin membuat AI yang bisa membedakan gambar antara kucing dan anjing, Anda tidak hanya harus menyiapkan sekumpulan gambar dari anjing dan kucing, tapi juga melabeli sekumpulan gambar tadi, untuk membedakan mana gambar kucing dan mana gambar anjing. Jadi, AI akan bisa mempelajari perbedaan antara gambar kucing dan anjing. Menurut Becoming Human, membersihkan data yang hendak digunakan untuk melatih AI merupakan salah satu bagian tersulit dalam membuat AI. Tidak sedikit AI designers yang menghabiskan 80% waktu mereka untuk melabeli, merapikan, dan memeriksa data yang hendak mereka gunakan untuk melatih AI.

Proses pembuatan AI. | Sumber: IT Chronicle
Proses pembuatan AI. | Sumber: IT Chronicle

Mengapa membersihkan data training set penting? Karena data itulah yang akan menentukan seberapa akurat/cerdas AI yang Anda buat. Dalam contoh di atas, AI bisa salah mengenali seekor anjing atau kucing jika data yang digunakan untuk melatihnya juga tidak akurat. Padahal, semakin akurat sebuah AI, semakin baik, apalagi jika AI digunakan untuk tugas penting, seperti mendeteksi kanker.

Ketika membuat AI yang bisa bermain Fall Guys, Clarity Coders mengumpulkan data training set dengan memainkan Fall Guys sambil menjalankan script Python untuk mengambil screenshot dan mencatat tombol yang dia tekan selama bermain. Tujuannya, agar AI bisa belajar kondisi dari keadaan sekelilingnya dan tahu kapan harus memencet tombol apa.

Langkah ketiga dalam mendesain AI adalah menentukan jenis algoritma yang akan digunakan. Salah satu tipe algoritma yang sering digunakan adalah reinforcement learning. Tipe algoritma ini digunakan dalam OpenAI Five. Pada dasarnya, reinforcement learning memungkinkan AI untuk belajar dari kesalahannya dan terus berevolusi. Dalam kasus OpenAI, ia pada awalnya tidak tahu bagaimana cara bermain Dota 2. Namun, setelah berlatih selama puluhan ribu tahun, ia bahkan bisa mengalahkan tim OG.

Setelah menentukan algoritma yang hendak Anda gunakan, tahap berikutnya adalah memilih bahasa programming untuk membuat AI. Ada berbagai bahasa programming yang bisa digunakan untuk membuat AI, seperti C++, Java, Python, dan lain sebagainya. Kemudian, Anda tinggal memilih platform yang hendak Anda gunakan. Kabar baiknya, semakin banyak perusahaan yang membuat platform untuk membuat AI, seperti Microsoft Azure Machine Learning dan Google Cloud Prediction API.

 

Bahasa Programming dan Platform Apa yang Bisa Digunakan?

Python merupakan salah satu bahasa programming yang paling populer untuk membuat AI. Salah satu alasannya adalah karena Python sederhana dan mudah dipahami. Alasan lainnya adalah karena Python punya komunitas yang besar. Menurut Developer Survey 2018 oleh Stack Overflow, Python masuk dalam daftar 10 bahasan programming paling populer. Hal itu berarti, Anda bisa bertanya pada komunitas ketika Anda menemui masalah.

Hasil pencarian dari bahasa programming. | Sumber: Economist
Hasil pencarian dari bahasa programming. | Sumber: Economist

Alasan ketiga, dan yang paling penting, mengapa Python populer sebagai bahasa programming untuk AI adalah karena Python punya banyak library. Library adalah sekumpulan kode yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah umum. Dengan menggunakan library, Anda tidak perlu membuat kode dari nol. Anda tinggal mencari library yang sesuai dengan kebutuhan Anda. Misalnya, Anda ingin membuat AI yang bisa mengolah gambar, Anda bisa menggunakan library Python seperti NumPy atau OpenCV. Sementara jika Anda ingin mendesain AI yang fungsi utamanya melibatkan audio, ada library Librosa.

Dalam video Clarity Coders, dia menggunakan library Pandas dan fast.ai. Pandas library biasanya digunakan untuk pemprosesan dan analisa data. Sementara fast.ai library menyediakan komponen-komponen yang bisa dibongkar-pasang sesuai kebutuhan pengguna. Soal platform, dia menggunakan Google Colab. Platform Google Colab memungkinkan Anda untuk menulis kode berdampingan dengan teks biasa. Tak hanya itu, Google Colab juga bisa digunakan untuk melatih AI menggunakan data training set yang telah Anda siapkan. Dengan begitu, Anda tidak perlu lagi membeli komputer seharga puluhan juta untuk melatih AI Anda. Yang lebih menarik, Google Colab bisa Anda gunakan secara gratis.

Selain Google Colab, platform lain yang bisa Anda gunakan untuk membuat AI adalah Gradient. Sama seperti Colab, Gradient juga bisa digunakan secara gratis. Meskipun begitu, keduanya juga menyediakan opsi berbayar. Memang, jika Anda menggunakan versi gratis, daya komputasi yang bisa Anda gunakan pun terbatas. Meskipun begitu, daya komputasi yang Gradient sediakan dalam versi gratis pun sudah cukup memadai jika Anda hanya tertarik untuk belajar tentang AI dan machine learning. Opsi Free-GPU dari Gradient menawarkan CPU 8 core, RAM 30GB, dan NVIDIA Quadro M4000 sebagai GPU.

 

Penutup

Elon Musk sempat berpendapat bahwa AI lebih berbahaya dari nuklir. Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan AI memang membuat hidup kita menjadi lebih mudah. Salah satu contoh penggunaan AI pada kehidupan sehari-hari adalah pada fitur face detection di smartphone Anda. Tak hanya itu, AI juga digunakan oleh perusahaan transportasi untuk mengatur jadwal. Dan AI sudah muncul dalam game sejak lama.

Dalam game, keberadaan AI membuat pengalaman bermain menjadi lebih seru. Menariknya, game terkadang digunakan sebagai tolok ukur kecanggihan sebuah AI. Karena itulah, ada perusahaan yang tertarik untuk membuat AI yang bisa bermain go atau bahkan Dota 2. Tak hanya perusahaan, masyarakat secara luas pun semakin tertarik dengan AI. Buktinya, di YouTube, Anda bisa menemukan banyak video yang menunjukkan cara membuat AI sederhana, seperti AI yang bisa bermain Flappy Bird dan 2048.

Popularitas AI yang terus naik berarti semakin banyak perusahaan yang bersedia untuk membuat platform pengembangan AI. Beberapa platform itu bahkan bisa digunakan secara gratis. Hal ini akan membuat pembelajaran dan pengembangan AI menjadi lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang. Pasalnya, melalui platform ini, Anda bisa membuat dan melatih AI Anda tanpa harus punya komputer mahal.

Sony Bagi-Bagi Game Gratis, Salah Satunya Horizon Zero Dawn

April tahun lalu, Sony Interactive Entertainment (SIE) mengumumkan program bagi-bagi game PlayStation gratis yang mereka namai Play At Home. Tidak tanggung-tanggung, yang digratiskan kala itu adalah Uncharted: The Nathan Drake Collection, dan periode gratisannya pun cukup lama untuk semua pemilik PS4 mengklaimnya ke akun masing-masing.

Di awal Maret 2021 ini, Sony memutuskan untuk menghadirkan kembali program yang sama. Kalau sebelumnya Sony hanya membagikan total dua game saja, kali ini Sony ingin membagikan lebih banyak lagi dalam jangka waktu empat bulan. Untuk membuka programnya, Sony pun sudah menggratiskan Ratchet & Clank sejak 1 Maret lalu, dan Anda masih punya waktu untuk mengklaimnya secara cuma-cuma sampai 31 Maret nanti.

Sesudahnya, Sony rupanya telah menyiapkan 10 game gratis lain yang tidak kalah menarik. Salah satu di antaranya malah Horizon Zero Dawn. Baik pemilik PS4 maupun PS5 bisa mengunduhnya secara cuma-cuma mulai 19 April mendatang. Asalkan Anda mengunduhnya sebelum 14 Mei, action RPG karya Guerrilla Games tersebut akan tersimpan selamanya di akun Anda.

Buat yang belum sempat memainkan Horizon Zero Dawn, tentu ini merupakan saat yang tepat, terlebih mengingat sekuelnya, Horizon Forbidden West, dijadwalkan hadir di tahun 2021 ini juga. Yang digratiskan juga bukan hanya base game-nya saja, melainkan juga termasuk expansion The Frozen Wilds.

Astro Bot Rescue Mission
Astro Bot Rescue Mission / Japan Studio

Sembilan game lainnya bisa didapatkan lebih awal mulai tanggal 25 Maret. Empat di antaranya adalah game virtual reality. Berikut daftarnya:

  • Abzu
  • Enter the Gungeon (sayangnya ini tidak tersedia di Indonesia)
  • Rez Infinite
  • Subnautica
  • The Witness
  • Astro Bot Rescue Mission (PS VR)
  • Moss (PS VR)
  • Thumper (PS VR)
  • Paper Beast (PS VR)

Di luar Horizon Zero Dawn tadi, Anda punya waktu sampai 22 April untuk mengklaim gamegame tersebut ke akun Anda secara cuma-cuma. Kalaupun Anda tidak berminat memainkannya dalam waktu dekat, tidak ada salahnya mengklaim dulu mengingat semuanya akan tersimpan secara permanen di akun Anda.

Ke depannya, Sony tentu masih punya kejutan lain, sebab seperti yang saya bilang tadi, program Play At Home ini akan berlangsung selama empat bulan. Kemungkinan koleksi game yang digratiskan berikutnya bakal mengusung tema yang berbeda — tema yang diusung kali ini adalah game indie.

Sumber: PlayStation Blog.